101
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang dierikan berlebihan pada tulang.fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan leh kecelakaan kendaraan bermotor. Jumlah korba kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Depkes, 1996) Oleh karena itu kami akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fraktur. B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian dari Fraktur? 2. Apa Etiologi dari Fraktur?

KMB FRAKTUR TULANG

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FRAKTUR TULANG

Citation preview

68

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakangumumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang dierikan berlebihan pada tulang.fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan leh kecelakaan kendaraan bermotor.Jumlah korba kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung turun, yaitu 47.401 orang pada tahun 1989, menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada di wilayah Kalimantan timur, yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Depkes, 1996)Oleh karena itu kami akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fraktur.B. Rumusan Masalah1. Apa Pengertian dari Fraktur?2. Apa Etiologi dari Fraktur?3. Bagaimana Proses terjadinya Fraktur?4. Bagaimana Klasifikasi Fraktur?5. Apa saja Faktor-faktor penyembuhan Fraktur?6. Bagaimana Penatalaksanan dari Fraktur?7. Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien dengan Fraktur?C. Tujuan MasalahTujuan Umum:Untuk memperoleh gambaran pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada pasien Fraktur.

1111Tujuan Khusus:Dapat mengetahui tentang:1. Pengertian dari Fraktur.2. Etiologi dari Fraktur.3. Proses Terjadi4. Klasifikasi Fraktur.5. Faktor Penyembuhan6. Penatalaksanan dari Fraktur.7. Asuhan Keperawatan pasien dengan Fraktur.

BAB IIFRAKTURA. PengertianBanyak sekali yang di kemukakanleh para ahli tentang fraktur. Fraktur menurut Smelzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Demikian pula menurut Siamsuhidayat (2005), fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tudapaksa.Berdasarkan batasan diatas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.B. EtiologiUmumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur senderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih serig mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopouse (reeves,2001).Pravelensi:Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut pravelensi cenderung banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone.3C. Proses Terjadinya FrakturTulang kortikal mempunnyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, trauma tekanan, membengkok, memutar, dan menarik (chairudin rasjad 1998). Trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut : 1. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut menglami kerusakan.2. Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihandarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disbut trauma tidak langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klafikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi tekanan kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tlang dapat berupa tekanan berputar yang meneyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik ; tekanan membengkok menyebabkan fraktur transfersal ; tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkna fraktur inspaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi ; kompersi fentrikal dapat menyebabkan komunitif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak ; trauma langsung yang disertai dengan resitensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z ; fraktur karena remuk ; trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

PATOFISIOLOGI

Penurunan tekanan darah & perfusi periferUlkus pada luka, emboli pulmonal, dan atrofi ototPenyebab kematian diniHemoragi dan cedera kepalaTerjadi ARDS dan DICSyok hipvolemikPenurunan perfusi organKegagalan fungsi pernapasan dan kardiovaskulerkematianPenyebab kematian lambat (>3hari)sepsisPelepasan toksinDilatasi pembuluh darahPenurunan tahanan vascular sistemikGangguan organ multiplePenuruan curah jantungSyok sepsisCedera VaskularKomplikasiPendarahanTrombosis penuhTrauma Pada TulangPada TulangTerbukaTertutupKerusakan Arteri, infeksi, perdarahan (syok), nekrosis AvaskularResiko Infeksi, adanya emboli lemak dari fraktur tulang panjang & sindrom kompetenTrauma penetrasi

D. Klasifikasi FrakturChaerudin rasja (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan sebagai berikut :1. Fraktur traumatik. Terjadi karena yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.2. Fraktur patologis. Terjadi kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Faktor patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor, baik tumor primer maupun tumor mestastasis.3. Ftraktur stres. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.Klasifikasi jenis sangat umum sangat digunakan dalam konsep fraktur dalam beberapa sumber. Jenis-jenis fraktur tersebut adalah simple fraktur ( fraktir tertutup); coummpound fraktur (fraktur terbuka), tranfersel fraktur (fraktur transfersal / sepanjang garis tangn tulang), spiral fraktur (fraktur yang memuntir seputar batang tulang (, impacted fraktur ( fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lain), greenstick fraktur ( salah satu tulang patah, sedangkan sisi lainnya membengkok), comminuted fraktur (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).

Gambar skematis secara klinis dari Fraktur

Dalam beberapa keadaan gangguan sistem muskolaskletal, perawat di hadapkan beberapa pada masalah klinis klien akibat trauma pada tulang, manifestasi kelainan akibat trauma pada tulang berfariasi. Pengamatan secara klinis memberikan gambaran kelainan pada tulang. Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat di klasifikasikan sebagai berikut:1. Fraktur tertutup ( simple fraktur). Fraktur tertutup adalah fraktur fragmen tulang nya tidak menebus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai dengan hubungan dunia luar.2. Fraktur terbuka (commpound fraktur) fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar) Gambaran klinis fraktur terbuka3. Fraktur lengan komplikasi (complicated fraktur). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union de layed union, non union, dan infeksi tulang.

