Upload
slamet-sugiharto
View
4.480
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KOMITMEN PEMBANGUNAN MANUSIA:Kebijakan dan Anggaran1
Disusun oleh:Slamet Sugiharto
Widyaiswara Utama
A. PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional menyatakan bahwa pembangunan nasional adalah upaya yang
dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dari pengertian tersebut bisa dipahami bahwa pembangunan itu menjadi tanggung jawab
pemerintah (pusat dan daerah), swasta, dan masyarakat dan harus diarahkan pada
terwujudnya tujuan bernegara yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut aktif menciptakan ketertiban dunia.
Berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan umum, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004-2009 telah menetapkan sasaran-sasaran yang salah satu sasarannya adalah
meningkatnya kualitas manusia secara menyeluruh yang tercermin dari membaiknya
angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Di sisi lain, Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan
bahwa pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
dan peran serta masyarakat. Hal itu jelas menunjukkan adanya kewajiban dari pemerintah
1 Disampaikan pada Temu Ilmiah Ikatan Widyaiswara Indonesia (IWI) Propinsi DIY bekerjasama dengan Balai Diklat Keuangan III Yogyakarta pada tanggal 15 Agustus 2007.
73
daerah untuk ikut mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang salah satu ukurannya
adalah perbaikan angka IPM.
Memperhatikan hal di atas, maka pertanyaannya adalah bagaimana komitmen
pemerintah terkait dengan upaya-upaya yang seharusnya dilakukan untuk mendukung
perwujudan perbaikan nilai IPM tersebut. Tulisan ini mencoba membahas konsep
mengenai IPM sebagai salah satu indikator pembangunan, kemudian menyajikan kondisi
IPM Indonesia, dan diakhiri dengan membahas upaya peningkatan IPM dari aspek
kebijakan perencanaan dan anggaran baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Harapannya
adalah dengan pemahaman yang lebih baik tentang konsep IPM sebagai salah satu dari
indikator pembangunan dan kondisi IPM di Indonesia, maka seluruh komponen bangsa
menjadi lebih fokus dalam mempertimbangkan kebijakan, program, dan anggaran dalam
upayanya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang salah satu ukurannya adalah IPM.
KONSEP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Semua orang sepakat bahwa untuk bisa mengetahui keberhasilan pembangunan
diperlukan adanya tolok ukur atau indikator pembangunan. Indikator pembangunan
adalah fakta, kualitas, atau situasi dari berbagai aspek pembangunan yang digunakan
untuk menunjukkan (mengindikasikan) keberhasilan/kegagalan pembangunan. Dengan
sendirinya perbedaan mengenai konsep dan definisi pembangunan menyebabkan adanya
perbedaan dalam mengukur dan membandingkan tingkat pembangunan suatu masyarakat
atau negara. Memperhatikan definisi pembangunan yang ada, maka pada dasarnya
terdapat dua macam indikator pembangunan, yaitu indikator ekonomi dan indikator non-
ekonomi atau campuran. Salah satu indikator campuran yang dikembangkan adalah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
IPM dikembangkan dari konsep pembangunan manusia. Untuk pertama kalinya
pada tahun 1990, Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme
– UNDP) mempublikasikan Human Development Report (Laporan Pembangunan
Manusia). Menurut laporan tersebut, Pembangunan Manusia (Human Development)
adalah suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi masyarakat. Yang paling
74
kritis diantara pilihan-pilihan tersebut adalah untuk menjalani hidup sehat dan panjang
usia, untuk memperoleh pendidikan dan akses ke sumberdaya yang diperlukan bagi suatu
standar kehidupan yang layak. Pilihan penting lainnya menyangkut kebebasan politik,
hak asasi manusia, dan harga diri.
