91
KESANTUNAN BERBAHASA ANAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA (KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2018/2019 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: RIKI FEBRIANSYAH NIM 12513002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAHIBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2019

KESANTUNAN BERBAHASA ANAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5324/1/JADI riki.pdf · 2019. 4. 12. · kesantunan berbahasa anak dalam pembelajaran

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KESANTUNAN BERBAHASA ANAK

    DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

    (KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V

    DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN

    DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN

    KABUPATEN SEMARANG

    TAHUN PELAJARAN 2018/2019

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    RIKI FEBRIANSYAH

    NIM 12513002

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAHIBTIDAIYAH

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2019

  • ii

  • iii

    PERNYATAAN KEASLIAAN TULISAN

    DAN KESEDIAAN PUBLIKASI

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Riki Febriansyah

    NIM : 125-13-002

    Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    Progam Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

    Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

    sendiri,bukan dan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang

    terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

    Skripsi ini diperkenakaan untuk dipublikasikan pada e-respository IAIN Salatiga.

    Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

    Salatiga, 15 Agustus 2019

    Yang Menyatakan

    Riki Febriansyah

    NIM. 125-13-002

  • iv

    Imam Mas Arum, M.Pd.

    Dosen IAIN Salatiga

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Lamp : 4 eksemplar

    Hal : Naskah Skripsi

    Saudara : Riki Febriansyah

    Kepada:

    Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga

    Di Salatiga

    Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

    Setelah kami meneliti dan mengadaan perbaikan seperlunya, maka

    bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi Saudara:

    Nama : Riki Febriansyah

    NIM : 125-13-002

    Jurusan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

    Judul :Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

    (Kajian Pragmatik Imperaktif) Pada Kelas V MI Miftahun Najihin Desa

    Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun

    2018/2019.

    Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera

    dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

    Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

    Salatiga, 19 Maret 2019

    Pembimbing,

    Imam Mas Arum, M.Pd.

    NIP. 197905072011011008

  • v

    SKRIPSI

    KESANTUNAN BERBAHASA ANAK

    DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

    (KAJIAN PRAGMATIK IMPERATIF) PADA KELAS V

    DI MI MIFTAHUN NAJJIHIN

    DESA KAUMAN LOR KECAMATAN PABELAN

    KABUPATEN SEMARANG

    TAHUN PELAJARAN 2018/2019

    Disusun Oleh:

    RIKI FEBRIANSYAH

    NIM 12513002

    Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Prodi Pendidikan

    Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 Maret 2019 dan telah dinyatakan

    memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana.

    Susunan Panitia Penguji

    Ketua Penguji :

    Sekretaris Penguji :

    Penguji I :

    Penguji II :.

    Salatiga, 22 Maret 2019

    Dekan

    Suwardi, M.Pd.

    NIP. 19670121 199903 1 002

    KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    Jl. Lingkar Salatiga Km. 2 Tel. (0298) 6031364 Salatiga 50716

    Website : tarbiyah.iainsalatiga.ac.id E-mail :[email protected]

    mailto:tarbiyah.iainsalatiga.ac.idmailto:[email protected]

  • vi

    MOTTO

    “ Barang Siapa Beriman Kepada Allah Dan Hari Akhir, Maka Hendaklah Ia

    Berkata Baik Atau Diam” (Nabi Muhammad S.A.W)

    “Janganlah Engkau Mengucapkan Perkataan yang Engkau Sendiri Tak Suka

    Mendengarnya Jika Orang Lain Mengucapkan Kepadamu.” (Ali bin Abi Thalib)

    “ Belajar, Berjuang, Bertaqwa”

    -Selamanya-

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Tiada yang maha pengasih dan maha penyayang selain Engkau Ya ALLAH.

    Syukur alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Mu ya Allah, saya bisa

    menyelesaikan Skripsi ini.

    Skripsi ini ku persembahkan untuk:

    1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Selamet Andriono dan Ibunda Sri

    Hartatik yang tak pernah lelah untuk selalu mendo‟akanku.

    2. Untuk keluarga yang selalu mendukungku wabil khusus mbk Siti Yulaikah dan

    suaminya Gusayadi.

    3. Untuk sahabat seperjuanganku, Afif Trisidha Sari, MusliKhatun Mardiyah,

    Bagus Mustofa, Rateh Ambarwati, Kingking, Mini dan Bang Viky yang telah

    membantuku dan menemaniku dalam perjuangan ini.

    4. Untuk saudara seperjuanganku dari keturunan yang sama M.Bion Asyari,M.

    Efendi Jarkasih, Tyas Ayu Nigrum,Rekan-Rekanita Ipnu-Ippnu dan PMII kota

    Salatiga.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr.Wb

    Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

    telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penelitian ini dapat

    berjalan dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan

    kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah kita nantikan

    syafa‟atnya di yaumul qiyamah.

    Penelitian ini berjudul KESANTUNAN BERBAHASA ANAK DALAM

    PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KAJIAN (PRAGMATIK

    IMPERATIF) PADA KELAS V MI MIFTAHUN NAJJIHIN DESA KAUMAN

    LOR KECAMATAN PABELAN TAHUN PELAJARAN 2018/2019, pada

    dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kegunaan

    bahasa indonesia dalam berintraksi di sekolah khususnya saat pembelajaran

    bahasa Indonesia.

    Penelitian ini mengacu pada prosedur penelitian kualitatif, yang di lakukan

    7 kali pertemuan selama satu bulan. Peneliti menyadari bahwa penelitian yang

    ditulis ini masih jauh dari kata sempurna dan tanpa adanya bantuan dari berbagai

    pihak mungkin penelitian ini tidak mungkin bisa selesai.

    Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan,

    bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

    kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

    (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    (FTIK) IAIN Salatiga.

    3. Ibu Peni Susapti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Madrasah

    Ibtidaiyah (PGMI).

  • ix

    4. Bapak Imam Mas Arum, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik

    Sekaligus Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian telah

    meluangkan waktu, untuk memberikan pengarahan serta bimbingan sejak saya

    pindah jurusan sampai penulisan skripsi ini dapat saya selsaikan. serta bapak

    juga yang selalu memotivasiku hingga aku tersadarkan untuk selalu semangat

    menyelsaikan kuliah ini.

    5. Kedua Orang Tuaku tercinta yang selalu memberi dukungan secara moral,

    material, spiritual serta senantiasa berkorban dan berdo‟a demi tercapainya

    cita-citaku.

    6. Teman-teman PGMI angkatan 2013,2014,2016,2017 yang senantiasa berjuang

    bersama-sama dan saling memberikan dukungan.

    7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

    dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Semoga Allah Memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya.

    Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis

    terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan

    segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya

    bagi kita semua.

    Wassalamualaikum Wr.Wb

    Salatiga, 3 Februari 2019

    Penulis,

    Riki Febriansyah Nim:125-13-002

  • xi

    ABSTRAK

    Febriansyah, Riki. 2019. Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajraan Bahasa

    Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Kelas V Di MI Miftahun Najjihin

    Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2019.

    Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidika Guru Madrasyah Ibtidaiyah Fakultas

    Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Kata Kunci: Kesantunan Berbahasa Anak

    Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) wujud kesantunan berbahasa

    pragmatik imperatif guru berdasarkan kesantunan dalam interaksi belajar

    mengajar pada kelas V MI Miftahun Najjihin; (2) wujud kesantunan berbahasa

    pragmatik imperatif siswa berdasarkan kesantunan pragmatik dalam interaksi

    belajar mengajar pada kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor.

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Data dalam penelitian

    ini adalah wujud kesantunan pragmatik imperatif dalam interaksi belajar mengajar

    pada kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor. Sumber data dalam

    penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa dalam interaksi belajar mengajar pada

    kelas V MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor. Teknik pengumpulan data

    dalam penelitian ini, yaitu teknik pengamatan dan teknik catat. Adapun teknik

    analisis data yang digunakan, yakni pengumpulan data, pereduksian data,

    penyajian data, dan penyimpulan data.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) wujud kesantunan pragmatik

    imperatif guru siswa dan antar siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas V

    MI Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor, yaitu wujud tuturan fungsi komunikatif

    yang ditemukan menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, ajakan,

    permohonan, persilaan, dan larangan, (2) wujud kesantunan pragmatik imperatif

    siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas V MI Miftahun Najjihin Desa

    Kauman Lor, yaitu wujud tuturan fungsi komunikatif adapula Penyebab

    penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa terdiri atas 7 macam, yaitu sengaja

    menuduh lawan tutur, sengaja berbicara tidak sesuai konteks,tidak memberikan

    rasa simpati, protektif terhadap pendapat, dorongan rasa emosi penutur, kritik

    secara langsung dengan kata-kata kasar, dan mengejek , Selanjutnya, hasil

    penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada guru dan siswa agar

    memperhatikan penggunaan tindak tutur yang santun terhadap lawan tutur dalam

    interaksi belajar mengajar.

