123
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Burst abdomen merupakan salah satu komplikasi pasca operasi yang paling sulit yang dialami oleh dokter bedah yang melakukan operasi volume yang signifikan. Burst abdomen terjadi karena berbagai faktor predisposisi pra operasi, operasi dan pasca operasi yang dapat dicegah (Parmar et all, 2008). Burst abdomen merupakan komplikasi pasca operasi serius yang menyangkut setiap ahli bedah perut (Mathur S.K, 2013). Burst abdomen dapat terjadi karena berbagai alasan. Seorang ahli bedah dapat melakukan operasi teknis sempurna pada pasien yang terancam oleh proses penyakit dan masih memiliki komplikasi. Demikian pula, kesalahan teknis bedah dapat menjelaskan komplikasi operasi ini (Parmar et all, 2008). Insiden komplikasi ini seperti dilansir dari dua rumah sakit dari India yaitu, dari Delhi dan Surat adalah 5 dan 7% masing-masing (Mathur S.K, 2013). Burst abdomen merupakan komplikasi pasca operasi yang sangat serius yang berhubungan dengan morbiditas yang tinggi dan tingkat kematian (Parmar et all, 2008). Abdominal wound dehiscence 1

Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Burst abdomen merupakan salah satu komplikasi pasca operasi

yang paling sulit yang dialami oleh dokter bedah yang melakukan operasi

volume yang signifikan. Burst abdomen terjadi karena berbagai faktor

predisposisi pra operasi, operasi dan pasca operasi yang dapat dicegah

(Parmar et all, 2008). Burst abdomen merupakan komplikasi pasca operasi

serius yang menyangkut setiap ahli bedah perut (Mathur S.K, 2013).

Burst abdomen dapat terjadi karena berbagai alasan. Seorang ahli

bedah dapat melakukan operasi teknis sempurna pada pasien yang

terancam oleh proses penyakit dan masih memiliki komplikasi. Demikian

pula, kesalahan teknis bedah dapat menjelaskan komplikasi operasi ini

(Parmar et all, 2008). Insiden komplikasi ini seperti dilansir dari dua

rumah sakit dari India yaitu, dari Delhi dan Surat adalah 5 dan 7% masing-

masing (Mathur S.K, 2013).

Burst abdomen merupakan komplikasi pasca operasi yang sangat

serius yang berhubungan dengan morbiditas yang tinggi dan tingkat

kematian (Parmar et all, 2008). Abdominal wound dehiscence adalah

komplikasi post operasi dengan angka kematian mencapai 45%

(Mohammed, 2013). Kematian setelah burst abdomen bervariasi dalam

studi yang dilaporkan berbeda. Hal ini dilaporkan terendah 11% oleh

Wolff dan setinggi 40% oleh Hartzell dan Winfield. Hampton mengamati

angka kematian menjadi 23% pada tahun 1963 (Parmar et all, 2008).

Pengelolaan burst abdomen adalah pasien dirawat secara

konservatif. Pasien yang tidak cocok untuk operasi dirawat secara

konservatif berupa dressing sehari-hari, sehingga jaringan granulasi yang

sehat dikembangkan dan luka disembuhkan (Parmar et all, 2008). Apabila

terjadi burst abdomen total maka harus dilakukan operasi untuk mencegah

terjadinya burst abdomen berulang.

1

Page 2: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

1.2 RUMUSAN MASALAH

2. Apakah definisi burst abdomen?

3. Apakah penyebab dari burst abdomen?

4. Bagaimana patofisiologi burst abdomen?

5. Bagaimana klasifikasi burst abdomen?

6. Apa sajakah manifestasi klinis dari burst abdomen?

7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang untuk burst abdomen?

8. Bagaimana penatalaksanaan burst abdomen?

9. Bagaimana prognosa burst abdomen?

10. Apa sajakah komplikasi yang dapat ditimbulkan?

11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan burst abdomen?

1.3 TUJUAN

Tujuan Umum : Memahami konsep dan proses keperawatan burst

abdomen.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui definisi burst abdomen.

2. Memahami penyebab dari burst abdomen.

3. Memahami patofisiologi burst abdomen.

4. Mengetahui klasifikasi burst abdomen.

5. Mengetahui manifestasi klinis dari burst abdomen.

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk burst abdomen.

7. Mengetahui penatalaksanaan burst abdomen.

8. Mengetahui prognosa burst abdomen.

9. Memahami komplikasi yang dapat ditimbulkan.

10. Memahami konsep asuhan keperawatan burst abdomen.

1.4 Manfaat

1. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang konsep burst abdomen.

2. Membantu mahasiswa dalam menerapkan asuhan keperawatan pada

pasien dengan burst abdomen.

2

Page 3: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Abdomen

1. Dinding Abdomen

Dinding abdomen dibentuk oleh otot-otot perut dimana di sebelah atas

dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh

krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis. Otot-otot dinding

abdomen tersebut terdiri dari otot-otot dinding abdomen bagian depan,

lateral dan belakang :

a. Otot rectus abdominis

Terletak pada

permukaan abdomen

menutupi linea alba,

bagian depan tertutup

vagina dan bagian

belakang terletak di

atas kartilago kostalis

6-8. Fungsi dari otot

ini untuk fleksi trunk,

mengangkat pelvis.

b. Otot piramidalis

Terletak di bagian tengah di atas simpisis pubis, di depan otot

rectus abdominalis. Fungsinya meregangkan linea alba.

c. Otot transversus abdominalis

Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior

vagina musculi recti abdominalis. Fungsi dari otot ini menekan

perut, meregangkan dan menarik dinding perut.

d. Otot obligus eksternus abdominis

Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah

inferior thoraks. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi

yang berlawanan.

3

Page 4: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

e. Otot obligus internus abdominis

Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup

oleh otot obligus eksternus abdominis. Fungsinya untuk rotasi

thoraks ke sisi yang sama (Chandra, Ade, 2010).

2. Rongga Abdomen

Rongga abdomen (cavum abdomen) isinya terdiri dari : lambung, usus

halus (duodenum, jejunum, ileum), usus besar/colon, kelenjar

pankreas, limpa/lien, hati/hepar, dan ginjal/renal.

- Lambung : organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri

rongga

abdomen di

bawah

diafragma.

Fungsinya :

penyimpanan

makanan,

produksi

kimus (massa

homogen

setengah cair,

berkadar

asam tinggi yang berasal dari bolus), digesti protein, produksi

mukus, produksi faktor intrinsik (glikoprotein, vitamin B12), dan

untuk absorpsi nutrien.

- Usus halus :

Duodenum : bagian terpendek (25-30 cm).

Jejunum : bagian selanjutnya sepanjang 1-1,5 m.

Ileum : merentang sampai menyatu dengan usus besar,

panjangnya 2-2,5 m. Fungsi usus halus yaitu secara selektif

mengabsorpsi produk digesti.

- Usus besar :

4

Page 5: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Sekum : kantung tertutup yang menggantung di bawah area

katup ileosekal.

Kolon : bagian usus besar dari sekum sampai rectum, terdiri

dari kolon asenden, transversa, desenden.

Rectum : bagian saluran pencernaan dengan panjang 12-13

cm, yang berakhir di saluran anal. Fungsi usus besar :

mengabsorpsi 80-90% air dan elektrolit dari kimus yang

tersisa, sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna

sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori

nutrien bagi tubuh, serta untuk mengekskresi zat sisa dalam

bentuk feses.

- Kelenjar pankreas : kelenjar terelongasi berukuran besar di balik

kurvatur besar lambung.

- Lien : kelenjar yang terletak di regio hipogastrium sinistra, di

dalamnya banyak terdapat jaringan limfe dan sel darah. Fungsinya

membentuk eritrosit, menghasilkan limfosit & antibody,

menghancurkan leukosit & trombosit.

- Hepar : organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga,

beratnya 1500 gram dan kaya akan persediaan darah. Fungsinya

untuk sekresi empedu, metabolisme, penyimpanan mineral,

detoksifikasi, produksi panas dan penyimpanan darah.

- Renal : organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua yang

panjangnya 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm. Fungsinya : pengeluaran

zat sisa organik, pengaturan konsentrasi ion-ion penting,

pengaturan keseimbangan asam basa tubuh, pengaturan produksi

sel darah merah, pengaturan tekanan darah, pengeluaran zat

beracun (Sloane, Ethel, 2003).

2.2 Definisi

Burst abdomen

(Abdominal wound

dehiscence) merupakan salah

5

Page 6: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

satu komplikasi pasca operasi yang terjadi karena berbagai faktor

predisposisi pra operasi, operasi dan pasca operasi yang dapat dicegah

(Parmar et all, 2008).

Abdominal wound dehiscence adalah terbukanya tepi-tepi luka

sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam

seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post operasi

(Mohammed, 2013).

Sedangkan kejadian lain yang mirip dengan burst abdomen yaitu

herniasi insisional dan ILO. Herniasi insisional merupakan komplikasi

lanjut dari bedah abdomen yang disebabkan oleh rusaknya perbaikan dari

lapisan muskulus fasia saat kulit yang berada diatasnya masih tetap utuh,

dan terjadi selambat-lambatnya lima tahun pasca operatif dengan berbagai

alasan yang kompleks baik lokal maupun sistemik (Morison, Moya, 2004).

Infeksi Luka Operasi ( ILO ) atau Infeksi Tempat

Pembedahan (ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah

infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi

dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun

apabila terdapat implant (Hidajat, Nucki, 2006).

2.3 Etiologi

Faktor Predisposisi terjadinya Burst abdomen menurut Parmar (2008)

adalah sebagai berikut :

1. Berdasar Penyakit Primer

Frekuensi burst abdomen adalah terkait kondisi patologis yang mendasari

pasien dioperasi. Menurut Parmar (2008), sebagian besar pasien

didiagnosis memiliki perforasi gastrointestinal. Sedangkan menurut

Maingot yang dikutip oleh Parmar (2008), disebutkan bahwa pasien

dengan patologi dari sistem bilier atau perut lebih rentan untuk terjadinya

burst abdomen.

o Peyakit perut biasanya ditandai dengan nyeri, anoreksia, mual dan

muntah. Dispepsia ini menyebabkan kekurangan beberapa vitamin,

protein dan zat lainnya yang ditandai dengan anemia. Hal ini berarti

6

Page 7: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

hemoglobin dan protein serum mengalami defisiensi sehingga

menyebabkan proses penyembuhan rusak/tertunda.

o Karsinoma menyebabkan cachexia dan anemia dikarenakan anoreksia,

perdarahan dan depresi sumsum tulang.

o Pada penyakit saluran empedu, gejala utama adalah anoreksia,

dispepsia dan muntah. Fungsi hati mengalami depresi sehingga

estimasi protein serum selalu rendah.

2. Penyebab predisposisi pra-operasi

Menurut Parmar (2008), faktor predisposisi pra-operasi seperti anemia,

hipoprotienemia dan batuk dikaitkan dengan kejadian burst abdomen.

Pada kebanyakan pasien, ada lebih dari satu faktor yang menyebabkan

terjadinya burst abdomen.

- Usia

Insiden tertinggi burst abdomen adalah antara usia 41-50 tahun. Usia

adalah salah satu penyebab penting untuk gangguan ini, dimana pada

pasien diatas usia 45 tahun lebih beresiko dibandingkan pada

kelompok usia muda. Hal ini dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :

7

Page 8: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

o Faktor-faktor yang mempengaruhi burst abdomen sering ditemukan

pada kelompok usia ini (41-50 tahun) seperti batuk kronis, sembelit

kronis, dll.

o Adanya anemia, hipoproteinemia, dan beberapa kekurangan

vitamin dalam kelompok usia ini.

o Kompikasi pasca operasi seperti tegang/batuk, muntah berulang

dan infeksi pada sistem pernafasan lebih sering terjadi pada

kelompok usia ini (Parmar et all,2008).

- Seks

Laki-laki : perempuan memiliki rasio 4,5 : 1. Dalam penelitian

Parmer, 81,67% dari pasien adalah laki-laki, dan sisanya 18,33%

perempuan. Tingginya insiden burst abdomen pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan mungkin karena penggunaan alkohol

yang berlebihan dan merokok pada laki-laki yang mengarah ke

pernafasan kronis sehingga menimbulkan batuk dan mempengaruhi

fungsi hati serta organ vital lainnya (Parmar et all, 2008).

- Hipoproteinemia adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi

tertundanya proses penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan,

diperlukan sejumlah besar asam amino. Asam amino membantu dalam

pembentukan RNA dan DNA. Defisiensi ini menyebabkan kekuatan

luka hilang dan cenderung terjadi burst abdomen.

- Batuk, menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen. Batuk yang

berkepanjangan seperti pada tuberkulosis mempengaruhi

penyembuhan luka dan predisposisi terjadinya burst abdomen.

3. Penyebab predisposisi operasi

a. Karena jenis sayatan

Kejadian burst abdomen 95% terdapat pada pasien dengan insisi garis

tengah vertikal. Faktor anatomi yang mungkin membuat luka perut bagian

8

Page 9: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

atas vertikal lebih cenderung mengalami burst abdomen adalah sebagai

berikut :

- Dengan sayatan perut bagian atas, adanya nyeri menyebabkan

pergerakan dada terbatas sehingga mendukung komplikasi yang lebih

pada pernapasan dan batuk. Batuk akan meningkatkan tekanan intra-

abdominal lebih di bagian atas dan mengarah ke ketegangan dalam

luka.

- Serat elastis kulit berbentuk melintang, sehingga serat tersebut

dipotong oleh sayatan vertikal dan menyebabkan kekuatan luka

berkurang.

Berikut ini adalah faktor penting yang meningkatkan kemungkinan burst

abdomen :

- Relaksasi otot yang tidak memadai selama penutupan luka perut

- Ketegangan yang tidak semestinya atas jahitan dan peningkatan

tekanan intra-abdominal karena cairan peritoneal, drainase mengurangi

ketegangan

- Lupa untuk menjahit lapisan peritoneal

- Sebagian besar operasi perut dilakukan dengan garis tengah sayatan

vertikal (Parmar et all, 2008).

b. Operasi direncanakan atau darurat

Jika operasi dilakukan dalam keadaan darurat, frekuensi burst abdomen

lebih tinggi. Seperti terlihat pada tabel, 6,67% dari burst abdomen terjadi

setelah operasi terencana dan 93,33% setelah operasi darurat.

