Upload
others
View
23
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KESANTUNAN BERBAHASA MANDAILING DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF
ANAK KEPADA ORANG TUANYADI NAGARI UJUNG GADING
KECAMATAN LEMBAH MELINTANG
KABUPATEN PASAMAN BARAT
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
AHMAD YAHDI
NIM 04525/2008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
ABSTRAK
Ahmad Yahdi, 2012. ”Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur
Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat”.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif
anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, mendeskripsikan prinsip
kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam
bahasa Mandailing, dan konteksnya dalam tindak tutur direktif anak kepada orang
tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten
Pasaman Barat.
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Data penelitian ini adalah peristiwa tutur dalam percakapan antara anak
dengan orang tuanya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam,
observasi, dan catatan lapangan. Data penelitiandiolah berdasarkan langkah-
langkah berikut. Pertama, mengidentifikasikan semua tuturan anak kepada orang
tuanya. Kedua, mengelompokkan tuturan yang termasuk tindak tutur direktif.
Ketiga, mengklasifikasikan prinsip kesantunan dan konteks tuturan. Keempat,
menafsirkan data. Kelima, menyimpulkan data.
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal
berikut. Terdapat lima bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak
kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing yaitu, tindak tutur direktif
menyuruh, menyarankan, memerintah, menantang, dan memohon. Tindak tutur
direktif yang paling dominan digunakan adalah tindak tutur direktif menyarankan
dan yang paling sedikit digunakan adalah tindak tutur direktif memerintah.
Terdapat empat maksim kesantunan yang digunakan oleh anak kepada orang
tuanya dalam bahasa Mandailing, yaitu (a) maksim kedermawanan, (b) maksim
kesepakatan, (c) maksim kearifan, (d) maksim pujian. Maksim yang paling
dominan digunakan yaitu maksim kesepakatan dan yang paling sedikit digunakan
yaitu maksim pujian dan kearifan. Konteks pemakaian maksim adalah sebagai
berikut. Maksim kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan menyuruh.
Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam
suasana tenang. Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan
menyarankan dan memohon. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-
hari, terjadi di rumah, halaman rumah dalam suasana tenang. Maksim kearifan
dan pujian cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Topik tindak tutur
umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt karena dengan limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
”Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada
Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten
Pasaman Barat.” Penyusunan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan Strata Satu (S1).
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai
pihak, terutama sekali penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Novia Juita,
M.Hum., selaku pembimbing I dan kepada Dr. Ngusman, M.Hum., selaku
pembimbing II sekaligus Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah.
Selanjutnya, terima kasih kepada Dr. Irfani Basri, M.Pd., Dra. Ermawati Arief,
M.Pd., dan Dra. Emidar, M.Pd., selaku dosen penguji skripsi Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis
ucapkan kepada keluarga penulis serta teman-teman yang telah memotivasi dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat sehingga usaha penulis dan bantuan dari
semua pihak diridhoi oleh Allah Swt. Penulis masih mengharapkan adanya
kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata,
semoga Allah Swt membalas semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, Amin
Ya Robbal ’Alamin.
Padang, April 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Fokus Masalah ............................................................................... 3
C. Perumusan Masalah ....................................................................... 4
D. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
G. Definisi Operasional....................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ................................................................................... 7
1. Kesantunan Berbahasa Sebagai Kajian Pragmatik .................. 7
2. Tindak Tutur Direktif ............................................................... 13
3. Peristiwa Tutur ......................................................................... 15
4. Konteks Tuturan ....................................................................... 16
5. Bahasa Mandailing ................................................................... 17
6. Hakikat Anak ........................................................................... 18
7. Hakikat Orang Tua.................................................................. . 19
8. Perkembangan Bahasa Anak .................................................... 20
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 23
C. Kerangka Konseptual ..................................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis dan Metode Penelitian ........................................................... 27
2. Data dan Sumber Data ................................................................... 27
3. Informan/Subjek Penelitian ............................................................ 28
iii
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 28
5. Teknik Pengabsahan Data .............................................................. 29
6. Teknik Penganalisisan Data ........................................................... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian ......................................................................... 30
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ................................... 30
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ................................... 31
3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang
Tuanya dalam Bahasa Mandailing .............................................. 32
B. Pembahasan .................................................................................... 33
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ................................ 34
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ................................ 66
3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang
Tuanya dalam Bahasa Mandailing ........................................... 94
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................................... 120
B. Implikasi Hasil Penelitian .............................................................. 121
C. Saran .............................................................................................. 121
KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lamnpiran 1 Transkrip Data Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam
Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari
Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten
Pasaman Barat .......................................................................... 124
Lampiran 2 Klasifikasi Bentuk Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang
Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah
Melintang Kabupaten Pasaman Barat ..................................... 141
Lampiran 3 Klasifikasi Prinsip Kesantunan yang Digunakan dalam
Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari
Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten
Pasaman Barat ......................................................................... 144
Lampiran 4 Klasifikasi Konteks Tindak Tutur Anak kepada Orang
Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah
Melintang Kabupaten Pasaman Barat ..................................... 147
Lampiran 5 Data Informan .......................................................................... 158
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ................................................................. 166
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah objek kajian linguistik atau ilmu bahasa. Ilmu bahasa
terdiri atas beberapa cabang ilmu. Cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa
berdasarkan konteks adalah pragmatik.Dalam pragmatik makna dikaji dalam
hubungannya dengan situasi-situasi ujar.Peristiwa tutur adalah terjadinya atau
berlangsung interaksi antara dua belah pihak, yaitu penutur dan mitra tutur
dalam bentuk satu ujaran atau lebih pada waktu,tempat dan situasi tertentu
(Chaer dan Agustina, 1995:6). Jadi, tindak tutur yang berlangsung pada
masyarakat Ujung Gading dengan mengunakan bahasa sebagai alat
komunikasi adalah sebuah peristiwa tutur.
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penutur
dengan maksud agar lawan tutur mau melakukan tindakan yang disebutkan
dalam ujarannya misalnya menyuruh, memohon, menuntun, menyarankan dan
menantang.Tindak tutur direktif disebut juga tindak tutur imposif, yaitu tindak
tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya
melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut, misalnya
menyuruh, memohon, dan menantang (Gunawan,1994:85).
Proses berbahasa dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, misalnya
di rumah. Rumah merupakan salah satu tempat atau wadah terjadinya
komunikasi baik secara lisan maupun tulis.Dalam kegiatan ini, terjadi
1
2
komunikasi yang bersifat lisan, artinya tindak tutur yang digunakan langsung
diucapkan oleh anak.
Kesantunan berbahasa anak terhadap orang tua di Mandailing
berdasarkan pada norma-norma umum yang ada dalam masyarakat
Mandailing. Masyarakat Mandailing memiliki adat-istiadat dan agama yang
kuat. Walaupun demikian, anak tidak lagi berbahasa yang santun kepada
orang tuanya.Berdasarkan pengamatan penulis di Nagari Ujung Gading pada
bulan Juni 2011, kesantunan berbahasa anak terhadap orang tua semakin
menurun.Anak tidak lagi mengindahkan tatakrama atau kesantunan dalam
berbahasa dengan orang tuanya. Misalnya, pada peristiwa tutur berikut:
(30) Anak : Mua dpe jakna yah! ke maita.
kenapa lagi yah, pergi kita lagi
„Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟
Orang tua :Kinai ma, satongkin nai
nantilah, sebentar lagi
„Nantilah sebentar lagi.‟
Anak :Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot
dongan nangkinan.
cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola
dengan anak orang tadi
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola
dengan teman.‟
Orang tua :Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho.
cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu
„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa
Ayahsedang sibuk.‟
Tindak tutur itu dilakukan oleh ayah dan anak di rumah.Anak berada
di halaman sedang membersihkan motor, sedangkan orang tua berada di dalam
rumah sedang mengganti pakaian.Tindak tutur yang terdapat pada konteks
peristiwa tutur di atas merupakan tuturan yang berbentuk direktif, yaitu
memerintah.Anak memerintah orang tua untuk segera berangkat bersama
3
dirinya.Kata ipas ma yah „CepatlahYah‟ menyimpang dari maksim
kedermawanan.Anak bersedia mengantar orang tua ke pasar, tetapi anak tidak
ingin dirugikan waktunya, dia tidak mau datang terlambat main bola.
Tindak tutur anak yang berada pada konteks peristiwa tutur di atas
dianggap tidak santun karena kata ipas ma yah „Cepatlah Yah‟ yang
dituturkan oleh anak bersifat langsung dengan maksud agar orang tua tidak
lama mengganti pakaian karena anak akan bermain bola dengan temannya.
Sebaiknya seorang anak mengatakan kepada orang tuanya dengan berkata
lambat dope ayah agar terkesan lebih santun.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis perlu untuk meneliti
kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada
orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang
Kabupaten Pasaman Barat.Peneliti memilih bahasa Mandailing di Nagari
Ujung Gading karena untuk menambah keanekaragaman penelitian
kesantunan berbahasa.Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui kesantunan
berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya
yang ada di Nagari Ujung Gading pada saat sekarang.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti adalah
kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada
orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang
Kabupaten Pasaman Barat. Agar analisis penelitian ini mendalam, penelitian
4
ini difokuskan pada tindak tutur direktif, prinsip kesantunan, dan konteks
tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung
Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
C. Perumusan Masalah
Bertolak dari fokus masalah itu, masalah penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakahkesantunan berbahasa Mandailing
dalamtindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut ini.
1. Bentuk tindak tutur direktif apa sajakah yang digunakan oleh anak kepada
orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing di Nagari Ujung
Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat?
2. Apa saja prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada
orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat?
3. Bagaimana konteks tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada
orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupten Pasaman Barat?
5
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut ini.
1. Mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak
kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing di Nagari
Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
2. Mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa yang digunakanoleh anak
kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
3. Mendeskripsikan konteks tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak
kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti, guru, dan
pembaca.Bagi peneliti , dapat mendorong perkembangan linguistik khususnya
di bidang pragmatik. Bagi guru, agar memakai kesantunan berbahasa supaya
komunikasi berjalan dengan efektif. Bagi pembaca menambah khasanah ilmu
pengetahuan tentang kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur
direktif anak kepada orang tuanya serta memberikan sumbangan terhadap
penelitian berikutnya dan dapat dijadikan pemicu bagi peneliti lainnya untuk
bersikap kritis dan kreatif dalam menyikapi perkembangan tindak bahasa.
6
G. Definisi Operasional
Ada beberapa istilah dalam penelitian ini.Pertama, kesantunan
berbahasa adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran wujud
pribadi seseorang dalam melakukan suatu interaksi menggunakan bahasa
untuk membuat adanya keyakinan-keyakinan dan pendapat yang tidak sopan
menjadi sekecil mungkin dengan mematuhi prinsip kesantunan berbahasa
yang terdiri atas bidal-bidal atau maksim.Kedua, tindak tutur adalah segala
tindakan yang dilakukan melalui berbicara terkait dengan konteksnya.Ketiga,
penutur adalah orang yang melakukan tuturan, atau orang yang
bartutur.Keempat, petutur adalah orang yang menjadi pendengar penutur atau
mitra bicara tutur.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Penelitian ini membutuhkan landasan berpikir untuk menganalisis
data.Kerangka teori yang disusun bertujuan untuk memecahkan
masalah.Sehubungan dengan itu, dibutuhkan teori-teori yang digunakan untuk
menganalisis data. Teori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut ini.
1. Kesantunan Berbahasa sebagai KajianPragmatik
Istilah pragmatik lahir dari seorang filsuf yang bernama Charles
Morris, yang meneliti semiotika (ilmu tanda dan lambang) dan kemudian
semiotika dibagi menjadi tiga cabang, yaitu sintaksis, semantis, dan pragmatik
(Gunarwan, 1994:39). Yule (2006:4-5) menjelaskan perincian itu satu
persatu.Sintaksis mengkaji hubungan antara bentuk-bentuk kebahasaan
dengan mengamati bentuknya seperti kalimat, klausa, frase, dan kata.Semantik
mengkaji hubungan bentuk-bentuk dalam suatu bahasa atau bahasa pada
umumnya dengan objek yang diacunya.Pragmatik membahas makna ujaran
yang dikaji menurut makna yang dikehendaki penutur sesuai dengan
konteksnya.
Morris (dalam Maksan,1994:29) berpendapat pragmatik adalah studi
mengenai hubungan formal antara tanda dengan penafsirannya. Contoh ujaran
berbunyi, sudah hampir pukul 10 diucapkan dalam konteks: (1) di asrama
putri pada malam hari, oleh seorang ibu kos kepada teman lelaki yang masih
berada di situ. Dalam konteks tersebut, bermakna si tamu lelaki itu diminta
7
8
supaya segera pulang (Chear dan Agustina,2004:222).Menurut Leech (1993:8)
pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-
situasi ujar (speech situations). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pragmatik adalah ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna yang sesuai
dengan konteksnnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat ataupun dalam keluarga, bahasa
merupakan alat komunikasi yang harus disertai dengan norma-norma atau
tatakrama berbahasa yang berlaku dalam budaya masyarakat itu. Sistem
tingkah laku berbahasa menurut norma-norma budaya disebut oleh Geertz
(dalam Chaer dan Agustina 1995:226) sebagai etika berbahasa atau tata cara
berbahasa. Sedangkan yang dimaksud dengan sopan santun berbicara adalah
memberikan suatu penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara
(Keraf, 1990:114). Tata cara sopan santun berbahasa ini merupakan salah satu
dari adat sopan santun dalam hidup bermasyarakat di Mandailing.
Menurut Chaer dan Agustina (1995:226) yang diatur dalam berbahasa
adalah hal-hal sebagai berikut: (a) Apa yang harus dikatakan pada waktu dan
keadaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu. Penggunaan
dalam hal ini maksudnya pembicara harus mengerti keadaan pada saat
berbicara dan ia harus memperhatikan penggunaan kata yang tepat sesuai
dengan status sosialnya. (b) Ragam bahasa apa yang paling wajar digunakan
di dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu. Misalnya, seseorang
kakak berbicara dengan adiknya, ragam bahasa apa yang tepat digunakan. (c)
Kapan dan bagaimana menggunakan giliran bicara dan menyela pembicaraan
9
orang lain. Jika berkumpul dengan anggota keluarga, maka dalam
pembicaraan bagaimana (bercanda, rapat keluarga, dan lain-lain),
mengungkapkan pendapat atau menyela pembicaraan salah seorang anggota
keluarga. Gunakanlah cara yang tepat untuk menyela orang lain. (d) Kapan
harus diam. Mungkin pada saat orang tua sedang berbicara atau memberi
nasihat kepada salah seorang anggota keluarga, maka pada saat itu harus diam,
atau saat orang tua memarahi jangan melawan dengan kata-kata kasar. (e)
Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik dalam berbicara. Kualitas suara
maksudnya adalah tinggi rendahnya suara pada saat berbicara dengan lawan
berbicara harus disesuaikan.Misalnya minta tolong kepada adik tidak dengan
kata kasar, tetapi dengan sikap lembut dan menghormati.Sedangkan posisi
fisik di sini maksudnya yaitu posisi tangan badan saat berbicara.
Secara lebih lengkap Brown dan Levinson (dalam Gunarwan 1994:90)
menyatakan bahwa teori kesantunan berbahasa itu berlandaskan pada konsep
muka (face). Teori tersebut menganggap bahwa setiap orang (yang rasional)
mempunyai dua muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka negatif
mengacu ke citra diri orang yang berkeinginan agar yang dilakukan, yang
dimiliki nilai-nilai, yang diyakininya itu diakui oleh orang lain sebagai suatu
hal yang berharga, yang bernilai baik, yang menyenangkan, dan yang
terhormat. Sebaliknya muka positif mengacu ke citra diri orang yang
berkeinginan agar dihargai dengan jalan orang lain membiarkan orang itu
bebas melakukan tindakan.
10
Fraser (dalam Gunarwan, 1994:88) mendefinisikan kesantunan
menjadi tiga kelompok. Pertama, properti atau bagian dari ujaran; jadi, bukan
ujaran itu sendiri.Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah
kesantunan itu ada pada ujaran. Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan
sebagai ujaran yang santun oleh si penutur, tetapi tidak di telinga si pendengar
ujaran itu ternyata tidak terdengar santun. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan
dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi.Maksudnya, apakah sebuah
ujaran terdengar santun atau tidak.Hal ini dapat diukur berdasarkan (a) apakah
si penutur tidak melampaui hak lawan bicara dan (b) apakah penutur
memenuhi kewajiban kepada lawan bicara.
Kesantunan berbahasa juga memiliki sejumlah maksim dan skala
kesantunan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai maksim-maksim
kesantunan dan skala kesantunan.
1) Maksim-Maksim Kesantunan
Kesantunan berbahasa akan melibatkan dua individu atau lebih sebagai
penutur atau mitra tutur. Hubungan penutur dan mitra tutur ini berada dalam
ruang lingkup percakapan atau peristiwa tutur. Dalam percakapan ada dua
prinsip umum yang harus diperhatikan yaitu prinsip kesantunan dan prinsip
kerja sama.
Menurut Leech (1993:206-207), maksim-maksim kesantunan
cenderung berpasangan sebagai berikut: (a) Maksim kearifan (tact maxim).
Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain
sebesar mungkin. (b) Maksim kedermawanan (generosity maxim). Buatlah
11
kerugian diri sendiri sekecil mungkin, buatlah keuntungan diri sendiri sebesar
mungkin. (c) Maksim pujian (approbation maxim). Kecamlah orang lain
sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak mungkin. (d) Maksim
kerendahan hati (modesty maxim). Pujilah diri sendiri sedikit mungkin,
kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. (e) Maksim kesepakatan (sympathy
maxim). Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dengan orang lain terjadi
sedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri dengan orang lain
terjadi sebanyak mungkin. (f) Maksim simpati. Kurangilah rasa antipasti
antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati
sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain.
2) Skala Kesantunan Berdasarkan Parameter Kesantunan
Maksim-maksim kesantunan yang telah diuraikan di atas dapat diukur
tingkat kesantunannya dengan menggunakan skala kesantunan. Menurut
Leech dalam Rahardi (2005:66-68) ada lima skala keantunan berbahasa, yaitu:
(a) Cost-Benefit Scale (skala kerugian keuntungan). Apabila sebuah peruturan
merugikan bagi diri si penuturnya, maka akan dianggap semakin santunlah
tuturan itu. Apabila tuturan tersebut menguntungkan bagi diri penuturnya dan
merugikan orang lain, maka dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu.
(b)Optionality Scale (skala pilihan).Apabila pertuturan itu sama sekali tidak
memberikan kemungkinan untuk menentukan pilihan bagi penutur dan mitra
tutur, tuturan tersebut akan akan dianggap sangat tidak santun. Apabila
penuturan itu memberikan kemungkinan untuk menentukan pilihan bagi
penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap semakin santun.
12
(c)Inderectness Scale (skala ketidaklangsungan). Semakin tuturan itu bersifat
langsung,to the point, apa adanya, tidak berbelit-belit, tidak banyak basa basi,
akan cenderung dianggap semakin tidak santunlah tuturannya. Semakin tidak
langsung maksud sebuah tuturan, semakin banyak samita, sanepo, samudana,
dan isyarat yang dikandung di dalamnya, akan dianggap semakin santunlah
tuturan tersebut. (d)Authority Scale (skala kekuasaan). Semakin jauh distansi
atau jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur, tuturan
yang digunakan akan cenderung menjadi santun. Semakin dekat jarak
peringkat status sosial penutur dan mitra tutur, akan cenderung berkuranglah
tingkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam keseluruhan aktivitas
bertutur. (e)Social Distance Scale (skala jarak sosial). Semakin dekat jarak
peringkat sosial penutur dengan mitra tutur, maka semakin kurang santunlah
tuturan itu dan apabila jarak peringkat sosialnya semakin jauh, maka semakin
santunlah tuturan itu.
Berdasarkan teori para ahli yang telah diuraikan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa adalah suatu cara yang digunakan
dalam berbahasa atau berbicara untuk menghormati atau memberikan
penghargaan terhadap lawan bicara dalam berkomunikasi. Cara berbahasa
yang santun adalah pada saat melakukan komunikasi dengan lawan bicara kita
harus memperhatikan semua etika atau tatacara berbicara yang santun seperti,
cara bicara, kapan kita harus berbicara, dengan siapa kita berbicara dan kapan
kita harus diam. Pada saat ini sebagian besar masyarakat Mandailing kurang
13
memperhatikan tata aturan atau tatakrama berbicara yang santun dalam
berkomunikasi.
2. Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam
ujarannya. Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, memohon,
menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur direktif disebut juga
tindak tutur imposif, yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya
dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan
dalam tuturan tersebut, misalnya menyuruh, memohon, dan menantang
(Gunawan,1994:85)
Searle (dalam Gunawan,1994:48) mengemukakan tindak tutur direktif
yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si
pendengar melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu (misalnya:
menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan dan menantang). Senada
dengan itu, Austin (dalam A.R 1992:46) menyebutkan tindak tutur direktif
adalah tuturan yang berfungsi mendorong pendengar untuk melakukan
sesuatu, seperti mengusulkan, memohon, mendesak.
Yule (1996:93) menjelaskan tindak tutur direktif adalah tindak tutur
yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu.
Jenis tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian
saran dan bentuknya dapat berupa kalimat negatif dan positif.
14
Menurut Amir danNgusman (2006:11), tindak tutur direktif adalah
tindak tutur yang berpotensi mengancam muka pelaku tutur. Muka atau citra
diri penutur dapat jatuh jika suruhannya atau perintahnya tidak diperhatikan
oleh penutur. Sebaliknya, muka atau citra diri penutur dapat terancam karena
permohonan yang ditujukan kepadanya bersifat membebani, memaksa penutur
atau melecehkan penutur.
Tindak tutur direktif terdiri atas tindak tutur menyuruh, memohon,
menyarankan, menuntut dan menantang.Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa
kalimat yang bermakna menyuruh itu, biasanya digunakan bersama penanda
kesatuan coba.
Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa kalimat bermakna memohon itu,
biasanya ditandai dengan penanda kesatuan mohon, selain ditandai dengan
penanda kesatunan itu, pertikel lah- juga lazim digunakan untuk memperhalus
kadar tuturan direktif permohonan.
Menurut Rahardi (2005:114-115), kalimat yang bermakna
menyarankan biasanya ditandai dengan penanda kesatuan kata hendaknya dan
sebaliknya. Rinaldi (2005:100) mengemukaan bahwa kalimat dengan makna
menuntut atau desakan mengunakan kata ayo dan mari sebagai pemerkah
makna. Selain itu, kadang-kadang digunaan kata harap dan harus untuk
memberi penekanan maksud tersebut.
Tindak tutur menantang adalah tindak tutur untuk memotivasi
seseorang agar mau mengerjakan apa yang dikatakan penutur. Melalui tuturan
15
ini, penutur berusaha agar penutur tertantang untuk melakukan apa yang
dituturkan.
Berdasarkan penjelasan tindak tutur direktif di atas disimpulkan bahwa
tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan
maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam
ujarannya. Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, memohon,
menuntut, menyarankan, dan menantang.
3. Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah suatu kegiatan yang melibatkan penutur dan
mitra tutur (lawan bicara) dalam berinteraksi dengan satu pokok tuturan dalam
waktu, tempat dan situasi yang berbeda. Menurut Hymes (dalam Sumarno dan
Partana, 2002:320) mengungkapkan,
Peristiwa tutur berwatak komunikatif dan diatur oleh kaidah
untuk penggunaan tutur. Tiap peristiwa tutur terbatas kepada
kegiatan atau aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh
kaidah atau norma bagi pengguna tutur. Peristiwa tutur terjadi
di dalam situasi tutur dan terdiri satu tindak tutur atau lebih.
Menurut Sumarsono dan Partana (2002:320), peristiwa tutur terjadi di
dalam situasi tutur dan terdiri dari satu tindak tutur atau lebih.Konteks situasi
tuturan ada, karena adanya perbedaan pandangan (pengetahuan) penutur
dengan mitra tutur, dan aspek-aspek luar kebahasaan.
Menurut Yule (1996:82), peristiwa tutur merupakan suatu keadaan
dimana penutur berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti pendengar
dan biasanya penutur dan pendengar terbantu oleh keadaan di sekitar
lingkungan tutur itu.
16
Percakapan adalah salah satu contoh peristiwa tutur.Chaer dan
Agustina (1995:61-62) menyatakan sebagai berikut.
Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk
ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan di
dalam waktu, tempat dan situasi tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa tutur
mempunyai maksud untuk memberikan reaksi pendengar dan tuturan juga
dapat mempengaruhi suasana penutur dan mitra tutur lewat partisipasi, topik,
latar, budaya, dan tujuan tuturan.Peristiwa tutur biasanya terjadi di dalam
situasi tutur yang berbeda.Jadi, interaksi interaksi yang berlangsung antara
anak dengan orang tuanya di tempat tertentu dan pada waktu tertentu dengan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa
tutur.
