11
7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 1/11  Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 109 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung  Astinawaty (1) , Iwan Kustiwan (2)  (1) Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. (2)   Abstrak  Perkembangan kawasan pinggiran pada kawasan perkotaan di Indonesia termasuk di Kawasan Perkotaan Bandung menunjukkan kecenderungan yang sama; urban sprawl . Pada akhirnya, peningkatan kawasan terbangun di pinggiran perkotaan ini berdampak pada peningkatan panjang perjalanan yang berpengaruh terhadap kebergantungan terhadap kendaraan bermotor pribadi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat keterkaitan antara bentuk perkotaan dan konsumsi energi transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung yang ditinjau melalui unsur-unsur bentuk perkotaan seperti densitas, diversitas, aksesibilitas, dan desain konektivitas yang dijabarkan lebih lanjut melalui bentuk perkotaan pada skala kawasan perumahan, seperti ukuran dan kepadatan perumahan, ketersediaan fasilitas internal perumahan, tipe rumah, tipe perumahan, serta pola jaringan jalan internal perumahan. Metode stratified random sampling  digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini, sehingga sampel terpilih diantaranya tiga berada di kawasan dalam perkotaan yaitu Buah Batu Regensi, Taman Holis Indah, Puri Cipageran Indah II dan tiga lainnya berada di kawasan pinggiran perkotaan, yaitu Pondok Hijau Indah, Griya Mitra Posindo dan Griya Bandung Indah. Melalui analisis deskriptif kuantitatif serta hasil analisis tabulasi silang, penelitian ini membuktikan bahwa: (1) keterkaitan antara bentuk perkotaan dengan konsumsi energi transportasi dihubungkan melalui karakteristik pola perjalanan penduduk; dan (2) perkotaan dengan kecenderungan perkembangan ke arah pinggiran, konsumsi energi transportasinya lebih kuat dipengaruhi oleh bentuk perkotaan daripada karakteristik sosial ekonomi penduduk. Kata-kunci: bentuk perkotaan, konsumsi energi transportasi, kawasan perkotaan Bandung Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perencangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. Pengantar Kawasan Perkotaan Bandung merupakan salah satu kawasan perkotaan di Indonesia dengan luas wilayah 343.627 ha. Secara administratif, kawasan perkotaan ini meliputi lima kota/kabupaten, yakni Kota Bandung dan Kota Cimahi sebagai kota inti, sedangkan Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang yang terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Jatinangor, Kecamatan Cimanggung, Kecamatan Sukasari, Kecamatan Tanjungsari, dan Kecamatan Pamulihan yang berfungsi sebagai kota satelit. Jumlah penduduk di kawasan perkotaan ini adalah 6.535.266 jiwa pada tahun 2005 dan menjadi 7.972.369 jiwa pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan sebesar 18% dalam lima tahun (BPS Kota Bandung; Kota Cimahi; Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Sumedang, 2010). Seiring dengan peningkatan penduduk tersebut, terjadi pertambahan populasi kendaraan bermotor (untuk transportasi darat). Jumlah kendaraan bermotor di Kawasan Perkotaan Bandung khususnya di Kota Bandung pada tahun 2010 mencapai 1.215.585 unit kendaraan. Jumlah ini mengalami kenaikan dari jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2005, yaitu 732.216 unit kendaraan bermotor atau bertambah 39,76% dalam lima tahun (Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2010). Kondisi ini secara tidak langsung

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal konsumsi energi transoprtasi

Citation preview

Page 1: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 1/11

 Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 109

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi

Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung

 Astinawaty(1), Iwan Kustiwan(2) 

(1)Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.(2)

 

 Abstrak  

Perkembangan kawasan pinggiran pada kawasan perkotaan di Indonesia termasuk di Kawasan

Perkotaan Bandung menunjukkan kecenderungan yang sama; urban sprawl . Pada akhirnya,

peningkatan kawasan terbangun di pinggiran perkotaan ini berdampak pada peningkatan panjang

perjalanan yang berpengaruh terhadap kebergantungan terhadap kendaraan bermotor pribadi.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat keterkaitan antara bentuk perkotaan dan konsumsi energitransportasi di Kawasan Perkotaan Bandung yang ditinjau melalui unsur-unsur bentuk perkotaan

seperti densitas, diversitas, aksesibilitas, dan desain konektivitas yang dijabarkan lebih lanjut melalui

bentuk perkotaan pada skala kawasan perumahan, seperti ukuran dan kepadatan perumahan,

ketersediaan fasilitas internal perumahan, tipe rumah, tipe perumahan, serta pola jaringan jalan

internal perumahan. Metode stratified random sampling  digunakan untuk menentukan sampel dalam

penelitian ini, sehingga sampel terpilih diantaranya tiga berada di kawasan dalam perkotaan yaitu

Buah Batu Regensi, Taman Holis Indah, Puri Cipageran Indah II dan tiga lainnya berada di kawasan

pinggiran perkotaan, yaitu Pondok Hijau Indah, Griya Mitra Posindo dan Griya Bandung Indah.

Melalui analisis deskriptif kuantitatif serta hasil analisis tabulasi silang, penelitian ini membuktikan

bahwa: (1) keterkaitan antara bentuk perkotaan dengan konsumsi energi transportasi dihubungkan

melalui karakteristik pola perjalanan penduduk; dan (2) perkotaan dengan kecenderunganperkembangan ke arah pinggiran, konsumsi energi transportasinya lebih kuat dipengaruhi oleh

bentuk perkotaan daripada karakteristik sosial ekonomi penduduk.

Kata-kunci: bentuk perkotaan, konsumsi energi transportasi, kawasan perkotaan Bandung

Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perencangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB.

Pengantar

Kawasan Perkotaan Bandung merupakan salah

satu kawasan perkotaan di Indonesia dengan

luas wilayah 343.627 ha. Secara administratif,

kawasan perkotaan ini meliputi lima

kota/kabupaten, yakni Kota Bandung dan Kota

Cimahi sebagai kota inti, sedangkan Kabupaten

Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan

Kabupaten Sumedang yang terdiri dari lima

kecamatan yaitu Kecamatan Jatinangor,

Kecamatan Cimanggung, Kecamatan Sukasari,

Kecamatan Tanjungsari, dan Kecamatan

Pamulihan yang berfungsi sebagai kota satelit.

