29
111 KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENCEGAH DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN GADGET Sandra Olifia 1 Dwi Nuraini 2 Universitas Satya Negara Indonesia Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan No.11 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Komunikasi ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi karena kebutuhan akan berkomunikasi dalam keluarga dengan adanya dampak negatif dari penggunaan gadget pada anak. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman orang tua terhadap pemanfaatan gadget yang tepat pada anak, juga untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh orang tua, dan untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan orang untuk mencegah dampak negatif penggunaan gadget pada anak. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kasus dan menggunakan metode kulitatif deskriptif. Subyek penelitiannya yaitu keluarga khususnya orang tua dan juga obyek penelitiannya adalah komunikasi antarpribadi dalam keluarga untuk mencegah dampak negatif penggunaan gadget pada anak. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber untuk menguji keabsahan dan keterpercayaan data. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan keluarga khususnya orang tua tentang komunikasi antarpribadi dan penggunaan gadget yang tepat pada anak. Pemanfaatan gadget dalam hal ini meliputi dampak yang ditimbulkan dari gadget bagi keluarga khususnya pada anak, apa saja hambatan yang dirasakan orang tua dalam mencegah dampak negatif gadget, dan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua sebagai upaya mengatasi maupun mencegah dampak negatif penggunaan gadget pada anak. Kata Kunci : Komunikasi Antarpribadi, Keluarga, Dampak Negatif Gadget ABSTRACT This research is motivated by needs of communication in family as negative impact by gadget using on children. Therfore this research aims to know how far the understanding of parents about the right use of gadget for children and to know the efforts of people did to avoid negative impact of gadget use to children. Kind of this research is qualitative with case study approach and use qualitative method of descriptive. The subject of the research that is family specially is parent and also the research object is interpersonal communication in family to avoid negative impact of gadget use to children. the method of collecting data is the observation, depth interview dan documentation. This research is use triangulation source to test the validity and trust data.

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENCEGAH DAMPAK …isip.usni.ac.id/jurnal/Sandra Olivia.pdf · mengenal batas, jarak, ruang, dan waktu. Seseorang dapat dengan mudah mengakses ... ini menyebabkan

Embed Size (px)

Citation preview

111

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENCEGAH DAMPAK

NEGATIF PENGGUNAAN GADGET

Sandra Olifia1

Dwi Nuraini2

Universitas Satya Negara Indonesia

Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan No.11

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Komunikasi

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi karena kebutuhan akan berkomunikasi dalam keluarga

dengan adanya dampak negatif dari penggunaan gadget pada anak. Maka dari itu penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman orang tua terhadap pemanfaatan

gadget yang tepat pada anak, juga untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh orang tua,

dan untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan orang untuk mencegah dampak negatif

penggunaan gadget pada anak.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kasus dan

menggunakan metode kulitatif deskriptif. Subyek penelitiannya yaitu keluarga khususnya

orang tua dan juga obyek penelitiannya adalah komunikasi antarpribadi dalam keluarga untuk

mencegah dampak negatif penggunaan gadget pada anak. Metode pengumpulan data

menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Penelitian ini

menggunakan teknik triangulasi sumber untuk menguji keabsahan dan keterpercayaan data.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan keluarga khususnya orang tua tentang

komunikasi antarpribadi dan penggunaan gadget yang tepat pada anak. Pemanfaatan gadget

dalam hal ini meliputi dampak yang ditimbulkan dari gadget bagi keluarga khususnya pada

anak, apa saja hambatan yang dirasakan orang tua dalam mencegah dampak negatif gadget,

dan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua sebagai upaya mengatasi maupun mencegah

dampak negatif penggunaan gadget pada anak.

Kata Kunci : Komunikasi Antarpribadi, Keluarga, Dampak Negatif Gadget

ABSTRACT

This research is motivated by needs of communication in family as negative impact by

gadget using on children. Therfore this research aims to know how far the understanding of

parents about the right use of gadget for children and to know the efforts of people did to

avoid negative impact of gadget use to children.

Kind of this research is qualitative with case study approach and use qualitative

method of descriptive. The subject of the research that is family specially is parent and also

the research object is interpersonal communication in family to avoid negative impact of

gadget use to children. the method of collecting data is the observation, depth interview dan

documentation. This research is use triangulation source to test the validity and trust data.

112

The result showing understanding to a family specially for the parent about

interpersonal communication and the right use of gadget for children, What are the obstacles

that felt by parent in avoid negative impact, and the efforts did by parent as effort to resolve

or avoid negative impact of gadget use for the children.

113

I PENDAHULUAN

Kemajuan yang cukup signifikan

dalam bidang teknologi berakibat pada

meningkatnya bidang teknologi informasi,

serta komunikasi sehingga dunia tidak lagi

mengenal batas, jarak, ruang, dan waktu.

Seseorang dapat dengan mudah mengakses

informasi penting tentang fenomena

kejadian di belahan dunia lain, tanpa harus

berada ditempat tersebut dengan

seperangkat komputer juga handphone

yang memiliki koneksi internet, informasi

dapat diperoleh dalam hitungan detik.

Internet kini juga semakin marak

digunakan sebagai media komunikasi yang

instant dan praktis oleh masyarakat.

Jumlah pengguna internet di

Indonesia bertambah sebanyak 58 persen

menjadi 55 juta orang, dibandingkan

dengan tahun lalu. Ini membuat Indonesia

berada di peringkat ketiga dalam daftar

pertambahan pengguna internet tertinggi

dunia. (www.tempo.com diakses Juni

2018)

Perangkat gadget juga sudah

menjamur di lingkungan kita, bahkan

pengguna usia anak-anak pun sudah bisa

mengaksesnya. Fenomena yang terjadi saat

ini. Bukan hal yang luar biasa lagi, saat ini

kita sering melihat anak-anak membawa

dan pandai mengoperasikan perangkat

gadget. Mulai dari handphone,

smartphone, playstasion, laptop, computer

ataupun tablet dengan jenis dan harga

yang variatif. Gadget tidak hanya dapat

digunakan sebagai sarana komunikasi,

tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana

mendapatkan informasi dan hiburan.

Terdapat berbagai macam aplikasi yang

canggih di dalam perangkat gadget atau

alat elektronik komunikasi tersebut.

Seperti fasilitas internet, video games,

mp3, dan video player. Akan tetapi

belakangan muncul kontroversi berita

dimedia massa yang mulai menanyakan

seberapa perlu gadget dikalangan anak-

anak. Disisi lain gadget memberikan

dampak positif pada anak, tetapi disisi lain

gadget juga memberikan dampak negatif.

Salah satu dampak negatif gadget

pada perkembangan anak yang telah

diketahui adalah penurunan konsentrasi.

Ketika seorang anak terlalu sering

menggunakan gadget, ia akan

mengandalkan gadget untuk mengerjakan

berbagai hal, atau lebih senang

berimajinasi seperti tokoh game yang

sering dimainkan dengan gadgetnya. Hal

ini menyebabkan konsentrasi anak menjadi

lebih pendek, dan tidak perduli lagi dengan

lingkungan sekitar. Ini dapat menyebabkan

anak sulit berkonsentrasi saat belajar, yang

berdampak pada penurunan preatasi di

sekolah. http://artikelduniawanita.com.

Alasan sebagian orang tua

memberikan gadget untuk anak adalah

114

supaya mereka tenang dan tidak

merepotkan. Gadget memiliki banyak

manfaat apabila digunakan sebagimana

mestinya, namun yang perlu peneliti

ketahui bahwa gadget sebaiknya tidak

dikenalkan pada anak usia dini, karena

memiliki resiko negatif terhadap

perkembangan anak. Terlalu dini

mengenalkan gadget pada anak maka

resikonya semakin besar.

Gadget pada umumnya diartikan

sebagai barang elektronik kecil yang

didesain sedemikian rupa sehingga

menjadikannya sebagai suatu inovasi

terbaru, atau juga bisa dikatakan sebagai

suatu penemuan yang benar-benar

menakjubkan pada masanya. (Fathul

Husnan, 2013:73).

Saat ini kecanggihan teknologi

memungkinkan manusia berinteraksi

secara bebas dalam skala global.

Sayangnya, kemajuan teknologi ini kerap

kurang diimbangi dengan sikap

kewaspadaan akan risiko

penyalahgunaannya. Alhasil, kasus demi

kasus penyalahgunaan dikalangan anak

saat ini banyak terungkap ke masyarakat.

Dari beberapa macam-macam gadget,

yang paling sering dimainkan dan dimiliki

oleh anak-anak adalah handphone. Untuk

itu dalam penelitian penulis lebih

memfokuskan anak yang menggunakan

secara aktif dalam gadget tersebut. Gadget

(handphone) yang difasilitaskan dari orang

tua dengan berbagai maksud dan tujuan.

Mudahnya mengakses beberapa

situs yang ada di dalam gadget

menimbulkan sedikit masalah bagi

kalangan anak-anak sekarang. Salah

satunya bisa menyebabkan kurangnya

berkomunikasi antar sesama teman

sebayanya, keluarga dan lain-lain. Anak-

anak zaman sekarang lebih asik bermain

gadget salah satunya bermain game online

atau situs lainnya, sehingga kurangnya

komunikasi dengan keluarga di rumah.

