17
KETENAGAKERJAAN I. Pendahuluan Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha. Dapat dikatakan ketenagakerjaan di Indonesia hingga kini masih menghadapi beberapa ketidakseimbangan baik struktural ataupun sektoral. Maka salah satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja. Permintaan Tenaga kerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal produk (Value of Marginal Product, VMP), Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi oleh jam kerja yang luang dari tenaga kerja individu serta upah, secara teoritis harus diperhatikan agar kebijakan- kebijakan yang dilakukan mendekati tujuan yang diinginkan. II. Permintaan Tenaga Kerja Permintaan dalam konteks ekonomi didefinisikan sebagai jumlah maksimum suatu barang atau jasa yang dikehendaki seorang pembeli untuk dibelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Sudarsono, 1990). Dalam hubungannya dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan. Sehingga 1

KETENAGAKERJAAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KETENAGAKERJAAN

KETENAGAKERJAANI. Pendahuluan

Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. Kondisi kerja

yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya

manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja

disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha. Dapat

dikatakan ketenagakerjaan di

Indonesia hingga kini masih menghadapi beberapa ketidakseimbangan baik struktural

ataupun sektoral. Maka salah satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan

daya guna tenaga kerja. Permintaan Tenaga kerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal

produk (Value of Marginal Product, VMP), Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi

oleh jam kerja yang luang dari tenaga kerja individu serta upah, secara teoritis harus

diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekati tujuan yang

diinginkan.

II. Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan dalam konteks ekonomi didefinisikan sebagai jumlah maksimum suatu

barang atau jasa yang dikehendaki seorang pembeli untuk dibelinya pada setiap

kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Sudarsono, 1990). Dalam

hubungannya dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara

tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan.

Sehingga permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang

dipekerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka

waktu tertentu.

Miller & Meinners (1993), berpendapat bahwa permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh

nilai marjinal produk (Value of Marginal Product, VMP). Nilai marjinal produk (VMP)

merupakan perkalian antara Produk Fisik Marginal (Marginal Physical Product) dengan

harga produk yang bersangkutan. Produk Fisik Marginal (Marginal Physical Product,

MPP) adalah kenaikan total produk fisik yang bersumber dari penambahan satu unit

input variabel (tenaga kerja).

1

Page 2: KETENAGAKERJAAN

Dengan mengasumsikan bahwa perusahaan beroperasi pad pasar kompetitif sempurna

maka besarnya VMP yang merupakan perkalian antara MPP x P akan sama dengan harga

input produk yang bersangkutan yaitu PN. besarnya VMP = P didapatkan dari

pernyataan bahwa kombinasi input optimal atau biaya minimal dalam proses produksi

akan terjadi bila kurva isoquan menjadi tangens terhadap isocost. Bila sudut garis pada

isoquant sama dengan w/r. sedangkan besarnya sudut disetiap titik pada isoquant sama

dengan MPPI/MPPK, maka kombinasi input yang optimal adalah : w/r = MPPL/MPPK

atau MPPK/r = MPPi7w. Dimana r adalah tingkat bunga implisit yang bersumber dari

modal sedangkan w adalah tingkat upah per unit. Apabila persamaan diatas diperluas

secara umum maka akan menjadi :

MPPX/PX = MPPY/PY

III.Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik

tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu. Dalam teori

klasik sumberdaya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengarnbil

keputusan untuk bekerja atau tidak. Bahkan pekerja juga bebas untuk menetapkan jumlah

jam kerja yang diinginkannya. Teori ini didasarkan pada teori tentang konsumen, dimana

setiap individu bertujuan untuk. Memaksimumkan kepuasan dengan kendala yang

dihadapinya.

Menurut G.S Becker (1976), Kepuasan individu bisa diperoleh melalui konsumsi atau

menikmati waktu luang (leisure). Sedang kendala yang dihadapi individu adalah tingkat

pendapatan dan waktu. Bekerja sebagai kontrofersi dari leisure menimbulkan

penderitaan, sehingga orang hanya mau melakukan kalau memperoleh kompensasi dalam

bentuk pendapatan, sehingga solusi dari permasalahan individu ini adalah jumlah jam

kerja yang ingin ditawarkan pada tingkat upah dan harga yang diinginkan.

