34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari berbagai penelitian epidemiologis nsudah jelas terbukti bahwa insidensi diabetes melitus (DM) meningkat menyeluruh di semua tempat di dunia. Penelitian epidemiologis yag dikerjakan di Indonesia maupunn di Jakarta menunjukkan kecenderungan serupa (Shabab, 2006). Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan factor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.Menurut estimasi data WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait (Permana, 2005). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar 1

Komplikasi Kronik Dm - Copy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Komplikasi Kronik Dm

Citation preview

Page 1: Komplikasi Kronik Dm - Copy

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dari berbagai penelitian epidemiologis nsudah jelas terbukti bahwa

insidensi diabetes melitus (DM) meningkat menyeluruh di semua tempat di

dunia. Penelitian epidemiologis yag dikerjakan di Indonesia maupunn di Jakarta

menunjukkan kecenderungan serupa (Shabab, 2006). Di Negara berkembang,

Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan factor yang terkait sebagai

penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.Menurut estimasi data WHO

maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar

5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta.

Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu

dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait

(Permana, 2005). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes

Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan

pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO

didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik

1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2

jam setelah makan (Kurniawan, 2010).

Peningkatan insidensi diabetes melitus yang exponensial ini tentu akan

diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes

melitus. Berbagai penelitian prospektif jelas menunjukkan meningkatnya

penyakit akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti

retinopati, nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit penyakit pembuluh

darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah, kerusakan saraf yang

dapat menyebabkan impotensi dan gangrene dengan risiko amputasi (Shabab,

2006).

1

Page 2: Komplikasi Kronik Dm - Copy

Kalau ditinjau lebih dalam lagi, ternyata hiperglikemia ini merupakan

awal bencana bagi penderita Diabetes, hal ini terbukti dan terjadi juga pada

penderita dengan gangguan toleransi glukosa yang sudah terjadi kelainan

komplikasi vaskuler, walaupun belum diabetes. Hiperglikemia ini dihubungkan

dengan kelainan pada disfunsi endothe, sebagai cikal bakalnya terjadi mikro

maupun makroangiopati. Dengan demikian, apablia hiperglikemia terkendali dan

terkontrol dengan baik, yang ditandai dengan HbA1c yang normal dapat

menurunkan angka kejadian komplikasi pada DM (Permana, 2005).

B. TUJUAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui berbagai hal tentang

definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, gambaran klinis,

kriteria diagnosis, penatalaksanaan komplikasi kronis pada DM.

2

Page 3: Komplikasi Kronik Dm - Copy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI PANKREAS

Terdapat di belakang lambung di depan vertebra lumbalis 1 dan 2 terdiri

dari sel alpha dan beta. Sel alpha menghasilkan hormon glukagon dan sel beta

menghasilkan hormon insulin. Hormon yang digunakan dalam pengobatan

diabetes adalah hormon insulin yang merupakan sebuah protein yang turut

dicernakan oleh enzim pencernaan protein. Fungsi hormon insulin adalah

mengendalikan kadar glukosa. Selain itu terdapat pulau langerhans yang

berbentuk oval yang tersebar ke seluruh tubuh pankreas dan terbanyak pada

bagian kedua pankreas. Fungsi dari pulau langerhans adalah sebagai unit sekresi

dalam pengeluaran homeostatik nutrisi, menghambat sekresi insulin glikogen dan

polipeptida pankreas serta menghambat sekresi glikogen (Ganong, 2009)

3

Page 4: Komplikasi Kronik Dm - Copy

B. DEFINISI

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai bebagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer,

2010).

Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan klinis

termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat

(Price, 2009).

Sekelompok gangguan metabolik kronik, ditandai oleh hiperglikemia

yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,

protein, disebabkan oleh defek sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya

dan mengakibatkan terjadinya komplikasi kronis termasuk mikrovaskular,

makrovaskular dan neuropati (Shabab, 2006).

Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM adalah

suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini hormon

insulin yang diproduksi oleh pankreas) dan melibatkan metabolisme karbohidrat

dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak

menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik.

C. EPIDEMIOLOGI

Menurut laporan UKPDS, Komplikasi kronis paling utama adalah

Penyakit kardiovaskuler dan strone, Diabeteic foot, Retinopati, serta nefropati

diabetika. Dengan demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak

secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi

yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5

x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan

ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan. Selain komplikas-

komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko penyakit

4

Page 5: Komplikasi Kronik Dm - Copy

kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh

Iebih tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu

diobati agar dapat terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka

harapan hidup menurun. Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat

menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai organ tubuh. Akibat

keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ

tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul

pada semua penderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit

berjalan 10-15 tahun (Kurniawan, 2010).

D. ETIOLOGI DIABETES MELLITUS

DM ada dua jenis, yakni DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada DM tipe 1

pankreas menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan

insulin, sedangkan DM tipe 2, pancreas tetap menghasilkan insulin, namun

kadarnya lebih tinggi dan tubuh kebal/menolak (resistant) terhadap hormon

insulin yang dihasilkan pancreas. DM tipe 2 ini dapat menyerang anak-anak

remaja, tetapi lebih banyak menyerang orang di atas usia 30 tahun. Menurut

kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,

seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >

126 mg/dL dan tes sewaktu >200 mg/dL (Tjokroprawiro, 2007).

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala

dibawah ini:

1. Jumlah urine banyak (Polyuria)

2. Cepat merasa haus (Polydipsia)

3. Sering merasa lapar atau banyak makan (Polyphagia)

4. Urine mengandung gula (Glycosuria)

5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

5

Page 6: Komplikasi Kronik Dm - Copy

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:

1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah

a. Genetik

b. Ras dan etnis

c. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau

riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG)

d. Riwayat lahir dengan berat badan rendah

e. Usia

2. Faktor resiko yang dapat dirubah

a. Umur

b. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

c. Kurangnya aktivitas fisik.

d. Hipertensi (> 140/90 mmHg)

e. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

Diet tak sehat (unhealthy diet). (Tjokroprawiro, 2007)

6

Page 7: Komplikasi Kronik Dm - Copy

(PERKENI, 2006).

E. KOMPLIKASI KRONIK DM

Seperti telah diungkapkan, hiperglikemia merupakan peran sentral terjadi

komplikasi pada DM. Pada keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan jalur

polyol, peningkatan pembentukan Protein Glikasi non enzimakti serta

peningkatan proses glikosilasi itu sendiri, yang menyebabkan peningkatan stress

oksidatif dan pada akhirnya menyebabkan komplikasi baik vaskulopati,

7

Page 8: Komplikasi Kronik Dm - Copy

retinopati, neuropati ataupun nefropati diabetika. Komplikasi kronis ini berkaitan

dengan gangguan vaskular, yaitu:

1. Komplikasi Mikrovaskular

a. Nefropati

Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak,

sebagi penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang

spesifik pada DM mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga

molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke dalam kemih (mis.

Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang

progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( >

0.5 gr/24 jam), terdapat retino pati dan hipertensi. Dengan demikian upaya

preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan

darah (Permana, 2005).

b. Retinopati

Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya

ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah

pada kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu

Retinopati non proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif

merupkan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan

retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah

kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Pada stadium awal

retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan

pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan

kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan

penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat (Permana, 2005).

8

Page 9: Komplikasi Kronik Dm - Copy

2. Komplikasi Makrovaskular

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya

arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada

diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih

serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian

akibat penyakit kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali

dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada

hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti

secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko

mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan

risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin puasa > 15 mU/mL

akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.

Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan

penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

a. Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor

risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita

diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau

angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat

dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan)

yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda setelah

beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius

adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak

mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala mi dapat tidak

timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.

b. Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada

penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita

diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius

9

Page 10: Komplikasi Kronik Dm - Copy

untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna

dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:

- Pusing, sinkop

- Hemiplegia: parsial atau total

- Afasia sensorik dan motorik

- Keadaan pseudo-dementia

c. Penyakit pembuluh darah

Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis,

yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada

pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark

miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi

2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini

akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia,

obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes

lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya

mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh

darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase

IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang

disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene

diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi,

sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.

3. Neuropati

Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada

penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis

dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian

neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf

dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah

serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan

dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol,

10

Page 11: Komplikasi Kronik Dm - Copy

penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga

menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi

axonal (Shabab, 2006).

F. PATOGENESIS TERJADINYA KOMPLIKASI KRONIK

Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal

merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Perubahan dasar

atau disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot

polos pembuluh darah, maupun pada sel mesengial ginjal, semuanya

menyebabkan perubahan pertumbuhan pada sel, yang kemudian akan

menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular diabetes.

Pada retinopati diabetik proliferatif , didapatkan hilangnya sel perisit dan

terjadi pembentukan mikroaneurisma. Disamping itu juga terjadi penyumbatan

dan hambatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan kelainan

mikrovaskular berupa lokus iskemik. Sel retina kemudian merespons dengan

meningkatkan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGHF = Vascular

Endothelial Growth Factor) dan selanjutnya memacu neovaskularisasi pada

pembuluh darah (Sudoyo, 2009).

Pada neuropati jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa

serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan

biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel

schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan

berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri,

parestesia, berkurangnya sensasi getar dan propioseptik, dan gangguan motorik

yang disertai hilangnya refleks refleks tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi.

Pada nefropati diabetik, faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia,

glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik dengan asam amino bebas

menghasilkan AGE’s (advance glycosilation end-products). Peningkatan AGE’s

akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi

11

Page 12: Komplikasi Kronik Dm - Copy

jalur poliol, dan aktivasi protein kinase C. Pada alur poliol (polyol pathway)

terjadi peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi glukosa

oleh aktivitas enzim aldose reduktase. Peningkatan sorbitol akan mengakibatkan

berkurangnya kadar inositol yang menyebabkan gangguan osmolaritas membran

basal.terjadi peningkatan tekanan gromelurar, dan disertai meningkatnya matriks

ekstraselular akan menyebabkan terjadinya penebalan membran basal, ekspansi

mesangial dan, hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan

berkurangnya area filtrasi dan kemudian mengarah ke glomerosklerosis (Price,

2005).

Pada sistem vaskular dapat terjadinya plak aterosklerosis kemudian

berlanjut pada penyumbatan pembuluh darah dan akan memacu terjadinya

sindrom koroner akut dan CVA. Gabungan dari gangguan biokimia akibat dari

insufisiensi insulin dapat menyebabkan gangguan vaskular. Gangguan- gangguan

ini akibat dari: 1. Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, 2.

Hiperlipoproteinemia, 3. Kelainan pembekuan pembuluh darah (Price, 2005).

Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes melitus meliputi

imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh

darah maupun sel mesangial keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel

tersebut juga berespon terhadap substansi vasoaktif dalam darah. Jaringan

kardiovaskuler, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap komplikasi

kronik diabetes (jaringan syaraf, sel endotel pembuluh darah, sel retina, lensa)

mempunyai kemampuan memasukkan glukosa dalam sel tanpa memerlukan

insulin (insulin dependent) namun pada keadaan hiperglikemia sel akan

kebanjiran glukosa yang disebut hiperglisolia. Hiperglisolia kronik akan

mengubah homeostasis biokimiawi sel yang kemudian berpotensi untuk

terjadinya perubahan dasar komplikasi kronik diabetes, yang meliputi beberapa

jalur biokimiawi (Sudoyo, 2009).

