46
KOMPAK (Komunikasi Pemersatu Antar Kita) Buletin LA3201BI April 2003

KOMPAK - CoursewareBIP/Projects/BI3/BI3-Apr03... · Anak itu sedih karena dia selalu ... Kata Alkitab ... untuk mencari seorang anak yatim piatu. Lalu, dia akan membawa anak itu pulang

  • Upload
    vandang

  • View
    217

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

KOMPAK (Komunikasi Pemersatu Antar Kita)

Buletin LA3201BI April 2003

Kompak

i

Prakata

Satu semester lagi sudah berlalu. Waktu kita menoleh

kebelakang, kita merasa kita telah memperkaya pengetahuan bahasa

Indonesia kita dan waktu berjalan cepat penuh kegembiraan. Dengan

pimpinan dari ibu-ibu kita, kita mempelajari Bahasa Indonesia dengan

lebih dalam dan bisa menghargai budaya dan kehidupan Indonesia

dengan lebih baik.

Buletin Komunikasi Pemersatu Antar Kita (Kompak) itu

menyajikan pekerjaan rumah yang bagus dari siswa-siswa yang

terpilih. Semua laporan proyek ada di sini juga. Mudah-mudahan

buletin ini akan membantu kita untuk mengingat pengalaman kita

yang patut menjadi kenang-kenangan dan pemersatu antar kita.

Selamat membaca!

Kompak

- Isi -

Pekerjaan Rumah Ibu Ideal

Alice Khong 1 Seth Tan 3 Viknesh s/o M.Pasupathi 5

Pengalaman Yang Tak Terlupakan

Alice Khong 6 Esther Stella Tan 8

Langitku, Rumahku

Alicia Mak 10 Tee See Yin 12

Laporan Kunjungan ke Tanjung Pinang

Am, Jeff dan Vicky 14 Alice, Alicia dan Lena 17 Maybeline, Yanchun dan Yee Farn 25 Seth dan Song Wee 28 Le Phing, Wei Ling dan Wenxin 31 Denise, Esther dan Ice 36

Liburan di Batam

Adrian Tay 39

Dua Minggu di Jakarta

Junjun 41

ii

Kompak

Ibu Ideal

- Alice Khong -

Saya ingat, waktu saya masih kecil, guru saya di sekolah selalu mengajar saya

menyanyi lagu “Ibu saya yang paling baik”. Pada waktu itu, saya tidak tahu arti ibu ideal.

Saya kira ibu saya yang paling baik, pasti lebih baik dari pada orang yang lain, dan karena

itu, ibu saya pasti adalah ibu ideal. Tapi, sekarang saya tahu susah menjadi ibu ideal,

karena ada banyak persyaratan untuk menjadi ibu ideal.

Saya pernah menonton film seperti ini. Dahulu kala, ada satu keluarga yang kaya

sekali. Itu keluarga ada bapak, ibu dan satu anak laki-laki. Meskipun keluarga itu kaya,

tapi tidak bahagia. Bapak selalu berkerja, dan ibu selalu memarahi anak dia karena ibu itu

mau anak dia menjadi orang yang pandai dan baik. Anak itu sedih karena dia selalu

dimarahi oleh ibu. Dia tidak berani berkata dengan ibu karena dia tahu ibu tidak bisa

mengerti dia. Akhirnya, anak itu sedih sampai jatuh sakit. Pada waktu itu, ibu itu akhirnya

mengerti mengapa anak dia selalu sedih. Dia tidak selalu memarahi anak dia lagi dan

selalu omong-omong dengan dia, supaya hubungan ibu dan anak menjadi lebih baik.

Anak itu sembuh cepat dan kehidupan keluarga itu menjadi bahagia. Sesudah menonton

film ini, saya pikir pesan film ini adalah ibu seharusnya mengerti anak-anak, dan tidak

bisa selalu memarahi anak. Meskipun ibu itu cinta anak dia, anak itu tidak bisa merasa

rasa sayang dari ibu. Jadi saya pikir ibu ideal seharusnya memakai cara yang cocok dan

betul untuk mencintai anak dia. Ibu itu di dalam film itu memakai cara yang salah pada

mulanya. Persyaratan ini yang paling penting untuk menjadi ibu ideal.

Ibu saya rajin untuk melakukan pekerjaan di rumah. Saya merasa ini persyaratan

yang penting sekali, dan juga adalah persyaratan untuk menjadi ibu ideal. Kalau rumah

bersih dan rapi, semua orang juga senang pulang, dan senang tinggal di rumah. Tapi

persyaratan ini susah karena ada banyak pekerjaan di rumah, contohnya mencuci pakaian,

menyapu lantai dan merapikan kamar. Ibu saya ibu rumah tangga, jadi dia ada waktu

1

Kompak

untuk pekerjaan di rumah. Tapi sekarang di Singapura ada banyak wanita karier yang

tidak ada waktu untuk membuat pekerjaan di rumah, atau mereka tidak tahu bagaimana

membuat pekerjaan di rumah. Pendapat saya, meskipun mereka punya sukses untuk

karier dan hidup di rumah juga bahagia, mereka bukan ibu ideal karena mereka tidak

memenuhi persyaratan ini yang penting sekali.

Ibu ideal harus melek huruf, supaya bisa mengajar anak-anak pekerjaan rumah

kalau mereka ada pertanyaan. Ibu tidak perlu lulus kuliah dari universitas, tapi seharusnya

pernah belajar di sekolah supaya dia mempunyai pengetahuan. Kalau ibu adalah buta

huruf, mungkin anak-anak tidak menghormati ibunya. Meskipun ibu saya tidak pernah

belajar di universitas, dia masih bisa membantu saya dengan pekerjaan rumah, terutama

kuliah Bahasa Cina, karena dia dari sekolah Cina. Sejak saya masih kecil, saya sudah

menghormati ibu saya, dan pikir dia pandai sekali.

Saya ingat waktu saya pergi ke rumah teman saya, saya merasa teman saya untung

sekali karena makanan yang dimasak oleh ibu teman saya enak sekali. Ibu saya juga bisa

memasak, tapi dia tidak pandai memasak. Karena itu, keluarga saya selalu makan di luar.

Tapi seperti ini tidak sehat. Saya pikir ibu ideal seharusnya pandai memasak, supaya

suaminya dan anak-anaknya senang pulang dan tidak perlu makan di luar.

Saya menyebut empat persyaratan yang seharusnya dipunyai oleh ibu ideal. Wah,

ibu saya sudah mempunyai tiga persyaratan ini. Dia hampir menjadi ibu ideal kan? Saya

pikir, setiap orang mempunyai persyaratan yang tidak sama untuk ibu ideal. Tapi, saya

juga pikir ibu saya tidak perlu menjadi ibu ideal, karena saya merasa dia sudah baik, dan

saya mencintai dan menghormati dia. Meskipun dia tidak bisa memasak makanan yang

enak, keluarga saya juga senang makanan yang dimasak oleh dia. Kalau begitu, mengapa

masih mau menjadi ibu ideal menurut persyaratan orang yang lain? Pendapat saya, dia

sudah ibu ideal saya!

2

Kompak

Ibu Ideal - Seth Tan -

Lagu, “Ibu, Ibu, Engkaulah Ratu hatiku…” dari iklan televisi susu “KLIM” adalah sebuah

lagu populer antara banyak orang dewasa. Hampir setiap orang, waktu mereka mendengarkan

lagu ini, akan merasa bersyukur kepada orang yang memberikan mereka begitu banyak karunia

dalam kehidupan mereka – Ibu mereka. Dalam esei ini, akan saya diskusikan sebuah topic

mengenai “Ibu Ideal” dan menceritakan suatu contoh nyata dari seorang Ibu ideal.

Bukan suatu kejutan kalau banyak orang memikir Ibu mereka sebagai pemberi dan

pemelihara dalam kehidupan mereka. Ini sangat benar selama tahun-tahun pertumbuhan. Sejak

kecil, setelah kita dilahirkan, Ibu-Ibu kita bermain peranan yang penting dalam pendidikan kita.

Seperti kata peribahasa, “Siapa kita tergantung pada siapa yang membentuk kita.” Ibu-Ibu kita

tidak hanya mengajarkan kita tentang hal-hal kehidupan, tapi juga mengajarkan kita bagaimana

mempunyai suatu kehidupan yang berhasil dan baik. Saya tidak bisa membayangkan seseorang

yang tidak mempunyai Ibu yang mengajarkan mereka bagaimana hidup. Tanpa pimpinan serta

disiplin dari Ibunya, dia mungkin menjadi seorang yang kekurangan tabiat dan semangat. Jadi,

kita bisa melihat bagaimana penting peranan yang dimainkan oleh Ibu-Ibu kita.

Peranan Ibu dalam kehidupan anak-anak boleh diillustrasikan dengan sebuah cerita.

Cerita ini tentang seorang Ibu yang terlalu “mencintai” anak laki-lakinya. Ibu ini tidak tahu

bagaimana mendisiplin anaknya waktu anaknya melakukan kesalahan. Dia terlalu bersifat

melindungi anaknya bahkan membela anaknya waktu dia salah. Sering, dia mengalah pada setiap

permohonan anaknya, meskipun permohonan-permohonan itu tidak masuk akal. Karena didikan

buruk dari Ibu, anak itu menjadi perampok dan melakukan banyak aktifitas yang jahat. Akhirnya,

anak Ibu ditangkap polisi dan dipenjarakan karena dia membunuh seorang dalam sebuah

perkelahian.

Apa yang terjadi sesudah itu? Di rumah penjara, sebelum anak itu mengalami hukuman

gantung, dia menemui Ibunya untuk saat terakhirnya. Anak itu meminta Ibunya mendekatinya.

Tiba-tiba, dia menggigit telinga Ibu sampai telinga Ibu putus. Sambil menangis karena sakit

sekali, Ibunya bertanya kepada dia mengapa dia melakukan itu. Dia menjawab dengan marah

bahwa itu karena Ibu tidak mengajarkan dan mendisciplinkannya ketika dia masih kecil, jadi

menyebabkan dia menjadi jahat. Pada saat itu, Ibu merasa sedih sekali. Perasaan sakit patah

hatinya lebih besar daripada kesakitan fisiknya.

3

Kompak

Dari cerita ini, bisa kita mempelajari banyak pelajaran tentang pengaruh Ibu dalam

kehidupan anaknya. Dari salah satu pelajaran itu menunjukkan kepada kita bahwa kalau kita

sungguh mencintai seseorang, kita tidak akan khwatir mengatakan dan mengajar kebenaran.

Dalam cerita itu, Ibu itu tidak memenuhi peranannya sebagai seorang Ibu yang baik. Dia selalu

memperbolehkan anaknya melakukan apa saja yang anaknya ingin. Karena itu, anaknya menjadi

seorang yang memberontak dan memikirkan diri sendiri. Menurut pendapat saya, Ibu itu bukan

seorang Ibu ideal, sebaliknya dia adalah seorang Ibu buruk.

Jadi, bagaimana Ibu ideal itu? Apa sifat yang dipunyainya? Saya mempercayai dia adalah

seseorang yang mencintai orang lain lebih dari dirinya, teristimewa kepada keluarganya. Juga, dia

harus rajin, baik hati dan bisa merawat rumah, anak dan suaminya dengan penuh hati dan jiwanya.

Pandangan luarnya tidak begitu penting kalau dibandingkan dengan kecantikan dalamnya. Lebih

penting adalah janjinya kepada keluarganya.

Ada beberapa kalimat dalam Alkitab yang menyebut sifat-sifat seorang Ibu ideal. Kata

Alkitab, “Pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan. Ia membuka mulutnya dengan nikmat,

pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya,

makanan kemalasan tidak dimakannya. Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia,

pula suaminya memuji dia.”