Jumlah penduduk di kawasan perkotaan ini

adalah 6.535.266 jiwa pada tahun 2005 dan

menjadi 7.972.369 jiwa pada tahun 2010 atau

mengalami peningkatan sebesar 18% dalam

lima tahun (BPS Kota Bandung; Kota Cimahi;

Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab.

Sumedang, 2010). Seiring dengan peningkatan

penduduk tersebut, terjadi pertambahan

populasi kendaraan bermotor (untuk

transportasi darat). Jumlah kendaraan bermotor

di Kawasan Perkotaan Bandung khususnya di

Kota Bandung pada tahun 2010 mencapai

1.215.585 unit kendaraan. Jumlah ini mengalami

kenaikan dari jumlah kendaraan bermotor pada

tahun 2005, yaitu 732.216 unit kendaraan

bermotor atau bertambah 39,76% dalam lima

tahun (Dinas Perhubungan Kota Bandung,2010). Kondisi ini secara tidak langsung

Page 2: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 2/11

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung

110 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

menunjukkan peningkatan penggunaan

kendaraan bermotor pribadi (sepeda motor dan

mobil) yang berimplikasi terhadap penurunan

tingkat penggunaan kendaraan umum (mobil

penumpang umum). Laju pertumbuhan kawasanterbangun di pinggiran perkotaan ini sebesar

3,38% per tahun, jauh lebih tinggi dari kawasan

dalam perkotaan yang hanya mengalami

pertumbuhan 0,73% per tahun sejak tahun

2005 menandakan perkotaan ini mengalami

sprawl   yang berdampak pada peningkatan

panjang perjalanan yang berpengaruh terhadap

kebergantungan terhadap kendaraan bermotor

pribadi.Besarnya jarak antar kegiatan fungsional

akibat bentuk perkotaan yang mengalami

kecederungan pertumbuhan ke arahpinggiranmemiliki korelasi positif terhadap

pertambahan panjang perjalanan dan

kebergantungan terhadap kendaraan bermotor

pribadi yang berimplikasi terhadap peningkatan

konsumsi energi transportasi.

Pada kenyataannya, konsumsi energi

transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh

bentuk perkotaan, tetapi juga dipengaruhi oleh

karakteristik sosial ekonomi penduduk. Belum

adanya studi keterkaitan antara bentukperkotaan dan konsumsi energi transportasi di

Kawasan Perkotaan Bandung menjadikan

penelitian ini penting dilakukan. Dalam hal ini,

pertanyaan penelitian yang muncul adalah

sebagai berikut: (1) Bagaimana keterkaitan

antara bentuk perkotaan dan konsumsi energi

transportasi pada kawasan perkotaan; dan (2)

 Apakah perkotaan yang memiliki kecenderungan

perkembangan ke arah pinggiran, bentuk

perkotaan lebih kuat memengaruhi konsumsi

energi transportasi daripada kondisi sosial

ekonomi penduduk. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengidentifikasi keterkaitan antara

bentuk perkotaan dan konsumsi energi

transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung.

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut,

maka sasaran penelitian ini adalah: (1)

mengidentifikasi karakteristik bentuk perkotaan

pada skala perumahan di kawasan perkotaan;

(2) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi

penghuni perumahan di kawasan perkotaan; (3)mengidentifikasi keterkaitan antara bentuk

perkotaan pada skala perumahan dengan

karakteristik sosial ekonomi penghuni

perumahan di kawasan perkotaan; dan (4)

mengidentifikasi keterkaitan antara bentuk

perkotaan pada skala perumahan dankarakteristik sosial ekonomi penghuni

perumahan dengan konsumsi energi

transportasi di kawasan perkotaan.

Keterkaitan antara Bentuk Perkotaan dan

Karakteristik Sosial Ekonomi

Bentuk perkotaan merupakan ukuran (size ),

bentuk (shape ), dan intensitas permukiman

perkotaan yang mencakup beberapa

karakteristik spasial yang terukur sepertikepadatan, pencampuran penggunaan lahan,

dan konektivitas jaringan jalan (Knaap et al.,

2007). Pendekatan untuk mengukur bentuk

perkotaan dengan menggunakan struktur

perkotaan dilakukan dengan menggunakan

indikator, seperti:

a.  Kepadatan

Kepadatan dapat diukur menggunakan

kepadatan penduduk, kepadatan rumah

tangga, kepadatan pekerjaan, dankepadatan perumahan.

b.  Keragaman

Indikator keragaman dapat diukur melalui

rasio job housing , ukuran rumah tangga dan

keragaman jenis pekerjaan.

c.   Aksesibilitas

 Aksesibilitas diukur menggunakan

aksesibilitas pekerjaan dan rumah tangga,

 jumlah atau frekuensi pekerjaan dan

aksesibilitas rumah tangga.

d. 

Jaringan transportasiJaringan transportasi terukur melalui

konektivitas internal dan eksternal,

kepadatan jaringan jalan dan ukuran blok.

Unsur-unsur bentuk perkotaan (urban form )

pada dasarnya dapat diidentifikasi melalui skala

perkotaan maupun pada skala kawasan atau

perumahan. Identifikasi terhadap bentuk

perkotaan skala perumahan, dapat dilakukan

melalui indentifikasi terhadap: (a) jarak

perumahan dari pusat kota; (b) ukuran kawasanperumahan; (c) percampuran penggunaan

Page 3: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 3/11

 Astinawaty

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 111

lahan; (d) penyediaan fasilitas lokal; (e)

kepadatan pembangunan; (f) kedekatan

terhadap jaringan transportasi; (g) ketersediaan

sarana parkir di perumahan; (h) tipe jaringan

 jalan; dan (i) tipe neighbourhood (Stead dan

Marshal, 2001).

