Upload
others
View
53
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KETERANGAN PALSU PADA PEMBUATAN SURAT KETERANGAN WARIS
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI DKI JAKARTA NOMOR
121/PID/2017/PT.DKI)
Selvia Ardita, Liza Priandhini, Siti Hajati Hoesin
Abstrak
Surat Keterangan Waris merupakan suatu surat yang diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang (Notaris), atau dibuat sendiri oleh ahli waris yang kemudian dibenarkan dan
dikuatkan oleh Kepala Desa, Lurah atau Camat, yang dijadikan sebagai alat bukti yang
kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta peninggalan dari pewaris
kepada ahli waris. Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa
saja yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka menurut
hukum dari beberapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap harta
peninggalan yang telah terbuka tersebut. Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas
perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara
melawan hukum. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dalam artikel ini hal yang
diteliti adalah tanggung jawab notaris dalam pembuatan surat keterangan waris
berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 121/PID/2017/PT.DKI.
adapun didalam putusan tersebut hamid dharma membuat Akta Waris No.17 tanggal 14
April tahun 2000, kemudian Hamid Dharma mengajukan pembuatan draft jual beli
bangunan dan pelepasan hak atas tanah dan ruko HGB No.546 seluas 131 M2 atas nama
pewaris. Pada saat hendak mengajukan persetujuan ruko tersebut dengan meminta tanda
tangan seluruh Ahli waris dari pewaris namun Ahli Waris atas nama Lina Anak dari
Alm Mustafa Dharma menolak menandatangani AJB dengan alasan isi dan fatwa waris
tidak benar. Dimana didalam akta waris tersebut tidak mencantumkan nama ahli waris
lain yang berhak dan dengan sengaja memasukan keterangan palsu didalam akta
tersebut yang berakibat merugikan pihak lainnya. Oleh karena itu berdasarkan putusan
tersebut penulis ingin menjelaskan mengenai apa saja yang dapat dimintakan
pertanggung jawaban terhadap Notaris berkaitan dengan surat keterangan waris yang
dibuat di hadapannya yang mengandung unsur tindak pidana pemalsuan.
Kata kunci : Keterangan Palsu, Surat Keterangan Waris, Putusan
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Didalam pembuatan Akta Keterangan Waris, Ahli Waris terlebih dahulu membuat
Surat Keterangan Waris dihadapan Notaris. Dimana didalam pembuatan surat
keterangan waris tersebut terdapat Saksi, merupakan salah satu syarat yang wajib dalam
hal pembuatan akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris. Demikian pula
dalam hal pembuatan surat keterangan waris, paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang
turut serta didalam pembuatan akta tersebut. Notaris sebagai pejabat umum yang
diangkat oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik indonesia, dimana
memiliki wewenang secara atributif oleh Negara untuk menjalankan tugas dan
fungsinya tersebut. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris untuk selanjutnya disebut UUJNP Juncto Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris untuk selanjutnya disebut
2
Universitas Indonesia
UUJN, yang mana menjadi panduan bagi notaris di indonesia dalam menjalankan
kewenangannya serta sebagai penuntun dan pelindung apabila notaris melakukan
kesalahan dalam hal pembuatan akta autentik. Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang
lainnya.1 Selain itu wewenang notaris adalah “regel” (bersifat Umum), sedangkan
wewenang penjabat lainnya adalah “Pengecualian”.2
Notaris dalam melakukan jabatannya itu terikat dengan ketentuan-ketentuan yang
harus ditaati. 3 Dalam hal pembuatan akta autentik notaris membutuhkan saksi dalam
setiap peristiwa hukum yang terjadi, termasuk dalam pembuatan akta oleh atau
dihadapan Notaris, tentunya diperlukan kehadiran saksi-saksi. Saksi yang meyaksikan
apakah dalam pembuatan akta oleh Notaris telah dilakukan sesuai dengan syarat-syarat
sahnya suatu akta otentik adalah saksi instrumenter, yaitu saksi yang nama-namanya
dicantumkan dalam akta Notaris. Saksi instrumenter turut serta dalam pembuatan
terjadinya akta dengan jalan membubuhkan tanda tangan mereka, memberikan
kesaksian tentang kebenaran adanya dilakukan dan dipenuhinya formalitas-formalitas
yang diharuskan undang-undang, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan
oleh saksi itu.4 Saksi tidak perlu untuk mengerti apa yang dibacakan itu dan bagi saksi
juga tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi akta tersebut. Keberadaan saksi
instrumenter selain bertujuan sebagai alat bukti juga dapat membantu posisi seorang
notaris menjadi aman dalam hal akta yang dibuat oleh dihadapan notaris diperkarakan
oleh salah satu pihak dalam akta ataupun pihak ketiga. Akan tetapi pada kenyataanya,
tetap saja notaris dapat dituntut baik secara pidana maupun secara perdata, meskipun
didalam pembuatan akta autentik telah disaksikan oleh saksi instrumenter.Untuk
mengurus harta warisan seperti peninggalannya apa saja, ahli warisnya siapa saja,
berapa bagiannya masing-masing, itu memerlukan surat keterangan waris dari yang
pejabat yang berwenang.5 Ada tiga pejabat yang berwenang membuat surat keterangan
ahli waris, yakni notaris bagi Golongan Tionghoa, Balai Harta Peninggalan (BHP) bagi
golongan Timur Asing non Tionghoa atau dibuat sendiri oleh ahli waris di atas kertas
dengan disaksikan oleh Lurah/Kepala Desa dan dikuatkan oleh Camat bagi golongan
WNI Bumiputera.6 Surat keterangan waris merupakan akta pernyataan yang dibuat oleh
ahli waris mengenai pewaris, yang dikeluarkan oleh notaris adalah suratnya bukan
aktanya, yang mana isi dari surat keterangan waris tentang pewaris dari semasa
hidupnya sampai pewaris tersebut meninggal dunia. Dalam hal pembuatan surat
keterangan waris maka notaris terlebih dahulu mengecek apakah ada wasiat dari
1 Indonesia, Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
UU No 2 Tahun 2014, LN No. 03 Tahun 2014, TLN No. 5491, Ps. 1 ayat (1).
2 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet. 3 (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 38.
3 Abdul Kohar, Notaris Dalam Praktek hukum (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hlm. 33.
4 Ibid,. hlm. 169.
5 Kohar, Notaris Dalam Praktek hukum, hlm. 230.
6 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013), hlm. 84.
3
Universitas Indonesia
pewaris di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (kemenkumham), yang mana
apabila ada wasiat yang dibuat oleh pewaris maka wasiat tersebut wajib dilaksanakan
tanpa melanggar legitime portie (LP) ahli waris. Ahli waris dapat menuntut wasiat
tersebut dengan didampingi oleh Badan Harta Peninggalan (BHP) setempat dimana
pewaris meninggal dunia. Seorang ahli waris tidak dapat langsung secara otomatis dapat
menguasai dan melakukan balik nama harta warisan yang menjadi haknya dengan
terbukanya pewarisan (meninggalnya pewaris), melainkan untuk dapat melakukan
tindakan hukum terhadap apa yang telah menjadi haknya tersebut harus dilengkapi
dengan adanya surat keterangan waris.7 Surat keterangan ahli waris bertujuan untuk
melakukan balik nama atas barang peninggalan dari pewaris yang telah meninggal
dunia kepada nama seluruh ahli waris yang dalam hal ini adalah berupa barang-barang
harta peninggalan pewaris berupa tanah yang apabila ingin dilakukan balik nama dapat
mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat. Surat Keterangan waris
dibuat di hadapan Notaris berlaku bagi mereka yang tunduk pada KUHPerdata saja
(dalam hal ini Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa), sedangkan pembuatan
surat keterangan waris untuk selain Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa bukan
menjadi kewenangan Notaris.
Untuk Warga Negara Indonesia (pribumi), keterangan waris dibuat di bawah tangan
dan ditandatangani oleh semua ahli waris, diketahui lurah dan dikuatkan camat.
Pergantian subjek terhadap harta benda dapat terjadi secara satu persatu dari harta-harta
benda itu, seperti dalam penjualan, tukar menukar, penghibahan dan lain-lain, tetapi
dapat juga secara sekaligus terhadap suatu kumpulan harta benda, seperti halnya
seseorang yang mendapat warisan.8 Untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum, orang
atau badan hukum hanya boleh bertindak dimana ia diperbolehkan atau mempunyai
wewenang melakukan perbuatan hukum itu.9 Dalam pembuatan surat keterangan waris
tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu sehingga tidak diketahui secara pasti siapa
saja yang berhak menjadi ahli waris dari pewaris tersebut. Dimana apabila tidak
diketahui secara pasti siapa saja ahli waris yang sah maka seringkali terjadi para ahli
waris tersebut membuat surat keterangan waris secara sendiri-sendiri tanpa melibatkan
ahli waris yang lain berhak atas warisan dari pewaris tersebut. Kondisi tersebut
seringkali menimbulkan permasalahan atau gugatan sengketa waris di pengadilan dari
ahli waris karena adanya keterangan yang tumpang-tindih didalam surat keterangan
waris yang dibuat.