Sungguh, kalimat-kalimat ini dari Alkitab ini mendiskripsikan seorang Ibu ideal. Tetapi

apa ada apa contoh nyata dalam dunia kita? Tentu saja. Ada seorang Suster Katolik yaitu Ibu

Teresa yang adalah contoh klasik untuk seorang Ibu ideal. Ibu Teresa melayani orang miskin di

India sejak dia berumur 24 tahun. Setiap hari, dia akan pergi keluar dari gerejanya ke jalan-jalan

untuk mencari seorang anak yatim piatu. Lalu, dia akan membawa anak itu pulang dan merawat

dia dengan baik. Ibu Teresa juga memberi makan kepada banyak orang miskin dan mengajarkan

mereka tentang kecintaan Tuhan dan pengharapan yang ditemukan dalam kehidupan. Dia

melakukan perbuatan baik ini pada setiap hari, kecuali pada hari-hari itu dia jatuh sakit.

Karena sumbangannya untuk manusia, dia menerima sebuah “Nobel Laurette Prize”.

Walaupun dia menjadi seorang juara Nobel, dia tidak menghentikan pelayanannya kepada orang

miskin di India. Sesudah dia meninggal, dia dipanggil sebagai “Ibu India” dan banyak orang

mengikuti langkah kakinya.

Ceritanya tentang Ibu Teresa sungguh indah. Kehidupannya penuh dengan cinta dan kasih

kepada “anak”nya. Dia adalah seorang model untuk Ibu ideal yang banyak dicintai orang.

4

Kompak

5

Ibu Ideal Viknesh s/o M.Pasupathi

Benda yang paling berharga dalam hidup adalah kasih sayang Ibu. Kasih saying Ibu

sangat penting untuk membesarkan anak. Dulu saya ada banyak kondisi untuk Ibu yang Ideal. Di

bawah adalah persyatan untuk “Ibu Ideal”.

Saya suka makan banyak. Karena itu saya ingin Ibu saya pandai dalam masak. Memang

betul , Ibu saya pandai dalam masak, karena sekarang saya gemuk sekali. Teman-teman saya

selalu ketawa tentang ukuran badan saya dan dedikasiitu pada masakan Ibu saya.Dia bias masak

banyak macam makanan seperti makanan muslim, makanan Indian, Makanan barat. Saya paling

suka makanan Muslim bernama “ Nasi Ayam Sambal”. Ibu saya masak pedassekail untuk saya.

Persyarata keddua, Ibu saya harus kebiuan. Bapak saya selalu marah pada saudara saya

dan saya untyuk perkara kecil. Dia suka marah. Karena itu, saudara saya dan saya akan menjadi

sedih. Ibu saya selalu darang mengnibur dan kami akan bahagia. Ibu akan mendengar masahlah

kami dan memberi nasihat.

Persyarata Ketiga, Ibu saya harus seperti teman kepada saya. Kapan saya kecil, saya

sendiri karena saudara saya pergi ke sekolah. Ibu saya akan menemani saya dan bermain masak-

masak dengan Ibu saya.

Di atas adalah persyratan yang saya cari dalam “Ibu Ideal” saya. Tapi sesudah sebuah

kejadian fikiran saya berubah. Kapan saya umurnya tiga belas, kaki Ibu saya harus dipotong

karena dia ada sakit “Diabetes”., Namun dia masih memberi kasih sayang. Ini adalah beberarpa

contoh. Namun dia masih memasajk dan menggosok baju. Keluarga saya sedih Karena hidup

kondisi dia . Dengan satu kaki dia bias membuat kerja seperti orang biasa. Ini menunjukkan

bahwa dia “self –determination”. Apa bila saya malas, saya fakir tentang Ibu saya determinasi dan

motivasi saya menjadi rajin. Sebulan yang lalu, dia menjadi sedikit buta karena “Kidney” gagal.

Namun begitu, dia masih senyum. Dia masih bilang “ saya akan berada di sana apa bila kamu

lulus dari universitas dan menikah.Walau saya tidak nampak, dalam hati saya lihat anda”.

Sesudah mendengar itu, saya menangis dan akhirnya bilang ini adalah Ibu Ideal saya !

Kompak

Pengalaman Yang

Tak Terlupakan

- Alice Khong -

Waktu saya masih kecil, kira-kira berumur tujuh tahun, saya selalu pergi ke rumah

nenek saya dengan Ibu saya setiap hari Minggu. Pada waktu itu, saya tinggal in Bedok,

sedangkan nenek tinggal di Ang Mo Kio. Karena itu, kami harus naik bis nomor dua

puluh empat supaya bisa tiba di Ang Mo Kio.

Pada suatu hari Minggu, saya seperti biasanya pergi ke rumah nenek saya dengan

Ibu saya. Pada hari itu, saya nakal sekali, selalu bertanya “Kapan bisa tiba di rumah

nenek?”, sampai Ibu marah sekali. Di dalam bis ke rumah nenek saya, Ibu menyuruh saya

diam saja. Kalau tidak, dia akan memberikan hukuman untuk saya di rumah nenek.

Meskipun saya tahun Ibu sudah marah sekali, saya tidak takut, dan masih melompat-

lompat di kursi dan bercakap keras-keras. Tiba-tiba Ibu tidak bisa tahan lagi, dan

membentak pada saya “Diam sekarang!”. Semua orang in dalam bis memandangi Ibu

saya. Pada saat itu, saya tahu kalau saya masih nakal pasti akan dihukum, jadi saya segera

diam. Tapi saya juga marah kepada Ibu saya. Karena Ibu tidak mau saya bercakap lagi,

saya juga tidak mau bercakap dengan dia.

Dari Bedok ke Ang Mo Kio jauh. Waktu kami melawati Bishan, banyak orang

naik bis nomor dua puluh empat, jadi di dalam bis ada banyak orang yang berdiri karena

tidak ada kursi lagi. Saya tidak bisa bercakap, jadi saya melihat-lihat pemandangan di luar

6

Kompak

bis, dan melihat-lihat orang di dalam bis sedang apa. Tiba-tiba saya melihat dompet Ibu

saya di lantai bis, di sebelah kursi kami. Dompetnya sudah terjatuh dari tas dan Ibu tidak

tahu. Ada lelaki muda yang berdiri di sebelah kursi kami. Dia juga sudah melihat dompet

Ibu saya. Tapi dia tidak memberi tahu Ibu saya. Waktu dia pikir tidak ada orang yang

sedang melihat, dia sepak dompet itu, supaya dompetnya tidak bisa kelihatan lagi.

Sesudah itu, dia memungut dompet itu dari lantai bis! Dompet Ibu saya sudah dicuri!

Saya seharusnya memberi tahu Ibu, tapi saya masih marah, jadi saya tidak mau memberi

tahu dia. Lagipula, dia menyuruh saya diam! Meskipun saya masih kecil, tapi sudah picik

sekali!

Waktu kami tiba di rumah nenek saya, Ibu masih tidak tahu dompet dia sudah

dicuri. Saya tahu nenek saya akan membela saya, jadi akhirnya saya bilang keras, “ Lain

kali harus berhati-hati. Dompet sudah dicuri masih tidak tahu!” Ibu tidak percaya dan

pikir saya bohong dia. Sesudah dia cek tasnya, benar-benar dompetnya sudah tidak ada!

Saya masih bilang, “Ibu tidak bisa menyalahkan saya karena adalah Ibu yang tidak

memperbolehkan saya berkata!” Meskipun Ibu memandang dengan marah, tapi dia tidak

bisa memarahi saya waktu nenek saya di rumah.

Meskipun nenek bisa membela saya di rumah dia, tapi dia tidak bisa membela

saya waktu kami kembali ke rumah di Bedok. Ibu marah sekali dan memberikan

hukuman yang paling saya takuti – tidak bisa menonton televisi untuk sebulan! Meskipun

saya sedih sekali pada waktu itu, tapi sekarang waktu saya teringat kejadian itu, saya akan

tetawa. Saya adalah anak yang nakal dan lucu ya? Setiap kali saya menyebut kejadian itu,

wajah Ibu akan menjadi berwarna hitam! Ini memang pengalaman yang tak terlupakan!

7

Kompak

Pengalaman Yang Tak Terlupankan

- Esther Stella Tan -

Sebelum liburan sekolah yang lalu, saya belum pernah jatuh sakit di luar negeri.

Bahkan kalau ada, penyakit itu tidak serius dan keluarga saya mesti di samping saya.

Waktu liburan tersebut, saya pergi ke Yogyakarta dengan beberapa mahasiswa yang lain

untuk program imersion. Saya jatuh sakit pada waktu menjelang bagian akhir dari

program itu.

Liburannya pada musim hujan. Saya kira mungkin sebab saya kehujanan jadi

sakit. Saya masih ingat ketika saya mulai pilek, kami (semua mahasiswa NUS) sedang di

tempat batik. Setelah membatik masih ada banyak acara pada hari berikutnya. Kegiatan-

kegiatan itu termasuk mengunjungi Candi Borobudur, menginap di sebuah losmen di

Kaliurang dan naik Gunung Merapi. Betapa menarik acara itu! Saya pikir kalau

kehilangan kesempatan pergi ke tempat-tempat itu, akan sayang sekali. Jadi, saya

memutuskan bagaimana pun harus menghadiri.

Sakit memang tak senang. Sepanjang hari, saya menghabiskan banyak kertas tisu

dan merasa lemah. Apalagi, sesudah kami tiba di Borobudur, hujan terus. Tetapi, kami

masih menaiki candi itu sampai tingkat yang paling tinggi. Selain hujan, kami benar-

benar menikmati perjalanan itu.

Pada malam hari, kami menginap di sebuah losmen. Walaupun saya bisa tidur,

tetapi tidak dengan nyaman dan bermimpi buruk. Karena itu, saya tidak sengaja

8

Kompak

mengigau. Ini menakutkan teman-teman sekamar dengan saya. Membuat mereka khuatir,

saya merasa tidak senang.

Hari berikutnya, kami bangun jam 2 pagi dan pergi jam 3. Meskipun saya masih

pilek, tetap mengikuti semua naik gunung. Mula-mula, saya takut acara itu terlalu berat

dan kalau saya tidak bisa bertahan, akan merepotkan orang yang lain. Tapi, sepertinya

makin naik, sakit saya makin hilang! Sesudah memanjat sejam, saya sudah tidak memakai

kertas tisu lagi. Ketika akhirnya tiba di tempat tujuan, saya merasa sangat gembira dan

tentu saja mengambil banyak foto dengan teman-teman. Pemandangan sungguh indah dan

luar biasa.

Sayangnya, setelah turun Gunung Merapi, pilek saya kembali. Waktu saya tiba di

rumah keluarga ‘homestay’ saya, anggota keluarga semua khuatir sekali dan langsung

menyuruh saya tidur sesudah memberikan obat pilek.

Saya tidur terus sampai malam. Ketika

bangun, di meja kecil di sebelah tempat tidur

saya, ada kue-kue, teh, air putih dan obat-

obatan yang ditaruh ‘kakak’ saya. Sebentar

kemudian, dia masuk kamar saya, dia mau

memberikan makan saya. Sambil dia di

samping saya, dia menyadari saya sudah ada

demam dan bersikeras membawa saya ke

dokter.

Beberapa hari setelah saya ke rumah

sakit dan minum obat, saya merasa sudah

mendingan. Pengalaman ini walaupun tidak

begitu baik karena waktu itu saya merasa

buruk tetapi apa yang dilakukan teman-teman

saya dan keluarga ‘homestay’ saya sangat mengharukan. Saya merasa agak malu waktu

itu merepotkan mereka. Jadi, lain kali kalau saya pergi ke luar negeri, akan menjaga

kesehatan dengan hati-hati supaya tidak sakit lagi.

9

Kompak

Langitku, Rumahku

- Alicia Mak -

Dalam cerita ini, kita bisa melihat bagaimana dua anak laki-laki dari Jakarta bisa menjadi

teman yang baik walaupun mereka dari keluarga yang kekayaan dan keadaan berbeda.

Salah satu teman adalah Andri. Andri beruntung sekali. Dia anak pedagang yang kaya dan

tinggal di rumah yang besar dan indah. Lagipula, dia punya satu pembantu dan sopir. Hubungan

Andri dengan mereka baik sekali. Selain itu, Andri ada kesempatan untuk pergi sekolah.

