72
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI “Laboratorium KlinikRSM Siti Khodijah Sepanjang” Disusun oleh: Anita Hugeng M 201310401011018 Septian Kristyana 201310401011030 Fendy Decha 201310401011004

KKI RSM Siti Khodijah Sepanjang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KKI RSM Siti Khodijah Sepanjang

Citation preview

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRILaboratorium KlinikRSM Siti Khodijah Sepanjang

Disusun oleh:Anita Hugeng M201310401011018Septian Kristyana201310401011030Fendy Decha201310401011004

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2015

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)A. Identitas1. Nama Perusahaan:Laboratorium klinis RSM Siti Khodijah2. Alamat: Jl.Pahlawan no. 260 Sidoarjo3. Jumlah tenaga kerja: 15 orang

B. Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja1. Proses Industri/Proses KerjaNo.Unit kerjaJenis pemeriksaan dan Bahan bakuAlat kerjaCara KerjaBahan berbahaya

1.Laboratorium klinik Jenis pemeriksaan: Profil lipid Bahan baku:-Reagen Kolesterol FS-Darah Vena 5 ml

Spektrofotometer Tabung reaksi Jarum suntik 3ccPasien berpuasa semalamDiambil darah sample dgn cara Vein Puncture 5ml (tanpa anti koagulan)Biarkan hingga terpisah serumnyaDipisahkan serum dan komponen/sel-sel darahDiambil serum darah untuk pemeriksaanLanjut prosedur kerjaProsedur kerja,kalibrasi, dan Quality controlSiapkan :1. Blanko : Reagen (R) + Aquabidest:500l (R) + 5l Aquabidest2. Kalibrasi : Reagen (R) + Standart (Std) :500l (R)+ 5l (Std)3. Quality Control : Reagen (R) + Serum control (Sk)500l (R) + 5l (Sk)4. Masing-masing reagen dicampurkan dengan benar dan diinkubasi pada temperature 20 - 25 C slama 20 menit / temperature 37 C slama 10 menit5. Baca blanko , standart dan serum control scara berurutan Bila kalibrasi dan quality control sudah baik (masuk nilai range control), pemeriksaan sample pasien dapat dilakukan.

Reagen, tabung reaksi, jarum suntik, spesimen darah

2. Jenis pemeriksaan: BTA Bahan baku: Sputum Larutan basic fuchsin Asam alkohol Methylen blue Oil imersi

Ose Kaca preparat Bunsen Pipet tetes Mikroskop

1)Sputum di ambil dengan ose dan dibuat sediaan dengan bentuk sesuai pola dengan ukuran 2 x 3..2)Buat kuil kuil kecil mengelilingi olesan agar dahak menyebar secara merata.3) Preparat dikeringkan4) Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan.5)Genangiseluruhpermukaan sediaan dengan carbol fuchsin.6)Panasi sediaan dengan api bunsen disetiap sediaan sampai keluar uap jangan sampai mendidih.7) Diamkan 5 menit.8) Bilas sediaan dengan hati-hati menggunakan air mengalir.9) Genangi dengan asam alkohol sampai tidak tampak warna merah carbol fuchsin.10) Genangi permukaan sediaan dengan methylen blue selama 20-30 detik.11) Bilas sediaan dengan air mengalir.12) Keringkan sediaan di udara13) Nyalakan Mikroskop14) Sediaan diberi oil imersi15) Baca hasil dengan lensa objecktif 100 x.

Sputum, larutan basic fuschin

3. Jenis pemeriksaan: clotting time Bahan baku: alkohol 70 % Disposable lancet yang steril. Kertas saring dibentuk bundar. .Stopwatch. Bulatan kapas.

1. Membersihkan cuping telinga penderita dengan alkohol 70% tungu sampai kering.2. Menjepit cuping telinga penderita dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dengan kuat lalu menusuknya dengan disposable lancet dengan tusukan yang cukup dalam dan segera menghidupkan stpwatch.3. Menempelkan kertas saring pada daerah yang keluar 30 detik kemudian (usahakan agar kertas saring tidak menempel pada cuping)4. Mengulangnya setiap 30 detik pada daerah kertas saring yang berbeda mengelilingi lingkaran.5. Pada saat darah tidak keluar lagi, matikan stopwatch dan catat waktunya.

Lancet steril

4.Jenis pemeriksaan : Urin

Bahan baku :Urin Reagen BenedictReagen FehlingAsam acetat 6%As.Sulfosalicyl 20%

Tabung reaksiApi spirtusReduksi urin (reagen benedict)1. masukkan 5 ml R/ Benedict ke dalam tabung reaksi2. teteskan 5-8 tts sampel urine ke dalam tabung reaksi3. panaskan hingga mendidih4. dinginkan baca hasilnya Reduksi urin (reagen fehling)1. pada tabung reaksi diisi 2 ml fehling A + 2 ml fehling B2. tambahkan 1 ml urine, panaskan hingga mendidih3. dinginkan baca hasilnya Protein urine (as. Acetat 6%)1. siapkan tabung reaksi2. masukkan urine ke dalam tabung reaksi 2/3 tabung, panaskan sampai mendidih 30 detik (pada lapisan atas urine)3. tambahkan 3-5 tts nas. Acetat 6%, panaskan sampai mendidih4. baca hasilnya (semi kuantittatif) Protein urine (as. Sulfosalicyl 20%)1. dua tabung reaksi masing-masing diisi dengan 2 ml urine2. tabung I tambahkan 5-8 tetes lar. As. Sulfosalicyl 20%, lalu dikocok3. bandingkan isi tabung I dan II jika tetap jernih, test terhadap protein (-).4. jika tabung 1 lebih keruh, panaskan diatas api spiritus sampai mendidih, lalu dinginkan dengan air mengalir.

5Jenis pemeriksaan:Darah lengkap

Bahan baku :Darah venaTabung reaksiPZ

Pemeriksaan Darah Lengkap: LED1. masukkan lar. PZ pada tabung sebanyak 2,5 ml + darah sampai tanda 1002. campur, lalu pasang pada rak wertergen3. tunggu sampai 7 menit Hitung Leukosit1. ambil darah sampai tanda 0,5 pada wadah2. tambahkan lar. Turk 3. kocok 15-30 detik buang 3-5 tetes4. teteskan pada kamar hitung5. hitung pada 16 kotak kecil Hitung Eritrosit1. darah diambil sampai tanda 0,52. tambahkan lar. Hayem sampai tanda 1013. kocok buang 3-4 tetes4. hitung pada 16 kotak kecil Hemoglobin1. masukkan HCl 0,1 H 2 ml + darah 20 ml kocok selama 10 detik2. tambahka aquadest sampai warna sama dengan standart.