Hiperglisolia akan meningkatkan diasilgliserol (DAG), selanjutnya

meningkatkan protein Kinase C beta, yang akan berpengaruh menurunkan

12

Page 13: Komplikasi Kronik Dm - Copy

aktivitas fibrinolisis. Semua kelainan tersebut akan mengarah proses angiopati

diabetik. PKC juga akan berpengaruh pada kegagalan pengaturan fungsi

trombosit. Keadaan ini juga akan menambah kemungkinan terjadinya

prokoagulasi pada penyandang DM (Sudoyo, 2009).

G. DIAGNOSIS DINI

1. Retinopati

Diagnosis dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secara

rutin. Dianjurkan untuk memeriksakan retina mata pada kesempatan pertama

pertemuan dengan penyandang DM dan kemudian setiap tahun atau lebih

cepat lagi kalau diperlukan sesuai dengan keadaan retinanya. Terdapat tiga

stadium yaitu non proliferatif, preproliferatif, proliferatif. Disebut non

proliferatif apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.

Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan hambatan perfusi, iskemia

tersebut akan merang sang pembentukan pembuluh drah baru

(neovaskularisasi). Terdapat beberapa cara pemeriksaan retina:

Dengan menggunakan oftalmoskop standart, slit lamp, fotografi retina.

Sesegera mungkin rujukan pada ahli mata

(Sudoyo, 2009)

2. Nefropati

Kelainan dimulai dengan ditemukannya mikroalbuminuria, dan kemudian

berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan

fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yang

memerlukan pengelolaan dan pengobatan substitusi. Pemeriksaan untuk

mencari mikroalbuminuria seyogyanya selalu dilakukan pada saat diagnosis

DM ditegakkan dan diulang setiap tahun. Penyandang DM dengan laju filtrasi

glomerulus atau bersihan kreatinin <30 mL/menit seyogyanya dipersiapkan

untuk terapi berupa dialisis maupun transplantasi ginjal (Sunaryanto, 2010).

13

Page 14: Komplikasi Kronik Dm - Copy

3. Penyakit Jantung Koroner

Kewaspadaan harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai

resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang

mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun

riwayat keluarga DM yang kuat. Jika ada ketidaknyamanan pada daerah dada,

harus segera dilanjutkan dengan pemerikaaan penjaring yang teliti untuk

mencari adanya penyakit pembuluh darah koroner, paling sedikit dengan

pemeriksaan EKG saat istrihat kemudian dilanjutkan pemeriksaan EKG

dengan beban. Rasa nyeri mungkin tidak nyata karena terdapat neuropati DM.

4. Penyakit Pembuluh Darah Perifer

Mengelola berbagai faktor resiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus

diabetes merupakan hal penting dalam usaha pencegahan terjadinya kaki

diabetes. Adanya perubahan bentuk kaki (callus, kapalan, dll), neuropati dan

adanya penurunan aliran darah ke kaki merupakan hal yang harus selalu

dicari. Penyuluhan para penyandang DM mengenai diabetes melitus pada

umumnya dan perawatan kaki pada khususnya perlu digalakkan. Pemeriksaan

kaki lengkap berkala setiap tahun merupakan hal yang perlu dikerjakan untuk

mencegah terjadinya kaki diabetes/ulkus/gangren.

(Sudoyo, 2009)

H. PENATALAKSANAAN

1. Retinopati Diabetik

Tujuan utama pengobatan retinopati diabetik adalah untuk mencegah

kebutaan permanen. Kontrol glukosa darah yang baik merupakan dasar dalam

mencegah terjadinya retinopati diabetik atau memburuknya retinopati diabetik

yang sudah ada. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik saat

ini meliputi:

Kontrol glukosa darah

14

Page 15: Komplikasi Kronik Dm - Copy

Kontrol tekanan darah

Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan

Fotokoagulasi dengan laser

Vitrektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina.

