40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya 1

Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas pkn

Citation preview

Page 1: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah sesuatu yang tidak dapat

dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk,

selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari

berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan

dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut.

Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar

dipulau-pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi

geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran

rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat

peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang

berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi

proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya

jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan

meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan

kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa

dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman

budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman

budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam

konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.

Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan

mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Indonesia

mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Dan tak kalah

pentingnya, secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia mempunyai

jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.

Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok suku

bangsa yang berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia.

Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada abad pertengahan misalnya telah

membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan dunia Internasional pada saat itu.

Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir jawa juga memberikan arti yang

1

Page 2: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

penting dalam membangun interaksi antar peradaban yang ada di Indonesia.

Singgungan-singgungan peradaban ini pada dasarnya telah membangun daya

elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan perbedaan. Disisi yang lain

bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan mengembangkan budaya lokal

ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.

Bukti Sejarah

Sejarah membuktikan bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara

berdampingan, saling mengisi, dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya

kebudayaan Kraton atau kerajaan yang berdiri sejalan secara paralel dengan

kebudayaan berburu meramu kelompok masyarakat tertentu. Dalam konteks

kekinian dapat kita temui bagaimana kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan

paralel dengan kebudayaan rural atau pedesaan, bahkan dengan kebudayaan

berburu meramu yang hidup jauh terpencil. Hubungan-hubungan antar

kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai ”Bhinneka Tunggal

Ika”, dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragamannya bukan hanya

mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa semata namun kepada

konteks kebudayaan.

Didasari pula bahwa dengan jumlah kelompok suku bangsa kurang lebih

700’an suku bangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipe kelompok

masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia

adalah masyarakat majemuk yang sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian

dengan keragaman perbedaan yang dimilikinya maka potensi konflik yang

dipunyainya juga akan semakin tajam. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam

masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat isu konflik yang muncul

di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik itu muncul dari isu-isu

lain yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan. Seperti kasus-kasus

konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai kasus konflik agama

dan suku bangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik tersebut didominsi oleh

isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi. Memang tidak ada penyebab

yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di Indonesia. Namun beberapa kasus

konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan pertanyaan tentang

2

Page 3: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya mengelolanya

dengan benar.

Peran pemerintah: penjaga keanekaragaman

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman

kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi

sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata

hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia.

Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan

pelindung, dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup

bagi semua kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana

pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok suku

bangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya.

Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan suku bangsa ternyata

tidak dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok suku

bangsa minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominan

setempat, sehingga membuat kebudayaan kelompok suku bangsa asli minoritas

menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya

karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif

kepentingan pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk

kebudayaan berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik

kebudayaan yang dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah

penyeragaman kebudayaan untuk menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan

menghargai perbedaan yang tumbuh dan berkembang secara natural, namun

dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama dengan identitas kebudayaan

yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam konteks ini proses

penyeragaman kebudayaan kemudian menyebabkan kebudayaan yang

berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya kebudayaan kelompok

sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang dan tersudut.

Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada ditingkat desa

untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang ada di Jawa

sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam kebudayaan

daerah.

3

Page 4: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas

tidak lepas dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini

juga berkaitan dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan

kebudayaan nasional sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan

biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia digunakan oleh negara

untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan berasal

dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya,

pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan

menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya.

Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha

untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya untuk

mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan

warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah

gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik

dan pendekatan kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan lokal

yang ada didaerah atau kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-

kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.

Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi

perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu

kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya,

dimana acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multibudaya

adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan

mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun

secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah

masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai

mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut

yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua

kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk

terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang

seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah

digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa

yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam

4

Page 5: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia)

adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.

Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem

infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus

pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme adalah kesamaan di

depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga

pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara

kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada

keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya

kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan

kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi

yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat

dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau

produk kebudayaan pada masa lampau.