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ iii

    HALAMAN BERLOGO ...................................................................................... ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii

    PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iii

    MOTTO ................................................................................................................ vi

    PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

    ABSTRAK .......................................................................................................... ..xi

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... ..xii

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

    C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

    D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 7

    E. Sistematika Penulisan ................................................................................... 8

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 9

    A. Kajian Pustaka .............................................................................................. 9

    B. Landasan Teori ........................................................................................... 13

    C. Kerangka Teori ........................................................................................... 17

    D. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 30

    BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 31

    A. Jenis Penelitian............................................................................................ 31

    B. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 33

    C. Sumber Data................................................................................................ 33

    D. Teknik Pengumpulan ................................................................................. 35

    E. Analisis Data ............................................................................................... 35

    F. Pengecekan Keabsahan Data ..................................................................... 37

    G. Tahap-Tahap Penelitian ............................................................................. 38

    ricky%20fik%20skrip%20munaqosah.rtf#_Toc5400322ricky%20fik%20skrip%20munaqosah.rtf#_Toc5400322

  • xiii

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 4040

    A. Hasil Penelitian ........................................................................................... 40

    1.Wujud Kesantunan Berbahasa .............................................................. 41

    2). Maksim Kedermawanan ....................................................................... 44

    3). Maksim Pujian ....................................................................................... 46

    4). Maksim Kerendahatian ........................................................................ 48

    5). Maksim Kesepakatan ............................................................................ 49

    6). Maksim Kesimpatian ............................................................................ 51

    B. Penyebab Ketidak Santunan Berbahasa .................................................. 53

    1). Sengaja Menuduh Lawan Tutur .......................................................... 53

    2). Tidak Memberikan Rasa Simpati ........................................................ 54

    3). Protektif Terhadap Pendapat .............................................................. 54

    4). Dorongan Rasa Emosi Penutur ............................................................ 54

    5). Kritik secara Langsung dengan Kata-kata Kasar ............................. 54

    6). Mengejek ................................................................................................ 55

    BAB V PENUTUP ................................................................................................ 56

    A. Kesimpulan .................................................................................................. 56

    B. Saran ............................................................................................................ 57

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58

    HASIL PENELITIAN

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki perbedaan yang jelas dan

    memiliki kelebihan yang jauh dibanding dengan makhluk lainnya. Salah satu yang

    membedakannya adalah bahasa yang dimiliki manusia. Bahasa memiliki peran

    penting dalam kehidupan. Tanpa disadari dan dipahami, jarang sekali manusia

    memperhatikan bahasa yang digunakan di dalam kesehariannya sebagai alat

    komunikasi yang utama. Bahasa,masyarakat,dan budaya adalah tiga entitas yang

    erat terpadu. Ketiadaan satu menyebabkan ketiadaan yang lain. Budaya dan

    masyarakat adalah dua hal yang juga tidak dapat saling terpisah. Dimana ada

    masyarakat disitu ada budaya,demikian sebaliknya.

    Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dwi bahasa. Bahasa pertama

    adalah bahasa daerah sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa Indonesia.

    Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam

    berinteraksi. Bahasa dapat digunakan untuk menyatakan ide, gagasan, keinginan,

    perasaan dan pengalamannya kepada orang lain. Dengan bahasa semua manusia

    dapat mengenal dirinya, mengenal sesama manusia, alam sekitar, ilmu

    pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa

    bahasa merupakan suatu sistem yang mampu menjembatani perasaan dan pikiran

    manusia serta menjadi pengantar setiap kepentingan dan kebutuhan manusia satu

    dengan yang lainnya.

  • 2

    Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi (Chaer dam

    Agustina, 2004: 11). Melalui kegiatan berkomunikasi, setiap penutur hendak

    menyampaikan tujuan dan atau maksud tertentu kepada mitra tutur. Komunikasi

    yang terjadi harus berlangsung secara efektif dan efisien, sehingga pesan yang

    disampaikan dapat dipahami dengan jelas oleh mitra tutur yang terlibat dalam

    proses komunikasi. Proses komunikasi yang efektif dan efisien tidak akan terjadi

    dengan baik, apabila bahasa yang digunakan oleh pnutur tidak mampu dipahami

    oleh mitra tutur. Dengan demikian, untuk mempermudah proses komunikasi,

    bahasa yang digunakan oleh penutur harus bahasa yang mudah dipahami oleh

    mitra tutur.

    Wujud konkret fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk

    berinteraksi dalam proses belajar mengajar di sekolah. Sekolah merupakan

    wilayah sosial pemakaian bahasa yang mempunyai corak tersendiri. Ia merupakan

    masyarakat tutur yang berbeda dengan masyarakat tutur yang lain, lengkap

    dengan perbedaan penutur dan perbendaharaan tuturnya (Suwito, 1992:99).

    Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar yang digunakan oleh guru

    untuk menyampaikan materi, tugas atau memberi reaksi terhadap kontribusi yang

    dilakukan oleh siswa, meskipun bahasa sehari-hari yang digunakan oleh siswa dan

    guru adalah bahasa daerah. Tindakan yang dilakukan guru sebenarnya memiliki

    tujuan untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Indonesia saat berada di

    dalam lingkup sekolah. Selain itu, tindakan tersebut dapat digunakan untuk

    mendukung kelancaran belajar siswa di sekolah-sekolah selanjutnya. Penggunaan

    bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar kadangkala

  • 3

    masih mendapat pengaruh dari kosa kata daerah siswa dan guru. Pengaruh

    tersebut dapat dimaklumi karena kadang kala siswa belum seluruhnya memahami

    kosakata tertentu dalam bahasa Indonesia.

    Salah satu bentuk tuturan yang dimanfaatkan oleh para guru untuk

    pengaturan serta pemberian tanggapan terhadap tindakan dari siswa adalah bentuk

    tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa

    Indonesia. Pemanfaatan itu berkisar antara imperatif yang memiliki kadar tuturan

    paling lembut sampai imperatif yang memiliki kadar tuturan yang keras.

    Perbedaan bentuk serta kadar tuturan ini sangat dipengaruhi oleh konteks situasi.

    Dominannya pemanfaatan imperatif bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran

    di sekolah dasar sangat dipengaruhi usia. Mereka masih membutuhkan lebih

    banyak kontrol serta pengawasan dalam bentuk perintah dari gurunya.

    Selama proses belajar mengajar sedang berlangsung tidak setiap saat guru

    menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka menggunakan

    bentuk imperatif tidak langsung yaitu, kontruksi deklaratif dan interogatif. Kedua

    kontruksi ini digunakan sebagai bentuk penghalusan. Penafsiran terhadap makna

    atau maksud penggunaan bentuk imperatif tidak langsung harus memperhatikan

    konteks yang melengkapi tuturan itu. Meskipun guru menggunakan kedua bentuk

    tersebut, tetapisiswa memerlukan “alat bantu” tertentu sehingga mereka dapat

    menafsirkan makna di balik kedua bentuk tersebut. Alat bantu tersebut adalah

    munculnya isyarat pada linguistik tertentu yang menyertai guru saat menuturkan

    kedua bentuk tersebut.

  • 4

    Melihat gaya tuturan dalam proses kegiata, belajar mengajar di sekolah yang

    kompleks dan perlunya konteks situasi dalam memahami tuturan, maka perlu

    meninjau secara pragmatik. Ditinjau secara pragmatik, melihat makna secara

    keseluruhan komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah sangatlah

    penting. “Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya ujaran” (Asim

    Gunarwan, 1994:84). Pragmatik tidak hanya mengkaji bahasa yang dituturkan

    tetapi juga mungkin makna dan maksud yang terkandung dalam tuturan tersebut

    tergantung seberapa besar kekuatan tuturan/ujaran tersebut. Pemakaian bahasa

    selalu terikat pada konteks dan situasi yang melingkupinya. Demikian halnya

    dengan pemakaian bahasa Indonesia di sekolah khususnya pada kegiatan belajar

    mengajar yang tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa.

    Al-Quraan menjelaskan tentang kesantuan berbahasa Qaulan layyinan atau

    berbicara dengan lembut. Perkataan ini terdapat pada surat Thaha ayat 44 berikut.

    Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua (Musa dan Harun) kepadanya

    (Fir’aun) dengan kata-kata yanglemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau

    takut.” (Departemen Agama RI, (1971:480).

    Sesuai dengan konteksnya, perkataan yang demikian disampaikan kepada

    orang yang diharapkan bisa berubah dari keangkuhan dan kesombongannya.

    Fir‟aun merupakan raja yang hebat, oleh karena itu diperintahkan oleh Allah

    untuk menggunakan perkataan yang lemah lembut. Di jelaskan juga pada Qur‟an

    Surat An-Nahl Ayat 125 yang berbunyi.

  • 5

    Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

    pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

    Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-

    Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

    (Departemen Agama RI, (1971:421).

    Ini merupakan petunjuk bagi manusia manapun yang ingin menaklukkan

    orang yang sombong dan arogan. Tentu bahasa yang lemah lembut bukanlah satu-

    satunya pilihan, sebab terkadang orang sombong bisa takluk kalau dihadapi

    dengan sombong juga.