 Variabel lainnya juga dikemukakan oleh Crane

(2000) yang digunakan dalam penelitian

mengenai dampak dari kondisi sosial ekonomi

terhadap karakteristik pergerakan. Variabel yang

dianggap berpengaruh terhadap karakteristik

pergerakan yaitu: (1) jenis kelamin; (2) ras; (3)

usia; tingkat pendidikan; (4) tingkat

pendapatan; dan (5) jumlah anggota keluarga

dimana variabel tersebut termasuk pada

karakteristik sosial ekonomi penduduk. Lee

(1998) mengindentifikasi bahwa semakin tinggi

pendapatan, tingkat pendidikan, dan jenis

pekerjaan penduduk maka akan berdampak

pada tingginya panjang perjalanan yang

dilakukan. Woo (2005) menemukan bahwa

lokasi perumahan merupakan salah satu unsur

penting dalam perkotaan yang berpotensi dalam

mengurangi panjang perjalanan. Semakin besar

konsumsi energi transportasi akan berkaitan

dengan peningkatan jarak perjalanan dan

kondisi sosial ekonomi penghuni perumahan,seperti ukuran rumah tangga, pemilikan

kendaraan bermotor, dan tingkat pendapatan.

Keterkaitan antara bentuk perkotaan dan

karakteristik sosial ekonomi penduduk dapat

diidentifikasi melalui pola perjalanan. Pola

perjalanan dalam perkotaan tergambarkan

dalam sistem yang sangat kompleks. Lalu lintas

perkotaan terdiri dari dua elemen utama yaitu

perjalanan yang menuju ke dalam wilayah kota

dan perjalanan yang terdapat dalam kota

sendiri. Perjalanan tersebut dapat terjadi karenabeberapa alasan yang berbeda-beda tergantung

dari kepentingan individu pelaku perjalanan.

Keterkaitan antara Bentuk Perkotaan dan

Kondisi Sosial Ekonomi dengan Konsumsi

Energi Transportasi

Shunping et al., (2009) melakukan penelitian

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap konsumsi energi

transportasi perkotaan di Cina. Dari hasilpenelitian tersebut, faktor-faktor yang dianggap

berpengaruh terhadap konsumsi energi

transportasi perkotaan mencakup:

1.  Harga bahan bakar

Harga bahan bakar merupakan biaya yang

harus dikelurkan oleh pengemudi untukmembeli bahan bakar untuk setiap jenis

kendaraan. Jenis bahan bakar kendaraan

memengaruhi harga bahan bakar yang

digunakan.

2.  Jarak tempuh

Jarak tempuh merupakan panjang

perjalanan yang ditempuh dari lokasi asal

menuju lokasi tujuan perjalanan.

Ketersediaan fasilitas perkotaan dan lokasiperumahan sangat berperan dalam

menentukan jarak tempuh kendaraan.

3.  Frekuensi perjalanan

Frekuensi perjalanan adalah banyaknya

perjalanan yang ditempuh pengemudi

berdasarkan tujuan perjalanan. Banyak

faktor yang bisa memengaruhi frekuensi

perjalanan seseorang seperti preferensi,

kondisi sosial ekonomi termasuk tujuanperjalanan.

4.  Jenis bahan bakar

Jenis bahan bakar penting diketahui untuk

mengetahui jenis energi transportasi dan

 jenis kendaraan yang digunakan. Informasi

mengenai jenis bahan bakar merupakan

dasar klasifikasi tingkat konsumsi energi

yang dihabiskan pada masing-masing moda.

5.  Jenis moda

Moda yang digunakan penduduk terbagi

menjadi dua, yaitu moda angkutan pribadi

dan moda angkutan umum. Jenis moda

tersbut kemudian diklasifikasikan lagi

menjadi moda beroda dua, empat atau jenis

lainnya. Pengetahuan akan jenis moda ini

berkaitan dengan kapasitas mesin yang

memengaruhi konsumsi energi

transportasinya.

Page 4: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 4/11

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung

112 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

Hal yang sama juga dikemukakan dengan cara

berbeda oleh Frediani et al. (2008) yang

menyatakan bahwa konsumsi energi

transportasi bergantung kepada:

1.  Bentuk perkotaan

Bentuk perkotaan yang dimaksud merupakan

kondisi fisik perkotaan seperti ukuran

perkotaan, kepadatan dan ketersediaan

fasilitas perkotaan. Ukuran perkotaan yang

luas akan menambah jarak perjalanan dan

membutuhkan lebih banyak fasilitas

perkotaan dibandingkan dengan perkotaan

dengan ukuran yang lebih kecil.

2.  Jarak tempuh perjalanan

Jarak tempuh perjalanan merupakan

panjang perjalanan yang ditempuh oleh

penduduk perkotaan per satuan waktu.

Ketersediaan fasilitas perkotaan dan lokasi

perumahan juga sangat berperan dalam

menentukan jarak tempuh perjalanan.

3.  Penggunaan kendaraan pribadi

Dominasi kendaraan pribadi pada ruas-ruas

 jalan di perkotaan akan menambah konsumsi

energi transportasi perkotaan. Penggunaan

kendaraan pribadi pada dasarnya merupakan

reaksi atas kondisi pelayanan infrastruktur

perkotaan yang tidak memadai. Untuk

mengurangi penggunaan kendaraan pribadi,

peningkatan pelayanan angkutan umum

harus dimaksimalkan. Setiap wilayah

perkotaan harus dapat dijangkau oleh

angkutan umum. Interaksi antara bentukkota yang sprawl  dan kompak dihubungkan

melalui pemilihan penggunaan moda

angkutan pribadi atau umum.

Faktor-faktor penentu konsumsi energi

transportasi perkotaan menurut Adam et al.,

(2008) adalah: (1) tingkat pendapatan; (2)

umur kendaraan; (3) kapasitas mesin (CC)

kendaraan; (4) waktu tempuh; (5) jarak

tempuh; (6) merek kendaraan; dan (7)

aksesibilitas. Hasil analisis faktor-faktor yangmemengaruhi konsumsi energi transportasi

menunjukkan bahwa terdapat empat variabel

yang secara signifikan mempengaruhi konsumsi

energi transportasi, yaitu:

1. 

Tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan yang juga merupakan

karakteristik sosial ekonomi penduduk

diidentifikasi memiliki hubungan positif atas

konsumsi energi transportasi. Pengeluaran

energi transportasi yang meningkat sejalan

dengan meningkatnya pendapatan terutama

disebabkan oleh jumlah kendaraan yang

lebih banyak atau pengeluaran energi

transportasi dengan kualitas yang tinggi

dengan harga yang lebih mahal.