Penyandang DM tanpa retinopati saat ditegakkan diagnosis DM perlu

kewaspadaan, karena 5%-10% akan mengalami retinopati nonproliferatif

setelah 1 tahun, dan akan beralih ke stadium proliferatif dalam waktu 4 tahun.

2. Nefropati

Tata laksana nefropati diabetik tergantung pada tingkatan apakah

masih normoalbuminuria, mikrolabuminuria, atau sudah makroalbuminuria.

Tetapi pada prinsipnya tatalaksana non farmakologis nefropati diabetik

adalah:

a. Edukasi.

Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman

tentang penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian

DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis,

hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, dll.

b. Perencanaan makan.

Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal

diabetik disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal

ginjal kronis. Perencanaan diet yang diberikan adalah diet tinggi kalori,

rendah protein dan rendah garam. Dalam upaya mengurangi progresivitas

nefropati maka pemberian diet rendah protein sangat penting. Dalam suatu

penelitian klinik selama 4 tahun pada penderita DM Tipe I diberi diet

mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan resiko

terjadinya penyakit gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76

%. Pada umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung

protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari yaitu sekitar 10 % dari kebutuhan kalori

pada penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah mulai

15

Page 16: Komplikasi Kronik Dm - Copy

menurun, maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari

mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya.

Jenis protein sendiri juga berperan dalam terjadinya dislipidemia.

Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan dengan pemberian

diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Penderita DM sendiri

cenderung mengalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi

dengan diet dan obat bila diperlukan. Dislipidemia diatasi dengan statin

dengan target LDL kolesterol < 100mg/dl pada penderita DM dan < 70

mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskuler.

3. Latihan Jasmani.

Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit.

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitifitas terhadap insulin, tapi tetap harus disesuaikan dengan umur dan

status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan jasmani yang dimaksud

adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang. Prinsipnya CRIPE

(Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance).

Intervensi Farmakologis yang perlu dilakukan adalah :

1. Pengendalian DM

Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan

ribuan penderita telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah

secara intensif akan mencegah progresivitas dan mencegah timbulnya

penyulit kardiovaskuler, baik pada DM tipe I maupun tipe II. Oleh karena

itu, perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan sesegera mungkin.

Diabetes terkendali yang dimaksud adalah pengendalian secara intensif

kadar gula darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga mencapai kadar yang

diharapkan. Selain itu pengendalian status gizi dan tekanan darah juga

perlu diperhatikan (Sunaryanto, 2010).

2. Pengendalian Tekanan Darah

16

Page 17: Komplikasi Kronik Dm - Copy

Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam

pencegahan dan terapi nefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah juga

telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang besar, baik terhadap

ginjal, renoproteksi maupun terhadap organ kardiovaskuler. Makin rendah

tekanan darah yang dicapai, makin baik pula renoproteksi. Banyak panduan

yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian

tekanan darah pada penderita diabetes. Pada penderita diabetes dan

kelainan ginjal, target tekanan darah yang dianjurkan oleh American

Diabetes Association dan National Heart, Lung, and Blood Institute adalah

< 130/80 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat ≥ 1 gr/24 jam,

maka target lebih rendah yaitu < 125/75 mmHg. Pengelolaan tekanan darah

dilakukan dengan dua cara, yaitu non-farmakologis dan famakologis.

Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi gaya hidup antara lain

menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan

merokok, serta mengurangi konsumsi garam. Harus diingat bahwa untuk

mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi

berbagai jenis obat dengan berbagai efek samping dan harga obat yang

kadang sulit dijangkau penderita. Hal terpenting yang perlu diperhatikan

adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat yag

dicapai. Akan tetapi karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

(ACE-I) dan Angiotensin Reseptor blocker (ARB), dikenal mempunyai

efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik, maka selalu disukai

pemakaian obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada

penderita DM. Pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria atau

makroalbuminuria, ACE inhibitor dan ARB merupakan terapi utama yang

paling dianjurkan. Jika salah satu tidak dapat diterima atau memberikan

hasil yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan penggunaan Non

Dihydropyridine Calcium–Channel Blockers (NDCCBs) (Sunaryanto,

2010).