Penjelasannya adalah sebagai berikut. Dalam operasi yang direncanakan,

9

Page 10: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

fisioterapi pra-operasi dan semua tes darah dilakukan. Jika ada infeksi,

maka infeksi tersebut diatasi sebelum pembedahan. Kurangnya persiapan

khusus dalam operasi darurat dibandingkan dengan operasi yang

direncanakan, terutama untuk operasi pada saluran pencernaan. Dalam

keadaan darurat, lesi patologis yang mendasari juga memainkan peranan

penting. Dalam sebagian besar operasi darurat, lesi terinfeksi

menyebabkan berbagai bentuk peritonitis atau infeksi luka. Keduanya

mencegah penyembuhan luka. Kurangnya persiapan aseptik lokal bagian

yang menginfeksi luka dan meningkatkan frekuensi pecah perut (Parmar et

all, 2008).

c. Tipe anastesi

Tipe anastesi yang dimaksud dalam hal ini adalah tipe anastesi yang

mempunyai jangka anetesi yang pendek sehingga dalam penjahitan luka

terburu-buru dan berakibta pada kejadian burst abdomen.

d. Teknik penutupan laparotomi

Beberapa penelitian secara acak dan meta-analisis sekarang telah

menunjukkan bahwa teknik penutupan massal dengan jahitan jelujur

adalah metode terbaik untuk penutupan luka garis tengah. Beberapa

kegagalan teknis setelah penutupan laparotomi dapat menyebabkan luka

dehiscence. Bahan jahitan dapat pecah karena terlalu lemah untuk

ketegangan dan dengan demikian kekuatan jahitan yang tepat harus

digunakan. Ini biasanya berarti jahitan dari 0 atau 1 kaliber. Jahitan juga

dapat memotong melalui jaringan, baik karena jahitan ditempatkan terlalu

dekat dengan tepi luka atau karena melemahnya jaringan yang berlebihan.

Sebuah pedoman umum adalah untuk menempatkan jahitan 1 cm dengan 1

cm gigitan fasia. Kesalahan teknis lainnya sering adalah simpul yang tidak

benar mengikat yang dapat menyebabkan penguraian (Zinner, 2007).

e. Bahan jahitan

Catgut masih banyak digunakan oleh banyak ahli bedah di seluruh dunia

untuk penutupan luka laparatomy. Biasa praktek menggunakan jahitan 0

10

Page 11: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

atau 1 catgut kromat untuk posterior rektus selubung dan peritoneum dan

baik menerus atau terganggu jahitan 1 kromat pelapah catgut untuk

anterior atau linea alba. Namun, pengunaan bahan catgut dalam sebuah

penelitan meningkatkan angkan kejadian brust abdomen. Dalam penjahitan

laparotomy dokter bedah meyrankan dengan mengunakan monofilament

nilont yang dapat menurunkan anka kejadian brust abdomen.

4. Waktu gangguan

Menurut Parmar (2008), kejadian maksimum kasus terjadi dari tanggal 6

sampai 10 hari pasca-operasi, dengan maksimum pada hari ke-7 pasca

operasi. Penjelasan untuk kejadian maksimum burst abdomen pada hari

ke-7 pasca operasi dapat berupa :

- Biasanya kita mengangkat jahitan pada hari pasca operasi 7 atau 8.

Sampai saat itu terjadinya sering tetap tidak terdeteksi. Pada

mengangkat jahitan, burts abdomen menjadi jelas.

- Pemberian antibiotik selama satu minggu kemudian dihentikan, dapat

memungkinkan adanya kekambuhan infeksi dan terjadi burst

abdomen.

- Para pasien dengan pembedahan perut besar berada di tempat tidur

memiliki infus sampai 4 atau 5 hari. Kemudian mereka mulai bergerak

dan mencoba untuk mengeluarkan tinja. Semua ini meningkatkan

tekanan intra-abdominal. Hal tersebut menyebabkan kekuatan jahitan

berkurang, setelah 10 hari, jahitan hampir tidak memiliki nilai dan

terjadi burst abdomen.

5. Penyebab predisposisi pasca-operasi

Banyak faktor pasca operasi menyebabkan tingginya insiden burst

abdomen. Dalam penelitian Parmar et all (2008), dari 60 pasien, 44 telah

luka infeksi, 27 batuk pasca operasi dan 21 memiliki distensi abdomen.

Lebih dari satu faktor ditemukan pada sebagian besar pasien.

- Infeksi luka adalah penyebab pasca-operasi utama untuk gangguan

luka. Infeksi luka lebih umum dalam operasi darurat dan pasien

dengan peritonitis.

11

Page 12: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

- Batuk pasca-operasi juga menyebabkan frekuensi tinggi burst

abdomen. Ini biasanya terjadi karena infeksi saluran pernapasan,

mungkin post-anestesi, yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-

abdominal. Dengan demikian, ketegangan pada luka yang baru dijahit

dapat menyebabkan ledakan.

- Distensi abdomen juga meningkatkan ketegangan pada luka yang baru

dijahit, menyebabkan meledak.

- Muntah setelah operasi perut menyebabkan ketegangan yang kuat pada

garis jahitan yang mengarah ke burst abdomen.

- Uremia juga merupakan faktor yang mengganggu penyembuhan luka

dan menyebabkan burst abdomen.

- Kebocoran usus menyebabkan peritonitis dan menginfeksi luka.

- Ketidakseimbangan elektrolit dan ascites juga memiliki efek pada

penyembuhan luka dan ketegangan pada luka berkontribusi terhadap

terjadinya burst abdomen (Parmar et all, 2008).

2.4 Patofisiologi

Penyembuhan luka post operasi merupakan suatu proses

penggantian jaringan yang mati/rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh

tubuh dengan jalan regenerasi. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh

akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan yang

rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama atau

mendekati sama dengan keadaan sebelumnya. Proses penyembuhan tidak

hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga

12

Page 13: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi,

pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).

Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi

dan post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam

faktor pre operasi ini adalah usia, kebiasaan merokok, penyakit diabetes

mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut

melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh

mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen sering

terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,

hypoproteinemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa menyebabkan

terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang oksigen untuk

regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat hemoglobin

mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok sejak muda

menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-penyakit

tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh

sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.

Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan

penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di bawah 6

g/dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino diperlukan.

Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam

penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu

penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan

vitamin C terkait dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden

wound dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik

dan mitosis (Saha, 2011).

Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan

sayatan, penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding

abdomen menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat

penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan

jahitan dipotong dengan pemisahan lemak transversal. Dan sebaliknya,

pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan kontraksi. Otot perut

13

Page 14: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

rektus segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih

lateral, medial bagian dari otot perut rektus akhirnya berhenti tumbuh. Ini

menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut (Saha, 2011).

Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal

pressure yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan

dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah

tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses

perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan.

Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang

kuat, mengejan akibat konstipasi. Terapi radiasi dapat mengganggu

sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan

pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat penyembuhan

luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik (Saha, 2011).

Pada manifestasi yang disebabkan burst abdomen, awalnya terjadi

ketegangan pada luka operasi serta luka yang terlihat jelek, kemudian tepi

sayatan mulai terbuka. Terbukanya sayatan menyebabkan isi perut dan

cairan serosa keluar, serta adanya rasa nyeri pada area post-op (Mathur S.

K, 2013).

Setelah terjadi burst abdomen, dimana terjadi robekan pada area

post-op, hal tersebut menyebabkan terputusnya pembuluh darah di sekitar

dan mengakibatkan komplikasi perdarahan. Terdapatnya pengeluaran isi

perut menyebabkan jaringan rusak dan memungkinkan terpajan oleh

kuman yang masuk melalui pembuluh darah, kemudian mengakibatkan

infeksi ke rongga peritonium dan menimbulkan komplikasi peritonitis

abdomen, serta pada usus dapat terjadi nekrosis yang menyebabkan

komplikasi kebocoran usus (IPDS BU FKUB, 2012).

2.5 Klasifikasi

1. Partial/sebagian

Pada pasien yang memiliki infeksi luka yang mempengaruhi area kecil

saja, sehingga terjadi burst abdomen partial.

14

Page 15: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2. Total

Hal ini biasanya terjadi pada pasien yang memiliki peritonitis parah di

mana seluruh selubung

terkelupas dan pada pasien

yang memiliki tekanan

berat (Parmar et all, 2008).

2.6 Manifestasi Klinis

a) Awalnya ditandai dengan

keluarnya cairan serosa  dari

luka yang berwarna

kemerahan.

b) Adanya pengeluaran

isi perut antara pada hari ke

tujuh sampai hari ke sepuluh post laparotomi.

c) Adanya ketegangan pada luka post operasi

d) Nyeri dan sensasi robekan pada area post operasi

e) Tepi sayatan pada luka post operasi terbuka

f) Dehiscence selalu ditunjukkan pada hari ke 7-10 setelah operasi

g) Pada beberapa kasus burst abdomen dapat muncul pada post hari ke 14

dengan factor predisposisi asites.

h) Distended abdomen (membesar dan tegang), menandai adanya infeksi

daerah tersebut.

i) Luka yang terjadi pada dinding abdomen menjadi jelek dan tampak

rusak. Dalam 1 hari keadaan ini akan diikuti penonjolan usus dari luka

kulit yang menganga.

15

Page 16: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

j) Gejala  intraperitoneal sepsis merupakan salah satu tanda adanya burst

abdomen. (Mathur S. K, 2013).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

a) Tes BGA (Darah lengkap, Hemoglobin, serum protein, gula darah,

serum kreatinin, dan urea. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit

dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit),

peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

b) CT scan atau MRI

c) Ultrasonografi

d) Sinar X abdomen

Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam

usus atau obstruksi usus dan dilakukan pada bagian perut dan dada

(Posisi Berdiri). (Cook, 1995).

2.8 Penatalaksanaan

Tindakan Pra Operasi

Pertama-tama tenangkan kecemasan pasien dan keluarga pasien

yang hadir. Pasien di sedasi dan ditutupi, atau bila perlu, ikatlah perut

pasien dengan handuk steril, sambil mempersiapkan perbaikan

pembedahan darurat, masukan selang nasogastrik dan berikan infus

cairan yang sesuai, jika luka terinfeksi, berikan antibiotik (Cook, 1995).

16

Page 17: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Pilihan manajemen konservatif termasuk penggunaan dressing kasa

saline-direndam dan terapi tekanan negatif luka. Pilihan manajemen

operasi termasuk pilihan sementara penutupan (membuka pengobatan

perut), penutupan primer dengan berbagai teknik jahitan, penggunaan

sintetis (nonabsorbable dan diserap) dan jerat biologi, dan penggunaan

flaps jaringan (Ramshorst, 2010).

Tindakan Operasi :

1. Penatalaksanaan repair burst partial

a. Tutup luka dengan plester

b. Kolaborasi pemberian analgesic, dan pemberian antibiotik

spectrum luas.

c. Turunkan factor predisposisi burst abdomen.

2. Penatalaksanaan burst total

Tujuan operasi adalah untuk mencegah dehiscence berulang dan

perkembangan selanjutnya dari hernia ventral.

Tehnik  operasi :

1) Posisi supine dalam general anestesi → desinfeksi pada daerah

operasi dan eskitarnya → dipersempit dengan kain steril.

2) Pencucian pada organ viseral yang mengalami prolaps dengan

NaCl 0,9%, setelah bersih organ viseral dimasukkan kedalam

rongga abdomen.

3) Debridement dan nekrotomi untuk membuat luka baru pada

insisi operasi sebelumnya.

4) Dilakukan penjahitan  yang menembus seluruh bagian  dinding

abdomen dari kulit sampai  peritoneum secara matras dengan

sutera No. 1.

5) Bila terasa tegang, dapat ditutup dengan kantong ”Bogota”

untuk sementara, kantong ini dijahitkan pada fascia ke dua tepi

luka (Bedah Unmuh, 2010).

Menurut Lotfy (2009) Repair brust abdomen dengan teknik supporting

plastic tubes :

17

Page 18: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

1. Tabung nasogastric No 10 Fr. yang dipasang pada trocars logam

hisap No 12 Fr. Jarum dan benang, trocar dimasukkan ke dalam

satu sisi dinding perut lateral linea semilunaris luar-dalam dan

dilanjutkan ke sisi kontra-lateral dari samping. Jadi, kita benar-

benar mengambil melalui dan melalui jahitan menggunakan tabung

plastik bukannya benang. Tabung tersebut kemudian dipotong

dengan panjang yang cocok cukup untuk penutupan dan awalnya

dibiarkan mengikat. Kemudian proses ini diulang setiap 10 cm dari

luka.

2. Semua tabung dipotong dengan panjang yang sesuai dan diikat

sampai luka lama tertutup sampai dengan penutupan kulit.

3. Perawatan sedikit diregangkan untuk mengurangi risiko isi perut

ikut terjahit selama mengikat dari tabung plastik. Juga sebelum

penjahitan tabung, kedua ujung tabung yang digenggam, berhenti

dan pindah dari sisi ke sisi untuk memastikan bahwa ia bebas dari

isi perut. Kemudian tabung diikat dengan menyilangkan tujuan

kedua sisi luka tanpa penekanan yang hebat.

18

Page 19: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

4. Pemasangan tabung pada pasien post repair abdomen adalah 15

hari. pelepasan tabung dapat dengan memotong tabung di satu sisi

dan menariknya dari sisi lain. Setelah pelepasan tabung akan

dilakukan pengawasan selama 4 minggu.

Perawatan Sesudah Operasi

Atasi faktor predisposisi, misalnya asma atau batuk kronis. Teruskan

penghisapan nasogastrik agar lambung tetap kosong dan untuk

menurunkan tekanan (dekompresi) saluran cerna bagian atas. Teruskaan

pemberian infuscairan yang sesuai. Jika terdapat infeksi, teruskan

pemberian antibiotik. Apabila pasien menyembuh, antibiotik dapat di

hentikan secara berangsur. Penyembuhan di tandai dengan perasaan

lebih enak pada pasien dan terdengarnya kembali bising usus, adanya

flatus, berkuraangnya isi cairaan aspirasi gaster, keluaran urin yang

adekuat dan denyut nadi, tekanan darah serta suhu yang normal.

Angkatlah jahitan setelah 14 hari.

19

Page 20: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2.9 Prognosis

Tingkat kematian dengan kondisi ini antara 9 sampai 44 %, rata-

rata 18 %. Semakin awal penentuan diagnosis burst abdomen dan diobati,

akan lebih baik prognosis, khususnya dalam kasus-kasus burst abdomen

partial dan tidak terkait dengan prolaps usus (Zinner, 2007).

Ketika ada nanah luas luka atau umum peritonotis, prognosis

sangat serius. Penyebab paling umum kematian sebagai berikut :

atelektasis, peritonitis, obstruksi usus akut, gagal ginjal, dan kerusakan

kardiovaskular (endometrium). Kondisi utama yang pasien dioperasi

menyebabkan kematian lebih sering daripada pecahnya itu sendiri atau

ukuran yang diperlukan dalam pengobatan (Zinner, 2007).

2.10 Komplikasi

1. Peritonitis abdomen

Terbukanya dinding abdomen menjadi port de entry kuman melalui

pembuluh darah abdomen tersebut sehingga infeksi dapat masuk ke

rongga peritonium.

2. Kelemahan dinding perut yang progresif

3. Hernia Insisional

Adanya wound dehiscence akan meninggalkan jaringan parut di

abdomen sehingga menimbulkan kelemahan pada dinding perut yang

progresif.

4. Perdarahan berlebihan

Abdominal wound dehiscence menyebabkan terputusnya pembuluh

darah sekitarnya sehingga menyebabkan perdarahan yang berlebihan.