Menjaga keanekaragaman budaya

Dalam konteks masa kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan

dengan produk-produk kebudayaan yang berkaitan 3 wujud kebudayaan yaitu

pengetahuan budaya, perilaku budaya atau praktek-praktek budaya yang masih

berlaku, dan produk fisik kebudayaan yang berwujud artefak atau banguna.

Beberapa hal yang berkaitan dengan 3 wujud kebudayaan tersebut yang dapat

dilihat adalah antara lain adalah produk kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup,

sistem nilai, dan sistem kepercayaan. Keragaman budaya dalam konteks studi ini

lebih banyak diartikan sebagai produk atau hasil kebudayaan yang ada pada kini.

Dalam konteks masyarakat yang multikultur, keberadaan keragaman

kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan dihormati keberadaannya.

Keragaman budaya adalah memotong perbedaan budaya dari kelompok-kelompok

masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita merujuk kepada konvensi

UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The Diversity of

Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural diversity”,

cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat sebagai cara

yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk mengungkapkan

ekspresinya. Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya yang menjadi

5

Page 6: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

kebudayaan latar belakangnya, namun juga variasi cara dalam penciptaan artistik,

produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya, apapun makna dan

teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh Unesco dalam dokumen

konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural expression). Isi dari

keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna simbolik, dimensi

artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.

Dalam konteks ini pengetahuan budaya akan berisi tentang simbol-simbol

pengetahuan yang digunakan oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan

menginterprestasikan lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan

berwujud nilai-nilai budaya suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia,

dimana didalamnya berisi kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku

bangsa setempat. Kearifan lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang

tercerminkan dalam tradisi upacara-upacara tradisional dan karya seni kelompok

suku bangsa dan masyarakat adat yang ada di nusantara. Sedangkan tingkah laku

budaya berkaitan dengan tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber dari

nilai-nilai budaya yang ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan

dalam bentuk tingkah laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten

masyarakat, dan sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas budaya. Dalam

artefak budaya, kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya

seni rupa atau benda budaya (cagar budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas

maka sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Tidak

hanya beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya. Keragaman

budaya adalah sesungguhnya kekayaan budaya bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Pluralitas suku dalam Masyarakat Indonesia.

2. Suku bangsa lain di Indonesia.

3. Makna Bhineka Tunggal Ika

4. Fenomena konflik antar daerah, antar suku, antar kelompok (golongan),

dan antar pemeluk agama.

5. Wawasan lokal dan wawasan nasional.

6

Page 7: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pluralitas Suku dalam Masyarakat Indonesia

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yaitu secara

horizontal dan vertikal. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya

kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa,

perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal

struktur Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara

lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan-perbedaan suku

bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat dan kedaerahan sering kali disebut

sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Menurut Furnival,

suatu masyarakat majemuk (Plural Society) yakni suatu masyarakat yang terdiri

atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu

sama lain di dalam suatu kesatuan politik.

Sebagai masyarakat majemuk masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu

tipe masyarakat daerah tropis di mana mereka yang berkuasa dan mereka yang

dikuasai memiliki perbedaan ras. 

Di dalam kehidupan politik, tanda paling jelas dari masyarakat indonesia

yang bersifat majemuk itu adalah tidak adanya kehendak bersama (Common Will).

Menurut Van den Berghe, ada beberapa karakteristik sebagai sifat-sifat dasar dari

suatu masyarakat majemuk yakni:

1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok yang sering kali

memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.

2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga

yang bersifat non komplementer.

3. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok

yang satu dengan yang lain.

4. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling

ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

Suatu masyarakat majemuk tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang

memiliki unit-unit kekerabatan. Akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan

dengan masyarakat yang memiliki diferensiasi yang tinggi. Suatu masyarakat

7

Page 8: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

yang terbagi-bagi kedalam berbagai kelompok berdasarkan garis keturunan, akan

tetapi memiliki struktur kelembagaan yang bersifat homogeneus.