Meskipun Andri kelihatannya beruntung, dia tidak merasa senang karena bapak dia selalu bekerja

dan kebanyakan waktunya dihabiskan di kantor. Hunbungan Andri dengan kakak perempuan dia

juga tidak rapat. Andri ingin menjadi burung supaya bisa mendapat kebebasan.

Teman yang lain adalah Gempol. Dia orang miskin dan harus membantu keluarganya

menjual kertas dan majalah untuk mendapat uang. Mereka tinggal di rumah yang kecil dan kotor.

Gempol mengharapkan dia bisa menjadi orang kaya supaya hidupnya lebih bahagia. Sebenarnya,

Gempol ingin sekali bisa pergi belajar di sekolah, tetapi keluarganya telalu miskin. Jadi Gempol

harus berdiri di luar kelas dan mengintip ke dalam kelas untuk belajar waktu dia bebas. Tapi

sayang sekali, waktu penjaga sekolah melihat Gempol, dia berpikir Gempol adalah pencuri. Dari

insiden ini, Andri mengenal Gempol. Lama-kelamaan, kedua anak itu menjadi teman yang baik.

Saya merasa Andri berhati tulus dan tidak bersifat mementingkan diri sendiri, karena dia

meminjamkan bukunya kepada Gempol untuk belajar dan selalu membawa majalah untuk dijual

oleh Gempol. Rupanya, Andri suka sekali membantu teman dia sampai dia mengikuti Gempol ke

Surabaya untuk mencari nenek Gempol waktu Gempol ada masalah. Di Surabaya, sesudah tas dan

uang mereka dirampok oleh perampok, Andri juga membantu Gempol mendapat uang dengan

bekerja sebagai pencuci piring dan tukang parkir. Saya merasa Andri hebat sekali.

10

Kompak

Opini saya, sifat Gempol tidak hanya jujur, tapi juga kuat. Sesudah mereka menemukan

uang dan dompet seorang wanita yang hilang, mereka mengembalikan uang dan dompet itu

kepada wanita itu secepatnya. Sebenarnya, Gempol dan Andri perlu uang untuk kembali ke

Jakarta, tetapi mereka tidak menyimpan uang itu untuk sendiri. Jadi saya kira meskipun Gempol

miskin, dia jujur. Walaupun Gempol miskin, dia tidak mengeluh bahwa hidupnya keras atau

menyalahkan keluarganya. Waktu keluarganya hilang dan rumahnya sudah dibakar, dia tidak

kehilangan harapan. Meskipun dia tidak ada rumah, dia berpikir langit seperti atap rumah dia.

Akhir ceritanya, Gempol tidak mau bergantung kepada keluarga Andri waktu Andri mengajak

Gempol tinggal bersama-sama di rumahnya. Jadi, saya merasa semangat Gempol kuat sekali.

Film ini menarik dan memilukan hati sekali. Gempol dan Andri masih kecil tetapi mereka

sudah tahu arti persahabatan yang sejati. Cerita ini bisa mengajar orang-orang bahwa walau

miskin, tidak perlu merasa tidak berdaya lagi dan harus tekun dan kalau kaya, tidak boleh

sombong dan harus membantu orang yang miskin.

11

Kompak

Langitku–

Rumahku - Tee Si Yin -

Sesudah menonton cerita lagitku-rumahku, saya merasa nasib saya baik sekali.

Saya ada peluang untuk belajar, ada makanan enak untuk dimakan dan rumah kuat supaya

tidak kehujanan.

Tapi, tidak banyak anak-anak di Jakarta bernasib baik. Contohnya, Gempol,

nasibnya kurang baik. Dia tinggal di rumah yang kecil and kotor. Selain itu, dia harus

bekerja keras setiap hari untuk mencari nafkah, untuk ongkos hidup. Tiap-tiap hari, dia

harus mengumpulkan koran untuk dijual. Meskipun dia bekerja keras tapi pendapatan

rendah sekali. Gempol ingin ke sekolah lagi di desa, tapi bapaknya bilang jangan mimpi

pergi ke sekolah karena mereka miskin sekali. Jadi, Gempol belajar di luar kelas. Oleh

karena itu, orang di sekolah mencurigai Gempol seorang pencuri karena pakaiannya

robek-robek and seluruh badabnya kotor. Gempol tidak berputus asa, dia belajar sendiri

apabila dia ada waktu.

Sebaliknya, Andri seorang anak kaya. Bapaknya kaya sekali tapi Andri tidak

gembira karena bapaknya selalu tidak ada di rumah. Jadi, Andri selalu bicara dengan

pembantunya. Hubungan antara Andri dan pembantunya dekat sekali. Pembantunya

Demik dan Balung sayang pada Andri karena ibu Andri sudah meninggal.

Meskipun Andri seorang anak kaya, tapi dia tidak sombong. Andri tidak

memandang rendah terhadap Gempol dan berteman baik dengannya. Selain itu, Andri

tidak hanya ramah, tapi juga suka menolong. Dia selalu memberi koran dari rumah

kepada Gempol supaya Gempol bisa menjual koran dan mendapat lebih banyak uang.

Andri tidak bisa membayangkan rumah Gempol kecil and kotor. Dia merasa nasibnya

baik dan juga merasa kasihan terhadap orang yang miskin.

12

Kompak

Hati Andri baik sekali. Dia menolong Gempol untuk mencari neneknya. Waktu di

Surabaya, kehidupan mereka susah sekali. Mereka tidak bisa menemukan nenek Gempol

karena neneknya sudah pindah ke kota lain. Tapi, dia tidak bias pulang ke Jakarta karena

uang mereka sudah habis. Jadi, mereka bekerja di Surabaya sebagai pencuci piring di

warung kopi dan menjadi tukang parkin untuk mendapatkan uang supaya bias membeli

tiket keretapi untuk pulang. Walaupun Andri sering dimarahi oleh bosnya tapi dia tidak

menyesal menolong Gempol. Pengalaman mereka tidak enak di Surabaya, uang mereka

dirampok oleh perampok, tidur kedinginan di tepi jalan dan tidak punya cukup makanan

untuk makan. Meskipun mereka tidak cukup uang, tapi Gempol dan Andri tidak mencuri

atau berbohong untuk mendapatkan uang karena mereka anak yang jujur. Waktu mereka

menemukan dompet, mereka tidak ambil uang di dalam dompet itu, sebaliknya, mereka

mengembalikan dompet itu kepada pemiliknya.

Selain itu, Gempol dan Andri juga anak yang berani. Mereka berkelahi dengan perampok

itu untuk mendapatkan uang mereka. Seharusnya, saya merasa lebih baik

memberitahukan hal itu kepada polisi karena bahaya sekali kalau berkalahi sendiri

dengan perampok.

Menurut saya, cerita tentang langkitku-rumahku menarik sekali. Saya bisa melihat

pebedaan antara kehidupan di Indonesia dan Singapura. Orang Singapura harus

menhargai kehidupan mereka di sini kerana tidak banyak orang bernasib baik seperti

kami.

Kalau kita menjadi orang miskin juga jangan berputus asa karena cerita ini

memang betul mengatakan:

Selama masa ada langit, tidak perlu menangis,

Artinya kita masih ada rumah.

Rumah kita besar, langitku-rumahku.

Langit kita, rumah kita semuanya.

13

Kompak

Kunjungan ke

Tanjong Pinang Am, Jeff, Vicky

Pada tanggal 28 Februari 2003, kami ikut serta dengan kelas Bahasa Indonesia ke

Tanjong Pinang. Kami harus berkumpul di terminal kapal tambang Tanah Merah pada

jam 9. Wah! Pagi sekali.

Rupanya semua mahasiswa bersemangat sekali, sampai tidak ada orang yang

terlambat. Wah, kalau semuanya tidak terlambat seperti itu untuk kelas, ibu akan senang.

Di tempat berkumpul tidak hanya ada mahasiswa dari Bahasa Indonesia3, tapi

juga ada mahasiswa dari tingkat 4 dan tingkat 6, jadi kami merasa sedikit rendah diri.

Karena kami menyangka sudah lama kami belajar bahasa Indonesia, tapi ternyata, kalau

dibandingkan, tingkat kami paling rendah! Tapi tidak apa-apa lah, kami hanya mau

menikmati perjalanan itu.

Kapal tambang kami berangkat dari Singapura jam 10.20 dan kira-kira jam 12:45

siang, kami tiba di Tanjung Pinang. Tapi waktu sudah di sana jam dinding kiri kapal

tambang memperlihatkan jam 11.45.karena kalau dibandingkan dengan waktu Singapura,

waktu Indonesia 1 jam lebih terlambat. Jam bedanya tidak begitu besar, karena

Singapura adalah dekat Tanjong Pinang.

Sesudah meninggalkan pemeriksaan immigrasi, kami mendapt sambutan yang

meriah dari pemadu wisata. Ada dua pemadu wisata yang menjemput kami dengan 2 truk

14

Kompak

kecil. Mereka berbicara cepat-cepat sekali sampai kami kadang-kadang tidak tahu apa

yang dibicarakan. Waktu mereka bertanya kalau kami ada pertanyaan atau tidak mengerti

apa yang dikatakan, kami selalu hanya tersenyum karena tidak begitu mengerti, jadi tidak

tahu apa yang terjadi pada saat itu, paling baik diam saja. =P

Untuk rencana perjalanan ada banyak aktivitas. Yang pertama, kami pergi ke

restoran untuk makan siang. Perasaan kami, restoran itu mungkin hanya ada turis yang

berlangganan karena kami tidak melihat orang Indonesia biasa makan di sana.

Barangkali makananya mahal untuk orang lokal. Sebenarnya, menurut kami, lebih

menarik kalau bisa makan siang di warung di pinggir jalan, karena bisa mengalami

makanan yang asli. Tetapi kalau takut akan kena sakit perut oleh sebabnya makanan

tidak bersih, bisa hati-hati memilih warung yang kelihatan bersih dan ada standart baik.

Sesudah makan siang, kami pergi ke pabrik tempe. Di sana, kami melihat proses

untuk membuat keripik tempe. Selain itu, kami juga berkesempatan untuk berbicara

dengan pegawai yang sedang bekerja. Perasaan kami, waktu mendengar orang Indonesia

berbicara, susah sekali mengerti mereka! Mungkin kami masih tidak mempunyai cukup

kecakapan untuk berkomunikasi dengan orang Indonesia. Contohnya, waktu kami

mewawancarai pegawai, kami tidak begitu mengerti apa yang mereka jawab, dan kami

juga merasa mereka tidak begitu tahu apa yang kami tanya! Untunglah, ada mahasiswa

dari bahasa Indonesia 4 dan 6 yang membantu kami untuk menterjemahkan kata-kata

yang kami tidak tahu. Barangkali, kami harus menlanjutkan mengambil Bahasa Indonesia

supaya bisa berkomunikasi lebih lancar. =)

Selain pabrik tempe, kami juga mengunjungi pabrik bunga plastik, pabrik teh,

pabrik saos dan akhirnya, mal ‘Ramayana’. Pokoknya, mahasiswa melihat proses hasil

dan menwawancarai pegawai dan pemilik di pabrik-pabrik yang dikunjungi. Banyak

orang membeli oleh-oleh seperti tempe, makanan kecil, bunga plastik dan lain-lain dari

pabrik. Sesudah semua kunjungan, kami meninggalkan Tanjong Pinang sekitar jam 6.30

sore (waktu Indonesia) dan datang di Singapura kira-kira jam 10.30 malam (waktu

Singapura.)

Dari observasi kami, ibu-ibu kelihatan senang sekali, terutama waktu belanja

karena kami melihat mereka membeli banyak barang-barang dan makanan-makanan.

15

Kompak

Kami juga mengamati bawah Ibu Johanna senang sekali mengambil foto, karena dia

selalu berputar-putar dengan kamera!