Kombinasi waktu non pasar dan barang-barang pasar terbaik adalah kombinasi yang

terletak pada kurva indefferensi tertinggi yang dapat dicapai dengan kendala tertentu.

sebagaimana gambar 3, kurva penawaran tenaga kerja mempunyai bagian yang

melengkung ke belakang. Pada tingkat upah tertentu peryediaan waktu kerja individu

akan bertambah apabila upah bertambah (dari W ke W1). Sets lah mencapai upah

tertentu (W'), pertambahan upah justru

2

Page 3: KETENAGAKERJAAN

mengurangi waktu yang disediakan oleh individu untuk keperluan bekerja (dari W1 ke

WN. Hal ini disebut Backward i Sending Supply Curve.

Layard dan Walters (1978), menyebutkan bahwa keputusan individu untuk menambah

atau mengurangi waktu luang dipengaruhi oleh tingkat upah dan pendapatan non kerja.

Adapun tingkat produktivitas selalu berubah-rubah sesuai dengan fase produksi dengan

pola mula-mula naik mencapai puncak kemudian menurun.

Semakin besar elastisitas tersebut semakin besar peranan input tenaga kerja untuk

menghasilkan output, berarti semakin kecil jumlah tenaga kerja yang diminta. Sedangkan

untuk menggambarkan pola kombinasi faktor produksi yang tidak sebanding (Variable

proportions) umumnya digunakan kurva isokuant.

(isoquantities) yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor

produksi (tenaga kerja dan kapital) yang menghasilkan volume produksi yang

sarna. Lereng isokuan menggambarkan laju substitusi teknis marginal atau

marginal Rate of Technical Substitution atau dikenal dengan istilah MRS. Hal ini

dimaksudkan untuk melihat hubungan antara faktor tenaga kerja dan kapital yang

merupakan lereng dari kurva isoquant.

IV. Teori Upah

Teori tentang pembentukan harga (pricing) dan pendayagunaan input (employment)

disebut teori produktivitas marjinal (marginal productivity theory), lazim juga disebut

teori upah (wage theory). Produktivitas marjinal tidak terpaku semata-mata pada sisi

permintaan (demand side) dari pasar tenaga kerja saja. Telah diketahui suatu perusahaan

kompetitif sempurna akan mengerahkan atau menyerap tenaga kerja sampai ke suatu titik

dimana tingkat upah sama dengan nilai produk rnarjinal (YMF). Jadi pada dasarnya,

kurva VMP merupakan kurva permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja. Tingkat

upah dan memanfaatan input (employment) sama-sama ditentukan oleh interaksi antara

penawaran dan permintaan. Berbicara mengenai teori produktivitas marjinal upah sama

saja dengan berbicara mengenai teori permintaan harga-harga; dan kita tak kan dapat

berbicara mengenai teori permintaan harga-harga tersebut karena sesungguhnya harga itu

tidak hanya ditentukan oleh permintaannya, tapi juga oleh penawarannya.

3

Page 4: KETENAGAKERJAAN

V. Upah Minimum

Upah minimum adalah sebuah kontrofersi , bagi yang mendukung kebijakan tersebut

mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja

agar sampai pada tingkat pendapatan "living wage", yang berarti bahwa orang yang

bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat

mencegah pekerja dalam pasar monopsoni dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang

low skilled. Upah minimum dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan

mengurangi konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi

konverisional (Kusnaini, D, 1998).

Bagi yang tidak setuju dengan upah minimum mengemukakan alasan bahwa penetapan

upah minimum rnengakibatkan naiknya pengangguran dan juga memungkinkan

kecurangan dalam pelaksanaan yang selanjutnya berpengaruh pada penurunan tingkat

upah dalam suatu sektor yang tidak terjangkau kebijakan upah minimum. Disamping itu

penetapan upah minimum tidak memiliki target: yang jelas dalam pengurangan

kemiskinan. Dari perbedaan-perbedaan pandangan tersebut kita bisa melacak akibat-

akibat dari penetapan upah minimum yang mungkin timbul -dengan beberapa asumsi,

pertama bahwa semua sektor dan semua tenaga kerja terjangkau kebijakan upah

minimum, kedua konsekuensi potensial dari efek shock terhadap pekerja diterapkan.

