Keunikan Makna Filosofi Batik Klasik Sidoluhur

Embed Size (px)

Citation preview

Keunikan Makna Filosofi Batik Klasik: Motif Sido Luhur 31 May 2013, 08:26 OlehFitinline 0KomentarBatik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Motif yang ditorehkan pada selembar kain batik selalu mempunyai makna tersembunyi. Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Kali ini kami akan sajikan mengenai keunikan makna batik klasik yaitu motif Sido Luhur.Terdapat mitos mengenai penciptaan motif batik Sido Luhur yang menuntut pencipta awalnya untuk menahan nafas berlama-lama. Motif Sido Luhur diciptakan Ki Ageng Henis, kakek dari Panembahan Senopati pendiri Mataram Jawa, serta cucu dari Ki Ageng Selo. Konon motif Sido Luhur dibuat khusus oleh Ki Ageng Henis untuk anak keturunannya. Harapannya agar si pemakai dapat berhati serta berpikir luhur sehingga dapat berguna bagi masyarakat banyak.Menurut seorang pengamat budaya Jawa, Winarso Kalinggo, motif itu kemudian dimanifestasikan ke selembar kain (dicanting) oleh Nyi Ageng Henis. Nyi Ageng sendiri adalah seorang yang mempunyai kesaktian. Mitosnya, Nyi Ageng selalu megeng (menahan) nafas dalam mencanting sampai habisnya lilin dalam canting tersebut. Hal itu dimaksudkan agar konsentrasi terjaga dan seluruh doa dan harapan dapat tercurah secara penuh ke kain batik tersebut. Sampai sekarang pun, secara umum, proses penciptaan batik masih sama seperti jaman dulu. Laki-laki membuat motif, yang wanita mencanting.Batik Motif Sido Luhur

Sumber:http://kamusjawa.comMotif batik Sido Luhur merupakan jenis batik keraton yang berasal dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Di Keraton Surakarta, biasanya motif Sido Luhur dikenakan oleh temanten putri pada malam pengantin. Batik motif Sido Luhur memiliki filosofi keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya. Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran non materi. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran.Batik Motif Sido Luhur Keraton Surakarta

Sumber: http://nisyacin.blogdetik.comMotif Sido Luhur juga bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi, dan dapat menjadi panutan masyarakat.Batik Motif Sido Luhur

Sumber: http://ubatik.wordpress.comAdapula jenis batik motif Bledak Sidoluhur Latar Putih yang memiliki kegunaan untuk upacara mitoni (upacara masa 7 bulan bagi pengantin putri saat hamil pertama kali). Batik ini memiliki filosofi agar yang menggunakan selalu dalam keadaan gembira.Batik Motif Bledak Sido Luhur Latar Putih

Sumber: https://dunianyamaya.wordpress.comBatik motif Sido Mukti Luhur yang berasal dari Keraton Yogyakarta memiliki kegunaan yaitu dikenakan pada saat mitoni dan menggendong bayi. Batik ini memiliki filosofi, Sido Mukti, berarti gembira, kebahagiaan untuk mengendong bayi sehingga bayi merasakan ketenangan, kegembiraan.Batik Motif Sido Mukti Luhur

Sumber: https://dunianyamaya.wordpress.comBatik motif Sido Luhur juga ada yang yang dikenakan pada saat acara mitoni yaitu memiliki makna agar bayi yang akan lahir akan memiliki sifat berbudi pekerti luhur dan sopan santun.Batik Motif Sido Luhur

Sumber: http://gema-budaya.blogspot.comFilosofi makna di balik motif batik Sido Luhur juga berarti berhasil mengembangkan, menyempurnakan diri menjadi manusia yang berbudi luhur yang senantiasa berdoa, mengingat dan bersyukur kepadaNya. Motif ini adalah motif yang dikenakan oleh pengantin saat pernikahan. Motif ini berasal dari Keraton Yogyakarta.Batik Motif Sido Luhur

Sumber: http://batikindonesia.comSemoga artikelnya bermanfaat ya. Simak terus artikel yang kami sajikan dan silakan baca artikel lainnya yang sudah kami tulis khusus untuk Sahabat Fitinline.

Arti dan Cerita di Balik Motif Batik Klasik Jawa (2)ByNunuk Pulandarion 23 March, 2011Viewed 23430 times, 5 times today |120 Comments|Nunuk PulandariTeman-temin di Baltyra, melanjutkan tulisan minggu lalu, saya akan coba ketengahkan tentang: Dalam kesempatan mana kain batik itu dipakai, apa makna motif batik itu dalam kehidupan sehari-hari dan cerita motif dari pengalaman yang ada.Membatik pada mulanya merupakan salah satu kegiatan tradisi keluarga yang turun temurun. Pemilihan motif yang akan dibuatkan batiknya disesuaikan dengan keperluan pemakainya.Pada awalnya motif-motif batik juga diciptakan menurut fungsi dari para pemakainya dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi. sangatlah mungkin kalau dari suatu motif akan dapat dikenali dari keluarga mana si pemakainya berasal.Misalnya motif-motif Parang Barong yang pada awalnya hanya digunakan oleh para Raja. Motif Parang sesungguhnya menggambarkan senjata, kekuasaan. Selaras dengan makna yang ada dalam motif Parang Barong, maka Ksatria yang menggunakan batik ini bisa berlipat kekuatannya.

Parang Barong, pernah dipakai eyang kakung jadul. Bahan morinya sudah sangat halus/ lembut Dalam perkembangan selanjutnya motif ini juga dkenakan oleh para wanita. (foto 1)Atau kain batik yang digunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa saat ini, seperti motif kain batik: Ukel, Semen Rama; Semen Raja, pada awalnya juga hanya dikenakan oleh keluarga kesultanan. Hanya digunakan dalam kesempatan tertentu saja.