    Sauri (2003),ada enam macam perkataan digunakan namun sangat baik

    kalau diterapkan dalam banyak situasi, termasuk di dalam berdakwah dan dalam

    pendidikan. Sauri (2003) menamakan keenam macam perkataan itu dengan enam

    prinsip komunikasi. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perkataan-perkataan

    tersebut menuntun seseorang untuk berkata yang santun. Perkataan yang santun

    adalah perkataan yang memiliki nilai (1)kebenaran, (2)kejujuran, (3)keadilan,

    (4)kebaikan, (5)lurus, (6)halus, (7)sopan, (8)pantas, (9)penghargaan, (10)khidmat,

    (11)optimisme, (12)indah, (13)menyenangkan, (14)logis, (15)fasih, (16)terang,

    (17)tepat, (18)menyentuh hati, (19)selaras, (20)mengesankan, (21)tenang,

    (22)efektif, (23)lunak, (24)lemah-lembut, (25)rendah. Para orang tua, para

    pendidik, para juru dakwah, dan tokoh masyarakat memiliki peranan yang

    strategis untuk menyampaikannya. Mereka jugalah yang sangat diharapkan

  • 6

    memasyarakatkan perkataan-perkatan santun tersebut kepada generasi muda dan

    seluruh lapisan masyarakat. Perkataan yang santun ini harus diimbangi dengan

    prilaku yang santun pula.

    Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

    pemakaian imperatif bahasa Indonesia dalam proses belajar mengajar dengan

    Skripsi berjudul, “Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa

    Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Siswa Kelas V di MI Miftahun

    Najjihin Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang”.

    B. Rumusan Masalah

    Agar penelitian ini tidak melebar dan menyimpang dari tujuan penelitian,

    maka perlu adanya perumusan masalah yang jelas. Adapun rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana wujud Kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang

    dituturkan oleh guru kepada siswa dalam proses belajar mengajar?

    2. Apakah penyebab ketidak santunan berbahasa anak dalam kajian

    pragmatik imperatif bahasa Indonesia yang dituturkan oleh siswa saat

    berintraksi dalam proses belajar mengajar?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wujud kesantunan pragmatik

    imperatif bebahasa anak saat proses belajar mengajar di MI Miftahun Najjihin

    Desa Kauman Lor tahun 2018. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

  • 7

    1. Untuk mengetahui wujud kesantunan pragmatik imperatif bahasa

    Indonesia yang dituturkan oleh guru dan siswa dalam proses belajar

    mengajar.

    2. Untuk mengrtahui wujud kesantunan pragmatik imperatif bahasa

    Indonesia yang dituturkan oleh siswa dalam proses Intraksi sesama siswa.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis

    maupun manfaat praktis. Edi Subroto (1992: 91) menyatakan “Perumusan

    manfaat penelitian sering diperlukan dan biasanya juga dikaitkan dengan masalah

    yang lebih bersifat praktis”. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat memberi

    pemecahan masalah yang bersifat praktis selain memberi sumbangan ke arah

    pengembangan ilmu.

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

    penambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui

    Kalimat pragmatik kesantunan imperatif yang terjadi saat proses belajar

    mengajar di sekolah.

    2. Manfaat Praktis

    Pada sisi lain, penelitian ini akan bermanfaat pula untuk

    memecahkan masalah-masalah praktis. Penelitian ini diharapkan menjadi

    sumber informasi bagi penelitian-penelitian lain mengenai kebahasaan yang

    digunakan dalam berkomunikasi.

  • 8

    Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat pula di implikasikan

    kepada siswa sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lancar,

    sehingga pembelajaran dapat dicapai maksimal.

    E. Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah penguraian di dalam suatu penelitian maka diperlukan

    sistematika penulisan. Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan

    masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

    penulisan.

    Bab II Landasan Teori, yang terdiri dari imperatif, fungsi bahasa, pragmatik,

    tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, teori kesantunan bahasa, dan teori

    praanggapan, implikatur, entailment.

    Bab III Metode penelitian. Metode dalam penelitian ini terdiri dari jenis

    penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik

    pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian data.

    Bab IV Analisis data, berisi serangkaian proses pengolahan data yang

    menjabarkan data-data yang sudah terkumpul, dikelompokkan sesuai dengan

    kepentingan dan dianalisis untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang

    muncul sebelumnya.

    Bab V Penutup, merupakan penutup dari semua masalah-masalah yang telah

    dibicarakan dan berisi tentang simpulan dan saran.

    Pada bagian akhir skripsi ini dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Kajian Pustaka

    Kajian pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini merupakan landasan

    teori yang dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian.

    Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, kajian pustaka yang diuraikan

    dari judul penelitian Kesantunan Berbahasa Anak Dalam Pembelajaran Bahasa

    Indonesia (Kajian Pragmatik Imperatif) Pada Kelas V MI Miftahun Najjihin Desa

    Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ialah sebagai berikut.

    1. Pragmatik

    Istilah pragmatik, pertama kali dikemukakan oleh filsuf terkenal

    bernama Charles Morris pada tahun 1938. Morris (dalam Rahardi,

    2005:47) mengemukakan semiotika (semiotics) dalam kaitannya dengan

    ilmu bahasa yang memiliki tiga cabang, yakni sintaksis (studi relasi formal

    tanda-tanda), semantik (studi relasi tanda-tanda dengan objeknya), dan

    pragmatik (studi relasi tanda-tanda dengan penafsirnya. Tanda yang

    dimaksud ialah tanda-tanda bahasa.

    Leech (1993:8) menegaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna

    dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Makna

    dalam kajian pragmatik yang dimaksudkan sebagai suatu hubungan yang

    melibatkan tiga segi (triadic), yakni antara penutur, petutur, dan situasi-

    situasi yang melatarbelakangi peristiwa tutur. Kridalaksana (2008:198)

  • 10

    mengatakan bahwa pragmatik adalah aspek-aspek pemakaian bahasa atau

    konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran.

    Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi, (2009:3-4)

    menerangkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang

    mempelajari struktur bahasa secara ekstenal, yaitu bagaimana satuan

    kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Sedangkan Yule (2014:5)

    menjelaskan bahwa pragmatik merupakan sebuah studi tentang hubungan

    antara bentuk-bentuk dalam linguistik selain sintaksis dan semantik. Di

    antara ketiga ilmu linguistik tersebut, hanya pragmatik yang

    memungkinkan orang dapat menganalisis sebuah tuturan. Manfaat dalam

    mempelajari bahasa melalui pragmatik ialah seseorang dapat bertutur

    tentang makna yang dimaksudkan, asumsi mereka, maksud atau tujuan

    mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka tampakkan saat mereka

    sedang berbicara.

    Berdasarkan para ahli mengenai pragmatik, dapat disimpulkan

    bahwa pragmatik adalah kajian bahasa antara penutur dan mitra tutur yang

    melibatkan peristiwa tutur. Jadi, makna dalam pragmatik tidak hanya

    sebatas apa yang diujarkan oleh penutur, tetapi mengkaji makna di luar

    konteks bahasa tersebut sehingga penutur dan mitra tutur dalam

    hubungannya dengan peristiwa tutur tidak dapat dipisah.

    2. Kesantunan Berbahasa

    Kata “kesantunan” berasal dari kata dasar “santun” yang berarti:

    halus dan baik budi bahasanya, tingkah lakunya; sopan, sabar, dan tenang;

  • 11

    mengasihani, mearuh belas kasihan; menolong, menyokong, meringankan

    kesusahan orang; memperhatikan kepentingan umum. Kemudian kata

    dasar “santun” mendapatkan konfiks “ke-an” yang membentuk kata benda

    “kesantunan” sehingga mempunyai makna hal-hal yang berkaitan dengan

    kehalusan dan kebaikan; baik tingkah laku yang sopan, tutur kata baik

    sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

    Berkomunikasi tidak semata-mata menyampaikan informasi.

    Berkomunikasi juga merupakan bentuk interaksi yang harus

    mengindahkan nilai-nilai kesantunan. Seorang penutur bahasa yang hanya

    mementingkan nilai informasi dan mengabaikan nilai-nilai kesantunan

    pasti akan menemui banyak masalah dalam berinteraksi. Nilai kesantunan

    dalam berkomunikasi sama pentingnya dengan informasi itu sendiri.

    Kesantunan adalah suatu sistem hubungan interpersonal yang dirancang

    untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil potensi terjadinya

    konflik dan konfrontasi yang selalu ada dalam semua pergaulan

    (interchange) manusia (Lakoff dalam Saputra, 2014:8). 14

    Keraf (dalam Sardiana, 2006:18) mengemukakan bahwa kesantunan

    berbahasa adalah memberikan penghargaan kepada orang yang diajak

    bicara, khususnya pendengar dan pembicara yang dimanifestasikan

    melalui kejelasan dan kesingkatan.

    Parera (dalam Sardiana, 2006:18) mengemukakan bahwa kesantunan

    berbahasa adalah perilaku berbahasa yang sesuai dengan konteks

  • 12

    pembicaraan atau percakapan dengan memperhatikan status, umur, jenis

    kelamin, jabatan, dan etnik pembicaraan dan lawan bicara.