Dalam sejarah perkembangannya terdapat berbagai teori untuk menentukan tingkat upah

berlaku/penganut klasik menyatakan bahwa upah ditentukan oleh produktivitas marginal

tetapi Marshall dan juga Hicks menyatakan bahwa produktivitas marjinal hanyalah

menentukan permintaan terhadap buruh saja, jadi bukan terhadap penawaran tenaga

kerja. Namun akhirnya permintaan dan penawaran tenaga kerja menentukan tingkat upah

yang berlaku.

Isu umum dalam pembahasan mengenal pasar' kerja selalu diasumsikan terdapatnya

keseimbangan antara penawaran dan permintaan pekerja pada tingkat tertentu dengan

jumlah pekerja tertentu pula. Namun adakalanya keseimbangan ini tidak selamanya

menunjukkan tingkat upah yang terjadi di pasar kerja karena dalam pelaksanaannya

terdapat campur tangan pemerintah atau karena ada yang menentukan tingkat upah

minimum. Dalam jangka panjang, sebagian pengurangan permintaan pekerja bersumber

dari berkurangnya jumlah perusahaan, dan sebagian lagi bersumber dari perubahan

jumlah pekerja yang diserap masing-masing perusahaan. Jumlah perusahaan bisa

4

Page 5: KETENAGAKERJAAN

berkurang karena pemberlakuan tingkat upah minimum tidak bisa ditanggung oleh

semua perusahaan. Hanya perusahaan yang sanggup menanggung upah minimum –atau

yang berhasil menyiasati peraturan itu- yang akan bertahan. Sebagai contoh anggap saja

sejumlah perusahaan tertentu membayar upah lebih tinggi dari pada Wm, khusus untuk

pekerja unggul Pemberlakuan tingkat upah minimum akan meningkatkan upah rata-rata,

tapi tidak ak an memacu kualitas pekerja secara

keseluruhan. Akibatnya perusahaan yang menyerap pekerja kualitas lebih rendah, tapi

harus membayar upah lebih tinggi, akan semakin sulit bersaing dengan perusahaan-

perusahaan yang sejak semula memberi upah tinggi tapi memang kualitas pekerjanya

unggul.

Dampak pemberlakuan hukum upah minimum tergantung pada kadar keseriusan

pelaksanaannya. Jika hukum itu tidak dipaksakan dan diawasi pelaksanaannya, maka

takkan ada perubahan yang berarti. Analisis mengenai upah minimum identik dengan

analisis kontrol harga lainnya. –upah adalah harga tenaga kerja- meskipun dampak

pemberlakuan tingkat upah minimum gampang dilihat /-karena ketentuan itu secara

jelas menyebutkan bidang kerja apa saja yang upah minimumnya diatur dan

perkecualian apa saja yang masih

mungkin diperbolehkan- tidaklah berarti pemberlakuan upah minimum semacam itu

selalu efektif. Selalu saja ada cara untuk menyiasati atau mengurangi efektivitas hukum

upah minimum. Sebagai contoh, jika sebelumnya para pekerja berupah rendah

memperoleh tunjangan atau imbalan tambahan, seperti makan siang murah, tiket murah

untuk pertunjukan atau pertandingan bola, maka setelah hukum upah minimum

diberlakukan , perusahaan mengurangi tunjangantunjangan tambahan semacam itu

sehingga pada akhirnya pengeluarannya untuk pekerja tidak banyak meningkat, dan total

pendapatan para pekerja itu juga tidak banyak bertambah. Lebih dan itu perusahaan

masih memiliki segudang cara untuk

mengimbangi kenaikan pengeluaran upah untuk para pekerjanya. Misalnya perusahaan

mengharuskan pekerjanya membeli berbagai barang keperluan di toko milik perusahaan,

atau tinggal dengan uang sewa -tentunya dirumah-rumah milik perusahaan-. Tidak

mustahil keuntungan dari toko atau perumahan perusahaan tersebut melebihi biaya

marginalnya, sehingga praktis pengeluaran perusahaan untuk kenaikan upah terimbangi.

Dengan demikian, meskipun pemerintah memberlakukan tingkat upah minimum, para

5

Page 6: KETENAGAKERJAAN

pekerja belum tentu memperoleh upah aktual minimum. Metode lainnya adalah merekrut

pekerja dari sanak famili atau kalangan dekat pemilik perusahaan. Lewat metode ini

perusahaan dapat membayar lebih rendah dari tingkat upah minimum, dan itu terbebas

dari pemantauan departemen tenaga kerja. Cara-cara itu merupakan penjelasan mengapa

toko-toko kelontong dan restoran kecil mampu bersaing dengan yang lebih besar dan

biasanya lebih efesien. Binatu yang dikelola oleh suami istri pensiunan bisa menyaingi

perusahaan mata rantai binatu yang lebih efisien, karena "pekerja" di binatu pasangan itu

adalah diri mereka sendiri yang tidak perlu "dibayar" pada tingkat upah tertentu.