6.Jenis pemeriksaan:GDA

Bahan baku :Darah kapilerAlat pembaca GDA otomatisStrip testLanset Kapas alkoholPemeriksaan GDA1. siapkan alat pembaca GDA otomatis2. masukkan strip test ke dalam alat. Nyalakan alat3. pastikan kode nomor pada layar alat sama dengan kode nomor pada tempat penyimpanan strip test4. ambil sampel darah pada ujung jari menggunakan lanset.5. sentuh dan tahan tetesan darah ke dalam bag. strip test.6. baca hasil pada layar alat.

7.Jenis pemeriksaan:Fungsi hati

Bahan baku:Darah venaPemeriksaan fungsi hati - pemeriksaan OT (metode continuous Spektrofotometer)1. Siapkan reagen pada suhu kamar2. Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb3. Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.4. Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm- pemeriksaan PT (metode continuous Spektrofotometer)1. Siapkan reagen pada suhu kamar2. Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb3. Campur , ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi pembacaan setelah 1,2,3 menit.4. Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm- bilirubin (metode Diazotized sulfanilic1. Pipetkan ke dalam cuvet2.2. Campur dan biarkan 2 menit pada suhu kamar3. 3. Baca absorbance sampel blanko pada 540nm dengan blanko aquadest4.4. Baca abs standar dan sampel pada 540 nm dengan blanko reagen blanko

8.Jenis pemeriksaan:Widal

Bahan baku:Darah venaSlide keringMikropipetTabung reaksiReagen tydal

Pemeriksaan widal1. Disiapkan slide yang kering dan bersih dengan 4(empat) lingkaran2. Dengan mikropipet dimasukkan reagen Tydaldengan volume 40ul ke dalam lingkaran-lingkaran tadi.3. Selanjutnya dimasukkan serum denag tingkat titer 1/80 degan volume sampel 20ul.4. Di campur dan di goyang5. Apabila hasil (+) aglutinasi, dilanjutkan lagi dengan tingkatan titer selanjutnya yaitu 1/160 dan 1/3206. Di campur dan di goyang.7. Catat dan laporkan hasilCatatan: pemeriksaan tidak boleh dilakukan dengan waktu lebih dari 1 menit, karena apabila lebih dapat menimbulkan hasil positif palsu.

9.Jenis pemeriksaan:PEWARNAAN GIEMSA

Bahan baku:Darah vena

Objek glasMikroskop Rak pewarnaanMethanol Minyak emersi1. Sediaan diletakkan diatas rak pewarnaan2. Ditetesi methanol selama 5 menit3. Ditetesi larutan giemsa yang sudah diencerkan selama 20 menit4. Lalu dibilas dengan air mengalir, dikeringkanDibaca pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

10.Jenis pemeriksaan :PEWARNAAN WRIGHT

Bahan baku :Darah venaObjek glassRak pewarnaanMikroskopLarutan wrightBuffer wrightMinyak emersi1. Sediaan diletakkan diatas rak pewarnaan2. Ditetesi larutan wright 20 tetes selama 2 menit3. Ditetesi buffer wright 20 tetes selama 5-12 menit4. Dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan5. Dibaca pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

11.Jenis pemeriksaan :PEWARNAAN ZIEHL NELLSEN

Bahan baku:Dahak Objek glassRak pewarnaanlarutan carbol fuchsin 0,3%api spirtusHCLalkohol 3%methylen blue 0,3%mikroskopminyak emersi

1. Dibuat sediaan dahak, kemudian diletakkan pada rak pewarnaan, menghadap keatas2. Sediaan ditetesi larutan carbol fuchsin 0,3% sampai menutupi permukaan sediaan, dipanaskan jangan sampai mendidih dengan nyala spiritus (keluar uap) selama 3-5 menit3. Dibilas dengan air mengalir pelan4. Sediaan ditetesi HCLalkohol 3% sampai merah fuchsin hilang5. Dibilasdengan air mengalir6. Ditetesi larutan methylen blue 0,3% selama 10-20 detik7. Dibilas dengan air mengalir pelan-pelan, dikeringkan diudara terbuka8. Dibaca pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

12.Jenis pemeriksaan :Hapusan darah malaria

Bahan baku :Darah venaObjek glassCat giemsa/wrightMikroskop

1. Disiapkan objek glass2. Darah kapiler/ darah vena tanpa anti koagulan diteteskan pada objek glass, dibuat hapusan3. Kemudian dicat giemsa / cat wright4. Diperiksa pada mikroskop pembesaran lensa objektif 100x dengan minyak emersi

13.Jenis pemeriksaan:Darah samar pada tinja

Bahan baku:TinjaTabung reaksiLarutan garamBenzidine basaasam asetat glacial Dibuat imulsi tinja dengan air atau larutan garam kira-kira 10 ml, dipanaskan sampai mendidih Disaring imulsi tersebut (masih panas) dan dibiarkan filtrat sampai dingin Dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk pisau Ditambah 3 ml asam asetat glasial dikocok sampai benzidine larut dengan meninggalkan beberapa kristal Ditambah 2 ml filtrat imulsi tinja, dicampur Ditambah 1 ml larutan hidrogen peroxida 3%, dicampur Hasil dibaca dalam warna 5 menit ( jangan lebih lama).

INTERPRETASI HASIL : (-) Negatif: tidak ada perubahan warna atau warna yang samar samar hijau. (+) Positif satu: hijau (+2) Positif dua: biru bercampur hijau (+3) Positif tiga: biru (+4) Positif empat: biru tua

14.Jenis Pemeriksaan : Elektrolit

Bahan baku :Darah vena

Caretium Electrolyte AnalyzerMenyiapkan 400ml serum, lalu operasikan pada alat Caretium Electrolyte Analyzer dengan menekan sample hingga ada tanda selesai dari mesin dengan bunyi beep, angkat sample segera, dalam 60 detik hasil akan keluar dan di print.

15.Jenis Pemeriksaan: Fungsi Ginjal

Bahan baku :Darah venaCaretium AnalyzerMenyiapkan serum, lalu operasikan pada alat Caretium Analyzer dengan menekan sample hingga ada tanda selesai dari mesin dengan bunyi beep, angkat sample segera, dalam 60 detik hasil akan keluar dan di print.