Di dalam arti yang demikian itulah, maka masyarakat Indonesia merupakan

masyarakat yang bersifat majemuk. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

pluralitas masyarakat Indonesia yang demikian terjadi: Keadaan geografis yang

membagi wilayah Indonesia kurang lebih 12.637 pulau yang tersebar di suatu

daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur ke barat dan lebih

1000 mil dari utara ke selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya

terhadap terciptanya suku bangsa Indonesia.

B. Suku Bangsa Lain di Indonesia

Selain suku bangsa Indonesia yang asli orang Indonesia, di Indonesia juga

terdapat suku bangsa lain seperti Tionghoa dimana populasinya 7.776 juta dengan

prosentase 3,7%. Dimana kawasan utamanya Jabotabek, Bandung, Kalbal,

Surabaya, Bangka Belitong, Riau, Jambi,Palembang, Makasar, dan Manado.

Leluhur orang Tionghoa berimigasi sejak ribuan tahun lalu melalui kegiatan

perdagangan. Karena faktor kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia berhubungan

erat dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok-Indonesia dan sebaliknya. Setelah

Indonesia merdeka orang Tionghoa WNI digolongkan sebagai salah satu suku

dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai pasal 2 UU no 12 tahun 2006.

Kemudian, terdapat suku Arab, sejarah adanya terdapat di Indonesia adalah

akibat terjadinya perpecahan besar diantara umat islam. Mulailah terjadi hijrah

besar-besaran keseluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Populasinya 5000 juta

dengan prosentase 2,4% yang berkawasan utama di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa

Tengah.

C. Makna Bhineka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini

berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat

“Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Jika diterjemahkan per patah kata,

kata Bhinneka berarti "beraneka ragam" atau “berbeda-beda”. Kata Neka dalam

bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam

Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata Ika berarti "itu". Secara

harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna

8

Page 9: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu

kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan

Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka

ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam  Garuda Pancasila   sebagai Lambang

Negara Republik Indonesia. Lambang negara Indonesia adalah Garuda

Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika  Lambang

negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah

kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang

digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal

Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang

dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II

dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan

diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang

Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Penggunaan

lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009

tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN

2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam

Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958.

Pasal 36 A, yaitu Lambang Negara Ialah Garuda Pancasila dengan semboyan

Bhinneka Tunggal Ika dan Pasal 36 B: Lagu Kebangsaaan ialah Indonesia Raya.

Menurut risalah sidang MPR tahun 2000, bahwa masuknya ketentuan mengenai

lambang negara dan lagu kebangsaan kedalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 yang melengkapi pengaturan mengenai bendera negara

dan bahasa negara yang telah ada sebelumnya merupakan ikhtiar untuk

memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan ditengah kehidupan

global dan hubungan internasional yang terus berubah.Dengan kata lain,

kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, hal tersebut tetap penting, karena

menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu negara dalam pergaulan

internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa

Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam

9

Page 10: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa tak terkecuali bangsa dan

negara Indonesia.

Kalimat Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku Sutasoma, karangan Mpu

Tantular pada masa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Dalam buku Sutasoma

(Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan

bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan kepercayaan di kalangan

masyarakat Majapahit.

Secara harfiah pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah Berbeda-beda tetapi

Satu Itu.  Adapun makna Bhinneka Tunggal Ika  adalah  meskipun berbeda-beda

tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini

digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa

daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan

Kata Bhineka Tunggal Ika dapat pula dimakna bahwa  meskipun bangsa dan

negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki

kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam

kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu

persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah

merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu

bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan

makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.

Bagi bangsa Indonesia semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan dasar

untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Perwujudan semboyan

Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan cara hidup

saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa

memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat, warna kulit dan lain-lain.

Seperti di ketahui Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-

ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan

dan lain-lain yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya tanpa adanya

kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi

berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan

semboyan Bhineka Tunggal Ika kita harus membuang jauh-jauh sikap

10

Page 11: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan

bersama. Bila hal tersebut terjadi pastinya negara kita ini akan terpecah

belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga Bhineka Tunggal Ika dengan sebaik-

baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga.