Berbicara tentang penggunaan

gadget oleh anak, tentunya hal ini tidak

lepas dari peran serta orang tua di

dalamnya. Peran serta orang tua dalam hal

ini yaitu misalnya penyediaan gadget oleh

orang tua terhadap anaknya. Hal ini juga

terlihat oleh penulis di lingkungan sekitar

tempat tinggal penulis. Orang tua terlihat

lebih memilih memberikan gadget kepada

anaknya untuk sarana bermain. Hal ini

menyebabkan anak bisa dengan mudah

mengunakan gadget untuk

kepentingannya. Peran serta orang tua

dalam hal penggunaan gadget pada anak

juga ditujukan dengan memberikan

pemahaman kepada anak tentang cara

memanfaatkan gadget secara bijaksana.

Pemberian pemahaman kepada anak

tentang cara memanfaatkan gadget dengan

bijaksana, bisa dan akan mudah dilakukan

115

apabila orang tua mengetahui serta

menerapkan pola komunikasi yang tepat

tentang pemanfatan gadget yang bijaksana

oleh anak.

Gadget merupakan salah satu dari

sekian banyak alat komunikasi yang

berkembang sangat pesat di Indonesia.

Industri gadget terus menerus membuat

suatu inovasi baru dengan menintegrasikan

teknologi-teknologi pendukung pada

gadget. Melalui gadget manusia dapat

berinteraksi antara satu dengan lainnya,

sehingga gadget menjadi fenomena unik

yang berkembang di dalam masyarakat.

Berbagai fitur-fitur canggih pada gadget

memudahkan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dengan sangat pesat

dan mudah.sering perkembangan zaman,

gadget tidak lain dijadikan sebagai gaya

hidup semata, tetapi melalui gadget

manusia bisa menambah wawasan dan

pengetahuan mereka dengan sangat luas

dan tidak terbatas.

Dengan adanya gadget, komunikasi

masyarakat saat ini semakin modern, ini

menyebabkan tuntutan manusia terhadap

kebutuhan informasi semakin tinggi. Hal

itu turut melahirkan kemajuan yang cukup

signifikan dalam bidang teknologi.

Peningkatan dibidang teknologi, informasi,

serta komunikasi mengakibatkan dunia

tidak lagi mengenal batas, jarak, ruang,

dan waktu. Seseorang dapat dengan mudah

mengakses informasi penting tentang

fenomena kejadian dibelahan dunia, tanpa

harus berada di tempat tersebut. Padahal

untuk mencapai tempat itu memakan

waktu berjam-jam, namun hanya dengan

seperangkat alat elektronik gadget yang

memiliki konektivitas internet, informasi

dapat diperoleh dalam hitungan detik.

Internet kini juga semakin marak

digunakan sebagai media komunikasi yang

instan dan praktis oleh masyarakat.

Jumlah pengguna gadget di

Indonesia saat ini bertambah semakin

banyak dibandingkan dengan tahun lalu.

Dengan adanya gadget dapat semakin

mempermudah masyarakat mendapatkan

informasi. Mudahnya mengakses beberapa

situs yang ada di dalam gadget

menimbulkan sedikit masalah bagi

kalangan anak-anak sekarang. Salah

satunya bisa menyebabkan malas bejalar,

malas berkomunikasi antar sesama teman,

keluarga dan lain-lain.

Banyak sekali dampak negatif dari

kasus anak-anak yang sering bermain

gadget. Contohnya, dapat menyebabkan

kecanduan bermain game online,

hambatan terhadap perkembangan,

penyakit mental, gangguan tidur, pengaruh

tayangan, dan bahaya radiasi. Dari

pembahasan tersebut, peneliti menemukan

kasus yang terjadi di lingkungan penduduk

daerah kampung Simprug Golf 2 RT.10

116

RW.08 terdapat anak usia pra saekolah

yang bermain gadget dan dengan asiknya,

hal ini tentunya dilakukan oleh orang tua

supaya anak tidak terus menerus menangis

dan dapat berhenti menangis setelah

diperlihatkan gadget tersebut.

Memburuknya komunikasi

diakibatkan oleh orang tua yang acuh

dengan perkembangan anaknya, contohnya

ketika anak bermain game online atau

melihat konten youtube berjam-jam di

rumahnya. Hubungan yang tidak baik atau

buruk antara orang tua dengan anak

merupakan salah satu faktor penyebab

anak lebih memilih bermain gadget

berjam-jam. Biasanya orang tua terlalu

sibuk dengan pekerjaannya atau aktifitas

lain, sehingga waktu untuk kurang bahkan

tidak ada. Keberadaan orang tua juga

mempunyai dampak, misalnya orang tua

jarang di rumah menyebabkan komunikasi

dan waktu bersama untuk anak kurang,

bahkan tidak ada sama sekali.

Dari adanya kasus tersebut, orang

tua harus dapat berkomunikasi secara

antarpribadi kepada anaknya dengan

menggunakan komunikasi yang baik,

supaya anak paham apa yang yang

seharusnya tidak dilakukan dan apa yang

harusnya dilakukan.

Komunikasi antarpribadi

didefinisikan sebagai penyampaian pesan

oleh satu orang dan penerima pesan orang

lain, dengan berbagai dampaknya, dan

peluang untuk memberikan umpan balik

segera. Komunikasi antarpribadi

berlangsung apabila pengirim

menyampakan informasi berupa kata-kata

kepada penerima, dengan menggunakan

medium suara manusia (human voice).

(Bittner, 1985:10 dalam Wiryanto,

2004:32).

Fungsi keluarga yang terdiri dari

ayah, ibu, kakek, nenek, adik, dan kakak,

khususnya sebagai orang tua adalah

sebagai tempat untuk pengajaran tentang

nilai maupun norma pada pribadi anak.

Apabila komunikasi tidak terjalin dengan

baik di dalam keluarga sering terjadi

kesalah pahaman akibat kurangnya

komunikasi antara orang tua dengan anak,

maupun sebaliknya.

Dengan adanya kasus tersebut,

peneliti menyimpulkan bahwa peran

orangtualah yang sangat penting untuk

mendampingi anak saat bermain gadget.

Tetapi tidak hanya mendampingi saja,

orang tua bisa berkomunikasi dengan anak

melalui komunikasi antarpribadi, orang tua

dapat memberitahukan apa saja dampak

negatif yang terjadi apabila anak terus

menerus bermain gadget.

Penulis tertarik untuk mengetahui

lebih lanjut tentang bagaimana

“Komunikasi Antarpribadi Dalam

117

Keluarga (Studi Kasus Mencegah Dampak

Negatif Penggunaan Gadget Pada Anak).

Pertanyaan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana komunikasi antarpribadi

dalam keluarga mencegah dampak

negatif penggunaan gadget pada anak ?

2. Apa saja hambatan yang dialami oleh

orang tua untuk mencegah dampak

negatif gadget pada anak ?

3. Apa usaha yang dilakukan orang tua

untuk mencegah dampak negatif

penggunaan gadget pada anak ?

Sesuai dengan apa yang menjadi

pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan

dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui komunikasi

antarpribadi dalam keluarga mencegah

dampak negatif penggunaan gadget

pada anak.

2. Untuk mengetahui hambatan yang

dialami orang tua dalam mencegah

dampak negatif penggunaan gadget

pada anak.

3. Untuk mengetahui usaha yang

dilakukan orang tua dalam mencegah

dampak negatif penggunaan gadget

pada anak.

II TINJAUAN PUSTAKA

Teori Penetrasi Sosial

Teori penetrasi sosial adalah

sebuah teori yang di gagas oleh Irwin

Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini

membuat prediksi tentang pengembangan

hubungan yang didasari pada berbagai

tingkatan pengungkapan atau

penyingkapan diri (self disclosure). Teori

penetrasi sosial merujuk pada sebuah

proses ikatan hubungan individu-individu

bergerak dari komunikasi superfisial

menuju ke komunikasi yang lebih intim.

Proses penetrasi sosial, karenanya

mencakup di dalamnya perilaku verbal

(kata-kata yang kita gunakan), perilaku

nonverbal (postur tubuh kita, sejauh mana

kita tersenyum, dan sebagainya), dan

perilaku yang berorientasi pada

lingkungan (ruang antara komunikator,

objek fisik yang ada di dalam lingkungan,

dan sebagainya). (Richard West Lynn H.

Turner, 2013:195).

Teori penetrasi sosial (social

penetration theory) berupaya

mengidentifikasi proses peningkatan

keterbukaan dan keintiman seseorang

dalam menjalin hubungan dengan orang

lain. Bahwa perkembangan hubungan

diatur oleh seperangkat kekuatan yang

kompleks yang harus dikelola secara terus-

menerus oleh para pihak yang terlibat.

Cara pandang yang lebih maju terhadap

teori perkembangan hubungan ini sebagian

besar muncul dari tradisi sosiokultural dan

fenomenologi. (Morissan, 2013:297).

118

Altman dan Taylor (1987)

berpendapat bahwa hubungan dapat di

konseptualisasikan dalam bentuk

penghargaan dan pengorbanan.