16.Pemeriksaan: Faeces lengkap

Bahan baku:Faeces yang berasal dari defekasi spontanFeses lengkapEosin 1-2%Objek glassMikroskop 1. Pada slide teteskan 1 tetes eosin 1-2%2. Campurkan dengan 1 mata korek api faeces3. Homogenkan4. Tutup dengan cover glass5. Baca dengan microskop pembesaran 10x untuk melihat seluruh area pemeriksaan.6. Baca dengan pembesaran 40x untuk melihat morfologi dan grade unsur-unsur yang dianggap pathogen dalam faeces

17. Pemeriksaan : kehamilan

Bahan baku : urine 1. Letakkan device pada suhu ruangan2. Teteskan 3 tetes penuh urine dengan pipet yang tersedia (100ml) pada sumur S3. Hitung waktu pembacaan dalam 3 menit

18.Pemeriksaan : Gram

Bahan baku :Sputum, sedimen urine, secret mata atau bahan lainnyaObjek glassGentian violetLugolAlkoholMikroskop 1. Sediaan yang telah difiksasi dengan api dibiarkan dingin lagi2. Cat dengan carbolgentian violet selama 60 detik3. Cuci dengan aquadest4. Cat dengan lugol selama 30 detik5. Cuci dengan aquadest6. Buang warna dengan aceton alkohol sampai tidak ada warna violet di sediaan7. Cuci dengan aquadest cat dengan safranin selama 10 detik8. Cuci dengan aqudest9. Biarkan kering10. Baca dengan mikroskop dengan perbesaran 100x

19. Pemeriksaan : IGG/IGM anti DHF dengan reagen Dalf

Bahan baku : serum/plasma/whole bloodBuffer dengueLoop plastik

1. Buka kemasan kaset, dan letakkan pada tempat yang bersih dan rata2. Siapkan sample cup teteskan 4 tetes wash buffer dengue3. Dengan menggunakan loop plastik yang tersedia/ 1 ul sample dengan hati-hati. Aduk dengan loop tadi4. Pindahkan semua isi campuran buffer dan sample dari sampel cup ke lubang S5. Baca hasil test setelah 15-30menit6. Hasil negatif harus dikonfirmasikan setelah 30 menit7. Tidak dianjurkan pembacaan setelah 60 menitInterpretasi hasil:Positif IgM bila muncul garis merah pada area T1 dan C (adanya infeksi primer)

Positif IgG garis merah di area T2 dan C (infeksi sekunder)

Positif IgG dan IgM muncul garis pada T1 T2 dan C (adanya infeksi sekunder)

Invalid bila garis C tidak muncul garis merah

20.Pemeriksaan : faal haemostasis

Bahan baku: darah venaAPTT:Sample plasma citrat dengan tabung vacuette plastikTabung faal dengan stearerPipet 100 ulReagen CaCl2Regen patromtinCoagulation analizer

PT:Sample plasma citrat dengan tabung vacuette palstikAPTT:1. Sediakan plasma citrat dengan menambahkan darah 2ml pada tabung citrat 1,8 kemudian centrifuge selama 15 3000rpm untuk mendapatkan plasma miskin trombosit2. Nyalakan alat koagulation3. Ketika keluar angka 37 alat siap digunakan4. Siapkan tabung reaksi yang berisi stearer pada alat FH dede behring5. Inkubasi reagen CaCl2 pada suhu 376. Patromtin solution pada suhu kamar7. Masukkan plasma citrat 100 ul pada tabung faal8. Tambahkan pula patromtin pada tabung faal9. Tekan strart untuk emmulai hitungan inkubasi selama 210. Ketika mendektai angka 120 pindahkan tabung reaksi ke tempat pembacaan11. Tepat saat angka 120 tekan reset dan ketika muncul angka 00 maasukkan CaCl2 pada tabung faal 12. Waktu yang terbaca adalah hasil APTT

1. Sediakan plasma citrat dengan menambahkan darah 2ml pada tabung citrat 1,8 kemudian centrifuge selama 15 3000rpm untuk mendapatkan plasma miskin trombosit2. Siapkan alat koagulation pada suhu 37 serta isi dengan tabung faal3. Inkubasi reagen tromborer pada alat koagulation4. Masukkan plasma citrat 100 ul pada tabung faal5. Tekan start untuk memilih hitungan inkubasi6. Ketika mendekati angka 60 pindahkan tabung faat pada tempat pembacaan7. Saat hitungan 60 tekan reset dan ketika keluar angka 00 masukkan tromborer 200 ul kedalam tabung faal8. Waktu yang terbaca adalah hasil pembacaan PPT

Nilai normal test+- 7 kontrol

Pasien dengan HB rendah

Nilai normal test +- 2t kontrol

21. Pemeriksaan: golongan darah dan rhesus

Bahan baku: whole blood Antisera A,B, anti AB dan rhesus Slide pengaduk1. pada slide ditulis anti A, Anti B, antk AB dan anti Rhesus secara terpisah2. tetesi masing-masing area dengan 1 tetes darah3. tetesi pula anti sera A pada area A, anti B pada area B, dst4. lakukan pengadukan pada masing-masing area dengan pengaduk5. Amati adanya aglutinsi (+) pada amsing-masing area

2. Lingkungan Kerja NoUnit kerjaLingk. fisikLingk. KimiaLingk. BiologiLingk. SosekbudLingk. Ergonomi

1.Laboratotrium Patologi Klinik

-Tata ruang sudah memadai namun belum tersusun rapi-Ruangan berukuran 6x10 meter dengan jumlah alat yang banyak dan sudah terkesan rapi namun memang tidak ada sekat antar ruang- Alat alatdikembalikan ke posisi semula setelah pemakaian-Satu alat dengan alat yang lain saling berdekatan, tidak ada pembatasnya sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja yang membahayakan pekerja lebih potensial-Bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen - bahan baku yang menyebabkan penyakit resiko melunar seperti pengambilan darah, sputum, feces dan lain lain-Penggunaan APAR (alat pemadam kebakaran) belum efektif sehingga resiko ternyadinya kebakaran sangat berpotensiPembuangan limbah dari laboratorium PK ini sudah sistematis, jadi bahan dan alat yang sdah terpakai di sterlisasi.-Lokasi laboratorium dekat dengan ruang pasien dan IGD

-Posisi kerja yang tidak ergonomis (duduk kursi dingklik) dengan durasi selama 8 jam.