17

Page 18: Komplikasi Kronik Dm - Copy

3. Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan rekomendasi ADA (America Diabetes Association),

penatalaksanaan terhadap semua pasien DM terutama ditujukan terhadap

penurunan resiko kardiovaskular secara komperhensif. Rekomendasi ADA

tentang target yang harus dicapai dalam penatalaksanaan diabetes melitus

dalam upaya menurunkan resiko kardiovaskular adalah :

No Parameter Target yang harus dicapai

1 Kontrol glikemik :

- A1C

-Kadar gula darah preprandial

-Kadar gula darah postprandial

< 7%

90-130 mg/dl

<180 mg/dl

2 Tekanan darah <130/80 mmHg

3 Lipid:

LDL

Trigliserida

HDL

<100 mg/dl

<150 mg/dl

>40 mg/dl

(Kurniawan, 2010)

4. Neuropati

Penanganan pertama adalah mendiagnosa sedini mungkin, kedua dengan

kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik baiknya, ketiga dengan

pengendalian keluhan neuropati/nyeri neuropati. Perawatan kaki dapat

dilakukan dengan cara menghindari trauma kult seperti sepatu yang sempit,

cegah trauma berulang,serta menjaga kebersihan kulit. Pengendalian glukosa

darah merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dan kemudian

monitor HbA1c secara berkala. Disamping itu pengendalian faktor metabolik

lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid juga perlu dilakukan. Untuk

memperbaiki neuropati diabetik dapat diberikan obat obat sebagai berikut:

Golongan aldose reductase inhibitor yang berfungsi menghambat

penimbunan sorbitol dan fruktosa.

18

Page 19: Komplikasi Kronik Dm - Copy

Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan

radikal hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali

glutation.

Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs

Alfa tokoferol, asam alfa lipoik, asam aksorbat merupakan zat yang

dikatakan dapat mengurangi efek negatif stress oksidatif dan inflamasi

pada penyandang DM.

NSAID ibuprofen untuk mengurangi rasa nyeri.

(Shabab, 2006)

BAB III

KESIMPULAN

19

Page 20: Komplikasi Kronik Dm - Copy

Komplikasi diabetes jangka panjang dapat dibagi menjadi tiga tipe:

mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati perifer. Insidensi diabetes makin

meningkat diseluruh Negara, pada kenyataannya juga meningkatkan morbiditas dan

mortalitas akibat diabetes. Gangguan metabolisme pada penderita DM sangat

berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, sehingga menimbulkan

komplikasi akut maupun kronik. Deteksi dini penderita baru DM merupakan upaya

pencegahan meningkatnya komplikasi DM. Komplikasi diabetik dapat dikurangi atau

dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk membawa kadar glukosa ke

dalam kisaran normal.

DM adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga

yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya tim medis dan paramedis tetapi

lebih penting lagi ke ikut sertaan pasien sendiri dan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W. F. (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta, EGC

20

Page 21: Komplikasi Kronik Dm - Copy

Kurniawan, I. (2010). Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Majalah

Kedokteran Indonesia, Volum: 60, Nomor: 12

Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2006). Konsensus Pengelelolaan Diabetes

Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta

Permana, H. (2005). Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta Pada Diabetes.

Department of Internal Medicine Padjadjaran University Medical School

Price, S. A. (2005). Patofisiologi kedokteran edisi 6. Jakarta, EGC

Shahab, Alwi. (2006). Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus.

http://dokter-alwi.com/diabetes.html (20 Agustus 2009).

Sudoyo, A. W.dkk. (2009). Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi

Keempat. Jakarta, Balai Pernerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Sunaryanto, A. (2010). Penatalaksanaan Penderita dengan Diabetik Nefropathi.

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar

Tjokoprawiro, A. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sutomo Surabaya.

Surabaya: Airlangga University Press

21