    Kesantunan (politeness) merupakan perilaku yang diekspresikan dengan

    cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan fenomena kultural,

    sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin tidak

    demikian halnya dengan kultur yang lain (Zamsani dkk., 2011:35).

    Faktor penentu kesantunan berbahasa adalah segala hal yang dapat

    mempengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor

    penentu itu dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu (1) aspek kebahasaan,

    seperti intonasi, pilihan kata, gerak-gerik tubuh, kerlingan mata, gelengan

    kepala, acungan jempol, kepalan tangan, tangan berkacak pinggang,

    panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan

    sebagainya dan (2) aspek nonkebahasaan, berupa pranata sosial budaya

    masyarakat dan pranata adat (Saudah, 2014:71).

    Masinambouw (dalam Silalahi, 2012:3) mengatakan bahwa Etika

    berbahasa atau disebut juga kesantunan berbahasa merupakan aturan

    perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat

    tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati

    oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, contoh etika berbahasa yang

    dimaksud disini ialah:

    a) Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada

    seorang partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya

    dalam masyarakat itu;

    b) Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi

    sosiolinguistik dan budaya tertentu;

  • 13

    c) Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan

    menyela pembicaraan orang lain;

    d) Kapan kita harus diam;

    e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu.

    Seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa kalau dia menguasai tata

    cara atau etika berbahasa itu.

    Berdasarkan pendapat beberapa ahli mengenai kesantunan

    berbahasa, dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa merupakan

    kegiatan menggunakan bahasa secara halus, baik, tenang, atau dengan kata

    lain bahwa kesantunan berbahasa merupakan kegiatan bertutur kata baik

    secara dengan norma yang berlaku di masyarakat.

    B. Landasan Teori

    1. Pembelajaran Bahasa Indonesia

    Dimyati (2006: 7) Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang

    kompleks. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

    memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil

    pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun

    pembelajaran yaitu bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat

    siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri

    untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai

    kebutuhan peserta didik.

    Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

    kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia

    dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun secara tertulis, serta

  • 14

    menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia

    (Depdiknas, 2006: 124).

    Depdiknas (2006: 125), tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah

    Dasar (SD/MI) adalah:

    a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

    baik secara lisan maupun tulis.

    b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

    persatuan dan bahasa negara.

    c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan

    kreatif untuk berbagai tujuan.

    d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

    intelektual serta kematangan emosional dan sosial.

    e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

    memperluas budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

    berbahasa.

    f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah

    budaya dan intelektual manusia Indonesia.

    2. Pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia

    Rahardi (2006: 71-74) menyatakan bahwa aneka kalimat dalam bahasa

    Indonesia dibedakan berdasarkan bentuk dan nilai komunikatifnya. Berdasarkan

    bentuknya, kalimat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) kalimat tunggal dan

    2) kalimat majemuk. Sedangkan berdasarkan nilai komunikatifnya, kalimat dalam

    bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: 1) kalimat berita

  • 15

    (deklaratif), 2) kalimat perintah (imperatif), 3) kalimat tanya (interogatif), 4)

    kalimat seruan (eksklamatif), dan 5) kalimat penegas (empatik).

    Kalimat imperatif bermaksud memerintah atau meminta agar mitra tutur

    melakukan sesuatu sebagaimana seperti yang diinginkan si penutur. Kalimat

    imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras

    atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat

    imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan seesuatu sampai

    dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, dapat dikatakan

    bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan banyak

    variasinya. Secara singkat, kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat

    diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam, yaitu: 1) kalimat imperatif

    biasa, 2) kalimat imperatif permintaan, 3) kalimat imperatif permintaan izin, 4)

    kalimat imperatif ajakan, dan 5) kalimat imperatif suruhan. (Rahardi, 2006: 79).

    Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia

    apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakanginya. Makna

    pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteksnya.

    Konteks yang dimaksud dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat

    intralinguistik.

    3. Kesantunan Berbahasa

    Ujaran tertentu bisa dikatkan santun di dalam suatu kelompok masyarakat

    tertentu, akan tetapi di kelompok masyarakat lain bisa dikatakan tidak santun.

    Menurut Zamzani, dkk (2010: 2), kesantunan merupakan perilaku yang

    diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan

  • 16

    fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin

    tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan kesantunan, termasuk

    kesantunan berbahasa adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak

    mengancam muka dan efektif.

    Menurut Rahardi (2005: 35) penelitian kesantunan mengkaji penggunaan

    bahasa dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud

    adalah masyarakat dengan aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang

    mewadahinya. Adapun yang dikaji di dalam penelitian kesantunan adalah segi

    maksud dan fungsi tuturan.

    Frase menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat empat pandangan yang dapat

    digunakan untuk mengkaji masalah kesantunan dalam bertutur, yaitu:

    a. Pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial. Dalam

    pandangan ini, kesantunan dalam bertutur ditentukan berdasarkan norma-

    norma sosial dan kultural yang ada dan berlaku di dalam masyarakat bahasa

    itu. Santun dalam bertutur ini disejajarkan dengan etiket berbahasa.

    b. Pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim percakapan

    dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka. Pandangan kesantunan

    sebagai maksim percakapan menganggap prinsip kesantunan, hanyalah

    sebagai pelengkap prinsip kerja sama.

    c. Pandangan ini melihat kesantunan sebagai tindakan untuk memenuhi

    persyaratan terpenuhinya sebuah kontrak percakapan. Jadi, bertindak santun

    itu sejajar dengan bertutur yang penuh pertimbangan etiket berbahasa.

  • 17

    d. Pandangan kesantunan yang keempat berkaitan dengan penelitian

    sosiolinguistik. Dalam pandangan ini, kesantunan dipandang sebagai sebuah

    indeks sosial. Indeks sosial yang demikian terdapat dalam bentuk-bentuk

    referensi sosial, honorifik, dan gaya bicara. (Rahardi, 2005: 40)

    C. Kerangka Teori

    Kerangka teori adalah kemampuan seseorang peneliti dalam

    mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori-teori

    yang mendukung permasalahan penelitian. Menurut Kerlinger, teori adalah

    himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan

    pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel,

    untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004: 6). Teori

    berguna menjadi titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau

    menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan,

    memprediksi, dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis

    (Effendy, 2004: 224).

    Pada penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa kerangka teori yang

    berkaitan dengan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah:

    1. Wujud pragmatik imperatif bahasa Indonesia

    Wujud pragmatik adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa

    Indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi tutur yang melatar

    belakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang demikian itu

    sangat ditentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud dapat

    bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik. Dari

  • 18

    penelitian yang dilakukan Rahardi (2006: 93-116), ditemukan tujuh belas

    macam wujud pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia. Ketujuh

    belas wujud pragmatik imperatif dijabarkan sebagai berikut.

    a. Tuturan yang Mengandung Makna Pragmatik Imperatif Perintah

    Tuturan yang diujarkan penutur mengandung perintah. Tuturan

    pada bentuk ini bisa disampaikan dengan tuturan yang nonimperatif.

    Bentuk demikian disebut imperatif tidak langsung dengan

    memperhatikan kontek yang melingkupinya

    b. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Suruhan

    Dalam tuturan ini, ada kata penanda yang menunjukkan bahwa

    tuturan tersebut merupakan suruhan yaitu kata coba. Tuturan ini dapat

    diungkapakan dengan tuturan deklaratif (pertanyaan) dan interogatif

    (pernyataan).

    c. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permintaan

    Bentuk permintaan yang disampaikan penutur biasanya

    menggunakan kata tolong atau frase lain yang bermakna minta. Selain

    itu, kata mohon juga menandakan makna imperatif suruhan

    untuk bentuk penyampaian yang lebih halus. Tuturan ini dapat

    diungkapkan dengan tuturan deklaratif (pertanayaan) dan interogatif

    (pernyataan).

    d. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permohonan

    Seperti makna sebelumnya, pada makna pragmatik imperatif

    permohonan menggunakan kata mohon dalam tuturannya. Selain itu

    digunakan pula partikel– lah sebagai penghalus kadar tuntutan

  • 19

    imperatif dalam tuturan. Berdasarkan konteks, tuturan ini bisa

    disampaikan dengan tuturan nonimperatif.

    e. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Desakan

    Bentuk ini biasanya menggunakan kata ayo atau mari sebagai wujud

    desakan. Apabila dimaksudkan ada penekanan dalam sebuah tuturan

    imperatif tersebut, maka penggunaan kata harap atau harus bisa

    untuk digunakan. Selain itu, tuturan bukan imperatif juga

    bisa digunakan dalam penyampaian makna pragmatik imperatif

    desakan ini.

    f. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Bujukan

    Tuturan yang diujarkan biasanya menggunakan kata ayo atau mari.