Pemberlakuan upah minimum juga bisa menjadi tidak efektif kalau masih tertumpu pada

asumsi umum bahwa seluruh pekerja itu homogen dan tingkat upah minimum berlaku

bagi segenap pekerja. Dalam pekerja-pekerja itu tidak homogen, melainkan bermacam-

macam, dan tingkat upah minimum biasanya hanya diperuntukkan untuk kelompok

pekerja tertentu, dalam kadar yang bervariasi. Jadi disini takkan terlihat pengaruh

pemberlakuan upah minimum terhadap total employment, melainkan hanya pada

kelompok-kelompok tertentu yang mendapat perlindungan hukum upah minimum. Atau

kelompok-kelompok yang benar-benar menerima pengaruh dari hukum tersebut.

Pemberlakuan upah minim -im justru merugikan kelompok-kelompok tertentu. Peraturan

upah minimum membatasi peluang kerja bagi mereka yang tidak mempunyai keahlian.

Pihak perusahaan ternyata kemudian menaikkan keahlian atau ketrampilan dan semakin

padat modal; selama memungkinkan mereka lebih mengintensifkan

pemakaian modal daripada tenaga kerja. Disamping itu, adanya peraturan upah minimum

justru terkadang membatalkan niat perusahaan merekrut pekerja non ahli dan

membekalinya dengan pelatihan kerja atau ketrampilan khusus.

VI. Masalah-masalah yang Berkaitan dengan Pasar Tenaga Kerja

Orang-orang yang berumur belasan tahun pada umunya mempunyai tingkat

pengangguran yang paling tinggi dari seluruh kelompok demografis yang ada. Orang-

orang kulit hitam yang berumur belasan tahun dalam tahuntahun terakhir ini mempunyai

tingkat pengangguran antara 30 sampai persen. Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa,

terutama untuk golongan kulit putih, komponen terbesar dari pengangguran yang

berumur belasan tahun merupakan pengangguran friksional. Mereka masuk dan keluar

dari angkatan kerja dan frekwensi yang amat tinggi. Mereka cepat memperoleh pekerjaan

dan seringkali berpindah kerja. Rata-rata lamanya mereka menganggur hanya setengah

dari golonagn dewasa; sebaliknya, rata-rata lamanya satu jenis pekerjaan adalah 12 kali

6

Page 7: KETENAGAKERJAAN

lebih besar untuk orang-oarang dewasa dibandingkan dengan mereka yang masih

berumur belasan tahun.

Dalam tahun-tahun terakhir, setengah dari orang yang berumur belasan tahun yang

menganggur merupakan “pendatang baru” yang belum pernah bekerja sebelumnya.

Semua faktor ini mengungkapkan bahwa penganggur yang berumur belasan tahun ini

sebagian besar bersifat friksional; Hal ini berarti bahwa pencarian kerja dan perputaran

kerja diperlukan oleh orang-orang muda untuk menyalurkan bakat mereka, serta untuk

memperoleh berbagai pengalaman.

VII.Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Kabupaten Hulu Sungai Utara

Tenaga kerja merupakan salah satu bagian unsur terpenting dalam menggerakan

perekonomian wilayah. Keadaan tenaga kerja baik dalam jumlah maupun kualitas SDM

sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian daerah terutama pertumbuhan

perekonomian suatu daerah. Dalam perekonomian sekarang tenaga kerja merupakan

salah satu modal atau komiditi sehingga diperjualbelikan sebagaimana factor-faktor

produksi lainnya. Penawaran tenaga kerja sebagaimana juga penawaran factor-faktor

produksi atau komoditi lainnya. Bedanya kalau faktor produksi tenaga kerja sangat

tergantung pada tinggi rendahnya tingkat upah, kelebihan penawaran pada pasar pekerja

terjadi pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya mutu modal manusia karena

pendidikan yang rendahnya. Pada Negara-negara maju,kelebihan penawaran pada upah

yang rendah dapat dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang tinggi.

a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Masalah supply tenaga kerja akan selalu berkaitan dengan masalah kependudukan,

dimana tingginya penawaran tenaga kerja akan diperngaruhi oleh tingginya

pertumbuhan penduduk sehingga setiap tahun angkatan kerja bertambah seiring

bertambahnya jumlah penduduk dan bertambanya penduduk yang masuk dalam

pasar tenaga kerja.