Perawat dalam menghadapi situasi kinis klien secara langsung perlu memahami keadaan anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal situasi tersebut dapat meberikan gambaran pada perawat untuk melakukan perencanaan dannimplementasi kperawatan yang sesuai dengan klinis atau keluhan klien. Seara teknik, konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjaid kontaminasi oleh lingkungan apada tempat terjadinya fraktur. Fragmen fraktur dapat menembus kult pada saat terjadinya cedera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada posisinya semula. Pada keadaan semacam ini operasi untuk irigasi, debridemen, dan pemberian antibiotik elalui intravena mungkin perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya esteomielitis. Pada uunya, operasi irigasi dan dibridemen pada fraktur terbuka harus dilakukan sebelum waktu 6 jam untuk mengurangi kemungkinan infeksi. Gambaran foto polos sinar x sangat memebantu perawat dalam melakukan perencanaan dan implementasi lebih jauh. Derajat kelainan dari patah tulang dapat diketahuioleh team kesehatan dengan beberapa klasifikasi. Charles A. Rockwood mengklasifikasikan fraktur secara radiologis. 1. Lokalisasi/letak fraktur : diafisis, metafisis, intraatrikular, dan fraktur dengan dislokasi. 2. Konfigurasi/sudut patah dari fraktur : Fraktur transversal. Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula. Segmen-segmen itu akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips. Farktur oblik. Fraktur oblik adaah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.

Fraktur spiral. Fraktur spiral timbul akibat torsipada ekstremitas. Fraktur-fraktur ini khas pada cedera main ski ketika ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski berputar sampai tulang patah. Hal yang menari adalah jenis fraktur rendah energi inihanya menimbulkan sedikit kerusakan jariingan lunak. Fraktru semacam ini cenderung cepat sembh dengan imobilisasi luar. Fraktur kominutif. Comminuted fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya jarinagn tempat adanay lebih dari 2 fragmen tulang.

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang mneybabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahanya. Fraktur semacam ini sulut ditangani. Biasanya satu ujung yang memiliki pembuluh darah yang menjadi sulit unutk sembuh. Keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan. Fraktur impaksi atau fraktur kompersi. Fraktrus kopersi terjadi ketika dua tulang membnetuk tulang ketiga yang berada diantaranya, sperti satu vertebra dengan 2 vertebra lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral tulang punggung menunjukan pengurangan tinggi ventrikal dan sedikit membnetuk sudut pada satu atau berapa vertebra. Pada orang uda fraktru kopresif dapat disertai pendarahan retroperitoneal yang cukup berta. Seperti pada fraktur pelfis, klien dapt secara tepat menjadi syok hipovelemik dan meninggal jika tidak dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah, dan pernapasan secara akurat, dan berulang pada 24 sampai 48 jam pertama setalh cedera. Ileus dan retensi kemih dapat juga trjadi pada cedera ini.

3. Menurut ekstensi : Fraktur total Fraktur tidak total (fraktur crack) Fraktur buckle atau torus Fraktur garis rambut Fraktur greenstick. Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak. Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami perubahan bentuk dan fungsi agar menjadi normal kembali.4. Fraktur avulsi. Fraktur avulsi memisahakna suatu fregmen tulang pada tempat invertif tendon ataupun ligamen.5. Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama apabila gemetri sendi terganggu secara bermakna.Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan FrakturLamanya minggu

Falang (jari)3-5

Metacarpal6

Karpal6

Skafoid10 (atau sampai terlihat penyatuan pada sinar-X)

Raius dan ulna10-12

Humerus :

Suprakondiler3

Batang8-12

Proksimal (impaksi)3

Proksimal (dengan pergeseran)6-8

Klavikula6-10

Vertebra16

Pelvis6

Femur :

Intrakapsuler24

Intratrokhanterik10-12

Batang18

Suprakondiler12-15

Tibia :

Proksimal8-10

Batang14-20

Maleolus6

Kalkaneus12-16

Metatarsal6

Falang (jari kaki)3

E. Faktor PenyembuhanSeorang perawat perlu mengethaui fraktor-fraktor yang mendukung peneyembuhan fraktur dengan implikasi pemeberian asuhan kperawatan yang lebih baik pada klien. Menurut chairudi rasjad (1999), faktor-faktor yang menetukan lama penymebuhan fraktur adalah sebagai berikut.1. Usia penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada peri osteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang padabayi sangat aktif. Apabila usia bertabah, proses tersebut semakin berkurang.2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat dari pada fraktur diafisis. Disamping itu, konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhan dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak. 3. Pergerseran awal fraktur. Pada fraktur yang periosteum tidak bergeser, penyembuhan nya 2x lebih cepat dengan fraktur yang bergser. 4. Faskularisasi padakedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunnyai fasularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu fisi fraktur meimiliki faskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union, akan terhambat atau mungkin terjadi non union.5. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur. 6. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kwmungkinan terjadinya non union sangat besar7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya intrposisi jaringan, baik berupa periosteurum maupun toto atau jaringan vibrosa lainnya, akan menghambat faskularisasi ke dua ujung fraktur.8. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal9. Cairan sinovial. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan penghambatan dalam penyembuhan fraktur,10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerak aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vi D, dan steroid anabolik, seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan).