D. Fenomena Konflik

1. Antar Daerah

Sengketa batas antar daerah maupun antar negara kian mengemuka. Di

tingkat internasional kita kenal masalah laut china selatan, juga ada persoalan

batas antara Kamboja dan Thailand, antara Indonesia dan Malaysia dan masih

banyak lagi yang lainnya.  Begitu juga dengan konflik batas antar daerah di

Indonesia, misalnya sengketa batas antara Kabupaten Musirawas dengan Musi

Banyuasin yang dipicu oleh posisi sumur Gas Subhan 4, antara Kabupaten Blitar

dengan Kabupaten Kediri dalam hal memperebutkan kawah Gunung Kelud dan

sengketa batas wilayah antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Kepulauan Riau

terkait kepemilikan Pulau Berhala dll.

Batas Daerah Sesudah Era Reformasi

Jatuhnya Orde Baru melahirkan Era Reformasi. Era reformasi yang dimulai

pada tahun 1999 mengubah paradigma desentralisasi administrastif yang dianut

Orde Lama (1945-1965) dan Orde Baru (1966-1998) ke desentralisasi politik.

(Suyanto, 2002).

Pada Era Reformasi ini lahirlah dua paket undang-undang yang sangat besar

pengaruhnya terhadap batas daerah, yaitu Undang-undang No.22 tahun 1999

tentang  Pemerintahan Daerah (UU Otonomi Daerah) dan UU No.25 tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Lahirnya dua paket undang-

undang tersebut merupakan kebijakan desentralisasi di bidang politik,

administrasi dan fiskal menandai dimulainya Era Otonomi Daerah yang lebih luas

di Indonesia.

Sejak berlakunya UU.No.22 tahun 1999, daerah mempunyai peluang yang

lebih mandiri dalam mengelola daerahnya sesuai kewenangan yang diberikan oleh

pemerintah pusat. Pada UU No.22 tahun 1999 banyak kewenangan yang diberikan

ke daerah kecuali  bidang-bidang: politik luar negeri, fiskal dan moneter,

pertahanan, keamanan, hukum dan keagamaan. Dengan demikian, semenjak era

11

Page 12: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

otonomi daerah yang luas, daerah mempunyai porsi kewenangan yang sangat

besar dibandingkan dengan era sebelumnya. Adanya pelimpahan wewenang yang

luas kepada daerah untuk mengelola wilayahnya menciptakan suatu tantangan

sekaligus peluang bagi pemerintah daerah.

Dengan berbagai alasan memanfaatkan peluang otonomi daerah yang luas

memicu terjadinya pemekaran di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga

fenomena yang menyertai pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 1999 adalah

munculnya daerah-daerah baru hasil pemekaran. Pemekaran wilayah berarti

penambahan segmen batas daerah. Data dari Kementrian Dalam Negeri (2010)

menyebutkan bahwa saat ini pada jumlah 34 provinsi dan 491 kabupaten/kota

kabupaten/kota di Indonesia  terdapat 946 segmen (151 segmen batas provinsi,

795 segmen batas Kabupaten/Kota).

Menurut penelitian Decetralization Suport Facility (2007) ada berbagai faktor

penyebab yang mendorong munculnya pemekaran yaitu: faktor kesejarahan,

ketimpangan pembangunan, luasnya rentang kendali pelayanan publik dan  tidak

terakomodasinya representasi politik. Sedangkan faktor penyebab pemekaran

yang berupa penarik adalah limpahan fiskal yang berasal dari APBN berupa DAU

(Dana Alokasi Umum)  dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Penentuan DAU

memperhatikan kebutuhan daerah yang tercermin dari data jumlah penduduk, luas

wilayah, keadaan geografis dan tingkat pendapatan masyarakat dan potensi

ekonomi daerah (Salamm, 2002).

Akibatnya aspek  wilayah menjadi suatu yang sangat penting sebab cakupan

wilayah suatu daerah yang ditandai dengan keberadaan batas wilayah yang jelas

mencerminkan sejauh mana kewenangan daerah tersebut dapat dilaksanakan.