Kondisi tersebut terkadang menyeret Notaris yang membuat akta peralihan hak
warisnya dari ahli waris kepada orang yang namanya tercantum didalam surat
pernyataan ahli waris menjadi turut tergugat dalam kasus permasalahan peralihan
karena warisan. Selain itu bisa juga karena pemalsuan keterangan pada akta autentik,
pemalsuan salinan akta maupun pengurangan dan perubahan isi minuta akta, meskipun
dalam pembuatan akta autentik wajib disaksikan oleh saksi instrumenter. Tidak sedikit
notaris yang mengalami masalah sehubungan dengan akta yang telah dibuatnya,
kemudian menjadi akta dibawah tangan atau menjadi batal demi hukum oleh putusan
7 I Gede Purwaka, Keterangan Hak Waris yang Dibuat Oleh Notaris dan Kepala Desa /Lurah
(Jakarta: UI Press, 2005), hlm. 3.
8 Ridwan Indra, Asas-Asas Hukum Perdata Di Indonesia (Bekasi: CV Trisula,1997), hlm. 42.
9 Ibid. hlm. 47.
4
Universitas Indonesia
pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatan akta nya,
misalnya keterangan yang diberikan oleh para pihak atau salah satu pihak tidak benar
atau palsu. Notaris tidak menjamin bahwa apa yang dinyatakan oleh penghadap tersebut
adalah benar atas suatu kebenaran, ini dikarenakan notaris tidak sebagai investigator
dari data dan informasi yang telah diberikan oleh para pihak.10
Apabila seseorang
melakukan suatu tindakan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan maka
dapat dibatalkan sejak semula perbuatan tersebut dilakukan. Berikut ini adalah
Kronologis dari kasus didalam artikel ini, penulis uraikan sebagai berikut Alm.
David Dharma adik dari Teh Tjhoen Eng, ibu dari saksi Lucky dan saksi Tony yang
tidak mempunyai isteri dan anak tersebut meninggal dunia pada tanggal 23 februari
2000 memiliki ruko bersama dengan Irwan Wijaya yang terletak di Jl. Gunung sahari I
No. 42 A Sawah Besar Jakarta Pusat, Kios di Lt. V Blok A No.76 Plaza Atrium Senen
dan Kios di Lt. V Blok A No.57-58 Plaza Atrium Senen Jakarta Pusat. Pada tanggal 14
April 2000 atau setidaknya dalam tahun 2000, bertempat di Kantor Notaris, Ny. Julia
Rochana Murat. SH di Jl. Mangga Besar IX No.28 DD Jakarta Barat. Hamid Dharma
menyuruh Notaris untuk memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah
keterangannya sesuai dengan kebenaran jika pemakaian itu dapat menimbulkan
kerugian. Tanpa sepengetahuan Lucky dan Tony, Hamid Dharma membuat keterangan
Waris dari Alm. David Dharma di Kantor Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH tanpa
memberi tahu dan memasukkan nama saksi Lucky dan saksi Tony selaku Ahli Waris
dari The Tjhoen Eng kakak dari Alm David Dharma, selain itu Hamid Dharma
menyatakan bahwa ibu dari saksi Lucky dan saksi Tony telah meninggal tanpa
meninggalkan ahli waris karena tidak pernah menikah atau terikat dalam suatu
perkawinan ke dalam Akta Waris No.17 tanggal 14 April tahun 2000 yang di tanda
tangani Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH dan tidak menyertakan saksi Lucky dan
saksi Tony selaku Ahli Waris dari The Tjhoen Eng kakak dari Alm David Dharma
dalam Akta Kuasa No.18 tanggal 14 April tahun 2000 yang di tanda tangani Notaris Ny.
Julia Rochana Murat. SH untuk menjual ruko milik Alm David Dharma dan saksi Irwan
Wijaya yang terletak di Jl. Gunung sahari I No. 42 A Sawah Besar Jakarta Pusat.
Hamid Dharma mengajukan pembuatan draft jual beli bangunan dan pelepasan hak
atas tanah dan ruko HGB No.546 seluas 131 M2 atas nama alm David Dharma dan
Irwan Wijaya yang terletak di Jl. Gunung Sahari I No.42 A Senen Jakarta Pusat
berdasarkan Akta No. 17 tentang keterangan waris dan Akta No 18 tentang Kuasa
tanggal 14 April 2000 yang dibuat di kantor notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH
kepada Raden Mas Soedairto Soenarto. SH selaku Notaris, di Kantor Notaris Raden
Mas Soediarto Soenarto.SH di Jl. Pembangunan II No.1 Gambir Jakarta Pusat. Pada
saat ruko milik Alm David Dharma bersama Irwan Wijaya yang terletak di Jl. Gunung
sahari I No. 42 A Sawah Besar Jakarta Pusat akan di jual kepada sdr Benny dan telah di
buat konsep di Kantor Notaris raden Mas Soediarto Soenarto, Irwan wijaya hendak
mengajukan persetujuan ruko tersebut dengan meminta tanda tangan seluruh Ahli waris
dari Alm David Dharma namun Ahli Waris atas nama Lina Anak dari Alm Mustafa
Dharma menolak menandatangani AJB dengan alasan isi dan fatwa waris tanggal 14
April tahun 2000 No. 17 di hadapan Notaris Ny. Julis Rochana Murat. Sh tidak benar.
Atas perbuatan terdakwa tersebut saksi Lucky dan saksi Tony merasa dirugikan karena
10
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan
Akta (Bandung: Mandar Maju, 2011), hlm. 10.
5
Universitas Indonesia
kedudukan saksi Lucky dan saksi Tony selaku ahli waris dari Alm Teh Tjhoen Eng
tidak diakui dalam keluarga Teh A Ho dan Leu So Ang dan telah hilangnya hak atas
waris dari Alm David Dharma adik dari ibu saksi Lucky dan saksi Tony.
Berdasarkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,
Terdakwa telah dituntut sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa HAMID DHARMA terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana Pemalsuan Surat, sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan
Pertama Penuntut Umum ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua)
tahun dan 6 (enam) bulan dengan perintah agar terdakwa ditahan ;
3. Menyatakan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) rangkap fotocopy Akta tanggal 14 April 2000 No.17 tentang
Keterangan Hak Waris yang dikeluarkan oleh Kantor Notaris Ny. YULIA
ROCHANA MURAT, SH. (yang telah dilegalisir) ;
2) 1 (satu) rangkap fotocopy Akta tanggal 14 April 2000 no.18 tentang Kuasa
yang dikeluarkan oleh Kantor Notaris Ny. JULIA ROCHANA MURAT, SH.
(yang telah dilegalisir)
3) Fotocopy Akte Perkawinan Teh Tjhoen Eng dengan Yauw Kok Hen
No.18/WNI/1969 tanggal 18 Januari 1969;
4) Fotocopy Akte Kelahiran No.1132/JP/1967 tanggal 1 Mei 1976 atas nama
LUCKY berikut fotocopy Surat Keterangan Lahir;
5) 1 (satu) rangkap fotocopy Akte Kematian atas nama Teh Tjhoen Eng
No.865/JP/1977 tanggal 22 Nopember 1977;
6) 1 (satu) rangkap fotocopy Akte Kematian atas nama Hernado (kakak
kandung saksi Lucky dan saksi Tony No.274/U/JU/2005, tanggal 5 April
2005, Seluruhnya agar tetap terlampir dalam berkas perkara ;
4. Membebani Terdakwa agar membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua
ribu rupiah).
Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017 Nomor.
1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst, yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa HAMID DHARMA tersebut diatas terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyuruh mencantumkan
keterangan palsu kedalam Akta Autentik” sebagaimana dalam dakwaan
Alternatif pertama.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana Penjara
selama 6 (enam) bulan.
3. Menetapkan barang bukti berupa:
1) 1 (satu) rangkap fotocopy Akta tanggal 14 April 2000 No.17 tentang
keterangan Hak Waris yang dikeluarkan oleh Notaris Ny. Julia Rochana
Murat, SH. (yang telah dilegalisir)
2) (satu) rangkap fotocopy Akta tanggal 14 April 2000 tentang kuasa yang
dikeluarkan oleh Kantor Notaris Ny. Julia Rochana Murat, SH. (yang telah
dilegalisir), tetap terlampir dalam berkas perkara.
3) Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah
Rp.5.000,- (lima ribu rupiah).
Pada tanggal 12 Mei 2017, Penuntut Umum telah mengajukan permintaan banding
terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017 Nomor. 1447/
6
Universitas Indonesia
Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst. Pada tanggal 31 Mei 2017, Memori Banding diajukan oleh
Penasihat Hukum Terdakwa dan diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, tanggal 31 Mei 2017, serta telah diserahkan salinan resminya kepada Penuntut
Umum pada tanggal 6 Juni 2017. Permintaan banding oleh Penuntut Umum dan
Terdakwa telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut cara-cara serta syarat-
syarat yang ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan banding
tersebut secara formal dapat diterima. Bahwa memori banding yang diajukan oleh
Penasihat Hukum Terdakwa, pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa Jaksa Penuntut Umum untuk menuntut telah hapus atau gugur karena
daluarsa ;
2. Dakwaan dan Tuntutan jaksa Penuntut Umum Persona In Error (salah orang);
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
tanggal 09 Mei 2017 Nomor. 1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst bertentangan dengan
hukum dan pembuktian ;
4. Dan memohon kepada Majelis Hakim Tingkat Banding untuk membatalkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017 Nomor. 1447/
Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst, hal-hal tersebut seperti yang termuat lengkap dalam
memori banding Terdakwa ;
Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat sebagai berikut:
1. Bahwa terhadap putusan majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut, terlebih
dahulu akan dipertimbangkan kesimpulan Majelis Hakim Tingkat Pertama atas
fakta hukum yang terungkap dipersidangan.
