22
Sistem Polder - Penanggulangan Banjir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana banjir merupakan permasalahan umum terutama di daerah padat penduduk pada kawasan perkotaan, daerah tepi pantai atau pesisir dan daerah cekungan. Masalah banjir bukanlah masalah baru bagi Kota Solo, tetapi merupakan masalah besar karena sudah terjadi sejak lama dan pada beberapa tahun terakhir ini mulai merambah ke tengah kota. Hal tersebut di atas terjadi dikarenakan adanya faktor alamiah dan perilaku masyarakat terhadap alam dan lingkungan. Sementara itu proses terjadinya banjir sendiri pada dasarnya dikarenakan oleh faktor antroposentrik, faktor alam dan faktor teknis. Faktor antroposentrik adalah aktivitas dan perilaku manusia yang lebih cenderung mengakibatkan luasan banjir semakin meningkat. Sedangkan pembangunan ke arah pantai dengan reklamasi menyebabkan luasan rawa menjadi berkurang sehingga mengakibatkan luasan tampungan air sementara juga berkurang. 1.2. Tujuan a. Menjelaskan definisi dan teori terjadinya banjir. b. Mengetahui penyebab terjadinya banjir. c. Memahami cara menanggulangi banjir dengan sistem polder. d. Memahami cara menanggulangi banjir dengan sistem-sistem lainnya. e. Menjelaskan solusi persoalan banjir. f. Mengetahui cara antisipasi bencana banjir.

Kolm Retensi Literatur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kolam retensi

Citation preview

Page 1: Kolm Retensi Literatur

Sistem Polder - Penanggulangan Banjir

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBencana banjir merupakan permasalahan umum terutama di daerah padat penduduk

pada kawasan perkotaan, daerah tepi pantai atau pesisir dan daerah cekungan. Masalah banjir bukanlah masalah baru bagi Kota Solo, tetapi merupakan masalah besar karena sudah terjadi sejak lama dan pada beberapa tahun terakhir ini mulai merambah ke tengah kota. Hal tersebut di atas terjadi dikarenakan adanya faktor alamiah dan perilaku masyarakat terhadap alam dan lingkungan.

Sementara itu proses terjadinya banjir sendiri pada dasarnya dikarenakan oleh faktor antroposentrik, faktor alam dan faktor teknis. Faktor antroposentrik adalah aktivitas dan perilaku manusia yang lebih cenderung mengakibatkan luasan banjir semakin meningkat. Sedangkan pembangunan ke arah pantai dengan reklamasi menyebabkan luasan rawa menjadi berkurang sehingga mengakibatkan luasan tampungan air sementara juga berkurang.

1.2. Tujuan

a.       Menjelaskan definisi dan teori terjadinya banjir.b.      Mengetahui penyebab terjadinya banjir.c.       Memahami cara menanggulangi banjir dengan sistem polder.d.      Memahami cara menanggulangi banjir dengan sistem-sistem lainnya.e.       Menjelaskan solusi persoalan banjir.f.       Mengetahui cara antisipasi bencana banjir.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Banjira.      Pengertian Banjir

Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh meningkatnya volume air di sungai atau danau sehingga air keluar dari bendungan atau batas alaminya. Banjir umumnya terjadi karena saluran air yang ada tidak mampu menampung limpahan air, pada daerah yang relatif datar dan dekat daerah aliran

Page 2: Kolm Retensi Literatur

sungai (DAS). Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.

b.      Teori Terjadinya BanjirBanjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran, drainase,

sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan sekitarnya (Siswoko, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa banjir merupakan keadaan aliran air dan atau elevasi muka air dalam sungai atau kali atau kanal yang lebih besar atau lebih tinggi dari normal. Banjir menimbulkan masalah dan menjadi bencana akibat banjir dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud adalah hujan dan pengaruh air pasang (rob), sedangkan faktor manusia adalah pengaruh perilaku dan perlakuan masyarakat terhadap alam serta lingkungannya yang antara lain mengakibatkan perubahan pada tata guna lahan. Perubahan penggunaan lahan, dapat memberi dampak pada aliran permukaan (run-off).

Air hujan yang jatuh ke bumi, menurut Kodotie dan Sjarief (2006: 165-166), akan mengalami dua hal : meresap ke dalam tanah; atau menjadi aliran permukaan di atas tanah. Kecepatan aliran permukaan berkisar antara 0,1 m/s – 1 m/s, tergantung pada kemiringan lahan aliran dan penutup lahan. Kecepatan air yang meresap ke dalam tanah tergantung pada jenis tanah. Pada lahan dari jenis tanah lempung (clay), kecepatan aliran atau resapan di dalam tanah sangat kecil. Pada tanah jenis pasir kecepatan aliran atau resapan lebih besar dari tanah lempung. 2.2. Penyebab Terjadinya Bencana Banjir

Apabila diklasifikasikan berdasarkan asalnya, penyebab banjir dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: banjir akibat tindakan manusia dan akibat kejadian alam. Berikut ini beberapa penyebab banjir akibat tindakan manusia.