2.  Umur kendaraan

Umur kendaraan merupakan kondisi

kendaraan terutama pada kemampuan mesin

kendaraan. Semakin tua umur kendaraan,

maka konsumsi energinya akan semakin

besar karena kemampuan mesin kendaraan

tersebut telah berkurang seiring

pertambahan umur kendaraan.

3.  Kapasitas mesin kendaraan

Kapasitas mesin kendaraan sangat

bergantung pada jenis kendaraan yang

digunakan. Jenis kendaraan yang berbeda

memiliki kapasitas mesin yang juga berbeda.

Kapasitas mesin yang dipengaruhi oleh usia

kendaraan juga menentukan jarak tempuh

yang dapat dicapai oleh kendaraan tesebut.

4.  Jarak tempuh perjalanan

Jarak tempuh perjalanan dinyatakan dalam

satuan kilometer. Kapasitas mesin (cc)

kendaraan bersama jarak tempuh perjalanan

 juga terbukti signifikan memengaruhi

konsumsi untuk energi transportasi.

Page 5: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 5/11

 Astinawaty

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 113

Gambar 1. Keterkaitan antara bentuk perkotaan dankonsumsi energi transportasi

Hubungan antara variabel yang memengaruhi

konsumsi enrgi transportasi perkotaan terlihat

seperti pada gambar 1. sebelumnya.

Metode

Berdasarkan pada tujuannya, penelitian ini

diklasifikasikan sebagai penelitian eksplanasi

(explanation research ). Jika ditinjau darimanfaatnya, penelitian dengan judul keterkaitan

antara bentuk perkotaan dan konsumsi energi

transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung ini

merupakan penelitian terapan. Metode analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis deskriptif kuantitatif. Metode ini

dilakukan melalui pendekatan observasi

lapangan dan wawancara terhadap responden

penelitian. Populasi dalam penelitian ini

merupakan semua perumahan formal di wilayah

yang ditentukan berdasarkan data dari DPD Real

Estate Indonesia (REI) Provinsi Jawa Barat

tahun 2011. Pemilihan sampel penelitian

dilakukan melalui metode stratified random

sampling   yang didasarkan pada: (1) lokasi

perumahan dalam perkotaan (kawasan dalam

dan kawasan pinggiran); (2) jenis atau kriteria

perumahan berdasarkan acuan yang ditawarkan

oleh pengembang (mewah, menengah,

sederhana); dan (3) hasil observasi lapangan

yang dilakukan. Berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan, terpilih sebanyak enam perumahan

yang masing-masing terletak tiga di kawasan

dalam adalah Buah Batu Regensi, Taman Holis

Indah dan Puri Cipageran Indah II dan tiga di

kawasan pinggiran adalah Pondok Hijau Indah,

Griya Bandung Indah dan Griya Mitra Posindo.

Gambar 2. Lokasi Perumahan

Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh

menggunakan metode alokasi sama besar

dengan besar subsampel setiap strata adalah

sama. Hal ini didasarkan pada ketentuan: (1)

 jumlah unit elementer pada setiap stratum lebih

kurang sama; (2) variance   setiap stratum (σi2)

dan biaya per unit sampling tidak banyak

berbeda; dan (3) data mengenai variancestratum   atau ongkos per unit sampling tidak

diketahui. Maka besarnya sampel ditentukan

menggunakan rumus:

n =

dimana:

N = besar populasi

n = besar sampelNi = besar subpopulasi stratum ke-i

σi2 = variance  subpopulasi stratum ke-i (jika

tidak diketahui keragaman populasi maka

diasumsikan keragaman populasi

heterogen dengan nilai σi2

Bound of error   penelitian yaitu tidak lebih dari10% pada derajat kepercayaan 90%. Hal ini

= 0,5)

ni = besar subsampel stratum ke-i

B = bound of error  

L = banyaknya strata

Page 6: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 6/11

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung

114 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

dilakukan mengingat semakin besar sampel

yang diambil, maka semakin banyak waktu dan

biaya penelitian yang digunakan. Total sampel

untuk enam perumahan adalah 180 sampel dan

masing-masing perumahan dengan 30 sampel.Perangkat penelitian untuk survai primer berupa

kuesioner yang memuat: (1) identitas

responden seperti nama, usia, jenis kelamin,

ukuran rumah tangga, pekerjaan, pendapatan,

pengeluaran untuk transportasi, pemilikan

kendaraan, biaya perjalanan; (2) informasi pola

perjalanan seperti tujuan, lokasi aktivitas, jarak

tempuh, waktu tempuh, jenis moda yang

digunakan, frekuensi perjalanan, biaya

transportasi, serta penggantian kendaraan yang

dilakukan; dan (3) karakteristik penggunaanbahan bakar pada moda yang digunakan,

seperti jenis dan merek kendaraan, dan

kapasitas mesin kendaraan. Teknik analisis yang

digunakan adalah statistik deskriptif kuantitatif

berdasarkan hasil analisis dari data-data yang

dikumpulkan baik melalui survai data primer

maupun sekunder. Karakteristik sosial ekonomi,

pola perjalanan penduduk dan konsumsi energi

transportasi pada moda yang digunakan

diperoleh dari hasil survai primer yang

ditampilkan melalui analisis deskriptif.

Keterkaitan antara bentuk perkotaan skala

perumahan, karakteristik sosial ekonomi, pola

perjalanan dan konsumsi energi transportasi

diolah menggunakan software  SPSS 17.0.

Diskusi

Bentuk Perkotaan pada Skala Perumahan

Bentuk perkotaan pada skala perumahan

ditinjau melalui ukuran kawasan perumahan,kepadatan, ketersediaan fasilitas internal, tipe

rumah, tipe perumahan dan pola jaringan jalan

internal. Perumahan dengan luas terbesar

terdapat di kawasan dalam perkotaan yaitu

Perumahan Buah Batu Regensi yang luasnya

mencapai 130 ha. Perumahan dengan luas

terkecil adalah Griya Bandung Indah dengan

luas 16,5 ha di kawasan pinggiran perkotaan.