3. KaryawanNo.Unit kerjaPopulasiLama kerjaStatus KesehatanResiko KesehatanPenanganan Resiko

LP

1.

Laboratorium105 7-10 jam/hari

Normal-Kecelakaan kerja berupa Low Back Pain karena posisi duduk yang tidak ergonomis.-Dermatitis akibat kontak dengan reagen berbagai jenis pemeriksaan, dan dengan bahan iritatif/alergen lain seperti alkohol, spiritus dan handscoon-Resiko penularan berbagai penyakit dari jarum suntik saat pengambilan sampel seperti HIV dan Hepatitis B, serta TB yang berasal dari sampel dahak pasien.-Resiko infeksi akibat dari sampel seperti darah, urin, feses, sputum dll- Selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), terutama saat mengambil sampel darah dan saat kontak dengan reagen.- Seluruh karyawan memiliki asuransi tenaga kerja yang ditanggung oleh RS jika terjadi kecelakaan akibat kerja

4. Sistem Manajemen Upaya atau kebijakan pimpinan pada kegiatan K3No.KomponenProblem K3Kebijakan Manajemen

InternalEksternal

1Proses Industri/Kerja Laboratorium klinik

Perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang rapi dan sistematis Tidak ada emergency shower dan APAR, tidak adanya perlengkapan P3K,tidak ada kabinet keamanan lab

Resiko tertular penyakit dari pasien dan dari spesimen Proses dan alat kerja sesuai dengan K3 yang diterapkan pada PERMENKES/2010

2Lingkungan Kerja Lingkungan fisik

Lingkungan kimia

Lingkungan biologi

Lingkungan sosekbud

Lingkungan ergonomi

-Tata ruang yang belum tersusun rapi dan kurang memadai- masih kurangnya perhatian pegawai dalam meletakkan makanan di dalam ruang sampel. Tidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar Bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen Bahan baku yang menyebabkan resiko penyakit menular seperti darah, urine, feses dan sputum

-Higienitas pengambilan sampel

-

Posisi kerja yang tidak ergonomis karena ada kursi tanpa sandaran

-laborat dekat dengan kamar pasien

-

Persyaratan bangunan harus sesuai dengan permenkes

Bahan bahan kimia yang mudah terbakar harus dipisahkan, bahan bahan yang iritasi dan mudah menular harus menggunakan APD yang sesuai standar

Ruangan seharusnya memiliki jarak yang cukup dekat dengan kamar pasien agar sample tidak terkontaminasi

Kursi dan alat kerja yang lain harus sesuai standar sehingga tidak mengganggu ke efektifan bekerja dan menyebabkan ketidaknyamanan

3Karyawan-Resikoterjadi peradangan karena infeksi saat proses kerja- resiko infeksi penyakit menular-Resiko nyeri punggung lowback pain-Resiko luka bakar Pembagian shift jaga sudah bagus namun waktu shif malam terlalu panjang jika dibandingkan shif pagi maupun shif siangPromotifMemberi penyuluhan dan pelatihan kepada pekerja terhadap alat pelindung diri

PreventifKeharusan penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dengan standar, take care terhadap keamanan diri sendiri

KuratifMemberi pengobatan secara menyeluruh sesuai hasil pemeriksaan kesehatan akibat kecelakaan kerja

RehabilitasiRehabilitasi dini secara tepat untuk memperbaiki kualitas hidup pekerja.

5. Regulasi/Undang-UndangDaerah:Undang undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Nasional:Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2008. tentang Laboratiorium Klinik dijelaskan bahwa Laboratiorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang menyelanggarakan pelayanan pelaksanaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi kesehatan perorangan terutama untuk menunjang proses diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.1Laboratorium klinikadalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, atologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003). 21Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi terpenting dalamdiagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang tajam untuk digunakan dalam menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan merupakan bagian esensial dari data pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan pertimbangan terpenting dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran. 21Laboratorium klinik berdasarkan jenis pelayanannya dibagi menjadi 2 yaitu laboratorium klinik umum dan laboratorium klinik khusus. Laboratorium klinik umum merupakan laboratorium yang melaksanakan pelayanan spesimen klinik dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik. Sedangkan laboratorium klinik khusus adalah laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik pada 1 bidang pemeriksaan khusus dengan pemeriksaan tertentu. Laboratorium klinik umum dibagi berdasarkan laboratorium klinik pratama, madya dan utama. Sedangkan laboratorium klinik khusus dibagi antara lain mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan patologi anatami 1 Laboratorium Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2008 adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan yang bukan berasal dari manusia, untuk menentukan jenis penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat. 2Laboratorium klinik dapat dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun swasta. Laboratorium klinik ini mempunyai kewajiban yaitu melaksanakan pemantapan mutu baik ekternal dan internal, melakukan akreditasi laboratorium yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) tiap 5 tahun sekali, menyelenggarakan upaya keamanan dan keselamatan laboratorium, memperhatikan fungsi sosial dan membantu program pemerintah di pelayanan kesehatan dalam masyarakat, dan berperan aktif dalam asosiasi laboratorium kesehatan. Labratorium klinik hanya dapat melaksanakan pemeriksaan spesimen klinik atas permintaan tertulis dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, dokter, dokter gigi, bidan untuk pemeriksaan kehamilan , ataupun instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum. 1Setiap Laboratorium klinik harus memenuhi standar, untuk memenuhi standar ini maka perlu dilakukan akreditasi setiap 5 tahun sekali. Standar ini sangat penting untuk keamanan dan keselamatan pekerja laboratorium, dan satatus akreditasi ini sebagai simbol kepercayaan pemerintah terhadap laboratorium klinik tersebut. Keselamatan dan kesehatan pekerja perlu diperhatikan seperti pembinaan tentang APD seperti sarung`tangan, masker, jas alas kaki, wastafel dengan air mengalir dan lain lain.