Cakupan wilayah merupakan aspek yang dapat menunjang kemampuan

penyelenggaraaan otonomi daerah karena dari wilayah dapat dihasilkan pajak dan

retribusi daerah, dan juga bagi hasil sumberdaya alam kepada daerah dimana

sumberdaya alam tersebut berada. Bahkan luas wilayah juga merupakan variable

dalam penentuan bobot yang mempengaruhi besarnya DAU yang diterima daerah.

Oleh sebab itu, pada era otonomi daerah ini, batas daerah menjadi sangat penting

dan bermakna bagi daerah.

Pentingnya batas wilayah daerah otonom yang tegas adalah demi:

12

Page 13: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

1) kejelasan cakupan wilayah dalam pengelolaan kewenangan administrasi

pemerintahan daerah,

2) menghindari  tumpang  tindih tata ruang daerah,

3) efisiensi-efektivitas pelayanan publik,

4) kejelasan luas wilayah,

5) kejelasan administrasi kependudukan,

6) kejelasan daftar pemilih (Pemilu, Pilkada),

7) kejelasan administrasi pertanahan,

8) kejelasan perijinan pengelolaan sumberdaya alam (Subowo, 2009).

Oleh sebab itu batas wilayah daerah otonom memiliki arti penting dan

strategis apabila dibandingkan dengan era sebelumnya, maka  ketidakjelasan batas

wilayah daerah otonom selalu menjadi sumber penyebab sengketa batas antar

daerah (Kristiyono,  2008).

Peta Batas Daerah Yang Amburadul

Di dalam UU Pembentukan Daerah ditetapkan cakupan wilayah daerah yang

dibentuk dan biasanya dilampirkan dalam bentuk peta batas wilayah. Setelah batas

wilayah ditetapkan dalam undang-undang pembentukan daerah, seharusnya segera

ditindaklanjuti dengan penegasan batas wilayah  yaitu memasang tanda-tanda

batas di lapangan. Namun saat ini masih banyak daerah-daerah yang telah

dibentuk belum melakukan penegasan batas daerahnya di lapangan dengan

berbagai alasan yaitu: terbatasnya anggaran, kondisi sulitnya medan/topografi,

terbatasnya SDM. Jumlah segmen batas yang telah selesai ditegaskan dan

memiliki kepastian hukum dan fisik di lapangan baru mencapai 155 segmen (16

%). Banyaknya  batas daerah yang belum ditegasankan berpotensi menimbulkan

sengketa batas daerah  (Subowo, 2012).

Menurut (Sumaryo,2013) dari berbagai permasalahan yang ditemukan,

banyak peta batas wilayah pada UUPD yang tidak memenuhi syarat teknis

kartografis bila digunakan sebagai dasar dalam penegasan batas daerah.

Persyaratan teknis tersebut meliputi: adanya skala, datum geodetik, sistem

koordinat dan sistem proyeksi peta. Penelitian yang telah dilakukan terhadap peta

batas wilayah pada UUPD periode 1990-2003, 68 % tidak mencantumkan skala.

13

Page 14: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

Tidak adanya  skala maka peta batas wilayah tersebut tidak dapat digunakan untuk

analisis spasial seperti mengukur panjang segmen batas atau luas wilayah.

Hampir semua peta batas wilayah UUPD produk era OTDA tidak

mencantuman datum geodetik yang sangat diperlukan untuk mentransformasi

garis batas dari peta kelapangan. Penegasan titik batas dengan alat Global

Positioning System (GPS) bila menggunakan datum geodetik perkiraan akan

mengakibatkan pergeseran garis batas dari yang seharusnya dan sangat berpotensi

menimbulkan sengketa dengan daerah tetangga terutama bila didaerah tersebut

terdapat sumber daya alam.