F. KomplikasiSetiap perawat mengetahui komplikasi yang bisa terjadi pada setiap klien yang mengalami masalah fraktur. Dengan mengetahui kemungkinan masalah yang dapat dialami klien, perawat dapat mengantisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi atau mengurangi dampak resiko dengan mengoptimalkan pengetahuan yang mereka miliki. Klien yang mmengalami fraktur perlu mengetahui bahwa perawat mempunyai pengetahuan dalam menilai komplikasi yang mungkin terjadi pada klien fraktur. Dengan demikian, klien tidak melakukan pengobatan secara tradisional kepada dukun, patah karena memiliki risiko penyembuhan tulang yang kurang baik.Komplikasi fraktur:1. Komplikasi awal Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. Sindrome kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,tulang,saraf, dan pembuluh darah dalam jariangan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau karena tekanan dari luar sesperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

Fat embolism syndrome. (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang, FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dam menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF&OREF) dan plat. Peran perawat sangat diperlukan dalam melakukan perawatan luka dengan baik untuk menghindari terjadinya infeksi pada klien fraktur terbuka dan pascaoprasi pemasangan pin.

Nekrosis avaskular. Terjadi karna aliran darah ke tulang rusuk atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang. Biasanya, diawali dengan adanya iskemia volkman. Syok. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasasakit yang hebat paa klien.2. Komplikasi lama Deleyed union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ketulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan ( tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah). Etiologi delayed union sama dengan etiologi pada non union. Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoar throsis.Beberapa jenis non union terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang sebagai berikut. Hipertrofik. Ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari keadaan normal yang disebut gambaran elephant foot. Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada jenis ini, vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft. Atrofik (oligotrofik)Tidak ada tanda-tanda aktivitas selular pada ujung fraktur. Ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini, di samping dilakukan fiksasi rigid, juga diperlukan pemasangan benograft. Mal union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi,

Gambaran klinis atrofik1. Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada.2. Gerakan abnormal pada daerah fraktur membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis.3. Nyeri tekan sedikit atau sama tidak ada.4. Pembengkakan dapat di temukan dan dapat juga tidak terdapat pembengkakan sama sekali.5. Saat diraba perawat dapat menemukan rongga di antara kedua fragmen.

Penyebab non union dan delayed union.1. Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen 2. Reduksi yang tidak adekuat3. Imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua fragmen4. Waktu imobilisasi yang tidak cukup5. Infeksi 6. Distraksi pada kedua ujung karena adanya traki yang berlebihan 7. Interposisi jaringan lunak diantara kedua fragmen8. Terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen9. Destruksi tulang, misalnya karena tumor atau osteomeilitis (fraktur patologis) 10. Dissolusi hematoma fraktur oleh jarinagn sinovia (fraktur intrakapsular)11. Kerusakan periosteum yang hebat sawaktu terjadi fraktur atau operasi 12. Fiksasi internal yang tidak sempurna13. Delayed union yang tidak diobati14. Pengobatan yang salah satu sama sekali tidak dilakukan15. Terdapat benda asing antara kedua fraktur , misalnya pemasangan screw diantara kedua fragmen.

Varus/valgus,rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur tibia-fibula Etiologi mal-union adalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan, osifikasi premature pada lempeng epifis karena adanya trauma.

G. PenatalaksanaanPenatalaksanaan kegawat daruratanBila dicurigai adanya fraktur, pentig untuk melakukan imobilisasi bagian tubuh segera sebelum klien dipindahkan. Bila klien mengalami cedera, sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas sampai dibawah tempat patahan untuk mencegh gerakan rotasi maupun angulasi. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri yang terjadi karena fraktur yang sangat berat dapat dapatdikurangi dengan menghindrai fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, dan kemudian dibebat dengan kencang namun tetap harus memperhatikan nadi perifer. Imobilisasi tulang panjang eksstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat ke dua tungkai bersama, dengan ekstremitas yang sehat bertindak sebagai nidai bagi ekstremitasyang cedera.Luka ditutup dengan pembalut steril (bersih) untuk mencegh kontaminasi jaringan yang lebih dalam pada luka terbuka. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka/menembus kulit. Evaluasi klien dengan lengkap. Pakaian diepas dengan lembut, diawali dari bagian tubuh yang sehat dan dilanjutkan pada sisi yang cedera. Pakaian mungkin harus dipotong pada sisi yang cedera. Ekstremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.Setip perawat perlu mengetahui tindakan medis yang bisanya dilakukan oleh tim medis agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien setelah ditangani oleh team medis. Team medis yang menangani keadaan klinis klien yang mengalami fraktur memerlukan penilaian penatalaksanaan yang sesuai, yaitu dengan mempertimbangkan faktor usia, jenis fraktur, komplikasi yang terjadi, dan keadaan sosial ekonomi klien secara individual. Ada beberapa pentalaksanaan, yaitu penatalaksanaan fraktur tertutup, terbuka, dislokasi, dan amputasi. Implikasi keperawatan utama dalam penanganan kasus fraktur tertutup adalah menganailissis masalah yang akan muncul pada klien setelah dilakukan :Gambaran Klinis Mal-Union1. Deformitas dengan bentuk yang bervariasi2. Gangguan fungsi anggota gerak3. Nyeri dam keterbatsan pergerakan sendi4. Ditemukan komplikasi seperti paralisis tardi nervus ulnaris5. Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi6. Bursitis atau nekrosisi kulit pada tulang yang mengalami deformatis.