5. Kebocoran usus

Abdominal wound dehiscence menyebabkan infeksi pada usus

sehingga usus mengalami obstruksi dan nekrosis, dimana selanjutnya

pada usus tersebut akan terbentuk fistula sehingga terjadi kebocoran.

6. Infeksi pada luka

20

Page 21: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Wound dehiscence menyebabkan port de entry kuman pada luka yang

terbuka tersebut (IPDS BU FKUB, 2012).

2.11 Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN

1. Identitas pasian : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

alamat, suku/bangsa, no rekam medis.

Burst abdomen kebanyakan terjadi pada usia lanjut dan jenis kelamin

pria.

2. Keluhan Utama

Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri pada luka post operasi

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat ini mulai saat kronologi terjadinya masalah, keadaan yang

memungkinkan hal tersebut terjadi, manifestasi serta pengobatan yang

telah diterima. Kaji adanya keluhan nyeri dengan pendekatan PQRST,

adanya luka operasi terbuka lebar disertai keluar jaringan dari luka

operasi, dan adanya cairan serosa yang keluar pada hari ke tujuh post

laparotomi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

1) Riwayat penyakit yang pernah diderita : Kaji adanya penyakit TBC,

diabetes mellitus, anemia, retensi urin.

2) Riwayat operasi dan tindakan : Burst abdomen biasanya terdapat pada

model insisi Midline incision, dan pada operasi abdomen yang tidak

direncanakan.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat adanya anggota keluarga masalah pada diabetes dan TBC.

6. Riwayat Psikososial

Ansietas, ketakutan dengan penyakit / keprihatinan finansial (pekerjaan /

biaya perawatan medis).

7. Pemeriksaan Fisik Per Sistem (B1-B6)

21

Page 22: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

1) Sistem Respirasi (B1/Breathing) : Pengkajian inspeksi pernafasan

tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil premitus seimbang

kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi tambahan. RR

biasanya meningkat pada pasien dengan keluhan nyeri.

2) Sistem Kardiovaskuler (B2/Blood) : Tekanan darah biasanya normal

dan heart rate normal, vena jugularis tidak meningkat. Peningkatan

nadi dan tekanan darah sebagai manifestasi nyeri.

3) Sistem Persyarafan (B3/Brain) : nyeri pada luka operasi, GCS 456

4) Sistem perkemihan (B4/Bladder) : Tidak terdapat pembesaran

kandung kemih. Pembesaran kandung kemih dapat meningkatkan

adanya risiko retensi urin yang merupakan faktor predisiposisi brust

abdomen.

5) Sistem pencernaan (B5/Bowel) : Nafsu makan turun, adanya

penurunan BB , Pada pemeriksaan terdapat pembesaran abdomen atau

cembung, tegang, asimetris dan luka operasi terbuka.

6) Sistem Muskuloskletal dan integumen (B6/Bone)

Mengkaji status hidrasi klien dengan mengkaji turgor kulit dan

mukosa mulut, kelemahan/ keletihan, keterbatasan partisipasi pada

latihan. Pada burst abdomen adanya kesulitan untuk beraktifitas

karena kelemahan, dan nyeri menyebabkan pola aktivitas dan istirahat

terganggu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan sebelum repair burst abdomen

a. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan

peningkatan terhadap pajanan.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan penurunan nafsu makan.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka bekas

jahitan

22

Page 23: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

tentang proses penyakit

f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

2. Diagnosa keperawatan setelah repair brust abdomen

a. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera

c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan

INTERVENSI

1. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi.

Tujuan : rasa nyeri pasien berkurang bahkan hilang

Kriteria hasil :

- Pasien melaporkan bahwa rasa sakit/nyerinya telah terkontrol /hilang

/berkurang

- Skala nyeri rendah (1-3).

- Pasien mampu melakukan tehnik management nyeri

- Pasien tampak rileks, dapat istirahat/tidur.

- TTV dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien (skala 1-10), dengan

PQRST.

Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan

ketidaknyamanan.

2) Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardi, peningkatan

pernafasan.

Rasional : peningkatan TTV berhubungan dengan rasa nyeri yang

dialami pasien.

3) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan sesuai

kebutuhan.

Rasional : melepaskan tegangan emosi dan otot, meningkatkan

kemampuan koping, sehingga pasien dapat lebih rileks.

23

Page 24: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

4) Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengatasi

nyeri, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi,

visualisasi.

Rasional : untuk mengurangi ketidaknyamanan/nyeri.

5) Kolaborasi pemberian obat analgesik.

Rasional : analgesik akan menimbulkan penghilangan nyeri yang

lebih efektif.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan nafsu makan.

Tujuan : nutrisi pasien adekuat

Kriteria hasil :

- Nafsu makan pasien meningkat

- Pasien memakan minimal ¾ dari porsi yang disediakan

- BB stabil

Intervensi :

1) Kaji adanya alergi makanan.

Rasional : adanya alergi makanan dapat menurunkan asupan

makanan.

2) Pastikan diet yang dikonsumsi mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi.

Rasional : adanya konstipasi meningkatkan resiko burst abdomen.

3) Monitor lingkungan selama makan, misal : adanya bau yang tidak

sedap.

Rasional : lingkungan yang tidak nyaman menurunkan nafsu

makan pasien.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional : sebagai sumber energi untuk memepercepat

kesembuhan pasien.

5) Kolaborasi dalam pemberian vitamin C.

Rasional : Kekurangan vitamin C dapat mengganggu

penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan luka.

24

Page 25: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

6) Monitor turgor kulit, cek laboratorium : protein, Hb, kadar Ht.

Rasional : adanya indikasi kebutuhan nutrisi yang kurang.

Hipoproteinemia memperlanbat proses kesembuhan sehingga

menyebabkan burst abdomen.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan.

Tujuan : peningkatan citra tubuh pasien

Kriteria hasil :

- Pasien mau berinteraksi sosial.

- Pasien tidak mengkritik dirinya

- Berpartisipasi dalam perawatan bagian tubuh yang berubah

Intervensi :

1) Kaji secara verbal dan nonverbal respon pasien terhadap tubuhnya.

Rasional : dapat mengindikasikan gangguan citra tubuh.

2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya.

Rasional : mengindikasikan ketidaknyamanan pada perubahan tubuh.

3) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognoss

penyakit.

Rasional : meningkatkan pemahaman pasien tentang permasalahan

yang muncul pada gangguan citra tubuh.

4) Dorong pasien mengungkapkan perasaannya.

Rasional : menurunkan ansietas pasien.

5) Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.

Rasional : meningkatkan kesediaan pasien untuk berinteraksi sosial.

(Doenges, 2001).

25

Page 26: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Kasus semu

Tn.K, umur 55 tahun, pada tanggal 22 Mei 2014 MRS di RSUD Soetomo

dengan keluhan nyeri pada luka bekas operasi. Satu minggu yang lalu pasien telah

menjalani bedah abdomen di RS. Agung Husada. Pasien mengeluh nyeri karena

luka bekas operasi pasien sedikit terbuka. Pasien sering menanyakan apakah

kondisinya ini tidak apa-apa. Pasien adalah seorang perokok aktif yang memiliki

riwayat penyakit TBC 2 tahun yang lalu. Saat ini pasien terlihat batuk-batuk. TD

= 140/100 mmHg, nadi = 98x/menit, RR = 22x/menit, Suhu = 38oC. Pada luka

operasi didapatkan jenis midline incision.

Asuhan Keperawatan

3.1  Pengkajian

a.       Identitas :

Nama : Tn. K

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Alamat : Mojokerto

MRS : 22 Mei 2014

No.RM : 7391xx

b.      Keluhan utama : nyeri pada daerah sekitar luka operasi

P : adanya luka bekas insisi

26

Page 27: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Q : terasa seperti ditusuk-tusuk

R : di area luka bekas operasi

S : skala 8 (1-10)

T : meningkat saat digunakan beraktivitas

c.      Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien post operasi bedah abdomen satu

minggu yang lalu di RS. Agung Husada. Pasien datang di RSUD Soetomo

pukul 13.00 tanggal 22 Mei 2014 dengan keluhan nyeri disekitar luka operasi

dan terlihat takut karena luka bekas operasi pasien sedikit terbuka (± 2 cm).

d.      Riwayat Penyakit dahulu : Pasien pernah menderita TBC paru 2 tahun

yang lalu.

e.       Riwayat penyakit keluarga : Dalam keluarga tidak ada yang memiliki

gejala penyakit yang sama seperti pasien.

f.       Pola Kebiasaan :

1.   Pola Nutrisi

Pasien mengatakan bahwa tidak mau makan lauk seperti telur dan ayam

karena mendengar dari tetangganya bahwa makanan tersebut akan

memperlama penyembuhan luka.

2.   Pola Tidur/ Istirahat

Klien mengeluh kadang-kadang terbangun di malam hari karena perasaan

tidak nyaman di area lukanya.

3.   Pola aktivitas

Klien merasa aktivitasnya terbatas akibat terdapat luka post operasi.

4.   Pola eliminasi

Pasien BAB setiap hari, BAK ±4x/hari.

g.      Pemeriksaan Fisik

a.       B1 (Breath) : RR 22x/menit, batuk (+), ronkhi (+), wheezing (-)

b.      B2 (Blood) : akral hangat-kering-merah, nadi = 98x/menit, TD =

140/100 mmHg

c.       B3 (Brain) : kesadaran komposmentis, GCS = 456

d.      B4 (Bladder) : urine berwarna kuning jernih, bau khas, kateter (-)

27

Page 28: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

e.       B5 (Bowel) : nafsu makan turun (hanya habis setengah porsi), mual (-),

muntah (-), BB = 50 kg.

f.       B6 (Bone) : turgor kulit baik, mukosa lembab

ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah

DS : pasien mengeluh nyeri di area bekas operasi yang sedikit terbuka.

DO :- Skala nyeri = 8 (1-10)- TTV :

TD = 140/100 mmHg, nadi = 98x/menit, RR = 22x/menit, T = 38oC.

Riwayat TB, batuk-batuk

Tek.intra abdomen ↑

Burst abdomen

Robekan di area post-op

nyeri

Nyeri

DS : -DO :

- Suhu = 38oC.- Nampak bekas insisi

midline.- Nampak luka terbuka

± 2 cm.

Burst abdomen

Robekan di area post-op

Jaringan rusak & peningkatan terhadap pajanan

Resiko infeksi

Resiko infeksi

DS :- Pasien sering

menanyakan apakah kondisinya ini tidak apa-apa.

- Pasien mengatakan bahwa tidak mau makan lauk seperti telur dan ayam karena mendengar dari tetangganya bahwa makanan tersebut akan memperlama penyembuhan luka.

Burst abdomen

Robekan di area post-op

Takut

Tidak tahu proses penyakit

Kurang pengetahuan

Kurang pengetahuan

28

Page 29: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

DO : -

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d terbukanya luka operasi.

2. Resiko infeksi b.d rusaknya jaringan & peningkatan terhadap pajanan.

3. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang proses penyakit.

3.3 Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi.

Tujuan : rasa nyeri pasien berkurang bahkan hilang

Kriteria hasil :

- Pasien melaporkan bahwa rasa sakit/nyerinya telah terkontrol /hilang

/berkurang

- Skala nyeri rendah (1-3).

- Pasien mampu melakukan tehnik management nyeri

- Pasien tampak rileks, dapat istirahat/tidur.

- TTV dalam batas normal

Intervensi :

1) Observasi tingkat nyeri yang dirasakan pasien (skala 1-10), dengan

PQRST.

Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan

ketidaknyamanan.

2) Observasi tanda-tanda vital, perhatikan takikardi, peningkatan

pernafasan.

Rasional : peningkatan TTV berhubungan dengan rasa nyeri yang

dialami pasien.

3) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan sesuai

kebutuhan.

Rasional : melepaskan tegangan emosi dan otot, meningkatkan

kemampuan koping, sehingga pasien dapat lebih rileks.

4) Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengatasi

nyeri, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi,

visualisasi.

29

Page 30: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Rasional : untuk mengurangi ketidaknyamanan/nyeri.

5) Kolaborasi pemberian obat analgesik.

Rasional : analgesik akan menimbulkan penghilangan nyeri yang

lebih efektif.

2. Resiko infeksi b.d rusaknya jaringan & peningkatan terhadap pajanan.

Tujuan : infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

- Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsio lesa)

- Suhu normal = 36-37,5oC

- Leukosit normal

Intervensi :

1. Kaji jenis pembedahan, waktu pembedahan dan apakah adanya

instruksi khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan

luka.

Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari

tujuan yang diharapkan.

2. Jaga kondisi balutan dalam dalam keadaan bersih dan kering.

Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindarkan

kontaminasi komensal.

3. Lakukan perawatan luka. Lakukan perawatan luka steril pasca

pembedahan dan ulangi tiap dua hari sekali pada luka abdomen.

Rasional : Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk

menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril

sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.

4. Kolaborasi berikan terapi antibiotik.

Rasional : Pemberian antibiotik dapat mengurangi infeksi

5. Pantau tanda atau gejala infeksi.

Rasional : Dapat melakukan pencegahan dini terhadap terjadinya

infeksi.

6. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi

Rasional : Dapat menghindari faktor-faktor yang mungkin dapat

memperparah infeksi.

30

Page 31: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

7. Pantau hasil laboratorium (leukosit)

Rasional : Hasil laboratorium dapat menentukan sejauh mana infeksi

yang telah terjadi.

8. Instruksikan untuk menjaga hygine pribadi

Rasional : Perlindungan terhadap infeksi

BAB 4

PENUTUP

31

Page 32: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

4.1 Kesimpulan

Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga

menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal

ini merupakan salah satu komplikasi post operasi. Pada laki-laki dan lanjut

usia memiliki faktor resiko lebih tinggi untuk burst abdomen. Gejala yang

muncul berupa nyeri, terbukanya jahitan tepi luka pos operasi, keluarnya isi

perut, dll.

Penatalaksanaan burst abdomen dengan perawatan konservatif

ataupun dengan repair melalui pembedahan. Beberapa masalah keperawatan

yang dapat muncul antara lain : ketidakefektifan pola nafas, resiko infeksi,

nyeri, ansietas, dll.

4.2 Saran

Sebaiknya kerjasama antara pasien, perawat, dokter dan tenaga medis

lainnya lebih ditingkatkan untuk meminimalisir terjadinya burst abdomen

yang merupakan komplikasi post-operasi.

Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa

keperawatan tentang konsep burst abdomen dan dapat membantu dalam

melakukan asuhan keperawatan dengan baik.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

32

Page 33: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang

mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup

jaringan di sekitarnya. Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul bila

disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom

ini didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen

lebih dari 20 mmHg (27,2 cmH2O) atau tekanan perfusi abdomen kurang dari

60 mmHg (81.6 cmH2O) dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan

system organ. Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg (6,8

cmH2O), tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai

antara 5 mmHg (6,8 cmH2O) dan 7 mmHg 9,52 cmH2O).