Penghargaan adalah sebagal bentuk

peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku

yang mendorong kepuasan, kesenangan,

dan kebahagiaan dalam pasangan,

sedangkan pengorbanan adalah sebagala

peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku

yang mendorong munculnya perasaan

negatif. Kesimpulannya yaitu bahwa

terdapat pengalaman interpersonal yang

relatif sedikit dalam tahap awal,

menyebabkan individu untuk lebih

berfokus pada sebuah penghargaan atau

pengorbanan. (Richard West Lynn H.

Turner, 2013:198).

Dalam teori ini Irwin Altman dan

Dalmas Taylor menyatakan empat tahapan

proses penetrasi sosial, yang pertama

hubungan-hubungan mengalami kemajuan

dari tidak intim menjadi intim, yang kedua

perkembangan hubungan sistematis dan

dapat diprediksi, yang ketiga

perkembangan hubungan mencakup

depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi,

bicara mengenai penarikan diri dan

disolusi, Altman dan Taylor menyatakan

sebagaimana komunikasi memungkinkan

sebuah hubungan untuk bergerak maju

menuju tahap keintiman, komunikasi dapat

menggerakkan hubungan untuk mundur

menuju tahap ketidakintiman, yang

keempat pembukaan diri, dapat secara

umum didefinisikan sebagai proses

pembukaan informasi mengenai diri

sendiri kepada orang lain yang memiliki

tujuan. (Richard West dan Lynn H. Turner,

2013:197).

Penulis menggunakan teori yang

berhubungan dengan penelitian ini yaitu

teori penetrasi sosial yang dikemukakakn

oleh Irving Alman dan Dalmas Taylor.

Penulis menilai bahwa teori ini sangat

sesuai dengan topik yang akan dibahas

dalam penelitian ini, karena orang tua

dengan anak mempunyai hubungan yang

sangat intim sehingga orang tua mampu

memberi arahan kepada anak untuk

mencegah terjadinya dampak negatif dari

kegiatan yang dilakukan oleh anak.

Komunikasi

Komunikasi atau communication

dalam bahasa Inggris berasal dari kata

latin communis yang berarti “sama”

communico, communications, atau

communicare, yang berarti membuat sama

(to make common). Istilah pertama

(communis) paling sering di sebut sebagai

asal kata komunikasi, yang merupakan

akar dari kata-kata latin lainnya yang

mirip. Pengertian ini mengartikan bahwa

“suatu pikiran, suatu makna”, atau “suatu

pesan yang dianut secara sama”.

(Muhammad Qadaruddin, 2012:1).

119

Komunikasi merupakan aktivitas

menyampaikan apa yang ada di pikiran,

konsep yang kita miliki dan keinginan

yang ingin kita sampaikan kepada orang

lain. Atau sebagai seni mempengaruhi

orang lain untuk memperoleh apa yang

kita inginkan. (B.S.Wibowo, 2002).

Komunikasi menurut Shannon dan

Weaver (1949), bahwa komunikasi adalah

bentuk interaksi manusia yang saling

mempengaruhi satu sama lain, sengaja

atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada

bentuk komunikasi verbal, tetapi juga

dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan

teknologi. (Wiryanto,2004:7).

Melihat uraian definisi di atas,

penulis dapat menyimpulkan bahwa

komunikasi adalah suatu proses

penyampaian makna atau pesan dari

seseorang kepada orang lain, baik secara

verbal maupun nonverbal. Penyampaian

pesan juga dapat dilakukan dengan

menggunakan simbol, tanda, atau tingkah

laku.

Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi

didefinisikan sebagai penyampaian pesan

oleh satu orang dan penerima pesan orang

lain, dengan berbagai dampaknya, dan

peluang untuk memberikan umpan balik

segera. Komunikasi antarpribadi

berlangsung apabila pengirim

menyampakan informasi berupa kata-kata

kepada penerima, dengan menggunakan

medium suara manusia (human voice).

(Bittner, 1985:10 dalam Wiryanto,

2004:32).

Trenholm dan Jensen (1995 : 26)

mendefinisikan komunikasi antarpribadi

sebagai komunikasi antaradua orang yang

berlangsung secara tatap muka. Nama lain

dari komunikasi ini adalah diadik (dyadic).

Komunikasi diadik biasanya bersifat

spontan dan informal. Partisipan satu

dengan yang lain saling menerima umpan

balilk secara maksimal. Partisipan

berperan secara fleksibel sebagai pengirim

dan penerima. (Wiryanto, 2004:33).

Pemikiran mengenai bentuk

hubungan diadik dikemukakan oleh

Lailing, Phillipson, dan Lee, mereka

menyatakan bahwa untuk memahami

perilaku seseorang, harus

mengikutsertakan paling tidak dua orang

peserta dalam situasi bersama. Ciri dari

komunikasi diadik yakni para pelaku

komunikasi memiliki kedekatan, para

pelaku melakukan komunikasi dengan

saling mengirimkan pesan secara simultan

dan spontan baik secara verbal maupun

non verbal. (Anditha Sari, 2017:8).

Saluran komunikasi antarpribadi

dapat digunakan untuk melihat struktur

keluarga. Karena saluran komunikasi ini

paling tinggi frekuensinya digunakan

untuk berkomunikasi. Beberapa anggota

120

keluarga lebih banyak menggunakan

waktunya berbicara dengan yang lain.

Jaringan tersebut terpusat pada salah satu

anggota keluarga yang melayani sebagai

gate keeper untuk menjaring beberapa

pesan. Kemudian dipertukarkan kepada

seluruh anggota keluarga. Komunitas yang

ada di sekeliling tempat tinggal berperan

di dalam mendukung lancarnya

komunikasi atarpribadi di antara keluarga

dan masyarakat. Ketika orang tua dan

anak-anak merasa tidak terpencil dari

lingkungan sekitarnya, maka mereka tidak

mempunyai masalah di dalam rumah

tangga dan lingkungan sekitarnya,

sehingga ada ketentraman dalam keluarga.

(Wiryanto, 2004:34).

Komunikasi antarpribadi pada

dasarnya merupakan jalinan hubungan

interaktif antara seorang individu dan

individu lain di mana lambang-lambang

pesan secara efektif digunakan, terutama

lambang bahasa. Penggunaan lambang-

lambang bahasa verbal, terutama bersifat

lisan, di dalam kenyataan kerapkali

disertai dengan bahasa isyarat terutama

gerak tubuh atau bahasa tubuh (body

language), seperti senyum, tertawa, dan

menggeleng atau menganggukan kepala.

(Pawito, 2007:2).

Hubungan antarpribadi dapat

membentuk struktur sosial yang diciptakan

melalui proses komunikasi.

Pembentukannya mencakup konteks

perkembangan proses komunikasi tersebut.

Komunikasi tampak sebagai proses

sibernatika (umpan balik) yang dihasilkan

melalui penegasan diri dalam berhubungan

secara terus menerus. Mereka

berimprovisasi, menghubungkan makna,

memberdayakan dan memaksakan

tindakan satu sama lain. (Wiryanto,

2004:35).

Berdasarkan uraian di atas, maka

penulis menyimpulkan bahwa komunikasi

antarpribadi adalah komunikasi dua arah

yang terjadi secara bertatapan langsung

antara komunikator dan komunikan.

Dalam komunikasi tersebut seorang

komunikator menyampaikan pesan kepada

komunikan dengan maksud untuk

mendapatkan umpan balik dari

komunikan.

Ada beberapa bentuk komunikasi

antarpribadi yang bisa dilakukan dalam

melakukan proses komunikasi

antarpribadi, diantaranya :

1. Dialog

Dialog berasal dari kata Yunani

yaitu Dia yang artinya antara, bersama.

Sedangkan legein artinya berbicara,

menukar pikiran dan gagasan bersama.

Dialog sendiri merupakan percakapan

yang memiliki maksud untuk saling

mengerti, memahami, dan mampu

menciptakan kedamaian dalam

121

bekerjasama untuk memenuhi

kebutuhannya.

Dialog yang dilakukan dengan baik

akan membuahkan hasil yang banyak,

baik pada tingkat pribadi, yang dapat

meningkatkan sikap saling memahami,

dan menerima, serta mengembangkan

kebersamaan dan hidup yang damai

serta saling menghormati.

2. Sharing

Sharing merupakan bertukar

pendapat, berbagi pengalaman,

merupakan pembicaraan antara dua

orang atau lebih, di mana pelaku

komunikasi saling menyampaikan apa

yang pernah dialaminya dan hal itu

menjadi bahan pembicaraannya, dan

berakibat saling tukar pengalaman.

Dengan bentuk sharing dalam

komunikasi antarpribadi dapat

memanfaatkan untuk memperkaya

pengalaman diri dengan berbagai

masukan yang bisa diambil.

3. Wawancara

Dalam komunikasi wawancara

merupakan bentuk komunikasi yang

bertujuan mencapai sesuatu. Pihak

yang mengikuti komunikasi dalam

bentuk wawancara ini saling berperan

aktif dalam pertukaran informasi.

Dalam wawancara berlangsung baik

yang mewawancarai atau yang

diwawancarai, keduanya terlibat dalam

proses komunikasi dengan saling

berbicara, mendengar, dan menjawab.