4. Konteks Tuturan
Makna sebuah tuturan dapat dipahami secara tepat bila diketahui siapa
pembicara, siapa pendengar, dan situasinya.Oleh karena itu, ahli wacana
menganalisis kalimat dengan menganalisis konteksnya terlebih
dahulu.Konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama
dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur menafsirkan
tuturan.Menurut Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004:48-49) peristiwa
tutur harus memenuhi delapan komponen yang dirangkaikan menjadi akronim
SPEAKING.Kedelapan komponen tersebut adalah: (a) S (Setting and scene),
setting berkaitan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung, sedangkan
17
scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu, atau situasi psikologis; (b) P
(Participant) adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, yaitu pembicara
dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan) yang
dapat saling bertukar peran; (c) E (Ends:purpose and goal) merujuk pada
maksud dan tujuan pertuturan; (d)A (Act sequances) mengacu pada bentuk dan
isi ujaran yaitu kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan
hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan; (e) K (Key)
mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan; (f)
I (Instrumentalities) mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti jalur
lisan, tertulis, telegraf, atau telefon; (g) N(Norm of interaction and
interpretation) mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan norma
penafsiran terhadap ujaran lawan bicara; (h) G(Genre)mengacu pada jenis
bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.
Dari uraian itu, dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa tutur
mempunyai banyak unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Tanpa ada satu
atau beberapa aspek lainnya, maka peristiwa tutur tidak akan terjadi.
5. Bahasa Mandailing
Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa
Mandailing. Sebagai bahasa daerah, bahasa Mandailing dipakai sebagai
bahasa pertama oleh masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
mereka.Bahasa Mandailing ini digunakan pada salah satu daerah atau satu
kampung yaitu daerah Ujung Gading. Di daerah ini penduduknya dominan
menggunakan bahasa Mandailing. Bahasa Mandailing di Ujung Gading ini
18
sangat berbeda dengan bahasa Mandailing di daerah sekitarnya seperti di
daerah Silaping dan Sungai Aur. Karena penyampaian kata-kata yang
digunakan sangat lunak bila dibandingkan dengan bahasa Mandailing di
daerah lainnya.
Sopan santun dalam masyarakat Mandailing berbeda dari masyarakat
Inggris disebabkan perbedaan budaya dan mobilitas masyaratkatnya.
Masyarakat Inggris adalah masyarakat yang bukan saja berinteraksi dengan
sesama anggota masyarakat seasal tetapi banyak juga berinteraksi dengan
masyarakat atau pengunjung dari luar sebab negara Inggris adalah salah satu
negara yang paling banyak dikunjungi oleh pendatang/turis dari luar negeri
sedangkan masyarakat Mandailing lebih banyak berintekraksi dengan sesama
anggota masyarakat dan hampir tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi
dengan masyarakat luar. Dengan demikian tidak ada pola-pola pertuturan yang
telah menjadi baku untuk orang asing dan orang yang telah dikenal.
6. Hakikat Anak
Anak merupakan makhluk sosial sama hal nya dengan orang dewasa.
Anak juga membutuhkan orang lain untuk bisa membantu mengembangkan
kemampuannya, karena pada dasarnya anak lahir dengan segala kelemahan
sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf
kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Artikel Dunia
Psikologi Anak, 2008:1),anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka
terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Menurut
Agustinus (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1), anak tidaklah sama
19
dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang
dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar
dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat
memaksa.
Sobur (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1) juga
mengartikananak sebagai orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap,
perasaan, dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala
keterbatasan. Menurut Haditono (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak,
2008:1), anak adalah mahluk yang membutuhkan kasih sayang, pemeliharaan,
dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari
keluarga, dan keluarga memberi kesempatan kepada anak untuk belajar
tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam
kehidupan bersama.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa,
anak adalah orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan
minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan, yang juga
membutuhkan kasih sayang dan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan serta juga termasuk
makhluk sosial sama dengan orang dewasa.
7. Hakikat Orang Tua
Orang tua adalah ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan,
dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Peranan orang tua
20
dalam adat Mandailing sangat penting terutama untuk menanamkan adat
sopan santun kepada anaknya. Penanaman adat sopan santun pada anak
umumnya melalui sosialisasi sejak bayi sampai dewasa, selama itu mereka
akan diberikan tata tertib bagaimana berbicara yang baik dengan orang tua,
keluarga atau yang lebih muda.Cara berbicara seorang anak sangat banyak
dipengaruhi oleh bagimana cara orang tuanya berbicara kepada si anak. Orang
tua sebaiknya selalu memperhatikan perkembangan tersebut, agar anak sopan
dalam berbicara. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh yang
baik dalam berbicara kepada si anak (http://massofa.wordpress.com).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua
adalah ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik
anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Cara berbicara orang tua sangat
mempengaruhi cara berbicara anak.
8. Perkembangan Bahasa Anak
Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan
seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain
(http://massofa.wordpress.com).
Oleh karena itu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama
sampai anak mampu bertutur kata.Penelitian yang dilakukan terhadap
perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis,
atau teori psikologi yang dianut. Menurut Jean Piaget (dalam
Chaer,2003:223) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah
21
yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang
berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka
perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar
dan lebih umum di dalam kognisi.Jadi urut-urutan perkembangan kognitif
menentukan urutan perkembangan bahasa.
Bagaimana hubungan antara perkembangan kognitif dan
perkembangan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget
sebagai berikut.
Pertama, tahap sensorimotor (0;0--2;0). Dalam tahap ini
perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan
(emosi) terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena
didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Kesukaan anak pada masa ini adalah anak senang dinyanyikan, diceritai,
mendengar radio dan televisi, serta melihat gambar-gambar yang berwarna
cerah seperti merah, kuning, hijau, dan lainnya.
Kedua, tahap praoperasional (2;0--7;0). Pada usia ini anak menjadi
'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru
orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah
mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang
sistematis - rumit. Pikiran anak praoperasional bersifat ireversibel. Anak pada
masa ini senang diceritai dengan disertai alat peraganya. Warna kesukaannya
juga bervariasi.
22
Ketiga, tahap operasional konkret (7;0--12;0). Saat ini anak mulai
meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan
aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti
hal-hal yang sistematis. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional.
Anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkan pada masalah-
masalah konkret. Anak dalam periode ini dapat menyusun satu seri obyek
dalam urutan. Piaget menyebut operasi ini seriasi. Selama periode ini, anak
kurang egosentris dan lebih sosiosentris. Emosi anak pada masa ini seperti
marah dan cemburu. Kesukaan anak pada masa ini adalah anak suka bermain,
bekerja sama, dan berolahraga dengan teman-temannya.
Keempat, tahap operasional formal (12;0--15;0). Pengajaran pada anak
pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti
konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak
perlu menggunakan alat peraga. Emosi anak pada masa ini meninggi seperti
merajuk, ledakan amarah, dan murung jika keinginannya tidak sesuai yang ia
harapkan. Kesukaan anak pada masa ini adalah berkumpulan dengan teman-
teman remaja lainnya dan rekreasi.
Berdasarkan pendapat Piaget tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak
dari segi kejiwaan dapat dilihat pada empat tahap, yaitu tahap sensorimotor,
praoperasional, operasi konkret, dan operasional formal. Kejiwaan anak dapat
dilihat mulai dari emosi anak yang rendah sampai tinggi, cara bernalar atau
berpikirnya yang tidak sistematis menjadi kongkrit dan abstrak, sampai
23
kepada kesukaan anak yang rendah menjadi meningkat dan berkembang
menurut umur dan tahap masing-masing.
B. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang
relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Mery, Ningsih, dan Maiezra .
Meri (2000) meneliti analisis kesopanan tindak tutur dalam acara dialog opini
berita ranah Minang. Dalam penelitian ini ditemukan tindak tutur berdasarkan
jenisnya terbagi atas: refresentatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif. Fungsi
bahasa yang ditemukan adalah menjelaskan, mengemukakan, meminta
keterangan, mengira, dan menetapkan. Tindak tutur dalam bentuk kurang
sopan banyak digunakan oleh pewawancara dibanding nara sumber.
Ningsih (2002) meneliti kesantunan berbahasa pramuniaga dalam
melayani konsumen: studi kasus di Plaza Minang. Hasil penelitian Ningsih
menunjukkan bahwa ada empat tindak tutur yang sering digunakan
pramuniaga plaza minang yang melayani konsumen, yaitu tindak tutur
representatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif.
Maiezra (2008) meneliti kesantunan berbahasa Minangkabau pedagang
kaki lima dalam melayani pembeli di pasar tradisional Payakumbuh.
Penelitian ini menemukan lima maksim, yaitu maksim maksim kearifan,
maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, dan maksim
kesepakatan. Maksim yang dominan digunakan adalah maksim kerendahan
24
hati dan maksim kearifan. Tindak tutur yang digunakan refresentatif, direktif,
ekspresif, dan deklaratif.
Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya, yaitu
penelitian kesantunan berbahasa yang terdahulu lebih memperhatikan bentuk
tuturan yang dihasilkan dari tindak tutur yang digunakan penutur dan mitra
tutur dalam kesantunan berbahasa.Pada penelitian ini, penulis hanya mengkaji
tentang bentuk-bentuk tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam
kesantunan berbahasa Mandailing, prinsip kesantunan yang terdapat dalam
kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada
orang tuanya dan konteks tuturan yang terdapat dalam kesantunan berbahasa
Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari
Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
C. Kerangka Konseptual
Banyak orang yang berbicara secara bebas tanpa disadari oleh
pertimbangan moral, nilai, maupun agama. Akibatnya, komunikasi penutur
dan mitra tutur tidak berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kedua
belah pihak. Oleh sebab itu, penutur dan mitra tutur hendaknya memiliki
kesantunan berbahasa di dalam berkomunikasi.
Kesantunan berbahasa adalah berbahasa yang sesuai dengan norma
dan nilai yang dipegang oleh masyarakat pengguna bahasa. Jadi, kesantunan
berbahasa berarti seseorang menggunakan bahasa yang halus dan baik (budi
25
bahasa, tingkah laku) yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam
suatu masyarakat.
Kesantunan berbahasa dapat diamati dari pilihan kata, nada suara,
intonasi, bahasa badan yang digunakan, dan bercakap mengikuti giliran.
Kesantunan berbahasa juga memiliki sejumlah maksim yakni: maksim
kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati,
maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Sesuai dengan judul dan fokus
masalah susunan dalam kesantunan berbahasa dapat dilihat pada bagan
kerangka konseptual di sebelah.
26
Gambar Kerangka Konseptual
Tindak Tutur
Kesantunan Berbahasa
Konteks tuturan
1. Waktu dan Tempat
Tuturan
Berlangsung
2. Pembicara dan
Pendengar
3. Maksud dan Tujuan
Tuturan
4. Situasi / suasana
Prinsip Kesantunan
1. Maksim Kearifan
2. Maksim Kedermawanan
3. Maksim Pujian
4. Maksim Kerendahan Hati
5. Maksim Kesepakatan
6. Maksim simpati
Kesantunan berbahasa Mandailing dalam Tindak tutur
direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung
Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten
Pasaman Barat
Pragmatik
Bentuk tindak tutur direktif
1. Menyuruh
2. Menyarankan
3. Memerintah
4. Menantang
5. Memohon
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif. Menurut Moleong (2002:2), penelitian kualitatif dapat diartikan
sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan atau angka-angka.
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005:54). Tujuan penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan
antara fenomena yang diselidiki.
Penelitian kualitatif ini digunakan untuk mendapatkan tuturan anak
kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.Metode deskriptif pada
penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesantunan
berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya
di Nagari Ujung Gading ditinjau dari prinsip kesantunan dan konteks tuturan.
B. Data dan Sumber Data
Penelitian ini dilaksanakan di Nagari Ujung Gading. Nagari ini terletak
di Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Data penelitian
ini adalah peristiwa tutur dalam percakapan antara anak dengan orang tua
27
28
dalam keluarga.Sumber data penelitian ini adalah anak dan orang tuanya yang
merupakan penduduk asli daerah tersebut.
C. Informan/Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah masyarakat di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Informan
penelitian ini adalah anak yang sudah mencapai tahap operasional formal
(12;0--15;0), karena anak sudah berpikir logis seperti halnya dengan orang
dewasa. Informan merupakan anak penduduk asli Nagari Ujung Gading.
Informan penelitian berjumlah 18 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara
bertingkat.Pada tahap pertama, diadakan pengumpulan data tuturan direktif
anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing.Untuk itu,
digunakan alat perekam berupa tape recorderdan lembaran format
pengamatan (observasi).Selain itu, juga digunakan catatan lapangan untuk
melengkapi data penggunaan tuturan direktif anak.Pada tahap kedua direkam
tindak tutur direktif anak dengan menggunakan alat perekam (tape
recorder).Selanjutnya, hasil rekaman tersebut, ditranskripkan dan dianalisis
berdasarkan teori yang digunakan mengenai tindak tutur direktif.
29
E. Teknik Pengabsahan Data
Teknik pengabsahan data dilakukan dengan tambahan jika ada yang
meragukan. Di samping itu, pengabsahan data juga dilakukan dengan
menanyakan kembali kepada anak yang diamati apakah data yang dihasilkan
peneliti sama dengan yang diuraikan atau dilakukan anak. Peneliti terpusat
mengamati pada apa yang diuraikan dan diyakini anak.
F. Teknik Penganalisisan Data
Moleong (2002:103) menjelaskan bahwa teknik analisis data adalah
proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti disarankan data. Berdasarkan uraian tersebut analisis
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengumpulkan semua
tuturan anak kepada orang tuanya; (2) mengelompokkan tuturan yang
termasuk tindak tutur direktif; (3) mengidentifikasi tuturan berdasarkan
prinsip kesantunan dan konteks tuturan; (4) menginterprestasikan data; (5)
menyimpulkan data.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian
Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pada bab ini akan
dijelaskan temuan penelitian sebagai berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif
yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; (2)
Prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya
dalam bahasa Mandailing; dan (3) Konteks tindak tutur yang digunakan oleh
anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang Digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam
ujarannya.Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, menyarankan,
memerintah, menantang dan memohon.
Pada penelitian ini, peneliti mengkaji lima bentuk tindak tutur direktif.
Kelima jenis tindak tutur direktif tersebut adalah tindak tutur direktif
menyuruh, tutur direktif menyarankan, tindak tutur direktif memerintah,
tindak tutur direktif menantang, dan tindak tutur direktif memohon. Dari hasil
penelitian diperoleh 47 tuturan. Bentuk tindak tutur direktif menyuruh terdapat
11 tuturan, menyarankan terdapat 15 tuturan, memerintah terdapat 5 tuturan,
menantang terdapat 7 tuturan, dan memohon terdapat 9 tuturan. Dari lima
bentuk tindak tutur direktif tersebut, yang paling banyak ditemukan pada
30
31
penelitian ini adalah tindak tutur direktif menyarankan dan yang paling sedikit
ditemukan adalah tindak tutur direktif memerintah.
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang Digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing
Dalam melakukan tindak tutur, penutur umumnya mempertimbangkan
petuturnya kemudian baru menerapkan prinsip kesantunan, diperoleh 47
tindak tutur dan terdapat empat maksim kesantunan yang digunakan dalam
tuturan anak kepada orang tuanya. Keempat maksim itu adalah: (1) maksim
kedermawanan; (2) maksim kesepakatan; (3) maksim kearifan; (4) maksim
pujian.
Dari keempat maksim tersebut yang paling banyak digunakan adalah
maksim kesepakatan. Maksim kesepakatan mengharuskan setiap penutur dan
petutur untuk memaksimalkan kesepakatan dan meminimalkan
ketidaksepakatan. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran
karena cara itu dapat mengarahkan nalar petutur. Dari data penelitian,
ditemukan maksim kesepakatan sebanyak 23 tuturan.
Maksim kedermawanan mengharuskan setiap peserta tutur untuk
memaksimalkan kerugian diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri
sendiri. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena
cara itu dapat memberikan kehormatan kepada petuturnya. Petutur akan
merasa dirinya diuntungkan karena tuturan dari penutur yang menanyakan
dengan tuturan yang sopan. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim
kedermawanan sebanyak 16 tuturan.
32
Maksim kearifan mengharuskan setiap peserta tutur meminimalkan
kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Maksim
ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena semakin
panjangtuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk
bersikap sopan kepada petuturnya. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim
kearifan sebanyak 7 tuturan.
Maksim pujian mengharuskan setiap peserta tutur meminimalkan
kecaman bagi orang lain sedikit mungkin dan memaksimalkan pujian bagi
orang lain sebanyak mungkin. Maksim ini digunakan untuk membentuk
kesantunan ujaran karena semakin banyak memuji orang lain maka akan lebih
bersikap sopan kepada penutur. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim
pujian sebanyak 1 tuturan.
Dari uraian di atas, tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa
Mandailing cenderung menggunakan maksim kesepakatan dengan jumlah
tuturan sebanyak 23 tuturan. Hal ini dikarenakan tindak tutur anak kepada
orang tuanya cenderung mengusahakan kesepakatan. Kesantunan berbahasa
dalam tindak tutur kepada orang tua pada umumnya tergolong santun karena
sesuai dengan prinsip kesantunan.
3. Konteks Tindak Tutur yang Digunakan oleh Anak kepada Orang
Tuanya dalam Bahasa Mandailing
Makna sebuah kalimat dapat dipahami secara tepat bila diketahui
siapa pembicara, siapa pendengar, dan situasinya. Konteks adalah suatu
pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur
33
yang membantu petutur menafsirkan tuturan. Pada penelitian ini, konteks
konteks tuturan yang dibahas adalah partisipan meliputi siapa pembicara dan
siapa pendengar, perbedaan umur atau usia, dan tingkat keakraban. Setting
meliputi situasi atau suasana, tempat dan waktu.
Berdasarkan analisis data, konteks pemakaian maksim adalah sebagai
berikut. Maksim kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan
menyuruh.Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan
menyarankan dan memohon. Maksim kearifan dan pujian cenderung
digunakan untuk tujuan menyarankan. Maksim yang paling dominan
digunakan adalah maksim kesepakatan dengan tujuan menyarankan dan
memohon, dan yang paling sedikit digunakan adalah maksim kearifan dan
pujian dengan tujuan menyarankan.
B. Pembahasan
Berdasarkan temuan penelitian, dilakukan pembahasan sebagai
berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada
orang tuanya dalam bahasa Mandailing; (2) Prinsip kesantunan berbahasa
yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; dan
(3) Konteks tindak tutur yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam
bahasa Mandailing.
34
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing
Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang
tuanya adalah tindak tutur direktif menyuruh, tindak tutur direktif
menyarankan, tindak tutur direktif memerintah, tindak tutur direktif
menantang, dan tindak tutur direktif memohon. Bentuk-bentuk tindak tutur
direktif tersebut dirincikan sebagai berikut.
1. Menyuruh
Ditemukan 11 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif
menyuruh. Penggunaan tindak tutur menyuruh dapat dilihat dari contoh
peristiwa tutur berikut.
(1) Isas : Na bahat measar di bagason mak i!
banyak sekali sampahdirumahinibu
„Banyak sampah di rumah ini, Bu!‟
Ibu : Paias ma tongan asari.
Bersihkanlahsampahitu
„Bersihkan sampah itu.‟
Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala.
ibuyangbersihkansayamasihcapek
„Ibu yang membersihkan, saya masih capek
sekarang.‟(peristiwa tutur 8)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (1) diungkapkan oleh penutur
(Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan umak ma
paias na, au loja dope lala „ibu yang bersihkan, saya masih capek‟. Dari
tuturan Isas, terbukti kalau Isas menyuruh ibunya untuk membersihkan
sampah, karena dia masih capek. Tuturan Isas dianggap tidak santun
karena Isas menyuruh ibunya langsung untuk membersihkan sampah tanpa
35
memikirkan bagaimana perasaaan ibunya. Sebaiknya anak berkata
satongkin nai ma mak u paias „Sebentar lagi bu saya bersihkan‟ agar lebih
terkesan santun.
(2) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na i.
habiskanlahbusayamasaksatulagi
„Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟
Ibu : Nda mangua jakna?
tidakapa-apa
„Tidak apa-apa?‟
Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau.
tidakapa-apabu, sayatapisudahmakan
„Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa tutur 14)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (2) diungkapkan oleh penutur
(Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan abiskon ma
dabo mak, u pamasak sada nai „habiskanlah Bu, saya masak satu lagi‟. Dari
tuturan Tika, terbukti kalau Tika menyuruh ibunya untuk menghabiskan
makanan dengan bahasa yang santun tanpa menyinggung perasaan ibunya.
(3) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki?
sudahjadi ayah belitasuntukku
„Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟
Ayah : Nda pedo bah.
belumlagi
„Belum lagi.‟
Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah
taskon.
belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini
„Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟
Ayah : Cogot domai.
besok lagi
„Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (3) diungkapkan oleh penutur
(Putra) berusia 15 tahun dan penutur (Sarkoni) berusia 54 tahun. Tuturan
36
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Putra yang mengatakan dung tabusi
ayah ma lalu tas ki „sudah jadi ayah beli tas untukku‟. Dari tuturan Putra,
terbukti kalau Putra menyuruh ayahnya dengan paksaan untuk membelikan
tas. Tuturan ini dianggap tidak santun karena tuturan Putra langsung
memaksa ayahnya untuk membelikan tas untuknya. Sebaiknya anak berkata
Yah, dung jadi ma laluna tabusion ayahjau tas„Yah, sudahjadi ayah
belikanlah saya tas‟ agar terkesan lebih santun.
(4) Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba.
yah, kata ibu bawa nasi ke sawah
„Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah.‟
Ayah : Dung kema umakmu jakna?
sudah pergi ibumu
„Apakah ibumu sudah pergi?‟
Isas : Olah yah, manyogoti dope.
ya yah, pagi tadi
„Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur 29)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (4) diungkapkan oleh penutur
(Isas) berusia 15 tahun dan petutur (Dirwan) berusia 49 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan yah, dokon
umak oban indan tu saba „yah, kata ibu bawa nasi ke sawah‟. Dari tuturan
Isas, terbukti kalau Isas menyuruh ayahnya membawa nasi ke sawah atas
pesan ibunya. Tuturan Isas dianggap santun karena Isas tidak langsung
menyuruh ayahnya, tapi mengatakan pesan dari ibunya, sehingga ayah tidak
tersinggung dengan apa yang disuruh oleh Isas.
(5) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang.
bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main
„Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main.‟
Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak.
ya, sebentar lagi datang ibu
„Ya, sebentar lagi ibu datang.‟
37
Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak!
cepatlah bu, sedang banyak orang
„Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur 34)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (5) diungkapkan oleh penutur
(Fitrah) berusia 13 tahun dan petutur (Nipda) berusia 47 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Fitrah yang mengatakan mak, ipas ma
tu lopo, au giot ke jalang „Bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main‟.
Dari tuturan Fitrah, terbukti kalau Fitrah menyuruh ibunya untuk cepat datang
ke warung, karena orang sedang banyak berbelanja. Tuturan Fitrah dianggap
tidak santun karena Fitrah menyuruh ibunya dengan tuturan langsung.
Sebaiknya anak berkata tu lopo ma dabo umak jolo, au giot ke jalang garina
„Ke warung lah ibu dulu, kalau bisa saya mau pergi main‟ agar terkesan lebih
santun.
(6) Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah.
pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah
„Pergilah Ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟
Ayah : Tapi mangoban adikmu dope.
tapi membawa adikmu lagi
„Tapi membawa adikmu lagi.‟
Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na.
tidak usah yah, kakak saja yang membawanya
„Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟
(peristiwa tutur 42)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (6) diungkapkan oleh penutur
(Tika) berusia 15 tahun dan penutur (Maryulis) berusia 45 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan kema dabo
ayah tu sikola, kinai tarlambat buse ayah „pergilah ayah ke sekolah itu, nanti
terlambat pula ayah‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau Tika menyuruh
ayahnya agar segera pergi ke sekolah, supaya ayahnya tidak terlambat.
38
Tuturan Tika dianggap santun karena tidak memberatkan beban kepada
ayahnya untuk membawa adiknya ke sekolah.
(7) Seri : Yah, panaet jolo kompori bo.
yah, nyalakan dulu kompor itu
„Yah, nyalakan kompor itu.
Ayah : Giot mangua ho jakna?
mau apa kamu rupanya
„Mau apa kamu?‟
Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum
yah.
mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk
diminum yah
„Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟
(peristiwa tutur 37)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (7) diungkapkan oleh penutur
(Seri) berusia 15 tahun dan petutur (Kirman) berusia 40 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakan yah, panaet
jolo kompori bo „Yah, nyalakan dulu kompor itu‟. Dari tuturan Seri, terbukti
kalau Seri menyuruh ayahnya untuk menyalakan kompor. Tuturan Seri
tersebut dianggap tidak santun karena Seri langsung menyuruh ayahnya untuk
menyalakan kompor tanpa meminta tolong sedikitpun. Sebaiknya anak
berkata yah, tolong jolo panaet ayah kompori bo „Yah, tolong dulu nyalakan
konpor itu‟ agar terkesan lebih santun.