Sindroma kompartemen abdominal adalah manifestasi akhir dari IAH

yang ditandai dengan disfungsi kardiovaskular, paru, ginjal, splaknik dan

intracranial. Sebagian besar kondisi klinis telah menunjukkan dapat terjadinya

IAH dan ACS, termasuk trauma tajam atau tumpul, luka bakar, pancreatitis,

ruptur aneurisma aorta, neoplasma, ascites, transplantasi hati, pendarahan

retroperitoneal dan pasien tanpa cedera intra abdomen yang memerlukan

volume cairan resusitasi yang masif. Sekarang ini penyebab terbanyak adalah

korban multiple trauma yang memerlukan intervensi bedah abdomen segera,

terutama pembedahan untuk damage control.

Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek,

toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible

terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan

trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan

dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan

sensorik yang persisten.

Angka kematian tinggi pada abdominal compartemen sindrom meskipun

dengan pengobatan, hal ini terjadi karena ACS akan mempengaruhi beberapa

sistem organ. Selanjutnya, ACS sering sekuele cedera parah yang independen

membawa morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Malbrain dkk menunjukkan

bahwa dengan sendirinya, peningkatan tekanan intra abdomen berkorelasi

dengan peningkatan mortalitas sebelum menjadi kompartemen sindrom

33

Page 34: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

abdomen. Pada kasus ACS dilaporkan 10-68% dari pasien yang

mengalaminya.

1.2 Rumusan Masalah

- Apakah pengertian abdomen kompartemen sindroma?

- Apakah etiologi dari abdomen kompartemen sindroma?

- Apa saja klasifikasi dari abdomen kompartemen sindroma?

- Bagaimana patofisiologi dari abdomen kompartemen sindroma?

- Bagaimana manifestasi klinis dari abdomen kompartemen sindroma?

- Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari abdomen kompartemen

sindroma?

- Bagaimana penatalaksanaan dari abdomen kompartemen sindroma?

- Apa saja komplikasi dari abdomen kompartemen sindroma?

- Bagaimana konsep asuhan keperawatan kepada klien dengan abdomen

kompartemen sindroma mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan

menentukan intervensi keperawatan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang asuhan perawatan

pasien dengan abdomen kompartemen sindroma.

1.3.2 Tujuan Khusus

- Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian abdomen kompartemen

sindroma

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dari abdomen

kompartemen sindroma

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi dari abdomen

kompartemen sindroma

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi dari abdomen

kompartemen sindroma

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis dari

abdomen kompartemen sindroma

- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dari

abdomen kompartemen sindroma

34

Page 35: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

- Mahasiswa mampu menyebutkan penatalaksanaan dari abdomen

kompartemen sindroma

- Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi dari abdomen

kompartemen sindroma

- Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan kepada

klien dengan abdomen kompartemen sindroma mulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan dan menentukan intervensi keperawatan.

1.4 Manfaat

Makalah ini dibuat untuk menjelaskan aplikasi konsep perawatan pada klien

dengan abdomen kompartemen sindroma sehingga dapat digunakan sebagai

referensi asuhan keperawatan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

KOMPARTEMEN ABDOMEN SINDROME

35

Page 36: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2.1 PENGERTIAN

Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi

sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya

(Hoyt, 2007)

Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi

sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya.

Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul bila disfungsi organ terjadi

sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom ini didefinisikan dengan

menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen lebih dari 20 mmHg (27,2

cmH2O) atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg (81,6 cmH2O)

dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ. Tekanan intra-

abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg (6,8 cmH2O), tapi pada pasien dewasa

yang kritis normal IAP dapat mencapai antara 5 mmHg (6,8 cmH2O) dan 7 mmHg

(9,52 cmH2O).

Kompartemen syndrome abdomen (ACS) adalah keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan intra abdominal di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang

tertutup mempengaruhi aliran darah dan mengancam fungsi dan kelangsungan

hidup jaringan di sekitarnya. ACS menggambarkan kombinasi peningkatan

tekanan intra abdominal dan disfungsi organ (Marshal, 2009)

Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya

tekanan intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen

(APP) kurang dari 60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = tekanan

arteri rata-rata (MAP) – tekanan intra-abdomen (IAP). Berbeda dengan hipertensi

intra-abdomen (IAH), sindrom kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan

tetapi lebih didasarkan sebagai fenomena “all or none”.( Joseph E. 2007.)

Hipertensi intra-abdomen.pada individu sehat, IAP normal adalah <5-7

mmHg. Batas atas IAP secara umum diterima menjadi 12 mmHg oleh WSACS,

mencerminkan peningkatan yang diharapkan dalam tekanan normal dari kondisi

klinis yang memberikan tekanan eksternal untuk amplop peritoneal atau

diafragma, termasuk obesitas dan penyakit paru obstruktif kronik Sebaliknya,

36

Page 37: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

IAH didefinisikan sebagai peningkatan patologis berkelanjutan atau berulang di

IAP> 12 mmHg. (Papavramedis et. all.2011)

Menurut tingkatanya IAP, IAH dinilai sebagai berikut :

Grade I: 12-15 mmHg IAP

Grade II: 16-20 mmHg IAP

Grade III: 21-25 mmHg IAP

Grade IV: IAP> 25 mmHg (Papavramedis et. all.2011)

2.2 ETIOLOGI

Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4% - 15% pasien dengan

penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk pembedahan

abdomen yang lama, akumulasi ascites, trauma tumpul abdomen, ruptur

aneurisma aorta abdomen, pancreatitis hemoragik, fraktur pelvis, ileus dan

obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic.

Penyebab peningkatan tekanan intra abdomen dapat dibedakan berdasarkan

tipe kompartemen syndrome abdomen adalah :

1. Primer (akut)

a. Intraperitoneal

Perdarahan Intraperitoneal

Trauma tumpul hepar

Obstruksi bowel

Ileus

Dilatasi gaster akut

Pneumoperitoneum

Abdominal packing

Abses

Ascites

Edema visceral

37

Page 38: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Mesenteric revascularization

Transplantasi ginjal

b. Retroperineal

Pankreatitis

Pendarahan pelvis atau retroperitoneal

Ruptur aneurisma aorta abdomen

c. Dinding abdomen

Hematom Rectus sheath

Skar luka bakar

MAST trousers

Repair hernia besar dengan loss of domain

Repair gastroschisis atau omphalocele

Laparotomy closure under extreme tension

2. Sekunder

a. Luka bakar

b. Trauma nonabdomen signifikan

3. Kronik

a. Obesitas

b. Ascites

c. Kehamilan

d. Tumor abdomen besar

e. Dialisis peritoneal (Paulo, 2013 dan Na. Stassen et. all. 2002)

Faktor resiko terjadinya ACS adalah :

1. Penurunan daya komplians dinding abdomen

a. Gagal napas akut khususnya dengan tekanan intra-thorakal yang meningkat.

b. Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia tertutup yang ketat.

c. Trauma mayor/ luka bakar

d. Posisi telungkup, tinggi kepala bed > 30 derajat

e. Indeks massa tubuh yang tinggi, obesitas

2. Peningkatan isi intra-lumen

Gastroparesis, Ileus, pseudo-obstruksi kolon

3. Peningkatan isi abdomen

38

Page 39: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Hemoperitoneum / pneumoperitoneum, Ascites / disfungsi hati

4. Kebocoran kapiler/ resusitasi cairan

a. Asidosis

b. Politransfusi (>10 unit darah / 24 jam)

c. Koagulopati (platelet > 15 detik atau partial thromboplastin time (PTT) > 2

kali normal atau international standardised ratio (INR) > 1.5)

d. Resusitasi cairan yang masif (> 5 L / 24 jam), Pankreatitis, Oliguria, Sepsis

e. Trauma mayor/ luka bakar, laparotomi kontrol kerusakan ACS

(Papavramedis et. all.2011).

2.3 KLASIFIKASI

Klasifikasi kompartemen sindrom abdomen (ACS) adalah :

1. Primer atau akut ACS

Keadaan yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-

abdomen yang sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi

radiologis.

2. Sekunder ACS

Kompartemen sindrom abdomen terjadi tanpa adanya cidera pada abdomen,

terjadi karena adanya akumulasi volume cairan yang cukup tinggi sehingga

menimbulkan.kompartemen syndrome abdomen atau ACS yang bukan berasal

dari region pelvis-abdomen.

3. Kronik

Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah sebelumnya atau

terapi medis pada primer atau ACS sekunder (Paula, 2013).

2.4 PATOFISIOLOGI

Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat

menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti

pankreatitis akut atau pecahnya aneurisma aorta abdominal. Obstruksi mekanis

usus halus dan pembesaran abdomen bisa menimbulkan hipertensi intra abdomen.

Namun, trauma tumpul abdomen dengan perdarahan intra-abdomen dari lienalis,

hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab paling umum dari hipertensi intra-

abdomen.pembedahan perut dengan tujuan untuk mengendalikan pendarahan juga

dapat meningkatkan tekanan dalam ruang peritoneal. Distensi usus sebagai akibat

39

Page 40: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

dari syok hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan penyebab

penting hipertensi intra-abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan ACS pada

pasien trauma (Paula Richard, 2013).

Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh system syaraf simpatik

mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan saluran

pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai jantung dan otak. Redistribusi

darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan usus. Hipoksia ini

berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan kompensasi positif

yang mencirikan pathogenesis hipertensi intra-abdomendan perkembangannya

menjadi ACS :

1. Pelepasan sitokinin

2. Pembentukan oksigen radikal bebas

3. Penurunan produksi adenosine trifosfat pada sel (Paula Richard, 2013).

Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka sitokinin

dilepaskan. Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan

permeabilitas kapiler yang mengarah pada terjadinya edema. Setelah seluler

mengalami reperfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan. Agen ini memiliki efek

toksik pada membran sel yang kondisinya diperparah oleh adanya sitokinin, yang

merangsang pelepasan radikal lebih banyak lagi. Selain itu, kurangnya

penghantaran oksigen ke jaringan yang mengalami keterbatasan produksi

adenosine triphosphat dan penurunan persediaan dari adenosine triphosphat ini

tergantung pada aktivitas seluler. (Paula Richard, 2013)

Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi pompa

sangat penting untuk peraturan intraseluler elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi

kebocoran natrium ke dalam sel sehingga menarik air. Sel membengkak, selaput

kehilangan integritas, isi intraseluler keluar ke ekstraseluler dan mengakibatkan

inflamasi (peradangan). Inflamasi dengan cepat berubah menjadi edema, sebagai

akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan di usus semakin membengkak akibat

dari semakin meningkatnya tekanan intra-abdomen. Pada awal tekanan, perfusi

usus terganggu, hipoksia seluler, kematian sel, peradangan, edema terus berlanjut.

(Pleva Mayzlík, J. 2004)

40

Page 41: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Jadi, pada hipertensi intra-abdomen dapat menyebabkan vasokonstriksi

sehingga terjadi peningkatan tekanan intra-abdomen. Apabila tekanan intra-

abdomen terus meningkat, dapat menyebabkan terjadinya penurunan perfusi

jaringan dan akhirnya terjadi edema yang juga dapat memperparah peningkatan

tekanan intra-abdomen. Meningkatnya tekanan intra-abdomen inilah yang

akhirnya menyebabkan kompartement sindrom abdominal.

Selain itu patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan

lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran

darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan

menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan

terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada

titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan

kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan (pressure) dalam

kompartemen makin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya akan

menimbulkan nyeri hebat. Metsen memperlihatkan bahwa bila terjadi peningkatan

intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui

kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan

terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut,

maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan

ireversibel komponen tersebut. 

Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu :

1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

2. “Theori of critical closing pressure.”Akibat diameter yang kecil dan tekanan

mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural secara signifikan berbeda

(tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini dibutuhkan untuk memelihara patensi.

Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan tidak

ada, yaitu critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup.

3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan jaringan

melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara kontinyu dari kapiler,

tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula sampai melebihi tekanan

jaringan dan drainase vena dibentuk kembali. Sedangkan respon otot terhadap

41

Page 42: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

iskemia yaitu dilepaskannya histamine like substans mengakibatkan dilatasi

kapiler dan peningkatan permeabilitas endotel. Ini berperan penting pada

transudasi plasma dengan endapan sel darah merah ke intramuscular dan

menurunkan mikrosirkulasi. Otot bertambah berat (peningkatan lebih dari

50%).

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik

dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis

dengan sindrom kompartemen (Irga, 2008).

Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh

Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah

peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang

dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi

iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara

kontraksi yang terus - menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah.

Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot

semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior

dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena (Irga, 2008).

Patofisiologi dampak ACS pada berbagai sistem organ :

a. Disfungsi ginjal

Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi. Efek

klasik IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi anuria

dengan IAP yang meningkat. IAP 15±20 mmHg dapat terjadi oliguria,

sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi anuria. Mekanisme terjadinya

disfungsi ginjal terdapat banyak faktor. ACS membuat gangguan pada

kardiovaskular dengan menurunkan curah jantung sehingga menurunkan aliran

arteri ginjal, meningkatkan resistensi vaskular ginjal, menurunkan filtrasi

glomerulus dan kompresi vena ginjal.

b. Disfungsi paru

Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru. Komplians paru

mengalami resultan reduksi progresif pada kapasitas total paru, kapasitas residu

fungsional dan volume residu. Ini ditunjukkan secara klinis dengan elevasi

hemidiafragma pada radiografi dada. Perubahan ini ditunjukkan pada IAP

42

Page 43: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan respirasi selanjutnya akibat hipoventilasi

dari hasil elevasi progresif IAP. Resistensi vascular paru meningkat sebagai

hasil dari pengurangan tekanan oksigen alveolus dan peningkatan tekanan

intra-torak. Pada akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan

hipoksia, hiperkapnia dan peningkatan tekanan ventilasi.

c. Disfungsi jantung

Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan curah

jantung.Ini ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan jurah jantung

merupakanhasil dari penurunan alur balik vena jantung dari kompresi langsung

pada venacava dan vena porta. Peningkatan tekanan intra-thorak juga membuat

penurunan aliran vena cava superior dan inferior. Resistensi maksimal aliran

darah vena cava terjadi di hiatus cavum diafragma. Ini berhubungan dengan

gradient tekanan tiba-tiba antara abdomen dan rongga dada. Peningkatan

tekanan intra-thorak menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan volume

akhir diastolik. Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek

gabungan vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini

membuat stroke volume berkurang dimana hanya satu-satunya yang

dikompensasi dengan meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas. Kurva

Starling kemudian bergeser ke bawah dan ke kanan dan curah jantung secara

progresif menurun dengan IAP yang meningkat. Kelainan ini terjadi

eksaserbasi bersamaan dengan hipovolemia.Perubahan hemodinamik

signifikan ditunjukkan pada IAP diatas 20 mmHg.

d. Disfungsi hepar

Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasi mikro

berhubungan dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya meningkat

hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q konstan dan tekanan arteri rata-rata, aliran

arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena porta menurun hingga 35%

dan aliran sirkulasimikro hepatic berkurang hingga 29% dibandingkan dengan

control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro hepatik yang sama juga terjadi

pada pasien dengan kolesistektomi per laparoskopi. Pasien dengan trauma

kemungkinan meningkat resiko sekunder terhadap penurunan aliran darah

portal dan visceral yang terjadiselama syok.