4. Konseling

Bentuk komunikasi antarpribadi

yang satu ini lebih banyak

dipergunakan di dunia pendidikan,

perusahaan untuk masyarakat. Bentuk

ini biasanya digunakan untuk

menjernihkan masalah orang yang

meminta bantuan (counselee) dengan

mendampinginya dalam melihat

masalah, memutuskan masalah,

menemukan cara-cara memecahkan

masalah yang tepat, dan

memungkinkan untuk mencari cara

yang tepat untuk pelaksanaan

keputusan tersebut. (Anditha Sari,

2017:10).

Pendekatan komunikasi

antarpribadi dimulai dengan dapat melalui

lima kualitas umum yang dipertimbangkan

yaitu, keterbukaan (openness), empati

(empathy), sikap mendukung

(supportiveness), sikap positif

(positiveness), dan kesetaraan (equality).

(Devito, 2007:259).

1. Keterbukaan (Opennes)

Kualitas ketebukaan mengacu pada

sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

antarpribadi. Pertama, komunikator

antarpribadi yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajaknya

berinteraksi. Sebaliknya harus ada

122

kesediaan untuk membuka diri

mengungkapkan informasi yang

biasanya disembunyikan, asalkan

pengungkapan diri ini patut. Aspek

keterbukaan yang kedua mengacu

kepada kesediaan komunikator untuk

bereaksi secara jujur terhadap stimulus

yang dating. Orang yang diam, tidak

kritis, dan tidak tanggap pada

umumnya merupakan peserta

percakapan yang majemukkan. Aspek

ketiga menyagkut “kepemilikan”

perasaan dan pikiran (Bochner dan

Kelly, 1974:114). Terbuka dalam

pengertian ini adalah mengakui

perasaan dan pikiran yang anda

lontarkan adalah memang milik anda

dan anda bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (Empathy)

Henry Backrack (1976:78)

mendefinisikan empati sebagai

“kemampuan seseorang untuk

mengetahui apa yang sedang dialamai

orang lain pada suatu saat tertentu, dari

sudut pandang orang lain itu, melalui

kaca mata orang lain”. Bersimpati

dipihak lain adalah merasakan bagi

orang lain atau merasa ikut sedih.

Sedangkan bermpati adalah merasakan

sesuatu seperti orang yang

mengalaminya. Orang yang empatik

mampu memahami motivasi dan

pengalaman orang lain, perasaan dan

sikap mereka, serta hamparan dan

keinginan mereka untuk masa

mendatang. Kita dapat

mengkomunikasikan empati baik

secara verbal maupun non verbal.

Secara non verbal, dapat

megkomunikasikan empati dengan

memperlihatkan (1) keterlibatan aktif

dengan orang lain itu melalui ekspresi

wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2)

konsentrasi terpusat meliputi kontak

mata, postur tubuh yang penuh

perhatian, dan kedekatan fisik; serta

(3) sentuhan dan belaian yang

sepantasnya.

3. Sikap Mendukung (Supportiveness)

Hubungan antarpersonal yang

efektif adalah hubungan dimana

terdapat sikap mendukung

(supportiveness). Suatu konsep yang

perumusannya dilakukan berdasarkan

karya Jack Gibb. Komunikasi yang

terbuka dan empatik tidak dapat

berlangsung dalam suasana yang tidak

mendukung. Kita memperlihatkan

sikap mendukung dengan bersikap (1)

deskriptif, bukan evaluative, (2)

spontan, bukan strategic, dan (3)

provesional, bukan sangat yakin.

4. Sikap Positif (Positiveness)

Mengkomunikasikan sikap positif

dalam komunikasi antarpribadi dengan

sedikitnya dua cara : (1) menyatakan

123

sikap positif dan (2) secara positif

mendorong orang yang menjadi teman

kita berinteraksi. Sikap positif

mengacu pada sedikitnya dua aspek

dari komunikasi antarpribadi. Pertama,

komunikasi antarpribadi terbina jika

seseorang memiliki sikap positif

terhadap diri mereka sendiri. Kedua,

perasaan positif untuk situasi

komunikasi pada umumnya sangat

penting untuk interaksi yang efektif.

Tidak ada yang lebih menyenangkan

dari pada berkomunikasi dengan orang

yang tidak menikmati interaksi atua

tidak bereaksi secara menyenangkan

terhadap siatuasi atau suasana

interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali

terjadi ketidak setaraan. Salah seorang

mungkin pandai, lebih kaya, lebih

tampan atau cantik dari pada yang lain.

Tidak pernah ada dua orang yangb

benar-benar setara dalam segala hal.

Terlepas dari kesetaraan ini,

komunikasi antarpribadi akan lebih

efektif bila suasananya setara. Artinya

harus ada pengakuan secara diem-diam

bahwa kedua pihak sama-sama bernilai

dan berharga, dan bahwa masing-

masing pihak mempunyai sesuatu yang

penting untuk disumbangkan. Dalam

suatu hubungan antarpribadi yang

ditandai oleh kesetaraan, ketidak

sependapatan dan konflik lebih dilihat

sebagai upaya untuk memahami

perbedaan yang pasti ada dari pada

sebagai kesempatan untuk

menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan

tidak mengharuskan kita menerima dan

menyetujui begitu saja semua perilaku

verbal dan nonverbal pihak lain.

Kesetraan berarti kita menerima pihak

lian, atau menurut istilah Carl Rogers,

kesetaraan meminta kita untuk

memberikan “penghargaan positif yang

tak bersyarap” kepada orang lain.

Keluarga

Keluarga merupakan bagian dari

manusia yang setiap hari selalu

berhubungan dengan kita. Keadaan ini

perlu kita sasdari sepenuhnya bahwa setiap

individu merupakan bagiannya dan di

keluarga juga semua dapat diekspresikan

tanpa hambatan yang berarti. Friedman

(1998) mendefinisikan bahwa keluarga

adalah kumpulan dua orang atau lebih

yang hidup bersama dengan keterikatan

aturan dan emosional dan individu

mempunyai peran masing-masing yang

merupakan bagian dari keluarga.

(Suprajitno, 2004:1).

Murdock (Lestari, 2012:3)

mengatakan bahwa keluarga merupakan

kelompok sosial yang memiliki

karakteristik tinggal bersama, terdapat

124

kerja sama ekonomi, dan terjadi proses

komunikasi. Koerner dan Fizpatrick

(Lestari, 2012:4) mengatakan bahwa

definisi keluarga setidaknya dapat ditinjau

berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu :

a. Definisi Struktural

Keluarga didefinisikan berdasarkan

kehadiran atau ketidakhadiran anggota

keluarga, seperti orang tua, anak, dan

kerabat lainnya.

b. Definisi Fungsional

Keluarga didefinisikan dengan

penekanan pada terpenuhinya tugas-

tugas dan fungsi-fungsi psikososial.

Fungsi-fungsi tersebut mencakup

perawatan, sosialisasi pada anak,

dukungan emosi dan materi, dan

pemenuhan peran-peran tertentu.

c. Definisi Transaksional

Keluarga didefinisikan sebagai

kelompok yang mengembangkan

keintiman melalui perilaku-perilaku

yang memunculkan rasa identitas

sebagai keluarga (family identity),

berupa ikatan emosi, pengalaman

historis, maupun cita-cita masa depan.

Jika berdasarkan definisi keluarga

di atas, dapat dijelaskna bahwa definisi

sturktural yaitu keluarga didefinisikan

berdasarkan kehadiran atau ketidakpastian

anggota keluarga, seperti orang tua, anak

dan kerabat lainnya. Yang dimaksud

dengan kerabat lainnya yaitu terdiri dari

Ibu, Bapak, Adik, Kakak, Nenek, dan juga

Kakek.

Berdasarkan pengertian keluarga

menurut para ahli di atas, maka penulis

menyimpulkan bahwa keluarga merupakan

suatu kelompok sosial yang tinggal

bersama, miliki hubungan yang kuat, baik

secara emosi maupun materi antara setiap

individu. Dengan kata lain setiap orang

dalam kelompok memiliki keterikatan dan

terhubung baik secara emosi maupun

materi.

Gadget

Gadget pada umumnya adalah

barang elektronik kecil yang didesain

sedemikian rupa sehingga menjadikannya

sebagai suatu inovasi terbaru, atau juga

bisa dikatakan sebagai suatu penemuan

yang benar-benar menakjubkan pada

masanya. (Fathul Husnan, 2013:73).

Gadget yaitu istilah yang berasal

dari bahasa Inggris, yang artinya perangkat

elektronik kecil yang memiliki fungsi

khusus. Salah satu ciri khusus yang

membedakan gadget dengan perangkat

elektronik lainnya adalah unsur

“kebaruan”. Artinya, dari hari ke hari

gadget antara lain tablet, smartphone,

notebook, dan sebagainya. Anak akan suka

bermain gadget jika di dalamnya ada

aplikasi dan fitur yang menarik. Tidak

heran jika banyak anak kecil di zaman

125

sekarang ini yang sudah mahir

menggunakan gadget. (Atin Istiarni,

2018:133).

Gadget adalah sebuah alat

elektronik kecil yang memiliki fungsi

khusus, seperti telepon pintar. Pada zaman

globalisasi ini perkembangan semakin

maju dan berkembang. Dengan

menggunakan gadget, semua orang dapat

aktif di media sosial dengan mudah

karena gadget mejiliki banyak fitur yang

memfasilitasi para penggunanya untuk

terhubung dengan internet menjadi lebih

mudah.