2. Bahwa sesuai dengan alat-alat bukti dan barang-barang bukti yang diajukan
dipersidangan dan setelah pula memperhatikan hubungan dan persesuaian alat-
alat bukti yang didukung barang-barang bukti tersebut, ternyata kesimpulan
Majelis Hakim Tingkat Pertama mengenai fakta hukum yang terungkap
dipersidangan tersebut telah sesuai dan didasarkan pada alat-alat bukti dan
barang-barang bukti yang diajukan dipersidangan, sehingga kesimpulan
mengenai fakta hukum yang terungkap dipersidangan tersebut sudah tepat dan
benar ;
3. Bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tersebut
telah membuktikan bahwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana “Menyuruh
mencantumkan keterangan palsu kedalam Akta Autentik” dan dengan demikian
berdasarkan fakta hukum tersebut, juga telah cukup membuktikan bahwa
perbuatan yang terbukti dilakukan oleh Terdakwa tersebut telah memenuhi
semua unsur-unsur yang didakwakan oleh Penuntut Umum karena itu
kesimpulan dan pendapat majelis Hakim Tingkat Pertama yang menyatakan
perbuatan Terdakwa terbukti sudah tepat dan benar serta beralasan hukum.
4. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Pertama oleh Majelis
Hakim Tingkat Banding disetujui dan diambil alih sebagai pertimbangan sendiri
dalam memutus perkara ini, serta menjadi bagian dari dan telah termasuk dalam
putusan ini;
5. Mengenai pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama kepada
Terdakwa, maka Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa pidana
yang dijatuhkan kepada Terdakwa tersebut selain sudah tepat dan adil juga telah
setimpal dengan kesalahan Terdakwa;
6. Keberatan Penuntut Umum sebagaimana diuraikan dalam memori bandingnya
tidak ada hal yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan Pengadilan
7
Universitas Indonesia
Negeri Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017 Nomor. 1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst,
karena didalam pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama telah
mempertimbangkan dengan baik fakta-fakta dipersidangan.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017 Nomor. 1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst yang
dimintakan banding tersebut dapat dipertahankan dan karenanya harus dikuatkan.
Terdakwa tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana maka kepadanya harus dibebani
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding. Putusan Hakim Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta tanggal 15 Agustus 2017 Nomor. 121/ Pid/2017/PT.DKI, yang
amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017
Nomor. 1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst, yang dimintakan banding tersebut;
3. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam tingkat banding sejumlah
Rp2.500,- (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah).
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukan diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Keterangan Palsu Pada Pembuatan Surat
Keterangan Waris (Studi Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor
121/PID/2017/PT.DKI )”.
2. Pokok Permasalahan Pokok permasalah yang ingin diutarakan dalam artikel ini adalah bagaimanakah
tanggung jawab notaris dalam pembuatan surat keterangan waris berdasarkan Putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 121/PID/2017/PT.DKI.
3. Sistematika Penulisan
Artikel ini dibagi dalam tiga bagian. hal ini untuk mempermudah pembaca dalam
memahami isi artikel. bagian pertama berisi tentang Pendahuluan, yang terdiri dari latar
belakang, pokok permasalahan dan sistematika penulisan. Kemudian bagian kedua
tentang hukum kewarisan, surat keterangan waris dan keterangan palsu dalam
pembuatan akta notariil. Pada bagian ketiga analisa mengenai keterangan palsu pada
pembuatan surat Keterangan Waris (Studi Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Nomor 121/PID/2017/PT.DKI ).
B. Hukum Waris dan Surat Keterangan Waris
1. Hukum Waris
Pada pembuatan Akta Keterangan Waris, Ahli Waris terlebih dahulu membuat
Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan waris dibuat di hadapan Notaris berlaku bagi
mereka yang tunduk pada KUHPerdata saja (dalam hal ini Warga Negara Indonesia
keturunan Tionghoa), sedangkan pembuatan surat keterangan waris untuk selain Warga
Negara Indonesia keturunan Tionghoa bukan menjadi kewenangan Notaris. Untuk
Warga Negara Indonesia (pribumi), keterangan waris dibuat di bawah tangan dan
ditandatangani oleh semua ahli waris, diketahui lurah dan dikuatkan camat. Hukum
Waris merupakan hukum materi yang erat kaitannya dengan hukum harta kekayaan,
karena secara hukum pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik
atas suatu benda atau hak kebendaan. Oleh karena itu, dalam KUHPerdata, hukum waris
di atur dalam Buku II Tentang Benda. Di Indonesia ada tiga sistem Hukum Waris yang
8
Universitas Indonesia
berlaku Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam,, Hukum Waris Perdata Barat,11
Berbagai sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia tersebut, sering terjadi
perbedaan antara siapa saja yang berhak mewaris berkaitan dengan urutan golongan ahli
waris. Urutan golongan ahli waris tersebut menunjukkan ahli waris mana yang akan
didahulukan untuk mendapatkan harta peninggalan dari pewaris. Hukum waris dalam
ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata).
Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam Pasal 830 sampai
dengan Pasal 1130 KUHPerdata. Peraturan hukum waris di Indonesia terdiri dari tiga
macam yaitu, Hukum Adat, Hukum Agama Islam, dan Hukum Burgerlijk Wetboek.
Maka dari itu khusus untuk orang-orang Tionghoa dan Eropa (Warga Negara
Indonesia) memiliki peraturan tersendiri, bahwa semua harta warisan pada umumnya
harus secepat mungkin dibagi-bagikan kepada ahli waris. Terkecuali apabila ada
persetujuan bersama dari ahli waris yang memiliki hak atas harta warisan tersebut untuk
tidak perlu secepatnya dibagi-bagikan. Agar bilamana seorang ahli waris menggugat
atas harta warisannya dimuka persidangan, maka gugatan ini pada pokoknya harus
diterima. KUHPerdata melihat bahwa yang diwariskan kepada semua ahli waris, tidak
hanya masalah-masalah yang ada manfaatnya bagi para ahli waris saja, akan tetapi juga
terhadap hutang-hutang dari orang yang meninggalkan warisan, dalam artian adanya
kewajiban bagi para ahli waris untuk membayar hutang-hutang itu pada kenyataanya
berpindah juga kepada semua ahli warisnya. Para ahli waris dapat mengalihkan
perpindahan itu dengan dua jalan.12
Menurut ketentuan Pasal 131 IS, hukum waris yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku bagi orang-orang Eropa
dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut. Dengan Staatsblad
1917 No 129 jo Staatsblad 1924 No 557 hukum waris dalam KUHPerdata berlaku bagi
orang-orang Timur Asing Tionghoa. Berdasarkan Staatsblad 1917 No 12 tentang
penundukan diri terhadap Hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia
dimungkinkan pula menggunakan hukum waris yang tertuang didalam KUHPerdata.
Tegasnya KUHPerdata berlaku bagi Orang Eropa dan mereka yang dipersamakan
dengan orang eropa, Timur Asing Tionghoa, Timur Asing lainnya dan pribumi yang
menundukan diri.13
Syarat-syarat dalam hal pewarisan, yaitu:14
1. Si pewaris sudah meninggal;
2. Ahli waris adalah keluarga sedarah;
3. Ahli waris waardig (layak untuk bertindak sebagai ahli waris):
a. Pernyataan onwaardig terjadi pada saat warisan terbuka;
11 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,
Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris (Bandung: Kaifa, Januari, 2014), hlm. xviii.
12
Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, cet.2 (Jakarta: PT Rineka
Cipta,1991), hlm .18.
13
Surini Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata), cet. 1 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 10.
14
Effendi Perangin, Hukum Waris,cet 11 (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 24.
9
Universitas Indonesia
b. Orang yang onwaardig, begitu juga yang onterfd (dikesampingkan sebagai
ahli waris oleh pewaris) orang yang menolak warisan tidak dapat digantikan
oleh keturunannya (Pasal 847 KUHPerdata).
Pada prinsipnya obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dialihkan dari
pewaris kepada ahli waris. Harta kekayaan yang ditinggalkan tersebut dapat berupa
aktiva yaitu sejumlah benda yang nyata ada dan/atau berupa tagihan atau piutang
kepada pihak ketiga, selain itu dapat pula berupa hak immaterial (hak cipta dan
sebagainya). Selanjutnya dapat pula berupa pasiva yaitu sejumlah hutang pewaris yang
harus dilunasi pada pihak ketiga, maupun kewajiban lainnya untuk menyimpan benda
milik orang lain. Dengan kata lain obyek dari harta warisan adalah harta kekayaan baik
berupa benda berwujud maupun tidak berwujud. Di dalam pewarisan terdapat beberapa
unsur yang penting, yaitu pewaris, ahli waris, warisan dan hukum waris, yang
kesemuanya mempunyai kata dasar waris yang berarti orang yang berhak menerima
pusaka (peninggalan) dan orang yang meninggal. Pewaris adalah setiap orang yang
meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan, syarat sebagai pewaris adalah hak-hak
atau sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga, yang dapat dimulai
dengan uang.15
Ahli waris adalah orang yang berhak atas harta warisan yang
ditinggalkan oleh pewarisnya.16
Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang
meninggal mengenai hubungan-hubungan hukum harta kekayaanya. Warisan adalah
harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa aktiva maupun
passiva. Harta warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan
beralih pada orang lain yang masih hidup.17
Didalam hukum waris KUHPerdata orang
yang diduga meninggal dunia dapat menjadi pewaris dengan syarat-syarat sebagai
berikut:18
1. Orang tersebut tidak diketahui keberadaanya selama kurang lebih dari lima
tahun, telah dilakukan tiga kali panggilan resmi dari pengadilan serta
pemanggilan dalam surat kabar sebanyak tiga kali.