Ukel, yang sampai saat ini belum pernah saya kenakan . Motif yang penuh dengan cecek (foto 2)Dalam perkembangan selanjutnya pembatasan itu menjadi pudar. Banyak dari keluarga orang yang berstatus tinggi dan orang berpunya di Indonesia juga ingin meniru apa yang terjadi dalam keluarga kesultanan. Dan pembatasan yang pada awalnya begitu ketat, tidak dapat mengatasi masuknya pengaruh luar yang begitu gencar. Dan seperti yang kita lihat saat ini, banyak upacara pernikahan adat Jawa dalam masyarakat Indonesia yang menggunakan upacara pernikahan adat keraton dengan perlengkapan dan tahapan upacara yang cukup lengkap.Bahkan beberapa motif batik tradisional yang biasanya hanya dipakai oleh keluarga keraton baik dari keraton Yogya maupun dari keraton Surakarta lambat laun juga sudah mulai bisa dimiliki oleh setiap orang yang ingin memilikinya. Walaupun tidak dengan kwaliteit seperti aslinya.Tradisi Kejawen, yang mengajarkan falsafah Jawa juga turut memberikan banyak masukan dalam penciptaan motif-motif batik. Falsafah Jawa yang berusaha antara lain untuk meraih kebesaran dan kemuliaan dalam hidup ini, dapat mempermudah penciptaan motif kain batik. Hal ini bisa dimengerti karena untuk mencapai kebesaran dan kemuliaan yang selalu dirindukan oleh manusia, orang percaya bahwa hal ini akan bisa dicapai dengan olah jati diri. Misalnya melalui jalan meditasi dan upacara mistik.Buah dari laku meditasi yang bisa dipetik adalah akan dicapainya ketentraman batin dan semelehnya hati seseorang serta keheningan suasana di sekitarnya. Ini semua merupakan attitude yang pas dalam pemilihan dan penciptaan suatu motif batik. Penyempurnaan motif batik agar sesuai dengan makna yang diharapkan oleh pemikinya kadang harus disertai upacara mistik. Upacara ini bisa dilakukan misalnya dengan mempersembahkan offer dan pemanjatan doa. Hal ini biasanya dilakukan dengan bimbingan para Guru dalam bidang Kejawen, sehingga nilai sakral dan magisch bisa tersirat dalam motif yang ada dan terlihat ketika dikenakan oleh pemiliknya.Berapa lama dan laku mana yang harus dikerjakan seseorang sebelum ditemukan motifnya, sangat bergantung pada si pembatik dan si calon pemakainya sendiri. Jadi dalam hal ini setidaknya harus ada kerja sama di antara keduanya.Motif dan warna dalam batik, pada awalnya memiliki nilai yang simbolik. Pemilihan warna dalam motif batik dapat memberikan informasi tentang perasaan dan harapan si pemakainya, karena dia yang memilih motif dan warnanya. Tentang peran si pembatiknya biasanya menjadi lumer menyatu dengan perasaan dan harapan si pemakainya dan hal ini diwujudkan dalam bentuk/lukisan motif dalam batik itu.Patroon motif batik klassik pada awalnya hanya ada dalam kepala si pembatik. Motif-motif dalam batik klasik sering kali diungkapkan dalam bentuk yang abstrak. Daya khayal si pembatik dalam menggambarkan sebuah motif sangat mempengaruhi hasil akhir motif. Dan karena itu pula maka hampir tidak pernah terjadi ada dua kain panjang batik dengan satu motif batik, yang hasilnya sama dan serupa.Warna dalam motif batik banyak mengacu pada warna yang bisa memberikan / menimbulkan informasi berbagai rasa bagi si pemakainya dan yang melihatnya. Warna dasar motif batik klassik Jawa pada awalnya dapat kita temukan sebagai berikut:1. Warna coklat.Warna ini dapat membangkitkan rasa kerendahan diri, kesederhanaan dan membumi, kehangatan, bagi pemakainya. (Lihat foto3)

Parang Penggede. Bunga yang sedang merekah dan kupu besar yang indah, melambangkan kebesaran pemilik / pemakainya (foto 3)Dalam pemakaiannya warna coklat terutama, sering kita temukan dalam motif-motif semen(lihat foto 2). Dalam motif parang, juga digunakan warna coklat.(lihat foto3)Motif Semen merupakan salah satu motif indah yang sering kali dipenuhi dengan makna dan arti yang dapat kita temukan dalam Falsafah Jawa. Suatu motif yang pada saat ini juga hanya dimiliki oleh pemilik dompet tebal. Hal ini terjadi karena untuk menciptakan motif semen biasanya memerlukan waktu yang cukup lama. Biasanya motif ini dilukiskan dua kali, baik dari luar dan maupun dari dalam. Juga pengisian cecek yang harus dilukiskan satu demi satu. Sehingga pembuatan satu kain panjang bisa memakan waktu lebih dari 6 bulan.2. Warna biru tua.Rasa ketenangan, effekt kelembutan, keichlasan dan rasa kesetiaan biasanya dapat ditunjukkan melalui pemakaian warna ini. Warna biru biasanya dapat kita temukan dalam motif batik klassik dari Yogyakarta. Lihat dalam motif Modang di bawah ini. Sebuah motif yang di sekeliling kain jariknya dilukiskan bentuk-bentuk parang tuding. Dalam kain panjang ini didasari dengan warna biru. Di dalamnya diisi dengan motif ganggong ranth, sejenis bunga.

Motif Modang dengan isen ganggong ranthe (foto 4)3. Warna putih,yang juga muncul dalam motief Yogyakartan, menunjukkan rasa ketidakbersalahan, kesucian, ketentraman hati dan keberanian serta sifat pemaaf si pemakainya.(foto 5).Membaca tentang makna warna seperti yang tersebut di atas, sangatlah dapat dimengerti mengapa motif Sido Asih ini dikenakan dalam upacara pernikahan adat. Menilik dari pemakaian warna putih tersirat harapan bahwa calon pengantinnya di kemudian hari akan selalu dilimpahi dengan kasih dan sayang dalam kehidupan berumah tangganya.(foto 5)

Sido Asih / Semen Calo / Gunung Sari latar pethak. (foto 5)4. Dari warna-warna yang terdapat dalam motif batik juga terdapat warna yang kehitam-hitaman.Sesungguhnya warna hitam yang dimaksudkan merupakan suatu warna biru yang sangat tua. Sehingga tampak seperti hitam. Suatu warna yang seringkali memberikan gambaran yang negative.Tetapi dalam dunia perbatikan orang mengambil segi positif dari yang biasanya bermakna negative. Jadi warna hitam dalam batik melambangkan antara lain suatu kewibawaan, keberanian, kekuatan, ketenangan, percaya diri dan dominasi.Dalam motif itu diperlihatkan berbagai jenis binatang, suatu keaneka ragaman dalam kehidupan yang toch pada akhirnya dapat saling bertenggang rasa.