Menurut UNDP, terdapat empat komponen utama dari konsep pembangunan
manusia, yaitu:
a. Produktivitas. Masyarakat harus mampu meningkatkan produktivitasnya dan
berpartisipasi dalam proses menghasilkan upah dan pendapatan. Karena itu,
pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia.
b. Pemerataan. Masyarakat harus punya akses ke peluang yang sama. Semua batasan
bagi peluang politik dan ekonomi harus dihapuskan, sehingga setiap orang dapat
berpartisipasi dalam meraih peluang politik dan ekonomi serta memperoleh manfaat
dari peluang tersebut.
c. Berkelanjutan. Akses ke peluang harus dipastikan tidak hanya untuk generasi
sekarang, tapi juga bagi generasi yang akan datang. Semua bentuk modal: fisik,
manusia, maupun lingkungan, harus selalu dipelihara dan dibarukan.
d. Pemberdayan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat sendiri, bukan hanya
untuk mereka. Masyarakat harus terlibat sepenuhnya dalan proses yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
Jika konsep pembangunan manusia tersebut hendak dioperasionalkan menjadi
kebijakan, seperti halnya konsep pembangunan lainnya, maka pembangunan manusia
harus mudah diukur dan dimonitor. Meskipun begitu, perlu disadari bahwa adalah tidak
mungkin untuk menciptakan suatu ukuran yang komprehensif atau bahkan satu set
indikator-indikator yang bisa secara tepat mengukur pembangunan manusia. Hal itu
dikarenakan banyak dimensi dari pembangunan manusia yang sulit untuk
dikuantifikasikan. Suatu ukuran komposit (campuran) yang sederhana bisa secara efektif
menarik perhatian terkait isu pembangunan manusia. Tetapi harus disadari bahwa konsep
pembanggunan manusia tetaplah jauh lebih kompleks, mendalam dan kaya dibandingkan
dengan tolok ukur yang digunakan untuk mengukurnya (IPM).
75
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)
adalah suatu indeks gabungan (composite index) yang mengukur rata-rata pencapaian
suatu negara berkaitan dengan tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu berumur
panjang dan sehat (long and healthy life) yang diukur dengan angka harapan hidup pada
saat lahir; penguasaan pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan angka melek huruf
orang dewasa (adult litercy rate) dan angka kasar partisipasi sekolah gabungan
(combined gross enrollment ratio) untuk tingkat SD, SLTP dan SLTA; serta tingkat
kesejahteraan hidup yang memadai (decent standard of living) yang diukur dengan PDB
per kapita dalam paritas daya beli (purchasing power parity – PPP) Dollar Amerika.
Perlu ditekankan sekali lagi bahwa konsep pembangunan manusia itu jauh lebih
luas dan kompleks dari pada suatu indeks tunggal gabungan seperti IPM, tetapi
setidaknya IPM menawarkan alternatif yang lebih baik jika dibandingkan Produk
Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebagai ukuran
kesejahteraan umat manusia, disamping itu, IPM juga menyediakan titik masuk (entry
point) yang bermanfaat dalam memahami sapek-aspek lain dari pembangunan manusia.
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA
Human Development Report (HDR) 2004 menyajikan IPM tahun 2002 untuk 177
negara anggota PBB secara lengkap. IPM tersebut dihitung berdasarkan data seri
internasional yang tersedia pada saat HDR 2004 dipersiapkan. Karena lembaga internal
penghasil data terkait secara terus menerus memperbaiki data serinya maka seringkali
perubahan nilai dan rangking IPM suatu negara dari tahun ke tahun sesuai edisi HDR
lebih mencerminkan revisi data daripada perubahan yang sesungguhnya dalam negara
yang bersangkutan. Disamping itu, perubahan cakupan negara-negara yang disajikan juga
mempengaruhi rangking suatu negara, bahkan ketika suatu metodologi yang baku
diterapkan. Akibatnya, rangking suatu negara bisa turun drastis pada dua HDR yang
berurutan, tetapi ketika data yang sudah direvisi dan bisa dibandingkan yang digunakan,
maka bisa terjadi nilai dan rangking IPM negara tersebut sebenarnya mengalami
76
kemajuan. Demikian juga negara-negara dengan nilai IPM yang relatif sama, perubahan
rangking diantara mereka seringkali merefleksikan perbedaan yang kecil dalam indikator
yang mendasarinya. Karena itu nilai dan rangking IPM yang dipublikasikan dalam edisi
HDR yang berbeda biasanya tidak bisa secara langsung dibandingkan.