(8) Pikri : Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au.
bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya
„Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟
Ibu : Tapi dung balajar mo di sikola.
tapi sudah belajar kamu di sekolah
„Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟
Pikri : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo
ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini
„Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟ (peristiwa tutur 3)
39
Tindak tutur menyuruh pada contoh (8) diungkapkan oleh penutur
(Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Erlis) berusia 44 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakan mak, ajakkon
jau PR jolo mak, nda mengerti au „Bu, ajarkan saya PR Bu, tidak mengerti
saya‟. Dari tuturan Pikri, terbukti kalau dia menyuruh ibunya untuk
mengajarkan PR karena dia tidak mengerti. Tuturan Pikri dianggap tidak
santun karena Pikri langsung menyuruh ibunya untuk mengajarkan PR,
padahal dia sudah belajar di sekolah. Sebaiknya anak berkata mak, PRku
adong mon sikola, jadi adong na inda mengerti au, tolong umak ajarkon jolo
jau „Bu, PR saya ada dari sekolah, tetapi ada yang tidak saya mengerti, tolong
ibu ajarkan saya dulu‟ agar terkesan santun.
(9) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu
ma dabo denggan yah.
jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan
bagus yah
„Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah
rapikan dengan benar.‟
Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah.
masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha
„Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang
berusaha.‟ (peristiwa tutur 23)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (9) diungkapkan oleh penutur
(Fitrah) berusia 13 tahun dan petutur (Ramadhan) berusia 49 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Fitrah yang mengatakan ulang asal
patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma da dabo denggan yah „jangan asal
diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus Yah‟. Dari tuturan Fitrah,
terbukti kalau Fitrah menyuruh ayahnya untuk merapikan pakaian, jangan
40
asal diletakkan disembarangan tempat. Tuturan Fitrah dianggap santun karena
Fitrah menggunakan bahasa yang santun.
(10) Ija : Yah, tujia ayah cogot?
yah, kemana ayah besok
„Yah . besok ayah kemana?‟
Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna?
ayah mau ke Simpang Empat, memangnya kenapa
„Ayah mau ke Simpang Empat, ada apa?‟
Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus
hadir, bisa ayah de roi?
ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa
ayah dating
„Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa
ayah untuk datang?‟
Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de.
tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang
pergi
„Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang
akan pergi.‟
Ija : Jadi ma yah.
ya yah
„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (10) diungkapkan oleh penutur
(Ija) berusia 15 tahun dan petutur (Jemal) berusia 50 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Ija yang mengatakan adong rapat di
sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi „ada rapat di
sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah datang‟. Dari tuturan Ija,
terbukti kalau Ija menyuruh ayahnya untuk hadir di sekolah besok karena ada
rapat wali murid. Tuturan ini dianggap santun karena Ija tidak langsung
mengatakan hal tersebut kepada ayahnya.
(11) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de
mak. kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu
„Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya
bu.‟
41
Ibu : Duku ajo tongan giotmu.
duku saja maumu
„Duku saja mau kamu.‟
Pican : Olo ma dabo mak.
ya lah bu
„Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (11) diungkapkan oleh penutur
(Pican) berusia 15 tahun dan petutur (Suraida) berusia 49 tahun. Tuturan
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Pican yang mengatakan pala muli
umak mon pasar, tabusion jau duku de mak„kalau pulang ibu dari pasar,
belikan saya duku ya Bu‟. Dari tuturan Pican, terbukti kalau Pican menyuruh
ibunya untuk membelikan duku. Tuturan ini dianggap kurang santun karena
Pican langsung mengatakan kepada ibunya untuk membelikan duku.
Sebaiknya anak berkata inda manabusi duku umak naon pala muli mon
pasar„tidak membeli duku ibu nanti kalau sudah pulang dari pasar‟ agar
terkesan lebih santun.
2. Menyarankan
Ditemukan 15 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif
menyarankan. Penggunaan tindak tutur direktif menyarankan dapat dilihat dari
contoh peristiwa tutur berikut.
(12) Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia
manolong umak tu saba.
apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar
kakakmu mau membantu ibu ke sawah
„Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau
membantu ibu ke sawah.‟
42
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto
ia de sonjia nadeges na dabo mak i. jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu
mana yang terbaik bu.
„Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui
mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur 17)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (12) diungkapkan oleh penutur
(Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Hayati) berusia 43 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakan ulang
poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo
mak i „jangan pusing lagi Bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang
terbaik Bu‟. Dari tuturan Ismi, terbukti kalau dia menyarankan agar ibunya
untuk bersabar menghadapi kelakuan kakaknya. Tuturan Ismi dianggap
santun karena dia menyarankan kepada ibunya dengan menggunakan bahasa
yang santun dan ibu pun menuruti saran Ismi tanpa memarahi kakaknya.
(13) Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi.
jangan terlalu banyak yah untuk merokok
„Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟
Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup
tidak bisa ayah kalau tidak merokok
„Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟
Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu
kesehatan nibai. begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak
baik dengan kesehatan
„Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik
dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (13) diungkapkan oleh penutur
(Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Syawal) berusia 45 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakan nda soni
yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai „begini saja Yah,
43
kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan‟. Dari tuturan
Pikri, terbukti kalau dia menyarankan agar ayahnya tidak banyak untuk
merokok karena akan merusak kesehatan. Tuturan Pikri dianggap santun
karena Pikri menyarankan ayahnya dengan menggunakan bahasa yang
santun, dan ayahnya tidak merasa keberatan dengan saran yang diberikan.
(14) Ika : Giot ke tusaba doma ayah?
mau pergi ke sawah lagi ayah
„Mau ke sawah lagi yah?‟
Ayah : Olo, mua de?
ya, memangnya kenapa
„Ya, ada apa?‟
Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban
umak. kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu
„Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau
mengambil kayu.‟(peristiwa tutur 1)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (14)diungkapkan oleh penutur
(Ika) berusia 15 tahun kepada petutur (Asbi) berusia 40 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ika yang mengatakan dokon umak
oban lading, giot mambuat soban umak „kata ibu bawa parang, mau
mengambil kayu ibu‟. Dari tuturan Ika, terbukti kalau dia menyarankan agar
ayahnya membawa parang karena ibunya mau mengambil kayu. Tuturan Ika
dianggap santun karena Ika menyarankan dengan bahasa yang santun dan
ayahnya merasa tidak terpaksa untuk membawa parang.
(15) Rita : Giot tujia de umak i?
mau kemana ibu itu
„Mau kemana bu?‟
Ibu : Giot tu pasar, mua jakna?
mau ke pasar, memangnya kenapa
„Mau ke pasar, ada apa?‟
44
Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be,
ana sompik uida. oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit
kelihatan
„Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit
kelihatan.‟ (peristiwa tutur 19)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (15) diungkapkan oleh penutur
(Rita) berusia 14 tahun kepada petutur (Ripna) berusia 52 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Rita yang mengatakan oh, baju on
ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida „oh, baju ini saja
pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan‟. Dari tuturan Rita, terbukti
kalau dia menyarankan agar ibunya memakai baju yang lain karena baju yang
dipakai ibu kelihatan sempit. Tuturan Rita dianggap santun karena Rita
menyarankan dengan menggunakan bahasa yang santun.
(16) Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah?
ada jadinya orang kerja ke sawah yah
„Ada orang kerja ke sawah yah?‟
Ayah : Adong, mua jakna?
ada, memangnya kenapa
„Ada, memangnya kenapa?‟
Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo
nalai. tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja
mereka
„Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja
mereka.‟ (peristiwa tutur 32)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (16) diungkapkan oleh penutur
(Rio)berusia 14 tahun kepada petutur (Sukirman) berusia 40 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Rio yang mengatakan nda ke ayah
tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai „tidak pergi ayah ke sawah
lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka‟. Dari tuturan Rio, terbukti kalau dia
45
menyarankan kepada ayahnya untuk pergi ke sawah untuk melihat orang
yang bekerja di sawah, agar mereka tidak main-main untuk bekerja. Tuturan
Rio dianggap santun karena dia menyarankan kepada ayahnya dengan
berbahasa yang santun.
(17) Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi.
istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena
kerja itu
„Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena
kerja.‟
Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo
nalain.
ayah harus kerja, mana tau besok ada pula kerja yang
lain
„Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟
Een : Oh, soni yah.
oh, begitu yah
„Oh, begitu yah.‟ (peristiwa tutur 20)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (17) diungkapkan oleh penutur
(Een) berusia 15 tahun kepada petutur (Joli) berusia 40 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Een yang mengatakan istirahat ma
dabo ayah, loja ma dabo ayah uida na karejoi „istirahatlah ayah dulu, sudah
capek ayah kelihatan karena kerja itu‟. Dari tuturan Een, terbukti kalau dia
menyarankan kepada ayahnya untuk beristirahat karena dia melihat ayahnya
sudah capek karena kerja terus. Tuturan Een dianggap santun karena dia
menggunakan bahasa yang santun dan enak didengar.
(18) Santi : Nda ke ayah marjagal?
tidak pergi ayah jualan
„Tidak pergi ayah jualan?‟
Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope.
pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi
„Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟
46
Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba
marun ayahi. oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah
itu
„Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam
ayah.‟ (peristiwa tutur 46)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (18) diungkapkan oleh penutur
(Santi) berusia 15 tahun kepada petutur (Risal) berusia 40 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Santi yang mengatakan oh,
marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi „oh, berobatlah
ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu‟. Dari tuturan Santi, terbukti
kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk berobat agar demam ayahnya
tidak bertambah. Tuturan Santi dianggap santun karena dia menggunakan
bahasa yang santun dan demam ayah pun ada sedikit terobati.
(19) Ibu : Parjolo ma umak ke sikola de.
duluan ibu ke sekolah ya
„Dulian ibu ke sekolah ya.‟
Feri : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
bentar lagilah bu, masih hujan lagi
„Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟ (peristiwa tutur
26)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (19)diungkapkan oleh penutur
(Feri) berusia 14 tahun kepada petutur (Enda) berusia 40 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Feri yang mengatakan tongkin
naima dabo mak, udan dope na „bentar lagilah Bu, masih hujan lagi‟. Dari
tuturan Feri, terbukti kalau dia menyarankan ibunya untuk pergi ke sekolah
sebentar lagi karena hari masih hujan. Tuturan Feri dianggap santun karena
dia menggunakan bahasa yang santun.
47
(20) Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be!
jangan disitu letakakn botol itu yah
„Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟
Ayah : Dijia do di patibal?
dimana lagi diletakkan
„Dimana diletakkan?
Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor
di baen alak. ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa
pecah dibuat orang
„Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah
dibuat orang.‟ (peristiwa tutur 45)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (20) diungkapkan oleh penutur
(Nepra) berusia 15 tahun kepada petutur (Sam) berusia 40 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Nepra yang mengatakan tu
balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor dibaen alak „ke belakang
saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang‟. Dari tuturan Nepra,
terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk membawa botol ke
belakang karena takut pecah. Tuturan Nepra dianggap santun karena dia
menggunakan bahasa yang santun dan ayahnya tidak terpaksa untuk
melakukannya.
(21) Tika : Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak!
jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu
„Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟
Ibu : Nda onak dot baju na umak pake i.
tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu
„Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟
Tika : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak.
tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu
„Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ (peristiwa tutur 15)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (21) diungkapkan oleh penutur
(Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan jilbab
48
nabontar on ma dabo dipake umak „jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu‟.
Dari tuturan Tika, terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya agar
memakai jilbab pilihannya. Tuturan Tika dianggap santun karena dia
menyarankan kepada ibunya untuk memakai jilbab dengan bahasa yang
santun dan ibu pun tidak keberatan untuk memakainya.
(22) Azra : Maek dope anduk ayahi di?
basah baru handuk ayah itu
„Basah handuk ayah itu?‟
Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi.
ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi
„Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟
Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo.
handuk saya saja dulu pakai ayah
„Handuk saya dulu pakai ayah.‟ (peristiwa tutur 22)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (22) diungkapkan oleh penutur
(Azra) berusia 12 tahun kepada petutur (Afis) berusia 36 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Azra yang mengatakan andukkon
ajo ma ayah pake jolo bo „handuk saya saja dulu paka ayah‟. Dari tuturan
Azra, terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk memakai
handuknya karena handuk ayahnya belum kering. Tuturan Azra dianggap
santun karena Azra menyarankan kepada ayahnya dengan bahasa yang
santun.
(23) Ija : Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on.
bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini
„Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟
Ibu : Mangua jakna?
kenapa rupanya
„Memangnya kenapa?‟
Ija : Masompik tu uida dipake umak.
terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu
„Terlalu kecil kelihatan dipakai ibu.‟
49
Ibu : Patut me, baen nabarui dope nai.
tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu
„Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟
Ija : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 9)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (23) diungkapkan oleh penutur
(Ija) berusia 15 tahun kepada petutur (Yuhanna) berusia 49 tahun. Tuituran
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ija yang mengatakan degesan baju
nankinani ditabusi umak padoon „Bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari
pada ini.‟ Dari tuturan Ija, terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya
untuk membeli baju yang lain karena baju yang dibeli ibunya kelihatan
sempit. Tuturan ini dianggap santun karena Ija menyarankan ibunya dengan
bahasa yang santun.
(24) Isas : Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo.
sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu
„Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟
Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo.
ya, sholat lagi ayah dulu
„Ya, sholat lagi ayah.‟ (peristiwa tutur 28)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (24) diungkapkan oleh penutur
(Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Dirwan) berusia 49 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan sumbayang
ma ayah, au ma manjago emeon jolo „sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga
padi ini dulu‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau dia menyarankan kepada
ayahnya untuk sholat terlebih dahulu dan dia mau menjaga padi samapai
ayahnya selesai sholat. Tuturan ini dianggap santun karena Isas menyarankan
dengan bahasa yang santun.
50
(25) Ismi : Sodang mangua umak nari?
sedang mengapa ibu sekarang
„Mengapa ibu sekarang?‟
Ibu : Umak sodang mamasak bubur.
ibu sedang memasak bubur
„Ibu memasak bubur.‟
Ismi : Bubur aha de na di pamasak umak i?
bubur apa itu yang dimasak ibu
„Bubur apa yang ibu masak?‟
Ibu : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma.
bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis
„Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis.‟
Ismi : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki,
ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak.
ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak
itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya
memasak
„Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak,
ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟
Ibu : Olo, umak ma tongan.
ya, ibulah pula
„Ya, ibulah pula.‟ (peristiwa tutur 35)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (25) diungkapkan oleh penutur
(Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Hayati) berusia 43 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakan olo mak,
manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo
buse au mamasak „ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu,
ajarkan pula saya Bu, biar pandai pula saya memasak‟. Dari tuturan Ismi,
terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya agar dia diajarkan memasak.
Tuturan Ismi dianggap santun karena Ismi menyarankan ibunya dengan
bahasa yang santun.
(26) Andre : Ke tu saba dope umak?
pergi ke sawah ibu lagi
„Pergi ke sawah ibu lagi?‟
51
Ibu : Olo, mua jakna?
ya, ada apa
„Ya, memangnya kenapa?‟
Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak
namardalani tu sabaan. tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki
terus ke sawah
„Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki
terus ke sawah.‟ (peristiwa tutur 16)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (26) diungkapkan oleh penutur
(Andre) berusia 15 tahun kepada petutur (Deli) berusia 41 tahun. Tuturan
menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Andre yang mengatakan nda dong
bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan „tidak ada Bu,
saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah‟. Dari tuturan Andre
terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya untuk diantarkan ke sawah
agar ibunya tidak capek jalan kaki. Tuturan Andre dianggap sopan karena
Andre menyarankan dengan bahasa yang santun dan ibunya pun sangat
senang.
3. Memerintah
Ditemukan 5 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif
memerintah. Penggunaan tindak tutur memerintah dapat dilihat dari contoh
peristiwa tutur berikut.
(27) Ibu : Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna!
kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi
„Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟
Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na.
tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk
mengerjakannya
„Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk
mengerjakannya.‟
52
Ibu : Na payah buse ho ken saruononi.
sulit sekali kamu untuk disuruh
„Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ (peristiwa tutur 5)
Tindak tutur memerintah pada contoh (27) diungkapkan oleh penutur
(Santi) berusia 15 tahun kepada petutur (Ani) berusia 38 tahun. Tuturan
memerintah tersebut terbukti dari tuturan Santi yang mengatakan nda ra au,
uni ma saruon umak mangarojoon na „tidak mau saya, kakaklah ibu suruh
untuk mengerjakannya‟. Dari tuturan Santi, terbukti kalau dia memerintah
ibunya untuk lagsung mengatakan kepada kakaknya untuk melakukan
pekerjaan. Tuturan Santi dianggap tidak santun karena seorang anak tidak
sepantasnya mengatakan hal seperti itu kepada orang tuanya. Sebaiknya anak
berkata uni ma dabo mak e mangarojoon na „Kakaklah bu yang
mengerjakannya‟ agar terkesan santun.
(28) Een : Umak ma mambasu piringi de!
ibulah yang mencuci piring itu
„Ibu saja yang mencuci piring itu!‟
Ibu : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna.
ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang
mencucinya
„Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.
Een : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope
au mak. tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu
„Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟
(peristiwa tutur 6)
Tindak tutur memerintah pada contoh (28) diungkapkan oleh penutur
(Een) berusia 15 tahun kepada petutur (Hafni) berusia 38 tahun. Tuturan
memerintah tersebut terbukti dari tuturan Een yang mengatakan umak ma
mambasu piringi de „ibulah yang mencuci piring itu‟. Dari tuturan
Een,terbukti kalau dia memerintah ibunya untuk mencuci piring padahal
53
ibunya sedang banyak pekerjaan namun dibiarkan saja karena dia juga masih
ada PR untuk diselesaikan. Tuturan Een dianggap tidak santun karena Een
langsung memerintah ibunya untuk mencuci piring tanpa menggunakan
bahasa yang santun. Sebaiknya anak berkata satongkin nai mak, u siapkon
jolo PRkon mak bo „Sebentar lagi bu, saya selesaikan PR ini dulu ya bu‟ agar
terkesan santun.
(29) Ismi : Ulang asal patibal soni tas ayahi!
jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu
„Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟
Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba.
capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari sawah
„Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari
sawah.‟(peristiwa tutur 18)
Tindak tutur memerintah pada contoh (29) diungkapkan oleh penutur
(Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Anan) berusia 45 tahun. Tuturan
memerintah tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakanulang asal
patibal soni tas ayahi „jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu‟. Dari
tuturan Ismi, terbukti kalau dia memerintah agar ayahnya jangan
sembarangan meletakkan tas, padahal dia tahu kalau ayahnya masih capek
karena baru pulang dari sawah. Tuturan Ismi dianggap tidak santun karena
dia langsung saja memerintah ayahnya tanpa menggunakan bahasa yang
santun. Sebaiknya anak berkatason ma dabo patibal tas ayahi bo „Di sini saja
ayah letakkan tas itu‟ agar terkesan lebih santun.
(30) Feri :Mua dpe jakna yah! ke maita.
kenapa lagi yah, pergi kita lagi
„Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟
Ayah :Kinai ma, satongkin nai
nantilah, sebentar lagi
„Nantilah sebentar lagi.‟
54
Feri : Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot
dongan nangkinan.
cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola
dengan anak orang tadi
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola
dengan teman.‟
Ayah : Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho.
cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu
„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah
sedang sibuk.‟ (peristiwa tutur 41)
Tindak tutur memerintah pada contoh (30)diungkapkan oleh penutur
(Feri) berusia 14 tahun kepada petutur (Pajri) berusia 42 tahun. Tuturan
memerintah tersebut terbukti dari tuturan Feri yang mengatakanIpas ma yah!
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Dari
tuturan Feri, terbukti kalau dia memerintah ayahnya untuk segera berangkat.
Tuturan Feri dianggap tidak santun karena Feri memerintah ayahnya untuk
segera cepat berangkat dengan bahasa yang yang tidak santun. Sebaiknya
anak berkata lambat dope ayah„lama lagi yah‟ agar terkesan lebih santun.
(31) Ibu : Kema tabusi es ken obanon tu sabai!
pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu
„Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟
Isas : Jau bage sada de mak!
untukku satu ya bu
„Untuk saya satu ya bu!‟
Ibu : Olo, kema tabusi.
ya, pergilah beli
„Ya, pergi beli.‟ (peristiwa tutur 38)
Tindak tutur memerintah pada contoh (31) diungkapkan oleh penutur
(Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan
memerintah tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakanjau bage sada
de mak „untukku satu ya bu‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau Isas memerintah
55
ibunya untuk minta dibelikan juga. Tuturan Isas dianggap tidak santun karena
Isas langsung memerintah ibunya untuk dibelikan tanpa menggunakan bahasa
yang santun. Sebaiknya anak berkata tabusion bage ma jau sada dabo mak e
„belikanlah saya satu bu‟ agar terkesan lebih santun.
4. Menantang
Ditemukan 7 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif
menentang. Penggunaan tindak tutur menentang dapat dilihat dari contoh
peristiwa tutur berikut.
(32) Ibu : Kema sosah abit nakotori dabo!
pergilah cuci kain yang kotor itu
„Pergi cuci kain yang kotor itu!‟
Rita : Olo mak, satongkin nai ma.
ya bu, sebentar lagilah
„Ya bu, sebentar lagi.‟
Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do.
sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi
„Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan.‟
Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak?
kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu
„Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟
Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi!
membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu
„Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟
Rita : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 4)
Tindak tutur menantang pada contoh (32) diungkapkan oleh penutur
(Rita) berusia 14 tahun kepada petutur (Ripna) berusia 52 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Rita yang mengatakan pala nda ra
au mua jakna mak „kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu‟. Dari
tuturan Rita, terbukti kalau dia mencoba menantang ibunya. Tuturan Rita
56
dianggap tidak santun karena rita menantang ibunya dengan bahasa yang
tidak santun, walau pada akhirnya Rita menuruti kemauan ibunya. Sebaiknya
anak berkata olo mak, u karojoon kinai „Ya bu, saya kerjakan sebentar lagi‟
agar terkesan lebih santun.
(33) Ibu : Pamate ma TV i Putra!
matikanlah TV itu Putra
„Matikan TV itu Putra!‟
Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak?
ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu
„Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟
Ibu : Kema balajar, ho giot ujian!
pergilah belajar, kamu mau ujian
„Pergi belajar, kamu mau ujian!‟
Putra : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 44)
Tindak tutur menantang pada contoh (33) diungkapkan oleh penutur
(Putra) berusia 15 tahun kepada petutur (Ramnah) berusia 52 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Putra yang mengatakan lo mak, pala
nda ra au mangua mak „ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana Bu‟. Dari
tuturan Putra, terbukti kalau di mencoba menantang ibunya. Tuturan Putra
dianggap kurang santun karena dia menantang kepada ibunya dengan bahasa
yang kurang santun walaupun akhirnya dia menuruti kemauan ibunya.
Sebaiknya anak berkata olo mak, u pamate domana „Ya bu, saya matikan
lagi‟ agar terkesan lebih santun.
(34) Nepra : Mak, jia balanjoku sikola!
bu, mana uang jajan sekolahku
„Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟
Ibu : Na kuat buse me dongan soramui.
keras sekali suara kamu itu
„Keras sekali suara kamu.‟
57
Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma!
ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah
„Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟
(peristiwa tutur 47)
Tindak tutur menantang pada contoh (34) diungkapkan oleh penutur
(Nepra) berusia 15 tahun kepada petutur (Lina) berusia 38 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Nepra yang mengatakan olo tongan,
tarlambat au kinai ke sikolai, ipas ma „ya pula, terlambat nanti saya pergi
sekolah‟. Dari tuturan Nepra, terbukti kalau dia mencoba menantang ibunya
karena ibunya belum membeikan uang jajan. Tuturan Nepra dianggap tidak
santun karena dia menantang ibunya dengan bahasa yang kasar dan seperti
memaksa. Sebaiknya anak berkata len ma dabo mak, mabiar au tarlambat
kinai sikola „Kasihlah bu, takut saya nanti terlambat ke sekolah‟ agar terkesan
lebih santun.
(35) Azra : Mak, au ke jalang dot dongan de!
bu, saya mau pergi main dengan teman
„Bu, saya mau pergi main bersama teman!
Ibu : Jalang tujia jakna?
main kemana rupanya
„Mau pergi main kemana?‟
Azra : Tu bagas dongan mak.
ke rumah teman bu
„Ke rumah teman bu.‟
Ibu : Sapai jolo ayahmu pala patola ia.
tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya
„Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟
Azra : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa
pala tola ke jalang.
kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya
kalau boleh saya pergi main
„Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama
ibu kalau boleh saya pergi main.‟ (peristiwa tutur 13)
58
Tindak tutur menantang pada contoh (35) diungkapkan oleh penutur
(Azra) berusia 12 tahun kepada petutur (Eni) berusia 35 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Azra yang mengatakan anso usapai
bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang „kenapa ditanya
pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main‟. Dari
tuturan Azra, terbukti kalau dia mencoba menantang perintah dari ibunya.