Berdasarkan hasil observasi, Griya Bandung

Indah dan Griya Mitra Posindo merupakan

perumahan dengan lokasi terjauh dari pusat

perkotaan. Pada umumnya, sampel perumahan

di Kawasan Perkotaan Bandung masing-masing

telah memiliki fasilitas internal yang lengkap,

kecuali pada perumahan Pondok Hijau Indah.

Kepadatan kawasan tertinggi terdapat diperumahan Griya Bandung Indah yang terletak

di kawasan pinggiran perkotaan. Setiap sampel

perumahan di Kawasan Perkotaan Bandung

memiliki lebih dari satu tipe perumahan dan

memiliki tipe rumah campuran antara kopel

maupun rumah deret. Pola jaringan jalan berupa

grid   terdapat pada perumahan Taman Holis

Indah, Griya Mitra Posindo dan Griya Bandung

Indah. Pola jaringan jalan cluster dan cul de sac

terdapat di Perumahan Buah Batu Regensi,

sedangkan pola jaringan jalan campuran berupagrid  dan culdesac  berada di Pondok Hijau Indah

dan Puri Cipageran Indah.

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik sosial ekonomi penghuni rumah

tangga mencakup beberapa karakteristik,

seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

pekerjaan, ukuran rumah tangga, dan

kepemilikan kendaraan bermotor. Berdasarkan

hasil survai, tingkat pendidikan ke enamperumahan memperlihatkan karakteristik yang

hampir sama yang didominasi oleh lulusan

perguruan tinggi. Penghuni rumah tangga pada

perumahan Pondok Hijau Indah dan Buah Batu

Regensi sebagian besarnya memiliki pendapatan

di atas rata-rata atau lebih dari Rp.5.000.000

per bulan. Pendapatan tertinggi kedua atau

berada pada rentang Rp. 1.500.000-Rp.

5.000.000 per bulan yang rata-rata dimiliki oleh

penghuni rumah tangga pada perumahan Griya

Mitra Posindo dan Griya Bandung Indah di

kawasan pinggiran. Wiraswasta merupakan jenis

pekerjaan yang paling banyak ditekuni oleh

penghuni perumahan di Buah Batu Regensi,

Taman Holis Indah, Puri Cipageran Indah II,

Pondok Hijau Indah, dan Griya Bandung Indah.

Penghuni perumahan baik di kawasan dalam

maupun di pinggiran Kawasan Perkotaan

Bandung rata-rata merupakan keluarga kecil,

yang memiliki anggota keluarga kurang dari

atau sama dengan empat orang. Perbedaan

karakteristik sosial ekonomi penghuni yang

Page 7: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 7/11

 Astinawaty

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 115

mencolok pada setiap kawasan perumahan

tampak pada kepemilikan kendaraan bermotor.

Penghuni di Perumahan Pondok Hijau Indah dan

Buah Batu Regensi memiliki total kendaraan

bermotor pribadi lebih banyak dibandingkan ke

empat perumahan lainnya.

Karakteristik Pola Perjalanan

Pola perjalanan yang dipengaruhi bentuk

perkotaan dan kondisi sosial ekonomi, meliputi

tujuan perjalanan; frekuensi perjalanan; jarak

tempuh; waktu tempuh; biaya transportasi dan

pemilihan moda transportasi. Tujuan perjalanan

penghuni perumahan di Kawasan Perkotaan

Bandung untuk bekerja (73%), belanja (55%)

dan berobat (72%) lebih banyak dilakukan di

kawasan dalam perkotaan. Banyaknya kegiatan

yang dilakukan di kawasan dalam perkotaan

mengindikasikan bahwa sebaran fasilitas di

kawasan perkotaan belum merata antara

kawasan dalam dan pinggiran sehingga

penghuni perumahan di kawasan dalam maupun

pinggiran lebih memilih untuk bekerja, belanja,

dan berobat di kawasan dalam perkotaan. Selain

menuju kawasan dalam, penghuni perumahan

 juga memiliki tujuan perjalanan yang dilakukan

di luar kawasan perkotaan, seperti untuk

rekreasi dan bekerja. Berdasarkan hasil survai,

penghuni perumahan di kawasan dalam

perkotaan rata-rata menempuh jarak 21,80

km/hari untuk keseluruhan aktivitas seperti

bekerja, sekolah/kuliah, belanja, berobat dan

aktivitas lainnya. Hal ini terlihat berbeda dengan

kawasan pinggiran perkotaan yang menempuh

 jarak untuk beraktivitas selama satu hari yaitu

31,9 km. Tingginya jarak tempuh perjalanan di

kawasan pinggiran dapat mengindikasikan

bahwa fasilitas yang berada di kawasan tersebutbelum mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat yang tinggal di kawasan pinggiran

perkotaan. Waktu tempuh perjalanan untuk

setiap aktivitas yang dilakukan dimana aktivitas

terlama yang dilakukan adalah untuk tujuan

rekreasi yaitu rata-rata 60 menit/hari di

kawasan dalam maupun di kawasan pinggiran

perkotaan. Penghuni perumahan di Kawasan

Perkotaan Bandung rata-rata menghabiskan

biaya transportasi ≤ Rp. 500.000 per bulan.

Penghuni Perumahan Puri Cipageran Indah II,Taman Holis Indah, Griya Mitra Posindo dan

Griya Bandung Indah rata-rata menghabiskan

biaya untuk transportasi ≤ Rp. 500.000 per

bulan.

Konsumsi Energi Transportasi

Konsumsi energi transportasi pada modaangkutan pribadi di Kawasan Perkotaan

Bandung dapat digambarkan, melalui: (1)

persentasi penggunaan jenis bahan bakar; serta

(2) konsumsi energi transportasi dalam waktu

satu hari (ltr/hr). Jenis bahan bakar yang paling

banyak digunakan pada moda angkutan pribadi

adalah premium. Penggunaan premium di

kawasan dalam oleh penghuni perumahan

sebesar 91% dan di kawasan pinggiran

perkotaan sebesar 90%. Penggunaan jenis

moda angkutan berupa motor oleh penghuni di

Perumahan Buah Batu Regensi rata-rata

konsumsi energi transportasinya 0,585 ltr/hr dan

untuk mobil sebesar 5,426 ltr/hr.