Kami sangat senang dan menikmati perjalanan itu, karena ada banyak aktivitas

yang kami lalukan, ada banyak tempat yang kami kunjungi, dan ada banyak teman baru

yang kami dapat. Kami juga menghargai segala-galanya(semuanya?) yang ibu-ibu

lakukan untuk kami, contohnya pasti ada salah satu ibu mengikut di belakang waktu kami

berjalan. Meskipun kami sudah ‘besar’, tetapi ibu-ibu masih kuatir tentang keselamatan

kami. Hebat sekali, mereka benar-benar seperti ibu kami di rumah!

Kalau ada kesempatan dalam masa depan, kami pasti mau berkungjung ke

Tanjung Pinang lagi. Tetapi kalau bisa, kami tidak begitu mau pergi ke tempat turis atau

tempat belanja, lebih menarik mengunjungi tempat sejarah atau kampung, supaya bisa

tahu lebih banyak tentang kebudayaan Indonesia. Akhirnya, kami mengharapkan bisa

menginap beberapa hari di sana supaya ada lebih waktu dan tidak harus cepat-cepat

meninggalkan tempat-tempat seperti perjalanan ini (kecuali waktu di mal yang lama

sekali kami belanja di sana). Lagipula, kami bisa mengunjungi lebih tempat yang

menarik dan pelajari tempat dan orang lokal dengan tepat. Selain itu, kalau menginap di

sana, bisa pulang waktu pagi atau siang yang ombak di laut tidak begitu besar, supaya

akan tidak ada masalah mabuk laut. =P

Kami ingin terima kasih ibu-ibu yang memberi kami kesempatan untuk perjalanan

itu. Dari perjalanan itu, kami bisa berlatih berbahasa Indonesia dan tahu bagaimana

tingkatan kecakapan kami. Kami juga bisa melihat cara kehidupan yang berbeda dari

Singapura. Menurut kami, padahal Indonesia tidak begitu modern atau ada banyak

fasilitas yang baik sama dengan Singapura, kehidupan orang Indonesia lebih sederhana

dan santai. Orang di sana bisa hidup dengan biasa tanpa fasilitas modern, seperti listrik

yang stabil dan ‘internet’. Contohnya, di Singapura , kami bisa menoton permainan sepak

bola secara langsung dari televisi atau dari ‘internet’. Kalau dibandingkan dengan

Tanjung Pinang, mereka hanya bisa menonton permainan itu sesudah beberapa hari.

Karena itu, apa yang orang Singapura pikirkan penting dan memang perlu, mungkin itu

untuk orang Indonesia dianggap kemewahan jadi kita tidak boleh menyia-nyiakan

sesuatu.

16

Kompak

Kunjungan Ke

Tanjong Pinang Lim Loo Peng, Lena

Khong Alice Mak Yuen Wan, Alicia

Introduksi

Setiap module Bahasa Indonesia pasti ada acara yang menarik sekali. Sesudah

EKSPO MINI INDONESIA INDAH dan KUNJUNGAN KE SEKOLAH INDONESIA

SINGAPURA, kali ini, kami pergi ke Tanjung Pinang! Sesudah Ibu memberitahu kami

tentang kunjungan ini, hampir semua mahasiswa sangat senang, walaupun kunjungan ini

hanya selama satu hari. Memang kesempatan ini cocok untuk berteman kawan sekelas

lebih baik karena setiap kali, sesudah kelas, semua teman akan pergi ke tempat-tempat

berbeda, selalu tidak ada waktu luang supaya bisa saling mengenal lebih baik. Kami

merasa perjalanan ini juga sesuai untuk istirahat atau berlibur untuk kami karena sudah

lama belajar dengan rajin, dan pertama kali ke Tanjung Pinang, kami bisa

mempraktekkan bahasa Indonesia sambil berbelanja, berkunjung ke pabrik tempe, pabrik

bunga-bungaan dan seterusnya. Selain itu, kami juga bisa berlibur dengan ibu gurunya

dan mahasiswa dari BI4 dan BI6, jadi kami gembira sekali!

Perjalanan ke Bintan

Pada tanggal 28 Maret 2003, sesudah kami bangun, kami secepatnya

mempersiapkan semua hal-hal, berisi tas dengan kamera, air botol dan banyak uang

Indonesia (membaca: banyak karena kalau dibandingkan dengan uang Singapura, uang

Indonesia memang sejumlah lebih besar!) yang harus kami bawa. Waktu kami tiba di

Terminal tambungan di Tanah Merah, masih pagi, sehingga ada waktu untuk ngobrol dan

berfoto dengan teman-teman. Kelihatannya, semua kawan sekelas pandai dalam

teknologi, karena hampir setiap kamera yang dibawa oleh mereka adalah kamera digital.

17

Kompak

Di sana kami melihat ada dua orang asing mau mengikuti kami ke Bintan. O, ternyata,

mereka dari BI6. Wah, mereka pandai dan berbahasa Indonesia dengan lancar sekali!

Kami berpikir kapan kami bisa seperti mereka. Jeff adalah orang yang berhati baik karena

dia mempersiapkan makanan untuk kami sehari sebelum hari itu di rumah Ibu Fanny.

Wah, nasi itu benar-benar enak sekali. Meskipun kami naik tambungan, makan waktu

untuk ke sana masih perlu satu setengah jam. Waktu kami tiba di Bintan, sudah merasa

lapar lagi, jadi tempat pertama yang kami pergi adalah restoran!

Di dalam tambungan ada banyak acara antara kawan sekelas. Selain sesuatu

omong-omong, juga ada sesuatu mengeluh bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah

yang belum selesai. Teman-teman tidak hanya perlu selesai pekerjaan rumah, tapi juga

perlu belajar untuk ujian module yang lain, kasihan ya…tentu saja, ada seorang teman

tidur di dalam tambungan. Akhirnya kami tiba di Tanjung Pinang pada sekitar jam 12:00

waktu Singapura. Terminal tambangan Tanjung Pinang ramai sekali, dan kami harus

antre sehingga bisa memasuki Bintan.

Sesudah ada cap pada passport kami, kami dibawa jalan oleh dua pemandu wisata.

Nama salah satu pemandu wisata adalah Ariyanto, bukan Arigato, dia bilang. Bahasa

Indonesia dia lancar dan dia selalu senyum, jadi kami berpikir dia ramah sekali. Dia akan

mengantar kami ke mana-mana, tentu saja perhentian pertama pasti adalah restoran

Sangkuriang. Kami naik bis wisata ke sana. Bis itu kecil tapi ada AC. Cuaca di Tanjung

Pinang panas sekali, jadi kami harus minum air terus supaya tidak kena heat-stroke.

Makan di Restoran Sangkuriang...

Di restoran itu, kami merasa senang karena bisa mencoba makanan Indonesia.

Memang ibu gurunya pandai sekali, karena mereka sudah memesan makanan untuk kami,

karena kalau kami harus praktek berbahasa Indonesia dan memesan sendiri, pasti

membuang banyak waktu. Wah, makanan di sana enak sekali, khususnya kangkong

sambal dan sotong goreng. Kami senang makanan yang pedas dan asin, namun

kebanyakan makanan itu digoreng dan tidak begitu sehat, jadi teh mawar yang sudah

kami minum bisa membantu dengan pencernakan, yang paling effektif. Karena teh mawar

itu ada wangi yang seperti mawar, jadi teh itu popular sekali.

18

Kompak

Kami makan cepat sampai kenyang, barangkali benar lapar, atau makanan itu

terlalu sedap. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke pabrik tempe. Di Pabrik Tempe...

Pabrik di Tanjung Pinang memang berbeda dengan

pabrik di Singapura. Pabrik tempe itu kecil dan sangat

panas tapi tukang masak di sana masih senang bekerja di

sana. Tempe dan kerupuk yang lain terjual di ruang depan,

dan turis-turis bisa mencoba dulu sebelum membeli. Kami

merasa makanan di sana tidak hanya enak sekali tapi juga murah. Sekali-sekali makan

kerupuk tidak apa apa, tidak akan menjadi gemuk! Di sana, kelompok kami ada

kesempatan mewawancarai Mas Ariyanto, memang Mas Ariyanto enak diajak ngomong.

Dia berkata, meskipun tempat yang lain juga menjual kerupuk, kerupuk yang dijual di

sana paling enak. Pernah ada banyak VIP di sana, seperti wali kota Bintan, semua VIP

bisa terlihat di foto-foto yang tergantung pada dinding.

Di Pabrik Bunga-Bungaan...

Sesudah perjalanan di pabrik tempe, kami naik bis wisata ke pabrik bunga-

bungaan. Waktu kami turun dari bis, atasan pabrik itu sudah berdiri di sana. Orang dia

ramah sekali, dan selalu ada senyum, jadi kami tidak takut bertanya kepada dia.

Pabrik itu sangat besar. Bukan main besarnya pabrik itu. Di dalam pabrik itu ada

banyak pegawai, tapi kami hanya melihat pegawai perempuan. Mungkin perempuan lebih

hati-hati, jadi lebih cocok dari pada laki-laki untuk membuat bunga-bungaan! Wah,

hampir semua perempuan di dalam pabrik itu cantik sekali dan muda.

Kami mewawancarai seorang perempuan yang sedang memakai mesin untuk

menyetrika kain berwarna-warni. Kain itu akan menjadi daun bunga sesudah disetrika.

Perempuan itu sibuk sekali, dan tidak mau omong-omong waktu dia sedang bekerja,

karena pekerjaan dia bahaya sekali. Kalau tidak berhati-hati, nanti akan terluka oleh

mesin. Dia berkata, dia senang pekerjaan dia, tapi waktu dia sedang mengerjakan, dia

harus konsentrasi. Wah dia hebat sekali, karena tidak takut temperatur tinggi mesin itu.

Dia berkata, hari demi hari, dia memakai mesin itu, sampai sekarang sudah biasa.

19

Kompak

Kami mengikuti atasan mengelilingi pabrik itu. Pabrik itu ada beberapa bagian.

Waktu kami baru memasuki pabrik itu ada bagian manual. Tadi, sesudah kami melihat

mesin untuk menyetrika daun bunga, kami berpikir, sesudah daun bunga sudah siap akan

diapakan? Sekarang kami tahu, daun bunga akan dikirim ke bagian ini, supaya bisa

menjadi bunga-bungaan yang lengkap.Di bagian ini ada banyak perempuan yang sedang

membuat bunga-bungaan tanpa mesin. Mereka hanya memakai tangan untuk membuat

bunga-bungaan. Mereka membuat cepat sekali, seperti sudah lama sebagai pegawai di

pabrik itu.

Sesudah itu, kami melihat bagian mesin. Di situ

bahaya sekali karena ada banyak mesin, contohnya mesin

untuk membuat daun bunga, mesin jahit, dan mesin untuk

menyetrika. Di sana ramai sekali dan berisik, tapi semua

pegawai rupanya sudah biasa terhadap bunyi berisik itu.

Kami tidak bisa mendengar atasan sedang berkata apa, jadi

cepat-cepat pergi ke bagian yang lain.

Kami tiba di bagian untuk mewarnai kain supaya bisa menjadi bunga-bungaan. Di

sana tidak ada bunyi berisik, tapi ada sedikit bau. Di sana juga ada mesin yang besar

untuk mewarnai kain. Di sebelah mesin juga ada banyak macam bunga-bungaan yang

sudah siap. Wah, cantik sekali ya. Setiap bunga ada warnanya yang tidak sama.

Sesudah itu, kami cepat-cepat pergi ke toko di dalam pabrik untuk membeli

bunga-bungaan. Bunga itu tidak hanya cantik, tapi harganya juga murah. Tapi di toko itu

hanya bisa membayar dengan uang kontan, tidak ada cara pembayaran yang lain.

Atasan itu masih muda, dan mahir sekali. Dia tidak hanya mempunyai pabrik

bunga-bungaan itu, tapi juga mempunyai pabrik teh dan pabrik kecap. Pabrik teh di

sebelah pabrik bunga-bungaan.

Di Pabrik Teh...

Pabrik teh juga besar sekali seperti pabrik bunga-bungaan. Di pabrik ini juga

hanya perempuan, dan mereka memakai seragam berwarna biru.