Prinsip pentalksanaan fraktur 4RTeknikPengetianPrinsip penatalaksanaan

Regocnition Diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama dalah mengetahui dan menilai kedaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaam klinik, dam radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokalisis fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuia unutk pengobatan dan menghindar komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesduah pengobatan.

Reduction Restorasi fargmen fraktur sehingga posisi yang paling optimal didapatkan Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur intra-artikuar diperlukan reduksi anatomis. Sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekuan , deformitas serta perubahan osteoartitis dikemudian hari.

Imobilisasi frakturSecara umum, teknik pentalaksanaan yang digunakan adalah mengistirahtkan tulang yang mengalami fraktur dengan tujujan penyatuan yang lebih cepat anatra kedua fragmen tulang yang mengalami fraktur.

Mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkinProgram rehabilitas dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada funsinya agar aktivitas dapat diakukan kembali. Misalnya pada klien pascaamputasi kruris. Program rehablitas yang dijalankan dalah bagaimana klien dapat melanjutkan hidup dan melakukan aktivitas dengan memaksimalkan organ lain yang tidak mengalami masalah.

Penatalaksanaan medis. Seorang perawat yang melakukan asuhan muskuloskeletal perlu mengenal metode pengobatan yang biasa dilakukan pada fraktur tertutup. Pada umunya, metode pengobatan yang digunakan sebgai berikut :1. Penatalksanaan konservatif. Pentalaksanaan konservatif merupakan pentalaksanaa non pembedahan agar imobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi. Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi. Proteksi fraktur terutama unutk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara membrikan sling (mitela) pada anggota gerak atas tonglat ada anggota gerak bawah . tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur komperesi tulang belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktru yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi radiologis.

Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Imobilisasi fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedkit imobilisasi biasanya menggunakan plaster of paris (gips) tau dengan bercam-macam bidai dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

Reduksi tertutup dengan memanipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertuutup yang diartikan memnaipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukakn melawan kekuatan terjadinya fratktur. Pengguanaan gips unutk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini .Indikasi tindakan ini : Sebagai bidai pada fraktur utuk pertolongan pertama Imobilisasi sebgai pengobatan definitif pada fraktur Pada fraktur yang bergeser diperlukan manipulassi da diharapkan dapat dilakukan reduksi tertutup serta dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifta komunikatif bergerak Imobilisasi untuk mencegah frajtur patologis Sebgaai alat bantu tambahan pada fiksasi internal yang kurang kuat Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut yang diikuti dengan imobilisasi Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlnajut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulut dan trkasi tulang. TraksiTraksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruagan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Factor-faktor yang mengganggi keefktifan tarikan traksi harus dihilangkan.Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X dan mungkin dperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah relaks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan yang lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal sebagai vector gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak diantara kedua garis tarikan tersebut.

Prinsip traksi efektif dan implikasi keperawatan Prinsip traksi efektifImplikasi keperawatan

1. Pada setiap pemasangan traksi harus difikirkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah berlawanan. (hokum newton yang ketiga mengenai gerak menyebutkan bahwa bila ada aksi, akan terjadi reaksi dengan besar yang sama, namun arahnya berlawanan.2. Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur dapat memberikan kontratraksi.3. Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif4. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.5. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermitten.6. Traksi skelet tidak boleh terputus.7. Pemberat tidak boleh diambil, kecuali bila traksi yang dimaksudkan intermitten.8. Setia factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultan tarikan harus dihilangkan.9. Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.10. Tali tidak boleh macet11. Pembebat haru tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai. 12. Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.1. Dampak psikologis dan fisiologis masalah musculoskeletal, alat traksi, dan imobilitas harus diperhitungkan. Masalah keerawatan yang sering ada adalah sebagai berikut.A. ansietasB. Defisiensi pengetahuan mengenai program pengetahuan mengenai program terapiC. Nyeri dan ketidaknyamananD. Deficit perawatan diriE. Hambatan mobilitas fiik2. Masalah kolaborasi da komplikasirisiko yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.A. dekubitus pada daerah tekanan bidaiB. Infeksi kulit superficial dan reaksi allergi.C. Kongesti paru dan pneumonia penyakit tromboemboli.D. Konstipasi karena penuruna aktivitasE. AnoreksiaF. Statis dan infeksi kemihG. Thrombosis vena dalam

Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter raksi. Tindaan ini mempunyai dua tujun utama, yaitu berapa reduksi yang bertahapdan imobilisasi.Indikasi tindakan ini ; Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan sert mencegah tindakan operatif, misalnya pada fraktur vertebra servikalis. Terdapat otot yang dapat menimbukan mal union, non union, atau delay union Terdapat fraktur yang tidak stabil dan oblik; fraktur spiral atau kominutif pada tulang panjang.