Tuturan Azra dianggap tidak santun karena Azra tidak mau menuruti
kemauan dari ibunya untuk menanyakan kepada ayahnya apakah dia boleh
pergi main bersama temannya. Sebaiknya anak berkata jadi ma mak pala
soni, usapai ma jolo ayah „Ya lah bu, kalau begitu saya Tanya ayah dulu‟
agar terkesan lebih santun.
(36) Isas : Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru
mulisikola dope, loja dope au mak.
kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya
baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu
„Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya
baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟
Ibu : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope.
ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi
„Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ (peristiwa
tutur 43)
Tindak tutur menantang pada contoh (36) diungkapkan oleh penutur
(Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakanpala umak ajo
manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope aumak „kalau
ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang lagi dari sekolah,
masih capek lagi bu‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau dia mencoba
menentang ibunya. Tuturan Isas dianggap tidak santun karena Isas menentang
59
ibunya dengan bahasa yang tidak enak didengar. Sebaiknya anak berkata olo
mak e, kinai ma u sosah, istirahat jolo tongkin „Ya bu, nanti saya cuci,
istirahat dulu sebentar‟ agar terkesan lebih santun.
(37) Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim
parudan nari.
jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan
sekarang
„Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan
sekarang.
Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang
batang aek. kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar
sungai
„Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai
sudah besar.‟
Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko.
asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu
„Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ (peristiwa
tutur 2)
Tindak tutur menantang pada contoh (37) diungkapkan oleh penutur
(Ika) berusia 15 tahun kepada petutur (Asbi) berusia 40 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Ika yang mengatakan mua jakna yah,
tagi dabo maridi pala godang batang aek „kenapa rupanya yah, asyik itu
mandi kalau besar sungai‟. Dari tuturan Ika, terbukti kalau dia mencoba
menantang keinginan ayahnya karena melarang untuk mandi ke sungai.
Tuturan Ika dianggap tidak santun karena dia membantah ayahnya dengan
bahasa yang tidak santun. Sebaiknya anak berkata olo yah, nda ke au do „Ya
yah, saya tidak akan pergi‟ agar terkesan lebih santun.
(38) Ayah : Pamate ma senio i!
matikanlah senio itu
„Matikan senio itu!
60
Pican : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi
„Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟
Ayah : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma
emberi. belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari
ember itu
„Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari
ember itu.‟ (peristiwa tutur 22)
Tindak tutur menantang pada contoh (38) diungkapkan oleh penutur
(Pican) berusia 15 tahun kepada petutur (Ramlan) berusia 53 tahun. Tuturan
menantang tersebut terbukti dari tuturan Pican yang mengatakan tapi nda pedo
ponuh yah, tongkin nai „tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi‟. Dari tuturan
Pican, terbukti kalau dia menantang ayahnya karena disuruh mematikan senio,
namun dia membantah ayahnya. Tuturan Pican dianggap kurang santun karena
menantang perintah dari ayahnya. Sebaiknya anak berkata olo yah, u pamate
kinai pala dung ponuh „Ya yah, saya matikan kalau sudah penuh‟ agar
terkesan lebih santun.
5. Memohon
Ditemukan 9 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif
memohon. Penggunaan tindak tutur memohon dapat dilihat dari contoh
berikut.
(39) Ibu : Tolongi umak mambangkit eme jolo!
tolong ibu mengangkat padi dulu
„Tolong ibu mengangkat padi!‟
Ika : Olo mak, pataeng satongkin nai.
ya bu, tunggu sebentar lagi
„Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟
Ibu : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo!
cepatlah, hujan mau turun lagi
„Cepatlah, hujan mau turun!‟
61
Ika : Lo, mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 27)
Tindak tutur memohon pada contoh (39) diungkapkan oleh penutur
(Ika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ita) berusia 38 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Ika yang mengatakan olo mak,
pataeng satongkin nai „ya bu, tunggu sebentar lagi‟. Dari tuturan Ika, terbukti
kalau dia memohon waktu sebentar kepada ibunya. Tuturan Ika dianggap
santun karena Ika memohon dengan bahasa yang santun tanpa menolak
permintaan dari ibunya.
(40) Rio : Mak, len ma jau dabo epeng giot manabusi buku
garina!
bu, kasihlah saya uang mau membeli buku
„Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟
Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi.
tapi sudah dibeli kemaren
„Tapi sudah dibeli kemaren.‟
Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku
na!
kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya
„Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya!
Ibu : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak
ganti.
uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti
„Uang belanjamu dulu membelinya,. nanti ibu ganti.‟
(peristiwa tutur 11)
Tindak tutur memohon pada contoh (40) diungkapkan oleh penutur
(Rio) berusia 14 tahun kepada petutur (Ana) berusia 39 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Rio yang mengatakanmak, len ma jau
dabo epeng giot manabusi bukugarina„bu, kasih saya uang mau membeli
buku‟. Dari tuturan Rio, terbukti kalau dia memohon agar ibunya bisa
62
memberikan dia uang. Tuturan Rio dianggap santun karena Rio memohon
kepada ibunya dengan bahasa yang santun.
(41) Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot
kuliah de yah.
yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya
mau kuliah yah
„Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau
kuliah yah.‟
Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungi ulang lupa
sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki.
ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa
sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita
„Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa
sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟
Rita : Olo yah.
ya yah
„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 21)
Tindak tutur memohon pada contoh (41) diungkapkan oleh penutur
(Rita) berusia 14 tahun kepada petutur (Syamsul) berusia 54 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Rita yang mengatakan yah, pala
cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah „Yah, kalau besok ini
saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah‟. Dari tuturan Rita, terbukti
kalau dia memohon kepada ayahnya untuk menyekolahkannya ke jenjang
yang lebih tinggi kalau dia sudah tamat sekolah. Tuturan Rita dianggap
santun karena dia memohon kepada ayahnya dengan bahasa yang santun.
(42) Seri : Yah, tamba ma jolo epengkon!
yah, tambahlah dulu uangku ini
„Yah, tambah dulu uangku!‟
Ayah : Urang dope jakna?
kurang lagi rupanya
„Kurang memangnya?‟
63
Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak
lima ribu mia, urang dua ribu nai yah.
ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma
Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.
„Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu Rp.5000,
jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟(peristiwa tutur 40)
Tindak tutur memohon pada contoh (42) diungkapkan oleh penutur
(Seri) berusia 15 tahun kepada petutur (Kirman) berusia 40 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakan yah, tamba ma
jolo epengkon „Yah, tambah dulu uangku ini‟. Dari tuturan Seri, terbukti
kalau dia memohon kepada ayahnya untuk meminta uang agar cukup
membeli buku karena harga buku Rp.7000 sedangkan uang yang diberi
ibunya Rp.5000 sehingga kurang Rp.2000 lagi. Tuturan Seri dianggap santun
karena dia memohon kepada ayahnya dengan menggunakan bahasa yang
santun.
(43) Ibu : Buat jolo tas umak di biliki!
ambil dulu tas ibu di kamar
„Ambil tas ibu di kamar!‟
Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi
„Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟
Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak!
cepatlah, nanti terlambat pula ibu
„Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ (peristiwa tutur 7)
Tindak tutur memohon pada contoh (43)diungkapkan oleh penutur
(Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan olo mak,
satongkin nai, marabit dope au „ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi‟.
Dari tuturan Tika, terbukti kalau dia memohon waktu sebentar kepada ibunya
64
karena dia sedang berpakaian. Tuturan Tika dianggap santun karena dia tidak
menolak apa yang dikatakan ibunya dengan bahasa yang santun.
(44) Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de
yah! saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah
saya ikut yah
„Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja
saya ikut yah!‟
Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola.
kenapa, tapi libur sekarang sekolah
„Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟
Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen
PRku.
ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat
PR saya
„Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat
PR.‟ (peristiwa tutur 33)
Tindak tutur memohon pada contoh (44) diungkapkan oleh penutur
(Andre) berusia 15 tahun kepada petutur (Nasa) berusia 47 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Andre yang mengatakan au nda dot tu
saba nari yah do, cogot ma au dot de yah „saya tidak ikut ke sawah sekarang
yah, besok sajalah saya ikut yah‟. Dari tuturan Andre, terbukti kalau dia
memohon kepada ayahnya agar dia tidak pergi ke sawah karena dia mau
membuat PR ke rumah temannya. Tuturan Andre dianggap santun karena dia
memohon kepada ayahnya dengan bahasa yang baik dan santun.
(45) Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de
mak! bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu
„Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟
Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari.
lihat dulu ya, padi murah sekarang
„Lihat dulu, padi murah sekarang.‟
Isas : Oh, jadi ma mak.
oh, ya lah bu
„Oh, ya bu.‟ (peristiwa tutur 39)
65
Tindak tutur memohon pada contoh (45)diungkapkan oleh penutur
(Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan mak, pala dung
manggotol ta, tabusion jau baju de mak „bu, kalau sudah menuai kita, belikan
saya baju ya Bu‟. Dari tuturan Isas, tebukti kalau dia memohon kepada
ibunya untuk dibelikan baju kalau sudah menuai padi. Tuturan Isas dianggap
santun karena memohon kepada ibunya dengan bahasa yang santun dan tidak
memaksa.
(46) Seri : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo
mak! bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu
„Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟
Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo
tongan umak len abis sudena dibaen ko.
uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja
ibu kasih habis semuanya dibuat kamu
„Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja
ibu kasih habis semuanya.‟ (peristiwa tutur 31)
Tindak tutur memohon pada contoh (46) diungkapkan oleh penutur
(Seri) berusia 15 tahun kepada petutur (Rodiana) berusia 39 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakanmak, len jau
epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak „Bu, kasih saya uang, tidak ada
uangku, kasihlah Bu‟. Dari tuturan Seri, terbukti kalau dia memohon kepada
ibunya untuk meminta uang karena uangnya tidak ada. Tuturan Seri dianggap
santun karena dia memohon kepada ibunya dengan bahasa yang santun.
(47) Pikri : Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak, pala
adong do epeng umak bah! kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas kalau ada uang
ibu.
„Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas kalau ada uang ibu!‟
66
Ibu : Tas potangon deges dope na.
tas kemaren mahih bagus lagi
„Tas kemaren masih bagus.‟
Pikri : Nda mak, dung masibak ma.
tidak bu, sudah robek bu
„Tidak bu, sudah robek.‟ (peristiwa tutur 36)
Tindak tutur memohon pada contoh (47)diungkapkan oleh penutur
(Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Erlis) berusia 44 tahun. Tuturan
memohon tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakanpala ke umak
tu pasar, tabusion jau tas de mak,pala adong do epeng umak bah„kalau pergi
ibu ke pasar, belikan tas kalau ada uang ibu‟. Dari tuturan Pikri, terbukti
kalau dia memohon kepada ibunya untuk dibelikan tas karena tasnya sudah
robek. Tuturan Pikri dianggap santun karena dia memohon kepada ibunya
dengan bahasa yang santun.
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan olehAnak kepada
Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing
a. Maksim Kedermawanan
Dari hasil analisis data, maksim kedermawanan digunakan dalam 16
tuturan. Penggunaan maksim kedermawanan dalam tindak tutur direktif anak
kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh
berikut.
(48) Isas : Na bahat me asar di bagason mak i!
banyak sekali sampah di rumah ini bu
„Banyak sampah di rumah ini Bu!‟
Ibu : Paias ma tongan asari.
bersihkan lah sampah itu
„Bersihkan sampah itu.‟
67
Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala.
ibu yang bersihkan, saya masih capek
„Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟
(peristiwa tutur 8)
Contoh (48) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kedermawanan. Kataumak ma paias na, au loja dope lala ‘ibu yang
bersihkan, saya masih capek‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Isas
tidak mau membersihkan sampah karena masih merasa capek dan dia tdak
ingin dirugikan waktu istirahatnya. Dari tuturan tersebut dianggap kurang
santun karena Isas memaksimalkan keuntungan diri sendiri dengan menyuruh
ibunya untuk membersihkan sampah. Sebaiknya anak berkata satongkin nai
ma mak u paias „Sebentar lagi bu saya bersihkan‟ agar lebih terkesan santun.
(49) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada nai.
habiskanlah bu, saya masak satu lagi
„Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟
Ibu : Nda mangua jakna?
tidak apa-apa
„Tidak apa-apa?‟
Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau.
tidak apa-apa bu, saya tapi sudah makan
„Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa tutur
14)
Contoh (49) merupakan maksim kedermawanan. Kata abiskon ma
dabo mak, upamasak sada nai „habiskanlah Bu, saya masak satu lagi‟
dianggap santun karena Tika menyuruh ibunya untuk menghabiskan
makanan. Merupakan maksim kedermawanan karena Tika memaksimalkan
keuntungan ibunya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri dengan cara
menyuruh ibunya menghabiskan makanan.
68
(50) Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba.
yah, kata ibu bawa nasi ke sawah
„Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah.
Ayah : Dung kema umakmu jakna?
sudah pergi ibumu
„Apakah ibumu sudah pergi?‟
Isas : Olah yah, manyogoti dope.
ya yah, pagi tadi
„Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur 29)
Contoh(50) merupakan maksim kedermawanan. Kataolah yah,
manyogti dope „ya yah, pagi tadi‟ dianggap santun karena Isas
memberitahukan kepada ayahnya dengan bahasa yang santun. Merupakan
maksim kedermawanan karena Isas memaksimalkan keuntungan ayahnya dan
meminimalkan keuntungan diri sendiri.
(51) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang!
bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main
„Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main!‟
Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak.
ya, sebentar lagi datang ibu
„Ya, sebentar lagi ibu datang.‟
Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak!
cepatlah bu, sedang banyak orang
„Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur 34)
Contoh (51) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kedermawanan. Katamak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang „Bu, cepatlah
datang ke warung, saya mau main‟ menyimpang dari maksim kedermawanan.
Fitrah bersedia menjaga warung, tetapi dia tidak ingin dirugikan waktunya.
Dari tuturan tersebut dianggap kurang santun karena Fitrah memaksimalkan
keuntungan diri sendiri dengan menyuruh ibunya segera datang. Sebaiknya
anak berkata tu lopo ma dabo umak jolo, au giot ke jalang garina „Ke warung
lah ibu dulu, kalau bisa saya mau pergi main‟ agar terkesan lebih santun.
69
(52) Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah.
pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah
„Pergilah ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟
Ayah : Tapi mangoban adikmu dope.
tapi membawa adikmu lagi
„Tapi membawa adikmu lagi.‟
Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na.
tidak usah yah, kakak saja yang membawanya
„Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟
(peristiwa tutur 42)
Contoh (52) merupakan maksim kedermawanan. Kata ulang yah be,
abang ma naon mangoban na „tidak usah yah, kakak saja yang
membawanya‟ tuturan Tika dianggap santun karena menyuruh ayahnya cepat
pergi agar tidak terlambat ke sekolah. Merupakan maksim kedermawanan
karena Tika memaksimalkan keuntungan ayahnya dan meminimalkan
keuntungan diri sendiri.
(53) Seri : Yah, panaet jolo kompori bo.
yah, nyalakan dulu kompor itu
„Yah, nyalakan kompor itu.‟
Ayah : Giot mangua ho jakna?
mau apa kamu rupanya
„Mau apa kamu?‟
Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk
diminum yah. mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk
diminum yah
„Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟
(peristiwa tutur 37)
Contoh (53) merupakan maksim kedermawanan. Kata giot pamasak
aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah ‘mau memasak air panas, tapi
sudah habis air untuk diminum yah‟ tuturan Seri dianggap santun karena dia
tidak merasa dipaksa untuk memasak air. Merupakan maksim kedermawanan
70
karena Seri memaksimalkan keuntungan ayahnya dan meminimalkan
keuntungan diri sendiri.
(54) Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah?
ada jadinya orang kerja ke sawah yah
„Ada orang kerja ke sawah yah?
Ayah : Adong, mua jakna?
ada, memangnya kenapa
„Ada, memangnya kenapa?‟
Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo
nalai. tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja
mereka
„Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja
mereka.‟ (peristiwa tutur 32)
Contoh (54) merupakan maksim kedermawanan. Kata nda ke ayah tu
saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai ‘tidak pergi ayah ke sawah lagi,
nanti lain-lain saja kerja mereka‟ dianggap santun karena Rio menyuruh
ayahnya untuk pergi ke sawah agar orang yang bekerja di sawah tidak asal
bekerja. Merupakan maksim kedermawanan karena Rio meminimalkan
keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan ayahnya.
(55) Ibu : Parjolo ma umak ke sikola de.
duluan ibu ke sekolah ya
„Dulian ibu ke sekolah ya.‟
Feri : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
bentar lagilah bu, masih hujan lagi
„Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟(peristiwa tutur 26)
Contoh (55) merupakan maksim kedermawanan. Kata tongkin nai ma
dabo mak, udan dope na ‘bentar lagilah Bu, masih hujan lagi‟ dianggap
santun karena Feri menyuruh ibunya jangan dulu berangkat ke sekolah karena
masih hujan. Merupakan maksim kedermawanan karen Feri memaksimalkan
keuntungan ibunya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.
71
(56) Andre : Ke tu saba dope umak?
pergi ke sawah ibu lagi
„Pergi ke sawah ibu lagi?‟
Ibu : Olo, mua jakna?
ya, ada apa
„Ya, memangnya kenapa?‟
Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak
namardalani tu sabaan. tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki
terus ke sawah
„Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki
terus ke sawah.‟ (peristiwa tutur 16)
Contoh(56) merupakan maksim kedermawanan. Kata nda dong bah,
utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan „tidak ada bu, saya
antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah‟ dianggap santun karena
Andre tidak tega melihat ibunya berjalan ke sawah. Merupakan maksim
kedermawanan karena Andre meminimalkan keuntungan diri sendiri dan
memaksimalkan keuntungan ibunya.
(57) Ibu : Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna!
kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi
„Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟
Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na.
tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk
mengerjakannya
„Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk
mengerjakannya.‟
Ibu : Na payah buse ho ken saruononi.
sulit sekali kamu untuk disuruh
„Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ (peristiwa tutur 5)
Contoh (57) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kedermawanan. Kata nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na ‘tidak
mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya‟ menyimpang dari
maksim kedermawanan karena tidak mau disuruh oleh ibunya. Dari tuturan
tersebut dianggap tidak santun karena Santi memaksimalkan keuntungan diri
72
sendiri dengan menyuruh orang lain untuk mengerjakannya. Sebaiknya anak
berkata uni ma dabo mak e mangarojoon na „Kakaklah bu yang
mengerjakannya‟ agar terkesan lebih santun.
(58) Een : Umak ma mambasu piringi de!
ibulah yang mencuci piring itu
„Ibu saja yang mencuci piring itu!‟
Ibu : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna.
ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang
mencucinya
„Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.‟
Een : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope
au mak. tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu
„Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi
bu.‟(peristiwa tutur 6)
Contoh(58) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kedermawanan. Kata nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au
mak ‘tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi Bu‟ menyimpang
dari maksim kedermawanan. Een tidak mau mencuci piring karena mau
mengerjakan PR. Dari tuturan tersebut dianggap tidak santun karena Een
memaksimalkan keuntungan diri sendiri dengan menyuruh ibunya untuk
mencuci piring. Sebaiknya anak berkata satongkin nai mak, u siapkon jolo
PRkon mak bo „Sebentar lagi bu, saya selesaikan PR ini dulu ya bu‟ agar
terkesan lebih santun.
(59) Nepra : Mak, jia balanjoku sikola!
bu, mana uang jajan sekolahku
„Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟
Ibu : Na kuat buse me dongan soramui.
keras sekali suara kamu itu
„Keras sekali suara kamu.‟
73
Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma!
ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah
„Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah,
cepatlah!‟ (peristiwa tutur 47)
Contoh (59) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kedermawanan. Kata olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma! „ya
pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah‟ menyimpang dari maksim
kedermawanan. Nepra meminta uang kepada ibunya dengan suara yang keras.
Dari tuturan tersebut dianggap tidak santun karena memaksimalkan
keuntungan diri sendiri untuk meminta uang kepada ibunya dengan suara
yang keras. Sebaiknya anak berkata len ma dabo mak, mabiar au tarlambat
kinai sikola „Kasihlah bu, takut saya nanti terlambat ke sekolah‟ agar terkesan
lebih santun.
(60) Ayah : Pamate ma senio i!
matikanlah senio itu
„Matikan senio itu!‟
Pican : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi
„Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟
Ayah : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma
emberi.
belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari
ember itu
„Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari
ember itu.‟ (peristiwa tutur 22)
Contoh (60) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kedermawanan. Kata tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai „tapi belum
penuh lagi yah, sebentar lagi‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Dari
tuturan tersebut dianggap tidak santun karena Pican memaksimalkan
keuntungan diri sendiri dengan tidak langsung menuruti kata
74
ayahnya.Sebaiknya anak berkata olo yah, u pamate kinai pala dung ponuh
„Ya yah, saya matikan kalau sudah penuh‟ agar terkesan lebih santun.
(61) Ibu : Buat jolo tas umak di biliki!
ambil dulu tas ibu di kamar
„Ambil tas ibu di kamar!‟
Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi
„Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟
Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak!
cepatlah, nanti terlambat pula ibu
„Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ (peristiwa tutur 7)
Contoh(61) merupakan maksim kedermawanan. Kataolo mak,
satongkin nai, marabit dope au „ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi‟
tuturan Tika dianggap santun karena mau disuruh ibunya untuk
mengambilkan di kamar. Merupakam maksim kedermawanan karena Tika
meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan
ibunya.
(62) Azra : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo
mak! bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu
„Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah
bu!‟
Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo
tongan umak len abis sudena dibaen ko.
uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja
ibu kasih habis semuanya dibuat kamu
„Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa
saja ibu kasih habis semuanya.‟ (peristiwa tutur 31)
Contoh (62) merupakan maksim kedermawanan. Kata mak, len jau
epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! „Bu, kasih saya uang, tidak ada
uangku, kasihlah Bu‟ ttuturan Azra dianggap santun karena dia memohon
kepada ibunya dengan bahasa yang santun.Merupakam maksim
75
kedermawanan karena Tika meminimalkan keuntungan diri sendiri dan
memaksimalkan keuntungan ibunya.
(63) Pikri : Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak!
kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya bu
„Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟
Ibu : Tas potangon deges dope na.
tas kemaren mahih bagus lagi
„Tas kemaren masih bagus.‟
Pikri : Nda mak, dung masibak ma.
tidak bu, sudah robek bu
„Tidak bu, sudah robek.‟ ?(peristiwa tutur 36)
Contoh (63) merupakan maksim kedermawanan. Kata pala ke umak tu
pasar, tabusion jau tas de mak! „kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya
Bu‟ tuturan Pikri dianggap santun karena dia minta dibelikan tas dengan
bahasa yang santun dan dia juga tidak memaksakan ibunya untuk
membelikan tas. Merupakan maksim kederamawanan karena Pikri
memaksimalkan keuntungan ibunya dan meminimalkan keuntungan diri
sendiri.
b. Maksim kesepakatan
Dari hasil analisis data, maksim kesepakatan digunakan dalam 23
tuturan. Penggunaan maksim kesepakatan dalam tindak tutur direktif anak
kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh
berikut.
(64) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki?
sudah jadi ayah beli tas untukku
„Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟
Ayah : Nda pedo bah.
belum lagi
„Belum lagi.‟
76
Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo
yah taskon.
belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini
„Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟
Ayah : Cogot domai.
besok lagi
„Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10)
Contoh (64) merupakan maksim kesepakatan. Kata cogot domai
„besok lagi‟ merupakan kesepakatan bahwa ayah sepakat untuk membelikan
tas besok kepada Putra. Tuturan Putra dianggap santun karena ayahnya mau
membelikan tas kepada Putra besok. Merupakan maksim kesepakatan karena
memaksimalkan kesepakatan antara Putra dan ayahnya.
(65) Pikri : Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au.
bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya
„Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟
Ibu : Tapi dung balajar mo di sikola.
tapi sudah belajar kamu di sekolah
„Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟
Pikri : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo.
ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini
„Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟ (peristiwa tutur 3)
Contoh (65) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kesepakatan. Kata olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo„ya lah Bu,
tapi memang susah yang satu ini‟ menyimpang dari maksim kesepakatan
karena Pikri memaksakan ibunya untuk mengajarkan PRnya. Tuturan Pikri
dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Pikri
dan ibunya. Sebaiknya anak berkata tolong ma dabo mak ajarkon au, ana
payah na sada on bo „tolonglah ajarkan saya bu, sulit sekali yang satu ini‟
agar terkesan santun.
77
(66) Ija : Yah, tujia ayah cogot?
yah, kemana ayah besok
„Yah . besok ayah kemana?‟
Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna?
ayah mau ke Simpang empat, memangnya kenapa
„Ayah mau ke Simpang empat, ada apa?‟
Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus
hadir, bisa ayah de roi?
ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa
ayah datang
„Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir,
bisa ayah untuk datang?‟
Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de.
tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang
pergi
„Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang
akan pergi.‟
Ija : Jadi ma yah.
ya yah
„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)
Contoh (66) merupakan maksim kesepakatan. Kata jadi ma yah „ya
yah‟ merupakan kesepakatan bahwa ayahnya tidak bisa datang ke sekolah dan
Ija mau digantikan oleh ibunya untuk datang ke sekolah. Tuturan Ija dianggap
santun karena ija setuju dengan apa yang dikatakan ayahnya. Merupakan
maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Ija dengan
ayahnya.