Kami mewawancarai satu perempuan yang sedang membungkus teh ke dalam

kotak. Dia merasa malu, dan pada mulanya dia tidak mau diwawancarai. Namun setelah

kami berulang kali membujukkan dia, akhirnya dia setuju. Nama dia Ani dan baru bekerja

20

Kompak

di sini untuk enam bulan. Dia tinggal di Bintan dengan kakak sepupu dia. Bintan bukan

kota kelahiran dia, jadi keluarga dia tidak di Bintan. Umur dia baru 20 tahun. Sesudah

mendengarkan ini, kami merasa malu, karena kami lebih tua dari pada dia. Waktu dia

sedang bekerja dengan rajin, kami mengeluarkan uang untuk makanan yang mahal dan

pakaian yang mewah. Sesudah berbicara dengan dia, kami berjanji tidak bisa membuang

uang seperti dulu lagi.

Hampir semua perempuan di pabrik itu sedang membungkus teh ke dalam kotak.

Ani berkata, sesudah teh dibungkus, teh itu akan dikirim ke bagian packaging. Kami

membeli dua kotak teh dari toko. Nama teh itu Prendjak. Tadi kami sudah mencoba Teh

Prendjak di restoran, dan berpikir teh itu rasanya enak, jadi membeli dua kotak supaya

keluarga di Singapura bisa mencoba teh itu.

Di Pabrik Kecap...

Pabrik ketiga adalah pabrik saus tomat. Kalau mau dibandingkan dengan kedua

pabrik yang sudah kami kunjungi, pabrik ini lebih kecil. Di pabrik ini ada mesin yang

besar dan ada kira-kira lima pegawai yang sedang memakai mesin itu untuk memasukkan

saus tomat ke dalam botol. Pemandu wisata berkata, botol saus kecap akan didaur-ulang

sesudah saus tomat di dalam botol habis. Kami mendengar saus tomat ini di Indonesia

populer sekali. Pada mulanya kami mau membeli saus tomat itu, tapi barang-barang kami

terlalu berat, jadi tidak bisa membeli lagi.

Kami bertanya pemandu wisata, apa dia tahu pegawai di

pabrik ini gajinya berapa. Sayangnya, dia kurang tahu. Tapi dia

berkata sekarang di Indonesia, pemerintah memberi tahu

pengusaha harus mengikuti Upah Minimum. Artinya, pengusaha

di Indonesia harus memberi gaji kepada pegawai paling tidak

510.000 rupiah sebulan. Wah, pandai betul undang-undang ini

yang diberikan oleh pemerintah. Kalau seperti ini, atasan yang

jelek tidak bisa memberikan gaji yang terlalu kecil kepada

pegawai. 510.000 rupiah seperti 100 sing dollar. Kami berpikir, kalau dibandingkan

dengan Singapura, gaji pegawai di Indonesia benar-benar kecil.

Sesudah melihat pekerjaan di tiga pabrik itu, kami merasa, mungkin atasan pabrik

seharusnya membeli asuransi kepada pegawai dia, karena pekerjaan memang bahaya,

21

Kompak

contohnya pegawai yang sedang menyetrika kain untuk membuat daun bunga. Kalau

membeli asuransi, pegawai yang terluka dan atasannya tidak perlu kuatir tidak ada uang

untuk membayar ongkos doktor. Waktu pegawai sedang bekerja, mereka juga akan

merasa lebih selamat. Kami sangat mengharapkan pegawai di sini bisa bekerja di suasana

yang lebih selamat. Pokoknya, hal yang paling penting adalah keselamatan pegawai.

Berbelanja dan Makan Malam di Mal Ramayana

Sekitar jam 16:00 di dalam waktu Singapura, kami tiba Mal Ramayana. kami

hanya ada satu setengah jam untuk berbelanja di sana dan harus berkumpul lagi jam

17:30.

Mal itu hampir sama dengan malnya di Singapura. Di sana juga ada toko buku,

toko pakaian, toko musik, salon, supermarket, restoran dan lain-lain. Mal Ramayana

lebih kecil daripada malnya di Singapura karena hanya ada dua tingkat tetapi mal itu

bersih dan barang-barang yang dijual di sana murah sekali. Tadi di bis, Mas Ariyanto

bilang, "Singapura ada satu mal namanya Takashimaya, mal ini namanya

'Takashimurah'!" Iya, rupanya, barang-barang di sana amat murah, sampai kami membeli

banyak oleh-oleh dan merasa berbelanja untuk satu setengah jam tidak cukup. Akhirnya,

pemandu wisata memperpanjang waktu berbelanja di mal itu sampai jam 18:30.

Setelah kami selesai berbelanja, kami merasa lapar, haus dan kakinya juga merasa

capai, jadi kami makan di Restoran Ayam Charlie yang sudah kami temukan di malnya.

Restoran itu seperti Restoran Ayam Goreng Kentucky (KFC). Salah satu perbedaan

adalah Restoran Ayam Charlie menjual nasi tetapi Restoran KFC tidak. Kami mendengar

alasan itu adalah orang Indonesia biasanya makan nasi karena banyak tanah di desa

Indonesia ditanami dengan padi. Pegawai restoran juga tidak memberi alat-alat makanan

karena kebanyakan langganan restoran orang Muslim dan mereka tidak memakai sendok

untuk makan nasi. Jadi, kami harus meminta alat-alat makanan dari pegawai itu. Makanan

di sana enak sekali, khususnya ayam goreng, nasi goreng dan es teh yang semua sudah

kami coba. Kami makan sambil omong-omong dan beristirahat di sana sampai jam 18:30.

22

Kompak

Kembali ke Singapura

Kami naik bis wisata lagi dari Mal Ramayana kira-kira jam 18:45 dan harus tiba

terminal tambangan Tanjung Pinang secepatnya karena kami sudah terlambat. Kalau

tidak cepat sampai ke sana, tambangan yang terakhir akan berangkat tanpa kami.

Pemandu wisata, Mas Ariyanto, juga merasa tegang.

Tapi, kami beruntung sekali, karena perjalanan dari Mal ke terminal tambangan

tidak begitu jauh, hanya sepuluh menit, jadi kami masih bisa sampai ke sana sebelum

tambangan berangkat. Dari tambangan itu, Tanjung Pinang kelihatannya indah sekali.

Kami ingin sekali bisa di sana lebih lama.

Waktu di tambangan itu, makin lama langitnya makin gelap. Ada beberapa

mahasiswa berdiri bersama-sama di tingkat tambangan yang paling tinggi dan menikmati

angin laut dan bintang di atas langit. Wah, rasanya enak sekali. Tetapi, pada malam itu,

ombak lautnya amat besar sampai tambangannya tergoyang-goyang. Karena itu, ada

beberapa mahasiswa dan ibu guru badannya tidak merasa enak. Kepala mereka pusing

dan ingin muntah juga. Kasihan sekali! Tapi tidak ada pilihan, kami harus bertahan

sampai tiba di Singpura.

Akhirnya, kami tiba terminal tambangan Tanah Merah jam 21:15. Wah, semua

orang sudah capai dan ngantuk. Tetapi, kami masih merasa puas karena kunjungan itu

menarik sekali! Kalau ada kesempatan, kami akan pergi ke sana lagi.

Kesan, Opini dan Saran Kami

Kami merasa cuaca di Tanjung Pinang panas sekali karena sekarang musim panas.

Meskipun restoran Sangkuriang ada AC, kami masih merasa panas dan ingin sekali

temperaturnya bisa turun lagi. Namun lama-kelamaan, kami sudah lupa merasa panas

karena makanan di sana enak sekali. Makanan yang kami paling suka adalah kangkung

sambal dan sotong goreng.

Di Mal Ramayana, pada saat ada barang-barang yang harus kami bayar di kasir,

kami merasa agak kacau karena perhitungan uang Indonesia terlalu besar dan ada banyak

angka. Kami tidak biasa memakai uang yang begini banyak. Waktu kami bertanya

tentang harga barangnya, pegawai di sana menjawab terlalu cepat dan kami harus

meminta pegawai itu mengulangi jawaban. Wah, malu sekali. Tetapi, semua pegawai di

23

Kompak

sana ramah dan sabar waktu membantu kami. Kami merasa puas dengan pelayanan

mereka.

Sepanjang perjalannya, kami melewati banyak rumah dan orang-orang.

Kelihatannya, kehidupan orang-orang dan rumahnya sederhana dan tenang. Kehidupan

mereka benar tidak sama dengan orang Singapura. Kebanyakan orang Singapura bekerja

di kantor yang sudah ada AC. Sebaliknya, orang Tanjung Pinang menjadi petani atau

bekerja di pabrik dan kantor yang tidak semua ada AC. Kalau dibandingkan keadaan

pekerjaan di Singapura, keadaan pekerjaan di Tanjung Pinang lebih keras. Meskipun

kehidupan mereka keras, kami tidak mendengar mereka mengeluh ketika kami

mewawancarai mereka. Kami merasa sifat mereka kuat sekali.

Kami setuju bahwa pemandu wisata kami, Mas Ariyanto, bagus sekali. Dia tidak

hanya tampan, tapi juga ramah dan suka menolong. Lagipula, Bahasa Indonesia dia jelas,

jadi kami bisa mengerti dia berkata apa. Selain itu, dia tahu banyak tentang tempat yang

menarik di Tanjung Pinang. Kami sudah belajar lebih banyak mengenai Tanjung Pinang

dari dia. Tapi sayang sekali kami tidak kesempatan berbicara dengan sopir bis wisata.

Mungkin dia ada banyak pengalaman yang bisa diceritakan kepada kami, contohnya

bagaimana bisa tahu yang mana jalan dia bisa pergi karena kami menyadari jalannya

tidak ada tanda.

Dari kunjungan itu, kami sudah mengerti

lebih banyak tentang ibu guru dan teman kami.

Pokoknya, kami bisa melatih Bahasa Indonesia

karena kunjungan itu adalah kesempatan untuk

berbicara dengan banyak orang Indonesia,

contohnya, pemandu wisata, pegawai toko dan

pekerja di pabrik. Tapi sayang, kami hanya di sana

untuk enam jam, kunjungan terlalu pendek. Karena

tidak cukup waktu, kami tidak berkunjung ke pabrik

kerajinan tangan Nuansa Seni dan pasar yang sudah

ada di daftar acara. Saran kami, mungkin bisa

berkunjung ke dua-dua tempat ini sebelum ke mal

karena di Singapura juga ada mal tapi tidak ada

pabrik pekerjaan tangan. Lagipula, kami kira dua-

dua tempat ini adalah tempat khas Tanjung Pinang. Mudah-mudahan kami bisa

mengunjungi Tanjung Pinang lagi!

24

Kompak

Kunjungan ke

Tanjong

Pinang Chen Yee Farn

Chia Kit Mun, Maybeline Ong Yanchun

Kami, mahasiswa dari BI3, berkunjung ke Tanjung Pinang, salah satu kota di

Pulau Bintan. Kelas kami berkumpul di Tanah Merah Ferry Terminal dulu. Kami pergi

ke Tanjung Pinang naik ferry dari sana.

Kota yang kami kunjungi, namanya Tanjung Pinang, adalah kota yang terpenting

di Bintan. Dulu, Tanjung Pinang menjadi Ibukota Propinsi Riau, tetapi Ibukota

dipindahkan ke Pekanbaru waktu tahun 1959. Sekarang, Tanjung Pinang masih pusat

perekonomian dan administrasi, teristimewa sejak Puala Bintan menjadi lokasi wisata.

Di Tanjung Pinang, kami bisa melihat situasi moderen dan tradisional. Ada

banyak gedung baru dan moderen, seperti bank, wartel dan perusahaan-perusahaan,

sedangkan ada juga rumah-rumah dan toko-toko yang tua.