Empat metode traksi kontinu Traksi traksi kulit menggunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau brown bohler. Traksi menetap. Traksi menetap juga menggunakan leukoplas yang melkat pada bidai Thomas. Biasanya dilakukan pada fraktur femur yang tidak bergeser. Traksi tulang. Traksi tulang menggunkan kawat kirschner (K-Wire) dan pin Steinmann yang dimasukkan kedalam tulag serta dilakukan traksi dengan menggunakan berat badan dengan bantuan bidai Thomas dan bidai brown bohler. Tempat untuk memasukan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah tuberositas tibia, bagian distal femur pada kondilus femur, bagian dital tibia pada kalkaneus (jarng dilakukan), pada prosesus olekranon, pada tengkorak, pada trokanter mayor, dan pada bagian distal metacarpal. Traksi berimbang dan traksi slidding. Traksi berimbang dan traksi slidding terutama digunakan pada fraktur fmur. Traksi ini menggunakan traksi skeletal dengan banyak katrol dan bantalan khusus. Berbagai jenis raksi lainnya dipergunakan sesuai jenis fraktur. Secara ringkas, gambar-gambar dibawah ini menjelaskan berbagai jenis traksi.

A. Traksi Skeletal

B. Traksi Hamilton Russel

C. Traksi Ekstensi

D. Traksi Bryant

E. Traksi Dunlop pada fraktur suprakondilar humeri

2. Penatalaksanaan pembedahan sangat penting diketahui oleh perawat sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan. Jika ada keputusan bahwa klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam membeikan asuhan keperawatan perioperatif. Penatalaksanaan pembedahan pada klien fraktur meliputi hal-ha sebagai berikut.: Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan dengan K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan mamasukan K-Wire perkuatan, misalnya pada fraktur jari.

Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternl tulang. Perawat perlu mengenal tindakan medis operasi reduksi terbuka, baik fiksasi internal/ORIF (Open Reduction Internal Fictation) maupun fiksasi eksternal/OREF (Open Reduction External Fixation) karena asuhan keperawtan yang diperlakukan berbeda. Implikasi keperawatan yang perlu dikenal perawat setelah operasi adalah nyeri dan resiko infeksi yang merupakan masalah utama. Beberapa indikasi keadaan klien yang mengalami fraktur dan dislokasi perlu diketahui untuk menjelaskan kemungkinan tindakan medis dan masalah keperawatan yang akan timbul dari tindakan medis ORIF dan OREF. Tindakan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF)

Indikasi tindakan ini : Fraktur intra-artikular, misalnya fraktur meleolus, kondilus, olekranon patela Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan, misalnya, fraktur radius dan ulna disertai malposisi yang hebat (fraktur yang tidak stabil) Bila terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen Bila diperlukan fiksasi rigig, misalnya pada fraktur leher femur Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna, sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur pada orang tua Fraktur avulsi, misalnya pada kondilusi humeri Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF). Fiksasi eksterna digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap posisinya, kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi memberikan kenyamanan bagi klien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.Asuhan keperawatan dimulai dari perawatan sebelum operasi karena klien mendapatkan penjelasan yang luas tentang pemasangan OREF. Dengan demikian, sebelum operasi klien telah siap untuk menerima tindakan medis. Klien sangat dipersiapkan secara psikologis sebelum pemasangan fisator eksternal. Alat ini mengerikan dan terlihat asing bagi klien. Pemasangan OREF akan memerlukan waktu yang lama dengan masa penyembuhan antara 6-8 bulan. Oleh karena itu, secara psikologis klien harus terbiasa dengan adanya alat yang terpasang pada kakinya selama proses penyembuhan tulang.Perawatan luka steril dilakukan perawat setiap hai untuk mencegah timbulnya infeksi karena adanya benda asing dari luar masuk kedalam tubuh. Setiap tempat pemasangan pin perlu dikaji mengenai adanya kemerahan., keluhan nyeri tekan, nyeri pada daerah sekitar tusukan fiksasi eksternal, dan longgarnya pin.Perawat perlu mengetahui kriteria klien yang perlu menjalani pembedahan dengan reduksi terbuka dan fiksasi eksternal. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan informasi kepada klien dan keluarga sebagai tindaka kolaboratif dengan tim medis mengenai perencanaan pembedahan yang sesuai kondisi klien dan sebagai bahan perencanaan asuhan keperawatan.Indikasi pembedahan dengan reduksi dan fiksasi eksternal1. Fraktur dengan grade II dan grade III2. Fraktue terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah3. Fraktur dengan infeksi atau pseudoartrosis4. Fraktur yang miskin jaringan ikat5. Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes melitus.

Setelah dilakukan pembedahan dan pemasangan OREF, dering didapatkan komplikasi, baik yang bersifat segera maupun komplikasi tahap lanjut.Komplikasi dari pembedahan dengan pemasangan fiksasi ekternal adalah infeksi (osteomielitis), kerusakan pembuluh daran dan saraf, kekakuan sendi bagian proksimal dan distal, kerusakan periosteum yang parah sehingga terjadi delayed union atau non-union. Atau emboli lemak.

Eksisi fragmen tulang dan pergantian dengan prostesis. Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskular dari fragmen atau non-union. Oleh karena itu, dilakukan pemasangan prostesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk mengantikan bagian yang nekrosis. Prostesis juga seringdigunakan setelah klien diamputasi.