43

Page 44: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

e. Disfungsi Splaknik

Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava

inferior, efek predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi

splaknik. Hipoperfusisplaknik dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan

laporan kasus iskemiaintestinal yang memerlukan intervensi operatif setelah

laparoskopik elektif mempertahankan 15 mmHg pneumoperitonium.

Bagaimanapun aliran darah arterimesenterikum, mukosa usus, dan vena porta

telah menurun dengan peningkatan IAP. Ini dapat diukur pada pengaturan

klinis dengan tonometri gaster yang mengindikasikan penurunan perfusi pada

perut. Sebuah studi menunjukkan bahwa penurunan perfusi gaster disimpulkan

dengan penurunan pHi gaster yang berkurang lebih awal dari tanda-tanda ACS

(oliguria, tekanan puncak inspirasi meningkat). Penurunan perfusi

gastrointestinal ini terjadi tidak bergantung pada penurunan Q. IAP yang

meningkat juga menunjukkan tekanan vena porta yangmeningkat. Ini

kemungkinan salah satu factor kontribusi pada patofisiologi varises esophagus

pada pasien dengan gagal hati. Meningkatnya IAP hingga 10 mmHg

menghasilkan peningkatan tekanan varises, volume, radius dan ketegangan

dinding. Sebagai tambahan, penurunan perfusi splaknik dan cedera reperfusi

ditunjukkan dengan produksi sitokin dari usus. Ini berperan dalam

perkembangan komplikasi septic dan atau sindrom respon inflamasi sistemik

(SIRS) dankegagalan organ multipel.

f. Disfungsi system saraf pusat

Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan system saraf pusat,

terdapat hubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat dengan reduksi

sekunder pada CPP yang ditunjukkan pada dua hewan percobaan. Ini akibat

mekanisme peningkatan tekanan intrathora dimana dihasilkan dari IAH, elevasi

media pada diafragma. Peningkatan tekanan intra-thorak meningkatkan

tekanan vena jugular dan ICP. Pasien dengan ACS secara klinis dan ICP yang

meningkat telah terkoreksi ICP dengan laparotomi dekompresi. Dengan

demikian pemantauan IAP disarankan pada pasien dengan neurotrauma dan

cedera abdomen atau curiga IAH dengan pemikiran untuk dekompresi pada

peningkatan ICP (Paula, 2013).

44

Page 45: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis ACS antara lain :

1. Distensi abdomen yang berat

2. Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang

berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.

3. Curah jantung yang menurun

4. Tekanan darah yang labil

5. pH rendah yang menetap

6. Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional

7. Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg) (Paula Richard MD,

2013).

Gejala klinis yang terjadi pada kompartemen sindroma dikenal dengan 5P, yaitu :

1. Pain (nyeri), nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang

terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling

penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik

(pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih

banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala

yang spesifik dan sering.

2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

4. Parastesia (rasa kesemutan)

5. Paralysis, merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang

berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.

Sedangkan gejala yang khas pada kompartemen sindrom, yaitu:

1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah

berlari atau beraktivitas selama 20 menit.

2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit

3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot (Irga, 2008)

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic untuk ACS adalah :

1. Laboratorium :

45

Page 46: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

a. Comprehensive metabolic panel (CMP) :Profil metabolic lengkap antara

lain elektrolit, BGA, Kimia Klinik, renal fungsi tes, urinalisis, renal fungsi

test.

b. Complete blood cell count (CBC) / Darah Lengkap : Trombosit mengalami

penurunan (, 55.000/mm3)

c. Pemeriksaan enzim amylase and lipase : terjadi peningkatan (pancreatitis)

d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila

pasien diberi heparin : untuk memeriksa faktor pembekuan mengalami

perpanjangan (PT . 15 detik, PTT : . 2 kali normal)

e. Test untuk marker jantung : CPKMB/:creatine phosphokinase Myoglobin

mengalami peningkatan menunjukkan adanya sel miokardium

f. Urinalisis : Adanya keton, darah,dalam urine menunjukkan adanya

gangguan pada ginjal

g. Pengukuran level serum laktat : Peningkatan asam laktat dalam darah

menunjukkan shock dan dehidrasi berat.

h. Arterial blood gas (ABG): PH mengalami penurunann : < 7,02 (Asidosis)

dan peningkatan PCO2

2. Radiografi :

a. Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.

b. Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam mengidentifikasi

sindrom kompartemen abdominal.

c. CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun 1999

Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien dengan

sindrom kompartemen abdominal :

1) Round-belly sign – distensi abdomen dengan rasio peningkatan diameter

abdomen anteroposterior ke transversal meningkat. (ratio >0.80; P

<0.001)

2) Kolaps vena kava

3) Penebalan dinding usus dengan enhancement

4) Hernia inguinal bilateral

d. USG Abdomen

1. Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi

46

Page 47: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2. Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan (Paulo,2013 dan

Sugrue, 2005).

2.7 PENATALAKSANAAN

Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan

IAP. IAP kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ bergantung pada

keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah

terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I IAH secara umum hanya memerlukan

resusitasi volume dengan pemantauan tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien

tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan

gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru minimal, dapat

diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan. Bila pasien

mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat yang lebih, operasi

dekompresi harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan operasi

dekompresi. Saat ini sebagian besar peneliti menyetujui bahwa tekanan kritis

untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg (Stassen, N.A et al. 2002).

Menurut survei untuk IAH (intra abdomen hypertension) dan ACS

(abdominal compartement syndrome) memerlukan pengamatan yang ketat pada

pasien untuk mengindentifikasi faktor resiko potensial dan perubahan yang

relevan pada parameter fisiologis. Bagi pasien yang beresiko, diperlukan

pemantauan ketat IAP (intra abdomen Pressure) dan langkah-langkah preventif.

Sebagai contoh, keputusan dapat ditunda untuk closure of the abdomen atau

menggunakan alternatif lain seperti abdominal content coverage. Pada pasien non

pembedahan, resusitasi yang optimal mungkin penting dalam mencegah IAH

(intra abdomen hypertension), tetapi over resusitasi perlu dihindari.(Marshal,

2009)

Tekanan Intra Abdomen dibagi atas:

1) Grade I : IAP 12 – 15 mmHg

2) Grade II : IAP 16 – 20 mmHg

3) Grade III : IAP 21 – 25 mmHg

4) Grade IV : IAP > 25 mmHg

Studi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penilaian klinis dan pemeriksaan

klinis adalah tidak akurat dalam memprediksi IAP pasien. Beberapa metode telah

47

Page 48: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

dikembangkan untuk mengukur IAP, yakni dengan cara langsung (misalnya

punksi abdomen saat dialisis peritoneal atau laparoskopi) dan secara tidak

langsung (misalnya pengukuran tekanan intrabuli, tekanan gaster, colon, atau

tekanan uterus). Dari beberapa metode ini, teknik pengukuran tekanan intrabuli

telah diterima secara luas di seluruh dunia oleh karena lebih sederhana dan biaya

lebih minimal. Dalam usaha untuk melakukan standardisasi dari pengukuran IAP,

makan hasil pengukuran IAP dinyatakan dalam mmHg dan diukur saat ekspirasi

akhir pada posisi supine setelah menjamin absennya kontraksi otot abdomen.

Nilai normal IAP adalah 5-7 mmHg. (Malbrain, 2006).

Selain itu, tekanan intraabdomen dapat diukur dalam beberapa cara yang

berbeda. Pengukuran IAP langsung melalui kateter intraperitoneal umumnya tidak

layak. IAP dapat diukur secara tidak langsung melalui lambung, intra-kava dan

tekanan kandung kemih. Perbandingan metode tidak langsung dengan pengukuran

tekanan langsung seperti yang diperoleh oleh Obeid dan lain-lain menunjukkan

bahwa tekanan kandung kemih diukur dengan benar memiliki korelasi terbaik

dengan IAP. Teknik dasar untuk mengukur tekanan kandung kemih adalah

pertama kali dijelaskan oleh Kron. Sebuah kateter Foley ditempatkan dan

kandung kemih dikosongkan. Sebuah angiocath 18-gauge kemudian dimasukkan

sterily ke port aspirasi kateter Foley dan jarum angiocath dibuang. Angiocath ini

kemudian melekat pada transduser tekanan (memusatkan perhatian pada tingkat

simfisis) melalui tabung yang berisi tiga arah kran. Lima puluh sampai 100 ml

cairan Nacl steril kemudian disuntikkan ke dalam kandung kemih melalui tiga

cara kran dengan tas drainase Foley dijepit .Penjepit tersebut kemudian sebagian

dilepaskan dan reclamped untuk memastikan kolom cairan penuh dalam tabung

proksimal untuk klem. Tekanan kandung kemih kemudian transduced

memberikan tekanan kandung kemih mmHg. Pernapasan harus ada dalam

transduced gelombang untuk memastikan bahwa kandung kemih tidak yang

terlalu besar. Overdistension kandung kemih memberikan penilaian palsu tekanan

tinggi sekunder kontraksi intrinsik kandung kemih. Pengukuran harus dilakukan

pada akhir ekspirasi untuk mengurangi pengaruh peningkatan tekanan dada.

Pengukuran tekanan kandung kemih adalah, pada titik ini, mungkin yang paling

48

Page 49: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

invasif dan alternatif yang paling dapat diandalkan untuk mendokumentasikan

kondisi ini secara obyektif (Na. Stassen et. all, 2002).

- Pengukuran langsung tekanan intravena

Telah terbukti bahwa ada korelasi yang cukup baik antara IAP dan tekanan

diukur oleh intravena kateter ditempatkan di vena cava inferior (IVC).

Meskipun ini adalah teknik yang dapat membantu untuk mengkonfirmasi

kecurigaan klinis, pada pasien hipovolemik dengan IAP lebih besar dari 45 mm

Hg, pembacaan palsu dapat diperoleh sekunder untuk melengkapi runtuhnya

dari IVC. Saat ini, teknik ini jarang digunakan. (Na. Stassen et. all, 2002)

- Tekanan lambung dan tonometry lambung

Tekanan intraabdomen juga dapat diukur secara tidak langsung melalui

perut atau sebagai refleksi dari memadai perfusi mukosa lambung. Saat ini,

teknik yang paling umum digunakan adalah dengan tonometry lambung

melalui kateter bah nasogastric dimodifikasi dan monitor capnometry daerah.

Abdomenadalah bagian yang paling mudah diakses dari usus dan kecukupan

oksigenasi mukosa lambung mungkin nyaman digunakan sebagai indeks

kecukupan oksigenasi jaringan splanchnic, yang terganggu awal pada pasien

dengan ACS. Meskipun teknik ini dapat menjadi kompleks ketika digunakan

dalam pengaturan klinis akut, data klinis menunjukkan bahwa pemantauan pH

lambung intramucosal (pHi) dapat memberikan peringatan dini untuk

komplikasi sistemik, terutama pada pasien dengan resiko ACS. Karena efek

merugikan dari ACS visceral aliran darah telah diakui untuk beberapa waktu,

tonometry lambung bisa dibandingkan dengan sensitif sensor strategis di

lingkungan yang paling menguntungkan untuk memberikan informasi dokter

yang relevan dari pasien sedini mungkin, sehingga memberikan sarana untuk

memaksimalkan efek dari intervensi terapeutik yang diperlukan. Deteksi dini

memadai daerah perfusi jaringan dan peningkatan IAP adalah penting dalam

untuk mencegah asidosis seluler, usus gangguan mukosa, sepsis, MODS dan

ACS dan memungkinkan tepat waktu intervensi terapi untuk pasien. Pada

pasien dewasa , hal ini dapat diperoleh dengan mengisi kandung kemih dengan

sekitar 250 cc larutan Nacl (Na. Stassen et. all, 2002).

49

Page 50: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

- Teknik pengukuran intravesika merupakan cara tidak langsung yang cukup

tepat untuk mengukur tekanan intra abdomen. Perubahan tekanan intra

peritoneal direfleksikan pada tekanan intravesika. Validasi metode ini

menunjukkan bahwa tekanan intra vesika identik dengan tekanan

intraperitoneal (Iberti, 1997).

Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan peningkatan

IAP. IAP kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ bergantung pada

keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah

terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I IAH secara umum hanya memerlukan

resusitasi volume dengan pemantauan tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien

tidak membaik keadaannya. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan

gejalanya. Bila oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru minimal, dapat

diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan. Bila pasien

mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat yang lebih, operasi

dekompresi harus dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan operasi

dekompresi. Saat ini sebagian besar penulis menyetujui bahwa tekanan kritis

untuk ACS adalah antara 20 hingga 25 mmHg.

A. Sistem grade kompartemen abdominal

Tekanan buli-buli Grade (mmHg) Rekomendasi

I. 10–15 mmHg Pertahankan normovolemia

II. 16–25 mmHg Resusitasi Hipervolemik

III. 26–35 mmHg Dekompresi

IV. >35 mmHg Dekompresi dan re-eksplorasi

Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP :

1. Memperbaiki komplians dinding abdomen

a. Sedasi dan analgesik

b. Blokade neuromuskular

c. Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees

2. Evakuasi isi intra-lumen

a. Dekompresi nasogaster

b. Dekompresi rektum

c. Agent gastro-/colo-prokinetik

50

Page 51: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

3. Evakuasi kumpulan cairan abdominal

a. Parasentesis

b. Drainase perkutan

4. Koreksi keseimbangan cairan positif

a. Hindari resusitasi cairan berlebih

b. Diuretik

c. Koloid / cairan hipertonik

d. Hemodialisis / ultrafiltrasi

5. Organ Pendukung

a. Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor

b. Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment

c. Gunakan tekanan jalan napas transmural (tm)

d. Pplattm = Pplat – IAP

e. Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices

f. Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural

g. PAOPtm = PAOP - 0.5 * IAP

h. CVPtm = CVP - 0.5 * IAP

Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari lima

intervensi terapi, tiap terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi :

1. Evakuasi isi intralumen

2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen

3. Memperbaiki komplians dinding abdomen

4. Optimalkan kebutuhan cairan

5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik

B. Manajemen pembedahan

Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien

dengan ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary

abdominal closure (TAC) telah banyak digunakan sebagai mekanisme

mengembalikan dampak akibat peningkatan IAP. Beberapa penulis menganjurkan

penggunaan TAC sebagai profilaksis untuk mengurangi komplikasi post operasi

dan mempermudah re-eksplorasi yang telah direncanakan. Setelah laparotomi

51

Page 52: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

dekompresi, dilakukan temporer abdominal closure yang dilanjutkan dengan

permanen abdominal closure pada hari berikutnya.

a. Temporary abdominal closure

Beberapa metode dari temporary abdominal closure dapat digunakan.