Berdasarkan nilai IPMnya, 177 negara yang IPMnya disajikan dalam tabel IPM
pada HDR 2004 dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu negara-negara yang tergolong
pembangunan manusianya tinggi (high human development- IPM 0,800), menengah
(medium human development- 0,500 IPM O,800), dan rendah (low human
development- IPM 0,500 ). Norwegia adalah negara dengan nilai IPM tertinggi, yaitu
0,956 dan menduduki rangking pertama. Untuk kelompok medium human development,
yang tertinggi adalah Bulgaria dengan nilai IPM 0,796 dan menduduki rangking 56.
Pakistan adalah rangking tertinggi diantara negara-negara yang tergolong rendah
pembangunan manusianya dengan nilai IPM 0,497 dan rangking 142.
Tabel 1. IPM beberapa negara terpilih sesuai HDR 2004.
Negara Angka HarapanHidup (th)
AngkaMelek HurufDewasa (%)
Angka PartisipasiSekolahGabungan (%)
PDB/kap(PPPUS$)
NilaiIPM
Rang-king
High Human DevelopmentNorwegiaUSAJepangSingapuraBrunei
78,977,081,578,076,2
99999992,593,9
9892848773
36.60035.75026.94024.04019.210
0,9560,9390,9380,9020,867
1892533
Medium Human DevelopmentBulgariaMalaysiaThailandPhlippinaIndonesiaVietnamKambojaMyanmarLaos
70,973,069,169,866,668,657,457,254,3
98,688,792,692,687,990,369,485,366,4
767073816564594859
7.1309.1207.0104.1703.2302.3002.0601.0271.720
0,7960,7930,7680,7530,6920,6910,5680,5510,534
56597683111112130132135
Low Human DevelopmentPakistan 60,8 41,5 37 1.940 0,497 142Sumber: diolah dari HDR 2004
77
Bagaimana dengan Indonesia? Untuk HDR 2004, dengan nilai IPM 0,692,
Indonesia termasuk dalam kelompok negara-negara dengan pembangunan manusianya
termasuk kelompok menengah dan menduduki rangking 111; posisi itu hanya sedikit
lebih baik dari Vietnam yang menduduki posisi 112 dengan nilai IPM 0,691.
Bagaimana dengan negara ASEAN lainnya? Dua negara ASEAN, yaitu Brunei
dan Singapura tergolong dalam negara dengan pembangunan manusia yang tinggi,
berturut-turut memiliki nilai IPM 0,902 dan 0,867 dan menduduki rangking 25 dan 33.
Negara ASEAN lainnya termasuk dalam kelompok menengah, 3 negara yaitu Malaysia,
Thailand dan Philippina berada di atas Indonesia (berturut-turut rangking 59, 76 dan 83)
dan 4 lainnya yaitu Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos berada di bawah Indonesia
(berturut-turut rangking 112, 130, 132, 135). Selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 1.
HDR 2004 juga menyajikan tren HDI menggunakan data dan pendekatan yang
‘comparable’. Berdasarkan hal itu, sebenarnya nilai HDI Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 1975, nilai HDI Indonesia adalah 0,467
yang berarti ada dikelompok lower human development. Pada tahun 1990 angka itu
menjadi 0,623 dan menjadi 0,692 pada tahun 2002 yang berarti berada di kelompok
medium human development.
Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa sebenarnya HDI Indonesia secara
relatif tidaklah terlalu jelek, masih tetap terlihat adanya trend peningkatan, meskipun
kecepatannya berkurang. Hal itu tentunya berkaitan dengan krisis multi dimensi yang
dihadapi Indonesia sejak akhir tahun 90an.
Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan
UNDP juga telah menyusun Indonesia Human Development Report (IHDR) 2004 yang
memotret kondisi pembangunan manusia di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota di
Indonesia. Metode yang dipergunakan mengikuti metode yang digunakan secara
internasional dengan beberapa modifikasi. Modifikasi tersebut antara lain penggunaan
78
rata-rata lama sekolah untuk menggantikan angka kasar partisipasi sekolah gabungan,
dan pendekatan pengeluaran untuk mengukur PDRB perkapita. Tabel 2 berikut ini
menyajikan data IPM dari 30 propinsi yang tercantum dalam IHDR 2004 , sementara
Tabel 3 menyajikan 10 Kabupaten/Kota dengan IPM tertinggi dan 10 Kabupaten/Kota
dengan IPM terendah.
Tabel 2. IPM 30 propinsi di Indonesia sesuai IHDR 2004
PROPINSI
Angka HarapanHidup (th)
AngkaMelek HurufDewasa (%)
Rata-rata lama Sekolah(th)
Pengeluaran/kap(ribu rupiah)
NilaiIPM
Rang-king
1. DKI Jakarta2. Sulawesi Utara3. DI Yogyakarta4. Kalimantan Timur5. Riau
72,370,972,469,468,1
98,298,885,995,296,5
10,48,68,18,58,3
616,9587,9611,3591,6588,3
0.7560,7130.7080,7000,691
12345
6. Kalimantan Tengah7. Sumatra Utara8. Sumatra Barat9. Bali10. Jambi11. Banten12. Maluku13. Jawa Tengah14. Bengkulu15. NAD16. Sumatra Selatan17. Jawa Barat18. Lampung19. Maluku Utara20. Bangka Belitung21. Sulawesi Selatan22. Sulawesi Tengah23. Kalimantan Selatan24. Gorontalo25. Jawa Timur
69,467,366,170,066,962,465,568,965,467,765,764,566,163,065,668,663,361,364,266,0
96,496,195,184,294,793,896,385,793,095,894,193,193,095,891,783,593,393,395,283,2
7,68,48,07,67,47,98,06,57,67,87,17,26,98,46,66,87,37,06,56,5
585,8589,2589,0596,3585,6608,7576,3594,2586,6557,5582,9592,0583,3583,4588,2586,7580,2596,2573,3593,8
0,6910,6880,6750,6750,6710,6660,6650,6630,6620,6600,6600,6580,6580,6580,6540,6530,6440,6430,6410,641
678910111213141516171819202122232425
26. Sulawesi Tenggara27. Kalimantan Barat28. NTT29. Papua30. NTB
65,164,463,865,259,3
88,286,984,174,477,8
7,36,36,06,05,8
577,9580,4563,1578,2583,1
0,6410,6290,6030,6010,578
2627282930
INDONESIA 66,2 89,5 7,1 591,2 0,658Sumber: diolah dari IHDR 2004
79
Tabel 3. IPM 20 Kabupaten/ Kota terpilih sesuai IHDR 2004
KABUPATEN/KOTA
Angka HarapanHidup (th)
AngkaMelek HurufDewasa (%)
Rata-rata lama Sekolah(th)
Pengeluaran/kap(ribu rupiah)
NilaiIPM
Rang-king
A. 10 TERATAS
1. Jakarta Timur2. Jakarta Selatan3. Yogyakarta4. Jakarta Utara5. Jakarta Barat6. Denpasar7. Jakarta Pusat8. Manado9. Palangkaraya10. Pematang Siantar
72,571,772,972,272,372,470,771,572,970,9
98,598,394,998,297,994,798,199,898,898,7
10,910,710,79,810,010,710,510,910,510,3
614,1619,1615,4616,7614,4614,2617,2595,5591,4606,9
0.7600,7570.7530,7510,7500,7490,7480,7420,7420,741
12345678910
B. 10 TERBAWAH
11. Sumenep12. Situbondo13. Lombok Timur14. Lombok Barat15. Bondowoso16. Nabire17. Lombok Tengah18. Sumba Barat19. Sampang20. Jayawijaya
61,261,557,757,959,066,157,562,457,564,7
69,666,675,572,965,375,568,171,656,232,0
4,14,55,55,04,75,04,85,32,92,2
592,5590,6582,3577,8583,3499,1583,3526,0580,0570,2
0,5650,5620,5610,5500,5410,5410,5390,5340,4970,470
332333334335336337338339340341
INDONESIA 66,2 89,5 7,1 591,2 0,658Sumber: diolah dari IHDR 2004
Dari Tabel 2 dan Tabel 3 setidaknya bisa diambil kesimpulan:
a. Kesenjangan pembangunan antara Jawa dan Luar Jawa dengan tolok ukur IPM tidak
terlihat nyata. Hal itu terlihat:
Dari 5 propinsi dengan nilai IPM tertinggi terdapat 3 propinsi dari luar Jawa.