Sasaran utama asuhan keperawatan pada klien setelah amputasi dan dilakukan pemasangan prostesis meliputi pengurangan nyeri, tidak adanya gangguan persepsi sensori, penyembuhan luka, penerimaan terhadap perubahan citra tubuh, resolusi proses bersedih, perawatan diri secara mandiri, pengembalian monbilitas fisik, dan tidak adanya komplikasi. Untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien fraktur terbuka tersebut. Pada prinsipnya, fraktur terbuka adlalah fraktur yang berhungan dengan lingkungan luar melalui kulit karena adanya pintu masuk kuman yang memungkinkan terjadinnya kontaminasi bakteri sehingga timbul masalah keperawatan berupa tingginya resiko infeksi. Perawat perlu mengenal jenis-jenis luka akibat fraktur terbuka, misalnya tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar uleh karena tertembus peluru atau trauma langsung.Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi masalah resiko syok hivopolemik akibat pendarahan dan resiko infeksi akibat masuknya kuman. Selain mencegah infeksi, juga harap terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberpa hal penting dilakukan dalam penatalaksana fraktur terbuka dengan operasi, yaitu dilakukan dengan segera, secra hati-hati, debridemen berulang-ulang, stabilitasi fraktur, penutupan kulit, bone grafiting yag dini, serta pemberian antibiotik yang adekuat.Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke arah cedera tulang) terdapat resiko infeksi osteogasgangren dan tetanus. Tujuan penangannannya meminimalkan kemungkinan infeksi pada jaringan dan tulang untuk mempercepat penyembuhan luka dan tulang. Klien dibawa keruangan operasi tempat luka dibersihkan, debridemen (benda asing dan jaringan diangkat), dan diirigasi. Fragmen tulang mati diangkat. Mungkin perlu dilakukan graft tulang untuk menjebatani defek, namun harus yakin bahwa rsepien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan.

Fraktur direduksi dengan hati-hati dan stabilitas dengan fiksasi. Setiap kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, otot, saraf, dan tendon diperbaiki. Ekstremitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadi edema. Status neurovaskular dikaji sesering mungkin. Suhu tubuh klien diperiksa dengan intrerval teratur, kemudian klien dipantau untuk mengetahui adanya tannda-tanda infeksi.Penutupan primer mungkin tidak dapat dicapai karena adanya edema dan potensial iskemia, cairan luka yang tidak dapat keluar, dan infeksi anaerob. Luka sangat terkontaminasi sebaiknya tidak dijahit, dibalut dengan balutan steril, dan tidak ditutup sampai diketahui bahwa darah luka tersebut tidak mengalami infeksi.Pada tahap awal penatalaksanaan, sebaiknya klien diberikan profilaksis tetanus serum yang bertujuan untuk menghindari resiko tetanus karena kuman tetanus sangat menyukai keadaan seperti luka pada fraktur terbuka. Biasanya klien diberikan antibiotik intravena untuk mencegah atau menangani infeksi serius. Luka ditutup dengan jahitan atau skin graf atau falp kulit autoge pada hari kelima dalapai hari ke tujuh atau pada saat luka dalam keadaan baik.Perawatan luka selalu diberikan perawat agar masalah keperawatan gangguan intregritas jaringan dapat diatasi sehingga mengurangi dampak resiko tinggi infeki. Selain itu, diharapkan terjadi pertumbuhan jaringan yang baik. Perawatan luka dilakukan , baik pada klin pascaoperasi maupun pada klien dengan luka pascatrauma setelah golden period yang biasanya merupakan klien rujukan dari daerah.1. Kasifikasi fraktur terbuka. Karena perawatan luka ini masih dalam area abu-abu antara medik dan perawat, perawat perlu membekali diri dengan mengetahui prinsip-prinsip perawatan luka yang baik. Pengetahuan perawatan luka, keterampilan yang baik, dan diimbangi perawatan luka, yaitu mengrangi resiko tinggi infeksi dan meningkatkan penyembuhan luka.Komplikasi fraktur terbuka1. Perdarahan, syok hipovolemik sampai kematian2. Septikemia, toksemia karena infeksi piogenik3. Tetanus4. Gangren5. Perdarahan skunder6. Osteomielitis kronik7. Non-union dan mal-union8. Kekakuan sendi9. Komplikasi lain karena peawatan yang lama10. Delayed union

Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo, Merkow da Templemen.Grade Keadaan klinis

ILuka kecil yang panjangnya kurang dari 1 cm biasanya karena luka tusukan dari dalam kulit yang menembus keluar. Ada sedikit kerusakan jaringan dan tidak ada tanda-tanda trauma tulang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel transversal oblik pendek atau sedikit kominutif.

IILaserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang parah atau avulsi kulit. Ada kerusakan yang sedang pada jaringan dngan sedikit kontaminasi fraktur.

IIIAAdanya kerusakan yang lebih parah pada jaringan lunak termasuk otot, kulit, dan struktur neuorovaskuler dengan kontaminasi yang berat. Tipe ini biasanya disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi.

IIIBFraktur disertai trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan jaringan terdapat pendorongan (stripping) periosteum tulang terbuka kontaminasiyang berat dan fraktur kominuitif yang hebat.

IIICFrakturterbuka yang disertai dengan kerusakan arteri memerlukan perbaikan tanpa memerhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak.