         Perubahan tata guna lahan (land-use).         Pembuangan sampah         Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase         Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.         Penurunan tanah dan rob         Tidak berfungsinya sistem drainase lahan         Bendung dan bangunan air         Kerusakan bangunan pengendai banjir

Kemudian yang termasuk sebab – sebab alami diantaranya adalah :         Erosi dan Sedimentasi         Curah Hujan         Pengaruh fisiografi/geofisik sungai         Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai         Pengaruh air pasang         Penurunan tanah dan rob         Drainase lahan

Bencana banjir dapat diakibatkan oleh faktor alam dan juga disebabkan karena ulah manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat seperti permalahan bencana banjir akibat luapan Sungai Citarum di wilayah Kabupaten Bandung yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari sehingga membuat air dalam sungai meluap. Selain itu hal ini juga tidak lepas dari terjadinya penyempitan kali yang disebabkan bangunan di bantaran kali memberi kontribusi penyebab banjir.

Banjir terjadi juga dapat terjadi karena air limpasan “macet”. Macetnya air limpasan terjadi karena kapasitas air limpasan melebihi saluran yang dapat menampungnya dan kecepatan mengalirnya air di saluran tidak lebih cepat dari curah hujan. Dalam istilah teknik

Page 3: Kolm Retensi Literatur

ini yang disebut Debit Air. Debit air adalah volume air yang mengalir per satuan waktu, dengan satuannya m3/detik. Macetnya air limpasan bisa terjadi karena debit air hujan > debit air di saluran. Volume air hujan per detik lebih banyak daripada volume air per detik yang dapat dialirkan lewat saluran. Oleh karena itu air meluap dari saluran ke jalan, bahkan bila luapannya terlalu tinggi air akan masuk ke pemukiman. Dan air limpasan ini pada akhirnya mengalir ke sungai. Luapan sungai Ciliwung (untuk kasus Jakarta) sudah pasti mengakibatkan banjir di daerah aliran sungai.

Selain itu penyebab air adalah semakin minim resapan air, karena semakin hari semakin banyak pembangunan terutama di Kota-kota besar. Pembangunanpembangunan seperti Gedung, mall, pemukiman, bahkan jalan-jalan di kampung yang diubah menjadi beton akan mengurangi resapan air. Daerah rawa yang tadinya berfungsi sebagai daerah resapan air diubah menjadi pemukiman beton. Karena itu tidak heran banjir di Kota Besar semakin tahun akan makin parah, karena resapan air makin tahun makin berkurang, yang menjadikan ini sebagai dampak negatif dari pembangunan. Oleh karena itu penting untuk memahami hal ini sebelum menyusun solusi untuk mengatasi banjir.

Banjir bandang seperti di Daerah Wasior Propinsi Papua dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya ekologis, yang didalamnya akibat pembabatan hutan, legal maupun illegal. Banjir memang dipicu oleh hujan. Sekalipun tanpa hujan, banjir bandang ini bisa saja terjadi akibat jebolnya DAM atau bendungan yang menahan genangan air. Hal yang kadang kurang luput dari pengamatan kita berkaitan dengan hak perlindungan dan keselamatan adalah early warning atau peringatan dini. Sebagai upaya kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana. Selain juga, pengetahuan tentang ancaman bencana yang ada, kemampuan meminimalisasi risiko dan kesiapan menghadapi kondisi kritis (emergency).

Banjir yang kerap melanda berbagai wilayah di Indonesia juga dapat disebabkan karena sistem drainasi di wilayah tersebut yang buruk. Serta perkembangan pemukiman yang tidak terkendali di daerah sekitar aliran sungan yang menyebabkan meningkatnya volume sampah yang dibuang ke badan sungai.

Penyebab dari bencana banjir baik yang disebabkan alam dan ulah manusia sebenarnya memperlihatkan bahwa kurangnya kesadaran manusia itu sendiri akan pentingnya menjaga lingkungan.

2.3. Menanggulangi Banjir dengan Sistem Poldera.      Pengertian Sistem Polder

Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, bisa juga berupa konstruksi beton dan perkerasan yang canggih.

Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direkalamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, dan juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai.

Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali.

b.      Sejarah Sistem Polder

Page 4: Kolm Retensi Literatur

Sistem polder ini telah direncanakan oleh Herman van Breen dan tim (dengan banjir kanal barat dan timur) ketika merancang kota sebagai respon terhadap banjir besar yang melanda Batavia tahun 1918. Namun sayangnya rencana yang bagus ini belum bisa terealisasi sepenuhnya hingga saat ini. Di Jakarta sendiri sistem polder ini sebenarnya sudah diterapkan di kawasan perumahan elit di tepi laut Jakarta Utara.