Gambar 3. Konsumsi energi transportasi per jenis

moda di kawasan perkotaan

Konsumsi energi transportasi di Perumahan

Taman Holis Indah masing-masing sebesar

0,668 ltr/hr untuk jenis kendaraan motor dan

3,751 ltr/hr untuk jenis kendaraan mobil. Di

kawasan pinggiran perkotaan, penghuni diPerumahan Pondok Hijau Indah menghabiskan

bahan bakar terbesar, yaitu 1,569 ltr/hr untuk

penggunaan motor pribadi dan 6,658 ltr/hr

untuk penggunaan mobil pribadi. Penghuni

Perumahan Pondok Hijau Indah merupakan

pengguna energi transportasi terbesar untuk

keseluruhan konsumsi energi transportasi pada

penghuni perumahan di Kawasan Perkotaan

Bandung.

Berbeda dengan penggunaan angkutan pribadi,karakteristik konsumsi energi transportasi pada

Page 8: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 8/11

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung

116 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

moda angkutan umum di Kawasan Perkotaan

Bandung digambarkan melaluibiaya transportasi

yang dikeluarkan oleh penghuni perumahan

yang menggunakan angkutan umum dalam

beraktivitas selama satu hari (Rp/hr). Penghunidi Perumahan Puri Cipageran Indah II

merupakan perumahan yang menghabiskan

biaya tertinggi yaitu Rp. 19.100/hr untuk

penggunaan semua jenis angkutan umum. Di

sisi lain, penghuni di perumahan Griya Mitra

Posindo, Griya Bandung Indah dan Taman Holis

Indah rata-rata menghabiskan biaya

transportasi tidak lebih dari Rp. 2.500/hr untuk

penggunaan semua jenis angkutan umum.

Tingkat Keterkaitan Karakteristik BentukPerkotaan, Karakteristik Sosial Ekonomi

dan Pola Perjalanan dengan Konsumsi

Energi Transportasi

Hasil analisis tabulasi silang yang dilakukan

untuk melihat keterkaitan antara bentuk

Gambar 4. Biaya penggunaan angkutan umum

perumahan per hari

Hasil analisis tabulasi silang yang dilakukanuntuk melihat keterkaitan antara bentuk

perkotaan skala perumahan, karakteristik sosial

ekonomi dan pola perjalanan dengan konsumsi

energi transportasi memperlihatkan bahwa

bentuk perkotaan (ukuran kawasan, jarak dari

pusat kota, kepadatan perumahan, ketersediaan

fasilitas internal, tipe perumahan dan pola

 jaringan jalan internal), karakterstik sosial

ekonomi penghuni perumahan (tingkat

pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, dan

pemilikan kendaraan bermotor) dan pola

perjalanan (frekuensi, jarak dan waktu tempuh,

pemilihan moda, dan biaya transportasi)

memiliki keterkaitan dengan konsumsi energi

transportasi yang ditinjau dari variabel jenis

bahan bakar, jenis kendaraan, jumlahpenggunaan bahan bakar, dan kapasitas mesin

kendaraan. Kategorisasi hubungan masing-

masing keterkaitan dilihat melalui koefisien

kontingensi (Guilford dalam Hasan, 2000)

adalah: (1) < 0,20 berarti korelasi rendah atau

sangat lemah; (2) 0,20-0,40 berarti korelasi

rendah tapi pasti; (3) 0,40-0,70 berarti korelasi

cukup berarti; dan (d) 0,70-0,90 berarti korelasi

tergolong tinggi atau kuat. Nilai koefisien

kontingensi tertinggi berturut-turut terdapat

pada aspek ukuran kawasan (0,582),ketersediaan fasilitas internal (0,555) dan pola

internal jaringan jalan (0,473) yang memiliki

korelasi cukup berarti terhadap penggunaan

bahan bakar. Di sisi lain, keterkaitan

karakteristik sosial ekonomi terhadap konsumsi

energi transportasi pada sebagian besar

tergolong sangat lemah (nilai koefisien

kontingensi <0,20). Nilai koefisien kontingensi

tertinggi karakteristik sosial ekonomi berturut-

turut terdapat pada aspek pemilikan kendaraan

bermotor (0,581), tingkat pendidikan (0,452)

dan tingkat pendapatan (0,457) yang memiliki

korelasi cukup berarti terhadap penggunaan

bahan bakar. Karakteristik pola perjalanan

memiliki nilai koefisien kontingensi tertinggi

terdapat pada aspek pemilihan moda terhadap

 jumlah penggunaan bahan bakar. Dari hasil

analisis tabulasi silang ini diperoleh total nilai

koefisien kontingensi untuk masing-masing

variabel dan dapat disimpulkan bahwa

karakteristik bentuk perkotaan lebih kuatpengaruhnya terhadap konsumsi energi

transportasi daripada karakteristik sosial

ekonomi penghuni perumahan.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil

temuan studi yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

1.  Bentuk perkotaan pada skala perumahan

yang ditinjau melalui ukuran kawasan, Buah

Page 9: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 9/11

 Astinawaty

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 117

Batu Regensi merupakan perumahan

dengan luas terbesar sedangkan

perumahan dengan luas terkecil adalah

Griya Bandung Indah yang berada di

kawasan pinggiran perkotaan. Kepadatan

perumahan tertinggi terdapat di Perumahan

Griya Bandung Indah yang terletak di

kawasan pinggiran perkotaan. Setiap

sampel perumahan di Kawasan Perkotaan

Bandung memiliki tipe rumah kopel maupun

rumah deret. Pola jaringan jalan berupa

grid   terdapat di Perumahan Taman Holis

Indah, Griya Mitra Posindo dan Griya

Bandung Indah. Pola jaringan jalan cluster

dan cul de sac terdapat di Perumahan Buah

Batu Regensi, sedangkan pola jaringan

 jalan campuran berupa grid  dan cul de sacterdapat di Perumahan Pondok Hijau Indah

dan Puri Cipageran Indah II.