2. Apabila sampai 15 tahun harta warisan digunakan oleh ahli waris, dan ternyata
pewaris hadir atau masih hidup, maka ahli waris wajib mengembalikan ½ harta
warisan tersebut.
3. Apabila setelah 15 tahun tetapi belum genap 30 tahun, ahli waris wajib
mengembalikan ¼ harta warisan yang diterimanya.
4. Apabila lebih dari 30 tahun atau 100 tahun umur pewaris, pewaris tidak dapat
menuntut pengembalian harta warisan yang telah digunakan.
5. Apabila dua orang saling mewarisi meninggal dunia tanpa diketahui siapa yang
meninggal terlebih dahulu, mereka dianggap mati secara bersamaan dan tidak
terjadi perpindahan harta warisan satu dengan yang lainnya.
15
Surini, Intisari Hukum Waris, hlm. 11.
16
Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-Quran, Cetakan Pertama (Jakarta: Rajawali Pers, 1995),
hlm. 41.
17
Tarnakiran S, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Cetakan Pertama
(Bandung: Pionir Jaya, 1992), hlm. 1.
18
Erni Bangun, “Pembatalan Atas Pembagian Harta Warisan Menurut KUHPerdata”, Lex et
Societatis, Vol. V, No. 1 (Januari-Februari, 2017), hlm. 94.
10
Universitas Indonesia
Dalam hal mewaris menurut undang-undang dibedakan ahli waris yang mewaris
berdasarkan kedudukan sendiri atau mewaris secara langsung. KUH Perdata mengenal 4
(empat golongan) ahli waris sebagai berikut:19
1. Golongan I (Pertama), Suami atau istri yang hidup terlama serta anak-anak dan
keturunannya. Menurut Pasal 852 KUH Perdata, dalam pewarisan tidak
membedakan antara laki-laki dan perempuan, lahir lebih dahulu atau belakangan
dan lahir dalm perkawinan pertama atau kedua, semuanya sama saja.
2. Golongan II (Kedua), Orang tua (ayah dan ibu) dan saudara-saudara serta keturunan
saudara saudaranya. Berapa bagian ayah dan ibu jika ada saudara-saudara sipewaris
diatur didalam Pasal 854 sampai dengan Pasal 857 KUHPerdata.
3. Golongan III (Ketiga), Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu.
Diatur didalam Pasal 853 KUHPerdata maka , warisan dibagi dalam 2 (dua) bagian
terlebih dahulu. Satu bagian untuk keluarga sedara dalam garis ayah lurus keatas,
satu bagian untuk keluarga ibu garis lurus keatas.20
Ketentuan lainnya diatur
didalam Pasal 861 ayat (2) KUHPerdata. Dalam pewarisan garis lurus keatas tidak
mengenal penggantian tempat, karena keluarga yang lebih dekat menutup keluarga
yang penderajatannya lebih jauh dari pewaris.21
4. Golongan IV (Keempat), Keluarga garis ke samping sampai derajat keenam. Pasal
858 KUHPerdata menentukan jika tidak ada saudara laki-laki dan perempuan, dan
tidak ada pula keluarga sedarah dalam salah satu garis lurus keatas, maka setengah
bagian dari warisan menjadi bagian sekalian keluarga sedarah dari garis lurus
keatas yang masih hidup. Setengah bagian lainnya, kecuali dalam Pasal 859
KUHPerdata menjadi bagian saudara dari garis yang lain. Di dalam Pasal 858 ayat
(3) menentukan bahwa keluarga sedarah dalam garis menyimpang yang sama dan
dalam derajat yang sama mendapat bagian kepala demi kepala. Dimana hanya
dibatasi sampai derajat keenam, ahli waris yang masuk derajat ketujuh tidak boleh
mewaris.22
Ahli waris golongan pertama, kedua, dan ketiga dalam salah satu jeis
duah tidak ada atau meninggal, maka berlaku pula ketentuan yang terdapat didalam
Pasal 858,856, dan 857 KUHPerdata.23
Ahli waris berdasarkan penggantian dalam hal ini mewaris secara tidak langsung.
Mewaris untuk orang yang sudah meninggal terlebih dahulu daripada si pewaris.24
Ketentuan mengenai ahli waris penggantian diatur lebih jelas dalam Pasal 841-851
KUHPerdata.25
Pengaturan mengenai tidak pantasnya seseorang dianggap sebagai ahli
waris diatur di dalam Pasal 838, Pasal 839 dan Pasal 840 KUHPerdata untuk ahli waris
tanpa testamen, sedangkan untuk ahli waris dengan testamen diatur didalam Pasal 912
19
Effendi, Hukum Waris, hlm. 29.
20
Surini dan Nurul, Hukum Kewarisan Perdata Barat, hlm. 73.
21
Ibid, hlm. 75.
22
Effendi, Hukum Waris, hlm. 35.
23
Surini dan Nurul, Hukum Kewarisan Perdata Barat, hlm. 81.
24
Effendi, Hukum Waris, hlm. 11.
25
Surini, Intisari Hukum Waris, hlm. 12.
11
Universitas Indonesia
KUHPerdata. Kedua peraturan tersebut mempunyai perbedaan dan pesamaan. Jika
seorang yang mencoba membunuh atau memfitnah pewaris, tetapi si pewaris tetap
menghibahkan sesuatu terhadap orang tersebut, maka dapat dianggap bahwa si pewaris
telah mengampuni orang tersebut. Ada 2 (dua) cara untuk mendapatkan harta warisan
yaitu pewarisan secara Ab Intestato, yaitu pewarisan menurut undang-undang dan
pewarisan secara Testamentair, yaitu pewarisan karena ditunjuk dalam surat wasiat atau
Testamen. Setelah selesai perhitungan mengenai pembayaran hutang-hutang pewaris,
Pasal 1079 KUHPerdata mengatur mengenai cara pembagian warisan.26
Setelah
menerima adanya penentuan barang-barang warisan, didalam Pasal 1080 KUHPerdata
membuka kemungkinan untuk diadakanya tukar-menukar barang-barang atau bagian
masing-masing diantara para ahli waris. Setelah terjadinya pembagian harta warisan,
maka ahli waris dianggap sebagai pemilik barang yang diterimanya sejak saat pewaris
meninggal.
2. Surat Keterangan waris
Para ahli waris terlebih dahulu membuat “PENYATAAN” dihadapan notaris
mengenai siapa-siapa yang menjadi ahli waris dari pewaris sebagai dasar notaris dalam
membuat Surat Keterangan Waris yang mana telah sesuai dengan Pasal 38 UUJN. Baik
para ahli waris maupun saksi yang mendengar keterangannya dan dimuat dalam
“Penyataan” maupun Surat Keterangan Waris tidak perlu diambil sumpah. Namun
dalam Pernyataan dimuat klausul bahwa para ahli waris dan saksi-saksi “bilamana perlu
berani untuk diangkat sumpah”. Demi kepastian hukum para saksi dan para ahli waris
sebelumnya memberikan kesaksian diangkat sumpah terlebih dahulu agar dalam
memberikan keterangan adalah benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Namun notaris tidak mempunyai wewenang untuk mengangkat sumpah dan hal tersebut
tidak diatur dalam Undang-Undang.
Sebelum Notaris mengeluarkan Surat Keterangan Hak Mewaris, sebaiknya Notaris
membuat sebuah akta notariil yang memuat keterangan (pernyataan) dari para ahli
waris. Akta ini berjudul "Pernyataan".Karena Surat Keterangan Hak Mewaris yang
dikeluarkan Notaris bentuknya di bawah tangan. Apabila suatu saat diketahui ternyata
pernyataan para Penghadap (ahli waris) ternyata tidak benar dan ada pihak yang
dirugikan maka Notaris yang mengeluarkan Surat Keterangan Hak Mewaris tersebut
harus bertanggung jawab atas kerugian akibat ketidaksesuaian keterangan tersebut.
Dengan membuat akta Pernyataan yang bentuknya notariil, apabila ternyata keterangan
yang diberikan para Penghadap tidak benar, Notaris tidak perlu bertanggung jawab.
Yang patut dipersalahkan adalah para Penghadap yang memberikan keterangan palsu.
Sebelum akta Pernyataan ini dibuat, notaris harus melakukan pengecekan terlebih
kepada Pusat Daftar Wasiat Kementerian Hukum dan HAM RI, untuk memastikan
apakah Pewaris meninggalkan surat wasiat atau tidak, setelah itu baru notaris dapat
membuat akta Pernyataan.