7

Page 8: KETENAGAKERJAAN

Tabel Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama Dan Jenis Kelamin Tahun 2009

Kegiatan Utama Jenis Kelamin JumlahLaki-Laki Perempuan

Angkatan Kerja :- Bekerja- Pengangguran

80,223,42

65,473,64

70,363,54

Bukan Angkatan Kerja:- Sekolah- Mengurus RT- Lainnya

7,280,428,67

5,8824,424,56

6,6513,056,51

Total 100,00 100,00 100,00

Di Kabupaten Hulu Sungai Utara, penduduk usia kerja (15 tahun keatas) berjumlah

sekitar 73,90% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah tersebut sebesar 73,36%

adalah mereka yang bekerja sedangkan sisanya 3,54% merupakan pengangguran

yang di dalamnya juga termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang

menyiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang

sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Selanjutnya jumlah

penduduk yang bukan merupakan angkatan kerja, mengurus rumah tangga

merupakan jumlah prosentase terbesar dimana kegiatan ini didominasi oleh kaum

perempuan yang memang memilih sebagai Ibu Rumah Tangga yang secara otomatis

juga tidak aktif dalam kegiatan ekonomi yaitu sebesar 24,42%.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) didefinisikan sebagai perbandingan

antara penduduk yang terlibat dalam kegiatan ekonomi atau yang disebut sebagai

angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja) dengan seluruh penduduk usia kerja

(berumur 15 tahun keatas). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah

perbandingan antara penduduk yang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja.

Besar kecilnya TPAK dan TPT sangat diperngaruhi oelh berbagai factor antara lain

struktur umur, tingkat pendidikan dan kesempatan kerja.

Tabel Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Indikator Ketenagakerjaan Dan Jenis Kelamin Tahun 2009

Indikator Jenis Kelamin JumlahLaki-Laki Perempuan

TPAK 83,64 65,11 73,90

TPT 4,09 5,59 4,79

8

Page 9: KETENAGAKERJAAN

Dari tabel diatas terlihat bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di

Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2009 adalah sebesar 73,90% dimana TPAK

perempuan sebesar 65,11% lebih kecil dari TPAK laki-laki sebesar 83,64%. Hal ini

berlaku karena perempuan kebanyakan memilih sebagai ibu rumah tangga daripada

bekerja, ini terkait juga dengan masalah tingkat pendidikan diamana rata-rata tingkat

pendidikan perempuan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan laki-

laki.

Pengangguran merupakan masalah yang sering timbul dalam urusan

ketenagakerjaan, ini merupakan akibat meningkatnya angkatan kerja yang tidak

sebanding dengan peningkatan lapangan pekerjaan. Jumlah pengangguran di

Kabupaten Hulu Sungai Utara mencapai 4,79% dimana angka pengangguran laki-

laki 4,09% , lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran

perempuan yang mencapai angka 5,59%, sedangkan pengangguran

terselubung/setengah menganggur yaitu penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam

perminggu.

b. Karakteristik Tenaga Kerja

Di Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 2008 Pencari Kerja terbesar adalah

para pencari kerja dengan tingkatan pendidikan sarjana/S1 sebanyak 708orang,

kemudian diikuti oleh tingkat pendidikan diploma sebanyak 509 orang tetapi yang

terserap oleh pasar tenaga kerja paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA

sebanyak 147 orang.

Bila dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja dimana penduduk Kabupaten Hulu

Sungai Utara sebanyak 70,89% dari angkatan kerja telah bekerja dan sebagian besar

penduduknya bekerja pada sektor pertanian dimana sektor pertanian merupakan

sector primer sebanyak 41,42% sedangkan tenaga kerja yang bekerja pada sector

sekunder (Pertambangan/penggalian, industri, listrik, gas dan air serta konstruksi)

mampu menyerap tenaga kerja sebesar 21,12% pada sector tersier (perdagangan,

angkutan, keuangan dan jasa lainnya) mampu menyerap tenaga kerja sebesar

37,46%.