    Selain itu, kata lain yang digunakan untuk memperhalus tuturan

    adalah tolong. Tuturan deklaratif dan interogatif dapat digunakan

    untuk mengungkapkan makna pragmatik imperatif bujukan.

    g. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Imbauan

    Partikel – lah lazim digunakan dalam tuturan makna pragmatik

    imperatif imbauan. Kata yang sering digunakan adalah harap dan

    mohon Tuturan non imperatif pun turut mendukung pengujaran yang

    bermakna pragmatik imperatif imbauan.

    h. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Persilaan

    Kata yang lazim digunakan dalam tuturan ini adalah silahkan atau

    bentuk pasif dipersilahkan. Selain itu,bentuk tuturan deklaratif atau

  • 20

    tuturan interogatif juga dapat diujarkan untuk mendukung

    penyampaian tuturan bermakna pragmatik imperatif persilaan.

    i. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Ajakan

    Seperti tuturan bermakna pragmatik imperatif bujukan, kata ayo

    atau mari juga bisa digunakan dalam tuturan bermakna ajakan.

    Tuturan nonimperatif pun dapat digunakan sebagai cara untuk

    menyampaikan tuturan yang bermakna ajakan ini.

    j. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Permintaan Izin

    Tuturan ini biasanya menggunakan kata mari dan boleh untuk

    makna meminta izin. Secara pragmatik tuturan ini dapat disampaikan

    dengan tuturan non imperatif.

    k. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Mengizinkan

    Kata silahkan lazim digunakan dalam tuturan ini.

    Dalam kehidupan sehari-hari, ditemukan tuturan non imperatif untuk

    menyatakan makna ini.

    l. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Larangan

    Kata jangan lazim digunakan dalam tuturan bermakna larangan.

    Bentuk tuturan bermakna larangan banyak ditemukan dalam

    penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Bentuk-bentuk yang

    ditemukan tersebut tidak selalu dalam tuturan imperatif, tetapi juga

    dalam tuturan non imperatif.

  • 21

    m. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Harapan

    Tuturan ini biasanya ditunjukkan dengan kata harap dan

    semoga. Makna harapan ini pun bisa digunakan dengan tuturan non

    imperatif.

    n. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Umpatan

    Dalam bahasa Indonesia, tuturan ini banyak ditemukan tidak

    hanya dalam tuturan imperatif, melainkan juga dalam tuturan non

    imperatif.

    o. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Pemberian Ucapan

    Selamat

    Ucapan selamat dalam tuturan bahasa Indonesia merupakan bagian

    dari tuturan bermakna pragmatik imperatif. Tuturan ini ditemukan

    dalam komunikasi sehari-hari bahasa Indonesia. Tuturan ini pun dapat

    diujarkan dengan tuturan non imperatif.

    p. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif Anjuran

    Kata hendaknya dan sebaiknya mengandung makna anjuran. Makna

    ini dapat diwujudkan dengan tuturan imperatif, tuturan deklaratif, dan

    tuturan interogatif. Tuturan-tuturan tersebut juga dapat ditemukan

    dalam komunikasi sehari-hari.

    q. Tuturan yang Mengandung Makna Imperatif ”Ngelulu”

    Kita “ngelulu” berasal dari bahas jawa. Makna dari kata ini adalah

    menyuruh mitra tutur untuk melakukan sesuatu, tetapi sebenarnya

    yang dimaksud oleh penutur adalah melarang melakukan sesuatu.

  • 22

    Meskipun bermakna larangan, dalam tuturan tidak menggunakan

    kata jangan.

    2. Kesantunan pragmatik imperatif bahasa Indonesia

    a. Kesantunan

    Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan

    disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan

    sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh

    karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama” (Sibarani, 2004:170).

    Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda

    verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada

    norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita

    pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang

    ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa

    dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai

    dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif,

    misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois,

    tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani, 2004:170).

    Keraf (2006: 114) mengatakan yang dimaksud sopan santun adalah

    memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara,

    khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti

    memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan melalui kata-kata,

    atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam

    pergaulan masyarakat beradab. Rasa hormat dan gaya bahasa

  • 23

    dimanisfestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak

    membuat mitra tutur memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis

    atau dikatakan penutur. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk

    mempergunakan kata-kata secara efisien. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    guru dalam proses pembelajaran tuturan yang disampaikan kepada siswa

    jangan berbelit-belit dan panjang lebar, sehingga akan membinggungkan

    siswa dan akan mempersulit siswa dalam menangkap pelajaran.

    Rumusan prinsip kesantunan yang sampai dengan saat ini dianggap paling

    lengkap dan paling komprahensif adalah rumusan Leech (1983). Prinsip

    kesantunan ini dituangkan dalam enam maksim. Maksim merupakan kaidah

    kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur

    tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya

    terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga

    disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan

    prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita

    mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan meng-hindari

    ujaran yang tidak sopan. Maksim-maksim ini dimasukkan ke dalam kategori

    prinsip kesopanan. Dari prinsip-pinsip tersebut, terdapat empat maksim

    yang melibatkan skala-skala berkutub dua, yakni skala untung-rugi dan

    skala puji-kecaman. Keempat maksim tersebut adalah maksim

    kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, dan maksim

    kearifan. Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan maksim

  • 24

    simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu skala

    kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang satu dengan

    yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan jelas, karena setiap

    maksim mengacu pada sebuah skala penilaian yang berbeda dengan skala

    penilaian maksim-maksim lainnya.

    1) Maksim Kebijaksanaan

    Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan

    orang lain sebesar mungkin (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).

    Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah

    bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk

    selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan

    keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang

    berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan

    sebagai orang santun. Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh

    pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat menghindarkan sikap dengki, iri

    hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Rasa

    sakit hati dalam sebuah pertuturan juga dapat diminimalisir dengan maksim

    ini.

    2) Maksim Kedermawanan

    Maksim Kedermawanan atau Kemurahan atau Penerimaan kurangi

    keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri.(Leech

    diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).

  • 25

    Jika setiap orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan

    dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari, maka

    kedengakian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Dengan

    maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta

    pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan

    terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi

    keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi

    pihak lain. Maksim kedermawanan ini harusnya dapat kita tanamkan

    pada diri kita di era sekarang ini, karena di era sekarang ini banyak

    orang begitu mementingkan diri sendiri tak memikirkan orang lain.

    3) Maksim Penghargaan

    Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang

    lain. (Leech diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27). Di dalam maksim

    penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun

    apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan

    kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para perserta

    pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling

    merendahkan pihak lain. Perserta tutur yang sering mengejek peserta

    tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang

    tidak sopan. Dikatakan demikian karena tin dakan mengejek merupakan

    tidakan tidak menghargai orang lain. Karena merupakan perbuatan

    tidak baik, perbuatan itu harus dihindari dalam pergaulan

    sesungguhnya. Maksim penghargaan ini biasa kita gunakan untuk

  • 26

    saling menghargai atas kemampuan orang lain apapun bentuknya tapi

    tetap harus meluruskan jika kurang pas.

    4) Maksim Permufakatan

    Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.

    Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. (Leech

    diterjemahkan oleh Oka, 1993: 27).

    Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim

    kecocokan (Wijana, 1996: 59). Di dalam maksim ini, ditekankan agar

    para pererta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan

    di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau

    kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur,

    masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.

    5) Maksim Kesimpatian

    Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain. Perbesar

    simpati antara diri sendiri dengan orang lain (Leech diterjemahkan

    oleh Oka, 1993: 27).Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar

    para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak

    yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipasti terhadap salah

    seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun.

    Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa

    kesimpatisan terhadap orang lain ini di dalam komunikasi

    kesehariannya. Orang yang bersikap antipasi terhadap orang lain,

  • 27

    apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap

    sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat.

    6) Maksim Kearifan

    Maksim kearifan mengatur sebuah tuturan agar tidak

    memberatkan lawantutur dan terasa lebih halus. Seseorang dalam

    menghasilkan sebuah tuturan harus bersikap arif. Penyimpangan

    terhadap maksim kearifan dapat ditandai denganpenutur

    menggunakan diksi yang kasar atau vulgar, memerintah secara

    langsung,menegur secara langsung, memberi saran secara langsung,

    menolak dengan nadatinggi, dan menolak dengan kasar.

    Di atas, terdapat empat maksim yang melibatkan skala-skala

    berkutub dua, yakni skala untung-rugi dan skala puji-kecaman.

    Keempat maksim tersebut adalah maksim kebijaksanaan, maksim

    kedermawanan, maksim penghargaan, dan maksim kearifan.

    Sedangkan dua maksim lainya (maksim mufakat dan maksim

    simpatisan) melibatkan skala-skala yang hanya satu kutubnya, yaitu

    skala kesepakatan dan skala simpati. Walaupun antara skala yang

    satu dengan yang lain ada kaitannya, setiap maksim berbeda dengan

    jelas, karena setiap maksim mengacu pada sebuah skala penilaian

    yang berbeda dengan skala penilaian maksim-maksim lainnya.

    b. Pragmatik

    Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada

    masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu

  • 28

    ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini

    dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak

    hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari

    pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan

    dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga mengartikan

    pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-

    situasi ujar (speech situasions).

    Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di Indonesia

    dewasa ini, paling tidak dapat diedakan atas dua hal, yaitu (1) pragmatik

    sebagai sesuatu yang diajarkan, (2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai

    tindakan mengajar. Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua hal, yaitu (a)

    pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah

    satu segi di dalam bahasa atau disebut „fungsi komunikatif‟ (Purwo,

    1990:2).

    Pragmatik ialah berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi

    tidaknya bahasa dalam komunikasi (KBBI, 1993: 177). Menurut Levinson

    (1983: 9), ilmu pragmatik didefinisikan sebagai berikut:

    1) “Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang

    mendasari penjelasan pengertian bahasa”. Di sini, “pengertian/pemahaman

    bahasa” merunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu

    ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan

    hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.

  • 29

    2) “Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan

    kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat

    itu”. (Nababan, 1987: 2)

    Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-

    tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian

    bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna

    ujaran (Kridalaksana, 1993: 177). Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik

    merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang

    termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan

    pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal

    “ekstralingual” yang dibicarakan.

    Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai

    makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks.

    Sedangkan memperlakukan bahasa secara prag-matik ialah memperlakukan

    bahasa dengan mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada

    peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan

    pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana

    caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau

    menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.

    c. Imperatif

    Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan

    perintah, keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan (Kridalaksana,

  • 30

    2001:81). Perintah tidak hanya diartikan sebagai perintah untuk melakukan

    sesuatu, tetapi juga sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang

    disebut larangan.

    Wujud pragmatik imperatif berbeda,dalam bahasa Indonesia tak selalu

    berupa konstruksi imperatif. Dengan perkataan lain, wujud pragmatik

    imperatif dapat berupa tuturan yang bermacam-macam, dapat berupa

    konstruksi Imperatif dan dapat pula berupa konstruksi nonimperatif.

    Adapun yang dimaksud wujud pragmatik adalah realisasi maksud

    imperatif dalam bahasa indonesia apabila dikaitkan dengan konteks situasi

    tutur yang melatarbelakanginya. Makna pragmatik imperatif tuturan yang

    demikian itu sangat di tentukan oleh konteksnya. Konteks yang dimaksud

    dapat bersifat ekstralinguistik dan dapat pula bersifat intralinguistik.

    Dalam sebuah intraksi kita harus mengunakan kesantunan berbahasa

    pragmatik imperatif yang banyak harus di pahami situasi kondisi yang

    terjadi,gunakan maksim-maksim kesantunan berbahasa agar terciptanya

    intraksi yang baik tanpa menyakiti, mengucilkan bahkan menindas.

    D. Hipotesis Penelitian

    Penelitian terhadap objek hendaknya dilakukan dengan berpedoman pada

    suatu hipotesis sebagai pegangan atau jawaban sementara yang masih harus

    dibuktikan kebenarannya dalam kenyataan (empirical verification), percobaan

    (experimentation), atau praktek (implementation). Oleh karena itu, hipotesis harus

    dalam bentuk pertanyaan ilmiah atau proposisi, yaitu mengandung hubungan dua

    variabel atau lebih (Sudjana, 2000: 11).

  • 31

    Penelitian Analisis kesantunan bahasa pragmatik Imperatif pada proses

    belajar mengajar di dalam kelas V MI Miftahun Najihin, desa Kaumanlor, Kec.

    Pabelan, Kab. Semarang, penelitian ini menganalisis Penyimpangan intraksi guru

    kesiswa, siswa ke Guru dan antarsiswa dalam proses belajar mengajar didalam

    kelas.

    Data berupa percakapan yang terjadi saat proses belajar mengajar dalam

    kelas, yang banyak melangar maksim-maksim kesantunan. Pengamatan yang

    dilakukan saat proses belajar mengajar kesantunan pragmatik imperakti bahasa

    indonesia dalam pelajaran bahasa indonesia di Mi Miftahun Najihin di desa

    KaumanLor, kec. Pabelan, Kab. Semarang.

    Peneliti mengamati percakapan, sapaan, kalimat perintah, kalimat ajakan,

    kalimat ungkapan dan kalimat tanya saat proses belajar mengajar pelajaran bahasa

    indonesia. Melihat kemampuan siswa berbahasa indonesia saat belajar bahasa

    indonesia apakah masih menggunkan bahasa campuran atau bahasa daerah.

  • 31

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    Menurut Neuman (1997) dalam buku Menulis Ilmiah Metodeu Penelitian

    Kualitatif, metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan dalam

    penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.(Santana, 2007: 15).

    Menurut Sumanto (2014: 179) kegiatan penelitian deksriptif melibatkan

    mengumpulan data untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan status atau

    kondisi objek yang diteliti pada saat dilakukan penelitian. Penelitian deskriptif

    berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasi apa yang ada. Pada penelitian

    deskriptif, apabila masalah penelitian telah didefinisikan, kajian pustaka dan

    hipotesis telah dibuat, selanjutnya peneliti harus hati-hati dalam memikirkan

    pemilihan sampel dan pengumpulan data.

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan rancangan

    deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan semata-mata

    hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara

    empiris hidup pada penuturnya dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang

    temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

    lainnya (Arikunto, 2010:3).

    Setiap penelitian memiliki pendekatan yang berbeda, tergantung dengan

    metode masing-masing. Pendekatan penelitian kualitatif ditentukan oleh karakter

    penelitian kualitatif, yang tentu berbeda dengan karakter penelitian kuantitatif.

  • 32

    Menurut Creswel (2012) karakter utama dalam penelitian kualitatif adalah:

    Pertama, penelusuran problem dan pengembangannya secara detail terpusat pada

    satu fenomena tertentu. Kedua, literatur atau teori dan peraturan yang digunakan

    menjadi sandaran dalam merumuskan problem. Ketiga, dalam merumuskan

    masalah dan pertanyaan penelitian serta tercapainya tujuan penelitian secara

    umum, ditentukan oleh pengalaman langsung peneliti berpartisipasi dalam sosial

    setting pada studi pendahuluan hingga proses penelitian yang dilaksanakan.

    Keempat, pengumpulan data bertolak dari pilihan kata yang sederhana atau

    khusus hingga yang lebih luas atau lebih umum. Kelima, analisis datayang

    dideskripsikan dan tema-tema yang ditampilkan dalam analisis diinterpretasikan

    menjadi makna. Keenam, penulisan laporan penelitian, baik menyangkut struktur

    dan berbagai bentuk penyajian data sangat fleksibel dan ditentukan oleh refleksi

    subjektivitas peneliti (Mukhtar, 2013: 4).

    Dilihat dari sudut kawasannya, penelitian kualitatif dibagi ke dalam dua hal.

    Pertama, penelitian kepustakaan (libraryresearch).Kedua, penelitian lapangan

    (fieldresearch). Penelitian kepustakaan mengandalkan data-datanya hampir

    sepenuhnya dari perpustakaan sehingga penelitian ini lebih populer dikenal

    dengan penelitian kualitatif deskriptif kepustakaan atau penelitian bibliografis dan

    ada juga yang mengistilahkan dengan penelitian non reaktif, karena ia sepenuhnya

    mengandalkan data-data yang bersifat teoritis dan dokumentasi yang ada di

    perpustakaan. Sedangkan penelitian lapangan mengandalkan data-datanya di

    lapangan (socialsetting) yang diperoleh melalui informan dan data-data

    dokumentasi yang berkaitan dengan subjek penelitian (Mukhtar, 2013: 6).

  • 33

    B. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di MI Miftahun Najihin, Kecamatan Pabelan,

    Kabupaten Semarang yang tepatnya terletak di Desa Kauman Lor. Pertimbangan

    peneliti memilih sekolah tersebut karena lokasi strategis untuk dijangkau jarak

    dari rumah tidak terlalu jauh.

    Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2018.Peneliti melakukan

    wawancara, mengamati dan mengambil gambar sebagai dokumentasi serta

    lampiran untuk laporan.

    C. Sumber Data

    2. Data Primer

    Data primer adalah data pokok atau utama.Dalam penelitian ini yang

    termasuk data utama adalah hasil dari observasi dan dokumentasi di lapangan

    yang berupa rekaman dan pengamatan.

    a. Observasi

    Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

    suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap

    keadaan atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan observasi

    disebut pengobservasi (observer) dan pihak yang diobservasi disebut

    terobservasi (observe). Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi

    Kesantunan bahasa pragmatik imperatif anak yang ada di MI Miftahun

    Najihin Kauman Lor.

  • 34

    b. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediaan

    dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat saat proses

    penelitian di dalam belajar mengajar.

    c. Wawancara

    Wawancara adalah sebuah cara untuk mendapatkan informasi dari

    seseorang dengan cara memberikan beberapa pertanyaan yang jawabannya

    kita butuhkan sebagai informasi. Peneliti melakukan wawancara dengan

    beberapa guru di MI Miftahun Najihin dan 3 siswa yang dijadikan sebagai

    perwakilan dari seluruh siswa MI Miftahun Najihin Kauman Lor mengenai

    kesantunan berbahasa imperatif di lingkungan MI Miftahun Najihin

    Kauman Lor.