(67) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de
mak.
kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu
„Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya
bu.‟
Ibu : Duku ajo tongan giotmu.
duku saja maumu
„Duku saja mau kamu.‟
Pican : Olo ma dabo mak.
ya lah bu
„Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24)
78
Contoh (67) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kesepakatan. Kata olo ma dabo mak „ya lah Bu‟ menyimpang dari maksim
kesepakatan karena Pican minta dibelikan duku kepada ibunya tapi dengan
cara memaksa. Tuturan Pican dianggap tidak santun karena tidak
memaksimalkan kesepakatan antara Pican dan ibunya. Sebaiknya anak
berkata pala adong epeng umak, tabusion ma jau duku de mak „kalau ada
uang ibu, belikanlah saya duku ya bu‟ agar terkesan lebih santun.
(68) Ika : Giot ke tusaba doma ayah?
mau pergi ke sawah lagi ayah
„Mau ke sawah lagi yah?‟
Ayah : Olo, mua de?
ya, memangnya kenapa
„Ya, ada apa?‟
Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban
umak. kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu
„Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau
mengambil kayu.‟ (peristiwa tutur 21)
Contoh (68) merupakan maksim kesepakatan. Katadokon umak oban
lading, giot mambuat soban umak „kata ibu bawa parang, mau mengambil
kayu ibu‟ tuturan Ika dianggap santun karena dia menyuruh ayahnya
membawa parang atas pesan dari ibunya dan ayahnya pun tidak merasa
terpakasa. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan
kesepakatan antara Ika dan ayahnya.
(69) Rita : Giot tujia de umak i?
mau kemana ibu itu
„Mau kemana bu?‟
Ibu : Giot tu pasar, mua jakna?
mau ke pasar, memangnya kenapa
„Mau ke pasar, ada apa?‟
79
Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be,
ana sompik uida. oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit
kelihatan
„Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit
kelihatan.‟ (peristiwa tutur 19)
Contoh (69) merupakan maksim kesepakatan. Kata oh, baju on ma
dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida „Oh, baju ini saja pakai
ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan‟ tuturan Rita dianggap santun
karena ibunya bisa menerima atas saran yang dikatakan Rita. Merupakan
maksim kesepakatan karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Rita
dan ibunya.
(70) Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi.
istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan
karena kerja itu
„Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek
karena kerja.‟
Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse
karejo nalain.
ayah harus kerja, mana tau besok ada pula kerja yang
lain
„Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang
lain.‟
Een : Oh, soni yah.
oh, begitu yah
„Oh, begitu yah.‟ (peristiwa tutur 20)
Contoh (70) merupakan maksim kesepakatan. Kata oh, soni yah „oh,
begitu yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Een setuju dengan apa yang
dikatakan oleh ayahnya karena pekerjaan itu tidak akan pernah habis dan
terus selalu ada. Tuturan Een dianggap santun karena telah memaksimalkan
kesepakatan antara Een dan ayahnya.
80
(71) Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be!
jangan disitu letakakn botol itu yah
„Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟
Ayah : Dijia do di patibal?
dimana lagi diletakkan
„Dimana diletakkan?‟
Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai
matapor di baen alak. ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa
pecah dibuat orang
„Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa
pecah dibuat orang.‟ (peristiwa tutur 45)
Contoh(71) merupakan maksim kesepakatan. Kata tu balakang ma
oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak „ke belakang saja bawa
ayah, kalau di sini nanti bisa pecah dibuat orang‟ merupakan kesepakatan
bahwa ayahnya mau meletakkan botol ke belakang karena takut pecah dibuat
orang. Tuturan Nepra dianggap santun karena telah memaksimalkan
kesepakatan antara Nepra dan ayahnya.
(72) Tika : Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak!
jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu
„Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟
Ibu : Nda onak dot baju na umak pake i.
tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu
„Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟
Tika : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak.
tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu
„Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ (peristiwa tutur 15)
Contoh(72) merupakan maksim kesepakatan. Kata nda mangua bagei,
onak do dabo dipake mak „tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu‟ merupakan
kesepakatan bahwa Tika memilihkan jilbab yang cocok untuk ibunya dan
ibunya menuruti pilihan dari Tika. Merupakan maksim kesepakatan karena
memaksimalkan kesepakatan antara Tika dengan ibunya.
81
(73) Ija : Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on.
bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini
„Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟
Ibu : Mangua jakna?
kenapa rupanya
„Memangnya kenapa.‟
Ija : Masompik tu uida dipake umak.
terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu
„Terlalu kecil kelihatan dipaki ibu.‟
Ibu : Patut me, baen nabarui dope nai.
tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu
„Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟
Ija : Lo, mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 9)
Contoh (73) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟
merupakan kesepakatan bahwa ija sepakat dengan baju yang ibu beli. Tuturan
Ija dianggap santun karena setuju dengan apa yang dibeli ibunya. Merupakan
maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Ija dengan
ibunya.
(74) Feri : Mua dpe jakna yah! ke maita.
kenapa lagi yah, pergi kita lagi
„Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟
Ayah :Kinai ma, satongkin nai
nantilah, sebentar lagi
„Nantilah sebentar lagi.‟
Feri : Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot
dongan nangkinan.
cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola
dengan anak orang tadi
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola
dengan teman.‟
Ayah : Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho.
cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu
„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah
sedang sibuk.‟ (peristiwa tutur 41)
Contoh(74) merupakan maksim kesepakatan. Kata Ipas ma yah! Au
dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. „Cepatlah Yah! Saya
82
sudah berjanji akan bermain bola dengan teman‟menyimpang dari maksim
ksesepakatan karena Feri memerintah ayahnya untuk segera berangkat.
Tuturan Feri dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan
antara Feri dan ayahnya. Sebaiknya anak berkatalambat dope ayah, au garina
giot ke buse main bola „lama lagi yah, saya rencana mau pergi main bola‟
agar terkesan lebih santun.
(75) Ibu : Kema tabusi es ken obanon tu sabai!
pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu
„Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟
Isas : Jau bage sada de mak!
untukku satu ya bu
„Untuk saya satu ya bu!‟
Ibu : Olo, kema tabusi.
ya, pergilah beli
„Ya, pergi beli.‟ (peristiwa tutur 38)
Contoh (75) merupakan maksim kesepakatan. Kata olo, kema tabusi
„ya, pergilah beli‟merupakan kesepakatan bahwa Ibu mau membelikan es
kepada Isas. Tuturan Isas dianggap santun karena dia tidak menolak apa yang
disuruh oleh ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena telah
memaksimalkan kesepakatan antara Isas dan ibunya.
(76) Ibu : Kema sosah abit nakotori dabo!
pergilah cuci kain yang kotor itu
„Pergi cuci kain yang kotor itu!‟
Rita : Olo mak, satongkin nai ma.
ya bu, sebentar lagilah
„Ya bu, sebentar lagi.‟
Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do!
sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi
„Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu
lakukan!‟
Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak?
kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu
„Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟
83
Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi!
membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu
„Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟
Rita : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 4)
Contoh (76) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟
merupakan kesepakatan bahwa Rita mau mencuci kain kotor yang disuruh
oleh ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena tuturan Rita kepada
ibunya telah memaksimalkan kesepakatan antara Rita dengan ibunya.
(77) Ibu : Pamate ma TV i Putra!
matikanlah TV itu Putra
„Matikan TV itu Putra!‟
Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak?
ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu
„Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟
Ibu : Kema balajar, ho giot ujian!
pergilah belajar, kamu mau ujian
„Pergi belajar, kamu mau ujian!‟
Putra : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 44)
Contoh (77) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟
merupakan kesepakatan bahwa Putra mau mematikan TV karena disuruh
ibunya untuk belajar. Tuturan Ija dianggap santun karena Putra setuju dengan
apa yang dikatakan ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena
memaksimalkan kesepakatan antara Putra dengan ibunya.
(78) Azra : Mak, au ke jalang dot dongan de!
bu, saya mau pergi main dengan teman
„Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟
Ibu : Jalang tujia jakna?
main kemana rupanya
„Mau pergi main kemana?‟
84
Azra : Tu bagas dongan mak.
ke rumah teman bu
„Ke rumah teman bu.‟
Ibu : Sapai jolo ayahmu pala patola ia.
Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya
„Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟
Azra : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au
marsapa pala tola ke jalang. kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya
kalau boleh saya pergi main
„Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama
ibu kalau boleh saya pergi main.‟ (peristiwa tutur 13)
Contoh (78) merupakan maksim yang maenyimpang dari maksim
kesepakatan. Kata anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala
tola ke jalang „kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau
boleh saya pergi main‟ menyimpang dari maksim kesepakatan karena
membantah apa yang disuruh oleh ibunya. Tuturan Azra dianggap tidak
santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Azra dan
ibunya.Sebaiknya anak berkata jadi ma mak pala soni, usapai ma jolo ayah
„Ya lah bu, kalau begitu saya Tanya ayah dulu‟ agar terkesan lebih santun.
(79) Isas : Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru
muli sikola dope, loja dope au mak. kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya
baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu
„Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya
baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟
Ibu : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope.
ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi
„Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ (peristiwa
tutur 43)
Contoh (79) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim
kesepakatan. Kata pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli
sikola dope, loja dope au mak„kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa
85
bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu‟ menyimpang dari
maksim kesepakatan karena menyuruh kembali ibunya padahal ibunya
menyuruh dia untuk mencuci kain. Tuturan tersebut dianggap tidak santun
karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Isas dan ibunya. Sebaiknya
anak berkata olo mak e, kinai ma u sosah, istirahat jolo tongkin „Ya bu, nanti
saya cuci, istirahat dulu sebentar‟ agar terkesan lebih santun.
(80) Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan
nari.
jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan
sekarang
„Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan
sekarang.
Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang
batang aek. kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar
sungai
„Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai
sudah besar.‟
Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko.
asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu
„Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ (peristiwa
tutur 2)
Peristiwa tutur (80) merupakan maksim yang menyimpang dari
maksim kesepakatan. Kata mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang
batang aek „kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai‟
menyimpang dari maksim kesepakatan karena Ika tidak mau mendengarkan
apa yang dikatakan oleh ayahnya. Tuturan Ika dianggap tidak santun karena
tidak memaksimalkan kesepakatan antara Ika dan ayahnya. Sebaiknya anak
berkata olo yah, nda ke au do „Ya yah, saya tidak akan pergi‟ agar terkesan
lebih santun.
86
(81) Ibu : Tolongi umak mambangkit eme jolo!
tolong ibu mengangkat padi dulu
„Tolong ibu mengangkat padi!
Ika : Olo mak, pataeng satongkin nai.
ya bu, tunggu sebentar lagi
„Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟
Ibu : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo!
cepatlah, hujan mau turun lagi
„Cepatlah, hujan mau turun!‟
Ika : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 27)
Contoh (81) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟
merupakan kesepakatan bahwa Ika mau membantu ibunya untuk mengangkat
padi karena hujan sudah mayu turun. Tuturan Ika dianggap santun karena Ika
setuju dengan apa yang dikatakan ibunya. Merupakan maksim kesepakatan
karena memaksimalkan kesepakatan antara Ika dengan ibunya.
(82) Rio : Mak, len jau epeng giot manabusi buku!
bu, kasih saya uang mau membeli buku
„Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟
Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi.
tapi sudah dibeli kemaren
„Tapi sudah dibeli kemaren.‟
Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku
na!
kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya
„Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya!
Ibu : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak
ganti. uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu
ganti
„Uang belanjamu dulu membelinya,. nanti ibu
ganti.‟(peristiwa tutur 11)
Contoh (82) merupakan maksim kesepakatan. Kataepeng balanjomu
ma manabusi na jolo, kinai umak ganti „uang belanjamu dulu untuk
membelinya, nanti ibu ganti‟ merupakatan kesepakatan bahwa Rio mau
87
membelikan buku dengan uang belanja yang ibu berikan. Tuturan Rio
dianggap santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Rio dan
ibunya.
(83) Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah
de yah.
yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya
mau kuliah yah
„Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau
kuliah yah.‟
Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungki ulang lupa
sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki.
ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa
sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita
„Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa
sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟
Rita : Olo yah.
ya yah
„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 25)
Contoh (83) merupakan maksim kesepakatan. Kata olo yah „ya yah‟
merupakan kesepakatan bahwa Rita berusaha untuk mendapatkan nilai yang
bagus seperti yang dikatakan ibunya. Tuturan Rita dianggap santun karena
ibu senang dengan yang dikatakannya. Merupakan maksim kesepakatan
karena memaksimalkan kesepakatan antara Rita dengan ibunya.
(84) Seri : Yah, tamba jolo epengkon!
yah, tambah dulu uangku ini
„Yah, tambah dulu uangku!‟
Ayah : Urang dope jakna?
kurang lagi rupanya
„Kurang memangnya?
Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak
lima ribu mia, urang dua ribu nai yah. ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma
Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.
„Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu
Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟ (peristiwa
tutur 40)
88
Contoh (84) merupakan maksim kesepakatan. Kata olo yah, harga
bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah
„ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma Rp.5000, jadi
kurang Rp.2000 lagi yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Seri menjelaskan
untuk apa dia meminta uang dan ayahnya pun tidak keberatan untuk
menambahnya. Tuturan Seri dianggap santun karena telah memaksimalkan
kesepakatan antara Seri dan ayahnya.
(85) Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de
yah! saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah
saya ikut yah
„Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja
saya ikut yah!‟
Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola.
kenapa, tapi libur sekarang sekolah
„Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟
Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen
PRku.
ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat
PR saya
„Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat
PR.‟ (peristiwa tutur 33)
Contoh (85) merupakan maksim kesepakatan. Kata au nda dot tu
saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! „saya tidak ikut ke sawah sekarang
yah, besok sajalah saya ikut yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Andre tidak
bisa ke sawah sekarang tapi besok dia bisa ke sawah. Tuturan Andre dianggap
santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Andre dan ayahnya.
(86) Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de
mak!
bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu
„Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟
89
Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari.
lihat dulu ya, padi murah sekarang
„Lihat dulu, padi murah sekarang.‟
Isas : Oh, jadi ma mak.
oh, ya lah bu
„Oh, ya bu.‟ (peristiwa tutur 39)
Contoh (86) merupakan maksim kesepakatan. Kata oh, jadi ma mak
„oh ya lah bu‟ merupakan kesepakatan bahwa Ibu akan membelikan baju
kepada Isas kalau sudah panen padi. Tuturan Isas dianggap santun karena
tidak membantah apa yang dikatakan ibunya. Merupakan maksim
kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Isas dengan ibunya.
c. Maksim Kearifan
Dari hasil analisis data, maksim kearifan digunakan dalam 7 tuturan.
Penggunaan maksim kearifan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang
tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh berikut.
(87) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu
ma dabo denggan yah. jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan
bagus yah
„Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong
ayah rapikan dengan benar.‟
Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah.
masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha
„Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang
berusaha.‟ (peristiwa tutur 23)
Contoh (87) merupakan maksim kearifan. Kata ulang asal patibal
soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah „jangan asal
diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah‟ tuturan Fitrah dianggap
santun karena dia menyuruh ayahnya untuk tidak sembarangan meletakkan
90
baju karena rumah sudah dibersihkan. Merupakan maksim kearifan karena
Fitrah meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan ayahnya.
(88) Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia
manolong umak tu saba.
apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar
kakakmu mau membantu ibu ke sawah
„Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau
membantu ibu ke sawah.‟
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto
ia de sonjia nadeges na dabo mak i. jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu
mana yang terbaik bu.
„Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui
mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur 17)
Contoh (88) merupakan maksim kearifan. Kata ulang poning bage
umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i
‘jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik
bu‟ tuturan Ismi dianggap santun karena dia menyarankan ibunya untuk
bersabar atas tingkah laku kakaknya. Merupakan maksim kearifan karena
Ismi memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian ibunya.
(89) Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi.
jangan terlalu banyak yah untuk merokok
„Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟
Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup
tidak bisa ayah kalau tidak merokok
„Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟
Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges
tu kesehatan nibai. begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena
tidak baik dengan kesehatan
„Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik
dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)
Contoh (89) merupakan maksim kearifan. Kata nda soni yah, urangi
ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai „begini saja yah, kurangi saja
91
merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan‟ tutuan Pikri dianggap
santun karena dia menasehati ayahnya untuk mengurangi merokok.
Merupakan maksim kearifan karena Pikri meminimalkan kerugian dan
memaksimalkan keuntungan ayahnya.
(90) Santi : Nda ke ayah marjagal?
tidak pergi ayah jualan
„Tidak pergi ayah jualan?‟
Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope.
pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi
„Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟
Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba
marun ayahi. oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam
ayah itu
„Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam
ayah.‟ (peristiwa tutur 46)
Contoh (90) merupakan maksim kearifan. Kata oh, marubat ma yah
tongan jolo, kinai martamba marun ayahi„oh, berobatlah ayah dulu, nanti
bertambah demam ayah itu‟ tuturan Santi dianggap santun karena dia
menyuruh ayahnya untuk berobat agar agar demamnya tidak bertambah.
Merupakan maksim kearifan karena Santi meminimalkan kerugian dan
memaksimalkan keuntungan ayahnya.
(91) Azra : Maek dope anduk ayahi di?
basah baru handuk ayah itu
„Basah handuk ayah itu?‟
Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi.
ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi
„Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟
Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo.
handuk saya saja dulu pakai ayah
„Handuk saya dulu pakai ayah.‟ (peristiwa tutur 12)
Contoh (91) merupakan maksim kearifan. Kata andukkon ajo ma ayah
pake jolo bo „handuk saya saja dulu pakai ayah‟ tuturan Azra dianggap santun
92
karena mau memberikan handuk kepada ayahnya. Merupakan maksim
kearifan karena Azra meminimalkan kerugian dan memaksimalkan
keuntungan ayahnya. Azra menawarkan handuknya untuk dipakai oleh ayah
sebelum ayah memintanya.
(92) Isas : Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo.
sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu
„Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟
Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo.
ya, sholat lagi ayah dulu
„Ya, sholat lagi ayah.‟ (peristiwa tutur 28)
Contoh (92) merupakan maksim kearifan. Kata sumbayang ma ayah,
au ma manjago emeon jolo „sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini
dulu‟ tuturan isas dianggap santun karena mau menjaga padi. Merupakan
maksim kearifan karena dengan tuturan tersebut Isas memperkecil kerugian
ibunya dan meningkatkan keuntungan ibunya.
(93) Ismi : Ulang asal patibal soni tas ayahi!
jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu
„Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟
Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba.
capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari
sawah
„Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari
sawah.‟ (peristiwa tutur 18)
Contoh (93) merupakan maksim kearifan. Kata ulang asal patibal
soni tas ayahi! „jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu‟ tuturan Ismi
dianggap santun karena dia mengatakan kepada ayahnya untuk tidak
sembarangan meletakkan tas agar rumah kelihatan rapi. Merupakan maksim
keafifan karena Ismi meminimalkan kerugian dan memaksimalkan
keuntungan ayahnya.
93
d. Maksim Pujian
Dari hasil analisis data, maksim pujian digunakan dalam 1 tuturan.
Penggunaan maksim pujian dalam tindak tutur direktif anak kepada orang
tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh berikut.
(94) Ismi : Sodang mangua umak nari?
sedang mengapa ibu sekarang
„Mengapa ibu sekarang?
Ibu : Umak sodang mamasak bubur.
ibu sedang memasak bubur
„Ibu memasak bubur.‟
Ismi : Bubur aha de na di pamasak umak i?
bubur apa itu yang dimasak ibu
„Bubur apa yang ibu masak?‟
Ibu : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma!
bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis
„Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis!‟
Ismi : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki,
ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak. ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak
itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya
memasak.
„Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak,
ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟
Ibu : Olo, umak ma tongan.
ya, ibulah pula
„Ya, ibulah pula.‟ (peristiwa tutur 35)
Contoh (94) merupakan maksim puijian. Kata olo mak, manis doma,
na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo buse au
mamasak „ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan
pula saya bu, biar pandai pula saya memasak‟ merupakan maksim pujian
karena Ismi mencoba bubur yang dimasak ibu dan terasa memang manis.
Merupakan maksim pujian karena Ismi memaksimalkan pujian pada ibunya.
94
3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang
Tuanya dalam Bahasa Mandailing
a. Maksim Kedermawanan
Penggunaan konteks tutur pada maksim kedermawanan dalam tindak
tutur direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikan dari contoh berikut.
(95) Isas : Na bahat me asar di bagason mak i!
banyak sekali sampah di rumah ini bu
„Banyak sampah di rumah ini Bu!‟
Ibu : Paias ma tongan asari.
bersihkan lah sampah itu
„Bersihkan sampah itu.‟
Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala.
ibu yang bersihkan, saya masih capek
„Ibu yang membersihkan, saya masih capek
sekarang.‟ (peristiwa tutur 8)
Contoh (95) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 13.30 antara
Isas dan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 46 tahun. Isas sedang duduk di rumah baru pulang dari
sekolah, sedangkan ibunya baru pulang dari sawah. Tujuan tuturan di atas
agar sampah di dalam rumah di bersihkan.
(96) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada nai.
habiskanlah bu, saya masak satu lagi
„Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟
Ibu : Nda mangua jakna?
tidak apa-apa
„Tidak apa-apa?‟
Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau.
tidak apa-apa bu, saya tapi sudah makan
„Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa
tutur 14)
Contoh (96) terjadi di dapur pada sore hari pukul 16.00 antara Tika
dan ibunya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya berusia 43
tahun. Tika sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi, sedangkan
95
ibunya sedang makan di dapur. Tujuan tutruran tersebut adalah Tika
menyuruh ibunya untuk menghabiskan makanan karena Tika sudah makan
sebelumnya.
(97) Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba.
yah, kata ibu bawa nasi ke sawah
„Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke
sawah.
Ayah : Dung kema umakmu jakna?
sudah pergi ibumu
„Apakah ibumu sudah pergi?‟
Isas : Olah yah, manyogoti dope.
ya yah, pagi tadi
„Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur29)
Contoh (97) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 13.00 antara
Isas dan ayahnya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai
petutur berusia 49 tahun. Isas sedang makan di ruang tamu, sementara ayah
baru pulangdari masjid. Tujuan tuturan ini agar ayah membawa nasi ke sawah
karena disuruh oleh ibunya.
(98) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang!
bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main
„Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main!‟
Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak.
ya, sebentar lagi datang ibu
„Ya, sebentar lagi ibu datang.‟
Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak!
cepatlah bu, sedang banyak orang
„Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur
34)
Contoh(98) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.30 antara
Fitrah dan ibunya. Fitrah sebagai penutur berusia 13 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 43 tahun. Fitrah sedang berada di warung, sedangkan ibunya
96
sedang memasak di dapur. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya cepat
datang ke warung karena orang sedang ramai.
(99) Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse
ayah.
pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula
ayah
„Pergilah ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟
Ayah : Tapi mangoban adikmu dope.
tapi membawa adikmu lagi
„Tapi membawa adikmu lagi.‟
Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na.
tidak usah yah, kakak saja yang membawanya
„Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟
(peristiwa tutur 42)
Contoh (99) terjadi di ruang tamu rumah pada pukul 07.20 antara Tika
dengan ayahnya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai
petutur berusia 45 tahun. Tika sedang siap-siap di dalam kamar mau
berangkat sekolah, sementara ayah sedang menunggu adik untuk diantar ke
sekolah. Tujuan tuturan tersebut Tika menyuruh ayahnya agar segera
berangkat ke sekolah dia takut ayahnya terlambat ke sekolah, untuk
mengantarkan adik ke sekolah biar kakak saja yang mengantarkannya.
(100) Seri : Yah, panaet jolo kompori bo.
yah, nyalakan dulu kompor itu
„Yah, nyalakan kompor itu.‟
Ayah : Giot mangua ho jakna?
mau apa kamu rupanya
„Mau apa kamu?‟
Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk
diminum yah.
mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk
diminum yah
„Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟
(peristiwa tutur 37)
97
Contoh (100) terjadi di dapur pada sore hari pukul 16.00 antara Seri
dan ayahnya. Seri sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai
petutur berusia 40 tahun. Seri sedang di dapur mau memasak air dan ayahnya
sedang duduk di kursi makan. Tujuan tuturan di atas menyuruh ayah untuk
menyalakan kompor.
(101) Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah?
ada jadinya orang kerja ke sawah yah
„Ada orang kerja ke sawah yah?‟
Ayah : Adong, mua jakna?
ada, memangnya kenapa
„Ada, memangnya kenapa?‟
Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo
nalai.
tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja
kerja mereka
„Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja
mereka.‟ (peristiwa tutur 32)
Contoh (101) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00
antara Rio dan ayahnya. Rio sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 40 tahun. Rio dengan ayahnya sedang duduk baru siap
makan. Tujuan tuturan ini agar ayahnya segera pergi ke sawah untuk melihat
orang yang bekerja di sawah.