Meskipun 5 terendah semuanya berasal dari luar Jawa, tetapi antara Propinsi
Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara yang menduduki urutan 25 dan 26 memiliki
nilai IPM yang sama.
80
Dari 10 kabupaten/kota dengan nilai IPM tertinggi terdapat 4 kabupaten/kota
dari luar Jawa; sementara dari 10 kabupaten/kota dengan nilai IPM terendah
terdapat 4 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur.
b. Semua nila IPM propinsi berada di tingkatan medium human development, sementara
untuk IPM kabupaten/kota terdapat 2 kabupaten dengan IPM dibawah 0,500 (low
human development) yaitu Kabupaten Sampang dengan IPM 0,497 dan Kabupaten
Jayawijaya dengan IPM 0,470.
c. Dari 6 propinsi di Jawa, Propinsi Jawa Timur menduduki posisi terendah (rangking
25), sementara DKI, DI Yogyakarta, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat berturut-
turut menduduki posisi 1, 3, 11, 13, dan 17.
UPAYA PENINGKATAN IPM
Menurut Supriyoko (2003) dalam rangka peningkatan nilai IPM Indonesia
diperlukan tiga hal yaitu visi, komitmen, dan disiplin. Visi diperlukan untuk
memfokuskan program-program pembangunan dalam jangka panjang, sehingga siapapun
yang memimpin bangsa bisa tetap fokus pada upaya mencapai visi. Komitmen diperlukan
agar apa yang sudah disepakati dalam tataran ide bisa diimplementasikan dalam tataran
operasional dan anggaran. Disiplin di berbagai bidang sangat diperlukan untuk
meningkatkan akses dan mutu pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan
produktivitas kerja yang diperlukan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional menyatakan bahwa visi
pembangunan jangka panjang adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL
DAN MAKMUR. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan
Makmur, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian
sasaran-sasaran pokok antara lain Terwujudnya daya saing bangsa untuk mencapai
masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera yang antara lain ditunjukkan oleh
kualitas SDM yang makin meningkat, termasuk peran perempuan dalam pembangunan.
Secara umum peningkatan kualitas SDM Indonesia ditandai dengan meningkatnya IPM
dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang.
81
Selanjutnya dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dalam
RPJM 2004 – 2009 ditetapkan sasaran ke tiga, yaitu meningkatnya kualitas manusia yang
secara menyeluruh tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) serta meningkatnya pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran agama. Untuk
mencapai sasaran tersebut, disusun prioritas dan arah kebijakan antara lain:
a. Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas
b. Peningkatan akses masyarakat terhasap pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas
c. Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial.