    3. Data Sekunder

    Data sekunder adalah data tambahan. Dalam penelitian ini data tambahan

    yang digunakan yaitu literatur buku, jurnal, internet, dan lain-lain yang

    bersangkutan dengan tema penelitian.

    a. Literatur buku

    Literatur buku adalah bahan bacaan atau dasar yang bisa dijadikan

    rujukan dalam sebuah penulisan karya ilmiah.

    b. Internet

    Internet adalah jaringan komunikasi global yang terbuka dan

    menghubungkan jutaan bahkan milyaran jaringan komputer dengan

  • 35

    berbagai dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon,

    satelit, dan lain sebagainya.

    D. Teknik Pengumpulan

    Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

    1. Studi literatur, dengan meneliti sejumlah literatur yang relevan berkaitan

    dengan makna slogan di sekitar sekolah.

    2. Observasi lapangan, melakukan pengamatan, dokumentasi dan

    pencatatan secara langsung untuk mencari gejala atau fenomena yang

    diselidiki dan untuk memperoleh data yang valid.

    3. Penelusuran data online, menelusuri data dari media online seperti

    internet, sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi online

    secepat dan semudah mungkin.

    A. Analisis Data

    Analisis dilakukan untuk menarik kesimpulan data. Untuk menganalisis data

    yang diperoleh dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknis analisis

    data deskriptif kualitatif, yang digunakan untuk menganalisis data, baik data dari

    hasil observasi, wawancara, maupun dokumentasi, dengan cara mendeskripsikan

    atau menggambarkan data yang telah terkumpul.

    1. Metode Pengolahan Data

    Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah pengolahan

    data, dilakukan melalui tahap yaitu:

    b. Editing (Pemeriksaan)

  • 36

    Editing pada penelitian kualitatif dilakukan dengan cara meneliti

    setiap jawaban yang sudah dijawab oleh responden. Editing melingkupi

    kelengkapan pertanyaan yang diajukan oleh responden.

    c. Coding (Pemberian Kode)

    Melakukan pemberian kode untuk memudahkan dalam

    pengkategorian jawaban dari responden. Coding dilakukan dengan jalan

    menandai masing-masing jawaban dengan kode angka kemudian

    dimasukan dalam kategori sesuai dengan jawaban responden.

    d. Entry data (Memasukan data)

    Entri data adalah memasukkan data ke dalam komputer.

    e. Tabulating (Mengelompokan)

    Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

    di masukkan dalam tabel yang sudah disiapkan.

    2. Analisis Data

    Penelitian ini menggunakan studi kasus fenomenologi sebagai dasar

    teorinya. Dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif, yaitu proses

    mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

    satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

    hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2006: 280).

    Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data pada

    penelitian ini, meliputi (Moleong, 2006: 288-289):

    a. Membaca dan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

    sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah dituliskan

  • 37

    dalam catatan lapangan, dokumentasi pribadi, dokumen resmi, gambar

    dan foto.

    b. Reduksi Data, Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

    penyederhanaan data, pengabstrakan dari transformasi data besar yang

    muncul daricatatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data

    dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, yaitu usaha membuat

    rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga

    sehingga tetap berada dalam tema.

    c. Menginterprestasikan atau menafsirkan data yang diperoleh melalui

    data yang diperoleh menjadi teori substantif.

    d. Menarik kesimpulan dari interprestasi yang telah dilakukan, berupa

    jawaban atas masalah atau pertanyaan penelitian.

    A. Pengecekan Keabsahan Data

    Pada penelitian ini validitas data menggunakan triangulasi penyelidik dan

    triangulasi sumber (Moleong, 2006: 330-332), yaitu:

    1. Triangulasi penyelidik adalah triangulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti

    atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat

    kepercayaan data.

    2. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik derajat

    kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

    berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:

    a. Membandingkan apa yang dikatan orang didepan umum dan apa yang

    dikatakannya secara pribadi.

  • 38

    a. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang terkait.

    b. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

    dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

    H. Tahap-Tahap Penelitian

    Tahap-tahap yang dilakukan penulis dalam penelitian analisis makna bahasa

    dalam slogan ini, antara lain:

    1. Mencari Topik yang Menarik.

    Mencari topik yang menarik merupakan langkah awal yang dilakukan

    dalam penelitian.Dalam hal ini peneliti mencoba untuk mengeksplorasi

    topik yang dianggap menarik sehingga peneliti memutuskan untuk

    mengungkapkan kalimat pragmatik kesantunan imperatif.

    2. Membangun Kerangka Konseptual

    Salah satu komponen penting dalam dalam penelitian adalah adanya

    kerangka teoritis. Kerangka teoritis adalah kumpulan teori dari literatur

    yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu.

    3. Merumuskan Masalah

    Masalah dirumuskan berdasarkan sisi menarik topik yang akan dikaji

    oleh peneliti beserta dengan kehendak yang akan dicapai.

    4. Merumuskan Manfaat

    Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan, yakni pandangan

    teoritis dan praktis. Manfaat teoritis pada penelitian ini diharapkan berguna

    bagi pengembangan kesantunan bahasa imperatif.Sedangkan, manfaat

    praktis penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain mengenai

    kesantun bahasa imperatif yang terdapat pada lingkungan sekolah.

  • 39

    5. Menentukan Metode Penelitian

    Pada tahap ini penulis memutuskan metode yang sesuai dengan

    fenomena yang akan dikaji. Pada penelitian ini penulis menggunakan

    metode penelitian Kualitatif.Dikarenakan tujuan dari penulis adalah untuk

    mengetahui Kesantunan kalimat Imperatif dilingkungan MI Miftahun

    Najihin Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.

    6. Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini pengumpulan data melalui buku, dokumentasi, dan

    lain-lain.

    7. Menganalisis Data

    Analisis data dilakukan dengan cara peneliti sebagai instrumen riset

    memberi makna pada data berdasarkan tingkat objektivitas dan validitas

    data menggunakan cara berfikir induktif yaitu cara berfikir yang berangkat

    dari hal-hal khusus (empiris) menuju hal-hal umum (tataran konsep).

    8. Menarik Kesimpulan

    Menarik kesimpulan dengan membuat laporan penelitian yang sudah

    dianalisis dan disusun sistematis.

  • 40

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    B. Hasil Penelitian

    Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan teori kesantunan pragmatik

    imperatif dalam bahasa Indonesia yang dapat direalisasikan dalam bermacam-

    macam wujud. Penelitian ini akan menguraikan tuturan imperatif dalam wujud

    deklaratif (pernyataan) dan interogatif (pertanyaan) dalam interaksi belajar

    mengajar antara guru saat pembelajaran dan siswa Antar siswa di kelas V MI

    Miftahun Najjihin Desa Kauman Lor Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang,

    hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk tuturan dan deskripsi

    Dari data yang diperoleh dalam penelitian, ditemukan adanya

    penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi belajar mengajar dan

    saat Istirahat siswa siswi MI Miftahun Najihin Kauman lor. Penyimpangan

    tersebut, baik yang disengaja maupun tidak sengaja atau sebuah kebiasaan dalam

    berbahasa sehari hari. Keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan pengamatan

    dan terjun langsung, ada beberapa bahasa menyimpang dari prinsip kesantunan

    berbahasa selama ±7 kali pertemuan. Dari sekian banyak percakapan yang saya

    dengar, terbagiatas penyimpangan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan

    berbahasa.

    Penyebab penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam sebuah

    tuturan pada saat interaksi belajar mengajar bahasa Indonesia dan saat istirahat

    siswa siswi kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor meliputi penyimpangan

    yang disebabkan sengaja menuduh lawan tutur, sengaja berbicara tidak sesuai

  • 41

    konteks, tidak memberikan rasa simpati, protektif terhadap pendapat, dorongan

    rasa emosi penutur, kritik secara langsung dengan kata-kata kasar, dan mengejek.

    Berdasarkan keseluruhan data penelitian, diketahui bahwa jumlah seluruh

    penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi belajar mengajar

    bahasa Indonesia di kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor. Penyebab penutur

    dan mitra tutur melakukan penyimpangan prinsip kesantunan bermacam-macam.

    Penyebab penyimpangan yang paling sering muncul yaitu dorongan rasa emosi

    penutur. Siswa dan guru dalam bertuturmasih dipengaruhi oleh dorongan rasa

    emosi yang berlebihan dan lingkungan sekitar sehingga tuturan yang dihasilkan

    menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa.

    1. Wujud Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Proses Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas V MI Miftahun Najihin Kauman Lor

    Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam interaksi

    belajar mengajar bahasa Indonesia siswa kelas V MI Miftahun Najihin Kauman

    Lor, akan dijabarkan pada bagian ini. Deskripsi penyimpangan prinsip kesantunan

    berbahasa akan dijabarkan berdasarkan maksim yang dilanggar.

    a. Wujud Kesantunan

    1) Maksim Kearifan

    Maksim kearifan mengatur sebuah tuturan agar tidak memberatkan

    lawan tutur dan terasa lebih halus. Seseorang dalam menghasilkan sebuah

    tuturan harus bersikap arif. Penyimpangan terhadap maksim kearifan dapat

    ditandai dengan penutur menggunakan diksi yang kasar atau vulgar,

    memerintah secara langsung,menegur secara langsung, memberi saran

  • 42

    secara langsung, menolak dengan nada tinggi, dan menolak dengan kasar.