Keputusan pertama yang harus dibuat adalah apakah menutup fascia dengan

bahan sintetis atau membiarkannya terbuka. Fascia tidak boleh ditutup

primer, ini berkaitan dengan tingginya tingkat rekuren dari ACS. Jika fascia

ditutup dengan bahan sintetis, berbagai bahan (absorbable/nonabsorbable;

porous/nonporous) bisa digunakan. Berbagai tipe dari mesh dapat digunakan

termasuk polyglycolic acid (Vicryl™), polypropylene (Marlex™), atau

polytetrafluoroethylene (PTFE). Bahan yang dapat diserap lebih dipilih.

Penutup dengan alat burr artificial (Velcro-like), kantung cairan intravena

(“Bogotá bag”), kantung kaset x-ray steril, dan kertas Silastic telah

digunakan.

Jika fasia dibiarkan terbuka dan abdomen penuh, kulit bisa tertutup atau

dibiarkan terbuka. Kulit bisa ditutup menggunakan jahitan, penjepit kain,

perban lateks Esmarch atau mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutup

dengan adesif drape yang steril dan drape (Vi-drape™ or Steri Drape™).

Menjahit bahan sintetis ke kulit bukan ke fasia, mempersiapkan fasia untuk

definitive closure berikutnya. Jika penutupan kulit saja menyebabkan

peningkatan IAP, kulit dibiarkan terbuka. Usus ditutupi dengan

nonadhesive, nonporous materi (seperti tas atau perekat usus terlipat

menggantungkan dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel pada

dirinya sendiri).

Tepi bahan nonadhesive, nonporous diselipkan di bawah tepi dinding

abdomen anterior untuk mencegah pengeluaran isi dari usus. Selanjutnya,

handuk steril ditempatkan, diikuti oleh tirai perekat (Vidrape ™ atau tirai

Steri ™) yang menempel pada dinding perut dan mencegah lebih lanjut

pengeluaran isi, pengeringan dari usus, dan cairan kerugian dari perut yang

terbuka. Aplikasi langsung dari tirai perekat ke usus meningkatkan risiko

enterocutaneous fistula dan tidak disarankan.

52

Page 53: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Sebuah cairan irigasi urologis tas dijahit ke kulit dan saluran eksternal

ditempatkan untuk mengontrol dan kuantifikasi dari kebocoran cairan atau

perdarahan.

b. Permanent abdominal closure

Penutupan perut permanen dilakukan setelah hipovolemia, hipotermia,

coagulapathy, dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai

empat hari setelah dekompresi abdomen. Beberapa metode penutupan perut

telah dideskripsikan. Primer penutupan fasia dapat dilakukan atau cangkok

kulit dapat ditempatkan diikuti oleh dinding perut tertunda rekonstruksi.

Setelah mobilisasi signifikan cairan, dimungkinkan untuk menutup

fasia tanpa ketegangan yang signifikan. Namun, sebuah "pemisahan bagian"

teknik mungkin diperlukan untuk reapproximate fasia.

Jika mesh ditempatkan sebagai perut sementara penutupan (sebaiknya

bahan yang diserap), jala dapat dibiarkan in situ selama dua minggu

kemudian ditutup dengan kulit ketebalan parsial grafts ke jaringan granulasi

yang mendasarinya. Jala biasanya akan dimasukkan ke dalam jaringan

granulasi pada titik waktu ini. Jika fasia tidak ditutup dan pasien yang

tersisa dengan cacat dinding perut, dinding perut rekonstruksi dapat

dilakukan enam hingga dua belas bulan kemudian.

Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial

bilateral kemajuan abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa

sayatan kulit-relaksasi. Expanders jaringan subkutan diikuti oleh flaps

kemajuan myocutaneous bilateral juga telah digunakan. Garis tengah perut

flap cacat mungkin memerlukan rekonstruksi atau rekonstruksi dengan

nonabsorbable mesh.

Pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat faktor

resiko terjadinya IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau

progresif. Biladua atau lebih faktor resiko dijumpai, pengukuran IAP harus

dilakukan. Dan bila IAH ditemukan, pengukuran IAP serial harus dilakukan

pada pasien tersebut.

Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal

intra-abdomen langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava

53

Page 54: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

inferior (beresiko thrombosis dan infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan

tetapi berguna bila terdapat trauma buli-buli dimana distensi buli merupakan

kontraindikasi) dan tekanan buli-buli. Gold standard pengukuran IAP adalah

dengan tekanan buli-buli.

Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril

kedalam Foley kateter melalui lubang aspirasi; klem silang selang steril dari

drainkantong urin letak distal dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang

drainkantong urin ke Foley kateter; lepaskan klem sesaat agar cairan dari

buli keluar dan kemudian klem ulang; Y-connect transduser tekanan ke

kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16; pastikan

IAP dari transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai

titik nol dalam posisitelentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke

Foley kateter melalui kolom cairan di selang dapat digunakan untuk

menentukan tekanan sebagai ganti transduser.

2.8 KOMPLIKASI

Jika kompartemen sindrom tidak mendapatkan penanganan dengan segera,

akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain (Irga, 2008) :

1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen

2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh

terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas

pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan

bawah

3. Trauma vascular

4. Gagal ginjal akut

5. Sepsis

6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

2.9 PROGNOSIS

Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek,

toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible

terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat menyebabkan trauma

syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat

54

Page 55: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

dan awal, hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan sensorik yang

persisten (Irga,2008).

Tingkat kematian dengan kasus ACS dilaporkan 10-68% dari pasien yang

mengalaminya.

Prosentase klien yang dapat bertahan hidup dengan kasus ACS sekitar 53%.

Jika sudah diketahui ada tanda-tanda mengalami ACS, maka penatalaksanaan

yang harus dilakukan adalah dekompresi laparotomi.

Angka kematian tinggi pada abdominal compartemen sindrom meskipun

dengan pengobatan, hal ini terjadi karena ACS akan mempengaruhi beberapa

sistem organ. Selanjutnya, ACS sering sekuele cedera parah yang independen

membawa morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Malbrain dkk menunjukkan

bahwa dengan sendirinya, peningkatan tekanan intra abdomen berkorelasi dengan

peningkatan mortalitas sebelum menjadi kompartemen sindrom abdomen

(Paulo,2013).

BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas/data umum

55

Page 56: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Meliputi nama, umur, agama,pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa :

morbiditas kompartemen sindrom abdomen tidak tergantung pada perbedaan

ras, seksual, dan usia

2. Keluhan utama

Perut membesar (distensi abdomen)

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan yang muncul adalah perut membesar/distensi abdomen yang berat,

gagal napas, sesak nafas, oliguria yang tidak respon terhadap terapi

konvensional keadaan tersebut terjadi setelah adanya /kondisi pembedahan

abdomen, trauma mayor seperti luka bakar, gastroparesis, ilesus, pseudo-

obtruksi kolon, politransfusi (> 10 unit darah /24 jam), setelah resusitasi

cairan yang massif (5l/24jam), pancreatitis, oliguria, sepsis

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji riwayat obesitas, sering transfuse, hepatitis, ascites, pancreatitis, trauma

abdomen, pembedahan abdomen.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji riwayat keluarga obesitas, riwayat hepatitis.

6. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Lemah

2. Pemeriksaan fisik Persystem :

a. B1 (Breath/Sitem respirasi)

Dispnea, hipoksia, hiperkarbia, sianosis.

Masalah Keperawatan : Ketidakefektiktifan pola nafas, Gangguan

pertukaran gas

b. B2 (Blood/ Sistem Cardiovaskuler)

Bradikardia, distensi vena jugularis, asidosis, penurunan curah

jantung.tekanan darah menurun, MAP : menurun, CRT> 5 detik

Masalah Keperawatan : Penurunan curah jantung,

c. B3 (Brain/Sistem Persyarafan)

Gelisah, penurunan kesadaran, nyeri kepala.kejang

Masalah Keperawatan : Potensial Kolaborasi : Peningkatan tekanan

intrakranial

56

Page 57: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

d. B4 (Bladder/Sistem perkemihan)

Oliguria, anuria.

Masalah Keperawatan : Gangguan Eliminasi urine

e. B5 (Bowel/Sistem pencernaan)

Hematemesis, melena, mual, muntah, distensi abdomen.

Masalah Keperawatan :

- PK : Syok Hipovolemi

- PK : Resiko hipoperfusi mukosa GI

f. B6 (Bone/Sistem musculoskeletal)

Kelemahan.

Masalah Keperawatan : -

3. Pemeriksaan diagnostik

1) Laboratorium :

a. Comprehensive metabolic panel (CMP) :Profil metabolic lengkap

antara lain elektrolit, BGA, Kimia Klinik, renal fungsi tes,

urinalisis, renal fungsi test.

b. Complete blood cell count (CBC) / Darah Lengkap : Trombosit

mengalami penurunan (, 55.000/mm3)

c. Pemeriksaan enzim amylase and lipase : terjadi peningkatan

(pancreatitis)

d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time

(aPTT) bila pasien diberi heparin : untuk memeriksa faktor

pembekuan mengalami perpanjangan (PT . 15 detik, PTT : . 2 kali

normal)

e. Test untuk marker jantung : CPKMB/:creatine phosphokinase

Myoglobin mengalami peningkatan menunjukkan adanya sel

miokardium

f. Urinalisis : Adanya keton, darah,dalam urine menunjukkan adanya

gangguan pada ginjal

g. Pengukuran level serum laktat : Peningkatan asam laktat dalam

darah menunjukkan shock dan dehidrasi berat.

57

Page 58: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

h. Arterial blood gas (ABG): PH mengalami penurunann : < 7,02

(Asidosis) dan peningkatan PCO2

2) Radiografi :

a. Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.

b. Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam

mengidentifikasi sindrom kompartemen abdominal.

c. CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun

1999 Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien

dengan sindrom kompartemen abdominal :

a) Round-belly sign – distensi abdomen dengan rasio peningkatan

diameter abdomen anteroposterior ke transversal meningkat.

(ratio >0.80; P <0.001)

b) Kolaps vena kava

c) Penebalan dinding usus dengan enhancement

d) Hernia inguinal bilateral

3) USG Abdomen

a. Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi

b. Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan (Paulo,2013

dan Sugrue, 2005).

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang

mengakibatkan iskemik jaringan

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan kapasitas

pengangkutan oksigen dalam darah.

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung

4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen yang

mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi diafragma)

5. Syok hipovelemik berhubungan dengan defisit volume cairan

6. Gangguan perfusi serebri berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak

7. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan peningkatan resistensi

vaskuler di ginjal

58

Page 59: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

8. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan

menurun akibat adanya mual dan muntah

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnose Tujuan dan

kriteria hasil

Intervensi Rasional

Nyeri

berhubunga

n dengan

peningkatan

tekanan

intra

abdomen

-Tujuan :  Nyeri

yang dirasakan

berkurang atau

dapat diadaptasi

oleh klien

-Kriteria hasil:

a. Klien

mengungkapkan

nyeri yang

dirasakan

berkurang atau

dapat diadaptasi

b. Klien tidak

merasa

kesakitan.

c. Dapat

mengidentifikasi

aktifitas yang

meningkatkan

atau menurunkan

nyeri, klien tidak

gelisah

1.Berikan kesempatan

waktu istirahat bila

terasa nyeri dan

berikan posisi yang

nyaman.

2.Mengajarkan  tehnik

relaksasi dan metode

distraksi

3.Beritahu pasien untuk

menghindari

mengejan, meregang,

batuk, dan

mengangkat benda

yang berat. Ajarkan

pasien untuk menekan

insisi dengan tangan

atau bantal selama

episode batuk; ini

khususnya penting

selama periode

pascaoperasi awal dan

selama 6 minggu

setelah pembedahan.

4.Kolaborasi analgesic

1.  Istirahat akan merelaksasi

semua jaringan sehingga

akan meningkatkan

kenyamanan.

2. Akan melancarkan peredaran

darah, dan dapat

mengalihkan perhatian

nyerinya ke hal-hal yang

menyenangkan

3. Menghindari adanya tekanan

intra abdomen

4. Analgesik memblok lintasan

nyeri, sehingga nyeri

berkurang

59

Page 60: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

5.Observasi tingkat

nyeri dan respon

motorik klien, 30

menit setelah

pemberian analgesik

untuk mengkaji

efektivitasnya dan

setiap 1-2 jam setelah

tindakan perawatan

selama 1-2 hari.

5. Pengkajian yang optimal

akan memberikan perawat

data yang objektif untuk

mencegah kemungkinan

komplikasi dan melakukan

intervensi yang tepat.

Gangguan

pertukaran

gas yang

berhubunga

n dengan

perubahan

kapasitas

pengangkut

an oksigen

dalam

darah.

Tujuan : pasien

mampu mencapai

status respirasi :

pertukaran gas

yang adekuat

Kriteria

Hasil :Outcomes

- Pasien mampu

mempertahankan

pertukaran gas

yang optimal

yang ditunjukkan

dengan ABG

normal , saturasi

oksigen 90 %

atau lebih

- Tidak ada

penurunan

tingkat kesadaran

yang lebih lanjut

- Pernapasan dan

HR normal

1. Observasi RR, ritme

dan kedalaman

2. Observasi takikardi,

napas pendek,

penggunaan muskulus

assesorius

3. Observasi suara

napas, batuk dan

adanya sputum

1. Pola napas pasien akan

beradaptasi terhadap

perubahan gas. Pernapasan

yang cepat dan danagkal

mungkin akibat dari hipoksia

atau asidosis dengan status

syok. Hipoventilasi

mengindikasikan

dibutuhkannya ventilasi

tambahan

2. Signifikan dalam

peningkatan usaha bernapas

dengan tanda hipoksia dan

peningkatan HR.

Penggunaan muskulus

assesorius meningkatkan

ekskursi dada untuk

memfasilitasi pernapasan

yang efektif.

3. Perubahan suara napas

menunjukan penyebab

gangguan pertukaran gas.

60

Page 61: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

bercampur darah.

4. Observasi adanya

perubahan tingkat

kesadaran.

5. Gunakan oksimeter

nadi untuk memonitor

saturasi oksigen,

monitor ABGs.

Intervensi Terapeutik

1. Posisikan pasien pada

posisi fowler tinggi

(apabila hemodinamik

stabil).

2. Ubah posisi pasien

setiap 2 jam, dan

lakukan fisioterapi

dada.

3. Lakukan suction jika

diperlukan.

Hemoptisis merupakan

indikasi adanya perdarahan

pada saluran pernapasan.

4. Tanda awal hipoksia

cerebral adalah gelisah dan

cemas, tanda selanjutnya

adalah agitasi, letargi dan

konfusi.

5. Oksimeter nadi digunakan

sebagai alat untuk

mendeteksi perubahan

saturasi oksigen secara

cepat. Saturasi oksigen

sebaiknya berkisar pada

angka 90 % atau lebih.

1. Posisi duduk memungkinkan

untuk ekskursi diafragma

dan paru secara adekuat, dan

mengoptimalkan ekspansi

paru.