Yang menghadap untuk membuat pernyataan atau surat keterangan hak waris
adalah ahli waris. Tidak perlu semuanya, namun lebih baik paling sedikit dua orang,
yaitu janda atau dudanya dan salah satu anak Pewaris. Data-data yang diperlukan dan
sistematika didalam pembuatan pernyataan sama dengan data yang terdapat didalam
surat keterangan waris yang membedakan hanya adanya penambahan mengenai
pembagian harta peninggalan untuk ahli waris sesuai dengan hukum waris. Pada
26
Surini, Intisari Hukum Waris, hlm. 19.
12
Universitas Indonesia
dasarnya pembuatan pernyataan dijadikan oleh notaris sebagai dasar untuk membuat
surat keterangan waris yang mana didalam pembuatan surat keterangan waris
dicantumkan tanggal dan nomor dari pernyataan yang telah dibuat oleh ahli waris
dihadapan notaris. Yang membedakan dimana didalam pernyataan hanya sebatas
mengenai siapa saja yang berhak menjadi ahli waris untuk harta peninggalan pewaris,
sedangkan didalam surat keterangan waris isinya memuat semua isi pernyataan dan
mengenai besarnya pembagian untuk masing-masing ahli waris terhadap harta
peninggalan pewaris berdasarkan KUHPerdata. Dengan membuat akta Pernyataan yang
bentuknya notariil, apabila ternyata keterangan yang diberikan para Penghadap tidak
benar, Notaris tidak perlu bertanggung jawab. Yang patut dipersalahkan adalah para
Penghadap yang memberikan keterangan palsu. Surat keterangan waris atau akta
keterangan hak waris merupakan salah satu akta yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris. Dimana para penghadap menyatakan kehendaknya untuk minta dibuatkan surat
keterangan waris atau akta keterangan hak waris yang memiliki kekuatan pembuktian
apabila dikemudian hari terjadi permasalahan mengenai akta atau surat tersebut.
Keterangan hak waris dapat diartikan sebagai suatu surat yang diterbitkan oleh
pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang, atau dibuat sendiri oleh segenap ahli
waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh Kepala Desa Lurah atau Camat,
yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu peralihan hak atas suatu harta
peninggalan dan pewaris kepada ahli waris. Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan
untuk membuktikan siapa saja yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang
telah terbuka menurut hukum dari beberapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris
terhadap harta peninggalan yang telah terbuka tersebut. Keterangan hak waris disebut
juga surat keterangan hak mewaris atau surat keterangan ahli waris. Menurut J.Satrio
Surat keterangan hak waris merupakan surat bukti waris, yaitu surat yang membuktikan
bahwa yang disebutkan di atas adalah ahli waris dan pewaris tertentu.Penggolongan
penduduk dan hukum yang berlaku untuk tiap golongan penduduk dijadikan sebagai
dasar hukum dalam pembentukan aturan hukum yang berlaku untuk pembuatan bukti
sebagai ahli waris tercantum dalam Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal
Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster), tanggal 20 Desember 1969, Nomor
Dpt/12/63/12/69 Tentang Surat Keterangan Waris dan Pembuktian Kewarganegaraan
dan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.27
Kedua aturan hukum tersebut menentukan, bahwa untuk golongan Eropa,
Cina/Tionghoa, Timur Asing, selama ini pembuktian sebagai ahli waris berdasarkan
Surat Keterangan Waris (SKW) yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Pembuktian
sebagai ahli waris dan institusi yang membuatnya masih harus berdasarkan
penggolongan, tindakan tersebut masih dilakukan oleh PPAT/Notaris, Kantor
Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional, dan Perbankan. Dalam praktek memperhatikan
implementasi ketiga golongan penduduk untuk pembuatan dokumen atau bukti sebagai
ahli waris. Bahwa dalam pembuktian seseorang sebagai ahli waris dari siapa tidak perlu
dikaitkan dengan hukum waris yang berlaku utuk yang bersangkutan, tapi hanya untuk
membuktikan seseorang ahli waris dari siapa. Hal tersebut berkaitan dengan pluralisme
27
Habib Adjie, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris Dalam Bentuk Akta
Keterangan Waris (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 7.
13
Universitas Indonesia
hukum waris di indonesia.28
Sesuai dengan aturan hukum yang ada, maka notaris
sebagai satu-satunya lembaga yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris tanpa
berdasarkan kepada golongan penduduk. Di dalam pelaksanaan pembuatan Surat
Keterengan Waris ditemukan berbagai permasalahan. Bukti sebagai ahli waris, notaris
dapat membuat akta keterangan ahli waris dalam jenis akta pihak, dengan tidak
meninggalkan ketentuan-ketentuan dan substansi yang selama ini tercantum dalam surat
keterangan waris.29
Berdasarkan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
untuk membuktikan bahwa seseorang adalah ahli waris dari pewaris dalam proses
pendaftaran balik nama waris atas tanah, surat tanda bukti hak ahli waris terdiri dari
Wasiat dari Pewaris, Putusan Pengadilan, Penetapan Hakim atau Ketua Pengadilan dan
Surat Keterangan Waris.30
Surat Keterangan Waris termasuk akta pihak. Bagi golongan Timur Asing
umumnya dalam praktik Surat Keterangan Waris dibuat oleh notaris berdasarkan
pernyataan yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan sebagai dasar notaris membuat
Surat Keterangan Waris atas nama pihak yang berkepentingan. Tentang kedudukan
Surat Keterangan Waris sebagai akta pihak dan dapat dibuat oleh notaris untuk semua
golongan penduduk (pada saat ini) dengan syarat adanya penundukan terhadap hukum
waris perdata barat, dimana masyarakat menganggap bahwa seorang notaris dianggap
ahli dalam bidang harta warisan termasuk dalam hal pembuatan Surat Keterangan Waris
yang menetapkan dan menyebutkan besarnya warisan ahli waris atas suatu warisan dari
seorang pewaris tertentu. Keterangan hak waris adalah salah satu dari alat bukti bagi
pihak yang berkehendak membuktikan haknya atas harta peninggalan pewaris terhadap
pihak ketiga, akan tetapi hanya sebagai alat bukti permulaan saja. Yang penting bagi
pihak ketiga adalah dengan itikad baik sepatutnya dapat dipercaya, bahwa surat
keterangan hak waris sebagai surat bukti yang dipergunakan tersebut membuktikan
kebenaran.
Surat Keterangan Waris dibuat sebagai bukti siapa-siapa atau ahli waris yang
bertindak atas harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia sehingga para ahli
waris melakukan peralihan hak atas suatu warisan sebagai syarat dalam pembuatan akta
lain atau dibuat untuk menentukan besarnya bagian masing-masing ahli waris.
Pembuatan bukti ahli waris merupakan hak perdata setiap warga Negara, bukan
pemberian dari notaris ataupun dari Negara/pemerintah. Bahwa akta keterangan ahli
waris merupakan kehendak para pihak untuk membuktika dirinya sebagai ahli waris,
karena dinyatakan dihadapan notaris, maka sesuai dengan kewenangan notaris
sebagaimana yang tersebut dalam UUJN dan UUJNP Pasal 15 ayat (1), wajib untuk
memformulasikannya dalam bentuk akta notaris. Dengan demikian notaris tidak
menyalin pernyataan para pihak, tetapi kendak para pihak sendiri yang diformulasikan
dalam bentuk akta keterangan ahli waris.31
Bentuk Surat Keterangan Waris dalam
praktek tidak terdapat standarisasi bentuk, ada Notaris yang membuat dalam bentuk
28
Ibid, hlm. 13.
29
Ibid, hlm. 14.
30
Irma Devita, Panduan Lengkap Hukum, hlm. 97. 31
Habib, Pembuktian Sebagai Ahli Waris, hlm. 41.
14
Universitas Indonesia
minuta (secara otentik) dan sebagian besar menurut kebiasaan membuatnya dalam
bentuk akta di bawah tangan. Oleh karena itu seorang Notaris harus mempunyai
pengetahuan yang luas dalam membuat surat keterangan waris dan harus
memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan agar dikemudian hari tidak terjadi
kesalahan yang dapat merugikan para ahli waris dan Notaris. Adapun prosedur
pembuatan surat keterangan waris yang dilakukan Notaris adalah sebagai berikut:
1. Mengecek ada/tidaknya wasiat terlebih dahulu di Pusat Daftar Wasiat Sub-
Direktorat harta peninggalan Kementerian Hukum dan HAM RI;
2. Meminta ahli waris memperlihatkan asli dokumen-dokumen pendukung untuk
membuat Keterangan Waris sebelum Surat Keterangan Waris dibuat;
3. Membuat akta pernyataan ahli waris secara notariil;
4. Memperhatikan apakah istri pewaris sedang mengandung atau tidak (jika ada);
5. Menanyakan kepada para ahli waris, apakah ada ahli waris yang tidak pantas
mewarisi (onwaardig);
6. Tidak mengesampingkan seorang ahli waris yang keluar dari warga Negara
Indonesia, walaupun dia tidak bias mewarisi saham dan/atau tanah di Indonesia;
7. Mengutip seluruh isi wasiat dalam surat keterangan warisnya.
8. Ahli waris berhak untuk melakukan tindakan hukum atas harta peninggalan
pewaris.