    Penyimpangan maksim kearifan dapat dilihat pada percakapan berikut

    „‟Saat Pengoreksian Tugas Rumah‟‟

    Guru : Tolong PR nya di tukarkan.

    Walid : “Ayo ditukarke!”

    Faris : Karo Sopo (Sama Siapa)

    Alifia : “Ro ngarepeTho” (Ia Depanya lah)

    Konteks:

    Bahasa tersebut disampaikan Walid kepada siswa lainnya yang

    bermaksud untuk mengajak menukar jawaban. Akan tetapi, siswa Faris

    malah bertanya sama siapa dan Alfiah menjawab, untuk menukarkan

    jawabannya dengan meja depannya. Alfiah menghasilkan tuturan dengan

    nada tinggi dan diksi vulgar. Penyimpangan maksim kearifan terdapat pada

    Alfiah kerena siswa Faris tidak bersikap arif dalam menghasilkan sebuah

    tuturan. Tuturan pada Alfiah menjadi tidak santun karena tuturan Alfiah

    yakni “Ro ngarepe Tho” terasa kasar karena penggunaan diksi Tho

    (gentho) yang merupakan diksi Keras. Tuturan dengan diksi Keras termasuk

    ke dalam tuturan yang tidak arif, sehingga tuturan siswa tersebut

    menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan.

    „‟Bahasa guru saat mendiamkan siswa-siswanya di dalam kelas saat

    pelajaran dengan bahasa pelajaran‟‟.

    Guru : “Kalian suka ya diberi tugas berbicara, sehingga sebelum kalian

    praktik, kalian sudah berbicarasendiri.”

  • 43

    Faris : Ora bu, (tidak bu)

    Anisa : Ini lagi, pinjem tipex bu.

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru kepada siswanya

    sebagai bentuk teguran karena siswa terlalu ramai. Bahasa menyimpang dari

    maksim kearifan karena guru menegur siswa secara langsung dengan bentuk

    sindiran. Bahasa di atas menjadi tidak santun karena tuturan guru “Kalian

    suka ya diberi tugas berbicara, sehinggasebelum kalian praktik, kalian sudah

    berbicara sendiri” terlihat guru dengan dorongan rasa emosi menegur siswa

    secara langsung dan berbentuk sindiran, sehingga tuturan guru tersebut

    menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan.

    Percakapan saat mau istrahat

    Rizal : Ayo metu ndess! Sambil mukul pundak (ayo keluar)

    Faris : “Bajigur, ora ngonokui.”( tidak begitu to )

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan oleh rizal kepada farih pada saat mau

    istrahat menggunakan disksi vulgar. Penyimpangan maksim kearifan pada

    pecakapan diatas kerena siswa tidak bersikap arif dalam menghasilkan

    sebuah tuturan. Tuturan di atas menjadi tidak santun karena tuturan siswa

    yakni “Ayo, metu ndess” terasa kasar karena mengunkan diksi ndess, dan

    tanggapan, “Bajigur, ora ngonokui maine” terasa kasar karena penggunaan

    diksi Bajigur yang merupakan diksi vulgar. Tuturan tersebut juga

    merupakan perintah langsung. Tuturan dengan diksi vulgar dan perintah

  • 44

    langsung termasuk ke dalam tuturan yang tidak arif, sehingga tuturan siswa

    tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan maksim kearifan

    2). Maksim Kedermawanan

    Maksim kedermawanan menuntut setiap peserta pertuturan untuk

    memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa

    tidak hormat kepada orang lain. Penyimpangan terhadap maksim

    kedermawanan dapat ditandai dengan tidak menghormati lawan tutur, tidak

    memberikan kesempatan pada lawan tutur untuk berpendapat, berprasangka

    buruk kepadalawan tutur, dan mempermalukan lawan tutur. Penyimpangan

    maksim kedermawanan dapat dilihat pada beberapa percakapan berikut.

    Percakapan ini terjadi saat guru memberikan tugas

    Indah : Bu, ini tugasnya bagaimana?

    Guru : Tanya sama teman kelompok, kalau teman kelompok tidak bisa,

    tanya kelompok lain, kalau kelompok lain tidak bisa”

    Rizal : “Tanya sama gurunya, hahahahaha.”

    Guru : “Nanti kita bahas bersama.”

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang siswa ketika guru sedang

    menjelaskan, dalam artian siswa memotong pembicaraan guru. Tuturan

    pada percakapan diatas terlihat dengan jelas bahwa penutur tidak

    menghormati lawan tutur. Hal tersebut menunjukkan bahawa tuturan

    tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa maksim

    kedermawanan. Penyimpangan maksim kedermawanan terdapat pada

  • 45

    percakapan diatas karena siswa memotong pembicaraan guru yang

    menandakan siswa tidak menghormati guru yang sedang berbicara. Tuturan

    siswa “Tanya sama gurunya, hahahaha” terlihat siswa tidak menghormati

    guru dan perbuatan siswa memotong pembicaraan orang lain termasuk tidak

    santun karena tidak menghormati lawan tutur yang sedang berbicara.

    Guru : “Kamu mainan apa mas?”

    Hadi : “Gak mainan apa-apa bu.”

    Guru : “mainan bola atau apa?”

    Hadi : “Enggak bu.”

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru kepada siswanya

    dalam kegiatan interaksi belajar mengajar. Guru menanyakan alasan siswa

    mengapa siswa tidak fokus belajar. Menyimpang dari maksim

    kedermawanan karena tuturan guru mengandung prasangka buruk terhadap

    siswanya. Tuturan guru menyimpang dari prinsip kesantunan karena tuturan

    “mainam bola atau apa?” terlihat guru berprasangka buruk kepada siswa,

    bahwa siswa tidak fokus belajar di sangka bermainan bola padahal belum

    tentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru berprasangka buruk terhadap

    siswa, sehingga tuturan tersebut menyimpang dari prinsip kesantunan

    berbahasa maksim kedermawanan.

    Percakapan saat teman menanyakan tugas

    Nabila : “lan Alan kowe wis garap pa?”

    Alan : “uwis ya”

  • 46

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang siswa kepada temannya

    yang juga seorang siswa dalam ruang kelas pada saat guru menanyakan

    tugas yang telah diberikannya.

    Tuturan terlihat dengan jelas bahwa penutur berprasangka buruk

    terhadap lawan tutur. Hal tersebut menunjukkan bahawa tuturan tersebut

    menyimpang dari prinsip kesantunan berbahasa maksim kedermawanan.

    Penyimpangan maksim kedermawanan terdapat pada tuturan di atas karena

    Nabila bertanya kepada Alan dengan penuh kecurigaan terhadap Alan.

    Tuturan Nabila “Lan Alan kowe wis garap pa?” terlihat Nabila mencurigai

    Alan, bahwa Alan belum mengerjakan tugas dan tidak mau mengakuinya.

    Tuturan Nabila termasuk tidak santun karena Nabila berprasangka buruk

    terhadap Alan.

    3). Maksim Pujian

    Maksim pujian menuntut setiap peserta tindak tutur untuk

    memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan

    diri sendiri. Penyimpangan terhadap maksim pujian dapat ditandai dengan

    memberikan kritik yang menjatuhkan orang lain, berbicara yang menyakiti

    hati orang lain,tidak mengucapkan “terimakasih” ketika mendapat

    saran/kritikan dari orang lain,tidak menghargai orang lain, dan

    mementingkan kepentingan pribadi. Penyimpangan maksim pujin dapat

    dilihat pada beberapa data berikut.

    Proses saat Pembelajaran, menanyakan tentang totonan tv

  • 47

    Guru : “Yang nonton TVRI?”

    Farida : “Saya”

    Rizal : “TVRI, hahahaha”

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan oleh siswa dan guru pada saat diskusi

    kelas tentang tugas menonton berita televisi. Jawaban Farida atas

    pertanyaan gurunya, ditanggapi oleh Rizal dengan ejekan. Rizal tidak

    menghargai apa yang telah dikerjakan oleh Farida.

    Tuturan di atas menyimpang dari maksim pujian karena tuturan Rizal

    tidak menghargai apa yang telah dilakukan oleh Farida. Tuturan Rizal yakni

    “TVRI, hahahaha” terasa tidak menghargai Farida, bahkan terkesan

    merendahkan orang lain sehingga tuturan tersebut menyimpang dari maksim

    pujian.

    Proses pembelajaran tentang Teks Pidato

    Guru :“Isinya apa kalau sambutan ketua panitia?”

    Walid : “Gak tau bu, kan belum pernah jadi ketua panitia.”

    Anisa : huss gx sopan!

    Konteks:

    Tuturan tersebut disampaikan