2. Tindakan tersebut

memfasilitasi perpindahan

dan drainage sekresi.

3. Jika pasien tidak mampu

mengeluarkan sekresi secara

mandiri, suction mungkin

diperlukan untuk

meningkatkan kepatenan

jalan napas dan mengurangi

kerja napas.

61

Page 62: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

4. Berikan ketenangan

dan hilangkan

kecemasan pasien

dengan berada di

samping pasien

selama episode

distress pernapasan.

5. Berikan oksigen

sesuai terapi.

6. Antisipasi kebutuhan

intubasi dan ventilasi

mekanik.

4. Kecemasan meningkatkan

dispnea, usaha bernapas dan

RR.

5. Untuk menyediakan

sejumlah oksigen perlu

pemasokan secara berlanjut

supaya pasien mampu

mempertahankan saturasi

oksigen 90 % atau lebih.

6. Intubasi yang cepat dan

ventilasi mekanik

direkomendasikan untuk

mencegah dekompensasi

pasien.

Penurunan

curah

jantung

yang

berhubunga

n dengan

perubahan

kontraktilita

s jantung

Tujuan : pasien

mampu mencapai

pompa jantung

yang efektif untuk

memenuhi perfusi

yang adekuat

Kriteria Hasil/

Outcomes :

- Pasien

memelihara

cardiac output

yang adekuat,

ditunjukkan

dengan pulsasi

1. Observasi warna

kulit, temperatur,

kelembapan dan

adanya sianosis.

2. Observasi HR, TD,

dan tekanan nadi.

Gunakan

monitoring

intraarterial sesuai

order.

3. Monitor pulsasi

perifer dan sentral

1. Dingin, pucat merupakan

kompensasi peningkatan

stimulasi sistem saraf

simpatik dan rendahnya

cardiac output.

2. Sinus takikardi dan

peningkatan tekanan darah

arteri terlihat pada tahap

awal untuk mempertahankan

cardiac output. Penurunan

tekanan darah merupakan

kondisi yang memburuk.

3. Pulsasi lemah dengan

penurunan stroke volume

62

Page 63: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

perifer kuat

(1)HR 60-100

x/menit dengan

irama regular

- Urin output Urin

output ≥ 30

ml/jam

- Kulit hangat

- Tingkat

kesadaran normal

termasuk capilari

refil.

dan cardiac output. Capilari

refil lambat dan mungkin

tidak ada.

Ketidakefek

tifan pola

napas

berhubunga

n dengan

distensi

abdomen

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi

terpenuhi stelah

dilakukan tindakan

keperawatan

selama 5x24 jam.

Kriteria hasil :

- pasien akan :

Mempertahankan

/meningkatkan

berat badan

seperti yang

diindikasikan,

- Bebas edema

- Turgor kulit baik

- Membran

mukosa lembab

- Albuin DBN

1. Kaji frekuensi,

irama, kedalaman

pernafasan

2. Auskultasi bunyi

nafas.

3. Pantau penurunan

bunyi nafas.

4. Pastikan kepatenan

O2 binasal

5. Berikan posisi yang

nyaman : semi

fowler

6. Berikan instruksi

untuk latihan nafas

dalam

7. Catat kemajuan

yang ada pada klien

tentang pernafasan

1. Frekuensi, irama, dan

kedalaman napas yang normal

menunjukkan pola napas yang

efektif.

2. Mendengarkan suara

napas klien normal atau tidak.

3. Penurunan bunyi napas

klien menunjukkan adanya

gangguan pada jalan napas.

4. Memenuhi kebutuhan

oksigenasin klien.

5. Posisi semi fowler

mempermudah udara masuk

sehingga klien dapat bernapas

dengan optimal.

6. Dengan latihan napas

yang rutin, klien dapat

terbiasa untuk napas dalam

yang efektif.

63

Page 64: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

7. Sebagai indikator efektif

atau tidakkah intervensi yang

dilakukan perawat pada klien.

Syok

hipovelemik

berhubunga

n dengan

defisit

volume

cairan

Tujuan:

Mempertahankan

tingkat kesadaran

yang baik

Kriteria hasil:

- Menunjukkan

tingkat kesadaran

yang baik

- fungsi kognitif

dan motorik

- mendemonstrasik

an tanda-tanda

vital stabil dan

tidak adanya

tanda-tanda

peningkatan TIK.

1. Pantau tanda-tanda

vital dan

CVP ,perhatikan

adanya / derajat

perubahan tekanan

darah

postural .Observasi

terhadap peningkatan

suhu / demam .

Palpasi nadi perifer.

Perhatikan pengisian

kapiler , warna / suhu 

kulit ; kaji status

mental

2. Awasi jumlah dan

tipe masukan

cairan .Ukur , haluran

urin dengan akurat .

3. Timbang berat badan

badan setiap hari dan

bandingkan dengan

keseimbangan cairan

24 jam.

1. Indikator keadekuatan volume

sirkulasi. Hipotensi

ortostatikdapat terjadi dengan

risiko jatuh atau cedera segera

setelah perubahan posisi.

2. Pasien tidak mengkonsumsi

cairan. Oliguria bisa terjadi

dan toksin dalam sirkulasi

mempengaruhi antibiotik.

3. Memberikan informasi

tentang keadekuatan masukan

diet/penentuan kebutuhan

nutrisi.

Risiko

tinggi

aritmia b.d

gangguan

Tujuan:

mengembalikan

pola eliminasi urin

normal.

1. Pantau pengeluaran

urine, catat jumlah

dan warna saat

dimana diuresis

1. Pengeluaran urine mungkin

sedikit dan pekat karena

penurunan perfusi ginjal.

Posisi terlentang membantu

64

Page 65: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

konduksi

elektrikal

efek

sekunder

dari

hiperkalemi

Kriteria hasil:

- Klien

menunjukkan

pola pengeluaran

urin yang normal

- klien

menunjukkan

pengetahuan

yang adekuat

tentang eliminasi

urin.

terjadi.

2. Pantau/hitung

keseimbangan

pemaukan dan

pengeluaran selama

24 jam

3. Pertahakan duduk

atau tirah baring

dengan posisi

semifowler selama

fase akut.

4. Pantau TD dan CVP

(bila ada)

5. Kaji bisisng usus.

Catat keluhan

anoreksia, mual,

distensi abdomen dan

konstipasi.

diuresis sehingga pengeluaran

urine dapat ditingkatkan

selama tirah baring.

2. Terapi diuretic dapat

disebabkan oleh kehilangan

cairan tiba-tiba/berlebihan

(hipovolemia) meskipun

edema/asites masih ada.

3. Posisi tersebut meningkatkan

filtrasi ginjal dan menurunkan

produksi ADH sehingga

meningkatkan dieresis

4. Hipertensi dan peningkatan

CVP menunjukkan kelebihan

cairan dan dapat menunjukkan

terjadinya peningkatan

kongesti paru, gagal jantung.

5. Kongesti visceral (terjadi pada

GJK lanjut) dapat

mengganggu fungsi

gaster/intestinal.

3.4 KASUS SEMU

Tn. M, 40 tahun datang ke IRD RSUD dr. Soetomo Surabaya dengan keluhan

sesak, bagian perut semakin membesar, mual, muntah, dan terjadi oliguria, pasien

juga terlihat tampak kurus dan BB semakin menurun. Tekanan darah labil, GCS =

4-5-6. Seminggu sebelum MRS, klien mengeluh nyeri hebat di perut bagian

bawah. Sekitar 1,5 tahun yang lalu Tn. M pernah mengalami kecelakaan dan

pernah rawat inap karena mengalami trauma tumpul pada perutnya.

PENGKAJIAN

65

Page 66: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

1. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat tanggal masuk rumahsakit, diagnose medis.

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 40 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alamat : Surabaya

Masuk RS : 15 Mei 2014

2. Keluhan utama

Klien mengeluh nyeri di bagian perut bawah

3. Riwayat penyakit saat ini

Klien mengeluh rasa tidak nyaman pada abdomen dan mual muntah. 2

minggu SMRS, klien mengeluh nyeri hebat pada perut bagian bawah saat

melakukan aktivitas berat dan mereda dalam keadaan rileks. Saat dalam

keadaan nyeri, klien meminum analgesik untuk meredakan nyeri yang klien

rasakan. Klien tidak memeriksakan keadaannya tersebut sampai bagian

perutnya membesar disertai nyeri hebat dan sesak.   

4. Riwayat penyakit dahulu

Sekitar 1,5 tahun yang lalu, klien pernah kecelakaan dan mengalami trauma

tumpul pada perut. Klien mengaku tidak mempunyai penyakit gastritis,

apendisitis, asma dan mengaku tidak memiliki riwayat alergi.

5. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada

6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

a. Intrapersonal : Klien merasa cemas

b. Interpersonal : -

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan compartemen sindrom abdomen

meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,

66

Page 67: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4

(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

a. B1 (Breath) : Sesak, nafas tidak teratur

b. B2 (Blood) : Pucat, peningkatan tekanan darah, penurunan nadi

c. B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data

psikologis Klien nampak gelisah.

d. B4 (Bladder) : Oliguria

e. B5 (Bowel) : Mual, muntah, nafsu makan menurun. Nyeri tekan pada

abdomen

f. B6 (Bone) : Kelemahan, lelah

ANALISIS DATA

Data Etiologi Masalah

DS : Klien mengeluh nyeri

DO :

P : Nyeri timbul akibat

adanya benturan tumpul pada

abdomen saat kecelakaan

Q : Nyeri yang dirasakan

seperti ditusuk-tusuk

R : Terasa nyeri di bagian

perut bawah

S : Skala nyeri 8 (skala antara

1-10)

T : Nyeri timbul ketika klien

melakukan pergerakan

Trauma tumpul

abdomen

Perdarahan intra abdomen

 

Hipertensi intra-

abdomen

Nyeri

Nyeri

DS : Klien mengeluh sesak

saat bernafas

DO :

RR meningkat, RR = >20

x/menit

Napas cuping hidung

Tekanan intra-abdomen

meningkat

Relaksasi diafragma

terhambat

Ketidakefektifan

pola nafas

67

Page 68: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Terdapat retraksi dinding

dada Kapasitas residual

fungsional

Suplai O2 menurun

Sesak

Ketidakefektifan pola

nafas

DS : Klien mengeluh lemas

DO : Klien terlihat pucat

Nadi : < 60 x/menit

TD : 90/60 mmHg

RR : < 20 x/menit

Akral : Dingin dan lembab

CRT : > 3 detik

Trauma abdomen

Perdarahan antara

peritonial

Penurunan volume darah

Penurunan arus balik

vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi

jaringan

Penurunan perfusi

jaringan

DS : Klien mengeluh jarang

buang air kecil

DO : Urine output sedikit,

<400 cc/24 jam, urin

Peningkatan tekanan

intra-abdomen

Perubahan pola

eliminasi urin

68

Page 69: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

berwarna kuning pekat Tekanan di pembuluh

ginjal

Resistensi vaskular

ginjal

Oliguria

Perubahan pola eliminasi

urin

DS : Klien mengeluh tidak

nafsu makan dan mual

DO :

A :

BB → 55 Kg, sedangkan BB

idealnya 64,8 Kg

TB  → 172 cm

LILA→30 cm

B =  kenaikan Hb, eritrosit,

leukosit dan limfosit,

Albumin 3,5 gr/dl

C = Klien merasa mual dan

terlihat lemas, membran

mukosa pucat

D = Klien hanya

menghabiskan setengah porsi

ketika makan. Jenis diet

tinggi kalori, tinggi protein

Nyeri

Mual & muntah

Penurunan intake nutrisi

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

69

Page 70: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

DS : Klien mengeluh cemas

dengan keadaan penyakit

yang dialaminya

DO :

Insomnia

Gelisah

Klien sering bertanya kepada

petugas kesehatan

Klien tidak mengetahui

tentang penyakitnya

Penatalaksanaa

pembedahan

Pre Operasi

Kurang pengetahuan

Anxietas

Anxietas

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang

mengakibatkan iskemik jaringan

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen yang

mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi diafragma)

3. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang

mengakibatkan syok hipovolemik

4. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan

menurun akibat adanya mual dan muntah

6. Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan : Potensial komplikasi

GI yang berkenaan dengan adanya penyakit, dan tindakan yang dapat

mencegah kekambuhan

INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen

Tujuan:  Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

Kriteria hasil:       

Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi

Klien tidak merasa kesakitan.

70

Page 71: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,

klien tampak rileks (TD = 120/80 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 15 x/menit)

Intervensi Rasional

1. Berikan kesempatan waktu istirahat bila

terasa nyeri dan berikan posisi yang

nyaman.

2. Mengajarkan  tehnik relaksasi dan

metode distraksi

3. Beritahu pasien untuk menghindari

mengejan, meregang, batuk, dan

mengangkat benda yang berat. Ajarkan

pasien untuk menekan insisi dengan

tangan atau bantal selama episode batuk;

ini khususnya penting selama periode

pascaoperasi awal dan selama 6 minggu

setelah pembedahan.

4. Kolaborasi analgesik

a. Kolaborasi pembedahan, seperti

Laporotomi dekompresi

b. Observasi tingkat nyeri dan respon

motorik klien, 30 menit setelah

pemberian analgesik untuk mengkaji

efektivitasnya dan setiap 1-2 jam

setelah tindakan perawatan selama 1-2

hari.

1. Istirahat akan merelaksasi semua

jaringan sehingga akan meningkatkan

kenyamanan.

2. Akan melancarkan peredaran darah,

dan dapat mengalihkan perhatian

nyerinya ke hal-hal yang

menyenangkan

3. Menghindari adanya tekanan intra

abdomen

4. Analgesik memblok lintasan nyeri,

sehingga nyeri berkurang

a. Merupakan gold standard dalam

penanganan pasien dengan AC

b. Pengkajian yang optimal akan

memberikan perawat data yang

objektif untuk mencegah

kemungkinan komplikasi dan

melakukan intervensi yang tepat.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas. Klien dapat

bernapas normal.

71

Page 72: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16- 20x/

menit, ekspansi dada normal

Intervensi Rasional

1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman

pernafasan

2. Auskultasi bunyi nafas

3. Pantau penurunan bunyi nafas

4. Pastikan kepatenan O2 binasal

5. Berikan posisi yang nyaman :

semi fowler

6. Berikan instruksi untuk latihan

nafas dalam

7. Catat kemajuan yang ada pada

klien tentang pernafasan

1. Frekuensi, irama, dan kedalaman

napas yang normal menunjukkan

pola napas yang efektif

2. Mendengarkan suara napas klien

normal atau tidak

3. Penurunan bunyi napas klien

menunjukkan adanya gangguan pada

jalan napas.

4. Memenuhi kebutuhan oksigenasi

klien

5. Posisi semi fowler mempermudah

udara masuk sehingga klien dapat

bernapas dengan optimal.

6. Dengan latihan napas yang rutin,

klien dapat terbiasa untuk napas

dalam yang efektif.