(html/VVWijoyono,INSNegara,H.Aryanto

-JurnalDKV.Adiwarna,2015-

publication.ac.id. Diakses pada tanggal 12

April 2018, Pukul 13:56 WIB).

Penulis memahami bahwa gadget

merupakan alat komunikasi yang bersifat

elektronik berupa tablet, smartphone,

notebook, dan sebagainya, yang digunakan

anak-anak untuk bermain. Selain itu

gadget di dalamnya terdapat aplikasi

maupun fitur atau konten-konten yang

menarik, sehingga semua orang dapat

mengaksesnya dengan mudah. Tidak

hanya orang dewasa yang dapat

mengoperasikan gadget, bahkan anak-anak

sudah bisa menggunakan gadget untuk

bermain games online, menonton youtube,

dan lain sebagainya.

Menurut Bill Gates dan Melinda

dalam (Diane Wulansari, 2017:27),

dampak buruk gadget pada anak sebagai

berikut :

1. Anak bisa terkena pengaruh buruk dari

internet, rentan menjadi korban dari

predator yang berkeliaran di internet,

serta berpotensi menjadi korban

bullying di dunia digital.

2. Mempengaruhi perkembangan otak

anak ke arah negatif.

3. Membuat anak menjadi malas

bergerak, sehingga sistem motoriknya

lamban untuk berkembang.

4. Mempengaruhi perkembangan

kesehatan mental dan sisoialnya. Anak

yang kecanduan internet dan gadget

tidak bisa bersosialisasi dengan baik,

sehingga dia tidak memiliki teman

bermain.

5. Membuat anak ketergantungan

terhadap gadget, sehingga dia tidak

bisa bersikap mandiri dalam

menyelesaikan masalah.

6. Anak menjadi lamban dalam berpikir.

Salah satu alasan orang tua

memberikan gadget kepada anaknya yaitu

agar anak tenang dan tidak merepotkan.

Gadget memberikan suatu manfaat apabila

digunakan semestinya. Akan tetapi

memperkenalkan gadget pada anak usia

diusia dini sangatlah tidak baik dan akan

memberikan dampak yang negatif

126

terhadap perkembangan anak.

(https://babyologist.com. Diakses pada

tanggal 12 April 2018, Pukul 13.05 WIB).

Beberapa dampak negatif gadget

dalam perkembangan anak :

1. Resiko terkena radiasi

Anak-anak selalu memiliki rasa

ingin tahu, terutama pada gadget.

Memang tidak salah memberikan

gadget kepada anak, namun apabila itu

menjadi suatu kebiasaan maka akan

berbahaya karena anak kecil rentan

terkena radiasi dan juga cahaya yang

muncul dari layar tersebut akan

membahayakan kesehatan anak.

2. Beresiko terhadap perkembangan

psikolog anak

Sebagai orang tua, kita harus

membatasi penggunaan gadget pada

anak, supaya perkembangan psikolog

anak tidak terganggu. Biasanya game

atau tontonan yang ada di dalam

gadget yang membuat perkembangan

psikolog anak terganggu. Maka dari itu

kita harus mengawasi dan

mendampingi anak ketika bermain

gadget, supaya tidak memberi

pengaruh buruk terhadap anak.

3. Lambat memahami pelajaran

Kebiasaan anak menggunakan

gadget dapat berpengaruh terhadap

kemampuan otak untuk mendapatkan

informasi. Hal ini bisa saja terjadi

ketika anak menerima pelajaran yang

disampaikan oleh guru maka sang anak

akan sulit menerimanya. Selain itu

gadget juga membuat anak menjadi

malas untuk belajar.

4. Menjadi suatu kebiasaan

Penggunaan gadget pada awalnya

mungkin hanya digunakan untuk

bermain game, namun dapat menjadi

kebiasaan. Hal ini juga yang dapat

mengakibatkan anak tidak ingin

berinteraksi dengan orang lain.

5. Penyakit mental

Penggunaan gadget yang

berlebihan akan mengakibatkan

kecemasan, autisme, gangguan bipolar,

dan gangguan perilaku terhadap anak,

yang sangat menggangu perkembangan

anak.

6. Gangguan tidur

Tidak banyak orangtua yang

mengawasi anaknya dalam

menggunakan gadget, maka dari itu

kebanyakan anak mengoperasikan

gadget dikamarnya, maka tidur pun

akan terganggu dan akan berdampak

buruk pada kesehatan dan

perkembangan anak.

Penulis memahami bahwa dampak

negatif gadget sangat berbahaya bagi anak

dan juga dapat berpengaruh terhadap

tumbuh kembang anak. Dampak negatif

gadget dapat beresiko terkena radiasi jika

127

anak terus menerus menggunakan gadget,

lambat memahami pelajaran yang

disampaikan oleh guru atau orang tua, dan

juga dapat mengalami gangguan tidur yang

berdampak buruk bagi kesehatan dan

perkembangan anak.

Anak

Pada dasarnya anak adalah bukan

orang dewasa dalam bentuk kecil,

melainkan manusia yang oleh karena

kondisinya belum mencapai taraf

pertumbuhan dan perkembangan yang

matang, maka segala sesuatunya berbeda

dengan orang dewasa pada umumnya.

(Suryanah, 1996:1).

Pengertian anak menurut UU RI

No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan

anak. Anak adalah seseorang yang belum

mencapai usia 21 tahun dan belum pernah

menikah. Batas usia 21 tahun ditetapkan

karena berdasarkan pertimbangan usaha

kesejahteraan sosial, kematangan pribadi

dan kematangan mental seorang anak

dicapai pada usia tersebut. Anak adalah

potensi serta penerus bangsa yang dasar-

dasarnya telah diletakkan oleh generasi

sebelumnya. (Suryanah, 1996:1).

Pada usia 3-5 tahun, anak-anak

sangat prosuktif untuk mempelajari segala

sesuatu. Mereka dapat dengan mudah

menangkap dan mengingat apa yang

mereka lihat dan dengar. Karena itu,

sebaiknya orang tua mulai lebih

memperhatikan anak-anak dengan

melarang anak melihat tayangan konten

yang berada dalam gadget yang

menggambarkan kematian sebagai sesuatu

yang mengerikan. (Ratri Sunar, 2008:85).

Anak juga merupakan cikal bakal

lahirnya suatu generasi baru yang

merupakan penerus cita-cita perjuangan

bangsa dan sumber daya manusia bagi

pembangunan Nasional. Anak adalah

asset bangsa, masa depan bangsa dan

Negara dimasa yang akan datang berada

ditangan anak sekarang. Semakin baik

keperibadian anak sekarang maka semakin

baik pula kehidupan masa depan bangsa.

Begitu pula sebaliknya, apabila

keperibadian anak tersebut buruk maka

akan runtuh pula kehidupan bangsa yang

akan datang.

(https://andibooks.wordpress.com. Diakses

pada tanggal 12 April 2018, Pukul 12:18

WIB).

Anak usia 3-6 tahun akan mulai

inisiatif dalam belajar mencari pengalaman

baru, secara aktif dalam melakukan

aktifitasnya melalui kemampuan indranya.

Hasil akhir yang diperoleh adalah adalah

kemampuan untuk menghasilkan sesuatu

sebagai prestasinya. Apabila dalam tahap

ini anak dilarang atau dicegah maka akan

timbul rasa bersalah pada diri anak.

(Elizabeth B. Hurlock, 2003:447).

128

Walaupun terdapat variasi yang

besar, akan tetapi setiap anak dalam

melalui sesuatu “milestone” yang

merupakan tahapan dari tumbuh

kembangnya dan tiap-tiap tahap

mempunyai ciri tersendiri. Dari keputusan

terdapat berbagai pendapat mengenai

pembagian tahapan-tahap tumbuh

kembang ini, tetapi pada tulisan ini

digunakan pembagian berdasarkan Hasil

Rapat Kerja UKK Pediatri Sosial di

Jakarta 1986, yaitu :

Tahap-tahap tumbuh kembang

anak :

1. Masa prenatal

a. Masa mudigah/embiro : konsepsi -

8 minggu

b. Masa janin/fetus : 9 minggu - lahir

2. Masa bayi : usia 0 -1 tahun

a. Masa neonatal : usia 0 - 28 hari

- Masa neonatal dini : 0 - 7 hari

- Masa neonatal lanjut : 8 - 28 hari

b. Masa pasca neonatal : 29 hari – 1

tahun

3. Masa pra-sekolah : usia 1 – 6 tahun

4. Masa sekolah : usia 6 0 18/20 tahun

a. Masa pra-remaja : usia 6 – 10

tahun

b. Masa remaja

1) Masa remaja dini

- Wanita, usia 8 – 13 tahun

- Pria, usia 10 – 15 tahun

2) Masa remaja lanjut

- Wanita, usia 13 – 18 tahun

- Pria, usia 15 – 20 tahun

Sesungguhnya tiap-tiap tahap

tumbuh kembang tersebut tidak terdapat

batas yang jelas, karena proses tumbuh

kembang berjalan secara

berkesinambungan. (Atin Istiarni,

2018:17).