Waktu tiba Tanjung Pinang, kita merasa bergairah. Cuacanya bersama dengan

Singapura, juga panas. Kami naik dua bis berkeciling bukit itu. Pertama cara untuk hari

itu adalah makan siang di Restoran Sangkuriang. Makanan di sana kebanyakan digoreng,

25

Kompak

pedas dan asam serperti kangkong sambal makanan khas di restoran adalah sup sayur

asam. Menurut kami, mereka senang makanan goreng dan pedas sebaiknya orang-orang

di Singapura sadar tentang kesehatan, hanya makan sedikit makanan itu karena takut

kalau makan banyak, nanti kolestrol tinggi atau kena masalah hati dan kebanyankan

wanita di sini juga takut gemuk. Orang Indonesia juga senang makan buah-buahan seperti

semangak dan nanas karena cuaca di sana pana sekali jadi makan buahan supaya badanya

dingin.

Sesudah makan siang, kami pergi ke Pabrik Tempe. Diluar pabrik itu juga ada

toko kecil untuk menjual makanan yang dibuat mereka serperti keripik pisang, tapioca,

tempe dan lain lain. Keripik yang paling banyak adalah Tempe goreng. Ada empat proses

dalam cara untuk membuat Tempe goreng. Pertama, pegawai memotong tempe. Kedua

adonan akan diggoreng. Sesudah itu, tempe ditimbang dan dibungkus dalam paket.

Selain Tempe itu, mereka juga menggoreng dan menjual makanan yang lain seperti

keripik pisang, tapioca, tempe dan lain lain. Waktu teman-teman makan itu, semua

berkata bukan main enaknya! Bisa kelihatan, Pabrik Tempe kebanyakan memakai dengan

tangan. Lingkungan di sana tidak begitu bersih dan tidak cukup peredaran udara.

Waktu kami sampai di Pabrik Bunga Plastik, kami melihat kebanyakan pegawai

perempuan. Kata pegawai, karena pekerjaan di sana ringan jadi cocok untuk perempuan.

Dulu, kami kira membuat bunga plastik mudah, tetapi susah sekali sebenarnya. Proses

tidak hanya banyak tapi juga susah. Mula-mula, bahan-bahan untuk membuat bunga

plastik akan diwarnai dengan zat warna. Habis itu, pegwai akan memotong bahan-bahan

itu dengan rupa yang cocok. Kemudian, bunga akan ditekan memakai catakan. Lalu,

pegawai menghubungkan bunga dengan batang. Akhirnya, bunga harus dibungkus dalam

paket untuk ekspor ke Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Keistimewaan di Pabrik Teh adalah kerbersihan dan kesehatan. Pegawai tidak

hanya harus memakai serangam pabrik dan tutup kepala, tapi juga harus membersihkan

halaman pabrik sesudah kerja. Beberapa mengerjakan pegawai berdua atau sendirian.

Cara di sana adalah membungkuskan teh dan kopi bubuk dengan mesin. Semua paket

dimasukkan dalam kotak kecil dengan tangan pegawai.

26

Kompak

Pabrik Saus Tomat yang paling kecil. Di sana, pegawai juga memakai seragan

paberik. Pendapat kami pekerjaan di sana yang paling ringan. Karena mereka punya

orang yang lain untuk memasak saus. Jadi pegawai di sana hanya memasukkan saus

dalam botol khusus dengan tangan. Pabrik itu membuat kira-kira 500 botol setiap hari.

Mereka juga memakai botol kosong lagi jadi bisa daur luang dan melestarikan

lingkungan.

Kami kira penduduk di Bintan bangun pagi-pagi setiap hari karena orang-orang

mulai bekerja di pabrik dari jam tujuh , pagi sekali yah. Mereka bekerja sampai jam tiga

siang, mungkin tidur pagi-pagi juga. Kalau dibandingkan dengan Singapura, mereka di

sana tidak ada banyak “hidup malam”, karena mereka harus bangun pagi untuk bekerja.

Meskipun kami hanya di Bintan sehari, kami merasa hidup(Langkah) lebih pelan.

Mungkin kehidupan di sana cukup sederhana dan tidak banyak kemauan yang tinggi, jadi

orang-orang di sana lebih bahagia. Kalau dibandingkan dengan Bintan, kehidupan di

Singapura sering cepat dan kami merasa ‘stress’ atau cemas masalah di perkerjaan atau

keluarga, gaji, pendidikan dan lain-lain. Ongkosnya kehidupan mereka lebih rendah.

Harga makanan, baju, rokok dan barang-barang yang lain juga lebih murah dari pada itu

di Singapura. Barangkali rokok murah, jadi di sana banyak orang merokok, mereka tidak

sadar tentang kesehatan.

Acara untuk hari itu sampai kira-kira jam tujuh malam. Meskipun capai tetapi

kami menikmati sekali . Dari kunjungan ini, kami sudah mengetahui banyak tentang

kehidupan di Tanjung Pinang. Kagum sekali, kami hanya beberapa jam di sana. Kalau

ada kunjungan lain kali, lebih baik kalau bisa menginap di sana.

27

Kompak

Kunjungan ke Bintan

(Tanjung Pinang)

Seth Tan Sim Song Wee

Pada tanggal 28 Februari waktu liburan, kami sama teman-teman kami

mengunjungi Pulau Bintan. Itu adalah “perjalanan lapangan” untuk para mahasiswa dari

kelas Bahasa Indonesia 3. Pagi-pagi, kami berkumpul di Terminal Feri Tanah Merah

untuk naik feri dari Singapura ke Pulau Bintan. Perjalanannya makan waktu kira-kira dua

jam kurang seperempat. Kami tiba di Pulau Bintan pada jam 12.15 siang.

Ketika kami sampai di sana, di Terminal Feri Tanjong Pinang, kami diterima oleh

seorang pemandu wisata, bernama Mas Ariyanto. Dia mengantar kami ke tempat-tempat

seluruhnya hari itu dengan naik dua bis kecil. Mas Ariyanto bersabar sekali kepada kami

dan berusaha menjawab apa pertanyaan yang kami punya tentang tempat itu. Di dalam

bis, dia menerangkan tempat-tempat sekeliling Kota Tanjung Pinang yang kami lewati.

Menurutnya, Pulau Bintan ada di Kepulauan Riau dan Kota Tanjung Pinang adalah kota

yang terbesar di Kepulauan Riau. Luas daerah Bintan 1100 ribu km2. Jumlah penduduk di

Tanjung Pinang 90,000 orang. Cuacanya di Pulau Bintan seperti di Singapura. Di sana,

ada dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Waktu musim kemarau,

penduduk-penduduk yang tinggal di tempat perbukitan sulit sekali mendapat air minum.

Waktu ditanyakan tentang keadaan penduduk lokal, Mas Ariyanto bilang bahwa

kebanyakan penduduk di Bintan bekerja sebagai tukang kilang. Pengurus dan pemilik

perusahaan harus pergi ke Pekan Baru naik pesawat karena tempat ini sepi dan masih

tidak moderen. Bangunan-bangunan di Bintan tidak tinggi kalau dibandingkan dengan

bangunan-bangunan di Singapura. Tetapi, di bandingkan kontras dengan harga memilik

bangunan (perumahan atau pengusahaan) di Singapura, harganya di Bintan lebih murah.

28

Kompak

Contohnya, sebuah rumah kedai di Bintan yang termasuk tanah kira-kira berharga 250

sampai 300 juta rupiah, padahal sebuah perumahan pemerintah Singapura berharga

paling tidak 20 kali harga itu. Wah, biaya hidup di Bintan sungguh lebih murah daripada

biaya hidup di Singapura! Pantas banyak orang Singapura suka membeli properti di

Bintan.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Restoran

Sangkuriang. Kami diantar langsung ke restoran itu dari terminal

ferinya. Walaupun beberapa dari kami tidak begitu lapar karena

sudah makan banyak di atas feri, kami masih bisa menghabiskan

semua makanan yang dihidangkan kepada kami. Restoran itu

menyediakan makanan Sunda. Rasa makanannya lumayan enak

dan tidak begitu bagus seperti yang dibayangkan. Lepas makan, kami mengantuk sekali

dan tidak semangat. Kami mempunyai kesempatan untuk omong-omong dan santai

sebelum berangkat ke Pabrik Keripik Tempe, yang adalah perhentian kami yang

berikutnya.

Di Pabrik Keripik Tempe, kami

diberitahu bahwa pengurus pabriknya berasal

dari Jawa barat. Kata pengurus itu, bahan kasar

untuk proses produksi keripik dibeli dari pabrik

lain yang di dekat pabriknya. Lalu, tukang-

tukang goreng bahan kasar itu sampai itu

menjadi keripik goreng. Setelah itu, keripiknya akan dibungkus dan dikirim ke daerah

lain untuk dijual.

Selepas waktunya di pabrik Tempe, kami berangkat

ke pabrik bunga plastik dan teh. Kedua pabrik ini memakai

tiga ratus tukang dan mesin bunga. Menurut menejer pabrik,

itu adalah syarat pemerintah paling tidak memakai beberapa

orang untuk memproduksi. Sebabnya kalau hanya pakai

mesin, ongkos akan lebih mahal dan orang-orang yang tinggal di daerah itu akan susah

dapat pekerjaan. Kalau begitu, kehidupan mereka akan lebih sulit. Perbuatan bunga

plastik dan teh diekspor ke luar negeri, seperti ke Amerika.

29

Kompak

Kemudian itu, kami juga mengunjungi

pabrik kecap. Kecap memakai botol kaca karena

bisa disimpan lama dan tidak mudah rusak. Botol

kaca yang terisi dengan kecap akan dikirim ke

mana-mana untuk jualan. Sekalinya beres, botol

kaca ini akan dikumpul balik ke pabrik dan

dipakai lagi. Waktu kami di pabrik itu, kami

melihat-lihat proses membuat ketcup. Kami terkejut dan merasa mual ketika kami

mendengar seorang tukang pabrik bilang bahwa kadang-kadang ada ular di dalam mesin

yang dipakai untuk membuat ketcup. Tetapi menurut menejer pabrik, cap ketcup itu

terkenal di daerah Bintan. Penduduk-penduduk suka makan hasil ketcup dari pabrik itu.

Mereka lebih senang membeli buatan tempatan karena uang tidak akan dikeluarkan ke

luar negeri dan tempat ini akan maju lebih cepat.

Tempat akhirnya yang kami kunjungi adalah Mal Bintan.

Kami diberikan kira-kira satu setengah jam untuk berbelanja.

Pemandu wisata mengatakan bahwa mal itu adalah seperti Mal

Takashimaya di Singapura. Barang-barang di Mal Bintan tidak

begitu murah. Waktu kami mau memilih dan menbeli apa oleh-oleh,

kami harus memikirkan berapa harga barang itu kalau ditukar ke

dollar Singapura. Sakit sekali kepala kami karena nilai uang Indonesia tinggi sekali.

Setelah memuaskan hati kami dengan berbelanja, kami pulang ke Singapura pada

waktu sore. Semua mahasiswa sudah capai tetapi merasa gembira. Kami mengharapkan

kelas bahasa Indonesia akan mengorganis lain tur-tur seperti ini ke tempat asyik di

Indonesia.

30

Kompak

Foo Wenxin Lim Wei Ling

Tiong Le Phing

Tanjung Pinang, salah satu kota di Bintan, merupakan kota pelabuhan terbesar di

kepulauan Riau. Di sana ada dua musim, kemarau dan hujan. Suhunya biasa 34-35

derajat. Kalau dibandingkan dengan Singapura, cuaca di Tanjong Pinang lebih panas dan

pemandangan tidak begitu indah. Perjalanan ke sana dari Singapura makan waktu dua

jam naik ferry.

Sangkuriang Restoran Waktu kami sampai di

Stasiun Ferry Tanjung Pinang,

tempat yang kami kunjungi pertama

adalah Sangkuriang Restoran untuk

makan siang. Wah, pelayan di

restoran itu efisien sekali karena

kami baru duduk di kursi, makanan

sudah ditaruh dengan cepat di depan

kami. Walaupun di sana ada AC,

kami

Makanan di restoran..hmm...sedap! masih tidak merasa dingin, mungkin udara terlalu panas sampai ada AC juga tak berguna.