Motif batik Alas-alasan latar irengan (foto 6)Jadi bila seseorang mengenakan motif batik tertentu itu bukan saja berarti bahwa yang bersangkutan hanya ingin memperlihatkan betapa indahnya motif batikannya tetapi juga sekaligus ingin dan dapat memperlihatkan fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat yang berlaku. Juga melalui motif batik yang dikenakannya akan tersirat harapan dan makna ungkapan perasaannya. Dan dengan mengenakan motif tertentu si pemakai juga ingin menyampaikan pesan, karena motif-motif tersebut tidak terlepas dari pandangan hidup pembuatnya/ pemakainya.Juga dari pemilihan pemberian nama tentang nama motif batik sangat berkaitan erat dengan suatu harapan dan tujuan hidup dari pembuatnya.Misalnya: Motif Lintang Trenggono; Motif Gringsing Buketan

Lintang Trenggono (Bintang yang berkilauan, foto 6)Dalam Motif Lintang Trenggono dilukiskan kehadiran binatang-binatang malam yang bermunculan seiring dengan gemerlapannya cahaya bintang-bintang di angkasa raya. Dari si pemakainya diharapkan dapat menggambarkan betapa puas dan bahagianya (terbebas dari beban berat) hati si pemakai dalam menikmati kehidupan malam yang penuh dengan gemerlapannya bintang di angkasa raya. Motif ini biasanya dikenakan dalam resepsi-resepsi.

Motif Gringsing Buketan (foto 7)Dalam motif gringsing digambarkan sisik ikan yang menjadi latar belakang buketan (bouquet), ikatan bunga yang indah. Setiap sisik ikan dilukiskan dengan warna putih dengan garis pembatas warna soga (coklat) dan diisi dengan cecek. Si pemakai mengharapkan keindahan, keharuman dan kebesaran bagaikan bunga dalam motif yang juga disertai dengan kekayaan yang tak terhitungkan, seperti jumlah sisik ikan yang ada dalam motif itu.Dua motif di atas saya memberikan gambaran betapa luasnya makna yang terkandung dalam motif batik klassik Jawa.Saya kira setiap orang yang mengerti dan mendalami makna dan arti falsafah Kejawen dalam motif batik klassik Jawa juga mengharapkan bahwa makna yang tersirat dalam motif akan menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk saya, paling tidak sudah saya mulai dengan memiliki dulu kain jariknya. . Bagaimana dengan pembaca Baltyra?Bila kita memperhatikan motif-motif batik klassik Jawa, tampak bahwa setiap motif biasanya hanya dikenakan dalam kesempatan yang tertentu. Untuk mengutarakan pertalian antara motif dan dalam kesempatan apa motif batik itu dikenakan akan saya tuliskan dalam bagian terakhir, minggu depan.

Arti dan Cerita di Balik Motif Batik Klasik Jawa (3)ByNunuk Pulandarion 13 April, 2011Viewed 33350 times, 17 times today |114 Comments|Nunuk PulandariMakna dan Kapan Digunakan Motif Tertentu (1)Dear all, kita mengetahui bahwa masih banyak motif jarik klassik Jawa yang memiliki nilai magis dan sakral tertentu. Dua faktor yang pada awal pembuatannya bisa disertakan melalui beberapa tahapan upacara yang dilakukan baik oleh si Mbok dan yu Batik maupun oleh sang pencipta motif itu sendiri.Upacara ini tentunya sangat berhubungan erat dengan aliran Kejawen. Suatu aliran yang para pemeluknya mempercayai bahwa di balik agama yang dianutnya masih terdapat kekuatan dan kekuasaan lainnya dalam alam semesta ini. Dengan melalui tahapan lelaku yang dibimbing oleh guru ahlinya, kita bisa mempelajarinya.Lelaku ini mereka wujudkan dalam bentuk berpuasa dan mengurangi diri untuk mengkonsumsi makanan, minuman, dan berbagai kesenangan duniawi lainnya. Bahkan di antara mereka ada yang mengurangi/ mengundurkan waktu tidurnya. Seperti yang sering dilakukan oleh kebanyakan para orang tua kita. Dan mereka juga sering bersemedi di tengah malam. Hal ini tentunya dilakukan untuk mendapatkan suatu bisikan tentang motif yang akan diciptakannya.Berikut ini saya sertakan sebuah motif batik klassik: Motif Kembang Kanthil. Nama Kembang Kanthil mengandung arti: Kembang = bunga; Kanthil = ikut, nempel, lengket. Saya mendapatkan jarik dengan motif ini dari eyang. Dengan wejangannya: Tal dongak supoyo jejodhohanmu tetep langgeng lan pasanganmu tetep kanthil. (Saya doakan agar pernikahanmu tetap langgeng dan pasanganmu tetap setia).

Foto 1: Batik motif Kembang Kanthil latar pethakSebuah kain batik dengan motif Kembang Kanthil /Kenanga latar pethak, yang patroonnya dibuat sendiri oleh Eyang putri. Terlukiskan bunga Kanthil/Kenanga yang saling bergandengan/ berkaitan satu dengan yang lainnya. Banyak sekali cecek halus yang menjadi isen dalam bloemblad/ lidah/ daun bunga.Pada suatu hari yang sangat panas kain batik ini telah disobek menjadi dua bagian oleh Ex suami saya. Ketika saya menanyakan alasannya mengapa dia menyobek kain batik saya, dia hanya menjawab: Cari sarung nggak ada. Jadi mau pakai kain batik ini seperti memakai sarungdi hari yang panas. Sayang kepanjangan. Jadi di potong jadi dua. Kan kainnya sudah tua.Saya kecewa sekali tetapi tidak bereaksi. Achhhh, achhhhBeberapa waktu setelah adegan penyobekan kain batik ini, kemudian terjadi perpisahan di antara kami berdua. Entah ini suatu kebetulan belaka atau termakan oleh isi makna arti Kembang Kanthil yang telah terbelah menjadi dua.Pernah tersirat idee untuk menyambungnya kembali. Sayang idee ini terpatahkan dengan idee lain yang membisikkanbahwa penyambungan kembali hanya sia-sia belaka karena makna yang tersirat toch sudah terpatahkan menjadi dua bagian..Kain batik dengan motif Kembang Kanthil dilukiskan dalam alur seperti kain batik motif Parang. Miring, dan paralel dalam posisi plus minus 45 derajat. Dalam pemakaiannya arah Kembang Kanthil ini harus selalu merunduk menghadap ke bawah, seperti yang terlihat dalam foto . Hal ini juga bermakna bahwa walaupun si pemakai sewangi dan seindah seperti bermekarannya bunga Kanthil/Kenanga, tetapi dia harus tetap merunduk /sederhana dalam kehidupannya sehari-hari.Ini juga memberikan makna bahwa pemakainya seorang yang rendah hati dan mengenal etika pergaulan. Makna lain dari batik motif ini adalah agar pemakainya dalam pergaulan disenangi dan disayangi oleh sesamanya karena kesederhanaannyaSalah satu motif batik lain, hadiah dari eyang putri adalah batik motif Udhan Liris.