Penulis memahami bahwa anak

adalah individu berusia 1 – 6 tahun, yaitu

anak yang masih rentan terhadap

keingintahuan dan mudah meniru. Jika

dikaitkan dengan penelitian penulis, maka

anak lebih senang bermain gadget dan

melihat konten-konten yang ada di dalam

gadget tersebut, sehingga anak anak dapat

lebih mudah meniru dan terkena dampak

negatif dari gadget tersebut.

Cara Mencegah Dampak Negatif

Gadget

Menurut penulis, sosok yang paling

berpengaruh dalam mencegah maupun

mengatasi dampak negatif dari gadget

adalah orang tua. Maka orang tua memiliki

peran besar dalam membimbing dan

mencegah agar teknologi gadget tidak

berdampak negatif bagi anak. Walaupun

tidak mungkin untuk menghindarkan

perangkat elektronik seperti gadget dari

kehidupan anak, orang tua masih bisa

untuk mengurangi dampak negatif dari

perangkat elektronik itu sendiri, yang

dalam hal ini adalah gadget.

129

Orang tua dapat mengetahui

apakah anaknya telah kecanduan gadget

atau tidak, dapat dilihat dari perilaku

danak itu sendiri. Berikut ini ciri-ciri anak

yang kecanduan gadget :

1) Penggunaan gadget secara terus

menerus disertai kurangnya minat

untuk bersosialisasi.

2) Menghabiskan waktu lebih dari 2 (dua)

jam untuk menggunakan gadget.

3) Melakukan protes atas segala

pembatasan dan aturan soal gadget.

4) Tidak dapat melewatkan waktu sehari

pun tanpa gadget.

5) Selalu minta diberikan gadget, jika

tidak diberikan gadget anak akan

mengamuk.

6) Tidak mau beraktivitas di luar rumah.

Misalnya, bersikeras minta pulang

cepat agar bisa bermain game di

rumah.

7) Menolak melakukan rutinitas sehari-

hari dan lebih memilih bermain gadet.

Seperti tidak mau disuruh orang tua

untuk tidur atau mandi. (Diane

Wulansari, 2017:29)

Adapun cara-cara bijak untuk

mengatasi atau mencegah dampak negatif

gadget pada anak yaitu :

1. Pilih sesuai usia

Dilihat dari tahapan perkembangan

dan usia anak, pengenalan dan

penggunaan gadget bisa dibagi ke

beberapa tahap usia. Untuk anak usia

di bawah 5 tahun, pemberian gadget

sebaiknya hanya seputar pengenalan

warna, bentuk, dan suara. Artinya,

jangan terlalu banyak memberikan

kesempatan bermain gadget pada anak

di bawah 5 tahun. Terlebih di usia ini,

yang utama bukan gadget -nya, tapi

fungsi orangtua. Pasalnya gadget

hanya sebagai salah satu sarana untuk

mengedukasi anak.

Ditinjau dari sisi neurofisiologis,

otak anak berusia di bawah 5 tahun

masih dalam taraf perkembangan.

Perkembangan otak anak akan lebih

optimal jika anak diberi rangsangan

sensorik secara langsung. Misalnya,

meraba benda, mendengar suara,

berinteraksi dengan orang, dan

sebagainya. Jika anak usia di bawah 5

tahun menggunakan gadget secara

berkelanjutan, apalagi tidak

didampingi orangtua, akibatnya anak

hanya fokus ke gadget dan kurang

berinteraksi dengan dunia luar.

Dari aspek interaksi sosial,

perkembangan anak-anak usia di

bawah 5 tahun sebaiknya memang

lebih ke arah sensor-motorik. Yaitu,

anak harus bebas bergerak, berlari,

meraih sesuatu, merasakan kasar-halus.

Memang di gadget juga ada

pengenalan warna atau games di mana

130

orang melompat. Namun, kemampuan

anak untuk berinteraksi secara

langsung dengan objek nyata di dunia

luar tidak diperoleh anak.

2. Batasi waktu

Anak usia di bawah 5 tahun, boleh-

boleh saja diberi gadget. Tapi harus

diperhatikan durasi pemakaiannya.

Misalnya, boleh bermain tapi hanya

setengah jam dan hanya pada saat

senggang. Contohnya,

kenalkan gadget seminggu sekali,

misalnya hari Sabtu atau Minggu.

Lewat dari itu, ia harus tetap

berinteraksi dengan orang lain.

Aplikasi yang boleh dibuka pun

sebaiknya aplikasi yang lebih ke fitur

pengenalan warna, bentuk, dan suara.

Sejalan pertambahan usia, ketika anak

masuk usia pra remaja, orangtua bisa

memberi kebebasan yang lebih, karena

anak usia ini juga perlu gadget untuk

fungsi jaringan sosial mereka. Di atas

usia 5 tahun (mulai 6 tahun sampai

usia 10 tahun) orangtua bisa

memperbanyak waktu anak bergaul

dengan gadget. Di usia ini, anak sudah

harus menggali informasi dari

lingkungan. Jadi, kalau tadinya cuma

seminggu sekali selama setengah jam

dengan supervisi dari orangtua, kini

setiap Sabtu dan Minggu selama dua

jam. Boleh

main games atau browsing mencari

informasi. Intinya, kalau orang tua

sudah menerapkan kedisiplinan sedari

awal, maka di usia pra remaja, anak

akan bisa menggunakan gadget secara

bertanggungjawab dan tidak

kecanduan gadget.

3. Hindarkan kecanduan

Kasus kecanduan atau

penyalahgunaan gadget biasanya

terjadi karena orangtua tidak

mengontrol penggunaannya saat anak

masih kecil. Maka sampai remaja pun

ia akan melakukan cara pembelajaran

yang sama. Akan susah mengubah

karena kebiasaan ini sudah terbentuk.

Ini sebabnya, orang tua harus ketat

menerapkan aturan ke anak, tanpa

harus bersikap otoriter. Dan jangan

lupa, orangtua harus menerapkan

reward and punishment. Kalau ini

berhasil dijalankan, maka anak akan

bisa melakukannya secara bertanggung

jawab dan terhindar dari kecanduan.

4. Jangan Beri Akses Penuh

Letakkan TV atau computer di

ruang keluarga. Dengan demikian,

setiap kali anak menggunakannya dia

tidak sendirian dan masih dalam

pengawasan anggota keluarga lainnya.

Selain itu, perangkat digital atau

gadget juga sebaiknya tidak diserahkan

pada anak sepenuhnya. Biarkan anak

131

meminta izin terlebih dahulu jika ingin

menggunakannya danambil kembali

setelah selesai.

5. Ajarkan Anak Tentang Pentingnya

Menahan diri

Pastikan untuk memberikan pujian

pada anak ketika di berhasil menahan

diri untuk tidak bermain game dan

mengikuti aturan yang telah di

tetapkan.

6. Berikan Contoh yang Baik

Sudah jadi pengetahuan umum

bahwa anak meniru apa yang

dilakukan orang tuanya. Untuk itu,

orang tua juga harus menjadi contoh

yang baik. Seperti letakkan ponsel dan

bermain bersama anak. (Diane

Wulansari, 2017:30).

III METODOLOGI PENELITIAN

Paradigma yang digunakan dalam

penelitian ini adalah paradigma

postpositivisme dengan metode kualitatif

serta sifat/tipe penelitiannya deskriptif.

Pada penelitian ini penulis menggunakan

pendekatan studi kasus. Creswell (1998)

menyatakan bahwa studi kasus adalah

suatu model yang menekankan pada

eksplorasi dari suatu “sistem yang saling

terkait satu sama lain” (bounded system)

pada beberapa hal dalam satu kasus secara

mendetail, disertai dengan penggalian data

secara mendalam yang melibatkan

beragam sumber informasi yang kaya akan

konteks. Karena adanya ketertarikan antar

beberapa hal, maka hubungan kausal

antara hal-hal tersebut merupakan susuatu

yang dibahas dan dijelaskan. (Haris

Herdiansyah, 2015:149).

Teknik pengumpulan data yang

penulis gunakan observasi, wawancara,

serta pengolahan dokumen. Selanjutnya,

teknik analisis data dilakukan melalui

tahapan Reduksi Data (data reduction),

Penyajian Data (data display), dan

Menarik Kesimpulan/Verifikasi

(verification). Untuk mengecek keabsahan

data, penulis menggunakan teknik

triangulasi. Triangulasi yang penulis

gunakan adalah triangulasi sumber untuk

menguji validitas data tentang pendekatan

komunikasi antarpribadi yaitu dengan

membandingkan wawancara dengan isi

dokumen yang berkaitan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan

Maret 2018 sampai dengan Juni 2018 yang

diawali dengan observasi dan dilanjutkan

dengan wawancara mendalam, serta

dokumentasi sebagai bukti bahwa penulis

sudah melakukan penelitian di daerah

Kampung Simprug Golf 2 RT.10 RW.08

Jakarta Selatan

Adapun informan dalam penelitian

ini berjumlah 4 orang, salah satunya yaitu

3 orang tua dan 1 anak berusia 8 tahun

yang bertempat tinggal di Kampung

132

Simprug Golf 2 Jakarta Selatan RT.10

RW.08 Jakarta Selatan.