31

Kompak

Sebenarnya kami tidak merasa lapar karena masih kena mabuk laut, tetapi

secepatnya melihat makanan yang kelihatan enak dan menarik, kami lapar sekali! Semua

makanan seperti nasi, goreng ikan cumi-cumi, goreng ikan, kangkung tumis dan ayam

enak sekali, terutama teh yang dibuat setempat! Walaupun makanan itu bisa dicari di

Singapura, tetapi rasanya lebih enak dan unik. Sedikit demi sedikit semua makanan

dihabiskan masuk ke perut kami.

Paberik Keripik Tempe

Wah, banyak barang-barang

murah ya!

Sesudah makan, kami langsung ke Paberik Keripik Tempe. Paberiknya tidak hanya

membuat tempe, tapi juga menjual banyak macam-macam keripik di sana. Kami pergi ke

dapur yang di belakang paberiknya untuk melihat tempe digoreng, semuanya buatan

tangan. Kami merasa tertarik sekali karena di Singapura biasanya tidak bisa melihat

keadaan yang begini. Di Singapura, hampir semuanya dibuat oleh mesin. Wah bukan

main panasnya di dapur! Tidak tahu bagaimana pegawai di sana bisa tahan, mungkin

mereka sudah biasa. Selain itu, kami juga coba keripiknya, semuanya enak!

Menurut bosnya, perusahaannya adalah urusan keluarga, jadi semua pegawai di

sana adalah saudaranya. Memang bagus kalau begini karena hari demi hari, hubungan

mereka akan lebih baik kalau mereka selalu bersama-sama. Waktu kami berangkat dari

paberiknya, kami sudah basah dengan keringat karena tempatnya memang panas. Tetapi,

kami merasa senang karena sudah membeli banyak tempe dan keripik yang enak dan juga

menikmati omong-omong dengan pegawai di sana.

32

Kompak

Paberik Bunga Buatan

Anda pernah berpikir

bunga buatan yang berwarna-

warni bagaimana dibuatnya?

Sesudah pergi ke paberik bunga

buatan, kami mengetahui

jawaban ini. Mula-mula, kain

yang warna susu dipotong oleh

mesin-mesin diubah menjadi

macam-macam bentuk. Habis itu,

kain itu akan dicelupkan dan

dikukus supaya warnanya tidak

luntur. Tambahan pula, pegawai

harus melipat kain dan

menambatkan tangkai supaya bisa membuat satu tangkai bunga. Bunga yang diselesaikan

akan diekspor ke Honolulu atau negara yang lain.

Bunga yang diselesaikan, cantik ya?

Kebanyakan laki-laki biasanya memberikan bunga segar kepada pacar mereka.

Kami kira kalau sesudah mereka berkunjung ke paberik itu mungkin akan merubah

pendapat mereka karena bunga buatan di sana kelihatan sangat asli dan berwarna-warni

seperti bunga segar. Kami merasa kaget waktu kami tahu semua bunga

itu dibuat oleh pegawai dengan tangan.

Tempe yang dipotong dan digoreng.

33

Kompak

Menurut kami, kebanyakan paberik di Singapura memakai mesin untuk membuat

produk supaya buatan diselesaikan lebih cepat. Kalau dibandingkan dengan Indonesia,

mungkin kehidupan di Indonesia lebih pelan jadi bisa membuat buatan dengan tangan.

Pegawai di sana juga sabar sekali karena mereka bisa duduk di sana setiap hari melipat

bunga, seandainya kami di dalam keadaan mereka, kami akan merasa sangat bosan dan

capai!

Paberik teh dan saus tomat

Ini pertama kali kami

pergi ke paberik teh dan saus

tomat. Perkunjungan ke sana

memperluas pengetahuan

kami. Di paberik teh, kami

bisa melihat teh dibungkus

dalam kotak atau paket.

Waktu kami sampai di sana,

serta merta

Teh yang dibungkus oleh pegawai.

bisa membaui keharuman teh itu! Wah, sedap sekali! Kami juga mendengar dari pegawai

teh itu sebenarnya untuk dijual di Bandung tapi dibuat di Bintan saja, apalagi teh itu

hanya dijual di Indonesia dan tidak diekspor ke negeri yang lain.

Paberik saus tomat tidak hanya membuat

tomat tapi juga membuat sambal. Pegawai di sana

berkata kalau sos tomat yang dibeli oleh

langganan sudah habis, langganan hanya perlu

mengembalikan botol kosong itu ke paberik dan

mereka akan menerima satu botol dengan

harganya yang lebih murah.

Kami merasa kaget waktu kami

mendengar semua paberik milik satu keluarga ya!

Kalau kami bisa bekerja di sana, siapa tahu mungkin kami bisa menjadi jutawan!

34

Kompak

Kami juga merasa ganjil kenapa kebanyakan pegawai yang bekerja di paberik itu

adalah perempuan? Pekerjaan di paberik seharusnya lebih cocok untuk laki-laki. Mungkin

pekerjaan di paberik itu tidak begitu berat jadi perempuan juga bisa kerjakan.

Mal Tanjung Pinang

Sesudah berkunjung ke tempat-

tempat tersebut, pemandu wisata kami

yang bernama Ariyanto, membawa kami

ke mal Ramayana (“Takashimurah”), mal

yang paling besar di Tanjong Pinang.

Semua barang-barang dijual di sana lebih

murah dibandingkan dengan barang-

barang di Singapura. Sesudah berbelanja

dan makan malam, kami berkumpul untuk

naik bis kembali ke Stasiun Ferry. Wah, malnya benar-benar menarik sampai kami tidak

terasa sudah dua jam di sana!

Benar-benar, perjalanan ke Tanjung Pinang memang adalah perjalanan yang

sangat bagus untuk kami. Kami belajar banyak tentang kehidupan orang-orang Indonesia

dan kebudayaan mereka. Kami mau berkata terima kasih kepada banyak orang-orang

terutama pemandu wisata kami karena dia bercerita banyak infomasi tentang Tanjung

Pinang kepada kami dan selalu sabar dengan pertanyaan kami.

Selain itu, apa yang juga menyenangkan kami adalah kami menyadari kami bisa

berkomunikasi dengan orang-orang di sana! Meskipun tidak bisa mengerti semua

percakapannya, tapi sudah cukup. Kami senang karena semuanya kami belajar dalam

Bahasa Indonesia adalah berguna. Terima kasih juga kepada guru-guru kami untuk

mengajar kami!

Kami mengharapkan bisa ke Indonesia lagi dan mudah-mudahan lain kali kami ke

sana bahasa Indonesia kami akan lebih lancar!

35

Kompak

MARI KITA MENGUNJUNGI TANJUNG PINANG! ESTHER, DENISE DAN ICE

Pada pagi hari jam 9, tanggal 28 Februari, kami berkumpul di Terminal Feri

Tanah Merah. Siswa-siswa dari kelas BI 3, BI 4 & BI 6 akan pergi ke Pulau Bintan

sehari, mengunjungi kota utamanya, kota Tanjung Pinang.

Setelah prosedur-prosedur yang lancar di pabean, kami naik feri selama 2 jam dan

sambil itu, kami lewat beberapa pulau yang saling mirip. Cuaca hari itu baik sekali dan

juga cerah. Tapi di geladak kapal, angin agak kencang sampai rambut orang yang ke

geladak semua berantakan.

Tiba di Pelabuhan Tanjung Pinang (Port Sri Bintan Pura), pemandu wisata kami,

Ariyanto, pertama-tama berkata untuk menyimpan paspor dengan hati-hati. Sesudah

semua siswa berkumpul, kami menuju ke tempat penitipan mobil naik bis wisata ke

Restoran Sangkuriang makan siang.

Kelompok mahasiswa NUS mengisi separuh restoran yang kami datangi. Pelayan

di sana ramah dan makanannya bermacam-macam dan enak. Masakan-masakan termasuk

sayur tumis, sayur asam, ayam goreng, ikan, cumi-cumi dan tahu. Banyak sekali! Kami

makan sampai kenyang. Lalu, kami naik bis wisata lagi ke pabrik tempe.

Sekitar jam 1:30 (jam Indonesia), kami tiba di

toko Keripik tempe. Toko tempe itu dibuka sejak

1996. Sekarang, ada 16 orang pekerja bekerja di toko

tempe itu. Setiap hari, toko tempe bukanya jam tujuh

pagi dan tutupnya jam empat sore kecuali hari

minggu. Di toko tempe ada banyak macam-macam

tempe seperti keripik bayang, keripik kacang, tempe pisang dan lain-lain lagi. Harga

tempenya tidak mahal, kira-kira Rp10,000 sebungkus, lagipula tempenya enak sekali.

Oleh karena itu, banyak turis senang membeli tempe sebagai oleh-oleh. Terutama ibu-ibu

kelas kami membeli banyak bungkus tempe. Tapi, ingat Ibu, tempe itu tidak sehat karena

kolesterolnya tinggi!

36

Kompak

Di belakang toko ada sebuah dapur untuk

membuat tempe. Toko tempe itu adalah perusahaan

keluarga, jadi kebanyakan pekerjanya dari keluarga s

Contohnya, Nani dan Tempu, mereka adalah sepupu

sudah bekerja di toko tempe itu selama tiga tahun.

Menurut mereka, mereka senang bekerja di toko tempe

karena pekerjaan di toko tempe tidak sulit. Lagipu

mereka tidak perlu membuat tempe sendiri, mereka

hanya memotong dan menggoreng saja. Untuk ibu-ibu

yang bekerja di sana, mereka senang sebab suka makan

tempe.

ama.

dan

la,

Bos toko tempe masih muda dan orangnya ramah sekali. Dia bilang, mula-mula

perusahaannya susah sekali. Mereka menjual tempe di toko kecil dan tidak laku karena

tempenya tebal dan keras. Meskipun perusahaannya susah, dia tidak berputus asa. Jadi dia

coba membuat tempe yang lebih enak. Dia memotong tempenya sampai tipis supaya itu

lebih lembut dan juga lebih mudah digoreng. Sekarang, tempenya tidak hanya tipis,

lembut dan enak tapi juga laku sekali di luar negeri.

Setelah kunjungan pabrik tempe, kami berkunjung ke pabrik bunga plastik, teh

dan kecap. Semua pabrik diolah sama satu pemilik pabrik.

Dari kunjungan, kami belajar cara-cara memproduksikan bunga plastik dan

membungkus teh dan kecap. Kami juga diberitahu oleh pegawai bagaimana bikin bunga

itu yang akan diekspor ke luar negeri ke tempat-tempat seperti Singapura dan Hawaii.

Kami mendapat informasi tentang pabrik dan

cara-cara produksi dari wawancara dengan pegawai-

pegawai. Kebanyakan yang bekerja di situ adalah wanita

karena pekerjaannya tidak berat. Pegawai lelaki yang

kerja di situ mengangkuti kardus yang berat. Yang kerja

di situ rata-rata masih muda. Salah satu yang kami wawancarai adalah seorang pegawai

yang bernama Murima. Umurnya tujuh belas tahun dan menyatakan bahwa dia sudah

bekerja di pabrik bunga plastik tiga tahun.

Mereka senang bekerja di pabrik itu karena merasa santai dan tidak bosan, sebab

mereka sering berganti tugas setiap bulan. Gaji mereka rata-rata dua ribu empat ratus

sehari. Pekerjaan mulai jam delapan pagi sampai jam tiga sore; enam hari seminggu dari

Senin sampai Sabtu.

37

Kompak

Waktu kami tahu gajinya hanya dua ribu empat ratus sehari, kami merasa kaget.

Kok gajinya sedikit sekali? Murima bilang gajinya cukup karena biaya hidup di sana

tidak tinggi.

Dari observasi kami, pegawai pabrik selalu

mempraktekan ilmu kesehatan. Contohnya adalah

pegawai pabrik harus memakai seragam yang bersih.

Selain itu, kalau rambutnya panjang, harus diikat.

Setelah mengunjungi pabrik, kami boleh beli barang-barang yang dibikin di

pabrik. Kami tidak begitu tertarik pada barang-barang itu jadi tidak belanja banyak.

Tempat berikut ini adalah Mal Ramayana.