Foto 2: Batik motif Udhan Liris (Udhan Riris)- Hujan gerimisDalam motif Udhan Liris terdapat berbagai jenis motif, misalnya motif dengan patroon geometris yang termasuk dalam motif lereng (motif lereng adalah motif Parang hanya antar satu patroon dengan yang lainnya tidak ada motif pembatasnya). Semuanya disusun berdampingan membentuk seperti garis diagonal. Dalam motif Udhan Liris bisa disusun beberapa motif secara paralel/ berjejeran.Misalnya dalam motif Udhan Liris di atas terdapat susunan yang terdiri dari motif, Setengah Kawung, Banji, Sawut, Mlinjon, Tritis, yang diatur diagonal memanjang ini bermakna pengharapan agar pemakainya dapat selamat sejahtera, tabah dan berprakarsa dalam menunaikan kewajiban dalam kehidupannya sehari-hari.Motif Udhan Liris ini yang memiliki kesamaan arti dengan hujan gerimis bagi dunia perbatikan secara ringkas bermakna menyejukkan udara/ suasana dan juga melambangkan kesuburan. Batik ini saya terima ketika eyang berkunjung ke rumah untuk menengok buyutnya Birrutte yang sedang sakit panas.Ketika itu eyang langsung memberikan batik motif Udhan Liris dengan pesan agar diselimutkan ke badan Birrutte setiap kali dia panas. Entah karena effek makna yang tersirat di dalam motif batik itu atau entah karena tubuhnya sudah mulai sehat kembali, anak saya memang bisa menjadi sembuh pada hari berikutnya. Setidaknya badannya tidak panas lagi. Juga di lain kesempatan ketika dia mendapat demam kain jarik motif Udhan Liris selalu menyelimuti badannya.Cerita tentang motif Udhan Liris dan turunnya panas Birrute setelah tidur semalaman dengan diselimuti kain itu, pernah saya sampaikan pada teman kuliah yang telah lama tinggal di Belanda. Ketika dia mendengar cerita ini dia langsung berkomentar: Achhh, hij kreeg geen koorts meer niet door de betekenissen van de motif maar door de soorten van de stof zelf. Een katoene stof geef altijd een koude effect op je lichaam. Daardoor. (ah, turunnya demam bukan karena motif kain, tapi karena jenis kain itu sendiri)Achhhh, achhh.. Pada saat itu saya hanya membatin: Achh, kalau dia benar bahwa Birrutte turun panasnya karena jenis katoen yang dipakai selimutnya, tentunya eyang saya tidak perlu memberi motif Udhan Liris. Tapi beliau bisa memberikan misalnya motif Parang Barong yang bermakna parang besar yang tajamatau memberikan batik dengan motif lainnya.Wouwwwww, yang jelas saya berbahagia bahwa eyang telah memberikan rasa kesejukan pada anak saya . Dan saya senang karena teman-teman bisa baca di Baltyra tentang cerita makna motifnya.Saya masih ingat, dulu, pada salah satu liburan, saya melihat bahwa mbok yang tertua dari mulai duduk di teras sampai hampir pulang sama sekali tidak berbicara dan tidak makan atau minum apapun. Bahkan ketika yang lainnya sedang beristirahat makan siang, saya melihat si mbok seperti sedang dalam posisi bertapa, bermeditasi. Duduk sila dengan mata terpejam dan yang kalau dilihat sepintas seolah hubungannya dengan dunia sekitarnya terputus. Si mbok Batik seperti tidak mendengar apapun yang ada di sekitarnya.Saya masih ingat ketika eyang melihat saya menatapi mbok Batiek, beliau melambaikan tangannya, memanggil saya agar mendekat.Ora pareng ngrusuhi: Kata eyang putri, sambil mengajak saya masuk ke rumah besar.Di kemudian hari saya baru mengerti bahwa menurut cerita eyang, si mbok sedang bermeditasi untuk mendapatkan kekuatan magis dan sakral bagi motif yang sedang dibatiknya. Hal ini biasanya dimaksudkan agar si pemakai batik dengan motif-motif yang dilukiskannya akan mendapatkan kehidupan yang menyenangkan dan tentram serta damai di kemudian hari.Seperti yang kita ketahui bahwa setiap motif pada awalnya dibatik, disesuaikan dengan kedudukan, kesempatan, si pemakainya. Dalam perkembangannya sudah banyak sekali motif-motif batik yang bisa dengan bebas kita miliki. Kita dapat juga melihat bahwa dalam kehidupan sehari-hari ternyata setiap motif hanya dikenakan dalam kesempatan dan kadang diperuntukkan hanya bagi pemakai tertentu. Motif-motif dalam batik dapat kita temukan pemakaiannya terutama dalam kesempatan yang ada hubungannya dengan upacara adat dengan tahapan yang ada dalam kehidupannya, seperti misalnya dalam upacara, kehamilan, kelahiran, pernikahan dan dalam upacara lelayu.

Kelahiran. MitoniPemakaian motif batik yang masih menyolok dan dipertahankan adalah pada saat upacara Mitoni. Tahapan upacara yang dilaksanakan pada saat kehamilan mencapai usia tujuh bulan. Untuk keperluan upacara Mitoni dipilih tujuh motif batik yang menurut falsafah Jawa memiliki arti dan makna yang positif dan hampir sama dengan pilihan dalam upacara pernikahan adat.Dalam hal ini arti dan makna yang dipilih juga berhubungan dengan harapan dan keinginan baik orang tua maupun poro sepuh si jabang bayi. Diharapkan melalui arti dan makna yang tersirat dalam motif batik yang digunakan, keinginan Poro Sepuh dan Orang Tua akan terwujudkan pada si jabang bayi. Untuk keperluan upacara siraman ini dipilih tujuh motif jarit dari berbagai motif. Seperti antara lain batik-batik dengan:1. Motif Sido Luhur; 2. Motif Sido Asih; 3. Motif Semen; 4. Gondo Suli/ Parang Kusumo

Foto 3: Batik motif Parang KusumoDalam motif Parang Kusumo terkandung suatu makna bahwa suatu kehidupan harus dilandasi dengan perjuangan dan usaha dalam mencapai keharuman lahir dan batin. Hal ini bisa disamakan dengan harumnya suatu bunga (kusuma). Juga dalam falsafat Jawa.Suatu kehidupan dalam masyarakat yang paling utama harus kita dapatkan adalah keharuman pribadinya tanpa harus meninggalkan norma-normadan nilai yang berlaku. Suatu hal yang sulit untuk direalisasikan. Tetapi pada umumnya orang Jawa berharap bisa menempuh suatu kehidupan yang boleh dikatakan sempurna lahir batin yang diperoleh atas jerih payah dari tingkah laku dan pribadi yang baik.5. Motif Semen Romo, suatu harapan agar kedua orang tua si bayi tidak akan berpisah.(een teken van hoop dat de aanstaande ouders bij elkaar blijven en niet gescheiden worden)6. Motif Babon Angrem

Foto 4: Batik Motif Babon AngremBabon adalah julukan untuk ayam betina yang sudah dewasa. Angrem dalam bahasa Indonesia berarti mengerami. Dengan melalui tahapan upacara ini diharapkan dalam kehidupannya si bayi di kemudian hari akan mendapatkan kesabaran, sebagaimana kesabaran yang telah ditunjukan oleh para induk ayam yang sedang mengerami telur-telurnya. Juga diharapkan bahwa kehangatan dan ketelatenan babon ayam selama mengerami ( telur-telur ) anak-anaknya hingga menetas dapat menurun pada si jabang bayi yang masih ada dalam kandungan sang ibunda.7. Kain Lurik motif lasem. Motif Lurik, memberikan makna adanya suatu harapan agar si bayi kuat seperti kain lurik yang tidak mudah sobek. (een sterke traditioneel geweven doek van Yogyakarta)Tahapan upacara penikahan adat Jawa1. SiramanDalam kesempatan ini biasanya dipakaikan jarik dengan motif Grompol (motif benda-benda kecil atau motif Nogosari (motif bunga yang harum). Motif yangdapat menjadilambang dan harapan agar calon pengantin menjadi suci dan bersih serta mewangi.Bila kedua jenis kain ini tidak dimiliki maka dapat digantikan dengan kainlain yang bermakna positif, seperti motif: Sidomukti, Sidoasih, Semen Raja, Semen Ramaatau Sidoluhur.

Foto 5: Batik motif Grompol (yang diprodho). Untuk Siraman2. KerikanSetelah upacara kerikan selesai dan penganten dihias samar-samar (menunggu upacaramidodareni) pengantin memakai kain motif Sidomukti atau Sidoasih. Biasanya denganmotif Gurda (Garuda). Makna filosofi yang dikandungnya berisi harapan bahwa si calonmanten akan selalu hidup dalam kecukupan dan kebahagiaan.(lihat foto batik motif Sidho Asih dalam artikel nr.2)Foto 6: Batik motif Truntum selingan peksi merak3. MidodareniPada malam midodareni ini calon pengantim wanita mengenakan kain Truntum. Motifkain yang mengandung makna filosofis bahwa si calon siap untuk dituntun untuk oleh terutama kedua orang tuanya, dan secara umum oleh tujuh sesepuh yang juga telah memandikannya untuk menjejakkan kaki dalam menyongsong kehidupannya yang mendatang.Salah satu makna yang juga tersirat dalam motif Truntum adalah agar calon mempelaidapat mengikuti norma dan nilai dalam kehidupannya. Dan dengan mengikuti dan menjalankan norma dan nilai kehidupan yang ada maka si calon pengantin akan denganmudah dan ringan menjalani kehidupannya.Pada awalnya motif Truntum hanya dikenakan oleh orang tua si mempelai wanita. Tetapi dalam perkembangan perbatikan motif Truntum ini juga dikenakan oleh si calon mempelai wanita itu sendiri.4. IjabDalam upacara ijab, Calon pengantin memakai kain Sidomukti, Sidoluhur atau Sidoasih.Motif-motif jarik yang mengandung makna Sido= menjadi; mukti= orang yang tinggi kedudukannya dan enak hidupnya; luhur= orang yang memiliki kehidupan mulia; dan asih= orang yang akan hidup dalam kasih dan sayang. Tiga makna kehidupan yangmerupakan harapan bagi setiap calon pengantin.(lihat contoh-contoh motif yang mengandung makna positif sebelumnya)5. PanggihPada acara upacara Panggih, Calon pengantin memakai kain Sidomukti, Sidoluhur atauSidoasih; sedang orang tua dianjurkan untuk memakai kain Truntum yang melambangkan bahwa yang bersangkutan tidak akan pernah kekurangan karena rejekinya akan terus mengalir.Dengan Sindur, semacam setagen yang berwarna putih dengan motief ombak berwarna merah diselilingnya. Motief Sindur ini bermakna bahwa orang yang sedang hajatan akan tahan dari segala keadaan yang up and down yang akan ditemuinya.Jadi kalau kita melihat lebih lanjut, dalam berbagai motif terdapat satu gambaran umum tentang harapan dan keinginan yang selalu positif dari para pemakainya. Misalnya dalam batik-batik bermotif Sidho terkandung maksud kebahagiaan, kemakmuran dan menjadi orang terpandang.