Polder identik dengan negeri kincir angin Belanda yang seperempat wilayahnya berada di bawah muka laut dan memiliki lebih dari 3000 polder. Sebelum ditemukannya mesin pompa, kincir angin digunakan untuk menaikkan air dari suatu polder ke polder lain yang lebih tinggi. Bicara tentang banjir kita perlu banyak belajar dari negara ini yang sudah kenyang bergulat memerangi banjir sejak abad ke-17 karena morfologi alamnya sebagian besar yang berupa rawa dan dataran rendah.

Di negara ini, ancaman banjir datang secara rutin dari laut melalui gelombang pasang dan ganasnya badai Laut Utara, ataupun dari luapan sungai Ijssel, Maar, dan Rijn akibat mencairnya es di hilir sungai pada akhir musim dingin. Sistem polder dipakai untuk mengeluarkan air dari dataran rendah dan juga menangkal banjir di wilayah delta dan daerah aliran sungai. Di negara ini, rencana penanganan banjir ditetapkan pada level nasional, provinsi, dan kotapraja. Terdapat Badan Manajemen Air yang sejajar dengan pemerintahan lokal dan berperan khusus dalam perencanaan, manajemen aktivitas yang berkait dengan air, juga upaya mitigasi bencana banjir. Upaya penanganan banjir juga melibatkan masalah penyediaan perumahan, tempat kerja, suplai air minum, pertanian, lingkungan ekologis, galian mineral, bahkan pariwisata dan rekreasi. Sungai Rijn (Rheine) yang menyebabkan banjir adalah lintasan jalur wisata perahu pesiar yang bermula di Swis, melewati Jerman, dan berakhir di Belanda.

Berkaitan dengan aspek ruang, bermacam kemungkinan terjadinya banjir (ketinggian, daerah tergenang) dari beragam periode ulang (return period) dikaji untuk menentukan sistem pengaliran air dan batas polder. Ada beberapa daerah di sekitar badan sungai yang memang disiapkan untuk digenangi ketika banjir besar (periode yang lebih lama) melanda. Daerah ini biasanya dimanfaatkan untuk fungsi pertanian atau daerah hijau. Ketentuan sempadan sungai dan tanggul juga diterapkan untuk menjamin tidak ada bangunan pada daerah tersebut. Kontrol pada pemanfaatan lahan agar sesuai dengan peruntukannya amatlah ketat, dimulai dari kelayakan pada saat perijinan, pengawasan rutin, hingga penggunaan foto udara kawasan. Selain ditunjang sumberdaya manusia, teknologi, dan finansial, upaya penegakan hukum dan peraturan merupakan salah satu kunci keberhasilan penanggulangan banjir di negara ini.

Untuk menerapkan sistem polder di Jakarta, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.  Pertama, pemanfaatan lahan di sekitar tanggul harus dikontrol seketat mungkin, paling tidak

sepanjang bantaran sungai dan tanggul kanal harus bebas dari bangunan dan permukiman liar. Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila terjadi banjir. Alternatif pemanfaatannya bisa berupa taman ataupun jalan. Berkait dengan tata ruang secara umum, penegakan ketentuan tata ruang seperti guna lahan (land use) dan koefisien dasar bangunan (KDB) juga harus benar-benar dilaksanakan, tidak sekadar menjadi proyek untuk menghabiskan anggaran pemerintah.

  Kedua, ketika semua air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir dari laut juga perlu diperhatikan. Bukan tidak mungkin gelombang pasang akan membanjiri kota melalui kanal banjir yang ada. Mungkin saja diperlukan pintu atau gerbang kanal yang bisa dibuka-tutup sewaktu-waktu.

  Ketiga, sistem polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air, kanal, sungai, serta kinerja mesin-mesin yang memompa air keluar dari daerah polder. Aspek perawatan (sumber daya manusia dan peralatan) perlu mendapat perhatian dalam bentuk program kerja dan

Page 5: Kolm Retensi Literatur

anggaran. Yang terjadi selama ini kita lebih pandai mengadakan sarana dan prasarana publik ketimbang merawatnya.

  Keempat, resapan air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui daerah resapan mikro seperti taman, kolam, perkerasan yang permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah mengurangi buangan air hujan ke sungai dan memperbanyak resapannya ke dalam tanah. Disini, peran arsitek, kontraktor, dan pemilik properti amatlah penting untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk fungsi resapan seperti taman rumput (bertanah) dan sumur resapan. Daerah resapan yang tidak terlalu luas namun jika banyak jumlahnya dan tersebar di seluruh penjuru kota tentu akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sistem polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang konsekuensinya jelas adalah biaya yang amatlah besar dan waktu yang lama, baik untuk pembebasan tanah, pembangunan fisik, maupun untuk pengadaan dan perawatan mesin-mesin dan peralatan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah upaya non-struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya membangun kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran air, memperbanyak penanaman pohon, menggunakan perkerasan grass-block dan paving-block yang permeabel, atau bahkan bagaimana bersikap ketika banjir datang akan jauh lebih berguna untuk mencegah banjir dan meminimalisir kerugian akibat banjir yang bisa datang setiap tahun.

c.       Konsep1)      Konsep Sistem Poldera)      Tanggul

Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut dari limpasan air yang berasal dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung di sekitarnya. Jenis – jenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur.

Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut. Tanggul beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding penahan tanah ( DPT ).

Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang didesain dan dibangun secara kuat dalam periode waktu yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.

b)     Kolam RetensiKolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung atau

meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam non alami.

  Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya lapangan sepak bola ( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang terdapat di taman rekreasi dan kolam rawa.

Page 6: Kolm Retensi Literatur

  Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan.

2)      Konsep Pengeringan Polder

a)      sistem PompaDi dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air

yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis sentrifugal, sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar adalah pompa submersible.

Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai tinggi tekan pompa dan pengaruh kehilangan tenaga yang akan mempengaruhi daya pompa yang dibutuhkan. Selain itu perencanaan kolam retensi memiliki keterikatan dengan pompa yang akan digunakan semakin besar volum tampungan yang tersedia, semakin kecil kapasitas pompa yang dibutuhkan dan sebaliknya.

b)      PompaPompa Drainase Perkotaan ( Stormwater Pumping ) adalah pompa air yang umum

dipakai untuk membantu mengalirkan aliran dari satu bidang ke bidang lainnya yang lebih tinggi. Jenis Pompa yang ada dan biasa dipergunakan adalah sebagai berikut :

         Poros Tegak ( Vertikal propeiier and mixed flow)         Pompa dalam air ( Submersible vertical dan horizontal )         Centrifugal (horizontal non –clog )         Skrup (screw)         Volute or Angle flow ( Vertical)

Secara umum pompa-pompa tersebut adalah pompa yang menggunakan tenaga listrik tetapi ada juga yang menggunakan diesel. 

Pengoperasian pompa pada system folder lebih ditentukan oleh kondisi Muka Air di waduk/long storage /kolam yang disebabkan oleh hujan atau buangan domestik. Pompa ynag alirannya dibuang ke Laut akan sedikit berbeda dengan yang dibuang di Kanal. Pompa yang membuang kelaut tidak terlalu terpengaruh oleh pasang surutnya air laut., tetapi yang membuang ke kanal umumnya perbedaan tinggi tanggul kanal dapat menjadi kendala.

Beberapa kondisi keduanya adalah sebagai berikut :1)      Pemompaan dari polder ke laut Kondisi muka air di waduk sbb:

         Muka Air Rendah (normal) pada kondisi tidak hujan, pompa diistirahatkan untuk dilakukan pengecekan ringan, pemberian pelumas, pengecekan kelancaran arus listrik dari sumber dan panel.

Page 7: Kolm Retensi Literatur

         Muka Air naik karena buangan air domestik masuk biasanya waktu pagi dan sore hari. Pompa dioperasikan sampai muka air di waduk kembali normal.

         Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika tinggi muka air terjadi kenaikan.          Terjadi hujan lebat diarea folder otomatis tinggi muka air akan naik maka poma harus

dioperasikan secara maksimal untuk mengembalikan kondisi tinggi muka air menjadi normal kembali.

         Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa sampai kering dan akan merusak baling – baling (propeller) rusak maka harus ditentukan batas tinggi muka air terendah. Tinggi muka air terendah ini berada beberapa centimeter diatas mulut bawah pompa.

         Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka air tanah. Sekalipun waduk dibuat dalam maka setelah dipompa muka air akan kembali ke level normal lagi. Volume waduk yang operasional untuk musim kemarau dimulai dari muka air normal sampai muka air maksimal. Untuk musim hujan volume waduk operasioanal mulai darimuka air terendah mulut pompa sebab volume tampungan dibutuhkan lenbih besar sesuai bsarnya debit yang masuk lewat inlet.

2)      Pemompaan ke kanal Pemompaan ke badan air berupa kanal atau sungai prosedurnya sama denagan ke laut. Hanya saja terkadang untuk meletakkan pompa terkendala oleh adanya tanggul. Apalagi kalau diameter pompanya besar dapat mengganggu lalu lintas diatasnya jika pompa harus diletakkan diatas tanggul. 

c)      Pemeliharaan PompaGedung instalasi sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang tetap harus

dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh untuk itu secara rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan Instalasi.

         Secara berkala gedung harus dicat agar dari segi estatika indah nyaman untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu.

         Sewaktu Pompa tidak dioperasikan periksa kellengkapa saringan sampah dibagian depan pompa. Terutama dari sampah- sampah plastik yang dapat merusak poros dan propeller pompa.

         Untuk waduk yang ditumbuhi oleh gulma seperti eceng gondok., bila perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, tikat serta mungkin dapat diolah menjadi gas bio.

         Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus karena termakan usia arau oleh binatang pengerat seperti tikus dll.

         Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering . Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga kemungkinan terjadi banjir dadakan 

Sistem polder (non gravitasi) adalah suatu sistem dimana kawasan tersebut diisolasi terhadap pengaruh muka air banjir/muka air laut pasang yang ada di luar kawasan reklamasi dan juga elevasi muka air banjir yang terjadi akibat hujan lokal yang turun di dalam kawasan tersebut dapat dikendalikan.Komponen drainase sistem polder terdiri dari :

  Tanggul berfungsi untuk mengisolasi kawasan tersebut terhadap limpasan/bocoran dari luar sistem, seperti banjir dan air laut pasang.

  Pintu air berfungsi untuk menahan air banjir/air laut pasang dari luar sistem agar tidak masuk ke kolam retensi/saluran dan untuk menyalurkan debit banjir keluar sistem pada saat terjadi kerusakan pompa dan muka air di luar sistem lebih rendah dari muka air di dalam system.

  Pompa air berfungsi untuk menyalurkan debit banjir ke luar sistem pada saat terjadi hujan.  Kolam retensi berfungsi untuk menampung debit banjir pada saat terjadi hujan.

Page 8: Kolm Retensi Literatur

  Jaringan saluran drainase berfungsi untuk menyalurkan debit banjir dari seluruh sistem ke kolam retensi/stasiun pompa.Contoh polder:

  Tanah yang direklamasi dari badan air misalnya danau yang dikeringkan dan dijadikan kawasan tertentu.

  Dataran banjir yang dipisahkan dari laut atau sungai menggunakan tanggul, rawa yang dikelilingi air yang kemudian dikeringkan.

Tanah dasar berupa rawa yang dikeringkan akan surut seiring berjalannya waktu, namun seluruh polder akan dengan cepat berada dibawah muka air di sekitarnya bila terjadi kenaikan muka air, misalnya ketika pasang atau banjir. Air di sekitar polder akan mulai meresap perlahan ke bawah tanggul dan keluar ke permukaan di dalam lingkungan polder melalui aliran air tanah untuk menyeimbangkan air tekanan air, sehingga lama2 polder akan tergenang. Ini berarti polder mengalami kelebihan air yang harus dipompa keluar atau dikeringkan dengan membuka pintu air pada saat muka air laut surut. Namun, pengaturan muka air dalam tanah tidak boleh terlalu rendah. Tanah polder yang terdiri dari peat / tanah turf(bekas rawa) akan memperlihatkan percepatan pemampatan akibat dekoposisi tanah turf pada saat kondisi kering.

d.      Manfaat Sistem PolderPolder senantiasa berada pada bahaya banjir, dan tanggul yang mengelilinginya harus

dijaga. Tanggul-tanggul tersebut biasanya dibangun dengan material yang tersedia di daerah tersebut. Tanggul dari pasir rawan runtuh akibat oversaturation (tanah terlampau jenuh air), sementara tanah peat kering malah lebih ringan daripada air sehingga berpotensi tidak stabil pada musim kering. Beberapa jenis binatang dapat menggali dan membuat terowongan dan sarang pada struktur tanggul. Polder seringkali diketemukan di delta sungai dan daerah tepi pantai, walaupun tidak selalu ada.

Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.

Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan tanggul sehingga limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya dengan penguras atau pompa yang berfungsi mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.

Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam Sistem dikendalikan supaya tidak terjadi banjir/genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem polder.

2.4. Menanggulangi Banjir dengan Cara Lainnyaa.      Metode Struktur dan Non-struktur Pengendalian Banjir

Upaya pengendalian banjir dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu : Upaya berwujud fisik atau metode struktur (structural measures) dan upaya non-fisik atau metode non-struktural (non-structural measures).

Page 9: Kolm Retensi Literatur

Metode struktur adalah kegiatan penanggulangan banjir yang antara lain meliputi kegiatan perbaikan sungai dan pembutan tanggul banjir untuk mengurangi resiko banjir di sungai, pembuatan saluran (floodway) untuk mengalirkan sebagian atau seluruh air, serta pengaturan sistem pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir, dengan bangunan seperti bendungan, dan kolam retensi.

Metode non-struktural adalah metode pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan pengendali banjir. Aktivitas penanganan tanpa bangunan antara lain berupa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) untuk mengurangi limpasan air hujan, penanaman vegetasi untuk mengurangi laju aliran permukaan di DAS, kontrol terhadap pengembangan di daerah genangan, misalnya dengan peraturan-peraturan penggunaan lahan, sistem peringatan dini, larangan pembuagan sampah di sungai, serta partisipasi masyarakat.

Gambar 2.2 Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Metode Non-Struktur

Page 10: Kolm Retensi Literatur

1)      Metode Struktur

a)      Pengelolaan Banjir dalam Konteks Tata Ruang Wilayah SungaiPenanganan banjir merupakan suatu pekerjaan yang kompleks yang tidak dapat

dilakukan secara terpenggal-penggal atau bagian per bagian. Pekerjaan ini menuntut pendekatan yang integral, karena menyangkut berbagai aspek. Aspek fisik menyangkut karateristik sungai, tata guna lahan. Serta tingkah laku sosial ekonomi masyarakat di wilayah itu, yang kesemuanya saling mempengaruhi dan berdampak langsung terhadap tata air.