2. Perawatan lanjut dan rehabilitas fraktur. Tujuan pengobatan fraktur adalah sebagai berikut.a. Menghilangkan nyerib. Mendapatlan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur.c. Mengharapkan dan mengusahakan uniond. Mengembalikan fungsi secara optimaldengan cara mempertahan fungsi. Otot dan sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena infeksi saluran kemih, serta pembentukan batu ginjal.e. Mengembalikan fungsisecara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur. Sejak awla klien harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan dan pemberian fisioterapi memperkuat otot-otot serta gerakan sendi, baik secara isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur maupun isotonik, yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung.F. Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur1. PengkajianPengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan untuk klien itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang tepat. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahai ini. Untuk mengetahui tahap-tahap pengkajian dalam proses keperawatan lebih lanjut.Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi kesehatan sebagai berikut.1. Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membenbantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau tidak.2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. 3. Pola eliminasi untuk kasus fraktur humerus, tidak ada gangguan pada pola eliminasi, namun perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu, pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.5. Pola aktivitas karena adanya nyeri dan gerak yang terbatas, semua bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dank lien butuh banyak bantuan dari orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien karena ada beberapa bentuk pekerjaan berisiko untuk terjadinya fraktur dibandingkan pekerjaan lain.6. Pola hubungan dan peran klien akan menghilangkan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan ditra diri.8. Pola sensori dan kognitif, pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan, selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.9. Pola reproduksi seksual. Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.10. Pola penanggulangan stress. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien tidak efektif.11. Pola tatanilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.

a. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care) karena ada kecenderungan bahwa spesialis hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit, tetapi lebih mendalam.Hal yang harus diketahui dalam pemeriksaan fisik klien fraktur adalah sebagai berikut.1. Gambaran umum. Perawat pemeriksa perlu memerhatikan pemeriksaan secara umum yang meliputi hal-hal sebagai berikut. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien. Hal yang perlu dicatat adalah tanda-tanda sebagai berikut. Kesadaran klien: apatis, spoor, koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk. Secara sistemik, dari kepala sampai kelamin.Perawat harus memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status neurovascular.2. Keadaan local pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut. Look (inspeksi). Perhatikan apa yang dapat dinilai, antara lain sebagai berikut. Sikatriks (jaringan parut, baik yang lamai maupun buatan seperti bekas oprasi) Fistula Warna kemerahan atau kebiruan (livid) atau hiperpigmentasi. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas) Posisi jalan (gait waktu masuk ke kamar periksa) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya, hal ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Hal-hal yang perlu dicatat adalah sebagai berikut. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembapan kulit. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama disekitar persendian. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah atau distal) Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu, periksa status neuromuscular. Apabila ada benjolan, perawat perlu mendeskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaan, nyeri atau tidak, dan ukurannya. Move (pergerakan terutama rentang gerak). Setelah melakukan pemeriksaan feel, perawat perlu pemeriksaan dengan menggerakkan ekstremitas, kemudian mencatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0(posisi netral) atau dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)atau tidak pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif sdan pasif.b. Pemeriksaan Diagnostik1. Pemeriksaan radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan rontgen (sinar-x). untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, kita memerlukan dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan sinar-x harus atas dasar indikasi kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Selain foto polos sinar-x (plane x-ray) mungkin diperlukan teknik khusus, seperti hal-hal berikut. Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetapi juga struktur tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja, tetapi pada struktur lain yang juga mengalami kerusakan. Mielografi, menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan akibat trauma. Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak karena rudapaksa, Computed tomografi scanning, menggambarkan potongan secara transversal dari tulang tempat terdapatnya struktur tulang yang rusak.2. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim di gunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi hal-hal sebagai berikut. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amino transferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.3. Pemeriksaan lain-lain. Pada pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes sensitivitas didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. Elektromiografi terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur. Artroskopi didapatkan jaringan iikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. Indium imagingpada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. MRI menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2. Diagnosa keperawatanSecara umum doenges (2002) merumuskan delapan masalah/diagnosis keperawatan, yaitu: 1. Risiko tinggi trauma tambahan2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak, stress, ansietas, alat traksi/imobilisasi3. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular4. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular6. Kerusakan integritas kulit/jaringan (actual/risiko tinggi) berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, pemasangan pentraksi, perubahan sensasi, imobilisasi fisik,7: risiko tinggi terhadap infeksi, 9) dan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.Sementara smeltzer (2002) merumuskan 3 diagnosis/masalah keerawatan yang dapat terjadi pada fraktur tertutup, yaitu: 1) Nyeri berhubungan dengan fraktur, 2) Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kekurangan neurovascular, tekanan, dan disuse, 3) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.Berdasarkan dua pendaat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada Sembilan masalah/diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur yaitu sebagai berikut.1. Risiko tinggi trauma tambahan berhubungan dengan kerusakan neurovascular, tekanan, dan disuse.2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak, stress, ansietas, alat traksi/imobilisasi.3. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovascular perifer.4. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas.5. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular.6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.7. Kerusakan integritas kulit/jaringan, pemasangan pen traksi, perubahan sensasi, imobilisasi fisik.8. Risiko tinggi terhadap infeksi.9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.4. Rencana KeperawatanRencana asuhan keperawatan berikut ini diuraikan meliputi diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi, serta rasionalisasi dari masing-masing tindakan keperawatan.