Foto 7: Batik motif Sidomukti. , dengan makna agar kehidupannya di kemudian hari akan penuh dengan kemapananDengan makna yang begitu positif dan indah Motif Sidho selalu sangat disarankan untuk digunakan mempelai, seperti Sidhomulya, Sidholuhur, Sidho Asih, dan Sidhomukti.

Motif Batik IndonesiaMotif Batik Sawat

Sawat berarti melempar. Pada zaman dulu, orang Jawa percaya dengan para dewa sebagai kekuatan yang mengendalikan alam semesta. Salah satu dewa tersebut adalah Batara Indra. Dewa ini mempunyai senjata yang disebut wajra atau bajra, yang berarti pula thathit (kilat). Senjata pusaka tersebut digunakan dengan cara melemparkannya (Jawa: nyawatake).

Bentuk senjata Batara Indra tersebut menyerupai seekor ular yang bertaring tajam serta bersayap (Jawa: mawa lar). Bila dilemparkan ke udara, senjata ini akan menyambar-nyambar dan mengeluarkan suara yang sangat keras dan menakutkan.

Walaupun menakutkan, wajra juga mendatangkan kegembiraan sebab dianggap sebagai pembawa hujan. Senjata pusaka Batara Indra ini diwujudkan ke dalammotif batikberupa sebelah sayap dengan harapan agar si pemakai selalu mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya.

Motif Batik Ceplok

Bentuk pola ceplok sangat kuno adalah pola kawung. Pola dengan motif-motif ceplok ini terinspirasi oleh bentuk buah kawung (buah atap atau buah aren) yang dibelah empat. Keempat bagian buah bersama intinya itu melambangkan empat arah (penjuru) utama dalam agama Budha.

Pada dasarnya, ceplok merupakan kategori ragam hias berdasarkan pengulangan bentuk geometri, seperti segi empat, empat persegi panjang, bulat telur, atau pun bintang. Ada banyak varian lain dari motif ceplok, misalnya ceplok sriwedari dan ceplok keci. Batik truntum juga masuk kategori motif ceplok. Selain itu, motif ceplok juga sering dipadupadankan dengan berbagai bentuk motif lainnya untuk mendapat corak danmotif batikyang lebih indah.

Motif Batik Gurda

Gurda berasal dari kata garuda. Seperti diketahui, garuda merupakan burung besar. Dalam pandangan masyarakat Jawa, burung garuda mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap (lar) dan di tengahnya terdapat badan dan ekor.

Motif batikgurda ini juga tidak lepas dari kepercayaan masa lalu. Garuda merupakan tunggangan Batara Wisnu yang dikenal sebagai Dewa Matahari. Garuda menjadi tunggangan Batara Wisnu dan dijadikan sebagai lambang matahari. Oleh masyarakat Jawa, garuda selain sebagai simbol kehidupan juga sebagai simbol kejantanan.

Motif Batik MeruKata meru berasal dari Gunung Mahameru. Gunung ini dianggap sebagai tempat tinggal atau singgasana bagi Tri Murti, yaitu Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Brahma, dan Sang Hyang Siwa. Tri Murti ini dilambangkan sebagai sumber dari segala kehidupan, sumber kemakmuran, dan segala sumber kebahagiaan hidup di dunia. Oleh karena itu, meru digunakan sebagaimotif batikagar si pemakai selalu mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan.

Motif Batik Truntum

Motif batiktruntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III), bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama terasa semakin subur berkembang (tumaruntum).

Kain motif truntum biasanya dipakai oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumoruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk menuntun kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.

Motif Batik Udan Liris

Motif ini mengandung makna ketabahan dan harus tahan menjalani hidup prihatin biarpun dilanda hujan dan panas. Orang yang berumah tangga, apalagi pengantin baru, harus berani dan mau hidup prihatin ketika banyak halangan dan cobaan. Ibaratnya tertimpa hujan dan panas, tidak boleh mudah mengeluh. Segala halangan dan rintangan itu harus bisa dihadapi dan diselesaikan bersama-sama.

Suami atau istri merupakan bagian hidup di dalam rumah tangga. Jika salah satu menghadapi masalah, maka pasangannya harus ikut membantu menyelesaikan, bukan justru menambahi masalah.

Misalkan, bila suami sedang mendapat cobaan tergoda oleh perempuan lain, maka sang istri harus bisa bijak mencari solusi dan mencari penyelesaian permasalahan. Begitu pula sebaliknya, jika sang istri mendapat godaan dari lelaki lain, tentu suami harus bersikap arif tanpa harus menaruh curiga yang berlebihan sebelum ditemukan bukti.

Motif Batik Parang Kusuma

Motif BatikParang Kusuma, bermakna hidup harus dilandasi dengan perjuangan untuk mencari kebahagiaan lahir dan batin, ibarat keharuman bunga (kusuma). Contohnya, bagi orang Jawa, yang paling utama dari hidup di masyarakat adalah keharuman (kebaikan) pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Mereka harus mematuhi aturan hidup bermasyarakat dan taat kepada perintah Tuhan.

Kondisi ini memang tidak mudah untuk direalisasikan, tetapi umumnya orang Jawa berharap bisa menemukan hidup yang sempurna lahir batin. Mereka akan rnengusahakan banyak hal untuk mencapai kehidupan bahagia lahir dan batin.

Di zaman yang serba terbuka sekarang ini, sungguh sulit untuk mencapai ke tingkat hidup seperti yang diharapkan karena banyak godaan. Orang pun lebih cenderung mencari nama harum dengan cara membeli dengan uang yang dimiliki, bukan dari tingkah laku dan pribadi yang baik.

Motif Batik Parang Rusak Barong

Motif batik parang rusak barong ini berasal dari kata batu karang dan barong (singa). Parang barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan karena kesakralan filosofinya, motif ini hanya boleh digunakan untuk raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi.

Motif ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.

Kata barong berarti sesuatu yang besar dan ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif parang rusak barong ini merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.

Motif Batik Slobog

Slobog bisa juga berarti lobok atau longgar. Kain ini biasa dipakai untuk melayat, dengan tujuan agar yang meninggal tidak mengalami kesulitan menghadap Yang Maha Kuasa. Hal ini sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip keagamaan bahwa setelah kematian ada kehidupan lain yang harus dipertanggung jawabkan, yaitu menghadap Tuhan Yang Maha Esa.