Dari aspek tata ruang, aliran sungi merupakan bagian atau unsur dari ruang yang perlu mendapat tempat dan perlakuan yang layak dari masyarakat sebagaimana halnya dengan jaringan infrastruktur lainnya seperti jalan raya, jaringan drainase, sanitsi, dan jaringan utilitas lainnya. Perlakuan yang salah terhadap sistem tata air dapat mengakibatkan bencana seperti munculnya banjir atau bahkan kekeringan.

Dalam konteks tata ruang wilayah sungai (yang juga bisa mencakup kawasan perkotaan di dalamnya), pengendalian banjir dan pemanfaatan air secara garis besar dilakukan sebagai berikut:

         Bagian HuluFungsinya sebagai penahan (retention) air hujan supaya run off tidak langsung mengalir ke sungai, tapi masuk sebagian ke dalam tanah, untuk menjadi bagian air tanah.

         Bagian TengahFungsinya sebagai penyimpanan air (storage). Air hujan atau air sungai ditahan sementara untuk menyimpan air pada saat musim hujan, dan dimanfaatkan pada saat musim kemarau, dan juga sebgai pengisi air tanah.Pemanfaatan ruang: waduk, situ, empang, balong, kolam, embung, badan sungai, dan bantaran sungai.

         Bagian HilirFungsinya sebagai genangan dan memerlukan pembuangan air (drainage). Genangan air hujan yang ada di kawasan urban dialirkan melalui saluran drainase ke badan sungai dan terus ke laut.

b)     Program Normalisasi Sungai dan SaluranPemerintah melakukan normalisasi sungai adalah untuk menciptakan kondisi sungai

dengan lebar dan kedalaman tertentu sehingga sungai tersebut mampu mengalirkan air sampai pada tingkat tertentu sehingga tidak terjadi luapan dari sungai tersebut. Kegiatan normalisasi sungai berupa membersihkan sungai dari endapan lumpur dan memperdalamnya agar kapasitas sungai dalam menampung air dapat meningkat. Ini dilakukan dengan cara mengeruk sungai tersebut di titik titik rawan kemacetan aliran air.

Upaya pemulihan lebar sungai merupakan bagian penting dari program normalisasi sungai. Pelebaran sungai juga meningkatkan kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air ke laut. Dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat karena Jakarta menjadi tumpuan untuk mendapatkan mata pencaharian, permukiman ilegal dapat ditemukan dimana-mana. Bantaran sungai menjadi sasaran utama bagi rumah-rumah ilegal ini, karena dekat dengan sumber air. Semakin banyak rumah yang dibangun di bantaran sungai-sungai yang melewati Jakarta ini, akan semakin sempit sungai tersebut, dan semakin rendah kemampuannya untuk menampung air dan semakin tinggi kemungkinan untuk menimbulkan banjir dan genangan air di sekitar permukiman yang letaknya dekat sungai.

c)      Antisipasi Pasang dan Pembuatan TanggulSalah satu tantangan besar yang dihadapi adalah banjir yang disebabkan oleh

gelombang pasang laut yang sering disebut sebagai banjir rob. Banjir tersebut tidak saja disebabkan oleh kenaikan tinggi permukaan air laut akibat pasang surut laut tetapi juga

Page 11: Kolm Retensi Literatur

karena banyak lokasi memang berupa dataran rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut, sehingga bila terjadi gelombang pasang laut agak besar banjir pun melanda pemukiman warga. Selain itu, ada tanda-tanda bahwa lokasi-lokasi ini masih terus mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh penyedotan air bawah tanah oleh penduduk untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari dan untuk industri.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009 untuk melindungi warga dari banjir rob. Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 meter di atas permukaan tanah. Jika terjadi pasang naik, limpahan air laut akan tertahan tanggul beton dan tidak membanjiri warga.

d)     Pembangunan PompaPembangunan Pompa disini dimaksudkan untuk mengalirkan genangan air ke laut.

Pembangunan pompa ini banyak dilakukan di tempat yang lokasinya berupa daratan rendah dengan ketinggian di bawah permukaan laut. Selain memasang pompa-pompa yang berkekuatan besar, juga dibangun sistem polder yang sering mengalami penggenangan air.

Sistem polder adalah suatu cara penangangan banjir dengan bangunan fisik yang terdiri dari sistem drainase, kolam retensi (penahan), tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa dan atau pintu air sebagai satu kesatuan pengelolaan air yang tidak dapat dipisahkan19. Semua elemen di atas memainkan peran penting dalam melindungi wilayah dari banjir. Keunggulan sistem polder adalah kemampuannya mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu, hujan setempat dan naiknya air laut.

Kunci utama sistem poder adalah tanggul atau waduk. Tanggul berfungsi untuk menahan air dari luar area, sedangkan waduk berfungsi untuk menampung air baik dari dalam maupun luar area. Pompa-pompa air berfungsi untuk membuang air dari dalam waduk. Setiap saat air meninggi dengan cepat pompa akan mengalirkan air ke laut.