Mal Ramayana rupanya agak sepi. Barangkali hari itu hari Jum’at, orang-orang

masih sedang bekerja. Mal itu luasnya besar dan ada dua lantai. Toko-tokonya banyak –

ada yang menjual baju, buku, makanan, tas, VCD, dan lain lain. Dan juga ada arcade,

salon, dan sebuah tempat untuk memotret orang! Walaupun barang-barang di mal itu

murah, tapi qualitasnya tidak begitu baik. Kebanyakan mahasiswa NUS langsung pergi ke

toko buku di sana untuk membeli kamus Bahasa Indonesia. Kalau dibandingkan dengan

kamus Bahasa Indonesia yang dijual di Singapura, kamus dijual di mal itu lebih murah

dan pilihannya lebih banyak. Kami tinggal di mal itu agak lama – orang Singapura

memang senang berbelanja.

Pada jam 6:30, kami berangkat secara buru-buru supaya naik feri terakhir hari itu.

Ketika naik feri, langit sudah agak gelap. Malam itu laut berombak besar, membuat kapal

laut tergoyang-goyang dan beberapa orang mabuk laut. Akhirnya, waktu kembali ke

Terminal Feri Tanah Merah lagi, sudah jam 9 lebih. Semua orang sudah merasa lelah.

Kami merasa senang bisa mengunjungi Tanjung Pinang walaupun perjalanan itu

sedikit tergesa-gesa. Tapi, kami masih mengharapkan kesempatan pergi ke tempat yang

lain di Indonesia yang indah.

38

Kompak

Liburan Di Batam

- Adrian Tay -

Liburan saya ke Batam Juni yang lalu adalah kunjungan pertama saya ke

Indonesia. Baru-baru itu, beberapa teman saya lulus dari universitas jadi ingin ke luar

negeri sebelum mendapat pekerjaannya. Sebenarnya kami tidak punya banyak uang.

Namun demikian, kami justru mau libur bersama soalnya kami takut kalau tidak ada

kesempatan lagi. Kebetulan ada salah satu iklan di surat kabar mengenai paket tur ke

Batam ongkosnya hanya enam puluh lebih Singapura dollar untuk dua hari. Apalagi,

penginapan semalam, makanan pagi dan pulang karcis dengan ferry juga termasuk.

Bukan main murah ongkos liburan itu. Secepatnya tanpa membuang waktu lagi, kami

berusaha meminjam uang dari orang tua atau saudara.

Perjalanan ke Batam melalui ferry tidak begitu lama, kira-kira hanya tiga-

perempat jam. Waktu datang di hotel itu yang kelihatan mewah dari luar, perasaan saya

asyik sekali, seperti ada banyak hal yang menunggu untuk saya temukan. Tapi kami

sedikit putus asa waktu pemintaan kami untuk menginap di kamar yang di lantai tinggi

tidak bisa dipenuhi. Sayang sekali semua kamar dengan pemandangan yang terbaik sudah

habis. Biarpun, kamar yang diberi kepada kami juga cukup enak untuk semua lima orang.

Sesudah membereskan barang kami di kamar hotel, kami ikut bis yang disediakan

hotel ke kota. Di sana ramai sekali, ada banyak warung sepanjang jalan utama. Segala

macam barang dijual di pasar seperti makanan, minuman, pakaian, mainan, sepatu, alat

rumah tangga dan lain-lain. Meskipun beberapa orang di antara kami sudah ikut kursus

bahasa Indonesia, kami masih terlalu takut dan malu untuk melanjutkan percakapan.

Soalnya kebanyakan orang lokal tidak bisa berbahasa Inggris, kami hanya bisa memesan

39

Kompak

makanan melalui gambar. Yang lucu lagi adalah waktu kami menawar harga barang yang

kami inginkan. Saya merasa seakan-akan ayam bercakap dengan angsa.

Makanan pagi gratis yang termasuk di paket tur adalah hal penting dalam

liburanitu. Waktu kami diberitahui bahwa segala macam makanan lokal akan

disajikan,kami tiba-tiba berubah menjadi binatang tamak. Saya tidak membayangkan

bagaimana cara kami menyelesaikan semua makanan yang ditaruh di piring kami.

Rupanya kami terlalu kenyang sampai susah berjalan kembali kamar. Selain makanan

gratis itu, fasilitas hotel yang lain juga hebat sekali, seperti kolam renang, Jacuzzi dan

Karaoke. Saya yakin kami menikmati semuanya dengan sempurna

Baru dua hari di Batam, kami sudah merasa capai. Alasannya selama dua hari,

kami belanja dan mengunjungi tempat-tempat yang menarik, hanya berhenti waktu harus

naik ferry kembali. Meskipun liburan itu amat pendek, pengalaman itu tidak mudah

dilupakan. Batam mengingatkan saya pada Singapura dahulu dan membawa banyak

ingatan masa anak-anak saya. Saya pasti menceritakan semua kebagiaan-kebahagiaan

yang dialami sepanjang liburan ini kepada teman akrab saya waktu pulang. Barangkali

saya bisa datang lagi lain kali.

40

Kompak

Dua Minggu di Jakarta

- Junjun -

Juni yang lalu, saya mengikuti kamp di Indonesia. Kami tinggal di sana untuk dua

minggu di rumah teman kami yang terletak di Green Garden, Jakarta Barat. Kami pergi

ke sana untuk mencat dua gedung Sekolah Dasar. Lagipula kami mengajar bahasa Inggris

dasar dan memberi alat-alat pelajaran kepada murid-murid di sana. Kebanyakan kami

yang mengikuti jasa kemasyarakatan itu adalah mahasiswa yang belajar di NUS. Saya

terkesan dengan mereka karena mereka memutuskan untuk membuang dua minggu dari

liburan mereka untuk membantu orang-orang miskin di luar negeri. Sebaliknya, orang

biasa tidak repot-repot. Pasti mereka mempunyai sifat-sifat baik yang bisa dicontoh.

Bilang salah satu dari mereka: lebih menyenangkan memberi daripada menerima.

Kami bekerja di sana dengan beberapa sukarelawan lokal. Mereka mahasiswa

di universitas di Jakarta. Hanya ada dua orang yang baru lulus dan sedang mencari

pekerjaan. Sebenarnya, semuanya ada kelas waktu itu. Saya kagum mereka soalnya

meskipun mereka sibuk dengan pelajaran mereka, masih mau membantu kami. Mereka

sangat bermanfaat terutama karena kami tidak bisa berbicara dalam Bahasa Indonesia.

Jadi kami perlu mereka untuk penterjemahan.

Minggu pertama kami pergi ke Sekolah Dasar di Teluk Naga yaitu di sebelah

utara dari Jakarta. Itu daerah squatters dekat pabrik baja. Jadi sekelilingnya kotor sekali,

anginnya tidak segar dan baunya tidak enak. Semua rumah di sana hanya sementara dan

tidak bagus. Lagipula ada sungai di sana tidak bisa mengalir lagi karena sangat kotor

dengan banyak sampah yang dibuang di sana. Teman-teman saya heran melihat tempat

seperti itu. Mereka tidak bisa membayangkan bekerja di sana. Namun demikian mereka

tidak mengeluh. Untuk saya, saya sudah biasa tempat-tempat seperti itu karena ada

banyak tempat di Filipina yang keadaannya sama dengan tempat itu. Negara saya dan

Indonesia masih ada banyak masalah jadi seluruh masyarakat harus membantu

mengubahnya. Saya yakin kalau ada orang seperti sukarelawan yang membantu kami,

masih ada harapan untuk perubahan meskipun sepertinya tidak mungkin.

41

Kompak

Sekolah itu terlalu kecil. Ada hanya dua

ruang kelas. Kalau saya tidak salah, bangunannya

hanya lima belas meter persegi. Murid-murid yang

belajar di sana adalah orang miskin yang tidak

mampu belajar di sekolah umum yang dijalankan

oleh pemerintah Indonesia. Ada hanya satu guru

yang mengajar semuanya. Guru itu bilang,

kebanyakan murid-murid di sana mencari pekerjaan

sesudah mereka lulus. Tidak melanjutkan untuk

Sekolah Menengah karena sebaiknya kalau mereka bisa membantu orang tua mereka

mendapat uang untuk nafkah. Kasihan sekali bahwa mereka tidak bisa mendapat

pendidikan yang bagus seperti di sini. Soalnya, saya percaya bahwa semua orang harus

mendapat pendidikan paling tidak sampai Sekolah Menengah. Meskipun pendidikan

yang tinggi tidak perlu untuk berhasil, itu lebih baik supaya lebih mudah ketika mencari

pekerjaan.

Foto kelompok dengan murid-murid di sebuah sekolah dasar di Teluk Naga

Minggu kedua, kami pergi ke desa di

Teluk Gong. Itu ada di sebelah selatan dari

Jakarta kalau saya ingat benar. Kami juga

membantu mencat sebuah sekolah dasar di sana.

Kalau dibandingkan di Teluk Naga, di sana lebih

bersih dan pemandangannya lebih indah. Saya

menikmati bekerja dan mengajar dengan anak-

anak di sana. Sambil satu kelompok berkerja,

kelompok yang lain mengajar Bahasa Inggeris

dasar atau bermain dengan murid-murid di sana.

Kadang-kadang mereka membantu kami mencat juga.

Mengajar Bahasa Inggris kepada murid-murid di Teluk Gong

Perjalanan ke kedua sekolah meletihkan sekali. Paling tidak satu dan setengah

jam dari rumah yang kami tinggal dalam bagian pinggir kota di Jakarta Barat. Lagipula

supaya sampai di sana, kami harus melewati jalan yang tidak diaspal. Jadi perjalanannya

penuh lonjakani. Kami mengalami hal ini setiap hari kapan saja kami pergi ke sana atau

pulang dari sana. Saya kagum semua orang Singapura. Karena mereka tidak mengeluh

42

Kompak

43

sama sekali. Mungkin mereka sudah biasa perjalanan yang keras waktu mereka di tentara

Sinapura untuk servis nasional.

Kami pergi ke sana naik mobil dan van dari teman sukarela Indonesia kami.

Bukan main mereka tahu bagaimana menyetir. Teman orang Singapura saya kagum

mereka bisa menyetir meskipun lalu lintas di sana tidak baik. Orang-orang Singapura

tidak bisa membayangkan jalan seperti di sana. Bilang mereka, kalau Anda tahu

bagaimana menyetir di Indonesia, Anda bisa menyetir di mana saja.

Sesudah bekerja kami pergi ke Bandung untuk berekskursi. Bukan main jauh

dari Jakarta. Di sana kami berbelanja dalam beberapa factory outlets. Kami senang

karena harga barang-barang di sana murah sekali dan kualitasnya bagus juga. Sebelum

datang ke sana, kami melawati Puncak. Cuacua di sana sejuk dan segar sekali merasa

seakan-akan semuanya diperlengkapi dengan alat pendingin.

Kami pergi ke Taman Mini Indonesia

Indah juga. Namun demikian kami tidak bisa

melihat semua tempat menarik di sana karena

sudah sore waktu kami datang ke sana. Meskipun

begitu, kami masih mengunjungi beberapa acara

yang bagus. Itu cara yang baik untuk mempunyai

gambaran di daerah Indonesia yang lain. Jalan-jalan dengan teman-teman saya di Taman Mini Indonesia

Wah, pengalaman saya di sana hebat sekali! Saya mempelajari beberapa

pelajaran yang penting dalam kehidupan seperti kepentingan dan tidak memikir hanya

sendiri. Pandangan saya juga menjadikan terang sesudah saya bekerja dan tinggal

bersama orang-orang baik hati dan bermurah hati. Pasti masih ada harapan bahwa dunia

kami akan berubah.

Pasti saya akan pergi ke sana lagi kalau ada kesempatan. Mudah-mudahan

waktu itu, saya sudah lancar dalam bahasa Indonesia supaya saya bisa beromong-omong

dengan orang biasa merasa seakan-akan saya orang lokal juga! Bagaimanapun,

penampilan saya seperti orang Indonesia. :p