(102) Ibu : Parjolo ma umak ke sikola de.
duluan ibu ke sekolah ya
„Duluan ibu ke sekolah ya.‟
Feri : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
bentar lagilah bu, masih hujan lagi
„Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟ (peristiwa tutur
26)
Contoh (102) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.15 antara
Feri dan ibunya. Feri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 40 tahun. Feri sedang bersisir di depan kaca, sementara ibunya
98
mau berangkat ke sekolah. Tujuan tuturan di atas agar ibunya jangan dulu
berangkat karena masih hujan.
(103) Andre : Ke tu saba dope umak?
pergi ke sawah ibu lagi
„Pergi ke sawah ibu lagi?‟
Ibu : Olo, mua jakna?
ya, ada apa
„Ya, memangnya kenapa?‟
Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak
namardalani tu sabaan.
tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan
kaki terus ke sawah
„Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan
kaki terus ke sawah.‟ (peristiwa tutur 16)
Contoh (103) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 08.20 antara
Andre dan ibunya. Andre sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 41 tahun. Andre sedang menonton televisi dan ibunya
mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas adalah untuk mengantarkan
ibu ke sawah karena ibu kelihatan capek berjalan kaki.
(104) Ibu : Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna!
kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi
„Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟
Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na.
tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk
mengerjakannya
„Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk
mengerjakannya.‟
Ibu : Na payah buse ho ken saruononi.
sulit sekali kamu untuk disuruh
„Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ (peristiwa tutur
5)
Contoh (104) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.00 antara
Santi dan ibunya. Santi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 38 tahun. Santi baru siap membersihkan rumah sedangkan
99
ibunya baru pulang dari pasar. Tujuan tuturan di atas agar ibu menyuruh
kakaknya untuk mengerjakannya karena dia baru siap membersihkan rumah.
(105) Een : Umak ma mambasu piringi de!
ibulah yang mencuci piring itu
„Ibu saja yang mencuci piring itu!‟
Ibu : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna.
ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang
mencucinya
„Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang
mencucinya.‟
Een : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage
dope au mak.
tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi
bu
„Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi
bu.‟ (peristiwa tutur 6)
Contoh (105) terjadi di dapur pada sore hari pukul 16.45 antara Een
dan ibunya. Een sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur
berusia 38 tahun. Een sedang duduk sambil melihat buku sedangkan ibunya
sedang memasak di dapur. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya untuk
mencuci piring karena dia mau membuat PR.
(106) Nepra : Mak, jia balanjoku sikola!
bu, mana uang jajan sekolahku
„Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟
Ibu : Na kuat buse me dongan soramui.
keras sekali suara kamu itu
„Keras sekali suara kamu.‟
Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma!
ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah,
cepatlah
„Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah,
cepatlah!‟ (peristiwa tutur 47)
Contoh (106) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.20 antara
Nepra dan ibunya. Nepra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 38 tahun. Nepra sedang siap-siap untuk pergi sekolah
100
sementara ibu sedang memakaikan baju untuk adiknya. Tujuan tuturan di atas
untuk meminta uang jajan karena mau berangkat ke sekolah.
(107) Ayah : Pamate ma senio i!
matikanlah senio itu
„Matikan senio itu!‟
Pican : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi
„Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟
Ayah : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma
emberi.
belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari
ember itu
„Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air
dari ember itu.‟ (peristiwa tutur 22)
Contoh (107) terjadi di dalam rumah pada waktu malam hari pukul
19.30 antara Pican dan ayahnya. Pican sebagai penutur berusia 15 tahun dan
ayahnya sebagai petutur berusia 53 tahun. Pican sedang makan sambil
menonton sedangkan ayahnya sedang duduk baru selesai makan. Tujuan
tuturan di atas untuk mematikan mesin senior karena air dalam ember sudah
melimpah.
(108) Ibu : Buat jolo tas umak di biliki!
ambil dulu tas ibu di kamar
„Ambil tas ibu di kamar!‟
Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi
„Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟
Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak!
cepatlah, nanti terlambat pula ibu
„Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ (peristiwa tutur 7)
Contoh(108) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00 antara
Tika dengan ibunya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun daan ibunya
sebagai petutur berusia 43 tahun. Tika di dalam kamarnya sedang berpakaian,
sementara ibunya sudah mau berangkat ke sekolah dan menyuruh Tika
101
mengambil tas ibunya di kamar. Tujuan tuturan di atas ibu menyuruh Tika
mengambilkan tas.
(109) Azra : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo
mak!
bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu
„Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah
bu!‟
Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia
ajo tongan umak len abis sudena dibaen ko.
uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa
saja ibu kasih habis semuanya dibuat kamu
„Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa
saja ibu kasih habis semuanya.‟ (peristiwa tutur 31)
Contoh (109) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.30 antara
Azra dan ibunya. Azra sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 35 tahun. Azra sedang duduk di kursi tamu sedangkan ibunya
sedang membersihkan rumah. Tujuan tuturan di atas untuk pergi bermain ke
rumah temannya.
(110) Pikri : Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak!
kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya bu
„Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟
Ibu : Tas potangon deges dope na.
tas kemaren mahih bagus lagi
„Tas kemaren masih bagus.‟
Pikri : Nda mak, dung masibak ma.
tidak bu, sudah robek bu
„Tidak bu, sudah robek.‟ (peristiwa tutur 36)
Contoh (110) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00
antara Pikri dan ibunya. Pikri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 44 tahun. Pikri sedang makan di ruang tamu
sedangkan ibunya sedang bersiap-siap untuk pergi ke pasar. Tujuan tuturan di
atas minta untuk dibelikan tas karena tasnya sudah robek.
102
b. Maksim kesepakatan
Penggunaan konteks tutur pada maksim kesepakatan dalam tindak
tutur direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikandari contoh berikut.
(111) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki?
sudah jadi ayah beli tas untukku
„Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟
Ayah : Nda pedo bah.
belum lagi
„Belum lagi.‟
Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma
dabo yah taskon.
belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini
„Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟
Ayah : Cogot domai.
besok lagi
„Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10)
Contoh (111) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.00
antara Putra dan ayahnya. Putra sebagai penutur berusia 15 tahun dan
ayahnya sebagai petutur berusia 54 tahun. Putra sedang melihat buku
pelajaran sedangkan ayahnya sedang duduk baru siap makan. Tujuan tuturan
di atas menyuruh ayahnya untuk membelikan task arena tasnya sudah robek.
(112) Pikri : Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au.
bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya
„Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟
Ibu : Tapi dung balajar mo di sikola.
tapi sudah belajar kamu di sekolah
„Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟
Pikri : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo
ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini
„Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟ (peristiwa tutur 3)
Contoh (112) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara
pikri dan ibunya. Pikri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 44 tahun. Pikri sedang melihat buku pelajarannya sedangkan
103
ibunya sedang bersih-bersih di dapur. Tujuan tuturan di atas untuk diajarkan
PR karena dia tidak mengerti dengan PR sekolahnya.
(113) Ija : Yah, tujia ayah cogot?
yah, kemana ayah besok
„Yah . besok ayah kemana?‟
Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna?
ayah mau ke Simpang empat, memangnya kenapa
„Ayah mau ke Simpang empat, ada apa?‟
Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus
hadir, bisa ayah de roi?
ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir,
bisa ayah datang
„Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir,
bisa ayah untuk datang?‟
Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de.
tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang
pergi
„Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok
yang akan pergi.‟
Ija : Jadi ma yah.
ya yah
„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)
Contoh (113) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara
Ija dengan ayahnya. Ija sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai
petutur berusia 50 tahun. Ija sedang duduk di lantai di depan televisi,
sementara ayahnya sedang duduk di kursi tamu. Tujuan tuturan di atas Ija
menyuruh ayahnya agar datang ke sekolah karena besok ada rapat wali murid.
(114) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de
mak.
kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya
bu
„Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku
ya bu.‟
Ibu : Duku ajo tongan giotmu.
duku saja maumu
„Duku saja mau kamu.‟
104
Pican : Olo ma dabo mak.
ya lah bu
„Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24)
Contoh(114) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.00 antara
Pican dan ibunya. Pican sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 49 tahun. Pican sedang duduk di ruang tamu dan ibunya mau
berangkat ke pasar. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya untuk
membelikan duku.
(115) Ika : Giot ke tusaba doma ayah?
mau pergi ke sawah lagi ayah
„Mau ke sawah lagi yah?‟
Ayah : Olo, mua de?
ya, memangnya kenapa
„Ya, ada apa?‟
Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban
umak.
kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu
„Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau
mengambil kayu.‟ (peristiwa tutur 1)
Contoh (115) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00
antara Ika dengan ayahnya. Ika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 40 tahun. Ika sedang tidur-tiduran di lantai sedangkan
ayahnya sedang duduk di kursi. Tujuan tuturan di atas menyuruh ayahnya
membawa parang ke sawah karena pesan dari ibunya.
(116) Rita : Giot tujia de umak i?
mau kemana ibu itu
„Mau kemana bu?‟
Ibu : Giot tu pasar, mua jakna?
mau ke pasar, memangnya kenapa
„Mau ke pasar, ada apa?‟
105
Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian
be, ana sompik uida.
oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi,
sempit kelihatan
„Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit
kelihatan.‟ (peristiwa tutur 19)
Contoh (116) terjadi di dalam kamar pada siang hari pukul 13.00
antara Rita dengan ibunya. Rita sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 52 tahun. Rita sedang tidur-tiduran di kamar ibunya
sedangkan ibunya sedang memakai baju untuk berangkat ke pasar. Tujuan
tuturan di atas menyarankan ibunya untuk memakai baju yang lain karena
baju yang dipakai ibu kelihatan sempit.
(117) Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi.
istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan
karena kerja itu
„Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek
karena kerja.‟
Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse
karejo nalain.
ayah harus kerja, mana tau besok ada pula kerja yang
lain
„Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang
lain.‟
Een : Oh, soni yah.
oh, begitu yah
„Oh, begitu yah.‟ (peristiwa tutur 20)
Contoh (117) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.30
antara Een dengan ayahnya. Een sebagai penutur berusia 15 tahun dan
ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Een sedang membaca buku
pelajarannya sedangkan ayahnya sibuk dengan kerjaan kantor. Tujuan tuturan
di atas menyarankan kepada ayahnya agar beristirahat karena sudah kelihatan
capek.
106
(118) Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be!
jangan disitu letakakn botol itu yah
„Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟
Ayah : Dijia do di patibal?
dimana lagi diletakkan
„Dimana diletakkan?‟
Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai
matapor di baen alak.
ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti
bisa pecah dibuat orang
„Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa
pecah dibuat orang.‟(peristiwa tutur 45)
Contoh (118) terjadi di teras rumah pada sore hari pukul 16.30 antara
Nepra dengan ayahnya. Nepra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 40 tahun. Nepra sedang duduk di teras rumah
sedangkan ayahnya sedang mengangkat botol. Tujuan tuturan di atas
menyarankan ayahnya agar botol diletakkan ke belakang supaya tidak pecah
dibuat orang.
(119) Tika : Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak!
jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu
„Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟
Ibu : Nda onak dot baju na umak pake i.
tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu
„Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟
Tika : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak.
tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu
„Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ (peristiwa
tutur 15 )
Contoh (119) terjadi di kamar ibunya pada siang hari pukul 13.30
antara Tika dengan ibunya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 43 tahun. Ibu sedang di kamar memilih jilbab yang
akan dipakainya, sementara Tika sedang duduk di tempat tidur ibunya.
Tujuan tuturan di atas Tika menyarankan kepada ibunya untuk memakai
107
jilbab yang lain karena dia melihat tidak cocok dengan baju yang dipakai
ibunya.
(120) Ija : Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on.
bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini
„Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟
Ibu : Mangua jakna?
kenapa rupanya
„Memangnya kenapa.‟
Ija : Masompik tu uida dipake umak.
terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu
„Terlalu kecil kelihatan dipaki ibu.‟
Ibu : Patut me, baen nabarui dope nai.
tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu
„Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟
Ija : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 9)
Contoh (120) terjadi di ruang tamu pada pagi hari pukul 09.00 antara
Ija dengan ibunya. Ija sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibu sebagai
petutur berusia 49 tahun. Ibu sedang melipat kain yang baru dibeli, sedangkan
Ija sedang duduk di kursi sambil melihat baju yang dibeli ibunya. Tujuan
tuturan di atas Ija menyarankan ibunya agar membeli baju yang lain karena
Ija melihat baju yang dipakai ibu terlalu sempit.
(121) Feri :Mua dpe jakna yah! ke maita.
kenapa lagi yah, pergi kita lagi
„Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟
Ayah :Kinai ma, satongkin nai
nantilah, sebentar lagi
„Nantilah sebentar lagi.‟
Feri :Ipas ma yah!Au dung marjanji buse ke main bola dot
dongan nangkinan.
cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola
dengan anak orang tadi
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola
dengan teman.‟
108
Ayah:Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho.
cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu
„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah
sedang sibuk.‟(peristiwa tutur 41)
Contoh (121)terjadi di dalam rumah pada sore hari hari pukul 16.30
antara Feri dengan ayahnya. Feri sebagai penutur berusia 14 tahun dan
ayahnya sebagai petutur berusia berusia 42 tahun. Feri sedang membersihkan
motor sedangkan ayahnya di rumah mengganti pakaian. Tujuan tuturan di
atas agar ayahnya cepat mengganti pakaian karena dia mau pergi main bola
dengan temannya.
(122) Ibu : Kema tabusi es ken obanon tu sabai!
pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu
„Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟
Isas : Jau bage sada de mak!
untukku satu ya bu
„Untuk saya satu ya bu!‟
Ibu : Olo, kema tabusi.
ya, pergilah beli
„Ya, pergi beli.‟ (peristiwa tutur 38)
Contoh (122) terjadi di teras rumah pada siang hari pukul 13.00 antara
Isas dengan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 46 tahun. Isas sedang duduk di teras rumah sedangkan ibunya
mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas untuk minta dibelikan es
karena ibunya menyuruh membelikan es untuk dibawa ke sawah.
(123) Ibu : Kema sosah abit nakotori dabo!
pergilah cuci kain yang kotor itu
„Pergi cuci kain yang kotor itu!‟
Rita : Olo mak, satongkin nai ma.
ya bu, sebentar lagilah
„Ya bu, sebentar lagi.‟
Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do!
109
sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak
pergi
„Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu
lakukan!‟
Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak?
kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu
„Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟
Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi!
membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu
„Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟
Rita : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 4)
Contoh (123) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.30 antara
Rita dan ibunya. Rita berusia 14 tahun dan ibunya sbagai petutur berusia 52
tahun. Rita sedang tidur-tiduran di kamar, sedangkan ibunya baru pulang dari
pasar. Tujuan tuturan tersebut agar Rita mau pergi mencuci kain karena
ibunya baru saja pulang dari pasar. Rita membantah apa yang disuruh ibunya
walaupun jadi dikerjakannya.
(124) Ibu : Pamate ma TV i Putra!
matikanlah TV itu Putra
„Matikan TV itu Putra!‟
Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak?
ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu
„Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟
Ibu : Kema balajar, ho giot ujian!
pergilah belajar, kamu mau ujian
„Pergi belajar, kamu mau ujian!‟
Putra : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 44)
Contoh (124) terjadi di rumah pada malam hari pukul 20.00 antara
Putra dengan ibunya. Putra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 52. Putra sedang asyik menonton televisi, sementara
110
ibunya sedang menyetrika pakaian. Tujuan tuturan di atas menyuruh agar
Putra mematikan televisi dan segera belajar karena besok dia akan ujian.
(125) Azra : Mak, au ke jalang dot dongan de!
bu, saya mau pergi main dengan teman
„Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟
Ibu : Jalang tujia jakna?
main kemana rupanya
„Mau pergi main kemana?‟
Azra : Tu bagas dongan mak.
ke rumah teman bu
„Ke rumah teman bu.‟
Ibu : Sapai jolo ayahmu pala patola ia.
tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya
„Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟
Azra : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au
marsapa pala tola ke jalang.
kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya
bertanya kalau boleh saya pergi main
„Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya
sama ibu kalau boleh saya pergi main.‟ (peristiwa
tutur 13)
Contoh (125) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul pukul 17.00
antara Azra dengan ibunya. Azra sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 35 tahun. Azra sedang siap-siap mau pergi main ke
rumah temannya sedangkan ibunya sedang duduk baru siap memasak. Tujuan
tuturan di atas pergi main ke rumah temannya.
(126) Isas : Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru
muli sikola dope, loja dope au mak.
kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu,
saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek
lagi bu
„Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu,
saya baru pulang dari sekolah, saya masih capek
bu.‟
Ibu : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope.
ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi
„Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟
(peristiwa tutur 43)
111
Contoh (126) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00
antara Isas dengan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 46 tahun. Isas sedang tidur-tiduran karena capek
pulang dari sekolah sedangkan ibunya sedang melipat kain. Tujuan tuturan di
atas menyuruh ibunya untuk mencuci kain karena dia masih capek.
(127) Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim
parudan nari.
jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan
sekarang
„Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan
sekarang.
Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang
batang aek.
kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar
sungai
„Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau
sungai sudah besar.‟
Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko.
asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu
„Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟
(peristiwa tutur 2)
Contoh (127) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara
Ika dengan ayahnya. Ika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 40 tahun. Ika dengan teman-temannya mau pergi ke
sungai sedangkan ayanya sedang duduk baru pulang dari sawah. Tujuan
tuturan di atas agar tidak pergi mandi ke sungai karena musim hujan.
(128) Ibu : Tolongi umak mambangkit eme jolo!
tolong ibu mengangkat padi dulu
„Tolong ibu mengangkat padi!
Ika : Olo mak, pataeng satongkin nai.
ya bu, tunggu sebentar lagi
„Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟
Ibu : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo!
cepatlah, hujan mau turun lagi
„Cepatlah, hujan mau turun!‟
112
Ika : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟ (peristiwa tutur 37)
Contoh (128) terjadi di halaman rumah pada sore hari pukul 15.00
antara Ika dan ibunya. Ika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 38 tahun. Ika sedang di dalam rumah asyik menonton
televisi, sementara ibunya sedang di halaman rumah mau mengangkat padi
karena hujan sudah mulai turun. Tujuan tuturan di atas membantu ibunya
untuk mengangkat padi.
(129) Rio : Mak, len jau epeng giot manabusi buku!
bu, kasih saya uang mau membeli buku
„Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟
Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi.
tapi sudah dibeli kemaren
„Tapi sudah dibeli kemaren.‟
Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua
buku na!
kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua
bukunya
„Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya!
Ibu : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak
ganti.
uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu
ganti
„Uang belanjamu dulu membelinya,. nanti ibu ganti.‟
(peristiwa tutur 11)
Contoh (129) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.10 antara
Rio dan ibunya. Rio sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 39 tahun. Rio mau berangkat ke sekolah sedangkan ibunya
sedang duduk di kursi melihat anaknya pergi sekolah . tujuan tuturan di atas
meminta uang kepada ibunya untuk membeli buku.
113
(130) Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot
kuliah de yah.
yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya
mau kuliah yah
„Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya
mau kuliah yah.‟
Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungki ulang lupa
sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki.
ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan
lupa sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama
kita
„Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa
sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟
Rita : Olo yah.
ya yah
„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 25)
Contoh (130) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 19.30
antara Rita dengan ayahnya. Rita sebagai penutur berusia 14 tahun dan
ayahnya sebaga petutur berusia 54 tahun. Ayah sedang duduk di atas kursi ,
sementara Rita sedang belajar di dalam kamarnya. Tujuan tuturan di atas Rita
memohon kepada ayahnya agar mau menyekolahkannya ke jenjang yang
lebih tinggi kalau dia sudah tamat sekolah.
(131) Seri : Yah, tamba jolo epengkon!
yah, tambah dulu uangku ini
„Yah, tambah dulu uangku!‟
Ayah : Urang dope jakna?
kurang lagi rupanya
„Kurang memangnya?
Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen
umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah.
ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu
Cuma Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.
„Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu
Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟ (peristiwa
tutur 40)
Contoh (131) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00 antara
Seri dengan ayahnya. Seri sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
114
sebagai petutur berusia 40 tahun. Seri sudah siap-siap untuk berangkat
sekolah sedangkan ayahnya mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas
meminta ditambah uang untuk membeli buku.
(132) Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot
de yah!
saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok
sajalah saya ikut yah
„Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja
saya ikut yah!‟
Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola.
kenapa, tapi libur sekarang sekolah
„Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟
Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen
PRku.
ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau
membuat PR saya
„Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat
PR.‟ (peristiwa tutur 33)
Contoh (132) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 08.00 antara
Andre dan ayahnya. Andre sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 47 tahun. Andre mau berangkat ke rumah temannya
untuk membuat PR sedangkan ayahnya mau berangkat ke sawah. Tujuan
tuturan di atas dia tidak pergi ke sawah karena mau membuat PR.
(133) Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de
mak!
bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu
„Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya
bu!‟
Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari.
lihat dulu ya, padi murah sekarang
„Lihat dulu, padi murah sekarang.‟
Isas : Oh, jadi ma mak.
oh, ya lah bu
„Oh, ya bu.‟ (peristiwa tutur 39)
115
Contoh (133) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.30 antara
Isas dengan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 46 tahun. Isas sedang duduk di ruang tamu, sementara ibunya
sedang memasak di dapur. Tujuan tuturan di atas Isas memohon kepada
ibunya untuk dibelikan baju kalau sudah menuai padi.
c. Maksim Kearifan
Penggunaan konteks tutur pada maksim kearifan dalam tindak tutur
direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikan dari contoh berikut.
(134) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo,
pasimpu ma dabo denggan yah.
jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan
dengan bagus yah
„Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong
ayah rapikan dengan benar.‟
Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah.
masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha
„Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang
berusaha.‟ (peristiwa tutur 23)
Contoh (134) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara
Fitrah dengan ayahnya. Fitrah sebagai penutur berusia 13 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 49 tahun. Fitrah baru selesai membersihkan rumah
sedangkan ayahnya baru pulang berdagang. Tujuan tuturan di atas agar
ayahnya jangan sembarangan meletakkan pakaian karena rumah baru
dibersihkan.
(135) Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia
manolong umak tu saba.
apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar
kakakmu mau membantu ibu ke sawah
„Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar
mau membantu ibu ke sawah.‟
116
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai
boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i.
jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan
tahu mana yang terbaik bu.
„Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan
mengetahui mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur
17)
Contoh (135) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.00
antara Ismi dengan ibunya. Ismi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya
sebagai petutur berusia 43 tahun. Ismi duduk dilantai sambil melihat buku
sedangkan ibunya sedang duduk di kursi sambil beristirahat. Tujuan tuturan
di atas agar mau membantu ibunya ke sawah.
(136) Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi.
jangan terlalu banyak yah untuk merokok
„Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟
Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup
tidak bisa ayah kalau tidak merokok
„Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟
Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges
tu kesehatan nibai.
begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena
tidak baik dengan kesehatan
„Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik
dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)
Contoh (136) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 19.20
antara Pikri dengan ayahnya. Pikri sebagai penutur berusia 14 tahun dan
ayahnya sebagai petutur berusia 45 tahun. Pikri baru selesai makan sedangkan
ayahnya asyik merokok karena siap makan. Tujuan tuturan di atas agar
ayahnya mengurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan.
(137) Santi : Nda ke ayah marjagal?
Tidak pergi ayah jualan
„Tidak pergi ayah jualan?‟
117
Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope.
pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi
„Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟
Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba
marun ayahi.
oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam
ayah itu
„Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam
ayah.‟ (peristiwa tutur 46)
Contoh (137) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00 antara
Santi dengan ayahnya. Santi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 40 tahun. Santi mau berangkat sekolah sedangkan
ayahnya ma pergi jualan tapi dia ingin berobat terlebih dahulu karena demam.
Tujuan tuturan di atas menyuruh ayahnya agar berobat .
(138) Azra : Maek dope anduk ayahi di?
basah baru handuk ayah itu
„Basah handuk ayah itu?‟
Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi.
ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi
„Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟
Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo.
handuk saya saja dulu pakai ayah
„Handuk saya dulu pakai ayah.‟ (peristiwa tutur 12)
Contoh (138) terjadi di dapur pada sore hari pukul 17.15 antara Azra
dengan ayahnya. Azra sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya sebagai
petutur berusia 36 tahun. Azra sedang duduk melihat ibunya memasak,
sementara ayahnya mau mandi dan dia melihat handuk ayahnya masih basah.
Tujuan tuturan di atas Azra menyarankan kepada ayahnya untuk memakai
handuknya karena handuk ayahnya belum kering.
(139) Isas : Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo.
sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu
„Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟
118
Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo.
ya, sholat lagi ayah dulu
„Ya, sholat lagi ayah.‟ (peristiwa tutur 28)
Contoh (139) terjadi di teras rumah pada siang hari pukul 13.00 antara
Isas dengan ayahnnya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 49 tahun. Isas sedang membersihkan rumah,
sedangkan ayahnya sedang duduk di teras rumah sambil menjaga padi.
Tujuan tuturan di atas Isas menyarankan kepada ayahnya untuk sholat dan dia
mau menjaga padi saat ayahnya sholat.