2.5. Solusi Persoalan BanjirPersoalan banjir merupakan persoalan bersama yang harus dilakukan secara tepat dan

baik demi kehidupan yang lebih baik dan nyaman. Solusi persoalan banjir dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem drainase kota yang dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah banjir. Melalui penerapan lubang resapan dengan teknik Biopori ini, dapat dilakukan konservasi air, sehingga air dapat disimpan di dalam tanah. Diharapkan pada musim kemarau tidak terjadi kekeringan dan sebaliknya di musim hujan tidak banjir. Lebih jauh lagi, sampah rumah tangga yang selama ini disia-siakan pengelolaannya dan seringkali menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir besar di kota Jakarta, dapat dikendalikan, bahkan bisa menjadi kompos sehingga lingkungan akan menjadi lebih hijau, bersih, indah, nyaman dan aman.

Minimnya ruang terbuka hijau, membuat limpahan air hujan langsung terbuang. Masalah ini dapat diatasi jika setiap bangunan memiliki sumur resapan, sehingga air tidak melimpah ke sungai dan saluran air, sekaligus juga menjadi cadangan air tanah. 

Penghijauan Lingkungan sebagai area resapan air dan paru-paru kota. Selain itu, ada juga Sewer System yang dilengkapi tanki raksasa. Tanki raksasa itu digunakan sebagai penampung cadangan guna mengantisipasi debit air yang berlebih. Solusi banjir juga dapat dilakukan dengan pembangunan waduk dank anal. Serta yang tidak kalah penting adalah menghargai lingkungan sekitar kita dan juga daerah aliran sungai seperti jangan membuang dampah di daerah alisarn sungai. Karena itu penting memiliki rencana strategis dalam menangani masalah banjir demi mengurangi dan menghindari daerah dari bencana benjir.

Pencegahan Bencana Banjir

Page 12: Kolm Retensi Literatur

Ada dua jenis banjir, yakni banjir daerah hulu dan banjir daerah hilir, yang pencegahan dan penanggulangannya tentu berbeda. Selama ini pedoman dasar yang dipergunakan untuk pengelolaan air, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah yang penting dapat dialirkan menuju saluran, parit, sungai kecil, sungai besar dan seterusnya akhirnya ke laut. Pedoman ini harus diganti dengan mengusahakan agar air hujan sebanyak mungkin diresapkan ke dalam tanah dan sedikit mungkin mengalir di permukaan tanah.

Beberapa kesalahan pengelolaan di wilayah hulu yang menyebabkan banjir dan longsor dikarenakan rendahnya kapasitas permukaan tanah menyerap air hujan. Semua ini merupakan kontribusi dari: 

1)      Penggundulan, penebangan pohon, atau pembalakan liar di wilayah hutan; 2)      Kesalahan pengelolaan pertanian lahan kering.3)      Tidak ditanaminya daerah kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai

(besar) dengan pohon-pohonan sebagai kawasan hijau.4)      Di daerah perbatasan antara wilayah hulu dan hilir, konversi lahan pertanian menjadi

kawasan pemukiman, perdagangan, industri, infrastruktur jalan, fasilitas umum, dan lain sebagainya yang menyebabkan kapasitas resapan area menjadi jauh berkurang.

Untuk wilayah hulu yang terkena banjir, banjir biasanya terjadi karena meluapnya sungai utama dan jebolnya tanggul sungai yang melewati daerah-daerah tersebut. Daerah yang terkena banjir meluas mulai dari pinggir sungai atau tanggul yang jebol sampai ke wilayah tertentu yang posisinya lebih rendah. Banjir yang terjadi di Solo dan Madiun akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo dan jebolnya tanggul sungai merupakan contoh dari kasus banjir tipe wilayah hulu.

Pencegahan dan penanggulangan banjir untuk wilayah hulu (atas) karena air luapan sungai utama adalah:

(1)   Memperbaiki kondisi daerah aliran sungai di wilayah hulunya sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit air sungai yang sangat besar ketika periode musim hujan tiba;

(2)   Memperbaiki kondisi hutan yang ada di wilayah hulu;(3)   Memperbaiki sistem pertanian lahan kering yang ada di wilayah hulunya;(4)   Menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar 100 meter dan tanggul sungai

sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.Untuk mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hulu agar cepat teratasi jika

datang air luapan dari sungai yang melaluinya, perlu:(1)   Memperkuat tanggul-tanggul sungai agar tidak mudah jebol;(2)   Membuat sistem distribusi pengairan air untuk mengalirkan air banjir tersebut ke daerah lain

tanpa menimbulkan perluasan area banjir;(3)   Meningkatkan kapasitas resapan air di wilayah daerah banjir.