Dalam pembuatan akta keterangan ahli waris perlu diperhatikan data perseorangan
dan dokumen kependudukan sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) dan (2), Pasal 59 ayat (1) –
ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Prosedur Notaris membuat Surat Keterangan Waris adalah apabila pemohon memenuhi
beberapa persyaratan antara lain:32
1. Menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) masing-masing ahli waris,
Pewaris dan Saksi;
2. Akta kelahiran ahli waris;
3. Akta perkawinan atau buku nikah pewaris;
4. Kartu Keluarga;
5. Surat Keterangan Kematian;
6. Surat Keterangan Pengangkatan atau pengakuan anak (jika ada);
7. Surat/Keterangan ganti nama pewaris dan para ahli waris (jika ada);
8. Perjanjian Kawin (jika ada);
9. Surat Keterangan ada atau tidaknya wasiat pewaris dari instansi yang
berwenang.
10. Menjelaskan siapa saja ahli waris yang berhak atas harta peninggalan pewaris;
11. Menjelaskan pembagian harta peninggalannya menurut KUHPerdata;
12. Menjelaskan apabila ada yang menolak harta peninggalan;
13. Menjelaskan apabila ada yang tidak patut menjadi ahli waris.
14. Ditandatangani oleh notaris.
Syarat lain sebagai pendukung yang sangat perlu disepakatin oleh para pihak yaitu
adanya pernyataan dari ahli waris mengenai identitas para ahli waris dari pewaris. Tidak
diperlukan pernyataan dari para ahli waris dalam pembuatan Surat Keterangan Waris
apabila dalam hal tersebut tidak ada anak yang belum dewasa sebagai ahli waris. Ada
atau tidaknya anak yang belum dewasa sebagai ahli waris bukan merupakan alasan
untuk menyerahkan atau tidak menyerahkan pernyataan para ahli waris, pernyataan
32
Ibid, hlm. 43.
15
Universitas Indonesia
merupakan syarat dalam pembuatan Surat Keterangan Waris karena notaris tidak akan
mengetahui duduk persoalan dan kedudukan ahli waris apabila tidak ada pernyataan
dari para ahli waris. Setelah semua syarat untuk pembuatan Surat Keterangan Waris
dipenuhi oleh pemohon/ahli waris sebelum membuat Surat Keterangan Waris notaris
wajib melakukan pemeriksaan terlebih dahulu pada Daftar Pusat Wasiat Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengenai ada atau tidaknya wasiat
atas nama pewaris yang terdaftar. Apabila notaris telah mendapat jawaban tertulis dari
daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI di Jakarta barulah
seorang notaris dapat membuat Surat Keterangan Waris.
3. Keterangan Palsu Dalam Pembuatan Akta Notariil
R. Soenarto Soerodibroto dalam bukunya KUHP dan KUHAP Dilengkapi
Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad menyebutkan bahwa suatu keterangan
adalah palsu, apabila sebagian dari keterangan itu adalah tidak benar, terkecuali jika ini
adalah sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan bahwa hal itu tidak sengaja
diberikan dalam memberikan keterangan palsu.33
Notaris dalam melaksanakan
jabatannya sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik tidak mungkin melakukan
pemalsuan keterangan didalam akta, aka tetapi pihak yang menhadap meminta untuk
dibuatkan akta tidak menutup kemungkinan apabila penghadap tersebut memberikan
keterangan yang tidak benar dan memberikan surat-surat atau dokumen palsu sehingga
akta tersebut menjadi akta yang mengandung keterangan palsu. Tindak pidana berupa
pemalsuan suatu surat terdapat didalam Pasal 263, Pasal 264 dan Pasal 266 KUHP.
Surat yang dipalsukan itu setidaknya memuat tentang hal-hal sebagai berikut yaitu dapat
menimbulkan sesuatu hak, dapat menerbitkan suatu perjanjian, dapat menerbitkan suatu
pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu) atau surat yang digunakan sebagai
keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku
tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).
Adapun pemalsuan surat tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat surat palsu,
membuat isinya bukan semestinya (tidak benar), memalsukan surat, mengubah surat
sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-
macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara
mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu, memalsukan tanda
tangan juga termasuk pengertian memalsukan surat, dan penempelan foto orang lain
dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah). Dalam hal
menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah
surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat
mendatangkan kerugian. Menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak
pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman
hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Notaris
dapat dimintakan pertanggungjawabannya terkait dengan akta otentik yang dibuatnya
apabila menimbulkan kerugian terhadap para pihak, baik secara pidana, perdata, dan
administrasi.
4. Analisa Tanggung Jawab Notaris Pada Pembuatan Surat Keterangan Waris
33
Hukum Online “Ancaman Pidana Bagi Pembuat Keterangan Palsu “,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4cbc2c31aabfd/ancaman-pidana-bagi-pembuat-
keterangan-palsu, diakses 05 Desember 2018.
16
Universitas Indonesia
Peran penting dari akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, baik sebagai alat
bukti dan akta, syarat sahnya suatu peristiwa hukum yang terjadi dan beberapa
ketentuan-ketentuan peraturan yang mewajibkan agar suatu perjanjian tertentu dibuat
dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Dikarenakan kedudukan notaris yang
mandiri dan tidak berpihak, maka akta yang dibuat dapat membantu para pihak apabila
terjadi sengketa. Ketidak memihakkan ini dapat dipenuhi dengan baik apabila kepada
para penghadap diberikan penjelasan yang menyeluruh mengenai segala hak dan
kewajibannya, serta segala akibat hukum dari perbuatan hukum yang akan dilakukan.
Khusus untuk notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat
sementara notaris pertanggungjawabannya tersebut mempunyai batas sesuai dengan
tempat dan kedudukan wilayah jabatan. Notaris sebagai suatu jabatan mempunyai
batasan dari segi wewenangnya, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUJN dan
UUJNP. Sedangkan kewajiban notaris diatur lebih jelas didalam Pasal 16 UUJNdan
UUJNP, yang mana menjadi bagian dari tanggung jawab Notaris didalam menjalankan
tugas dan jabatan selaku pejabat umum yang di beri kepercayaan oleh Negara dan
masyarakat.
Pasal 65 UUJN menentukan bahwa Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti
Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggungjawab atas setiap akta yang
dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan dan dipindahkan kepada pihak
penyimpan Protokol Notaris. Berdasarkan Pasal 65 UUJN tersebut, maka walaupun
notaris sudah berakhir masa jabatannya, namun tetap bertanggungjawab terhadap akta
yang dibuatnya. Apabila Notaris tidak melaksanakan tugas jabatannya dengan baik,
maka Notaris tersebut harus bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya
apabila menimbulkan kerugian bagi para pihak. Jika dikaitkan dengan permasalahan
terkait pertanggung jawaban Notaris atas Akta Waris No.17 tanggal 14 April tahun
2000 yang di tanda tangani Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH dan tidak
menyertakan saksi Lucky dan saksi Tony selaku Ahli Waris dari The Tjhoen Eng kakak
dari Alm David Dharma dalam Akta Kuasa No.18 tanggal 14 April tahun 2000 yang di
tanda tangani Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH untuk menjual ruko milik Alm
David Dharma dan saksi Irwan Wijaya yang terletak di Jl. Gunung sahari I No. 42 A
Sawah Besar Jakarta Pusat. Notaris dalam membuat surat keterangan waris berdasarkan
kehendak atau keterangan yang diberikan para penghadap disertai dengan bukti-bukti
yang tertera diatas. Didalam prosedur pembuatan surat keterangan waris notaris
diperlihatkan bukti-bukti yang asli, keterangan dari pihak keluarga baik dari pihak
pewaris maupun ahli, ahli waris yang berhak atas warisan, ahli waris tidak harus turut
hadir dihadapan notaris dengan cara memberikan kuasa secara tertulis kepada ahli waris
lain yang hadir, tetapi lebih baik ahli waris turut hadir semuanya agar dapat memastikan
bahwa benar apa tertera dan memberikan persetujuan didalam surat keterangan waris.
Notaris sebelum membuat surat keterangan waris atau suatu akta autentik
mempunyai kewenangan memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan Akta, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e. Pertanggung
jawaban atas perbuatan seseorang biasanya timbul apabila orang itu melakukan
perbuatan –perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh hukum dan sebagian besar
perbuatan-perbuatan seperti ini merupakan suatu perbuatan yang di dalam KUH Perdata
dinamakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan Melawan Hukum tersebut misalnya
melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku,
bertentangan dengan kesusilaan yang baik, dan bertentangan dengan kepatutan dalam
memperhatikan kepentingan diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.
17
Universitas Indonesia
Raden Soegondo Notodisoerjo menyatakan tentang apa yang dapat
dipertanggungjawabkan oleh notaris yaitu apabila penipuan atau tipu muslihat itu
bersumber dari notaris sendiri. Hal tersebut dapat terjadi apabila seorang notaris dalam
suatu transaksi peralihan hak misalnya dalam akta jual beli dengan sengaja
mencantumkan harga yang lebih rendah dari harga yang sesungguhnya.34
Di dalam
UUJN tidak mengatur mengenai ketentuan pidana, UUJN hanya mengatur sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap UUJN, sanksi tersebut dapat berupa
sanksi terhadap akta yang dibuatnya dan terhadap notaris. Yang mana sanksi tersebut
terdapat didalam Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN serta pada Pasal 6 Kode Etik Notaris.