II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)1. Penyakit menular seperti : HIV, hepatitis, TB2. Dermatitiskontak alergi dan iritan3. Low Back Pain

III. PEMBAHASAN1.1 Laboratorium KlinikLaboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang berasal bukan dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat (PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013)Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang Hematologi, Kimia Klinik, Mikribiologi Klinik, Parasitologi Klinik, Imunologi Klinik, Patologi Anatomi, Urinologi, dan lain-lain. Berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.10Kualitas pelayanan kesehatan khususnya di laboratorium sangat dipengaruhi oleh petugas kesehatan laboratorium itu sendiri. Di samping itu petugas kesehatan khususnya petugas laboratorium selain dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu, dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya melayani pasien dituntut untuk dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya potensial resiko terpajan dan terinfeksi (tertular) dari pasien dan dari tempat kerja.11Petugas kesehatan laboratorium yang menjaga mutu dan mendukung pelayanan yang berkualitas khususnya pelayanan di laboratorium sederhana guna mempermudah petugas laboratorium tentang pemahaman dan cara pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan-pemeriksaan sederhana sesuai dengan kebutuhan dan kondisi laboratotium saat ini, maka dari itu petugas laboratorium memerlukan suatu pedoman atau petunjuk pemeriksaan laboratorium yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium atau standar kesehatan dan keselamatan kerja di Puskesmas.13Standar Operasional Prosedur (SOP) laboratorium adalah suatu pedoman tertulis, suatu patokan pencapaian tingkat, suatu pernyataan tertulis tentang harapan yang yang spesifik atau sebagai model untuk ditiru yang dibakukan. Standar Operasional Prosedur (SOP) meliputi peraturan-peraturan dalam mengaplikasi proses-proses dan hasilnya sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Selain itu standar operasional prosedur juga dapat memudahkan petugas laboratorium dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan bermutu.9Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen.Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat.Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai SOP, serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar.151. Petugas/Tim K3 LaboratoriumPengamanan kerja di laboratorium pada dasarnya menjadi tanggung jawab setiap petugas terutama yang berhubungan langsung dengan proses pengambilan spesimen, bahan, reagen pemeriksaan. Untuk mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan keamanan laboratorium, terutama untuk laboratorium yang melakukan berbagai jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana, diperlukan suatu Tim fungsional keamanan laboratorium.Kepala laboratorium adalah penanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan K3 laboratorium. Dalam pelaksanaannya kepala laboratorium dapat menunjuk seorang petugas atau membentuk tim K3 laboratorium. Petugas atau tim K3 laboratorium mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau pelaksanaan K3 yang telah dilakukan oleh setiap petugas laboratorium, mencakup:a. Melakukan pemeriksaan dan pengarahan secara berkala terhadap metode/prosedur dan pelaksanaannya, bahan habis pakai dan peralatan kerja, termasuk untuk kegiatan penelitian.b. Memastikan semua petugas laboratorium memahami dan dapat menghindari bahaya infeksi. c. Melakukan penyelidikan semua kecelakaan di dalam laboratorium yang memungkinkan terjadinya pelepasan/kebocoran/penyebaran bahan infektif.d. Melakukan pengawasan dan memastikan semua tindakan dekontaminasi yang telah dilakukan jika ada tumpahan/percikan bahan infektif.e. Memastikan bahwa tindakan disinfeksi telah dilakukan terhadap peralatan laboratorium yang akan diservis atau diperbaiki.f. Menyediakan kepustakaan/rujukan K3 yang sesuai dan informasi untuk petugas laboratorium tentang perubahan prosedur, metode, petunjuk teknis dan pengenalan pada alat yang baru. g. Menyusun jadwal kegiatan pemeliharaan kesehatan bagi petugas laboratorium. h. Memantau petugas laboratorium yang sakit atau absen yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan di laboratorium dan melaporkannya pada pimpinan laboratorium. i. Memastikan bahwa bahan bekas pakai dan limbah infektif dibuang secara aman setelah melalui proses dekontaminasi sebelumnya. j. Mengembangkan sistem pencatatan, yaitu tanda terima, pencatatan perjalanan dan pembuangan bahan patogenik serta mengembangkan prosedur untuk pemberitahuan kepada petugas laboratorium tentang adanya bahan infektif yang baru di dalam laboratorium. k. Memberitahu kepala laboratorium mengenai adanya mikroorganisme yang harus dilaporkan kepada pejabat kesehatan setempat ataupun nasional dan badan tertentu.l. Membuat sistem panggil untuk keadaan darurat yang timbul diluar jam kerja.m. Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 laboratorium bagi seluruh petugas laboratorium. n. Mencatat secara rinci setiap kecelakaan kerja yang terjadi di laboratorium dan melaporkannya kepada kepala laboratorium.b. Setiap laboratorium sebaiknya membuat pokok-pokok K3 laboratorium yang penting dan ditempatkan di lokasi yang mudah dibaca oleh setiap petugas laboratorium.112. Kesehatan Petugas LaboratoriumPada setiap calon petugas laboratorium harus dilakukan pemeriksaankesehatan lengkap termasuk foto toraks.Keadaan kesehatan petugas laboratorium harus memenuhi standar kesehatan yang telah ditentukan di laboratorium. Untuk menjamin kesehatan para petugas laboratorium harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:a. Pemeriksaan foto toraks setiap tahun bagi petugas yang bekerja dengan bahan yang diduga mengandung bakteri tuberkulosis, sedangkan bagi petugas lainnya, foto toraks dilakukan setiap 3 tahun. b. Setiap laboratorium harus mempunyai program imunisasi. Vaksinasi yang diberikan:- Vaksinasi Hepatitis B untuk semua petugas laboratorium.- Vaksinasi Rubella untuk petugas wanita usia reproduksi.Pada wanita hamil dilarang bekerja dengan TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes virus).c. Perlindungan terhadap sinar Ultra VioletPetugas laboratorium yang bekerja dengan sinar ultra violet harus menggunakan pakaian pelindung khusus dan alat pelindung mata.d. Pemantauan kesehatanKesehatan setiap petugas laboratorium harus selalu dipantau, untuk itu setiap petugas harus mempunyai kartu kesehatan yang selalu dibawa setiap saat dan diperlihatkan kepada dokter bila petugas tersebut sakit.Minimal setiap tahun dilaksanakan pemeriksaan kesehatan rutin termasuk pemeriksaan laboratorium. Bila petugas laboratorium sakit lebih dari 3 hari tanpa keterangan yang jelas tentang penyakitnya, maka petugas yang bertanggung jawab terhadap K3 laboratorium harus melapor pada kepala laboratorium tentang kemungkinan terjadinya pajanan yang diperoleh dari laboratorium dan menyelidikinya.12