Visi dan prioritas kebijakan pembangunan jangka panjang dan menengah tersebut
setiap tahunnya harus dioperasinalkan dalam komitmen program, kegiatan dan anggaran
tahunan, dengan perkataan yang lain harus tercermin dalam APBN. Menurut perhitungan
dalan IHDR 2004, dibutuhkan sedikitnya anggaran sebesar Rp 103 triliyun atau 5,8% dari
GDP setiap tahunnya untuk bisa memenuhi 4 hak dasar warganegara yaitu pangan,
pendidikan, kesehatan dan perlindungan. Dari jumlah itu, yang baru bisa dipenuhi baru
Rp 53,7 triliyun per tahun (52,13% dari yang dibutuhkan) yang berarti masih kekurangan
Rp 49,3 triliyun setiap tahunnya,
Tabel 4 menyajikan perbandingan relatif belanja pemerintah di sektor pendidikan
dan kesehatan dari beberapa negara, serta tingkat pemerataan pendapatan yang diukur
dengan Indeks Gini dikaitkan dengan ranking negara tersebut dalam hal pembangunan
manusia sebagai mana diukur dengan IPM. Dari data tersebut terlihat bahwa secara relatif
komitmen pemerintah Indonesia dalam meningkatkan IPM masih relatif tertinggal dari
negara-negara lain yang memiliki ramngking IPM lebih tinggi maupun yang lebih
rendah.
Dari dua hal tersebut terlihat bahwa masih diperlukan usaha yang keras untuk
mewujudkan konsistensi dan disiplin antara kebijakan jangka panjang dan menengah
dengan kebijakan tahunan dan anggaran yang sifatnya lebih operasional untuk
mewujudkan peningkatan IPM secara signifikan guna mengejar ketertinggalan dalam
pembangunan manusia.
82
Tabel 4. Perbandingan relatif komitmen anggaran pembangunan manusia dari
beberapa negara
Dalam konteks otonomi daerah, kebijakan di tingkat nasional harus tercermin di
tingkat daerah. Hal itu sesuai dengan amanat uu no.25/2004 yang menyatakan bahwa
daerah propinsi maupun kabupaten/kota harus menyusun Rencana Jangka Panjang
Daerah (RPJP Daerah) yang mengacu kepada RPJP Nasional serta Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) yang harus disesuaikan dengan
RPJM Nasional. Disamping itu, program, kegiatan, dan anggaran tahunan pemerintah
83
daerah dan pemerintah pusat juga harus diserasikan dan dipadukan melalui proses
Musyawarah Perencanaan Pembanguan (Musrenbang).
Selanjutnya menurut uu no. 32/2004 bidang pelayanan kesehatan, yang erat
kaitannya dengan upaya meningkatkan angka harapan hidup, sudah menjadi urusan yang
menjadi kewenangan pemerintah Daerah (Pemda). Begitu juga pelayanan pendidikan
pada tingkat SD, SLTP, dan SLTA yang berkaiatan dengan perbaikan angka meleh huruf
dan angka partisipasi kasar sekolah gabungan ataupun rata-rata lama sekolah sudah
menjadi urusan Pemda. Karena itu, perbaikan IPM ke depan pada komponen tersebut
sangat erat terkait dengan komitmen pemerintah Daerah untuk mengupayakan pelayanan
kesehatan dan pendidikan di tingkat SD, SLTP dan SLTA yang terjangkau dan bermutu;
tidak hanya dalam retorika, tetapi juga dalam bentuk riil berupa anggaran untuk
pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan serta fasilitasi partisipasi
masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan pelayanan tersebut.
Keadaan di lapangan sangat bervariasi antara daerah satu dengan lainnya. Ada
daerah yang telah menunjukkan komitmen dan konsistensi yang tinggi, tetapi disisi lain
banyak pula daerah yang belum konsisten antara perencanaan kebijakan dengan
perencanaan operasional dan anggarannya. Daerah yang sering menjadi contoh
konsistensi adalah Kabupaten Jembrana dan Tanah Datar.