2.  Karakteristik sosial ekonomi penghuni

perumahan mencakup tingkat pendidikan

pada enam sampel perumahan didominasi

oleh lulusan perguruan tinggi. Untuk tingkat

pendapatan, penghuni Perumahan Pondok

Hijau Indah dan Buah Batu Regensi

memiliki pendapatan di atas rata-rata atau

lebih dari Rp. 5.000.000/bulan. Pendapatantertinggi kedua atau berada pada rentang

Rp. 1.500.000-Rp. 5.000.000 per bulan

yang terdapat pada perumahan Griya Mitra

Posindo dan Griya Bandung Indah yang

terletak di kawasan pinggiran perkotaan.

Sebagian besar penghuni Perumahan

Pondok Hijau Indah dan Buah Batu Regensi

memiliki dua unit mobil dan motor,

sementara sebagian besar penghuni di

Perumahan Griya Bandung Indah, Griya

Mitra Posindo dan Puri Cipageran Indah IIsama sekali tidak memiliki mobil. Penghuni

pada tiga perumahan tersebut memiliki

pendapatan sedang (Rp. 1.500.000 - Rp.

5.000.000 per bulan) yang rata-rata

memiliki dua unit motor.

3.  Pola perjalanan yang diidentifikasi melalui

tujuan perjalanan penghuni perumahan di

Kawasan Perkotaan Bandung untuk bekerja

(73%), belanja (55%) dan berobat (72%)

lebih banyak dilakukan di kawasan dalam

perkotaan. Kegiatan untuk bekerja, belanja

maupun sekolah/kuliah memiliki frekuensi

terbesar baik pada kawasan dalam maupun

di kawasan pinggiran perkotaan.

Berdasarkan hasil survai, penghuni

perumahan di kawasan dalam perkotaan

rata-rata menempuh jarak 21,80 km/hari

untuk keseluruhan aktivitas seperti bekerja,

sekolah/kuliah, belanja, berobat dan

aktivitas lainnya. Hal ini terlihat berbeda

dengan kawasan pinggiran perkotaan yang

menempuh jarak untuk beraktivitas yaitu

31,9 km/hari. Waktu tempuh perjalanan

terlama dilakukan untuk tujuan rekreasi

yaitu rata-rata 60 menit/hari oleh penghuni

perumahan di kawasan dalam maupun di

kawasan pinggiran perkotaan. Setiap tujuanperjalanan yang dilakukan penghuni

perumahan cenderung menggunakan

kendaraan bermotor pribadi.

4.  Konsumsi energi transportasi pada moda

angkutan pribadi di Kawasan Perkotaan

Bandung dapat digambarkan, melalui

persentasi penggunaan jenis bahan bakar

dan konsumsi energi transportasi dalam

waktu satu hari (ltr/hr). Jenis bahan bakar

yang paling banyak digunakan pada enamsampel perumahan di Kawasan Perkotaan

Bandung adalah premium. Penggunaan

 jenis moda angkutan pribadi berupa motor

oleh penghuni di Perumahan Buah Batu

Regensi rata-rata konsumsi energi

transportasinya 0,585 ltr/hr dan untuk

mobil sebesar 5,426 ltr/hr. Konsumsi energi

transportasi di Perumahan Taman Holis

Indah masing-masing sebesar 0,668 ltr/hr

untuk jenis kendaraan motor dan 3,751

ltr/hr untuk jenis kendaraan mobil. Dikawasan pinggiran perkotaan, penghuni di

Perumahan Pondok Hijau Indah

menghabiskan bahan bakar terbesar yaitu

1,569 ltr/hr untuk penggunaan motor

pribadi dan 6,658 ltr/hr untuk penggunaan

mobil pribadi sekaligus menjadi pengguna

energi transportasi terbesar untuk

keseluruhan perumahan di Kawasan

Perkotaan Bandung. Untuk penggunaan

kendaraan umum, penghuni di Perumahan

Puri Cipageran Indah II merupakan

Page 10: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 10/11

Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan dan Konsumsi Energi Transportasi di Kawasan Perkotaan Bandung

118 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1

perumahan yang menghabiskan biaya

tertinggi yaitu Rp. 19.100/hr. Di sisi lain,

penghuni di perumahan Griya Mitra

Posindo, Griya Bandung Indah dan Taman

Holis Indah rata-rata menghabiskan biayatransportasi tidak lebih dari Rp. 2.500/hr.

5.  Keterkaitan antara bentuk perkotaan,

karakteristik sosial ekonomi dengan

konsumsi energi transportasi dilihat melalui

hasil analisis tabulasi silang. Nilai koefisien

kontingensi tertinggi pada bentuk perkotaan

berturut-turut terdapat pada aspek ukuran

kawasan (0,582), ketersediaan fasilitas

internal (0,555) dan pola internal jaringan

 jalan (0,473) yang memiliki korelasi cukupberarti terhadap penggunaan bahan bakar.

Di sisi lain, keterkaitan karakteristik sosial

ekonomi terhadap konsumsi energi

transportasi pada sebagian besar tergolong

sangat lemah (nilai koefisien kontingensi

<0,20). Nilai koefisien kontingensi tertinggi

karakteristik sosial ekonomi berturut-turut

terdapat pada aspek pemilikan kendaraan

bermotor (0,581), tingkat pendidikan

(0,452) dan tingkat pendapatan (0,457)

yang memiliki korelasi cukup berarti

terhadap penggunaan bahan bakar. Dari

hasil analisis tabulasi silang ini diperoleh

total nilai koefisien kontingensi untuk

masing-masing variabel dan disimpulkan

bahwa karakteristik bentuk perkotaan lebih

kuat pengaruhnya terhadap konsumsi

energi transportasi daripada karakteristik

sosial ekonomi penghuni perumahan.

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka

rekomendasi terhadap upaya untuk mengurangi

konsumsi energi transportasi di kawasan

perkotaan dapat dilakukan dengan:

1.  Intervensi terhadap unsur-unsur bentuk

perkotaan pada skala perumahan, perlu

dilakukan untuk mengurangi konsumsi

energi transportasi.

2.  Pembatasan terhadap kendaraan pribadi

dan umum yang beroperasi ditinjau dari

umur kendaraan dan penggunaan

kendaraan dengan kapasitas mesin yang

relatif besar.

3.  Peningkatan pelayanan angkutan umum di

kawasan dalam dan pinggiran perkotaan

oleh pemerintah.