3.Sarana dan prasarana K3 laboratorium umum yang perlu disiapkan di laboratorium adalah: a. Jas laboratorium sesuai standar. b. Sarung tangan. c. Masker. d. Alas kaki/sepatu tertutup. e. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir. f. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system. g. Pipetting aid, rubber bulb. h. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset. i. Pemancur air (emergency shower) j. Kabinet keamanan biologis kelas I atau II atau III (tergantung dari jenis mikroorganisme yang ditangani dan diperiksa di laboratorium). Kelompok mikroorganisme yang memerlukan pengamanan secara lengkap dapat dilihat pada Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Sarana dan prasarana K3 laboratorium pada pemeriksaan khusus (Avian Influenza) seperti pada laboratorium pada umumnya dengan ditambahkan masker N-95, kacamata goggle, tutup kepala plastik dan biosafety laboratorylevel III.16

4. Pengamanan pada keadaan darurat a. Sistem tanda bahaya.b. Sistem evakuasi. c. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). d. Alat komunikasi darurat baik di dalam atau ke luar laboratorium e. Sistem informasi darurat. f. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat g. Alat pemadam kebakaran, masker, pasir dan sumber air terletak pada lokasi yang mudah dicapai. h. Alat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan tali. i. Nomor telepon ambulan, pemadam kebakaran dan polisi di setiap ruang laboratorium.145. Memperhatikan tindakan pencegahan terhadap hal-hal sebagai berikut: a. Mencegah penyebaran bahan infeksi, misalnya: 1) Menggunakan peralatan standar. Misal lingkaran sengkelit ose harus jenuh dan panjang tangkai maksimum 6 cm.2) Tidak melakukan tes katalase diatas gelas obyek. Sebaiknya gunakan tabung atau gelas obyek yang memakai penutup. Cara lain adalah dengan menyentuhkan permukaan koloni mikroorganisme dengan tabung kapiler hematokrit yang berisi hidrogen peroksida. 3) Menempatkan sisa spesimen dan media biakan yang akan disterilisasi dalam wadah yang tahan bocor. 4) Melakukan dekontaminasi permukaan meja kerja dengan disinfektan yang sesuai setiap kali habis bekerja.b. Mencegah bahan infeksi tertelan atau terkena kulit serta mata. Selama bekerja, partikel dan droplet (diameter > 5 m) akan terlepas ke udara dan menempel pada permukaan meja serta tangan petugas laboratorium, untuk itu dianjurkan untuk mengikuti hal-hal di bawah ini:1) Mencuci tangan dengan sabun/disinfektan sebelum dan sesudah bekerja. Jangan menyentuh mulut dan mata selama bekerja 2) Tidak makan, minum, merokok, mengunyah permen atau menyimpan makanan/ minuman dalam laboratorium 3) Tidak memakai kosmetik ketika berada dalam laboratorium 4) Menggunakan alat pelindung mata/muka jika terdapat risiko percikan bahan infeksi saat bekerjac. Mencegah infeksi melalui tusukan Jarum suntik, pipet Pasteur kaca dan pecahan kaca obyek dapat menyebabkan luka tusuk. Untuk itu dapat dihindari dengan bekerja dengan hati-hati dan memilih pipet pasteur yang terbuat dari plastik. d. Menggunakan pipet dan alat bantu pipet 1) Tidak memipet dengan mulut, tetapi gunakan alat bantu pipet 2) Tidak meniupkan udara maupun mencampur bahan terinfeksi dengan cara menghisap dan meniup cairan lewat pipet 3) Tidak keluarkan cairan dari dalam pipet secara paksa 4) Disinfeksi segera meja kerja yang terkena tetesan cairan/bahan infeksi dari pipet dengan kapas yang dibasahi disinfektan. Kapas di otoklaf setelah selesai digunakan.5) Gunakan pipet ukur karena cairan tidak perlu dikeluarkan sampai tetes terakhir 6) Rendam pipet habis pakai dalam wadah berisi disinfektan. Biarkan selama 18-24 jam sebelum disterilisasi 7) Tidak menggunakan semprit dengan atau tanpa jarum suntik untuk memipet.e. Menggunakan sentrifus/alat pemusing 1) Lakukan sentrifugasi sesuai instruksi pabrik. 2) Sentrifus harus diletakkan pada ketinggian tertentu sehingga petugas laboratorium dapat melihat ke dalam alat dan menempatkan tabung sentrifus dengan mudah.3) Periksa rotator sentrifus dan selonsong (bucket) sebelum dipakai atau secara berkala untuk melihat tanda korosi dan keretakan. 4) Selongsong berisi tabung sentrifus harus seimbang 5) Gunakan air untuk menyeimbangkan selongsong. Jangan gunakan larutan NaCI atau hipoklorit karena bersifat korosif.6) Setelah dipakai, simpan selongsong dalam posisi terbalik agar cairan penyeimbang dapat mengalir keluar. 7) Melakukan sentrifugasi dengan cara yang benar yaitu tabung harus tertutup rapat dan selongsong yang terkunci, untuk melindungi petugas laboratorium terhadap aerosol dan sebaran partikel dari mikroorganisme. 