Sanksi terhadap akta yang dibuatnya menjadikan akta yang dibuat oleh notaris turun
derajatnya dari akta otentik atau menjadi akta di bawah tangan, sedangkan untuk notaris
diberikan sanksi menurut ketentuan Pasal 85 UUJN yaitu teguran lisan, teguran tertulis,
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan
tidak hormat.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap notaris, maka khusus untuk pemberhentian
dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat dilaksanakan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia atas permintaan dari Majelis Pengawas Pusat Ikatan
Notaris Indonesia. Untuk pemberhentian dengan tidak hormat maka menunggu putusan
dari pengadilan, notaris yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dikenakan
hukuman pemberhentian sementara, setelah keluar putusan dari pengadilan, baru dapat
dikenakan hukuman pemberhentian dengan tidak hormat. Dalam UUJN ada kewajiban
etika profesi Notaris yaitu dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a bahwa dalam menjalankan
jabatannya, Notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak,
dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Sedangkan
dalam Kode Etik Notaris 2015, kewajiban etika profesi Notaris cukup banyak diatur
yaitu dalam Pasal 3 mengenai Kewajiban Notaris. Jika notaris melakukan pelanggaran,
maka atas pelanggaran yang dilakukan tersebut berpedoman dari ketentuan sanksi yang
terdapat didalam Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN, serta didalam Pasal 6 Kode Etik Notaris.
Dimana sanksi yang diberikan atas pelanggaran tersebut tergantung pada pelanggaran
yang dilakukan oleh notaris.dimana sanksi didalam Pasal 6 Kode Etik Notaris yaitu:
teguran lisan, teguran tertulis, Peringatan, pemberhentian sementara, pemberhentian
dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat.
Tanggung jawab Notaris berupa pengenaan sanksi administrasi sebagaimana diatur
oleh Pasal 85 UUJN dalam hal notaris keliru membuat Surat Keterangan Waris, tidak
terbatas pada tanggung jawab secara administrasi, moral dan etika saja, namun notaris
dapat dituntut berdasarkan hukum yang berlaku dengan menggunakan Pasal 1365
KUHPerdata disebabkan Notaris telah mengakibatkan kerugian bagi pihak lainnya.Pasal
1366 KUHPerdata menjelaskan Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas
kerugian yang disebabkan perbuatanperbuatan, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.Terkait tanggung jawab perdata dapat
didasarkan pada Pasal 1967 KUHPerdata bahwa segala tuntutan hukum hapus dengan
lewatnya waktu 30 (tiga puluh) tahun. Jika Notaris tersebut telah meninggal dan akta
tersebut dipermasalahkan oleh para pihak, maka yang akan bertanggung jawab secara
perdata dibebankan kepada ahli waris dari Notaris tersebut dan ketentuan yang
34
Raden Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu Penjelasan, cetakan
kedua, (Jakarta: RAJA Grafindo Persada,1993), hlm. 229.
18
Universitas Indonesia
digunakan oleh para pihak untuk menggugat ahli waris secara perdata yakni perbuatan
melawan hukum.35
Terkait tanggung jawab pidana dapat didasarkan pada pasal yang digunakan untuk
menuntut Notaris adalah Pasal 263, dan Pasal 264 KUHPidana yang dapat dipidana
penjara. Maka berdasarkan Pasal 263 KUHPidana bahwa Barangsiapa membuat surat
palsu atau memalsukan surat Serta barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu
atau yang dipalsukan seolah-olah sejati yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama
enam tahun. Yang mana pada Pasal 264 KUHPidana menyatakan bahwa perbuatan
tersebut dapat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan diancam
dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut , jika
dilakukan terhadap akta-akta otentik, surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu
negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum, surat sero atau hutang atau
sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai,
Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2
dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu, Surat kredit
atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. Perbuatan pidana merupakan
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, apabila melakukan pelanggaran
terhadap larangan tersebut maka akan diikuti oleh sanksi yang berupa pidana tertentu.
Dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris maka pidana yang dimaksudkan adalah
pidana yang dilakukan oleh notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang
berwenang membuat akta otentik yang diamanahkan oleh UUJN, bukan merupakan
kapasitas pribadi atau individu dari notaris tersebut sebagai subjek hukum. Unsur-unsur
perbuatan pidana meliputi: Perbuatan (manusia), Memenuhi rumusan undang-undang
(syarat formil), dan Bersifat melawan hukum.36
Jika dikaitkan dengan permasalahan terkait pertanggung jawaban Notaris atas Akta
Waris No.17 tanggal 14 April tahun 2000 yang di tanda tangani Notaris Ny. Julia
Rochana Murat. SH dan tidak menyertakan saksi Lucky dan saksi Tony selaku Ahli
Waris dari The Tjhoen Eng kakak dari Alm David Dharma dalam Akta Kuasa No.18
tanggal 14 April tahun 2000 yang di tanda tangani Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH
untuk menjual ruko milik Alm David Dharma dan saksi Irwan Wijaya yang terletak di
Jl. Gunung sahari I No. 42 A Sawah Besar Jakarta Pusat. Didalam amar Putusan Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 09 Mei 2017 No. 1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst,
yang amarnya menyatakan Hamid Dharma terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Menyuruh mencantumkan keterangan palsu kedalam Akta
Autentik” serta menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
Penjara selama 6 (enam) bulan dan Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya
perkara. Sedangkan Putusan Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 15 Agustus
35
Agri Fermentia Nugraha, “Pertanggungjawaban Notaris yang Berhenti dengan Hormat
(Setelah Berumur 65 Tahun) Terhadap Akta yang Dibuat (Analisis Pasal 65 Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)”, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, (Malang: s.n., 2013), hlm. 15.
36
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika ,
(Yogyakarta:UII Press,2009), hlm 38.
19
Universitas Indonesia
2017 No. 121/ Pid/2017/PT.DKI, yang amarnya menerima permintaan banding dari
penuntut umum dan terdakwa, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
tanggal 09 Mei 2017 No. 1447/ Pid.B/2016/PN.Jkt.Pst, yang dimintakan banding
tersebut, dan Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam tingkat banding.
Maka jelas bahwa Hamid Dharma telah melakukan pelanggaran dalam pembuatan surat
keterangan waris. Tetapi notaris tidak dikenakan sanksi apapun dari majelis hakim
padahal notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya apabila akta tersebut
menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga. Dasar hakim menjatuhkan hukuma terhadap
Hamid Dharma yaitu Pasal 266 ayat (1), Pasal 264 ayat (2), dan Pasal 372 KUHPidana
yang mana sanksi yang diberikan tersebut telah sesuai dengan pelanggaran yang
dilakukan Hamid Dharma.
Notaris dapat bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut
bersalah. Terkait dengan kesalahan Notaris, Kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan
dalam menjalankan suatu jabatan. Istilah kesalahan dalam hal ini sifatnya objektif
ditujukan kepada professional dalam menjalankan jabatannya. Kesalahan objektif, juga
terdapat persyaratan khusus untuk dapat mendalilkan, bahwa Notaris telah bersalah
dalam menjalankan jabatannya. Mengenai kapan tanggung jawab Notaris wajib
dilaksanakan, adalah sejak Notaris membuat Surat Keterangan Waris hingga ada pihak
yang merasa dirugikan akibat pembuatan Surat keterangan Waris tersebut. Sehingga
dalam hal ini Surat Keterangan Waris merupakan akta di bawah tangan yang besar
risikonya bagi Notaris karena sewaktu-waktu dapat saja Notaris diminta pertanggung
jawabannya dalam pembuatan Surat Keterangan Waris yang telah dibuatnya walaupun
Notaris bersangkutan telah pensiun dari jabatan sebagai Notaris. Maka jika dikaitkan
dengan kasus pada putusan diatas terhadap Akta Waris No.17 tanggal 14 April tahun
2000 yang di tanda tangani Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH dan Akta Kuasa
No.18 tanggal 14 April tahun 2000 yang di tanda tangani Notaris Ny. Julia Rochana
Murat. SH untuk menjual ruko milik Alm David Dharma dan saksi Irwan Wijaya yang
terletak di Jl. Gunung sahari I No. 42 A Sawah Besar Jakarta Pusat mulai berlaku sejak
tanggal penandatangan akta tersebut diatas baik untuk para penghadap didalam akta
maupun pihak ketiga. Akta yang dibuat oleh Notaris Ny. Julia Rochana Murat. SH
tersebut, seharusnya majelis hakim dapat menentukan bahwa akta tersebut tidak
memenuhi syarat formil dan syarat materiil yang dapat mengakibatkan akta tersebut
menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Notaris dimintakan pertanggungjawabannya dengan cara di ikutsertakan sebagai
turut tergugat yang mana notaris juga secara bersama-sama melakukan perbuatan
pelanggaran didalam aktanya sesuai dengan Pasal 263 dan Pasal 264 KUHPidana,
bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut bersalah. Terkait
dengan kesalahan Notaris, Kesalahan-kesalahan tersebut dapat dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan. Tanggung jawab tersebut baru berakhir apabila telah
melewati masa daluarsa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Karena surat
keterangan waris merupakan surat yang dikeluarkan oleh notaris berdasarkan
“pernyataan” yang dibuat oleh notaris atas permintaan dari penghadap, maka apabila
ada kesalahan didalam akta tersebut bukan merupakan kesalahan dari notaris tetapi
kesalahan dari para penghadap yang dari awal tidak beritikad baik dalam pembuatan
akta tersebut.