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini

adalah:

1.  Identifikasi terhadap karakteristik konsumsi

energi transportasi juga perlu dilakukan

secara rinci pada setiap aktivitas penduduk

seperti bekerja, sekolah/kuliah, belanja,

rekreasi, berobat, maupun aktivitas lainnya

sehingga dapat diketahui aktivitas mana

yang lebih banyak mengkonsumsi energitransportasi.

2.  Untuk melihat perbandingan konsumsi

energi antara perumahan pada penelitian,

sebaiknya ditentukan berdasarkan proporsi

 jumlah penghuni pada perumahan.

3.   Analisis terhadap unsur-unsur bentuk

perkotaan pada skala perkotaan perlu

dilakukan untuk melihat keterkaitan setiap

unsur bentuk perkotaan tersebut terhadap

konsumsi energi transportasi.

4. 

Hasil dari penelitian ini merupakancerminan dari wilayah studi di Kawasan

Perkotaan Bandung yang memiliki

karakteristik berbeda dengan kawasan

perkotaan lainnya. Oleh karena itu, hasil

penelitian pada kawasan ini belum tentu

 juga berlaku di kawasan perkotaan lainnya.

Untuk melengkapi penelitian yang berkaitan

selanjutnya, maka beberapa rekomendasi yang

perlu dilakukan adalah sebagai berikut;

1.  Penelitian ini bertujuan untuk melihat

keterkaitan antara bentuk perkotaan skala

perumahan dengan konsumsi energi

transportasi di Kawasan Perkotaan

Bandung. Sebaiknya terdapat penelitian

dengan pemilihan lokasi kawasan perkotaan

yang berbeda untuk melihat keterkaitan

antara bentuk perkotaan dengan konsumsi

energi transportasi.

Page 11: Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

7/21/2019 Keterkaitan Antara Bentuk Perkotaan Dan Konsumsi Energi Transportasi Di Kawasan Perkotaan Bandung

http://slidepdf.com/reader/full/keterkaitan-antara-bentuk-perkotaan-dan-konsumsi-energi-transportasi-di-kawasan 11/11

 Astinawaty

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V2N1 | 119

2.  Responden utama penelitian ini adalah

penghuni perumahan di Kawasan Perkotaan

Bandung. Pada dasarnya, terdapat banyak

pelaku (stakeholders ) yang juga

berpengaruh terhadap konsumsi energi

transportasi seperti pihak pemerintah

sebagai  regulator   atau dari pihak swasta

sebagai developer  perumahan. Oleh karena

itu, disamping penghuni perumahan, objek

penelitian sebaiknya juga diambil dari

pihaklainnya seperti pihak pemerintah dan

swasta (developer ).

3.  Bila dalam penelitian ini salah satu variabel

yang diidentifikasi adalah pola perjalanan

penduduk, maka perlu dilakukan studi

lanjutan mengenai karakteristik pelayanan

infrastruktur transportasi di KawasanPerkotaan Bandung.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir.

Iwan Kustiwan, MT selaku pembimbing atas

bimbingan dan arahan selama penelitian. 

Daftar Pustaka

 Adam et al., (2008). The Estimation of Energy

Consumption and Amount of Population.Transportation, Vol. 19, hal 303-311. 

 Akisawa, et al. (1998). New directions in urban

regeneration and the governance of city

regions.Springer, Tokyo. 

 Akiva, B. et al., 1985. Discrete Choice Analysis

Theory and Application to Travel Demand . MIT

Press.

Burhan, Bungin. 2011. Metodologi Penelitian

Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Burton, Elizabeth. 2002. The Compact City: Just

or Just Compact? A Preliminery Analysis.Urban

Studies , vol. 37, No.11, 1969-2001, 2000.

Breheny, M. 1992. The compact city and

transport energy consumption, Transportation

Infrastructure Geography , vol. 20.

Chervero, R., 1998. The Transit Metropolis .

Washington, DC: Island Press.

Chervero, R., K., Kockelman. 1997. Travel

Demand and the Three Ds: Density, Diversity,

and Design, Transportation Research, Part D2(2). 

Chen et.al., 2011. Estimating the Relationship

between Urban Form and Energy

Consumption: A Case Study in the Pearl River

Delta, 2005-2008. Journal Landscape and

Urban Planning , vol.102.

Crane, Randall. 2000. The Influence of Urban

Form on Travel: An Interpretive Review.

Journal Transportation Research , vol. 30 (4).

Frediani et al. 2008. Compact City-Sprawl City:

Two Interacting Urban Forms . ISOCARP

Congress.

Knaap et al., 2007. Measuring Pattern of Urban

Development: new intelligence for the war and

sprawl, Local Environment , Vol.12. 

Kustiwan, Iwan. 2010. Bentuk dan

Pengembangan Kawasan Perkotaan

Berkelanjutan , Disertasi Program Studi IlmuLingkungan, Jakarta: Universitas Indonesia.

Lee, R. 1998. Development factor on travel

demand . Annual ULI Conference, Developing

Green: Integrating Sustainability with Success,

Pittsburgh.

Nazir, M. 2003. Metoda penelitian . Bogor: Ghalia

Indonesia.

Newman, P., dan J. Kenworthy. 1999.

Sustainablility and cities: overcoming

automobile dependence.  Washington, DC:

Island Press.Pouyanne, G. 2004. Urban form dan travel

patterns: An application to the metropolitan

area Bordeaux. Canadian Journal of Regional

Science (Spring). 

Shunping et al., 2009. Review of Transportation

and Energy Consumption Related Research.

Journal of Transportation System Engineering

and Information Technology. Volume 9.

Stead, D., dan S., Marshall, 2001. The

Relationship between urban form and travel

pattern.  An international review andevaluation, ETJIR , Vol. 1 (2).

Woo. 2005. The advantages of a high density,

mixed land use, linear urban development.

Journal of Transportation, vol. 24. 

Badan Pusat Statistik. 2005-2010. Kota

Bandung, Kab. Bandung, Kota Cimahi Dalam

 Angka Tahun 2010, Kab. Bandung Barat

Dalam Angka Tahun 2010, Kab. Sumedang

Dalam Angka Tahun 2010.

Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2010.

Statistik Manual Energi (SME) Tahun 2011