1. Diagnose keperawatan: risiko tinggi trauma tambahan berhubungan dengan kerusakan neurovascular, tekanan, dan disuse.TindakanRasional

Mandiri1. Pertahankan tirah baring sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi diatas dan di bawah fraktur bila bergerak/membalik.2. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan klien pada tempat tidur ortopedikGips/Bebat3. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut. Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter atau papan kaki.4. Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik klien. Hindari menggunakan papan abduksi untuk membalik klien dengan gips spika5. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema.Traksi 6. Pertahankan posisi/integritas traksi (missal, buck, Dunlop, pearson, russel)7. Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Member minyak pada control dan periksa tali terhadap tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.8. Pertahankan control tidak terhambat dengan beban bebas menggantung, hindari mengangkat/menghilangkan berat.9. Bantu melekatkan beban di bawah roda tempat tidur bila ada indikasi.10. Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi, contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck atau tidak memutar dibawah pergelangan dengan traksi russel.1. Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.2. Tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformitas gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau memengaruhi dengan penarikan traksi.3. Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.4. Gips panggul/tubuh atau multiple dapat membuat berat dan tidak praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ekstremitas yang di gips dapat menyebabkan gips patah.5. Pembebat koaptis (misalnya jepitan jones-sugar) mungkin digunakan untuk memberikan imobilisasi fraktur di manan edema jaringan berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau penggunaan gips plester mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur.6. Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisis/ penyatuan. Traksi tulang (pen, kawat, jepitan) memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk penarikan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.7. Menyakinkan bahwa susunan traksi berfungsi dengan tepat untuk menghindari interupsi penyambungan fraktur.8. Jumlah beban traksi optimal dipertahankan.9. Membantu ketetapan posisi klien dengan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbale balik.10. Mempertahankan integritas tarikan traksi.

11. Kaji integritas alat fiksasi eksternal 11. Traksi Hoffman memberikan stabilitas dan sokongan kaku untuk tulang fraktur tanpa menggunakan katrol, tali atau beban, memungkinkan mobilitas/kenyamanan klien lebih besar dan memudahkan perawatan luka.

Kolaborasi

12. Kaji ulang/ evaluasi foto12. Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.

13. Berikan/pertahankan stimulasi listrik bila digunakan13.mungkin diindikasikan untuk meningkatkan pertumbuhan tulang pada keterlambatan penyembuhan/tidak menyatu.

2. Diagnosis keperawatan: Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunal, stres, ansietas, traksi atau imobilisasi.

Tindakan Rasional

Mandiri

1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat.1. Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.

2. Tinggikan ekstremitas yang sakit2. MeningKatkan aliran balik vena, mengurangi edema, dan mengurangi nyeri.

3. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips.3. Meningkatkan kenyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips

4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki.4. Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan selimut pada bagian yang sakit

5. Evaluasi nyeri; lokasi, karateristik, intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan tanda vital dan emosi/prilaku)5. Mempengaruhi efektifitas intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.

6. Dorong klien untuk mengekspresikan masalah berhubungan dengan cedera.6. Membantu mengatasi ansietas. Klien dapat measakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.

7. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan7. Memungkinkan klien untuk siap secara mental dalam melakukan aktivitas, dan berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.

8. Berikan obat sebelum perawatan latihan/aktivitas.8. Meningkatkan relaksasi otot dan partisipasasi klien.

9. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktiv.9. Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.

10. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, seperti pijatan punggung, perubahan posisi.10. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

11. Dorong pengunaan manajemen stres, seperti relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajenasi visualisasi, sentuhan teurapetik.11. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode yang lama.

12. Indentifikasi aktivitas teurapeutik yang tepat untuk usia klien, kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, meningkatkan kekuatan otot, dan dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping klien.

13. observasi adanya keluhan nyeri yang tidak biasa, tiba-tiba atau dalam, lokasi progresif atau buruk tidak hilang dengan analgesik. 13. dapat mengidentifikasikan terjadinya komplikasi, seperti infeksi, iskemia jaringan, sindrom kompartemen.

Kolaborasi14. lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama sesuai kebutuhan.14. menurunkan edema atau pembentukan hematom, menurunkan sensasi nyeri.

15. berikan obat sesuai order : narkotik dan analgesik non narkotik,NSAID. Berikan narkotik sesuai order selama 3-5 hari. 15. untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.

16. berikan/awasi analgesik yang dikontrol klien.16. pemberian rutin mempertahankan kadar analgesik darah secara adekuat, mencegah fluktuasi dalam menghilangkan nyeri akibat spasme/tegangan otot.

3. Diagnosis Keperawatan : risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer .TindakanRasional

Mandiri 1. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.1. dapat menyebabkan bendungan sirkulasi bila terjadi edema.

2. Evaluasi kualitas nadi perifer distal terhadap cedera dengan palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sehat.2. penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi. Waspadai bahwa kadang-kadang nadi dapat terhambat oleh bekuan halus dimana pulsasi mungkin teraba. Selain itu perfusi melalui arteri lebih besar dapat berlanjut setelah meningkatnya tekanan kompartemen yang telah mengempiskan sirkulasi arteriol/venula otot.

3. Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.3. kembalinya warna harus cepat (