(140) Ismi : Ulang asal patibal soni tas ayahi!
jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu
„Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟
Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba.
capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari
sawah
„Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari
sawah.‟ (peristiwa tutur 18)
Contoh (140) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara
Ismi dengan ayahnya. Ismi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
sebagai petutur berusia 45 tahun. Ismi baru selesai membersihkan rumah
sedangkan ayahnya baru pulang dari sawah. Tujuan tuturan di atas
menyarankan kepada ayahnya agar tidak sembarangan meletakkan tas.
d. Maksim Pujian
Penggunaan konteks tutur pada maksim pujian dalam tindak tutur
direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikan dari contoh berikut.
(141) Ismi : Sodang mangua umak nari?
sedang mengapa ibu sekarang
„Mengapa ibu sekarang?
119
Ibu : Umak sodang mamasak bubur.
ibu sedang memasak bubur
„Ibu memasak bubur.‟
Ismi : Bubur aha de na di pamasak umak i?
bubur apa itu yang dimasak ibu
„Bubur apa yang ibu masak?
Ibu : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma!
bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis
„Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis!‟
Ismi : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki,
ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak.
ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu
memasak itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula
saya memasak
„Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu
memasak, ajarkan saya bu, biar pandai saya
memasak.‟
Ibu : Olo, umak ma tongan.
ya, ibulah pula
„Ya, ibulah pula.‟ (peristiwa tutur 35)
Contoh (141) terjadi di dapur pada pagi hari pukul 08.30 antara Ismi
dengan ibunya. Ismi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai
petutur berusia 43 tahun. Ismi sedang duduk di dapur sambil melihat ibunya
memasak bubur, sementara ibunya sedang memasak bubur. Tujuan tuturan di
atas memuji ibunya karena pandai memasak dan ingin diajarkan untuk
memasak.
120
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tindak tutur
direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung
Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat dalam
berkomunikasi ada lima bentuk, yakni tindak tutur direktif menyuruh,
menyarankan, memerintah,menantang, dan memohon. Tindak tutur direktif
yangpaling dominan ditemukan adalah Tindak tutur direktif menyarankan dan
yang paling sedikit ditemukan adalah tindak tutur direktif memerintah.
Berdasarkan prinsip kesantunan yang digunakan oleh anak kepada
orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintng
Kabupaten Pasaman Barat dalam berkomunikasi ada empat maksim, yakni
maksim kedermawanan, kesepakatan, kearifan, dan pujian. Maksim yang
paling dominan digunakan adalah maksim kesepakatan dan maksim yang
paling sedikit digunakan adalah maksim pujian dan kearifan.
Konteks pemakaian maksim adalah sebagai berikut. Maksim
kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan menyuruh. Topik tindak
tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana
tenang. Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan
dan memohon. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi
di rumah, halaman rumah dalam suasana tenang. Maksim kearifan dan pujian
cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Topik tindak tutur umumnya
pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang.
120
121
B. Implikasi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sehubungan dengan adanya penelitian ini, dilihat dari bentuk tindak
tutur direktif, prinsip kesantunan, dan konteks tuturan dapat diimplikasikan
pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pembelajaran bahasa bukan
mengajarkan tentang bahasa, tetapi bagaimana bahasa yang sesungguhnya itu
digunakan untuk berkomunikasi yang baikdengan orang lain.Dikaitkan dengan
penelitian ini pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdapat pada
Standar Kompetensi (SK) mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi
melalui kegiatan diskusi dan protokoler, dengan Kompetensi Dasar(KD)
membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun.
C. Saran
Melalui penelitian ini, penulis memberikan saran kepada pihak-pihak
berikut. Pertama, anak di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah
Melintang Kabupaten Pasaman Barat dalam berkomunikasi kepada orang tua
hendaknya mengutamakan kesantunan berbahasa dalam bertindak tutur.
Kedua, orang tua supaya lebih mengarahkan atau membimbing anak dalam
bertindak tutur yang santun kepada siapa pun. Ketiga, Guru sebagai pendidik
hendaknya memberikan contoh bagaimana cara berbicara yang santun agar
komunikasi dengan siswa berjalan dengan efektif. Keempat, peneliti yang
tertarik untuk meneliti kesantunan berbahasa, disarankan melakukan
penelitian pada aspek-aspek yang lain dalam kesantunan berbahasa.
122
KEPUSTAKAAN
Chaer Abdul dan Leonie Agustina.2004.Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: Panduan Mata Burung”. Di dalam Soenjono
Dardjowi Djojo (editor). Mengiring Rekan Sejati: Festschrift Buat Pak
Ton. Jakarta: Universitas Katolik Atmajaya.
Maksan, Marjusman. 1994. Ilmu Bahasa . Padang: UNP Padang Press.
Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Leech, Geoffey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapan). Jakarta:
Depdikbud. Dirjen Dikti.
Nasir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mahsun. 2006. Metodologi Penelitian Bahasa. Jakarta : PT. Raja Grapindo
Persada.
Ningsih Wirda. (2002).”Kesantunan Berbahasa Pramuniaga dalam Melayani
Konsumen: Studi Kasus di Plaza Minang”.(Skripsi). Padang: Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP.
Rahardi R, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Maiezra, (2008).”Kesantunan Berbahasa Minangkabau Pedagang Kaki Lima
dalam Melayani Pembeli di Pasar Tradisional Payakumbuh”. Padang:
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP.
122
123
Sofa (dikutip tanggal 19 Juni 2011). Perkembangan Bahasa Anak.
http://massofa.Wordpress.com.
Sumarsono dan Partana.2002.Sosiolinguistik. Yogyakarta: Andi Offset.
Susanti Yesi Meri. (2000).” Analisis Kesopanan Tindak Tutur dalam Acara
Dialog Opini Berita Ranah Minang”.(Skripsi). Padang: Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia FBSS UNP.
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Yogyakarta:Kanisius.
Yule, George.1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Piaget, John. Sekolah Minggu.http://www.Pemuda kristen.com/artikel/
sekolahminggu.php. diunduh 16 Oktober 2011.
Lock, Jhon. 2008. “Pengertian Anak”. http:// duniapsikologi. dagdigdug.com/
2008/11/19/pengertian-anak-tinjauan-secara-kronologis-dan-psikologis/
124
Lampiran 1
Transkrip Data Kesantunan Berbahasa Mandailing
dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya
di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang
Kabupaten Pasaman Barat
Peristiwa tutur (1)
Ika : Giot ke tusaba doma ayah?
mau pergi ke sawah lagi ayah
„Mau ke sawah lagi yah?‟
Ayah : Olo, mua de?
ya, memangnya kenapa
„Ya, ada apa?‟
Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak.
kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu
„Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau mengambil
kayu.‟
Peristiwa tutur (2)
Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan
nari.
jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan
sekarang
„Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan
sekarang.
Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang
aek.
kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai
„Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai
sudah besar.‟
Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko.
asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu
„Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟
Peristiwa tutur (3)
Pikri : Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au.
bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya
„Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟
Ibu : Tapi dung balajar mo di sikola.
tapi sudah belajar kamu di sekolah
„Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟
125
Pikri : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo
ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini
„Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟
Peristiwa tutur (4)
Ibu : Kema sosah abit nakotori dabo!
pergilah cuci kain yang kotor itu
„Pergi cuci kain yang kotor itu!‟
Rita : Olo mak, satongkin nai ma.
ya bu, sebentar lagilah
„Ya bu, sebentar lagi.‟
Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do.
sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi
„Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan.‟
Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak?
kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu
„Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟
Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi!
membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu
„Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟
Rita : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟
Peristiwa tutur (5)
Ibu : Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna!
kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi
„Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟
Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na.
tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk
mengerjakannya
„Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk
mengerjakannya.‟
Ibu : Na payah buse ho ken saruononi.
sulit sekali kamu untuk disuruh
„Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟
126
Peristiwa tutur (6)
Een : Umak ma mambasu piringi de!
ibulah yang mencuci piring itu
„Ibu saja yang mencuci piring itu!‟
Ibu : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna.
ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang mencucinya
„Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.‟
Een : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au
mak.
tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu
„Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟
Peristiwa tutur (7)
Ibu : Buat jolo tas umak di biliki!
ambil dulu tas ibu di kamar
„Ambil tas ibu di kamar!‟
Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi
„Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟
Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak!
cepatlah, nanti terlambat pula ibu
„Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟
Peristiwa tutur (8)
Isas : Na bahat me asar di bagason mak i!
banyak sekali sampah di rumah ini bu
„Banyak sampah di rumah ini Bu!‟
Ibu : Paias ma tongan asari.
bersihkan lah sampah itu
„Bersihkan sampah itu.‟
Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala.
ibu yang bersihkan, saya masih capek
„Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟
Peristiwa tutur (9)
Ija : Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on.
bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini
„Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟
127
Ibu : Mangua jakna?
kenapa rupanya
„Memangnya kenapa?‟
Ija : Masompik tu uida dipake umak.
terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu
Terlalu kecil kelihatan dipakai ibu.‟
Ibu : Patut me, baen nabarui dope nai.
tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu
„Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟
Ija : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟
Peristiwa tutur (10)
Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki?
sudah jadi ayah beli tas untukku
„Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟
Ayah : Nda pedo bah.
belum lagi
„Belum lagi.‟
Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah
taskon.
belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini
„Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟
Ayah : Cogot domain.
besok lagi
„Besok lagi.‟
Peristiwa tutur (11)
Rio : Mak, len jau epeng giot manabusi buku!
bu, kasih saya uang mau membeli buku
„Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟
Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi.
tapi sudah dibeli kemaren
„Tapi sudah dibeli kemaren.‟
Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku
na!
kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya
„Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya!
128
Ibu : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak
ganti.
uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti
„Uang belanjamu dulu membelinya,.nanti ibu ganti.
Peristiwa tutur (12)
Azra : Maek dope anduk ayahi di?
basah baru handuk ayah itu
„Basah handuk ayah itu?‟
Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi.
ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi
„Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟
Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo.
handuk saya saja dulu pakai ayah
„Handuk saya dulu pakai ayah.‟
Peristiwa tutur (13)
Azra : Mak, au ke jalang dot dongan de!
bu, saya mau pergi main dengan teman
„Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟
Ibu : Jalang tujia jakna?
main kemana rupanya
„Mau pergi main kemana?‟
Azra : Tu bagas dongan mak.
ke rumah teman bu
„Ke rumah teman bu.‟
Ibu : Sapai jolo ayahmu pala patola ia.
tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya
„Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟
Azra : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa
pala tola ke jalang.
kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya
kalau boleh saya pergi main
„Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama ibu
kalau boleh saya pergi main.‟
Peristiwa tutur (14)
Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na i.
habiskanlah bu, saya masak satu lagi
„Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟
129
Ibu : Nda mangua jakna?
tidak apa-apa
„Tidak apa-apa?‟
Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau.
tidak apa-apa bu, saya tapi sudah makan
„Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟
Peristiwa tutur (15)
Tika : Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak!
jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu
„Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟
Ibu : Nda onak dot baju na umak pake i.
tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu
„Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟
Tika : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak.
tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu
„Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟
Peristiwa tutur (16)
Andre : Ke tu saba dope umak?
pergi ke sawah ibu lagi
„Pergi ke sawah ibu lagi?‟
Ibu : Olo, mua jakna?
ya, ada apa
„Ya, memangnya kenapa?‟
Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak
namardalani tu sabaan.
tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki
terus ke sawah
„Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki
terus ke sawah.‟
Peristiwa tutur (17)
Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia
manolong umak tu saba.
apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar
kakakmu mau membantu ibu ke sawah
„Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau
membantu ibu ke sawah.‟
130
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia
de sonjia nadeges na dabo mak i.
jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu
mana yang terbaik bu.
„Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui
mana yang terbaik bu.‟
Peristiwa tutur (18)
Ismi : Ulang asal patibal soni tas ayahi!
jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu
„Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟
Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba.
capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari sawah
„Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari
sawah.‟
Peristiwa tutur (19)
Rita : Giot tujia de umak i?
mau kemana ibu itu
„Mau kemana bu?‟
Ibu : Giot tu pasar, mua jakna?
mau ke pasar, memangnya kenapa
„Mau ke pasar, ada apa?‟
Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana
sompik uida.
oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit
kelihatan
„Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit
kelihatan.‟
Peristiwa tutur (20)
Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi.
istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena
kerja itu
„Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena
kerja.‟
Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo
nalain.
ayah harus kerja,mana tau besok ada pula kerja yang lain
„Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟
131
Een : Oh, soni yah.
oh, begitu yah
„Oh, begitu yah.‟
Peristiwa tutur (21)
Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi.
jangan terlalu banyak yah untuk merokok
„Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟
Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup
tidak bisa ayah kalau tidak merokok
„Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟
Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu
kesehatan nibai.
begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak
baik dengan kesehatan
„Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik
dengan kesehatan ayah.‟
Peristiwa tutur (22)
Ayah : Pamate ma senio i!
matikanlah senio itu
„Matikan senio itu!‟
Pican : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi
„Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟
Ayah : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma emberi.
belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari ember
itu
„Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari
ember itu.‟
Peristiwa tutur (23)
Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma
dabo denggan yah.
jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan
bagus yah
„Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah
rapikan dengan benar.‟
132
Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah.
masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha
„Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang
berusaha.‟
Peristiwa tutur (24)
Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak.
kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu
„Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟
Ibu : Duku ajo tongan giotmu.
duku saja maumu
„Duku saja mau kamu.‟
Pican : Olo ma dabo mak.
ya lah bu
„Ya lah bu.‟
Peristiwa tutur (25)
Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah
de yah.
yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya mau
kuliah yah
„Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau
kuliah yah.‟
Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungi ulang lupa
sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki.
ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa
sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita
„Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat
agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟
Rita : Olo yah.
ya yah
„Ya yah.
Peristiwa tutur (26)
Ibu : Parjolo ma umak ke sikola de.
duluan ibu ke sekolah ya
„Duluan ibu ke sekolah ya.‟
Feri : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
bentar lagilah bu, masih hujan lagi
„Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟
133
Peristiwa tutur (27)
Ibu : Tolongi umak mambangkit eme jolo!
tolong ibu mengangkat padi dulu
„Tolong ibu mengangkat padi!‟
Ika : Olo mak, pataeng satongkin nai.
ya bu, tunggu sebentar lagi
„Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟
Ibu : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo!
cepatlah, hujan mau turun lagi
„Cepatlah, hujan mau turun!‟
Ika : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟
Peristiwa tutur (28)
Isas : Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo.
sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu
„Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟
Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo.
ya, sholat lagi ayah dulu
„Ya, sholat lagi ayah.‟
Peristiwa tutur (29)
Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba.
yah, kata ibu bawa nasi ke sawah
„Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah.
Ayah : Dung kema umakmu jakna?
sudah pergi ibumu
„Apakah ibumu sudah pergi?‟
Isas : Olah yah, manyogoti dope.
ya yah, pagi tadi
„Sudah yah, tadi pagi.‟
Peristiwa tutur (30)
Ija : Yah, tujia ayah cogot?
yah, kemana ayah besok
„Yah .besok ayah kemana?‟
Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna?
ayah mau ke Simpang Empat, memangnya kenapa
„Ayah mau ke Simpang Empat, ada apa?‟
134
Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir,
bias ayah de roi?
ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa
ayah datang
„Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa
ayahuntuk datang?‟
Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de.
tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang pergi
„Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang
akan pergi.‟
Ija : Jadi ma yah.
ya yah
„Ya yah.‟
Peristiwa tutur (31)
Azra : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo
mak!
bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu
„Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟
Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo
tongan umak len abis sudena dibaen ko.
uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja
ibu kasih habis semuanya dibuat kamu
„Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja
ibu kasih habis semuanya.‟
Peristiwa tutur (32)
Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah?
ada jadinya orang kerja ke sawah yah
„Ada orang kerja ke sawah yah?‟
Ayah : Adong, mua jakna?
ada, memangnya kenapa
„Ada, memangnya kenapa?‟
Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo
nalai.
tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja
mereka
„Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja
mereka.‟
135
Peristiwa tutur (33)
Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah!
saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah
saya ikut yah
„Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja saya
ikut yah!‟
Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola.
kenapa, tapi libur sekarang sekolah
„Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟
Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen PRku.
ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat
PR saya
„Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat PR.‟
Peristiwa tutur (34)
Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang.
bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main
„Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main.‟
Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak.
ya, sebentar lagi datang ibu
„Ya, sebentar lagi ibu datang.‟
Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak!
cepatlah bu, sedang banyak orang
„Cepat bu, orang sedang banyak!‟
Peristiwa tutur (35)
Ismi : Sodang mangua umak nari?
sedang mengapa ibu sekarang
„Mengapa ibu sekarang?‟
Ibu : Umak sodang mamasak bubur.
ibu sedang memasak bubur
„Ibu memasak bubur.‟
Ismi : Bubur aha de na di pamasak umak i?
bubur apa itu yang dimasak ibu
„Bubur apa yang ibu masak?‟
Ibu : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma.
bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis
„Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis.‟
136
Ismi : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki,
ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak.
ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu,
ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya memasak
„Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak,
ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟
Ibu : Olo, umak ma tongan.
ya, ibulah pula
„Ya, ibulah pula.‟
Peristiwa tutur (36)
Pikri : Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak!
kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya bu
„Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟
Ibu : Tas potangon deges dope na.
tas kemaren mahih bagus lagi
„Tas kemaren masih bagus.‟
Pikri : Nda mak, dung masibak ma.
tidak bu, sudah robek bu
„Tidak bu, sudah robek.‟
Peristiwa tutur (37)
Seri : Yah, panaet jolo kompori bo.
yah, nyalakan dulu kompor itu
„Yah, nyalakan kompor itu.‟
Ayah : Giot mangua ho jakna?
mau apa kamu rupanya
„Mau apa kamu?‟
Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum
yah.
mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk
diminum yah
„Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟
Peristiwa tutur (38)
Ibu : Kema tabusi es ken obanon tu sabai!
pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu
„Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟
137
Isas : Jau bage sada de mak!
untukku satu ya bu
„Untuk saya satu ya bu!‟
Ibu : Olo, kema tabusi.
ya, pergilah beli
„Ya, pergi beli.‟
Peristiwa tutur (39)
Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak!
bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu
„Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟
Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari.
lihat dulu ya, padi murah sekarang
„Lihat dulu, padi murah sekarang.‟
Isas : Oh, jadi ma mak.
oh, ya lah bu
„Oh, ya bu.‟
Peristiwa tutur (40)
Seri : Yah, tamba jolo epengkon!
yah, tambah dulu uangku ini
„Yah, tambah dulu uangku!‟
Ayah : Urang dope jakna?
kurang lagi rupanya
„Kurang memangnya?
Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima
ribu mia, urang dua ribu nai yah.
ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma
Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.
„Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu Rp.5000,
jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟
Peristiwa tutur (41)
Feri :Mua dpe jakna yah! ke maita.
kenapa lagi yah, pergi kita lagi
„Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟
Ayah :Kinai ma, satongkin nai
nantilah, sebentar lagi
„Nantilah sebentar lagi.‟
138
Feri : Ipas ma yah!Au dung marjanji buse ke main bola dot
dongan nangkinan.
cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola
dengan anak orang tadi
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola
dengan teman.‟
Ayah : Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho.
cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu
„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah
sedang sibuk.‟
Peristiwa tutur (42)
Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah.
pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah
„Pergilah Ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟
Ayah : Tapi mangoban adikmu dope.
tapi membawa adikmu lagi
„Tapi membawa adikmu lagi.‟
Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na.
tidak usah yah, kakak saja yang membawanya
„Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟
Peristiwa tutur (43)
Isas : Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli
sikola dope, loja dope au mak.
kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya
baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu
„Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya
baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟
Ibu : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope.
ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi
„Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟
Peristiwa tutur (44)
Ibu : Pamate ma TV i Putra!
matikanlah TV itu Putra
„Matikan TV itu Putra!‟
Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak?
ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu
„Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟
139
Ibu : Kema balajar, ho giot ujian!
pergilah belajar, kamu mau ujian
„Pergi belajar, kamu mau ujian!‟
Putra : Lo mak.
ya bu
„Ya bu.‟
Peristiwa tutur (45)
Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be!
jangan disitu letakakn botol itu yah
„Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟
Ayah : Dijia do di patibal?
dimana lagi diletakkan
„Dimana diletakkan?‟
Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di
baen alak.
ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa
pecah dibuat orang
„Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah
dibuat orang.‟
Peristiwa tutur (46)
Santi : Nda ke ayah marjagal?
tidak pergi ayah jualan
„Tidak pergi ayah jualan?‟
Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope.
pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi
„Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟
Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun
ayahi.
oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah
itu
„Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam
ayah.‟
Peristiwa tutur (47)
Nepra : Mak, jia balanjoku sikola!
bu, mana uang jajan sekolahku
„Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟
140
Ibu : Na kuat buse me dongan soramui.
keras sekali suara kamu itu
„Keras sekali suara kamu.‟
Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma!
ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah
„Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟
141
Lampiran 2
Tabel. Klasifikasi Bentuk Tindak Tutur Direktif Anak
kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading
Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat
No Tuturan Bentuk Tindak Tutur Direktif
MY MYN MR MT MH
1. Umak ma paias na, au loja dope lala!
2. Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada
nai.
3. Dung tabusi ayah ma lalu tas ki!
4. Yah, dokom umak oban indahan tu saba!
5. Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang!
6. Kema ayah dabo tu sikolai, kinai
tarlambat buse ayah.
7. Yah, panaet jolo kompori bo!
8. Mak, ajarkon jau PR jolo mak, nda
mangerti au!
9 Ulang asal patibal soni baju ayahi dabo,
pasimpu ma dabo denggan yah.
10. Adong rapat di sikola dabo yah, wali
murid harus hadir, bisa ayah de roi?
11. Pala muli umak mon pasar, tabusion jau
duku de mak!
12. Ulang poning bage umak be, sabar ajo
ma kinai boto ia de sonjia nadeges na
dabo mak i.
13. Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi,
nda deges tu kesehatan nibai.
14. Dokon umak oban lading, giot mambuat
soban umak.
15. Oh, baju on ma dabo pake umak bo.
16. Nda ke ayah tu sabai be, kinai lain-lain
ajo soni karejo nalai.
17. Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah
uida na karejoi.
18. Oh, marubat ma tongan ayah jolo, kinai
martamba buse marun ayahi.
19. Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
142
20. Tu balakang oban ayah, pala dison kinai
matapor di baen alak.
21. Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak
22. Andukkon ajo ma jolo dipake ayah bo.
23. Degesan baju nangkinan ditabusi umak
pado on.
24. Sumboyang ma ayah, au ma manjago
emeon jolo.
25. Olo mak, manis doma, na malo me umak
mamasaki, ajari ma au de mak, anso
malo au buse mamasak
26. Nda dong bah, utaruon ma umak de,
lotih umak namardalani tu sabaan.
27 Nda ra au, uni ma saruon umak
mangarojoon na
28. Umak ma mambasu piringi de.
29. Ulang asal patibal soni tas ayahi.
30. Ipas ma yah
31. Jau bage sada de mak.
32. Pala nda ra au mua jakna mak!
33. Lo mak, pala nda rau mangua mak!
34. Olo tongan tarlambat au kinai ke sikola,
ipas ma!
35. Anso u sapai bage ayah, tapi tu umak do
u sapai pala tola ke jalang
36. Pala umak ajo manyosah abiti mua
jakna, au baru muli sikola dope, loja
dope au mak.
37. Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala
godang batang aek.
38. Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
39. Olo mak, pataeng satongkin nai
40. Mak, len jau epeng giot manabusi buku!
41. Yah, pala cogoton dung tomat au sikola,
au giot kuliah de yah.
42. Yah, tamba jolo epengkon.
43. Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
44. Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma
au dot de yah.
143
45. Mak, pala dung manggotol ta, tabusion
jau baju de mak.
46. Mak, len jau epeng, nda dong epengku,
len ma dabo mak.
47. Pala ke umak tu pasar, tabusion tas jau
de mak.
Keterangan :
MY = Menyuruh
MYN = Menyarankan
MR = Memerintah
MT = Menantang
MH = Memohon
144
Lampiran 3
Tabel. Klasifikasi Prinsip Kesantunan yang Digunakan
dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya
di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang
Kabupaten Pasaman Barat
No Tuturan Prinsip Kesantunan
Der Sep Ari Puj
1. Umak ma paias na, au loja dope lala
2. Abiskon ma dabo mak, upamasak sada nai.
3. Olah yah manyogoti dope.
4. Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang.
5. Ulang yah be, abang ma naon mangoban na.
6. Giot pamasak aek milas, abis ma aek untuk
diminum yah.
7. Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni
karejo nalai.
8. Tokin nai ma dabo mak, udan dope na.
9. Nda dong bah, lotih umak namardalani tu
sabaan
10. Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon
na.
11. Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage
dope au mak.
12. Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas
ma!
13. Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
14. Olo mak, satongkin nai ma, marabit dope au
15. Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma
dabo mak!
16. Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak!
145
17. Cogot domain
18. Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo.
19. Jadi ma yah.
20. Olo ma dabo mak
21. Dokon umak oban lading, giot mambuat soban
umak.
22. Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na
ian be, ana sompik uida.