Komunikasi Antarpribadi Dalam

Keluarga dan Pemanfaatan Gadget

yang Tepat Pada Anak

Berdasarkan wawancara dengan

Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu

Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang

tua dan juga pendamping anak saat berada

di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar

kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai apa yang

dimaksud dengan gadget. Diperoleh

informasi sebagai berikut :

“Informan 1, Ibu Era mengatakan

gadget adalah alat yang dapat

digunakan sebagai alat

komunikasi, sumber berita,

maupun berita dalam bentuk

handphone atau tablet”. Anak jadi

tidak dapat bersosialisasi dengan

teman-temannya, selain itu anak

bisa terkena radiasi dari gadget

yang dapat merusak kesehatan

matanya dan dapat mempengaruhi

perilaku anak bila dibiarkan bebas

dengan menggunakan gadget

terlalu lama”.

“Informan 2, Ibu Sopiah

mengatakan gadget adalah alat elektronik

yang

bisa mengakses internet.

Contohnya seperti handphone, android,

laptop,

dan tablet”. Gadget memiliki

dampak negative khususnya itu

dalam perkembangan anak, anak

jadi malas belajar, malas

beraktivitas lainnya seperti makan,

mandi. Selain itu anak juga jadi

tidak fokus saat diajak berbicara”.

“Informan 3, Ibu Etty mengatakan

gadget merupakan alat elektronik yang

memiliki fungsi praktis”.

Dampaknya yaitu terhadap bahaya

radiasi dan juga menyebabkan

kecanduan bermain gadget jika

dilakukan terlalu sering. Selama

ini saya perhatikan gadget

membuat anak saya menjadi

ketergantungan dan cenderung

menghabiskan waktu di depan

gadget”.

“Informan 4, Dimas mengatakan

gadget yaitu semacam handphone

seperti Samsung dan tidak tahu

dampak negatif gadget, tetapi

kalau saya sudah menonton

youtube atau membaca webtoon

terlalu lama, saya bisa dimarahi

Ibu”.

133

Hambatan yang Dirasakan Dalam

Upaya Mencegah Dampak Negatif

Gadget

Berdasarkan wawancara dengan

Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu

Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang

tua dan juga pendamping anak saat berada

di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar

kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai

hambatan yang membuat komunikasi

dalam keluarga menjadi kurang efektif.

Diperoleh informasi sebagai berikut :

“Informan 1, Ibu Era mengatakan

saya sebagai orang tua terkadang

melihat perhatian anak saya yang

terbagi dua dengan gadget pada

saat saya ajak berbicara, karena

anak terlalu sibuk bermain dengan

gadgetnya. Saat gadgetnya saya

ambil untuk saya simpan, anak

saya malah menangis, disitulah

yang menjadi hambatan saya

dalam berkomunikasi”.

“Informan 2, Ibu Sopiah

mengatakan hambatannya yaitu karna

orang tua

yang terlalu sibuk dengan

pekerjaannya, maka anak jadi

tidak bias berkomunikasi secara

intens. Pada saat hari Senin

sampai Jumat orang tua bekerja

dan saat pulang kerja orang tua

biasanya langsung istirahat tidur”.

“Informan 3, Ibu Etty mengatakan

pada saat anak saya bermain

gadget jadi tidak konsen saat saya

ajak berbicara atau saya tanyakan

sesuatu, pertanyaan saya berikan

dan jawaban anak saya jadi tidak

jelas karena sudah terfokus ke

gadget”.

“Informan 4, Dimas mengatakan

Ayahnya sibuk kerja, jadi saya tidak bisa

bermain dengan Ayah pada saat di

rumah dan kalau saya bermain gadget

terus menerus, Ibu saya bisanya

marah”.

Usaha yang Dilakukan Untuk

Mencegah Dampak Negatif Penggunaan

Gadget Pada Anak

Berdasarkan wawancara dengan

Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu

Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang

tua dan juga pendamping anak saat berada

di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar

kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai cara

menjaga keintiman berkomunikasi dalam

keluarga. Diperoleh informasi sebagai

berikut :

“Informan 1, Ibu Era mengatakan

saya selalu meluangkan waktu

134

untuk bermain dengan anak saya.

Minimal sebulan dua kali saya ajak

anak saya jalan-jalan dengan

keluarga, menemani anak pada

saat menonton tv, membacakan

dongen sebelum tidur, belajar

mambaca, menulis, dan juga

mengajarkan mengaji”.

“Informan 2, Ibu Sopiah

mengatakan selalu meluangkan

waktu untuk anak, ajak anak

berbicara dan mengobrol tentang

kegiatan yang anak lakukan

sehari-hari, baik dirumah maupun

di luar rumah”.

“Informan 3, Ibu Etty mengatakan

saya biasanya mengajak anak saya

untuk liburan, atau hanya sekedar

jalan-jalan keluar rumah”.

“Informan 4, Dimas mengatakan

kalau saat saya libur sekolah Ayah dan

Ibu biasnya mangajak saya untuk

jalan-jalan ke tempat wisata”.

Berdasarkan wawancara dengan

Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu

Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang

tua dan juga pendamping anak saat berada

di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar

kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai usaha

yang dilakukan keluarga terutama orang

tua untuk mencegah penggunaan gadget

yang berlebihan pada anak. Diperoleh

informasi sebagai berikut :

“Informan 1, Ibu Era mengatakan

saya selalu menekankan tentang

pentingnya pendidikan rohani

kepada anak saya, membuat

kesibukan anak dalam mengikuti

kegiatan mengaji di masjid.

Membatasi anak saya bermain

gadget, hanya saya perbolehkan

pada hari libur saja dan dengan

ketentuan kesepakatan dalam

menggunakan gadget yaitu 3 jam

sehari. Saya juga biasanya

langsung memarahi anak saya

apabila menggunakan gadget

melebihi batas waktu yang telah

disepakati”.

“Informan 2, Ibu Sopiah

mengatakan saya selalu membatasi

durasi waktu penggunaan gadget

kepada cucu saya dan selalu

mengawasi cucu saya pada saat

bermain gadget. Biasanya juga

saya usaha untuk mengalihkan

cucu saya dengan cara

mengajaknya bermain di luar

rumah dengan teman-temannya”.

135

“Informan 3, Ibu Etty mengatakan

saya sudah berusaha semaksimal

mungkin saya batasi anak saya

dalam bermain gadget, saya

membuat kegiatan anak saya

setelah pulang sekolah untuk tidur

siang, setelah itu sorenya mengaji

dan malamnya belajar. Saya kasih

anak saya bermain gadget pada

saat libur saja dan saya awasi

penggunaannya. Biasanya saya

selalu kasih hadiah pada anak saya

kalau nilai sekolahnya bagus saya

akan kasih anak saya kesempatan

untuk mengambil gadgetnya, tetapi

saya juga membuat sanksi kepada

anak saya apabila tidak menuruti

apa kata saya”.

“Informan 4, Dimas mengatakan

Ibu memberitahu ke saya kalau

tidak boleh main handphone

terlalu lama. Tetapi orang tua saya

selalu memberikan saya hadiah

saat saya mendapatkan nilai tugas

sekolah yang bagus atau kalau

saya mendapatkan peringkat di

sekolah”.

Jika diuraikan berdasarkan konsep

mengenai pengertian gadget menurut Atin

Istiarni (2018:133), yaitu perangkat

elektronik kecil yang memiliki fungi

khusus. Salah satu ciri khusus yang

membedakan gadget dengan perangkat

elektronik lainnya adalah unsur

“kebaruan”. Artinya, dari hari ke hari

gadget antara lain tablet, smartphone,

notebook, dan sebaginya. Anak akan suka

bermain gadget jika di dalamnya ada

aplikasi dan fitus yang menarik. Tidak

heran jika banyak anak kecil di zaman

sekarang ini yang sudah mahir

menggunakan gadget.

Dari hasil uraian di atas, penulis

dapat menganalisis bahwa pendapat dari

Informan 4 dan juga berdasarkan konsep

mengenai gadget mempunyai pendapat

yang kurang tepat, Informan 4 mengatakan

bahwa gadget hanyalah alat elektronik

semacam Samsung, sedangkan untuk lebih

tepatnya gadget berdasarkan konsep yaitu

suatu alat elektronik berupa handphone,

tablet, maupun notebook yang mempunyai

fungsi mengakses internet dan dapat

mempermudah berkomunikasi.

Jika diuraikan berdasarkan konsep

mengenai dampak negatif gadget menurut

Bill Gates dan Melinda dalam (Diane

Wulansari, 2017:27), yaitu :

1. Anak bisa terkena pengaruh buruk

dari internet, rentan menjadi

korban dari predator yang

berkeliaran di internet, serta

berpotensi menjadi korban bullying

di dunia digital.

136

2. Mempengaruhi perkembangan otak

anak ke arah negatif.

3. Membuat anak menjadi malas

bergerak, sehingga sistem

motoriknya lamban untuk

berkembang.

4. Mempengaruhi perkembangan

kesehatan mental dan sisoialnya.

Anak yang kecanduan internet dan

gadget tidak bisa bersosialisasi

dengan baik, sehingga dia tidak

memiliki teman bermain.

5. Membuat anak ketergantungan

terhadap gadget, sehingga dia tidak

bisa bersikap mandiri dalam

menyelesaikan masalah.