Kalau dilihat dari jenis pekerjaan maka tenaga kerja disektor pertanian masih

menempati urutan tertinggi yaitu mencapai 41,42%, hal ini disebabkan karena

potensi wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sector pertanian rawa, dimana

sebagian besar wilayah HSU meliputi rawa. Sebagaimana diketahui struktur

perekonomian suatu negara yang didominasi oleh sector pertanian/primer

9

Page 10: KETENAGAKERJAAN

merupakan Negara berkembang dan telah sesuai dengan Negara Indonesia,

sedangkan Negara yang tenaga kerjanya didominasi oleh sector sekunder

merupakan fitur dari Negara maju. Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan daya

dukung sumber daya alam pertanian memang tidak lepas dari ekonomi pertanian.

Hal yang ditekankan dalam perencanaan pembangunan adalah bagaimana agar nilai

tambah pertanian meningkat dengan pengembangan agroindustri yaitu industri

berbasis pertanian.

Tabel Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun Katas Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Dan Jenis Kelamin Tahun 2009

No Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin JumlahLaki-Laki Perempuan

1. Tenaga Profesional 3,60 6,87 5,102. Tenaga Kepemimpinan 0,30 0,00 0,163. Tenaga Tata Usaha 2,54 0,88 1,784. Tenaga Usaha Penjualan 19,84 29,62 19,745. Tenaga Usaha Jasa 4,53 5,73 5,086. Tenaga Usaha Pertanian 53,37 39,13 41,427. Tenaga Produksi dan Lainnya 25,81 27,78 26,71

VIII. Kesimpulan

Dapat dikatankan bahwa masalah ketenagakerjaan di Kabupaten Hulu Sungai Utara

masih mengalami ketidakseimbangan structural maupun sektoral. Sebagian besar

angkatan kerja masih bekerja pada sector pertanian yang memang menjadi unggulan

di Kabupaten Hulu Sungai Utara mengingat kondisi geografisnya yang sebagian

besar wilayahnya adalah rawa. Karena hasil produksi pertanian bukanlan merupakan

bahan bagi industri hilirnya, dalam hal ini, maka salah satu sasaran yang perlu

diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja. Untuk mewujudkan

pendayagunaan tenaga kerja maka perlu dilaksanakan berbagai kebijaksanaan

perluasan lapangan kerja produktif, salah satunya adalah mengembangkan produk

pertanian yang mempunyai daya dukung terdahap industri hilir. Kalau kebijakan ini

berhasil maka sector perdagangan yang juga merupakan salah satu unggulan di

Kabupaten Hulu Sungai Utara akan merespon peritiwa ini dan bisa jadi angka sektor

tersier akan melampaui angka sektor primer.

10

Page 11: KETENAGAKERJAAN

11

Page 12: KETENAGAKERJAAN

DAFTAR PUSTAKA

Armelly. (1995), “Dampak kenaikan Upah Minimum Terhadap Harga dan kesempatan Kerja Study Kasus Industri Tekstil di Indonesia : Pendekatan Analisis Input -Output", Tesis S-2 Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.

Atkinson, A.B. (1982). “Ur employment. Wages, and Government Policy”, The Economics Journal, Volume 92, Hal 45-50.

Bellante, Don and Jackson, Mare. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan, LPFE UI, Jakarta.

Bilas, Richard A. (1989). Teori Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.

Brown, Charles; Curtis Gilray and Andrew Kohen. (1982). "The effects of minimum wage on employment and unemployment", Journal of Economics Literature, VoLXX, Juni 1982.

Dornbush, R and Stanly Fisher. (1994). Macroeconomics. 6th edition. McGraw Hill, New York.

Fehr, E. Kirchstein, G. and Riedl, A. (1996). "Involuntary Unemployment and Non-Compensating Wage Differentials in An Experimental Labour Market", The Economic Journal. 106 (Januari), 106 -121.

Maliyaud, E. (1982). "Wages and unemployment". The Economics Journal. Vol 92.

Irawan, MBA & Suparmoko, M. MA. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajahmada. 1992

Nordhaus, D. William & Samuelson, A. Paul. Makro Ekonomi. Jakarta: Airlangga. 1996

BPS kab HSU, Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Kabupaten Hulu Sungai Utara. Amuntai. 2009

12