Motif Batik Tambal

Ada kepercayaan bahwa bila orang sakit menggunakan kain ini sebagai selimut, maka ia akan cepat sembuh. Tambal artinya menambah semangat hari. Dengan semangat baru itu diharapkan harapan baru akan muncul sehingga kesembuhan mudah didapat. Selain itu, dengan kehadiran para penjenguk, diharapkan si sakit tidak merasa ditinggalkan dan memiliki banyak saudara sehingga keinginan untuk sembuh semakin besar.

Motif Batik Ciptoning

Motif ciptoning ini biasanya dipakai oleh orang yang dituakan maupun pemimpin. Dengan memakai motif ini, pemakainya diharapkan menjadi orang bijak dan mampu memberi petunjuk jalan yang benar pada orang lain yang dipimpinnya. Makna filosofis di balik motif ini sebenarnya bukan hanya untuk pemimpin, tetapi juga untuk setiap orang agar mampu memimpin (menempatkan) dirinya sendiri di tengah masyarakatnya.

Motif Batik Pari Kesit

Motif ini mengandung makna bahwa untuk mencari keutamaan, harus dilandasi dengan usaha keras dan kegesitan. Tentu usaha keras dan kegesitan itu tidak boleh meninggalkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Usaha keras dan kegesitan dengan cara kotor harus dihindari karena bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Motif Batik Sido Luhur

Motif Batik Sido Luhur mengandung makna keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang bertujuan untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya segala kebutuhan ragawi bisa tercukupi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya.

Keluhuran materi sebaiknya diperoleh dengan cara yang benar, halal, dan sah tanpa melakukan kecurangan atau perbuatan yang tercela, seperti korupsi, merampok, mencuri, dan sebagainya. Sebab walaupun merasa cukup atau bahkan berlebihan secara materi, jika harta materi itu diperoleh secara tidak benar, keluhuran materi belum bisa tercapai.

Keluhuran materi akan lebih bermakna lagi bila harta yang dimiliki itu bermanfaat bagi orang lain dan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, seperti sumbangan, donasi, hibah, dan sebagainya. Artinya, sejak dulu masyarakat Indonesia sudah terbiasa saling menolong.

Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran nonmateri. Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain atau perkataannya sangat bermanfaat kepada orang lain tentu akan lebih baik daripada orang yang perkataannya tidak bisa dipegang dan tidak dipercaya orang lain.

Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain adalah suatu bentuk keluhuran nonmateri. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran. Semua ini tidak lepas dari falsafah hidup orang Jawa, bahwa orang tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga, kerabat, masyarakat, bahkan lingkungan, dan kepada Tuhan yang menciptakannya.

Motif Batik Sido Drajad

Batik sido drajad dipakai oleh besan ketika upacara pernikahan. Cara pemakaian batiknya juga memiliki nilai pendidikan tersendiri. Bagi anak-anak, batik dipakai dengan cara sabuk wolo. Pemakaian jenis ini memungkinkan anak-anak untuk bergerak bebas. Secara filosofi, pemakaian sabuk wolo diartikan bebas moral, sesuai dengan jiwa anak-anak yang masih bebas, belum dewasa, dan belum memiliki tanggung jawab moral di dalam masyarakat.

Ketika beranjak remaja, seseorang tidak lagi mengenakan batik dengan cara sabuk wolo melainkan dengan jarit. Panjang jarit yang dipakai memiliki arti tersendiri. Semakin panjang jarit, semakin tinggi derajat seseorang dalam masyarakat, dan semakin pendek jarit, semakin rendah pula strata sosial orang tersebut dalam masyarakat.

Bagi orang dewasa, pemakaian batik memiliki pakem yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, wiru diletakkan di sebelah kiri. Sedangkan pada perempuan, wiru diletakkan di sebelah kanan, yang berarti nengeni, seorang putri tidak boleh melanggar kehendak suami.

Motif Batik Sido Mukti

Motif Batik Sido Mukti mengandung makna kemakmuran. Bagi orang Jawa, hidup yang didambakan selain keluhuran budi, ucapan, dan tindakan, tentu adalah pencapaian mukti atau kemakmuran, baik di dunia maupun di akhirat.

Setiap orang pasti mencari kemakmuran dan ketenteraman lahir dan batin. Kemakmuran dan ketenteraman itu tidak akan tercapai tanpa usaha dan kerja keras, keluhuran budi, ucapan, dan tindakan.Setiap orang harus bisa mengendalikan hawa nafsu, mengurangi kesenangan menggunjing tetangga, berbuat baik tanpa merugikan orang lain, dan sebagainya agar dirinya merasa makmur lahir batin. Kehidupan untuk mencapai kemakmuran lahir dan batin itulah yang juga menjadi salah satu dambaan masyarakat.

Motif Batik Cuwiri

Batik motif cuwiri biasa digunakan pada saat acara mitoni, sebuah tradisi memperingati tujuh bulan usia bayi. Cuwiri artinya kecil-kecil. Diharapkan pemakainya terlihat pantas dan dihormati oleh masyarakat. Sejak kecil, manusia di Jawa sudah memiliki banyak aturan sesuai dengan falsafah hidupnya dengan tujuan mendapatkan kemakmuran dan kebaikan.

Motif Batik Kawung

Motif kawung bermakna keinginan dan usaha yang keras akan selalu membuahkan hasil, seperti rejekinya berlipat ganda. Orang yang bekerja keras pasti akan menuai hasil, walaupun kadang harus memakan waktu yang lama.

Contohnya, seorang petani yang bekerja giat di sawah, jika tidak ada hama yang mengganggu, tentu dia akan memanen hasil padi yang berlipat di kemudian hari. Kerja keras untuk menghasilkan rejeki berlipat akan lebih bermakna jika dibarengi dengan sikap hemat, teliti, cermat, dan tidak boros. Namun sayang, budaya kerja keras untuk menuai hasil maksimal tidak dilakukan oleh semua orang. Apalagi di zaman sekarang, di mana banyak orang ingin serba instan, orang ingin cepat kaya tanpa harus bekerja keras. Oleh karena itu, ada saja mereka yang melakukan hal-hal tercela untuk mendapatkan keinginannya.

Motif Batik Nitik Karawitan

Kebijaksanaan menjadi inti dari filosofi batik bermotif nitik karawitan. Dengan demikian, para pemakainya diharapkan akan menjadi orang yang bijaksana. Itulah mengapa orang-orang yang dituakan di lingkungannya banyak menggunakan batik motif ini.

Motif Batik Burung Huk (Burung Merak)

Bentuk dasar ragam hias motif burung huk adalah seekor anak burung yang baru menetas, menggeleparkan kedua sayapnya yang masih lemah, berusaha lepas dari cangkang telurnya, serta separuh badan dan kedua kakinya masih berada di dalam cangkang. Motif burung huk juga sering disebut dengan motif burung merak.Ide dasarnya adalah pandangan hidup tentang kemana jiwa manusia sesudah mati. Dan gambaran tersebut disimpulkan bahwa kematian hanyalah kerusakan raga, sedangkan jiwanya tetap hidup menemui Sang Pencipta. Keunikan motif ini adalah ia selalu hadir bersama dengan motif lainnya, misalnya ceplokan sebagai selingan motif parang, dalam bentuk yang berbaur dengan motif lainnya.

Motif Batik Parang dan Lereng

Batik parang atau lereng menurut pakemnya hanya boleh digunakan oleh sentono dalem (anak dari ratu). Lereng berasal dari kata mereng (lereng bukit). Sejarah motif ini diawali dari pelarian keluarga kerajaan dari Keraton Kartasura. Para keluarga raja terpaksa bersembunyi di daerah pegunungan agar terhindar dari bahaya. Mereka berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau musuh. Motif ini berarti juga topo broto para raja yang dilakukan di lereng-lereng pegunungan untuk mendapatkan wahyu atau wangsit. Dalam tapa brata itulah mereka dapat melihat pemandangan gunung dan pegunungan yang berderet-deret sehingga menyerupai pereng atau lereng.

Motif Batik Mega Mendung

Pada bentuk mega mendung, bisa kita lihat garis lengkung dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) yang menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun).

Hal itu kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar atau menjalani kehidupan sosial agama). Pada akhirnya, membawa dirinya memasuki dunia baru menuju ke dalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) dan pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah).

Dengan demikian, kita bisa lihat bentuk mega mendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil, tetapi tidak boleh terputus.

Terlepas dari makna filosofis bahwa mega mendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehingga bentuknya harus menyatu, sisi produksi memang mengharuskan bentuk garis lengkung mega mendung bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pewarnaan bisa lebih mudah.

Motif Batik Semen Rama

Semen berasal dari kata semi, yaitu tumbuhnya bagian tanaman. Pada umumnya, ornamen pokok pada pola batik motif semen adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan yang digambarkan dengan tumbuh-turnbuhan dan binatang berkaki empat, udara digambarkan dengan awan (mega) dan binatang terbang, serta air atau laut digambarkan dengan binatang air. Sedangkan rama yang merupakan nama motif semen berasal dari nama Ramawijaya. Dalam motif semen rama terdapat pesan atau nasihat Ramawijaya saat penobatan Wibisana sebagai Raja Alengka dalam cerita pewayangan.

Nasihat tersebut termaktub di dalam asta brata (delapan keutamaan bagi seorang pemimpin), yaitu:1. Endabrata, yaitu pemberi kemakmuran dan pelindung dunia. Dilambangkan dengan pohon hayat.2. Yamabrata, yaitu menghukum yang bersalah secara adil. Dilambangkan dengan awan atau meru (gunung).3. Suryabrata, yaitu watak matahari yang bersifat tabah. Dilambangkan dengan garuda.4. Sasibrata, yaitu watak rembulan yang bersifat menggembirakan dan memberi hadiah kepada yang berjasa. Dilambangkan dengan ornamen binatang.5. Bayubrata, yaitu watak luhur. Dilambangkan dengan ornamen burung.6. Dhanababrata atau kuwerabrata, yaitu watak sentosa dan memberi kesejahteraan pada bawahan. Dilambangkan dengan ornamen bintang.7. Pasabrata, yaitu berhati lapang tetapi berbahaya bagi yang mengabaikan. Dilambangkan dengan kapal air.8. Agnibrata, yaitu kesaktian untuk memberantas musuh. Dilambangkan dengan ornamen lidah api.

Motif Batik Semen Ageng

Motif ini tersusun atas beberapa unsur, yaitu pohon hayat yang menggambarkan pohon kehidupan, kemakmuran, keadilan, dan kekuasaan, serta simbol kesuburan, burung yang merupakan simbol angin yang bermakna berbudi luhur, serta garuda menggambarkan matahari yang bersifat jantan bermakna kekuasaan dan kepemimpinan.

Motif ini memiliki makna seorang pemimpin yang bersifat baik dan berbudi luhur, adil, dan tabah dalam menghadapi segala rintangan, mengayomi, dan melindungi rakyatnya serta lingkungan alam sekitar. Motif ini biasanya digunakan oleh keturunan raja sebagai dodot dan bebet keprajuritan pada saat menghadiri upacara kebesaran keraton.

Motif Batik Abstrak

Ini adalah motif yang paling bebas. Motif ini menggabungkan berbagai unsur dan warna. Penciptanya mengarahkan arti ini pada kehidupan yang lain: hidup setelah mati, sehingga penggambarannya abstrak. Walaupun ada beberapa motif tradisional yang menggambarkan kehidupan setelah mati, misalnya motif burung huk, tetapi motif ini sering dianggap tidak memiliki jiwa muda.

Oleh karena itu, banyak pencipta desain batik yang menggunakan motif abstrak yang lebih bebas dan ekspresif dalam menggambarkan kehidupan setelah mati. Motif ini biasanya digunakan pada lukisan dengan penggambaran yang bebas dan tidak menggunakan pakem batik seperti pada umumnya.

Sebenarnya masih banyak lagi makna-makna filosofis di balik motif-motif batik lainnya, terlebih di masa kini dengan adanya banyak modifikasi dan penambahan kreasi di setiap model corak dan motif batik. Namun pada dasarnya motif-motif tersebut memiliki makna-makna filosofis yang ingin disampaikan oleh penciptanya.

Motif batik di Indonesia akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan industri. Ini merupakan hal yang sangat baik karena akan mendorong masyarakat luas untuk lebih mencintai batik dan mendukung setiap kegiatan untuk melestarikan batik