Di Kabupaten Jembrana dengan alokasi dana 34,27% dari APBDnya
pemerintah Kabupaten Jembrana mampu membebaskan biaya pendidikan untuk tingkat
SD sampai SMA di sekolah Negeri dan beasiswa untuk murid sekolah swasta yang
berprestasi. Disamping itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka kesejahteraan
dan kualitas guru juga diperhatikan melalui tambahan insentif untuk guru berupa
tambahan kelebihan jam mengajar dan gaji ke 14 serta bantuan biaya untuk melanjutkan
pendidikan formal. Di bidang pelayanan kesehatan, maka dikembangkan program
Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ). Pemerintah menanggung klaim biaya pengobatan
bagi pemegang kartu JKJ sebesar Rp 27500,- untuk sekali berobat.
84
Di Kabupaten Tanah Datar, perluasan akses pendidikan dilakukan melalui
pemberian subsidi dan beasiswa. Pada tahun 2004 setidaknya ada 9000 anak dari
keluarga tidak mampu dibebaskan dari membayar SPP. Keseluruhan pembiayan di
bidang pendidikan di Kabupaten Tanah Datar seluruhnya menyerap 54% dari APBD.
Perbaikan pelayanan pendidikan juga dilakukan dengan memperbaiaki rasio guru dan
murid, pengiriman guru bahasa Inggris untuk mengikuti diklat di Australia, dan
penyedian laboratorium komputer.
Peningkatan daya beli masyarakat terkait dengan kegiatan ekonomi dan investasi.
Berdasarkan dialog antara KADIN dan Capres beberapa waktu yang lalu terungkap,
bahwa kendala kegiatan ekonomi dan investasi di Indonesia itu terutama menyangkut
persoalan Legal (terutama kepastian hukum), Labor (terutama produktivitas tenaga kerja
dan hubungan industrial), Local (berkaitan dengan biaya dan proses perijinan), dan
Infrasrtuctures (terutama keterbatasan prasarana dan pemeliharaannya). Lagi-lagi hal itu
juga berkaitan erat dengan komitmen pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
dalam menarik investasi dan mendorong kegiatan ekonomi, terutama berkaitan dengan
proses dan biaya perijinan serta dalam mengembangkan dan memelihara infrastruktur di
daerah. Pemerintah Pusat, disamping harus mendorong Pemda untuk memperbaiki
prosedur perijinan dan memprioritaskan pengembangan pengelolaan infrastruktur, juga
harus mengupayakan adanya kepastian hukum dan kebijakan perburuhan yang lebih
seimbang dalam mengakomodasi kepentingan pengusaha dan pekerja agar iklim investasi
di Indonesia menjadi lebih menarik. Dengan begitu kegiatan ekonomi akan semakin
meningkat, sehingga pendapatan perkapita sebagai cerminan daya beli juga meningkat.
PENUTUP
Akhirnya perlu disadari bahwa peningkatan IPM membutuhkan sinergi,
komitmen, dan disiplin kebijakan, program, kegiatan dan anggaran antara pemerintah
pusat dan daerah serta upaya peningkatan partisipasi dari masyarakat dan pihak swasta
dalam upaya membangun kualitas manusia Indonesia..
85
DAFTAR BACAAN
BPS, Bappenas dan UNDP (2004). Indonesia Human Development Report 2004, The Economics of Democracy: financing human development in Indonesia. Jakarta, BPS, Bappenas, UNDP
Colman, D dan F. Nixson (1986). Economics of Change in Less Developed Countries. Second Edition. Oxford, Philip Allan Publishers Limited.
Harun, A (2006). Kinerja dan Indikator Pembangunan Daerah. Download dari www.bangda.depdgri.go.id
Heru, B (2006). Struktur Spasial-Sektoral dan Ekonomi Indonesia. Kompas 9 Maret 2006
Supriyoko, Ki (2003). Benarkah kualitas manusia Indonesia rendah? Download dari http://mail2.factsoft.de/pipermail/national/2003-July/ 018824.html
Todaro, M.P. (1986). Economic Development in the Third World. Third Edition. New York & London, Longman.
UNDP (2004). Human Development Report 2004: cultural liberti in today’s diverse world. New York, UNDP
86