6. Anak menjadi lamban dalam

berpikir.

Penulis dapat menganalisis bahwa

pendapat dari Informan 4 dan juga

berdasarkan konsep mengenai dampak

negatif gadget yaitu kurang tepat,

Informan 4 mengatakan bahwa jika terlalu

lama bermain gadget dampaknya yaitu

terkena omelan oleh orang tuanya, di sisi

lain anak tersebut belum mengetahui

tentang adanya dampak negatif dari

penggunaan gadget, sedangkan dampak

negatif gadget yang di uraikan pada

konsep yaitu sangat banyak, yaitu anak

bisa terkena pengaruh buruk dari internet,

rentan menjadi korban dari predator yang

berkeliaran di internet, serta berpotensi

menjadi korban bullying di dunia digital,

mempengaruhi perkembangan otak anak

ke arah yang negatif, dan juga membuat

anak ketergantungan terhadap gadget,

sehingga dia tidak bisa bersikap mandiri

dalam menyelesaikan masalah.

Jika diuraikan berdasarkan konsep

mengenai hambatan yang dirasakan dalam

upaya mencegah dampak negatif gadget

menurut https://babyologist.com

menyatakan bahwa salah satu alasan orang

tua memberikan gadget kepada anaknya

yaitu agar anak tenang dan tidak

merepotkan. Gadget memberikan suatu

manfaat apabila digunakan semestinya.

Akan tetapi memperkenalkan gadget pada

anak usia diusia dini sangatlah tidak baik

dan akan memberikan dampak yang

negatif terhadap perkembangan anak.

Penulisdapat menganalisis bahwa

pendapat dari Informan 1 dan juga

berdasarkan konsep mengenai hambatan

yang dirasakan dalam upaya mencegah

dampak negatif gadget yaitu kurang tepat,

Informan 1 mengatakan bahwa saat anak

bermain gadget dan gadgetnya diambil alih

kepada orang tua untuk disimpan, anak

malah menangis. Tetapi di sisi lain yang

ada pada konsep menjelaskan bahwa salah

satu alasan orang tua memberikan gadget

kepada anaknya yaitu agar anak tenang

dan tidak merepotkan.

137

Penulis dapat menganalisis bahwa

pendapat dari Informan 3 dan juga

berdasarkan konsep mengenai cara untuk

mengatasi dan mencegah dampak negatif

penggunaan gadget pada anak yaitu

hampir sama, Informan 3 mengatakan

memberi batasan waktu untuk anak

bermain gadget dan itu sama dengan

uraian yang ada di konsep penelitian.

Mengawasi anak pada saat bermain

gadget, memilih tontonan yang ada di

internet sesuai dengan usia anak, hal ini

juga serupa dikatakan dengan konsep

peneliti.

Teori penetrasi sosial adalah

sebuah teori yang di gagas oleh Irwin

Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini

membuat prediksi tentang pengembangan

hubungan yang didasari pada berbagai

tingkatan pengungkapan atau

penyingkapan diri (self disclosure). Teori

penetrasi sosial merujuk pada sebuah

proses ikatan hubungan individu-individu

bergerak dari komunikasi superfisial

menuju ke komunikasi yang lebih intim.

Proses penetrasi sosial, karenanya ,

mencakup di dalamnya perilaku verbal

(kata-kata yang kita gunakan), perilaku

nonverbal (postur tubuh kita, sejauh mana

kita tersenyum, dan sebagainya), dan

perilaku yang berorientasi pada

lingkungan (ruang antara komunikator,

objek fisik yang ada di dalam lingkungan,

dan sebagainya). (Richard West Lynn H.

Turner, 2013:195).

Altman dan Taylor (1987)

berpendapat bahwa hubungan dapat di

konseptualisasikan dalam bentuk

penghargaan dan pengorbanan.

Penghargaan adalah sebagal bentuk

peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku

yang mendorong kepuasan, kesenangan,

dan kebahagiaan dalam pasangan,

sedangkan pengorbanan adalah sebagala

peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku

yang mendorong munculnya perasaan

negatif. Kesimpulannya yaitu bahwa

terdapat pengalaman interpersonal yang

relatif sedikit dalam tahap awal,

menyebabkan individu untuk lebih

berfokus pada sebuah penghargaan atau

pengorbanan. (Richard West Lynn H.

Turner, 2013:198).

IV KESIMPULAN

Dalam keluarga khususnya orang

tua dalam memberikan pemahaman

tentang penggunaan gadget yang tepat

pada anak yaitu dengan memberikan

contoh komunikasi yang baik melalui

komunikasi antarpribadi. Komunikasi

yang baik terjadi karena adanya sikap

saling menghargai sesama anggota

keluarga. Ada beberapa hambatan yang

terdapat dalam proses komunikasi

antarpribadi dalam keluarga. Salah satu

hambatan yang dialami oleh keluarga yaitu

138

hambatan dari pengirim dan penerima

pesan. Usaha yang seharusnya dilakukan

oleh anggota keluarga dalam mencegah

dampak negatif penggunaan gadget yaitu

tidak hanya menetapkan aturan terkait

penggunaan gadget pada anak. Keluarga

terutama orang tua harus menyiapkan

strategi lain, misalnya dengan tidak

memberikan dan menyediakan perangkat

elektronik dalam kamar anak. Orang tua

harus lebih banyak belajar tentang usaha-

usaha yang harus mereka lakukan dalam

pemanfaatan gadget.

Optimalisasi pengetahuan orang tua

tentang cara mencegah dampak negatif

gadget pada anak dengan mengikuti

seminar-seminar untuk mengetahui cara

mencegah dampak negatif gadget pada

anak sehingga dapat membantu para

keluarga khususnya orang tua untuk

menggunakan cara pendekatan komunikasi

antarpribadi dalam memberikan pengertian

kepada anak terkait mencegah dampak

negatif penggunaan gadget pada saat di

rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Ratri Sunar. 2008. Mendampingi

Anak Menghadapi Rasa Takut.

Yogyakarta: Kanisius.

Daryanto. 2014. Teori Komunikasi.

Malang: Gunung Samudera.

Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi

Praktis: Anak, Remaja dan

Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Husnan, Fathul dan Java Creativity. 2013.

Buku Sakti Blogger. Jakarta: PT

Elex Media Komputindo.

Istriarni, Arin dan Triningsih. 2018. Jejak

Pena Pustakawan. Bantul DIY:

Azyan Mitra Media.

Kuswarno, Engkus. 2008. Metode

Penelitian Komunikasi Etnografi

Komunikasi:Suatu Pengantar dan

Contoh Penelitiannya. Bandung:

Widya Padjajaran.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga.

Jakarta: Kencana.

Masyhuri, dan M. Zainuddin. 2008.

Metodologi Penelitian Pendekatan

Praktis dan Aplikatif. Jakarta:

RMBooks.

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian

Kulitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Morissan. 2013. Teori Komunikasi

Individu Hingga Massa. Jakarta:

Kencana Prenada Media.

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi

Kualitatif. Yogyakarta: LKIS

Yogyakarta.

Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian

Kualitatif dalam Perspektif

139

Rancangan Penelitian. Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media.

Qadaruddin, Muhammad. 2012.

Kepemimpinan Politik Perspektif

Komunikasi. Yogyakarta:

Deepublish.

Robert, K. Yin. 2014, Studi Kasus: Desain

dan Metode. Cetakan Ke-14.

Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Sari, Anditha. 2017. Komunikasi

Antarpribadi. Yogyakarta:

Deepublish.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Cetakan Ke-19. Bandung:

Alfabeta.

Supratman, Lucy Pujasari. dan Adi Bayu

Mahadian. 2016. Psikologi

Komunikasi.Yogyakarta:

Deepublish.

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar

Metodologi Penelitian, Jakarta:

Mitra Wacana Media.

West, Richard. dan Lynn, H. Turner. 2013.

Pengantar Teori Komunikasi

Analisis dan Aplikasi. Jakarta:

Salemba Humanika.

Wiryanto. 2006. Pengantar Ilmu

Komunikasi. Jakata: PT Grasindo.

Wulansari, Nyi Mas Diane. 2017. Didiklah

Anak Sesuai Zamannya:

Mengoptimalkan Potensi Anak di

Era Digital. Jakarta: PT Visimedia

Pustaka.

Yusuf, A. Muri. 2017. Metode Penelitian:

Kuantitatif, Kualitatif, dan

Penelitian Gabungan. Jakarta:

Kencana.

Sumber Lain :

http://digilib.unila.ac.id/1353/7/bab%20II.

Diakses pada tanggal 12 April, Pukul

10:05 WIB.

http://news.rakyatku.com/read/47833/2017

/05/06/pengertian-orang-tua-serta-

tanggung-jawabnya-terhadap-anak.

Diakses pada tanggal 12 April, Pukul

12:10 WIB.

https://andibooks.wordpress.com. Diakses

pada tanggal 12 April 2018, Pukul 12:18

WIB.

html/VVWijoyono,INSNegara,H.Aryanto-

JurnalDKV.Adiwarna,2015-

publication.ac.id. Diakses pada tanggal 12

April 2018, Pukul 13:56 WIB.

news.rakyatku.com. Diakses pada tanggal

12 April 2018, Pukul 11:08 WIB.