C. PENUTUP
1. Simpulan
20
Universitas Indonesia
Tanggung jawab notaris pada pembuatan surat keterangan waris berdasarkan
putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 121/PID/2017/PT.DKI dimana didalam
putusan tidak menyebutkan mengenai tanggung jawab yang dibebankan terhadap
notaris yang membuat akta tersebut. Didalam putusan dibebankan tanggung jawab
terhadap Hamid dharma yang terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan
hukum. Tetapi notaris dapat dimintakan pertanggung jawabannya baik secara
keperdataan berupa penggantian biaya dan ganti rugi, secara kepidanaan sebagai turut
tergugat maupun secara UUJN dan Kode etik notaris berupa sanksi sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan. Jika kesalahan dilakukan secara sengaja oleh pihak
penghadap, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan berupa ganti
rugi terhadap pihak yang merugikan tersebut dan pihak Notaris tidak dapat
dipersalahkan apabila pihak Notaris dapat membuktikan kebenarannya.
2. Saran
Notaris dalam melakukan suatu tindakan hukum harus lebih memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas/jabatan Notaris, dan
Notaris harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian agar selalu dalam rambu-
rambu yang benar. Mengenai pertanggung jawaban notaris dalam pembuatan akta,
notaris hendaknya dapat diikutsertakan sebagai turut tertugat apabila menimbulkan
kerugian terhadap akta yang dibuatnya. Majelis Pengawas Notaris hendaknya
melakukan pembinaan lebih lanjut terhadap Notaris yang terbukti melanggar UUJN
dengan tujuan agar Notaris yang bersangkutan agar tidak mengulangi lagi perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA
a. Peraturan
Indonesia. Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, UU No.8 Tahun 1981, LN
No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209.
. Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, UU No 30 Tahun 2004, LN No.
117 Tahun 2004, TLN No. 4432.
. Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, UU No.13
Tahun 2006, LN No. 64 Tahun 2006, TLN No. 4635.
. Undang-Undang Tentang Administrasi Kependudukan, UU No 23 Tahun
2006, LN No124 Tahun 2006, TLN No.4674.
. Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, UU No 2 Tahun 2014, LN, No. 03 Tahun 2014, TLN
No. 5491.
. Instruksi Presiden Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI),
Inpres No 1 Tahun 1991.
Kementerian Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PM
No 3 Tahun 1997.
21
Universitas Indonesia
Kementerian Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Surat Departemen Dalam
Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster),
Tentang Surat Keterangan Waris dan Pembuktian Kewarganegaraan, No
Dpt/12/63/12/69.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Balai Pustaka, 2016.
KitabUndang-Undang Hukum Pidana. Cetakan Kedua puluh delapan. Jakarta: Bumi
Aksara. 2009.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 1447/PID.B/2016/PN.Jkt.Pst.
Putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Putusan No.
121/PID/2017/PT.DKI.
b. Buku, Kamus, Jurnal, dan Tesis
Adjie, Habib. Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris Dalam Bentuk Akta
Keterangan Waris. Bandung: Mandar Maju. 2008.
Adjie, Habib. Sanksi Perdata Dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik. Bandung: PT.Refika Aditama. 2009.
Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia. cet. II. Bandung: Refika Aditama. 2009.
Anshori,Abdul Ghofur. Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika.
Yogyakarta:UII Press. 2009.
Arlingga, Debby Dwi. “Keabsahan Akta Autentik Yang Mengandung Unsur Tindak
Pidana Pemalsuan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1003 K/PID/2015)”.
Tesis Magister Kenotariatan. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta. 2018.
Bangun, Erni. “Pembatalan Atas Pembagian Harta Warisan Menurut KUHPerdata”.
Lex et Societatis. Vol. V. No. 1. Januari-Februari. 2017.
Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Buku
Kedua. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2013.
Dewi, Rosmala. “Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta
Notaris”. Tesis Magister Kenotariatan. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok.
2012.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka, Jakarta. 1989.
22
Universitas Indonesia
Hanitijo, Ronny. Kedudukan dan Tanggung jawab Notaris dalam Pembuata Akta
Autentik yang Mengandung Sengketa. Jakarta: Bina Cipta. 2011.
Hanum, Latifah. “Kekuatan Hukum Surat Keterangan Ahli Waris Yang Dikeluarkan Kepala Desa Sebagai Alas Hak Dalam Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) Oleh Notaris Bagi WNI BUMIPUTERA”. Vol. 7. 2016.
Indra, Ridwan. Asas-Asas Hukum Perdata Di Indonesia. Bekasi: CV Trisula. 1997.
Khairulnas. “Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris”. Renvoi. hlm 89-90. Maret
2014.
Kohar, A.. Notaris Dalam Praktek hukum. Bandung: Penerbit Alumni. 1983.
Laili, Fardatul. “Analisis Pembuatan Surat Keterangan Waris Yang Didasarkan Pada
Penggolongan Penduduk (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008
Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis)”. Universitas Brawijaya.
2015.
Lumban Tobing, GHS. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. 3. Jakarta: Erlangga. 1996.
Mamudji,Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas hukum Universitas Indonesia. 2005.
Marwan,M dan Jimmy P. Kamus Hukum [Dictonary of law complete edition].
Surabaya: Reality Publisher. 2009.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
1998.
Notodisoerjo, Raden Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia suatu Penjelasan.
cetakan kedua. Jakarta: RAJA Grafindo Persada. 1993
Nugraha, Agri Fermentia. “Pertanggungjawaban Notaris yang Berhenti dengan Hormat
(Setelah Berumur 65 Tahun) Terhadap Akta yang Dibuat (Analisis Pasal 65
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)”. Tesis Magister
Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Malang. 2013.
Oemarsalim. Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia. cet.2. Jakarta: PT Rineka Cipta.
1991.
Oe Siang Djie. Tentang Surat Keterangan Waris. Media Notariat: Nomor 18-19, Tahun
VI. Edisi Januari-April 1991.
Parman, Ali. Kewarisan Dalam Al-Quran. Cetakan Pertama. Jakarta: Rajawali Pers.
1995.
Perangin, Effendi. Hukum Waris. cet 11. Jakarta: Rajawali Pers. 2013.
23
Universitas Indonesia
Pitlo, A. Pembuktian dan Daluwarsa Alih Bahasa M.Isa Arief. Jakarta: Intermasa.
1986.
Pitlo, A. Hukum Waris Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda. Jakarta:
Intermasa. 2006.
Prinst, Darwan. Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata. Bandung: Citra
Aditya Bakti. 2002.
Purnamasari, Irma Devita. Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,
Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris. Bandung: Kaifa. Januari.
2014.
Purwaka, I Gede. Keterangan Hak Waris yang Dibuat Oleh Notaris dan Kepala Desa
/Lurah. Jakarta: UI Press,2005.
Raharjo, Satijipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2000.
Romadhoni, Anisah Aini. “Peran Saksi Instrumenter dan Akibat Hukumnya Terhadap
Kerahasiaan dalam Pembuatan Akta Notariil”. Tesis Magister Kenotariatan,
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. 2018.
S, Tarnakiran. Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum. Cetakan Pertama.
Bandung: Pionir Jaya. 1992.
S, Tarnakiran. Asas-asas Hukum Waris Menurut 3 Sistem Hukum. Bandung: Pionir
Jaya. 2005.
Saputra, Gede Afriliana. “Dasar Hukum Notaris Dalam Pembuatan Surat Keterangan
Waris”. Universitas Udayana. Vol 2. 2016.
Sasangka, Hari. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Cet.I. Bandung: Mandar
Maju. 2005.
Sjarif, Surini Ahlan. Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata). cet. 1. Jakarta: Ghalia Indonesia.1983.
Sjarif, Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat: Pewarisan
Menurut Undang-Undang. Jakarta: Kencana. 2006.
Sjaifurrachman dan Habib Adjie. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam
Pembuatan Akta. Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju. 2011.
Soekanto. Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Ed.1. Cet.17. Jakarta: Rajawali Pers. 2015.
Sudarsono. Kamus Hukum. Cet.VI. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
24
Universitas Indonesia
Sugandi, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya. Surabaya:
Usaha Nasional. 1981.
Sulhan, Irwansyah Lubis, dan Anhar Syahnel. Profesi Notaris Dan Pejabat Pembuat
Akta Tanah Panduan Praktis Dan Mudah Taat Hukum. Jakarta: Mitra Wacana
Media. 2018.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju. 2005.
Tan Thong Kie. Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris (Edisi Revisi). Jakarta:
Ichtiar Baru van hoeve. 2007.
Wacana, Citra Media. Undang-Undang KUHP & KUHAP. Cetakan Pertama. Citra
Media Wacana. 2008.
Hukum Online “Ancaman Pidana Bagi Pembuat Keterangan Palsu
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4cbc2c31aabfd/ancaman-pidana-
bagi-pembuat-keterangan-palsu, diakses 05 Desember 2018.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f934ff16caa5/perbedaan-surat-
keterangan-waris-dengan-akta-keterangan-hak-mewaris. Diakses 10 Desember
2018.
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/node/38/wetboek-van-
strafrecht-%28wvs%29-kitab-undang-undang-hukum-pidana-%28kuhp%29.
Diakses 10 Desember 2018.
Victory. “Akta Notaris; Syarat Prosedur Pembuatan dan Pengertiannya”
https://notariscimahi.co.id/akta-notaris/pengertian-akta-notaris-syarat prosedur-
pembuatan-akta-notaris. Diakses 26 September 2018.s