7. Sebagai indikator efektif atau

tidakkah intervensi yang dilakukan

perawat pada klien.

3. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil

Kriteria hasil :

- Terpeliharanya dan meningkatnya tingkat kesadaran

- Menampakkan stabilitas tanda vital

- Peran pasien menampakkan tidak adanya kemunduran / kekambuhan

                      Intervensi Rasional

1. Monitor dan catat status neurologis

secara teratur

1. Mematau keadaan klien yang

berhubungan dengan sarafnya

72

Page 73: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2. Evaluasi pupil (ukuran bentuk

kesamaan dan reaksi terhadap

cahaya)

3. Monitor tanda – tanda vital

4. Bantu untuk mengubah pandangan,

misalnya pandangan kabur,

perubahan lapang pandang /

persepsi lapang pandang

5. Bantu meningkatkan fungsi,

termasuk bicara jika pasien

mengalami gangguan fungsi

6. Pertahankan tirah baring, sediakan

lingkungan yang tenang, atur

kunjungan sesuai indikasi

7. Kepala dielevasikan perlahan lahan

pada posisi netral

8. Berikan suplemen oksigen sesuai

indikasi

2. Mengetahui fungsi pupil masih

normal atau tidak

3. Memantau keadaan klien melalui

TTV

4. Membantu klien memperjelas

penglihatannya untuk kenyamanan

klien

5. Dengan bicara normal, klien bisa

berkomonikasi dengan baik

6. Memberi kesempatan klien untuk

istirahat total agar staminanya bisa

pulih

7. Dengan posisi elevasi, klien bisa

bernapas dengan mudah dan

mencegah pusing

8. Memenuhi kebutuhan oksigen klien

agar klien dapat bernapas dengan

normal

4. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri

Tujuan :  Mengembalikan pola eliminasi urin normal.

Kriteria hasil : Klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien

menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.

Intervensi Rasional

1. Pantau pengeluaran urine, catat

jumlah dan warna saat dimana diuresis

terjadi.

1. Pengeluaran urine mungkin sedikit dan

pekat karena penurunan perfusi ginjal.

Posisi terlentang membantu diuresis

sehingga pengeluaran urine dapat

73

Page 74: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

2. Pantau/hitung keseimbangan

pemasukan dan pengeluaran selama 24

jam

3. Pertahakan duduk atau tirah baring

dengan posisi semifowler selama fase

akut.

4. Pantau TD dan CVP (bila ada)

5. Kaji bisisng usus. Catat keluhan

anoreksia, mual, distensi abdomen dan

konstipasi.

ditingkatkan selama tirah baring.

2. Terapi diuretic dapat disebabkan oleh

kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan

(hipovolemia) meskipun edema/asites

masih ada.

3. Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal

dan menurunkan produksi ADH sehingga

meningkatkan dieresis

4. Hipertensi dan peningkatan CVP

menunjukkan kelebihan cairan dan dapat

menunjukkan terjadinya peningkatan

kongesti paru, gagal jantung

5. Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut)

dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan

manurun akibat adanya mual dan muntah

Tujuan: Kebutuhan nutr isi klien dapat terpenuhi dengan adekuat

Kriteria hasil           :

- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan

- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl

                  Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)

- Klinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan

merah

- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah

Intervensi Rasional

1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

2. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses

penyembuhan.

1. Mengetahui kekurangan  nutrisi klien.

2. Dengan pengetahuan yang baik tentang

nutrisi akan memotivasi untuk

74

Page 75: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

3. Mencatat  intake dan output makanan klien

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

membantu memilih makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi selama sakit

5. Manganjurkan  makan sedikit- sedikit tapi

sering.

meningkatkan  pemenuhan nutrisi.

3. Mengetahui perkembangan pemenuhan

nutrisi klien.

4. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu

gizi yang membantu klien memilih

makanan sesuai dengan keadaan sakitnya,

usia, tinggi, berat badannya.

5. Dengan sedikit tapi sering mengurangi

penekanan yang berlebihan pada lambung.

6. Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan : Potensial komplikasi

GI yang berkenaan dengan adanya penyakit, dan tindakan yang dapat

mencegah kekambuhan

Tujuan : Klien memiliki pengetahuan untuk menjaga kesehatannya

Kriteria hasil : Klien bisa menjaga agar peningkatan intra abdomen tidak

terjadi.

Intervensi Rasional

1. Ajarkan pasien untuk waspada dan

melaporkan nyeri berat, menetap ; mual

dan muntah ; demam ; dan distensi

abdomen, yang dapat memperberat awitan

inkarserasi atau strangulasi usus.

2. Dorong pasien untuk mengikuti regimen

pengobatan : penggunaan dekker atau

penyokong lainnya dan menghindari

mengejan, meregang, konstipasi,

mengangkat benda yang berat.

3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diet

tinggi residu atau menggunakan suplemen

diet serat untuk mencegah konstipasi.

Anjurkan masukan cairan sedikitnya 2 – 3

1. Nyeri dapat segera diatasi, sehingga

komplikasi tidak terjadi.

2. Menghindari adanya peningkatan tekanan

intra abdomen

3. Saluran pencernaan menjadi lancar dan

tidak ada konstipasi sehinggan mengejan

tidak dilakukan.

75

Page 76: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

L/hari untuk meningkatkan konsistensi

feses lunak.

4. Beritahu pasien mekanika tubuh yang

tepat untuk bergerak dan mengangkat,

yaitu jangan terlalu melakukan banyak

kegiatan dan jangan mengangkat beban

yang terlalu berat

4. Mengangkat beban yang terlalu berat akan

menyebabkan meningkatnya tekanan intra

abdomen.

BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Sindrom kompartemen abdomen adalah keadaan dimana terjadi

peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang

mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup

jaringan di sekitarnya.

Sindrom kompartemen abdomen dapat berdampak pada disfungsi ginjal,

paru, cardiovaskuler, system saraf pusat, spalnik, hepar. Serta dapat

menimbulkan komplikasi nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen,

kontraktur volkman, trauma vascular, Gagal ginjal akut, sepsis dan Acute

respiratory distress syndrome (ARDS). Jika penanganannya tidak dilakukan

dengan segera, maka angka kematian pada syndrome kompartemen abdomen

sangat tinggi.

4.2SARAN

Sebaiknya perawat harus mempunyai pengetahuan mengenai

kompartemen syndrome abdomen serta ketrampilan untuk melakukan

penceghan maupun penatalaksanaan terhadap penyakit tersebut karena

diketahui bahwa kompartemen syndrome abdomen ini merupakan suatu

kegawatan dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi.

76

Page 77: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Maka dari itu dibutuhkan asuhan keperawatan yang komperhensif agar

dapat mempercepat proses penyembuhan dan mengatasi masalah yang

dihadapi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Bedah Unmuh. 2010. Repair Burst Abdomen. Diakses tanggal 6 Mei 2014 pukul 19.55 WIB dari http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/09/repair-burst-abdomen/

Chandra, Ade. 2010. Anatomi dan Fisisologi. Diakses tanggal 23 Mei 2014 pukul 08.$5 WIB dari http://www.docstoc.com/docs/57185145/BAB-II

Cook, John et all. 1995. Penatalaksanaan Bedah Umum Di Rumah Sakit. Jakarta : ECG

Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC

Hidajat, Nucki. 2006. Pencegahan Infeksi Luka Operasi. Bandung : FK-UNPAD/Bag. Orthopaedi & Traumatologi RS. Hasan Sadikin

IPDS BU. 2012. Penatalaksanaan Burst Abdomen. Malang : FKUB. Diakses tanggal 6 Mei 2014 pukul 19.45 WIB dari http://bedahmalang.com/tulisan-ilmiah/61-penatalaksanaan-burst-abdomen.html

Lotfy, Wael. 2009. Burst Abdomen: Is It A Preventable Complication. Egyptian Journal of Surgery Vol 28, No 3, July. Diakses tanggal 28 April pukul 16.30 WIB dari http://www.ess-eg.org/pages/journal/allpdf/339.pdf

Marshall (2009), AACN Advanced Critical Care Nursing. Canada : Saunder

Elsevier

Mathur S. K. 2013. Burst abdomen. A preventable complication, monolayer closure of the abdominal incision with monofilament nylon. J Postgrad Med 1983;29:223. Diakses tanggal 7 Mei 2014 pukul 20.15 WIB dari http://www.jpgmonline.com/text.asp?1983/29/4/223/5514

77

Page 78: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

Mohammed T. 2013. Abdominal Wound Dehiscence. Diakses tanggal 6 Mei 2014 pukul 20.21 WIB dari http://web.up.ac.za/sitefiles/file/45/1335/4101/ Tuesday%20Academic%20Meetings/T%20Mohammed%20Abdominal%20Wound%20Dehiscence%20in%20Adults.pdf

Morison, Moya.2004. Seri Pedoman Praktis Manajemen Luka.Jakarta : EGC

Na. Stassen et. all (2002). Abdominal Compartemen Syndrom. Scandinavian

Journal of Surgery

Papavramedis et. All (2011). Abdominal compartment syndrome – Intra-

abdominal hypertension: Defining, diagnosing, and managing. J Emerg

Trauma Shock. 2014 Apr-Jun;4:PMC

Irga. 2008. Sindroma Kompartemen. Diakses 20 Maret 2014.

http://www.passangereng.blogspot.com

Paulo et. all (2013), Abdominal Compartemen Syndrom. diakses dari

www.emedicine.com/ 829008 tanggal 20 Maret 2014 jam : 17.38

Parmar et all. 2008. Burst Abdomen – a Grave Postoperative Complication. The Internet Journal of Surgery Volume 20 Number 1. diakses tanggal 7 Mei 2014 pukul 20.00 WIB dari http://ispub.com/IJS/20/1/3123

Pleva, J, M. Mayzlík, J. 2004. Abdominal Compartment Syndrome inPolytrauma. In: Biomed. Papers 148(1), 81±84 (2004). Available athttp://publib.upol.cz/~obd/fulltext/Biomed/2004/1/81.pdf

Ramshorst et all. 2010. Terapi alternatif untuk burst abdomen. Diakses 23 Mei 2014 pukul 08.00 WIB dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20437354

Saha, Kumar S. 2011. Clinical Practice and Surgery of the Colon, Rectum and Anus. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher (P). LTD

Sugrue (2005). Abdominal Compartemen Syndrom Current Opinion Surgery in

Critical Care. Australia : Lipincot Williams and Wilkins

Taylor, C.2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.

Zinner, M et all. 2007. Maingot’S Abdominal operation 11 ed . USA: McGraw-Hill Companies

78

Page 79: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

79

Page 80: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

80

Faktor pre-op

Protein dlm darah ↓↓

batukanemia

Faktor jenis sayatan

Tekanan intra

abdomen ↑↑

Memutus aponeurosisKekuatan luka hilang

Proses penyembuhan

tertunda

Hb & protein

<<

Operasi keadaan darurat

Kekuatan luka <<

Sayatan perut bag.atas

Pergerakan dada terbatas

Persiapan << (pemeriksaan penunjang)

Infeksi luka

Tdk ada penanganan infeksi pre-op

Serat elastik kulit berbentuk melintang

Dipotong oleh sayatan

vertikal

Merokok >>

Ggn.perna-fasan (batuk)

Usia lanjut

Mencegah penyembuhan luka

Laki-laki >> resiko

WOC

Ggn. pernafasan

Tekanan intra abdomen ↑↑

Faktor post-op

batuk

Repair

Kuman masuk melalui

pembuluh darah

abdomen

Robekan pd area post-op

Nafsu makan ↓↓

Resiko infeksiResiko infeksi

BURST ABDOMENBURST ABDOMEN

Ketegangan yg kuat pd

luka

Infeksi luka,

nutrisi <<, batuk, dll.

Distensi abdomen, muntah

Sering batuk, kurang

vitamin, anemia, dll.

Ketidak-seimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan

Ketidak-seimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan

Ggn.rasa nyaman : nyeri

Ggn.rasa nyaman : nyeri

Adanya luka bekas jahitan

Kerusakan integritas

kulit

Kerusakan integritas

kulit

Pengeluar-an isi perut

Jaringan rusak &

peningkatan terhadap pajanan

Asupan nutrisi << takut

Terputus pembuluh darah di sekitarnya Perdarahan >>Perdarahan >> anemia kelemahan

Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas

Infeksi ke usus

Infeksi ke rongga peritoneum

Krisis situasional AnsietasAnsietas

Tdk tahu proses penyakit Kurang

pengetahuanKurang

pengetahuan

Peritonitis abdomenPeritonitis abdomen

nekrosis

Prosedur invasif

Ada luka bekas insisi

pembedahan

Ggn.citra tubuh

Ggn.citra tubuh

Kebocoran usus

Kebocoran usus

Memung-kinkan terkena pajanan

Page 81: Kompartemen Abdomen Sindrome Baru

81

WOC

Gangguan perfusi

jaringan serebral

Gangguan perfusi

jaringan serebral

Nekrosis jaringan

lokal

iskemia

Suplay Oksigen ke otak

↓↓

Hipoksia jaringan

Hipoksia, hiperkapnia

Gangguan pertukaran

gas

Gangguan pertukaran

gas

Gangguan pemenuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan

Gangguan pemenuhan

nutrisi kurang dari kebutuhan

Nafsu makan turun

Ketidakefektifan pola nafas

Ketidakefektifan pola nafas

Sesak, RR ↑↑

Tekanan dalam kompartemen ↑↑

Kebocoran ke dalam

kompartemen

Gangguan kardiovaskuler

Penekanan saraf perifer disekitarnya

Perubahan kontraktilitas jantung

Penurunan curah jantungPenurunan curah jantung

Filtrasi glomerulus ↓↓ dan kompresi

vena ginjal

Disfungsi ginjal

Gangguan pola eliminasi urine

Gangguan pola eliminasi urine

Oliguria, anuria

Syok Hipovolemik

Syok Hipovolemik

Relaksasi diafragma terhambat

Distensi abdomen

Tekanan oksigen alveolus ↓↓ dan

tekanan intra thorak ↑↑

Penekanan diafragma

Gangguan pada paru

Mual, muntah

Disfungsi organ paru

Penyebab primer/akut :Perdarahan intraperitonealTrauma tumpul heparIleusDilatasi gaster akutAbsesAscites, Pancreatitis, dll

Penyebab sekunder :Luka bakarTrauma non abdomen

signifikan

Penyebab kronik :ObesitasAscitesKehamilanTumor abdomen besarDialysis peritoneal

Tekanan intra abdomen ↑↑

Gangguan disfungsi organ

Tekanan jaringan ↑↑

melibatkan hemostasis jaringan lokal

KOMPARTEMEN SYNDROME ABDOMENKOMPARTEMEN SYNDROME ABDOMEN

Darah yg masuk kapiler ↓↓

Obstruksi vena

Perasaan tidak enak di perut

Resistensi vaskuler

darah ke ginjal

Gangguan ginjal

Gangguan rasa nyaman : nyeri

Gangguan rasa nyaman : nyeri