8) Pastikan sentrifuse tertutup selama dijalankan. f. Menggunakan alat homogenisasi, alat pengguncang dan alat sonikasi 1) Tidak menggunakan alat homogenisasi yang dipakai dalam rumah tangga, karena dapat bocor dan menimbulkan aerosol. Gunakan blender khusus untuk laboratorium 2) Mangkuk, botol dan tutupnya harus dalam keadaan baik dan tidak cacat. Tutup botol harus pas.3) Aerosol yang mengandung bahan infeksi dapat keluar dari celah antara tutup dan tabung alat homogenisasi, alat pengguncang (shaker) dan alat sonikasi. Dapat dicegah dengan menggunakan tabung yang terbuat dari politetrafluoretilen (PTFE), karena tabung dari gelas dapat pecah.4) Gunakan alat pelindung telinga saat melakukan sonikasi.g. Menggunakan lemari pendingin dan lemari pembeku 1) Membersihkan lemari pendingin (refrigerator), lemari pembeku (freezer) dan tabung es kering (dry-Ice), melakukan defrost secara teratur 2) Membuang ampul, tabung, botol dan wadah lain yang pecah. Menggunakan alat pelindung muka dan sarung tangan karet tebal saat bekerja. Setelah dibersihkan, permukaan dalam lemari pendingin dan lemari pembeku harus didisinfeksi dengan disinfektan yang tidak korosif 3) Memberi label wadah yang berisi nama bahan, tanggal disimpan dan nama orang yang menyimpan. Wadah yang tidak berlabel dan bahan yang sudah kadaluwarsa harus dimusnahkan.4) Tidak menyimpan cairan yang mudah terbakar.h. Membuka ampul berisi bahan infeksi yang diliofilisasi Ampul berisi bahan infeksi yang disimpan dalam bentuk liofilisat harus dibuka dengan hati-hati.Bahan di dalam ampul berada dalam tekanan yang rendah, sehingga bila ampul dibuka dengan tiba-tiba, maka sebagian isinya dapat menyebar ke udara.Ampul harus selalu dibuka dalam kabinet keamanan biologis. Dianjurkan untuk mengikuti petunjuk di bawah ini saat membuka ampul: 1) Dekontaminasi permukaan luar ampul. 2) Beri tanda pada bagian ampul dekat sumbat kapas atau selulose. 3) Pegang ampul dalam keadaaan terbungkus kapas. 4) Lepaskan bagian atas ampul dengan perlahan dan perlakukan sebagai bahan yang terkontaminasi. 5) Jika sumbat masih ada di atas bahan, lepaskan dengan forsep steril.6) Tambahkan cairan perlahan-lahan untuk melarutkan kembali bahan dalam ampul dan mencegah timbulnya busa/gelembung cairan.156. Disinfeksi, Sterilisasi dan Dekontaminasi.141.2 Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan akibat kontak langsung dengan bahan kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja.17 Proses dan bahan kerja bila pekerja terpajan bahan biologis karena bekerja langsung dengan bahan biologis tersebut atau merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja. Lingkungan kerja bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar pajanan biologis yang berasal langsung dari proses kerja di tempat kerja. Ini termasuk penyakit akibat kerja. Contoh penyakit TB pada laboratorium kesehatan.Gangguan kesehatan pada proses dan lingkungan pekerjaan di laboratorium ini antara lain :1. Penyakit menular seperti : HIV, hepatitis, TB dimana penyakit ini dipengaruhi oleh masa kerja, frekuensi kontak langsung pasien dengan petugas laboratorium, maupun kontak dengan pasien yang belum terdiagnosis dan belum diobati. Dimana dalam hal ini petugas laboratorium sangat beresiko tertular bila selama proses kerja tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan peraturan yang ada.172. Penyakit lain yang juga beresiko terkena pada petugas laboratorium adalah dermatitis. Menurut Djuanda 2006, Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal.1 Terdapat berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah dermatitis kontak dan dermatitis okupasi. Dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan eksogen (daily, 2005). Dimana dalam hal ini petugas laboratorium akan selalu kontak dengan bahan bahan kimia yang menunjang proses kerjanya. Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positif.2 bagi kemajuan dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan pekerja bila tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai.3,43. Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering dijumpai di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung paling kurangnya sekali semasa hidupnya.5 Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya.6,7 Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat berujuk ke daerah lain atau sebaliknya yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (refered pain). Walaupun nyeri punggung bawah jarang fatal namun nyeri yang dirasakan menyebabkan penderita mengalami suatu kekurangmampuan (disabilitas) yaitu keterbatasan fungsional dalam aktifitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja terutama pada usia produktif, sehingga merupakan alasan terbanyak dalam mencari pengobatan.8 Hal ini sesuai dengan proses kerja dan lingkungan kerja petugas laboratorium yang kurang ergonomis dimana para petugas memakai kursi yang keras (dingklik) dan duduk dalam waktu yang cukup lama sehari harinya untuk mengolah spesimen yang diperiksa.8