23. Oh, soni yah.
24. Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai
matapor di baen alak.
25. Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak.
26. Lo mak.
27. Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main
bola dotdongan nangkinan.
28. Olo, kema tabusi.
29. Lo mak.
30. Lo mak.
31. Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au
marsapa pala tola ke jalang.
32. Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au
baru muli sikola dope, loja dope au mak.
33. Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang
batang aek.
34. Lo mak.
35. Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai
umak ganti.
36. Olo yah.
37. Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen
umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah.
146
38. Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot
de yah!
39. Oh, jadi ma mak.
40. Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo,
pasimpu ma dabo denggan yah.
41. Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai
boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i.
42. Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda
deges tu kesehatan nibai.
43. Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai
martamba marun ayah i.
44. Andukkon ajo ma pake ayah jolo bo.
45. Sumboyang ma ayah, au ma manjago emeon
jolo.
46. Ulang asal patibal soni tas ayahi.
47. Olo mak, manis doma, na malo me umak
mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo buse
au mamasak.
Keterangan :
Der = Maksim Kedermawanan
Sep = Maksim Kesepakatan
Ari = Maksim Kearifan
Puj = Maksim Pujian
147
Lampiran 4
Tabel. Klasifikasi Konteks Tindak Tutur Anak kepada Orang Tuanya
di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang
Kabupaten Pasaman Barat
No Tuturan Konteks Tindak Tutur
1. Isas :Na bahat me asar di bagason mak i!
„Banyak sampah di rumah ini Bu!‟
Ibu :Paias ma tongan asari.
„Bersihkan sampah itu.‟
Isas :Umak ma paias na, au loja dope lala.
„Ibu yang membersihkan, saya masih capek
sekarang.‟
Tujuan menyuruh
membersihkan sampah
Topik rumah kurang
bersih
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi kesal
2. Tika:Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na
i.
„Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟
Ibu :Nda mangua jakna?
„Tidak apa-apa?‟
Tika :Nda mangua mak i, au tapi dung mangan
mau.
„Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟
Tujuan menyuruh
menghabiskan makanan
Topik memasak supermi
Tempat di dapur
Waktu sore hari
Situasi tenang
3. Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki?
„Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟
Ayah :Nda pedo bah.
„Belum lagi.‟
Putra : Tabusion ma dabo yah, dung
mangkasibak ma dabo yah taskon.
„Belikanlah yah, sudah robek tas saya
ini.‟
Ayah :Cogot domai.
„Besok lagi.‟
Tujuan menyuruh
membelikan tas
Topik membeli tas
Tempat di dalam rumah
Waktu malam hari
Situasi kesal
4. Isas :Yah, dokon umak oban indahan tu saba.
„Yah, ibu mengatakan untuk
membawanasi ke sawah.
Ayah :Dung kema umakmu jakna?
„Apakah ibumu sudah pergi?‟
Isas :Olah yah, manyogoti dope.
„Sudah yah, tadi pagi.‟
Tujuan menyuruh
membawa nasi
Topik pergi ke sawah
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi tenang
5. Fitrah:Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang.
„Bu, cepat datang ke warung, saya mau
pergi main.‟
Ibu :Olo, tongkin nai ro ma umak.
„Ya, sebentar lagi ibu datang.‟
Fitrah:Ipas ma mak, ompak bat alak!
„Cepat bu, orang sedang banyak!‟
Tujuan menyuruh datang
ke warung
Topik pergi main
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi kesal
148
6. Tika :Kema dabo ayah tu sikolai, kinai
tarlambat buse ayah.
„Pergilah Ayah ke sekolah, nanti
terlambat ayah.‟
Ayah :Tapi mangoban adikmu dope.
„Tapi membawa adikmu lagi.‟
Tika :Ulang yah be, abang ma naon mangoban
na.
„Jangan lagi yah, kakak saja yang
membawanya.‟
Tujuan menyuruh
ayahnya untuk berangkat
Topik pergi sekolah
Tempat di ruang tamu
Waktu pagi hari
Situasi tenang
7. Seri:Yah, panaet jolo kompori bo.
„Yah, nyalakan kompor itu.‟
Ayah :Giot mangua ho jakna?
„Mau apa kamu?‟
Seri :Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek
untuk diminum yah.
„Mau memasak air, air minum sudah
habis yah.‟
Tujuan untuk
menyalakan kompor
Topik memasak air
Tempat di dapur
Waktu sore hari
Situasi tenang
8. Pikri :Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda
mangerti au.
„Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak
mengerti.‟
Ibu :Tapi dung balajar mo di sikola.
„Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟
Pikri :Olo ma da mak, tapi ana payah na sada
on bo
„Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟.
Tujuan untuk diajarkan
PR
Topik PR sekolah
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
9. Fitrah:Ulang asal patibal soni baju ayah i
dabo, pasimpu ma dabo denggan yah.„
Jangan sembarangan baju ayah
diletakkan, tolong ayah rapikan dengan
benar.‟
Ayah :Loja dope ulala, baru muli marusaho
dope ayah.
„Masih capek ayah sekarang, ayah baru
pulang berusaha.‟
Tujuan untuk merapikan
pakaian
Topik pakaian
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
10. Ija :Yah, tujia ayah cogot?
„Yah .besok ayah kemana?‟
Ayah: Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna?
„Ayah mau ke Simpang Empat, ada
apa?‟
Ija :Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid
harus hadir, bisa ayah de roi?
„Ada rapat di sekolah yah, wali murid
harus hadir, bisa ayahuntuk datang?‟
Tujuan untuk datang ke
sekolah
Topik rapat wali murid
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
149
Ayah :Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot
ke de.
„Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja
besok yang akan pergi.‟
Ija :Jadi ma yah.
„Ya yah.‟
11 Pican:Pala muli umak mon pasar, tabusion jau
duku de mak.
„Kalau ibu sudah pulang dari pasar,
belikan duku ya bu.‟
Ibu :Duku ajo tongan giotmu.
„Duku saja mau kamu.‟
Pican : Olo ma dabo ma.
„Ya lah bu.‟
Tujuan untuk
membelikan duku
Topik minta dibelikan
duku
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
12. Ibu :Aha doma ken umak dokon t abangmu,
anso ra ia manolong umak tu saba.
„Apa yang harus ibu katakan pada
kakakmu, agar mau membantu ibu ke
sawah.‟
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo
ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na
dabo mak i.
„Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia
akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟
Tujuan agar mau
membantu ibu
Topik membantu ibu
Tempat di dalam rumah
Waktu malam hari
Situasi tenang
13. Pikri :Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi.
„Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟
Ayah :Nda bisa ayah pala nda mangidup
„Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟
Pikri :Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi,
nda deges tu kesehatan nibai.
„Begini saja yah, kurangi merokok
karena tidak baik dengan kesehatan
ayah.‟
Tujuan agar ayah
mengurangi merokok
Topik banyak merokok
Tempat di dalam rumah
Waktu malam hari
Situasi tenang
14 Ika :Giot ke tusaba doma ayah?
„Mau ke sawah lagi yah?‟
Ayah :Olo, mua de?
„Ya, ada apa?‟
Ika :Dokon umak oban lading, giot mambuat
soban umak.
„Kata ibu, ayah membawa parang, ibu
mau mengambil kayu.‟
Tujuan agar ayah
membawa parang
Topik pergi ke sawah
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi tenang
15. Rita :Giot tujia de umak i?
„Mau kemana bu?‟
Ibu :Giot tu pasar, mua jakna?
„Mau ke pasar, ada apa?‟
Tujuan agar ibu memakai
baju pilihannya
Topik pakaian
Tempat di dalam kamar
Waktu siang hari
150
Rita :Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang
na ian be, ana sompik uida.
„Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu
lagi, sempit kelihatan.‟
Situasi tenang
16. Rio :Adong do lalu alak karejo tu saba yah?
„Ada orang kerja ke sawah yah?‟
Ayah :Adong, mua jakna?
„Ada, memangnya kenapa?‟
Rio :Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo
soni karejo nalai.
„Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-
lain kerja mereka.‟
Tujuan untuk melihat
orang yang bekerja
Topik pergi ke sawah
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi tenang
17. Een :Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida
na karejoi.
„Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah
sudah capek karena kerja.‟
Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot
adong buse karejo nalain.
„Ayah harus kerja, mana tau besok ada
kerja yang lain.‟
Een :Oh, soni yah.
„Oh, begitu yah.‟
Tujuan agar ayah
beristirahat
Topik capek bekerja
Tempat di dalam rumah
Waktu malam hari
Situasi tenang
18. Santi :Nda ke ayah marjagal?
„Tidak pergi ayah jualan?‟
Ayah :Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope.
„Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟
Santi :Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai
martamba marun ayahi.
„Oh, berobatlah ayah dulu, nanti
bertambah demam ayah.‟
Tujuan agar berobat
Topik sakit
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi tenang
19. Ibu :Parjolo ma umak ke sikola de.
„Duluan ibu ke sekolah ya.‟
Feri:Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
„Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟
Tujuan jangan berangkat
karena masih hujan
Topik pergi sekolah
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi terburu-buru
20. Nepra:Ulang disi patibal botoli yah be!
„Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟
Ayah :Dijia do di patibal?
„Dimana diletakkan?‟
Nepra:Tu balakang ma oban ayah, pala dison
kinai matapor di baen alak.
„Ke belakang saja ayah bawa, kalau di
sini bisa pecah dibuat orang.‟
Tujuan agar botol tidak
pecah
Topik meletakkan botol
Tempat di teras rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
151
21. Tika :Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak!
„Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟
Ibu :Nda onak dot baju na umak pake i.
„Tidak cocok dengan baju yang yang ibu
pakai.‟
Tika :Nda mangua bagei, onak do dabo dipake
mak.
„Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟
Tujuan menyarankan
untuk memakai jilbab
pilihannya
Topik jilbab
Tempat di dalam kamar
Waktu siang hari
Situasi tenang
22. Azra :Maek dope anduk ayahi di?
„Basah handuk ayah itu?‟
Ayah :Olo, nada pedo koring, ayah giot ke
maridi.
„Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟
Azra :Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo.
„Handuk saya dulu pakai ayah.‟
Tujuan menyarankan
untuk memakai
handuknya
Topik handuk masih
basah
Tempat di dapur
Waktu sore hari
Situasi tenang
23. Ija :Degesan baju nangkinani ditabusi umak
pado on.
„Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari
pada ini.‟
Ibu :Mangua jakna?
„Memangnya kenapa?‟
Ija :Masompik tu uida dipake umak.
„Terlalu kecil kelihatan dipakai ibu.‟
Ibu:Patut me, baen nabarui dope nai.
„Tidak mungkin, lantaran masih baru
lagi.‟
Ija :Lo mak.
„Ya bu.‟
Tujuan menyarankan
ibunya untuk membeli
baju yang lain
Topik baju yang dibeli
Tempat di ruang tamu
Waktu pagi hari
Situasi tenang
24. Isas :Sumbayang ma ayah, au ma manjago
emeon jolo.
„Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi
ini.‟
Ayah :Olo, sumbayang doma ayah jolo.
„Ya, sholat lagi ayah.‟
Tujuan menyarankan
agar ayahnya sholat
Topik sholat
Tempat di teras rumah
Waktu siang hari
Situasi tenang
25. Ismi :Sodang mangua umak nari?
„Mengapa ibu sekarang?‟
Ibu :Umak sodang mamasak bubur.
„Ibu memasak bubur.‟
Ismi :Bubur aha de na di pamasak umak i?
„Bubur apa yang ibu masak?‟
Ibu :Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung
manis ma.
„Bubur kacang padi, coba cicipi kalau
sudah manis.‟
Ismi :Olo mak, manis doma, na malo me umak
Tujuan ingin pandai
memasak bubur
Topik memasak bubur
Tempat di dapur
Waktu pagi hari
Situasi tenang
152
mamasaki, ajari ma au de mak, anso
malo au buse mamasak.
„Ya mak, manis rasanya, pandai sekali
ibu memasak, ajarkan saya bu, biar
pandai saya memasak.‟
Ibu :Olo, umak ma tongan.
„Ya, ibulah pula.‟
26. Andre:Ke tu saba dope umak?
„Pergi ke sawah ibu lagi?‟
Ibu:Olo, mua jakna?
„Ya, memangnya kenapa?‟
Andre:Nda dong bah, utaruon ma umak de,
lotih umak namardalani tu sabaan.
„Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu
capek jalan kaki terus ke sawah.‟
Tujuan untuk
mengantarkan ibu ke
sawah
Topik pergi ke sawah
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi tenang
27. Ibu :Karojoon ma na didokon umak i, mua dope
jakna!
„Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa
lagi!‟
Santi :Nda ra au, uni ma saruon umak
mangarojoon na.
„Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh
untuk mengerjakannya.‟
Ibu :Na payah buse ho ken saruononi.
„Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟
Tujuan menyuruh
kakaknya yang bekerja
Topik bekerja
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi kesal
28. Een :Umak ma mambasu piringi de!
„Ibu saja yang mencuci piring itu!‟
Ibu:Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna.
„Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang
mencucinya.‟
Een:Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR
bage dope au mak.
„Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat
PR lagi bu.‟
Tujuan menyuruh ibunya
mencuci piring
Topik mencuci piring
Tempat di dapur
Waktu sore hari
Situasi kesal
29. Ismi :Ulang asal patibal soni tas ayahi!
„Jangan sembarangan diletakkan tas
ayah itu!‟
Ayah :Loja dope lala ayah baen baru mon saba.
„Ayah masih merasa capek, karena baru
pulang dari sawah.‟
Tujuan jangan
sembarangan meletakkan
tas
Topik tas asal diletakkan
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi kesal
30. Feri : Mua dpe jakna yah! ke maita.
„Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟
Ayah :Kinai ma, satongkin nai
„Nantilah sebentar lagi.‟
Tujuan agar segera cepat
berangkat
Topik main bola
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
153
Feri :Ipas ma yah!Au dung marjanji buse ke
main bola dot
„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan
bermain bola dengan teman.‟
Ayah :Nagigih mada ho, sodang mangua ayah
jakna nida ho.
„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa
ayah sedang sibuk.‟
Situasi kesal
31. Ibu :Kema tabusi es ken obanon tu sabai!
„Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟
Isas :Jau bage sada de mak!
„Untuk saya satu ya bu!‟
Ibu : Olo, kema tabusi.
„Ya, pergi beli.‟
Tujuan minta dibelikan es
Topik membeli es
Tempat di teras rumah
Waktu siang hari
Situasi tenang
32. Ibu :Kema sosah abit nakotori dabo!
„Pergi cuci kain yang kotor itu!‟
Rita :Olo mak, satongkin nai ma.
„Ya bu, sebentar lagi.‟
Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho
do.
„Sebentar terus kamu katakana, tapi
tidak kamu lakukan.‟
Rita :Pala nda ra au, mua jakna mak?
„Kalau saya tidak mau, memangnya
kenapa bu?‟
Ibu :Mambantah ajo karejomu, kema
manyosahi!
„Membantah saja kerjamu, pergilah
menyuci!‟
Rita : Lo mak.
„Ya bu.‟
Tujuan agar mau mencuci
kain
Topik kain kotor
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi kesal
33. Ibu :Pamate ma TV i Putra!
„Matikan TV itu Putra!‟
Putra :Lo mak, pala nda ra au mangua mak?
„Ya bu, kalau saya tidak mau,
bagaimana bu?‟
Ibu :Kema balajar, ho giot ujian!
„Pergi belajar, kamu mau ujian!‟
Putra : Lo mak.
„Ya bu.‟
Tujuan untuk mematikan
televisi
Topik sedang menonton
Tempat di dalam rumah
Waktu malam hari
Situasi tenang
34. Nepra:Mak, jia balanjoku sikola!
„Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟
Ibu :Na kuat buse me dongan soramui.
„Keras sekali suara kamu.‟
Nepra:Olo tongan, tarlambat kinai au ke
sikolai, ipas ma!
Tujuan meminta uang
jajan sekolah
Topik pergi sekolah
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi terburu-buru
154
„Ya pula, terlambat saya nanti pergi
sekolah, cepatlah!‟
35. Azra :Mak, au ke jalang dot dongan de!
„Bu, saya mau pergi main bersama
teman!‟
Ibu :Jalang tujia jakna?
„Mau pergi main kemana?‟
Azra : Tu bagas dongan mak.
„Ke rumah teman bu.‟
Ibu :Sapai jolo ayahmu pala patola ia.
„Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟
Azra :Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do
au marsapa pala tola ke jalang.
„Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya
bertanya sama ibu kalau boleh saya
pergi main.‟
Tujuan pergi main ke
rumah temannya
Topik pergi main
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
36. Isas :Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna,
au baru muli sikola dope, loja dope au
mak.
„Kalau ibu saja yang mencuci kain itu
kenapa bu, saya baru pulang dari
sekolah, saya masih capek bu.‟
Ibu :Umak bat dope karejo, giot tusaba bage
dope.
„Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah
lagi.‟
Tujuan menyuruh ibu
untuk mencuci pakaian
Topik mencuci pakaian
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi kesal
37. Ayah :Ulang ke juo maridi tu batang aek de,
musim parudan nari.
„Jangan pergi juga mandi ke sungai,
musim hujan sekarang.
Ika :Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala
godang batang aek.
„Memangnya kenapa yah, asyik mandi
kalau sungai sudah besar.‟
Ayah :Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko
„Asyik kamu katakan, nanti baru
hanyut.‟
Tujuan agar jangan
mandi ke sungai
Topik mandi ke sungai
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
38. Ayah :Pamate ma senio i!
„Matikan senio itu!‟
Pican :Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
„Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟
Ayah :Nda pedo ponuh dokon ko, dung
malimpah ma emberi.
Tujuan untuk mematikan
mesin senio
Topik air melimpah
Tempat di dalam rumah
Waktu malam hari
Situasi tenang
155
„Belum penuh kamu katakan, sudah
melimpah air dari ember itu.‟
39. Ibu :Tolongi umak mambangkit eme jolo!
„Tolong ibu mengangkat padi!‟
Ika :Olo mak, pataeng satongkin nai.
„Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟
Ibu :Ipas ma bo, udan giot ro ma bo!
„Cepatlah, hujan mau turun!‟
Ika :Lo mak.
„Ya bu.‟
Tujuan membantu ibu
untuk mengangkat padi
Topik mengangkat padi
Tempat di halaman
rumah
Waktu sore hari
Situasi terburu-buru
40. Rio :Mak, len jau epeng giot manabusi buku!
„Bu, kasih saya uang untuk membeli
buku!‟
Ibu :Tapi dung ditabusi ma potangi.
„Tapi sudah dibeli kemaren.‟
Rio :Urang dope mak, sada mata pelajaran
harus dua buku na!
„Kurang bu, satu mata pelajaran harus
dua bukunya!
Ibu :Epeng balanjomu ma manabusi na jolo,
kinai umak ganti.
„Uang belanjamu dulu
membelinya,.nanti ibu ganti.‟
Tujuan meminta uang
unuk membeli buku
Topik membeli buku
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi tenang
41. Rita :Yah, pala cogoton dung tamat au sikola,
au giot kuliah de yah.
„Yah, kalau besok saya sudah tamat
sekolah, saya mau kuliah yah.‟
Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungi
ulang lupa sumbayang ko anso di lehen
Allah jita rosoki.
„Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu
jangan lupa sholat agar dikasih Allah
rezeki sama kita.‟
Rita :Olo yah.
„Ya yah.
Tujuan ingin kuliah kalau
sudah tamat sekolah
Topik rajin belajar
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
42. Seri :Yah, tamba jolo epengkon!
„Yah, tambah dulu uangku!‟
Ayah :Urang dope jakna?
„Kurang memangnya?
Seri :Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng
dilehen umak lima ribu mia, urang dua
Tujuan minta ditambah
uang untuk membeli
buku
Topik membeli buku
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi tenang
156
ribu nai yah.
„Ya yah, harga buku Rp.7000,
uangdikasihibuRp.5000, jadi kurang
Rp.2000 lagiyah.‟
43. Ibu :Buat jolo tas umak di biliki!
„Ambil tas ibu di kamar!‟
Tika: Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
„Ya bu, sebentar lagi, saya sedang
berpakaian.‟
Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak!
„Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟
Tujuan untuk
mengambilkan tas
Topik pergi sekolah
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi kesal
44. Andre:Au nda dot tu saba nari yah do, cogot
ma au dot de yah!
„Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah,
besok saja saya ikut yah!‟
Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola.
„Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟
Andre:Olo yah, au tu bagas dongan dope giot
mambaen PRku.
„Ya yah, saya pergi ke rumah teman
mau membuat PR.‟
Tujuan agar tidak pergi
ke sawah
Topik pergi ke sawah
Tempat di dalam rumah
Waktu pagi hari
Situasi tenang
45. Isas :Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau
baju de mak!
„Bu, kalau kita suda menuai, belikan
saya baju ya bu!‟
Ibu :Tengok jolo de, eme pe mura do nar.i
„Lihat dulu, padi murah sekarang.‟
Isas :Oh, jadi ma mak.
„Oh, ya bu.‟
Tujuan minta untuk
dibelikan baju
Topik membeli baju
Tempat di dalam rumah
Waktu sore hari
Situasi tenang
46. Azra :Mak, len jau epeng, nda dong epengku,
len ma dabo mak!
„Bu, kasih saya uang, uang saya tidak
ada, kasihlah bu!‟
Ibu :Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen
ma, sajia ajo tongan umak len abis
sudena dibaen ko.
„Uang saja mau kamu, tapi sudahibu
kasih, berapa saja ibu kasih habis
semuanya.‟
Tujuan meminta uang
karena uangnya habis
Topik meminta uang
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi kesal
47. Pikri :Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas
de mak!
„Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya
bu!‟
Ibu : Tas potangon deges dope na.
„Tas kemaren masih bagus.‟
Pikri :Nda mak, dung masibak ma.
Tujuan minta untuk
dibelikan tas
Topik membeli tas
Tempat di dalam rumah
Waktu siang hari
Situasi tenang
157
„Tidak bu, sudah robek.‟
158
Lampiran 5
Data Informan
No Nama Anggota
Keluarga
Jenis Kelamin Umur
(tahun)
Pekerjaan
LK PR
1. Ayah : Dirwan
Ibu : Gusneli
Anak : Isas
49 tahun
46 tahun
15 tahun
Petani
Ibu rumah tangga
Pelajar
2. Ayah : Sarkoni
Ibu : Ramnah
Anak : Putra
54 tahun
52 tahun
15 tahun
Pegawai
Ibu rumah tangga
pelajar
3. Ayah : Pajri
Ibu : Enda
Anak : Feri
42 tahun
40 tahun
14 tahun
Wiraswasta
Pegawai
Pelajar
4. Ayah : Sam
Ibu : Lina
Anak : Nepra
40 tahun
38 tahun
15 tahun
Pedagang
Ibu rumah tangga
Pelajar
5. Ayah : Afis
Ibu : Eni
Anak : Azra
36 tahun
35 tahun
14 tahun
Pedagang
Ibu rumah tangga
Pelajar
6. Ayah : Kirman
Ibu : Rodiana
Anak : Seri
40 tahun
39 tahun
15 tahun
Petani
Ibu rumah tangga
Pelajar
7. Ayah : Maryulis
Ibu : Ismaniar
Anak : Tika
45 tahun
43 tahun
15 tahun
Pegawai
Pegawai
Pelajar
8. Ayah : Nasa
Ibu : Deli
Anak : Andre
47 tahun
41 tahun
15 tahun
Petani
Ibu rumah tangga
Pelajar
9. Ayah : Sukirman
Ibu : Ana
40 tahun
39 tahun
Petani
Ibu rumah tangga
159
Anak : Rio 14 tahun Pelajar
10. Ayah : Syamsul
Ibu : Ripna
Anak : Rita
54 tahun
52 tahun
14 tahun
Pedagang
Ibu rumah tangga
Pelajar
11. Ayah : Anan
Ibu : Hayati
Anak : Ismi
45 tahun
43 tahun
15 tahun
Petani
Ibu rumah tangga
Pelajar
12. Ayah : Syawal
Ibu : Erlis
Anak : Pikri
45 tahun
44 tahun
14 tahun
Wiraswasta
Pegawai
Pelajar
13. Ayah : Jemal
Ibu : Yuhanna
Anak : Ija
5o tahun
49 tahun
15 tahun
Pegawai
Pegawai
Pelajar
14. Ayah : Ramlan
Ibu : Suraida
Anak : Pican
53 tahun
49 tahun
15 tahun
Wiraswasta
Pedagang
Pelajar
15. Ayah : Ramadhan
Ibu : Nipda
Anak : Fitrah
49 tahun
43 tahun
13 tahun
Wiraswasta
Pedagang
Pelajar
16. Ayah : Asbi
Ibu : Ita
Anak : Ika
40 tahun
38 tahun
15 tahun
Petani
Ibu rumah tangga
Pelajar
17. Ayah : Risal
Ibu : Ani
Anak : Santi
40 tahun
38 tahun
15 tahun
Pedagang
Ibu rumah tangga
Pelajar
18. Ayah : Joli
Ibu : Hafni
Anak : Een
40 tahun
38 tahun
15 tahun
Pegawai
Ibu rumah tangga
Pelajar