Sedangkan kesalahan pengelolaan wilayah hilir yang menyebabkan banjir di wilayah hilir (mendekati pantai) adalah;

  Tidak ditanaminya kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai;  Penyempitan area aliran sungai, daerah kawasan kanan-kiri sungai, dan bahkan bagian dari

tanggul sungai dan bantaran sungai yang digunakan sebagai permukiman penduduk;   Sistem pengaturan tata air (perkotaan) lambat mengalirkan air yang berasal dari hulu menuju

ke laut;   Sistem drainase bagian hilir (perkotaan) yang tidak efektif dan lambat mengalirkan air ke laut,

seperti saluran terlalu sempit dan sumbatan sampah;  Kurangnya luasan daerah-daerah resapan air di wilayah perkotaan.

Penyebab banjir untuk wilayah hilir atau daerah pantai, pengaruh laut terutama pasang-surut laut dan ketinggian elevasi daratan sangat mempengaruhi. Meskipun air kiriman melalui sungai besar tertentu dari wilayah hulu tetap sebagai pemicu banjir, namun tanpa air

Page 13: Kolm Retensi Literatur

kiriman itu wilayah hilir pun dapat juga mengalami banjir karena hujan lokal yang intensif dengan iystem drainase yang buruk serta air yang berasal dari pasang laut. Kasus banjir rob di wilayah pantai utara Jakarta merupakan contoh dari kasus ini.

Beberapa prinsip atau upaya utama pencegahan banjir untuk tipe wilayah hilir adalah:(1)   Membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air hujan yang berkumpul di

seluruh wilayah tersebut ke laut secara cepat dan efektif;(2)   Membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air sungai yang berasal dari wilayah

hulu menuju ke laut;(3)   Meningkatkan kapasitas resapan air di seluruh wilayah hilir;(4)   Mengendalikan atau mengurangi volume air sungai yang berasal dari wilayah hulunya

dengan cara memperbaiki kondisi daerah aliran sungai wilayah hulunya atau sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit sungai yang besar ketika periode musim hujan tiba;

(5)   Menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar sedikitnya 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.

Sedangkan untuk mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hilir atau daerah pantai ketika terjadi banjir adalah membangun tanggul-tanggul penahan ombak untuk penahan air pasang atau banjir rob, dan membangun sistem pemompaan air untuk memompa air laut ke laut secara efektif.

2.6. Antisipasi BanjirSecara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir, yaitu:

o   Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Walau setiap tahun rumahnya terendam banji tetpi kebanyakan warga tidak mau pindah dan tetap menetap di daerah yang rawan banjir itu sehingga dapat menyusahkan diri sendiri.

o   Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman warga.

o   Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.

Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir, yaitu:         Pertama, metode struktur, yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun

waduk di hulu, kolam penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, membuat sumur resapan yang bisa bermanfaat bagi warga apabila terjadi kekeringan karena tedapat sumur resapan sehingga air hujan bisa tertampung di sumur tersebut sertapemangkasan penghalang aliran. Anggaran tak seimbang  dalam pertemuan-pertemuan antar pemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan non-struktur secara simultan.

Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.

         Kedua, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah pentingnya. Pertama,  berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta

Page 14: Kolm Retensi Literatur

kemungkinan asuransi bencana banjir. Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai, kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanBencana banjir merupakan bencana yang sering terjadi di wilayah Indonesia ini.

Permasalahan banjir ini akan mengakibatkan kerugian secara materiil, banjir menimbulkan kesan ketidak nyamanan dan mengganggu aktivitas sehingga akan mengganggu pertumbuhan kota. Banjir terdiri dari berbagai jenis banjir seperti banjir air, banjir cileuncang, banjir bandang, banjir rob, banjir lahar dingin dan banjir lumpur. Bencana banjir dapat diakibatkan oleh faktor alam dan juga disebabkan karena ulah manusia itu sendiri. Bencana banjir dapat juga disebabkan faktor faktor akibat luapan Sungai, sistem drainasi yang buruk, dari rusaknya ekologis, yang didalamnya akibat pembabatan hutan, legal maupun illegal dan lain-lain.

Solusi permasalahan bencana banjir dapat dilakukan dengan membuat drainase yang baik, sewr system, pembangunan waduk dan kanal, membuat sumur resapan,membuat lubang biopori dan lain-lain.

3.2. SaranBencana banjir merupakan persoalan bersama sebaiknya dilakukan kebijakan strategis

untuk menyelesaikan persoalan banjir ini, serta diperlukan koordinasi yang baik antar pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah dalam menyatukan persepsi dan mencari solusi tentang persoalan banjir. Sehingga diharapkan akan tercipta solusi yang baik dalam penanganan masalah banjir tersebut.

Selanjutnya diperlukan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan dan darah aliran sungai sehingga masyarakat tidak akan membuang sampah dan limbah rumah tangga ke badan sungai yang menyebabkan penyempitan badan aliran sungai tersebut. Selanjutnya di perlukan tata ruang dalam pembangunan kota yang baik dan terus mempertahankan penghijauan lingkungan yang ada karena sangat penting bagi perespan air.

http://pasar-lamunan.blogspot.co.id/2014/01/sistem-polder-penanggulangan-banjir.html