IV. INTERVENSI Terapan 5 (lima) strategi penatalaksanaan gangguan kesehatan akibat kerja antara lain :1. Proses KerjaKurangnya perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang sistematis.Tidak ada emergency shower dan APAR, tidak adanya perlengkapan P3K, tidak ada kabinet keamanan lab.Dimana dalam hal ini maka kepala laboratorium melaporkan pada pihak rumah sakit untuk memecahkan masalah internal yang dibutuhkan oleh laboratorium. Selain itu diharapkan para petugas laboratorium lebih memperhatikan hal keamanan dan keselamatan diri saat bertugas dengan mematuhi peraturan yang ada dengan menggunakan sarana dan prasarana K3 laboratorium umum yang sudah disiapkan di laboratoriumseperti :a. Jas laboratorium sesuai standar. b. Sarung tangan. c. Masker. d. Alas kaki/sepatu tertutup. e. Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfectant) dan air mengalir. f. Lemari asam (fume hood), dilengkapi dengan exhaust ventilation system. g. Pipetting aid, rubber bulb. h. Kontainer khusus untuk insenerasi jarum, lanset.i. Pemancur air (emergency shower)2. Lingkungan KerjaTidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar, bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen, bahan baku yang menyebabkan resiko penyakit menular seperti darah dan sputum. Spesimen tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan petugas laboratorium terutama bila petugas laboratorium tidak memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan peraturan. Sehinggadiharapkan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar harus dipisahkan dalam hal ini juga berkaitan dengan luas ruangan dan tat ruangan laboratorium yang harus sesuai standar, selanjutnya bahan-bahan yang mudah menyebabkan iritasi dan mudah menular harus menggunakan alat pelindung diri yang sesuai standarjuga.Pada hal ini higienitas pengambilan sampel harus sangat diperhatikan, karena sampel sangat mempengaruhi hasil, diharapkan pemngambilan sampel terlindung dari kontaminasi lingkungan sekitar laboratorium sehingga menunjukkan hasil yang lebih signifikan.Posisi kerja pada laboratorium ini kurang ergonomis dan terlalu padat, luas ruangan yang tidak memenuhi standar sehingga kembali lagi bahwa tata ruangan harus lebih diperhatikan lagi.3. Kondisi KaryawanKondisi karyawan dengan durasi kerja yang terlalu lama ( sampai dengan 10 jam) tidak sesuai dengan durasi jaga yaitu 8 jam. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada keefektifan kerja dimana berdasarkan penelitian kerja akan efektif apabila durasinya dibawah 8 jam. Durasi yang lama juga akan menyebabkan adanya gangguan seperti Low Back Pain karena duduk yang terlalu lama apalagi posisi duduk tidak ergonomis, posisi duduk yang tidak ergonomis ditambah dengan durasi waktu yang lama akan meningkatkan resiko terjadinya Low Back Pain. Disini startegi penatalaksanaannya adalah dengan memperbaiki durasi jaga Laboratorium dengan mengurangi waktu sesuai jadwal yaitu 8 jam.Karyawan sangat berisiko tertular penyakit menular akibat jarum suntik yang tidak steril, bahan baku seperti darah dan sputum. Karyawan juga sangat berisiko terkena dermatitis kontak akibat kerja seperti dermatitis kontak alergi dan iritan, hal ini didapatkan karena kontaminasi dengan berbagi reagen bahan kimia ketika melakukan pemeriksaan. Adapun strategi penatalaksanaannya yaitu dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) sesuai dengan standar permenkes tahun 2010 tentang laboratorium klinis, selalu mengingatkan untuk cuci tangan dengan 6 langkah menggunakan hand wash dan sabun, terus juga perlu disediakan kotak P3K di tempat laboratorium mengingat resiko terjadinya kecelakaan akibat kerja tinggi. Perlunya juga diberikan jaminan asuransi untuk karyawan hal ini juga berhubungan dengan resiko akibat kecekaan kerja yang tinggi di laboratorium.4. Kebijakan ManajemenDalam proses industri terdapat banyak kekurangan yang bisa bersifat fatal seperti alas kaki tertutup, sarung tangan. Perawatan dan pemeliharaan alat-alat kurang sistematis, Tidak ada emergency shower dan APAR, tidak adanya perlengkapan P3K, tidak ada kabinet keamanan lab. Ketidaklengkapan dan standart yang tidak terenuhi ini akan menyebakan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Adapun strategi penatalaksanaan dalam proses industri ini adalah dengan melengkapi APD dan alat alat yang lain sesuai standar permenkes tahun 2010. Pemeliharaan alat juga perlu terjadwal agar mudah mengingat dimana peeliharaan alat ini berpengaruh terhadap kejeliaan alat dalam memeriksa dimana akan berkurang tingkat sensitifitas kejelian apabila perawatannya kurang. Perawatan yang baik dan rutin juga akan meningkatkan usia dari alat tersebut. Perlu juga diberikan sekat anrtar alat dan berbagai pemeriksaan sehingga terjadinya kecelakaan kerja bisa diminimalisir.Dalam lingkungan kerja juga ada beberapa kekurangan seperti Tata ruang yang belum tersusun rapi dan kurang memadai, Tidak ada sekat antara bahan dan alat yang mudah terbakar. Bahan baku yang menyebabkan peradangan kulit seperti reagen .Posisi kerja yang tidak ergonomis dan terlalu padat, luas ruangan yang tidak memenuhi standar.Adapun strategi penatalaksanaan adallah dengan memgatur ulang ruangan sesuai standar permenkes tahun 2010 tentang laboratorium klinik.Harus diberi sekat tiap jenis alat yang beriisiko menyebabkan kecelakaan kerja. Serta menempatkan dan memisahkan reagen dan bahan yang lain yang berbahaya sehingga resiko kontak dengan kulit laboran minimal Masalah dalam karyawan yaitu Resiko terjadi peradangan saat proses kerja, resiko infeksi penyakit menular, Resiko nyeri punggung lowback pain Resiko luka bakar. Adapun strategi penatalaksanaan dalam masalah ini yaitu membekali laboran/ pekerja dengan APD yang standar, kemudian mengganti kursi yang ada dengan kursi yang lebih ergonomis sehingga mencegah atau mengurangi resiko terjadinya lowbackpain.5. Regulasi yang BerlakuRegulasi yang dipakai spesifik tentang laoratorium klinik disini adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411/MENKES/PER/98/2010. Dalam regulasi disini laboratorium klinik RSM Siti Khodijah ini merupakan laboratorium klinik tipe pratama, perijinan sudah lengkap dan sesuai, namun masih banyak yang tidak memenuhi standar seperti tempat, APD, dan fasilitas yang kurang memadai. Adapun staregi penatalkaksaan Dalam regulasi ini yaitu dengan mengusulkan untuk ditinjau kembali kelengkapan alat, fasilitas, dan alat kebutuhan serta keamanan dan keselamatan kerja sesuai stndar permenkes tentang laboratorium tahun 2010 karena hal ini berpengaruh terhadap mutu pelayanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta berpengaruh terhadap akreditasi laboratorium tersebut dan akreditasi rumah sakit yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daily a, 2005. Dermatitis kontak alergi dan alergi. Pedoman penanganan dermatitis. FK Universitas lampung2. Lestari F dan Utomo HS, 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di Pt Inti Pantja Press Industri. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia3. Suryani F, 2011. Faktor Fkator yang mempengaruhi Dermatitis kontak Pada Pekerja. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta4. Sulistyaningrum, Widaty W, Triestianawati, 2011. Dermatitis Kontak Iritan Dan Alergik Pada Geriatri. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo5. Fathoni H , Handoyo , Swasti KS., 2009. Hubungan Sikap Dan Posisi Kerja Dengan Low Back Pain Pada Perawat Di Rsud Purbalingga. Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto6. Samara D, Basuki B, Jannis J.2005. Duduk statis sebagai faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah pada pekerja perempuan. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia7. Ritianingsih, 2009 .Pencegahan Low Back Pain Dan Coping Dengan Nyeri Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia8. Kushartanti W dan Satyagraha A, 2012. Penyusunan Standard Diagnosis Dan Terapi Fisik Untuk Ischialgia Dan Low Back Pain Di Klinik Terapi Fisik Fik-Uny. Bagian Rehab Medik, Universitas Gajah mada9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 201310. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.364/MENKES/SK/III/200311. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/MENKES/PER/III/2010 tentang Laboratorium Klinik.12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang Pedoman Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Mikrobiologik dan Imunologik.13. Depkes, R.I. 2002. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium Kesehatan, Jakarta.14. Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 432/Menkes/SK/IV/2007, Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit,Jakarta.15. Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.16. Perwitasari, D, Anwar, A. 2006. Tingkat Risiko Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Higiene Petugas di Laboratorium Klinik RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.5, No.1, April 2006 : 380-384.17. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2011 Tentang Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor43 Tahun 2013 Tentang Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia19. Permenkes/ No. 298 / tahun 2008 / Tentang Pedoman Akreditasi Laboratorium kesehatan20. Permenkes / No. 411 / Tahun 2010 / Tentang Laboratorium Klinik21. Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K 2011:Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik