Upload
mufid-n-ha
View
135
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bahasa Arab, Bahasa, tips dan trik
Citation preview
Keunikan Bahasa Arab I
Bahasa Al-Quran ini memiliki beberapa keunikan yang bisa kita dapatkan ketika
mempelajarinya. Kami mengumpulkannya agar kaum muslimin bisa tertarik
mempelajari bahasa Agama mereka. Karena bahasa Arab sangat penting dalam
kehidupan seorang muslim. Akan tetapi Bahasa Arab di zaman ini sangat jauh
dari kaum muslimin khususnya di Indonesia.
Cukup dengan mengerti dasar-dasar bahasa Arab, kaum muslimin bisa mengerti
lebih dalam petunjuk hidup mereka dan tidak perlu bergantung dengan
terjemahan. Dan terjemahan tidak bisa menggantikan makna keseluruhan Al-
Quran, oleh karena itu dalam mushaf Indonesia ditulis “terjemah maknawi Al-
Quran”. Agak menyusahkan juga jika ada pentunjuk jalan semisal peta, tetapi
orang yang hendak ke tujuan masih belum menguasi benar petunjuk tersebut.
Sebagai contoh terjemah makna yang kami maksud kurang mengena tersebut,
Allah Ta’ala berfirman pada surat Yusuf ayat 2,
�ع�ق�ل�ون� �م� ت �ك �ع�ل � ل �ا �ي ب � ع�ر� آنا �اه� ق�ر� �ن ل �نز� �ا أ �ن إ
Terjemah maknawi dalam Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara
penterjemaah/Pentafsir Al-Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama dengan
selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa
Arab, agar kamu memahaminya.” [yusuf:2]
Maka makna ini kurang mengena, karena kita lihat dari i’rab-nya [pembahasan
kedudukan kata dalam bahasa Arab]. Berikut pembahasan sedikit
mengenaii’rab-nya, bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan
mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan
dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab],
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan i’rab kata [� آنا ,dalam tafsirnya [ق�ر�
يجوز أن يكون المعنى: إنا أنزلنا القرآن عربيا،
نصب” قرآنا” على الحال، أي مجموعا.
و” عربي00ا” نعت لقول00ه” قرآن00ا”. ويج00وز أن يك00ون توطئ00ةللحال،
كما تقول: مررت بزيد رجال صالحا،
و” عربيا” على الحال أي يقرأ بلغتكم يا معشر العرب
“Bisa bermakna [makna pertama]: “Sesungguhnya kami menurunkan Al-Quran
yang berbahasa Arab”, kata “qur’aanan” dinashob dengan kedudukan sebagai
“haal” yaitu bermaka terkumpul. Dan kata “’arobiyyan” berkedudukan sebagai
“na’at” dari kata “qur’aanan”. Dan bisa juga [makna kedua] sebagai
“tauthi’ah”/pengantar bagi “haal” sebagai mana kita katakan: “saya melewati
Zaid, seorang laki-laki yang shalih”. Dan kata “’arabiyyan” berkedudukan sebagai
“haal” sehingga makna kalimat yaitu: dibaca dengan bahasa kalian wahai
masyarakat Arab.” [Al-Jami’ Liahkamil Qur’an 9/199, Darul Kutub Al-Mishriyah,
Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]
Jadi makna yang agak mendekati wallahu a’lam adalah,
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an yang berbahasa Arab,
agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]
Atau
“Sesungguhnya Kami menurunkannya [Al Qur'an] sebagai bacaan yang
berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]
Bukan berarti Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya tidak mampu
menterjemahkan dengan baik, akan tetapi memang agak sulit menterjemahkan
dalam bahasa Indonesia. Dimana bahasa Indonesia jika dibandingkan bahasa
Arab, maka bahasa Indonesia kurang usluub/gaya dan kurang ungkapan
bahasanya. Kita juga patut berterima kasih sebesar-besarnya kepada Prof.R.H.A
Soenarjo S.H, dan timnya dalam upayanya menterjemahkan Al-Quran sehingga
bermanfaat bagi kaum muslimin di Indonesia. Jazahumullahu khair.
Supaya lebih bersemangat lagi, mari kita lihat tafsir Ibnu
Katsir rahimahullahmengenai ayat diatas. Beliau berkata,
وذلك ألن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها،
وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس؛
فلهذا أنزل أشرف الكتب بأشرف اللغات،
( أشرف المالئكة،8على أشرف الرسل، بسفارة )
وكان ذلك في أشرف بقاع األرض،
وابتدئ إنزاله في أشرفشهور السنة وهو رمضان، فكمل منكل الوجوه
“Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena
bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih
mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling
mulia diturunkan (Al-Qur’an) kepada rasul yang paling mulia (Muhammad
shollallohu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang termulia (bahasa Arab),
melalui perantara malaikat yang paling mulia (Jibril), ditambah diturunkan
pada dataran yang paling muia diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal
turunnya pun pada bulan yang paling mulia (Ramadhan), sehingga Al-
Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” [Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366,
Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy-Syamilah]
Keunikan-keunikan bahasa Arab
Berikut beberapa yang kami kumpulkan di antaranya:
>>dua kata yang berbeda satu huruf saja artinya bisa berkebalikan
Misalnya,
ni’mah” dan “niqmah” artinya: nikmat dan sengsara“ [نقمة] dan [نعمة]-
aajilah” dan “aajilah” artinya: yang segera dan yang’“ [آجلة] dan [عاجلة]-
diakhirkan/tertunda
Qoodim” dan “Qodiim” artinya: yang akan datang dan yang“ [قديم] dan [قادم]-
lampau
mukhtalifun” dan “mu’talifun” artinya: berbeda dan bersatu“ [مؤتلف] dan [مختلف]-
Dan masih banyak contoh yang lain.
Dua kata yang jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya
berbeda/terpisah
Ini yang dikenal dengan ungkapan,
إذا افترق احتمع و اذا احتمع افترق
“jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya berbeda/terpisah”
Maksudnya jika dua kata tersebut terpisah atau tidak berada dalam satu kalimat
maka artinya sama dan jika bersatu yaitu dua kata tersebut berada dalam satu
kalimat maka artinya berbeda, contohnya,
”faqiir” dan “miskiin“ [مسكين] dan [فقير]
Jika kita membuat kalimat yang dua kata ini ada/bersatu, misalnya: “Kita harus
berbuat baik terhadap orang faqir dan miskin”
Maka maknanya berbeda, Yaitu:
Faqir> orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya.
Miskin> orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.
Jika kita buat kalimat dimana dua kata ini terpisah, misalnya: “kita harus berbuat
baik terhadap orang faqir”
Maka makna faqir dalam kalimat ini mencakup kedua maknanya yaitu orang
yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya dan orang yang punya
harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.
Begitu juga jika kita berkata: “kita harus berbuat baik terhadap orang miskin”
Maka makna miskin dalam kalimat ini juga mencakup kedua maknanya tersebut.
Contoh lain adalah [إيمان] dan [أسالم] “Iman” dan “Islam”.
Jika bersatu makanya berbeda,
Iman: amalan yang berkaitan dengan hati/ amalan batin
Islam: amalan yang berkaitan dengan anggota badan/amalan dzahir
Jika terpisah, maknanya mencakup satu sama lain.
>>satu kata bermakna ganda dan maknanya berkebalikan sekaligus
ada beberapa kata bisa bermakna ganda dan uniknya maknanya bisa
berkebalikan. Dibedakan maknanya dari konteks kalimat. Misalnya,
-kata [زوج] “zaujun” arti aslinya adalah suami dan uniknya dia juga berarti
pasangan,sehingga bisa kita artikan istri, dan kita lebih mengenal bahwa bahasa
arab istri adalah [زوجة] “zaujatun”. contoh yang valid dalam Al-Quran:
�نت� و� �ن� أ ك �ا آد�م� اس� �ا ي �ن ك�و�ق�ل و�ج� �ة� ز� ن �ج� ال
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini” [Al-
Baqarah: 35]
Dalam ayat digunakan [ و�ج�ك� ”zaujatuka“ [زوجتك] zaujuka” bukan“ [ز�
Dan [زوج] “zaujun” bentuk jamaknya [أزواج] “Azwaajun”, dan sekali lagi
contohnya dalam Al-Qur’an yaitu doa yang sering kita baca,
�ا م�ن� �ن �ا ه�ب� ل �ن ب ن�ا ر� اج و� ز��ق�ين� أ� �م�ت �ل ا ل �ن�00 �نh و�اج�ع�ل �ع�ي ة� أ �ا ق�ر� �ن �ات ي iو�ذ�ر
� �م�اما إ
“”Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-
orang yang bertakwa.” [Al-Furqon:74]
Dalam ayat digunakan [أزواج]”azwaaj” bukan [زوجات] “zaujaat”
-kata [بيع] “bai’un” artinya penjualan, dia juga bisa berarti kebalikannya yaitu:
pembelian. Dalam bahasa Arab pembelian lebih dikenal dengan [شراء] “syira’”.
Penerapannya dalam hadist,
�ل�ف� ت �ذ�ا اخ� �ار� ال�ب�ي�ع�ان إ ي �خ� �ال �اع� ب �ت �م�ب �ع� و�ال �ائ �ب �ق�و�ل� ق�و�ل� ال ف�ال
“Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah
perkataan penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih “. [HR. At-Tirmidzi
III/570 no.1270, dan Ahmad I/466 no.4447. Dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-
Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no: 1322]
Begitu juga dalam ayat Al-Quran
�ه� �ح�ل� الل �ا ال�ب�ي�ع� و�أ ب iم� الر و�ح�ر�
“… padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” [Al
Baqarah: 275]
-begitu juga dengan kata [قمر] “qomar” yang artinya bulan bisa berarti matahari
juga dan masih ada contoh yang lain.
>>salah baca sedikit artinya sangat jauh berbeda bahkan bisa bertentangan
Misalnya,
-kalimat [ أكبر Allahu akbar” artinya: Allah Maha Besar“ [الله
Jika dibaca [ أكبر :AAllahu akbar” dengan huruf alif dibaca panjang, artinya“ [آلله
apakah Allah Maha Besar?
-surat Al-Fatihah ayat ke-5,[ نستعين وإياك نعبد [إياك
Jika dibaca “IYYaaka na’buduu” dengan tasydid huruf “ya” artinya: “Hanya
kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan.
Jika dibaca “iYaaka na’budau” tanpa tasydid huruf “ya” maka artinya:
““kepadacahaya matahari kami menyembah dan kepada cahaya matahari kami
meminta pertolongan”
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hal ini dalam tafsirnya,
وقرأ عمرو بن فايد بتخفيفها مع الكسر
وهي قراءة شاذة مردودة؛ ألن “إيا” ضوء الشمس
“’Amr bin Faayid membacanya dengan tidak mentasydid [huruf ya’] dan
mengkasrah [huruf alif]. Ini adalah bacaan yang aneh/nyeleneh dan
tertolak.Karena makna “iya” adalah cahaya matahari.” [Al-Jami’ Liahkamil
Qur’an 1/134, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]
Masih ada contoh yang lain misalnya “JamAAl” artinya keindahan sedangkan
“jamAl” artinya unta.
>>beda bacaan tetapi artinya sama saja/ satu kata bisa I’rab-nya berbeda-
beda
Contohnya pada kalimat,
[ برتقال سيما ال و الفاكهة ”aku menyukai buah-buahan lebih-lebih buah jeruk“ [أحب
Maka kata [برتقال] “burtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam
bacaan pada akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau
“burtuqoolAN” atau “burtuqooliN” atau “burtuqool”
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-
dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak
membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa
Arab].
-dibaca “burtuqooliN” [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap sebagai
huruf “zaaidah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai
mudhof ilaih.
- dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap
sebagai isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya
[burtuqool] berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf
takdirnya huwa
- dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap
sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool]
berkedudukan sebagai tamyiz manshub
- dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.
[lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al-Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al-
Islamiyah, Beirut]
>>satu kalimat bisa dibaca berbeda-beda dan artinya juga berbeda-beda
Misalnya,
ال تأكل السمك و تشرب اللبن
Maka kata [تشرب] bisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atau
TasyroBI”
-jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau
minum susu”
-jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau
sedangminum susu”
-jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau
bolehminum susu”
-bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB”
karena bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al-laban.
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-
dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak
membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa
Arab].
-dibaca“tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf athof, fi’ilnya athof
dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” menjazmkannya
- dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal”
dengan “adawatun naasibah” huruf “an” disembunyikan wajib
- jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf”
yaitu “wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan
kalimat sebelumnya. Sehingga fi’ilnya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada amil.
[lihat Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As-Sayyid Ahmad Al-
Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H]
Keunikan Bahasa Arab II
>>Terkadang harus paham dulu baru bisa dibaca lafadznya
Ini salah satu yang paling unik menurut kami. Karena umumnya bahasa yang
lain dibaca/dilafadzkan dulu baru bisa dipahami. Lebih-lebih ia juga harus paham
i’rabnya. Sudah kita ketahui bahwa bahasa Arab aslinya adalah “gundul” dan
tidak ada harokatnya, karena harokat memang sejarahnya dibuat bagi orang
non-Arab. Tanpa bantuan harokat mereka yang belum mengetahui dasar-dasar
bahasa Arab tidak bisa membacanya atau melafadzkannya. Contohnya pada Al-
Quran surat An-Nisa ayat 164,
و كلم الله موسى تكليما
Bacaan yang benar: “wa kallamallaaHU Muusaa takliima” [Allah benar-benar
mengajak bicara Musa]
Maka jika pembaca tidak paham maksudnya, maka dia tidak tahu cara
membacanya. Apakah lafadz Jalalah Allah dibaca, “Allahu” atau “Allaha” atau
“Allahi”
Lho dari mana dia tahu maksudnya, padahal belum dibaca, padahal juga yang
dibaca adalah sumber ilmunya?
Jawabannya: umumnya dari i’rab, konteks kalimat atau maksud kalimat
sebelumnya. Pada kasus ini, maksudnya diketahui juga dari aqidah yang benar
yaitu Allah mempunyai sifat berbicara dan memang Allah yang mengajak Musa
berbicara.
sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan
mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan
dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].
-Tidak mungkin lafadz Jalalah dibaca “AllaHA”
Karena artinya nanti “Musa mengajak bicara Allah”, karena ada kemungkinan
nanti menafikan sifat Allah berbicara dan ini bentuk tahrif/menyelewengkan sifat
Allah.
-tidak mungkin lafadz Jalalah dibaca “AllaHi”
Karena tidak ada penyebab majrurnya yaitu huruf jar atau mudhaf ilaih.
Dalam bahasa Arab, i’rab terkadang membantu menyempurnakan [menangkap]
makna dan terkadang maknanya bisa menyempurnakan i’rab.
Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa orang yang ingin
berbahasa arab dengan benar dan fasih, dilatih agar berpikir dahulu baru
berbicara. Tidak sembarangan berbicara karena minimal ia memikirkan i’rab/
kedudukan kata dalam kalimat. Jelas ini tidak kita dapatkan dalam kebanyakan
bahasa karena bahasa Arab itu unik dan sesuatu dibilang unik jika jarang sekali
dijumpai.
>>Bisa selamat dan tidak salah membaca harokat gundul bahasa Arab
Mungkin ada yang bertanya berarti agak susah juga kalau berbicara dalam
bahasa Arab jika harus dipikirkan dulu I’rab/kedudukan tiap kata. Bagaimana
juga orang-orang arab badui dan Para TKI/TKW bisa berbicara bahasa Arab?
Maka jawabannya adalah mereka menggunakan bahasa Arab Ammiyah/ atau
bahasa Gaul menurut bahasa kita, dan kurang memperhatikan kaidah. Dan ini
yang lebih penting, supaya bisa selamat dan tidak salah membaca digunakan
prinsip,
[ تشلم ”Tajzim taslam” artinya: “engkau jazm-kan maka engkau selamat“ [تجزم
Maksud menjazmkan adalah mensukunkan semua huruf akhirnya pada tiap kata,
contohnya,
[ الفصل في يحضر ال غائب هو Ahmadu huwa ghaaibun laa yahduru fil“ [أحمد
fashli” artinya: Ahmad tidak hadir , tidak ada dikelas.
Maka boleh saja kita baca sukun semua tiap kata seperti
“AhmaD Huwa GhaaiBlaa yahdhuR fil faSHL”
Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa dalam bahasa Arab
kita bisa mengetahui kefasihan seseorang dalam berbahasa dan
kemampuannya yang sebenar-benarnya dengan melihat kemampuannya
meng-i’rab. Kebanyakan orator dan tokoh penting mempunyai kemampuan
dalam hal ini sehingga terkadang kata-katanya bisa seperti menyihir dan
terdengar sangat indah bagi yang bisa memahami keindahannya [baca: tahu
kaidah-kaidah bahasa Arab]. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang fasih bahasa Arabnya.
>>Bahasa tertua yang tetap eksis dan tidak berubah
Berbeda dengan bahasa yang lain yang sudah punah atau hampir punah
sebagaimana bahasa Ibrani yaitu bahasa Taurat dan Injil, Bahasa Sansekerta
dan berbagai bahasa lokal dan daerah di dunia. Inilah faktanya,
“Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa bidang Kebudayaan (UNESCO)
menyatakan setiap satu bahasa punah setiap minggu. Pada akhir abad ini,
diperkirakan dunia akan kehilangan separuh dari 6,700. Salah satu bangsa
yang akan mengalamai hal itu adalah Kamboja. Di sana 19 bahasa lokalnya
telah dinyatakan hampir punah, dan kemungkinan besar banyak di
antaranya yang tidak akan bertahan dalam 90 tahun mendatang.”
[Sumber: http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/berita/cambodia/1076-a-5000-
year-old-language-in-cambodia-on-extinction-list]
Kita bisa melihat bukti bagaimana bahasa kromo Inggil/ bahasa halus jawa
sudah sangat jarang kita temui pemakaiannya. Begitu juga bahasa halus Sasak
Lombok. Sehingga jika seorang kakek buyut yang masih hidup berbicara dengan
bahasa halus kepada cucunya, mungkin cucunya agak sedikit tidak paham.
Begitu juga bukti bahwa terkadang satu bahasa sekedar berbeda dialek saja
sudah agak kurang “nyambung” jika berbicara satu-sama lain.
Kita ambil juga contoh bahasa Inggris, dia sempat mengalami kesenjangan
sejarah yaitu mengalami perubahan yang cukup jauh dalam setiap beberapa
ratus tahun. Maka bahasa Inggris sekarang, di zaman ratu Elisabeth II jika
dibandingkan dengan bahasa Inggris di zaman kakek-buyutnya, di zaman
pertengahan yaitu King Arthur maka, sangat jauh berbeda. Jika mereka bertemu
dan berbicara maka akan susah “nyambung”. Jangankan yang beratus-ratus
tahun, bahasa kita yaitu bahasa Indonesia belum lagi 100 tahun sejak
kemerdekaan tahun 1945 sudah banyak berubah dan belum lagi muncul bahasa
gaul zaman sekarang seperti “nongkrong”, “juragan”, “sundul”, “nyokap”, “bokek”
dan lain-lain. Belum lagi penyimpangan makna misalnya “cabut” bermakna “ayo
pergi” dan lain-lain.
Maka belum ada yang seperti bahasa Arab, dimana dia termasuk salah satu
bahasa tertua dan tidak berubah, masih asli sejak zaman dulu dan masih
sama gaya bahasa, dialek utama, pengungkapannya. Walaupun ada bermacam-
macam dialek tetapi dialek asli yaitu apa yang dibilang sekarang dialek Arab
klasik tetap ada dan tidak berubah sampai saat ini.
Maka inilah salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al-Quran yaitu dengan
manjaga bahasanya. Allah Ta’ala berfirman.
�ح�اف�ظ�ون� �ه� ل �ا ل �ن �ر� و�إ �ا الذiك �ن ل �ز� �ح�ن� ن �ا ن �ن إ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikra [Al-Quran] dan kamilah yang
akan menjaganya”. [QS Al Hijir : 9].
>>Kaya perbendaharaan kosa-katanya
Contohnya untuk kosa-kata “kuda” maka dalam bahasa Arab seperti berikut:
-Khail(خيل)sekumpulan kuda
-Faras (فرس ) seekor kuda (jantan atau betina)
-Hison (حصان ) kuda jantan
-Hajr ( حجر) kuda betina
-Mahr ( مهر) anak kuda jantan
-Mahrah ( مهرة) anak kuda betina
-Filw ( فلو) anak kuda jantan yang baru lepas daripada menyusu ibu
-Haikal (هيكل) kuda yang besar dan bertubuh tegap
-Mathham (مطهم) kuda yang sempurna dan baik
Penerapannya bisa kita lihat dalam Al-Quran yaitu tentang istilah untuk hewan
unta yaitu:
-al-Ibilu [اإلبل] lihat surat al-Ghasiyah
-an-Naaqah [الناقة] lihat surat al-Syams
-al-Budnu [البدن] lihat surat al-Hajj
Dan istilah untuk unta juga banyak seperi istilah untuk kuda, bisa kita lihat dalam
kitab-kitab ulama khsusunya kitab zakat.
>>Memiliki ungkapan yang teliti dan lengkap
Contohnya dalam ungkapan waktu,
-Dazur [درور] Waktu mula-mula timbul matahari di waktu pagi
-Buzugh [بزوغ ] Waktu mula timbul matahari selepas waktu dazur
-Dhuha[ض�حى ] Waktu mula terasa bahang panas matahari
-Ghazalah [غزالة ] Waktu matahari mula naik selepas waktu dhuha
-Hajirah [حاجرة ] Waktu tengah hari yang mula terasa kepanasan
-Dzuhr [ظهر ] Waktu tengah hari matahari mulai naik menegak
-Zawal [زوال ] Waktu matahari berada tegak di atas kepala
-‘Ashr [عصر ] Waktu siang mula berakhir matahari kemerah-merahan
-‘Ashil [عصيل ] Waktu matahari mulai condong ke arah barat
-Shabub [صبوب ] Waktu matahari semakin menghilang
-Ghurub [غروب] Waktu matahari mula terbenam
-Khadur [خدور ] Waktu matahari hilang dari pandangan atau gelap.
Begitu juga dengan ungkapan suara hewan, maka ada pengungkapannya satu-
persatu dan hanya bahasa Arab yang paling lengkap,
-Shahil صهيل Suara kebiasaan kuda mendempik
-Hamhamah حمحمة Suara kuda mendengus
-Syahij شحيج Suara baghal
-Rugha’ رغاء Suara kebiasaan unta
-Hanin حنين Suara unta memanggil anaknya
-Anin أنين Suara unta menahan bebanan yang dibawa
-Hadir هدير Suara unta bernafas (bunyi nafas keluar masuk)
-Shorif صريف Suara geseran gigi unta
-huar حوار Suara lembu
-Ma’ma’ah مأمأة Suara kambing mengembek
-Yu’ar يعار Suara kibas mengembek
-Tugha’ ثغاء Suara biri-biri mengembek
-Za’ir زئير Suara singa mengaum
-Zamjarah زمجرة Suara singa mendengus secara berulang-ulang kali
-Tazamjar تزمجر Suara harimau mengaum
-Kharkhawah خرخوة Suara harimau mendengkur ketika tidur
-‘Uwa’ عواء Suara serigala menyalak memanjang
-Nahim نحيم Suara harimau kumbang
-Quba’ قباء Suara khinzir (babi)
-Nubah نباح Suara anjing menyalak
-Muwa’ مواء Suara kucing mengiau
-Kharkharah خرخرة Suara kucing mendengkur ketika tidur
-Ghas {غس Suara kucing mengerang karena sakit
-Nahiq نهيق Suara keldai
-Bu’am بعام Suara kijang
-Nazab نزاب Suara khusus bagi kijang jantan sahaja
-‘Irar عرار Suara burung unta jantan
-Zimar زمار Suara burung unta betina
-Fahir فحير Suara dhab sahaja
-Kasyisy كشيش Suara biawak
-Karkarah كركرة Suara ayam (jantan atau betina)
-Shada صدى Suara burung hantu
-Dandanah دندنة Suara lebah.
Begitu lengkap dan telitinya, sehingga dalam merinci atau menjelaskan sesuatu
bahasa Arab bisa menjelaskanya serinci-rincinya. Contohnya tingkatan cinta
yang sangat rinci oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam
kitabmadarijus salikin,
[ المحبة[ مراتب في فصل
بالمحبوب: القلب لتعلق عالقة وسميت العالقة، أولها
. له: وطلبه محبوبه إلى القلب ميل وهي اإلرادة، الثانية
. . . الحدور: في الماء كانصباب صاحبه يملكه ال بحيث إليه القلب انصباب وهي الصبابة، الثالثة
. . لغريمه: الغريم كمالزمة يالزمه بل يفارقه ال الذي للقلب، الالزم الحب وهو الغرام الرابعة
. لهم مفارقته وعدم ألهله للزومه غراما النار عذاب سمي ومنه
الرب: أسماء من والودود ولبها، وخالصها عشرة مراتبها المحبة، صفو وهو الوداد الخامسة
تعالى.
. . . : حبه: وصل أي المحبوب شغفه وقد به مشغوف فهو بكذا شغف يقال الشغف السادسة
قلبه شغاف إلى
منه: صاحبه على يخاف الذي المفرط الحب وهو العشق السابعة
. : . : . الله: عبد الله وتيم وعبده ذلله أي الحب تيمه يقال والتذلل التعبد، وهو التتيم الثامنة
اليتم وبين وبينه
. شيء: له يبق فلم رقه المحبوب ملك قد الذي هو العبد فإن التتيم فوق وهو التعبد التاسعة
. . . ذلك كمل ومن العبودية حقيقة هو وهذا وباطنا ظاهرا لمحبوبه عبد كله بل ألبتة نفسه من
. مرتبتها كمل فقد
وسلم: – عليهما الله صلى ومحمد إبراهيم الخليالن بها انفرد التي الخلة مرتبة العاشرة
Tingkatan cinta:
1. Al-‘alaqah ( hubungan / ikatan ). Dinamakan hubungan/ikatan karena
keterikatan hati kepada yang dicinta.
2. Al-iradah ( kehendak / keinginan ). Ini adalah kecondongan hati kepada
yang di cinta dan berusaha untuk mencari/menjumpai yang dicinta.
3. Ash-shobabah ( kerinduan ). Adalah kerinduan hati kepada yang dicinta,
dimana kerinduan ini timbul secara alami & diri tidak dapat mengaturnya,
sebagaimana air yang senantiasa memenuhi batas (pinggiran media).
4. Al-gharaam ( kerinduan yang menyala-nyala ). Adalah cinta yang selalu
ada didalam hati, tidak pernah keluar dari dalamnya, & selalu menyertai
hati. Maka abzab neraka dikatakan gharaaman karena senantiasa setia
dengan penghuninya, tidak pernah melepasnya.
5. Al-wadaad ( kasih sayang ). Adalah kelembutan cinta, inti cinta dan
kemurniaanya, dan Al-waduud termasuk dari nama-nama Allah yang maha
tinggi.
6. As-syaghof ( cinta yang meluap-luap ). sangat mencintainya dan dibuat
sangat senang [bercampur penderitaan]. Sangat mencintai yang di cinta
yaitu cintanya telah masuk ke dalam relung hati & sanubari.
7. Al-‘isyq ( cinta yang sangat ). Adalah cinta yang yang teramat sangat/
terlalu berlebihan, dikhawatirkan [terjadi sesuatu yang kurang baik]
terhadap pelakunya.
8. At-tatayyum ( penghambaan )yaitu merendahkan diri. Dikatakan cinta
telah menghambakannya, dan taimullah berarti juga ‘abdullah ( hamba
Allah).
9. At-ta’abbud ( peribadahan ). Tingkat ini di atas
at-tatayyum/penghambaan. Karena sesungguhnya diri hamba adalah
totalitas milik sang kekasih ( Tuhan ), tak tersisa sedikitpun dari dirinya,
baik lahir maupun batin, semua milik sang kekasih. Dan ini adalah hakikat
peribadahan, barang siapa telah menyempurnakan sifat ini, maka telah
sempurna cintanya
10. 10. Al-Khullah (Kekasih): Cinta ini hanya dimiliki oleh dua khalil
(kekasih), yaitu Ibrahim ‘alaihis salam dan Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam
[lihat lengkapnya di Madarijus Saalikiin baina manaazili iyyaka na’budu wa iyya
kanasta’in 3/29-32, , Darul Kutub Al-‘Arobiy, Beirut, cet. Ke-3, 1416 H, Asy-
Syamilah]
Keunikan Bahasa Arab III
>>ada pola dan cetakan kata [ wazan ] untuk mencetak kata
Ini mempermudah kita agar mengetahui kata dan lebih mudah menghapalnya. Ini
yang dikenal dengan istilah [وزن] “wazan” yang terangkum dalam ilmu shorof
bahasa Arab. Kita tinggal menghapal pola dan cetakan “wazan” atau yang
disebut “tahsrif”, maka kita bisa memproduksi atau melahirkan berbagai macam
kata.
“Wazan” tersebut diwakili oleh kata [فعل] dengan huruf [ف] sebagai wakil huruf
pertama dan [ع] wakil huruf kedua dan [ل] wakil huruf ketiga huruf ketiga.
Contoh sederhananya adalah,
Ada pola tashrif,
[ مقعول – – فاعل ,fa’ala – faa’ilun – maf’ulun”, penjelasannya“ [فعل
fa’ala” = kata kerja“ [فعل ]-
-[ [فاعل “faa’ilun” = cetakan kata yang berarti pelaku atau yang melakukan
pekerjaan/perbuatan
-[ [مقعول “maf’uulun” = cetakan kata yang berarti objek atau yang dikenai
pekerjaan/perbuatan
Maka, dengan kita tahu ada kata kerja [خلق] “khalaqa”= menciptakan, maka kita
tahu dengan “Wazan”/cetakan kata ,
-[ à[فاعل ,khaaliqun” =pelakunya“ [خالق] yaitu yang menciptakan, serapan
bahasa Indonesia= “khaliq” yaitu Tuhan
-[ à[مقعول ,makhluqun” =objeknya“ [مخلوق] yaitu yang diciptakan, serapan
bahasa Indonesia= “makhuk”
Contoh lagi, kata kerja [علم] “’alima”=mengetahui, kita akan tahu
-[ Aalimun”= pelakunya, yaitu yang mengetahui, serapan bahasa“ [عالم] à[فاعل
Indonesia= “alim” yaitu pintar, pintar agama
-[ à[مقعول =”ma’luumun“ [معلوم] yang diketahui, serapan bahasa Indonesi=
“maklum”
Contoh lagi, kata kerja [كتب] “kataba” =menulis, kita akan tahu,
kaatibun”=pelakunya, yaitu yang menulis atau sekretaris“ [كاتب] à[فاعل ]-
-[ à[مقعول =”maktuubun“ [مكتوب] yang ditulis/tertulis, serapan bahasa
Indonesia= “maktub” yaitu tertulis
Bagaimana, mudah dan sederhana bukan?
>> mempunyai kaidah struktur bahasa yang lebih sempurna
Bahasa Arab mengenal istilah maskulin [muzakkar] dan feminin [muannats].Dan
yang lebih membuatnya sempurna dalam bilangan dikenal juga
penggunaan double/dua-an [mutsanna] yang sangat jarang ditemui dalam
bahasa yang lain. Sehingga dalam bilangan dikenal istilah tunggal [mufrad],
dua-an [mutsanna] dan jamak [jam’]. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
berikut.
المدرسة إلى يذهب Pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah – التلميذ
المدرسة� إلى تذهب Pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah – التلميذة
المدرسة� إلى يذهبان Dua orang pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah – التلميذان
المدرسة� إلى تذهبان Dua orang pelajar (perempuan) itu pergi ke – التلميذتان
sekolah
المدرسة� إلى يذهبون Pelajar-pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah – التالميذ
المدرسة� إلى يذهبن Pelajar-pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah – التلميذات
Begitu juga dengan kata kerjanya, lebih lengkap. Kata kerja lampau [madhi], kata
kerja sekarang dan akan datang [mudhari’], dan yang membuatnya lebih
lengkap ada kata kerja perintah [‘amr]. Perhatikan contoh berikut,
المدرسة� إلى الولد� anak laki-laki itu (telah) pergi ke sekolah – ذهب
المدرسة إلى الولد anak laki-laki (sedang) pergi ke sekolah – يذهب
الدرسة إلى .Pergilah [kamu anak laki-laki] ke sekolah – إذهب
>> mengandung informasi yang padat dan ringkas
Hanya dengan beberapa huruf yang menyusun kata, Bahasa Arab bisa
mengungkapkan banyak ungkapan. Kita ambil contoh kata ain” yang’“ [عين]
umumnya dikenal artinya: mata, maka jika kita membuka kamus artinya sangat
banyak yaitu:
manusia, jiwa, hati, mata uang logam, pemimpin, kepala, orang terkemuka,
macan, matahari, penduduk suatu negeri, penghuni rumah, sesuatu yang bagus
atau indah, keluhuran, kemuliaan, ilmu, spion, kelompok, hadir, tersedia, inti
masalah, komandan pasukan, harta, riba, sudut, arah, segi, telaga, pandangan,
dan lainnya.
Kemudian dalam bahasa Arab juga dikenal istilah pembuangan kata atau kata
yang disembunyikan yang dikenal dengan istilah “mahdzuf”. Contohnya,
Pada kalimat syahadat [ الله أال أله ,maka bukan artinya [ال
tiada=[ ال]-
tuhan=[أله]-
selain=[أال]-
Allah=[الله]-
Karena arti ini salah besar, karena ada Ada khabar yang [محذوف] dibuang/tidak
ditampakkan. Khabar yang dibuang tersebut adalah [حق atau بحق] “haqqun atau
bihaqqin”.
Maka makna syahadat yang benar adalah,
ال معبود حق أال الله
“tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah”
Kata [حق atau بحق] “haqqun atau bihaqqin” berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
�اط�ل� �ب ال �ه� د�ون م�ن� �د�ع�ون� ي م�ا �ن� و�أ �ح�ق� ال ه�و� �ه� الل ن�� �أ ب �ك� ذ�ل
“Yang demikian itu dikarenakan Allah adalah (sesembahan) yang Haq
(benar),adapun segala sesuatu yang mereka sembah selain-Nya adalah
(sesembahan) yang Bathil.” [QS. Luqman: 30].
Begitu juga tafsir para ulama, Ibnu Katsir menafsirkan surat Al-Qashash:70, At-
Thabari menafsirkan surat Al-An’am:106, As-Suyuti menafsirkan surat Al-
Baqarah: 255. Dan banyak ulama yang lainnya
Contoh yang lain firman Allah dalam surat Yusuf Ayat 82,
�ا ف�يه�ا �ن �ي ك �ت �ة� ال ي �ق�ر� ل� ال� أ و�اس�
Arti perkata adalah: “Tanyalah kepada kampung yang kami tinggal padanya”
Namun ada kata yang “mahzuf”/dibuang yaitu ahli” /penduduk“ [أهل]
yaitu“mudhaf” dari [ �ة� ي �ق�ر� [ال
Abul Baqa’ Al-‘akbariy rahimahullah menjelaskan tentang ini,
قوله تعالى: )واسأل القرية( : أي أهل القرية ; وج00از ح00ذفالمضاف ; ألن المعنى ال يلتبس.
“Firman Allah, “tanyalah kepada kampung” yaitu, penduduk kampung, boleh
membuang [mahzuf] mudhaf, karena maknanya tidak menjadi rancu.” [At-Tibyan
fi I’rabil Qur’an 2/742, Asy-Syamilah]
Jadi arti yang tepat adalah: ““Tanyalah kepada penduduk kampung yang kami
tinggal padanya”
Oleh karena itu, belum pernah ada satupun terjemahan Al-Qur’an yang lebih
singkat dari bahasa arab aslinya.
>> lebih mudah dihapalkan
Ini karena adanya “wazan” atau cetakan/pola kata yang sudah kami jelaskan
sebelumnya. Dengan adanya cetakan kata tersebut lidah dan lisan kita akan
terbiasa mengucapkannya. Dan sesuatu yang sudah terbiasa kita ucapkan maka
akan lebih mudah dihapalkan
Selain itu, bahasa Arab seakan-akan tiap kata bisa disambung bacaannya. Jadi
seakan-akan beberapa kata tersebut kita sambung terus, sebagaimana kita
membaca Al-Quran. Ini karena struktur bahasa arab yang mendukung seperti
adanya [ال] “alif lam”, dan ada kaidah penyambungan tiap kata.
Mungkin bisa kita buktikan, jika kita menghapal Al-Quran tiap kata kita putus-
putus cara bacaannya, maka kita agak kesusahan. Berbeda jika kita
menyambung tiap kata maka akan memudahkan, contohnya Basmalah,
Jika kita hapal [ الرحيم – – – – الرحمان الله اسم -bi – ismi – Allahi – Ar“ [ب
Rahmani- Ar-Rahimi”
Maka kita akan agak kesusahan, tetapi jika kita sambung, maka akan
memudahkan sebagaimana kita membaca basmalah.
Terbukti bahwa orang-orang Arab sekalipun Arab badui [kampung] hapalannya
kuat dan mampu menghapal beribu-ribu bait syair. Mampu menceritakan banyak
cerita sejarah hanya berdasarkan hapalan, sehingga dahulu tulis-menulis
dikalangan mereka kurang berkembang, karena jika mudah dihapal maka tidak
perlu ditulis. Ditambah lagi mereka dianugrahkan kekuatan hapalan.
Bukti lainnya, banyak orang yang tidak mengenal dasar bahasa Arab
sekalipun tetapi mampu menghapal 30 juz Al-Quran dengan hapalan yang
kokoh dan tanpa cacat tiap kata bahkan huruf.
>>memiliki gaya bahasa yang membuat tidak bosan membaca dan
mendengarnya
Jika kita mendengar atau membaca perkataan atau suara lainya, maka kita akan
bisa bosan. Akan tetapi Al-Quran yang menggunakan bahasa Arab, maka kita
tidak akan pernah bosan membacanya dan mendengarnya.
Kita ambil contoh surat Al-Fatihah, telah dibaca orang berkali-kali tak
terhitung baik di dalam shalat atau di luar shalat, dan belum pernah ada
orang yang merasa jemu, bosan atau terusik ketika diperdengarkan. Yang
mereka dapatkan bahwa bacaan Al-Qur’an itu terasa sejuk di hati, indah dan
menghanyutkan. Itu baru pendengar yang tidak tahu bahasa Arab.
Bagaimana lagi yang mengerti bahasa arab tentu lebih menyentuh.
Kemudian salah satu yang membuat kita tidak bosan contohnya adalah
variasidhamir/ kata ganti dan pergesaran penggunaannya dalam satu konteks
kalimat dalam bahasa Arab. Maka kadang kita jumpai bahwa
Allah Ta’ala menggunakan kata “Aku” dan kadang “Kami”.
[pembahasan yang lengkap silahkan lihat kitab Ushuul fii tafsiir karya syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bab Dhamir, Al-Idzhar fii maudi’il idhmar, dan
Al-Iltifat]
Faidah mengenai dhamir/kata ganti diatas:
-kamu untuk satu orang bahasa Arabnya [أنت] “anta”
Sedangkan, Kalian [banyak orang] bahasa Arabnya [أنتم] “antum”
Tetapi sering kita memanggil satu orang dengan[أنتم] “antum”, faidahnya yaitu ini
menunjukkan penghormatan terhadap lawan bicara
-Allah kadang menyebut dirinya dengan menggunakan bentuk jamak yaitu
“Kami”, maka ini menunjukkan kebesaran dan kesombongan Allah, maka ini
adalah hak Allah. Faidah ini sekaligus menjawab syubhat orang Nasrani yang
mengatakan bahwa tuhan itu tiga sehingga Allah menngunakan “Kami” ketika
berbicara.
Keunikan Bahasa Arab IV
>>Bahasa yang paling sesuai dengan logika manusia
misalnya kalimat,
[ بمقابلتك مسرور ”ana masruurun bimuqobalatik“ [أنا
Artinya: “saya disenangkan [senang] bertemu denganmu”
maka bahasa Arab menggunakan “masruurun”, dalam bentuk maf’ul (objek
penderita), bukan “saarrun” (fa’il/pelaku) karena ada sesuatu yang
membuatnya senang yaitu bertemu, tidak mungkin ia senang jika tidak ada
yang menbuatnya senang.
bandingkan dengan bahasa indonesia, “saya merasa senang”
dan bandingkan pula dengan kalimat,
[ قادم ana“ [أنا qoodimun” (saya datang) menggunakan bentuk fa’il (pelaku)
karena memang ia melakukannya.
(Faidah ini saya dapat dari guru kami ustadz Aris Munandar, SS.
MA.Hafidzohullohu)
>>Tulisan bahasa arab aslinya tidak ada titik dan harakatnya
Jika tulisan bahasa arab tidak ada harakatnya maka ini biasa karena sering kita
jumpai dengan apa yang disebut oleh orang kitab gundul. Orang yang sudah
belajar kaidah bahasa Arab bisa membacanya. Akan tetapi bagaimana jika tidak
ada titiknya? Tentu kita akan agak kesusahan, karena bagaimana membedakan
huruf [ب] “ba”, [ت] “ta”, [ث] “tsa” dan [ن] “nun”? atau huruf [ج] “Ja”, [ح] “ha” dan [
?”kha“ [خ
Berikut kutipan dari mukaddimah Al-Quran terjemah maknawi Mushaf Indonesia
oleh Yayasan Penyelenggara penterjemah/Pentafsir Al-Quran yang ditunjuk
oleh Menteri Agama dengan selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H,
“Sebagaimana diterangkan di atas, Alquran mula-mula ditulis tanpa titik
dan baris. Namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pembacaan Alquran ,
karena para sahabat dan para tabiin adalah orang-orang yang fasih dalam
bahasa Arab. Oleh sebab itu mereka dapat membacanya dengan baik dan tepat.
Akan tetapi setelah ajaran agama Islam tersiar dan banyak bangsa yang bukan
bangsa Arab memeluk agama Islam, sulitlah bagi mereka membaca Alquran
tanpa titik dan baris itu.
Apabila keadaan demikian dibiarkan, dikhawatirkan bahwa hal ini akan
menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam pembacaan Alquran.
Maka Abu Aswad Ad-Duwali mengambil inisiatif untuk memberi tanda-tanda
dalam Alquran dengan tinta yang berlainan warnanya dengan tulisan Alquran.
Tanda-tanda itu adalah titik diatas untuk fathah, titik di bawah untuk kasrah, titik
di sebelah kiri atas untuk dhammah, dan dua titik untuk tanwin, hal ini terjadi
pada masa Muawiyah.
Kemudian di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M), Nashir bin
Ashim dan Yahya bin Ya’mar menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf yang
bertitik dengan tinta yang sama dengan tulisan Alquran. Itu adalah untuk
membedakan antara maksud dari titik Abul Aswad ad Duali dengan titik yang
baru ini. Titik Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik Nashir bin Ashim
adalah titik huruf. Cara penulisan seperti ini tetap berlaku pada masa bani
Umayyah, dan pada permulaan Abbasiyah, bahkan tetap dipakai pula di Spanyol
sampai pertengahan abad ke 4 H. Kemudian ternyata cara pemberian tanda
seperti ini menimbulkan kesulitan bagi para pembaca Alquran, karena terlalu
banyak titik, sedang titik itu lama-kelamaan hampir menjadi serupa warnanya.
Maka Al-Khalil mengambil inisiatif, untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu
huruf waw kecil ( و) di atas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil (ا ) untuk tanda
fathah, huruf ya kecil (ى) untuk tanda kasrah, kepala huruf syin ( � ) untuk tanda
syaddah, kepala ha ( ه ) untuk sukun dan kepala ‘ain (ع) untuk hamzah.
Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong dan ditambah sehingga menjadi
bentuk yang ada sekarang ini.” [mukaddimah Al-Quran Terjemah maknawi hal.
111]
Bagi para sahabat dan para tabi’in adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa
Arab mereka tentu tidak kesulitan jika tidak ada titik dan harakat, sebagaimana
kita orang Indonesia bisa membaca SMS singkat tanpa konsonan vokal
contohnya,
“sy k sn sbntr lg, km tlg tgu d sn y”
Tentu kita orang Indonesia bisa membacanya yaitu,
“saya ke sana sebentar lagi, kamu tolong tunggu di sana ya”
>>Bahasa arab ternyata punya mazhab juga
Sebagaimana fiqh, bahasa Arab juga ada dua mazhab yaitu mazhab Kufiyah
dan Bashriyah, karena bahasa Arab berkembang di dua kota besar Kufah dan
Bashroh. [lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal. 6]
Oleh karena itu kita dapati ada perbedaan pendapat dalam menentukan
i‘rab/kedudukan kata. Perbedaan ini semakin menambah khazanah bahasa Arab
dan membuatnya saling melengkapi.
Contohnya di Indonesia kita sering mendengar istilah [ الخمسة asma’ul“ [أسماء
khamsah”, sedangkan dalam mazhab lain dikenal dengan istilah أسماء]
.”asma’us sittah“[الستة
Begitu juga dengan perbedaan qiraatnya yang dikenal dengan “qiraat
sab’ah”yaitu tujuh qiraat yang mutawatir [banyak perawinya]. Dan totalnya ada
14 qiraat. Ini juga semakin menambah khazanah bahasa Arab.
>>Jika huruf [ ج ] “jim” dan [ ن ] “nun” bertemu
Sesuatu yang unik dalam bahasa Arab adalah jika kedua huruf ini bertemu maka
artinya tidak jauh dari:
- tersembunyi
- terlindungi
- tertutupi
Kita lihat contoh,
janin”: yaitu janin dalam kandungan, maka ia sesatu yang tertutup dan“ [جنين]-
terlindungi
jin” : yaitu sejenis makhluk halus, maka ia tersembunyi dan tertutupi“ [جن]-
junnah”: tutup tabir/ perisai, maka ia untuk menutupi“ [جنة]-
: ”jannah”[جنة]- surga/kebun, karena ia tertutupi dan terlindungi oleh pohon-
pohon yang rindang
junuun” : gila, karena akalnya tertutupi“ [جنون]-
janan” : kubur, kuburan pasti tertutup“ [جنن]-
: ”janaan“ [جنان]- malam atau gelapnya malam, malam juga tertutupi dengan
gelapnya
>>Ada beberapa kata yang bentuknya hampir sama, artinya juga hampir
sama
Hanya berbeda satu huruf saja atau hurufnya sama hanya berubah posisi,
artinya juga tidak terlalu beda jauh. Contohnya,
”al-madhu“ [المدح] al-hamdu” dan“ [الحمد]-
Keduanya sama hurufnya tapi berbeda letaknya, artinya sama yaitu memuji.
Akan tetapi ada perbedaan yaitu,
:”al-hamdu“ [الحمد]
1. Hanya diberikan kepada perbuatan baik seseorang atau pada sifat-sifat
mulia
2. Hanya diberikan kepada yang hidup dan berakal
3. Pengucapan pujiannya mengandung mahabah
Sedangkan [المدح] “al-madhu”:
1. Boleh diberikan kepada seseorang yang telah berbuat baik atau tidak atau
seseorang yang jelek akhlaknya
2. Umum, boleh diberikan kepada sesuatu yang mati dan tidak berakal
3. Tidak mengandung mahabah
Oleh karena itu Allah menggunakan al-hamdu” dalam“ [الحمد] [ رب لله الحمد
.”alhamdulillahi rabbil ‘alamin“[العالمين
Oleh karena itu al-mudaahiin” dalam“ [المداحينن] bahasa Indonesia bisa
diartikanpenjilat, karena mereka memuji seseorang tanpa memandang apakah
orang itu telah berbuat kebaikan atau tidak, atau memang pantas dipuji karena
memiliki sifat-sifat yang mulia atau tidak dan mereka memujinya tanpa ada rasa
mahabah.
[faidah ini saya dapatkan dari ustadz Zaid Susanto, Lc hafidzahullah, Mudir
Ma’had Jamilurrahman Yogyakarta, ketika membahas kitab Tafsir juz ‘amma
syaikh Al-Utsaimin]
Contoh lainnya,
”najaa“ [نجا] najaha” dan“ [نجح]-
Hanya Berbeda satu huruf yang hampir sama bunyinya
najaha”artinya: sukses, berhasil, lulus“ [نجح]
najaa” artinya: selamat, lolos, lepas dari bahaya“ [نجا]
Penutup
masih banyak lagi keunika-keunikan bahasa Arab yang jika kita bahas agak
menyusahkan dan membingungkan bagi mereka yang belum menguasai dasar-
dasar bahasa Arab. misalnya yang dibahas dalam ilmu balaghah bahasa Arab
seperti,
-mendahulukan maf’ul bih/ objek menunjukan pembatasan, seperti dalam,“iyyaka
na’budu”
Maka pembatasan hanya kepada Allah saja kita menyembah.
-pengulangan isim nakirah berarti berbeda dengan sebelumnya dan
pengulangan isim ma’rifah berarti sama dengan sebelumnya. Contohnya dalam
pengulangan ayat,
“inna ma’al ‘usri yusro wa inna ma’al ‘usri yusro”.
“al-‘usri”/kesulitan adalah isim ma’rifah jadi sama dengan sebelumnya,
sedangkan “yusro”/kemudahan adalah isim nakirah yang artinya berbeda dengan
sebelumnya [artinya ada kemudahan yang lain]. Sehingga dikenal ungkapan,
satu kesulitan dua kemudahan.
-penghapusan ma’ful bih/ objek menunjukan keumuman
Sehingga tidak boleh mengatakan “jazaakallahu” saja, karena ma’ful bih/ objek
tidak ada, maka berlaku umum, bisa balasan yang baik atau balasan yang buruk.
Jadi sebaiknya dilengkapi menjadi “jazaakallahu khoiron”
Dan masih banyak lagi, karena keterbatasan ilmu yang ada pada kami
Satu hal yang membuat kami dan kaum muslimin agak bersedih, yaitu
kebanyakan masyarakat mengira bahwa bahasa Arab merupakan bahasa yang
susah di pelajari, “kurang gaul” dan berbagai alasan lainnya yang tidak seimbang
terhadap bahasa Arab. Sekolah-sekolah dari SD sampai perguruan tinggi di
Indonesia selalu mengutamakan bahasa Inggris. Okelah karena bahasa Inggris
adalah bahasa internasional. Akan tetapi bahasa Arab juga bahasa
Internasional yang digunakan oleh banyak masyarakat dunia. Karena Al-
qur’an memakai bahasa Arab. Lebih banyak dari bahasa Perancis, Jerman,
jepang dan Mandarin. Akan tetapi sebagai penunjang, mereka lebih
memilih bahasa lain seperti Prancis, Jerman, Jepang, Mandarin dan
lainnya. Padahal bahasa Arab harus lebih diutamakan dan karena Indonesia
mayoritas Muslim.
Terakhir, mari kita renungkan ayat berikut,
�ه� �ات �و�ال� ف�صiل�ت� آي �وا ل �ق�ال �ا ل �ع�ج�م�ي �ا أ آن �اه� ق�ر� �ن �و� ج�ع�ل و�ل
“Dan jikalau Kami jadikan al-Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain
Arab, tentulah mereka mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-
ayatnya?…[Fushshilat: 44]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menafsirkan,
ا، بلغ00ة غ00ير الع00رب، الع00ترض، وأن00ه ل00و جعل0ه قرآن00ا أعجمي�00�ه�{ أي: هال بينت آياته �ات �و�ال ف�صiل�ت� آي المكذبون وقالوا: }ل
“Seandainya Allah menjadikan Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa
Arab,maka sungguh akan tertolak/terhalangi dan didustakan, mereka [orang-
orang tidak beriman] akan berkata “mengapa tidak dijelaskan ayat-
ayatnya?”. [Taisir Karimir Rahmah hal 717, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan
pertama, 1424 H]
Masihkah kita tidak semangat belajar bahasa Arab?
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
2 Dzulhijjah 1432 H, Bertepatan 29 oktober 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
Artikel http://muslimafiyah.com
Maraji’:
1. Al-Quran dan terjemahan maknawi terbitan Depag Prof.R.H.A Soenarjo
S.H, dan timnya
2. Al-Jami’ Liahkamil Qur’an, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384
H, Asy-Syamilah
3. Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2, 1420 H, Asy-
Syamilah
4. Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al-Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al-
Islamiyah, Beirut]
5. Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As-Sayyid Ahmad Al-
Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H
6. Madarijus Saalikiin baina manaazili iyyaka na’budu wa iyya
kanasta’in 3/29-32, , Darul Kutub Al-‘Arobiy, Beirut, cet. Ke-3, 1416 H, Asy-
Syamilah
7. At-Tibyan fi I’rabil Qur’an 2/742, Asy-Syamilah
8. Ushuul fii tafsiir karya syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bab
Dhamir, Al-Idzhar fii maudi’il idhmar, dan Al-Iltifat
9. Taisir Karimir Rahmah hal 717, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama,
1424 H
10. http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/berita/cambodia/1076-a-5000-
year-old-language-in-cambodia-on-extinction-list]
11. http://anampunyablog.blogspot.com/
12. http://www.cjdw.ne
13. http://torasham.wordpress.com
Faidah Bahasa Arab
Berikut adalah beberapa faidah yang kami kumpulkan berdasarkan keterbatasan
ilmu yang ada pada kami.
Pertama
Kaum muslimin sepakat bahwa Al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mu’jizat tersebut berupa keindahan
bahasa dan balaghahnya sampai-sampai Allah ‘Azza wa Jalla menantang
siapapun yang bisa mendatangkan semisal Al-Qur’an. Allah berfirman,
ةh مiن ور� �س� � ب �وا ت� �ا ف�أ �د�ن �ا ع�ل�ى ع�ب �ن ل �ز� �بh مiم�ا ن ي �م� ف�ي ر� �نت �ن ك و�إ
�ه� �ل مiث
�م� ص�اد�ق�ين� �ت �ن �ن� ك �ه� إ �م مiن د�ون� الل ه�د�اءك � ش� و�اد�ع�وا
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al
Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang
yang benar.” (Al-Baqarah: 23)
Bahkan ditantang juga dengan mendatangkan kalimat saja semisal Al-Quran.
Allah berfirman,
�وا ص�اد�ق�ين� �ان �ن ك �ه� إ �ل �ح�د�يثh مiث �وا ب ت� �أ �ي ف�ل
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika
mereka orang-orang yang benar.” [Ath-Thuur: 34]
maka sangatlah merugi seorang yang mengaku-ngaku muslim tetapi ia
tidak bisa menikmati mu’jizat terbesar umat ini.
kedua
Jika ada seorang profesor Ahli dibidang kedokteran modern misalnya, ia menjadi
rujukan para dokter untuk berkonsultasi, akan tetapi ia tidak bisa berbahasa
Inggris, maka gelar profesor dan keahliannya diragukan karena sebagian besar
sumber ilmu kedokteran modern adalah negara barat yang berbahasa
Inggris,maka bagaimana jika ada ustadz, Gus, Kiayi Haji, Tuan Guru Haji,
Habib yang mereka menjadi rujukan pertanyaan tentang agama kemudian
meraka tidak bisa berbahasa Arab?
Akan tetapi kenyataan di masyarakat terutama di zaman ini, banyak orang yang
belum mempunyai ilmu agama yang mumpuni, langsung menjadi ustadz
dadakan dan menjadi rujukan pertanyaan agama. Padahal untuk menjadi dai
dan rujukan pertanyaan juga harus belajar yang lama dan bertahun-tahun
sebagaimana juga belajar ilmu umum. Ia juga harus mengusai berbagai ilmu
ushul sehingga tidak menyampaikan atau berfatwa tanpa ilmu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
�ض� �ق�ب �ك�ن� ي �اد� و�ل �ع�ب �ز�ع�ه� م�ن� ال �ت �ن اع�ا ي �ز� �ت �م� ان �ع�ل �ض� ال �ق�ب �ه� ال� ي �ن� الل إ�م� �ع�ل ال
ا ء�وس� �اس� ر� �خ�ذ� الن �م�ا ات �ق� ع�ال �ب �م� ي �ذ�ا ل �ى إ �م�اء� ح�ت �ع�ل �ض� ال �ق�ب ب� ج�ه�اال
�وا �ض�ل �وا و�أ h ف�ض�ل �م ل �ر� ع� �غ�ي �و�ا ب ف�ت� �وا ف�أ �ل ئ ف�س�
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya
sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’.
Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun
mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya,
kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan
menyesatkan orang lain.” (HR. Bukhari no:100)
Ketiga:
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu adalah yang pertama kali mencetus ilmu
Bahasa Arab, beliau menyusun pembagian kalimat, bab inna wa akhowatuha,
idhofah, imalah, ta’ajjub, istifham dan lain-lain, kemudian memerintahkan kepada
Abul Aswad Ad-Dualiy untuk mengembangkan sambil berkata,
انح هذا النجو
“Unhu hadzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini),
maka istilah ilmu Nahwu diambil dari perkataan Ali bin Abi thalib (lihat Qowa’idul
asasiyah lillughotil arobiyah hal 6, Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub
Al-‘Ilmiyah).
Keempat:
Abul Aswad Ad-Du’aliy rahimahullah dari bani kinanah disebut sebagai bapak
bahasa Arab. Ialah yang mengembangkan bahasa Arab atas perintah Ali bin Abi
thalib karena Islam berkembang berbagai negara dan orang ajam banyak yang
salah berbahasa Arab dan kesulitan memahami Al-Quran, serta masuknya orang
ajam ke negeri Islam dan mencampur bahasa mereka (lihat Qowa’idul asasiyah
lillughotil arobiyah hal 5).
Dikisahkan bahwa yang membuat Abul Aswad Ad-Du’aliy semakin semangat
mengembangkan bahasa Arab adalah suatu malam ia berjalan dengan
putrinya, kemudian putrinya berkata,
ما أجمل السماء
“Maa ajmalus sama’i” (artinya: Apa yang paling Indah di langit?),
kemudian Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata,
نجومها
“nujumuha” (artinya: bintang-bintangnya).
kemudian putrinya berkata, “saya bermaksud ta’ajjub/kagum”.
Maka Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata membenarkan, katakanlah,
ما أجمل السماء
“Maa Ajmalas sama’a” (artinya: betapa indahnya langit).
NB: Tulisan font Arabnya sama, tetapi cara bacanya berbeda, karena berbeda
arti
Anak seorang pakar bahasa Arab saja seperti ini, apalagi masyarakatnya,
kemudian perhatikan juga hanya berbeda harokat sedikit saja sudah
membedakan artinya sangat jauh, masihkah kita tidak mau belajar bahasa Arab
untuk lebih memahami agama kita?
kelima
Sebagaimana fiqh, bahasa Arab juga ada dua mazhab yaitu mazhab Kufiyah
dan Bashriyah, karena bahasa Arab berkembang di dua kota besar Kufah dan
Bashrah. (lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal 6)
Ulama dari Basrah yang terkenal adalah Sibawaih dengan nama lengkapnya
‘Amr ibn Utsman Ibn Qunbar dan Abdullah bin Abu Ishak. Sedangkan ulama
dari kufah adalah Al-Kisa’i dengan nama lengkapnya Abu Hasan Ali ibn Hamzah
danAl-Fara’ nama lengkapnya Abu Zakariya Yahya ibn Ziyad ibn Abdullah ibn
Marwan ad-Dailumiy.
Keenam:
Sering kita mendengar bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab akan
tetapi hadistnya lemah sehingga tidak bisa dijadikan sandaran, tidak ada hadits
shahih dari Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang masalah ini.
Menngenai hadits,
�ه�ل� م� أ �ال� �ي� و�ك ب آن� ع�ر� �ق�ر� �ي� و�ال ب iي ع�ر� �ن : أل� hث �ال� �ث ب� ل �ع�ر� �وا ال ب �ح� أ�ي� ب �ة� ع�ر� ن �ج� ال
“Cintailah orang Arab karena tiga hal; Karena aku adalah orang Arab, Al-Qur’an
itu berbahasa Arab dan ucapan penduduk sorga adalah Bahasa Arab”. (HR.
Hakim, Thabarani dan Baihaqi)
Imam Dzahabi rahimaullahu mengatakan dalam ringkasan kitab al-
Mustadrak :Saya kira hadits ini lemah”. Ibnu Al-Jauzi rahimaullahu menyebutkan
hadits ini dalam kitab Al-Maudhu’at (kumpulan hadits-hadits palsu)
Meskipun demikian banyak atsar para salaf yang menguatkan bahwa bahasa
penduduk surga adalah bahasa Arab. Jika tidak bisa kita katakan bahwa
“bahasa Arab adalah bahasa ahli surga” tetapi bisa kita katakan “bahasa
Arab adalah bahasa pendamba ahli surga”.
Ketujuh:
“Afwan jiddan akhi”.
kata ini sering diucapkan oleh orang awam bahkan aktivis dakwah, padahal
bentuk ini salah secara kaidah, karena “afwan” dan “jiddan” keduanya
adalahmaf’ul mutlaq yang bertujuan untuk menta’kid
(menegaskan), “afwan” tidak perlu ditambahkan “jiddan” lagi untuk menta’kid
serta tidak boleh menyusun dua maf’ul mutlaq berturut-turut. (lihat
pelajaran maf’ul mutlaq, Mulahkhas Qowa’idil Lughatil Arabiyah hal 69, fu’ad
Ni’mah, Darul Tsaqafah Islamiyah)
kedelapan:
Nama Nabi yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah hanya empat orang
saja yang memakai nama Arab asli yaitu Muhammad Shallallahu ’alaihi wa
sallam, Syu’aib, Shalih dan Hud ‘Alaihimussalam. Hal ini dapat diketahui dengan
kaidah bahasa Arab bahwa nama asing termasuk golongan “mamnu’ minas
sorf”yang tidak boleh di tanwin, sehingga anggapan sebagian orang bahwa
sebagian besar nabi dari bangsa Arab asli kurang tepat, yang benar
beberapa daerah timur tengah dulunya tidak diduduki oleh orang Arab seperti
Mesir dan Syam.
Kesembilan:
Bangsa Arab punya kebiasaan menitipkan anak mereka kepada suku-suku
pedalaman untuk disusui, termasuk Rasul kita Shallallahu ’alaihi wa sallam,
tentu kita bertanya-tanya untuk apa hal ini dilakukan? Tidak khawatir anak kita
didik oleh orang kampung yang tidak dikenal? Ternyata salah satu hikmahnya
adalah agar anak-anak meraka fasih berbahasa Arab yang masih murni,
karena bahasa di kota sudah bercampur baur.
Begitu juga kita tidak akan mendapatkan bahasa jawa kromo/halus di kota-kota
tetapi ada di desa-desa terpencil. Karena bagi orang Arab kesalahan berbahasa
sangat fatal dan bangsa Arab sangat memuliakan syair dan keindahan bahasa.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan berkata,
اللحن في الكالم أقبح من الجذري في الوجه
“Lahn (kesalahan) dalam berbicara lebih jelek dari cacar di wajah.”
Dari sulaiman bin Ali bin Abdullah bin Abbas dari Al-Abbas berkata, saya
bertanya kepada Rشsululloh apakah keindahan pada seseorang?”, beliau
menjawab, “kefasihan lisannya”. Dan dikisahkan bahwa Rasulullah Shallallahu
’alaihi wa sallam paling fasih mengucapkan huruf “dhad” yang paling sulit
pelafazannya. (lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal 4,)
Kesepuluh:
Bahasa Arab adalah bahasa yang paling sesuai dengan logika manusia,
misalnya kalimat, “ana masrurun bimuqobalatik” (saya disenangkan [senang]
karena bertemu denganmu),
Maka bahasa Arab menggunakan “masrurun”, dalam bentuk maf’ul (objek
penderita), bukan “saarrun” (fa’il/pelaku). karena ada sesuatu yang membuatnya
senang yaitu bertemu, tidak mungkin ia senang sendiri jika tidak ada yang
menbuatnya senang.
Bandingkan dengan bahasa indonesia, “saya merasa senang” dan bandingkan
pula dengan kalimat “ana qoodimun” (saya datang) menggunakan
bentuk fa’il(pelaku) karena memang ia melakukannya. (Faidah ini saya dapat
dari guru kami Aris Munandar, SS. MA. Hafidzahullahu)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.