Sengketa batas wilayah bisa terjadi dalam hal adanya ketidaksepakatan batas

hasil  penetapan dalam undang-undang pembentukan daerah maupun dalam

proses penegasan yaitu pemasangan tanda batas di lapangan. Dalam praktek di

lapangan, proses penegasan batas daerah tidak selalu dapat dilaksanakan dengan

lancar, bahkan ada kecenderungan jumlah sengketa batas antar daerah meningkat

(Rere, 2008). Sampai saat ini jumlah kasus sengketa perbatasan antar daerah

mencakup 82 segemen yang melibatkan 19 Provinsi dan 81 Kabupaten/Kota dan

dari 449 segmen batas yang belum ditegaskan diduga berpotensi terjadi sengketa

(Subowo,  2012).

2. Konflik Antar Suku

Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai

bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering

kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Semboyan

yang terdapat di kaki kuat sang Burung Garuda “Bhineka Tunggal Ika”

nampaknya belum menjiwai seluruh warga bangsa ini. Rasa satu kesatuan sebagai

warga negara bukanlah hal yang utama, melainkan arti kata semboyan bangsa ini

hanya sekedar wacana belaka. Beberapa peristiwa akibat konflik setelah

lengsernya otoritas orde baru dan lahirnya era reformasi adalah sebagai berikut:

a. Krisis Aceh dengan adanya Gerakan Aceh merdeka (GAM).

b. Krisis Ambon yang memicu perpecahan bangsa karena keyakinan.

c. Krisis Poso di Sulawesi Tengah.

d. Gerakan Papua Merdeka.

e. Peristiwa Dayak-Madura di Kalimantan Tengah.

14

Page 15: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

f. Peristiwa Ketapang di Jakarta.

g. Peristiwa Bom Bali.

h. Peristiwa seputar Jemaah Ahmadiyah.

i. Peristiwa Monas di Jakarta.

j. dan timbulnya lagi krisis Ambon saat ini.

Sebenarnya masih banyak peristiwa lain yang terjadi akibat konflik, seperti

adanya tindak anarkis antara karyawan dan perusahaan, warga masyarakat dan

perusahaan, dan aksi preman yang hampir di setiap kota besar terjadi.

Di balik konflik antaretnis di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan

bangsa jika ditelisik lebih mendalam terdapat sumbu yang membuat satu etnis

dengan etnis lainnya hanya memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami”,

dan “mereka”, mereka melihat etnis lain adalah kelompok luar darinya, dan etnis

luar melihat etnis lain sebagai musuh baginya. Setiap konflik yang berujung

SARA bermula dari konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik kolektif

yang mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur, berawal

dari salah seorang pemuda Suku Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis,

lantas di keroyok oleh lima orang hingga tewas karena sabetan senjata tajam.

Konflik Tarakan menjadi memanas nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis

yang lebih maju menguasai sektor ekonomi.   Faktor ekonomi juga menjadi

penyebab utama konflik di bangsa ini, dalam kasus sebuah klub kafe di Bilangan

Jakarta Selatan “Dari Blowfish Ke Ampera” antara Suku Ambon dan Suku Flores

yang berawal dari perebutan jasa penjaga preman hingga konflik tersebut

mengarah ke konflik etnis. Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak

yang bertikai masih menunjukan etnosentrisnya. Penguasaan sektor ekonomi

memicu besarnya sentimen etnis dan adanya prejudice membuat konflik meranah

ke agama. Konflik agama yang terjadi di Poso jika ditelusi secara mendalam

bermula dari pertikaian pemuda yang berbeda agama yang sedang mabuk hingga

karena sentimen kepercayaan hingga merambah ke konflik etnis dan agama.

Konflik Poso kian memanas ketika provokasi akan adanya masjid yang dibakar

oleh umat kristiani, agama memang sangat rentan. Aparat Pemerintah bukanya

sebagai penengah namun ikut andil dalam konflik ini. Nampaknya kesenjangan

15

Page 16: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas menguasai sektor ekonomi

membuat konflik menjadi lebih memanas.

Ketidakmerataan penyebaran penduduk juga dapat menimbulkan masalah.

Kepadatan penduduk yang mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke

Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya

Manusia untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur

perekonomian. Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang

dirasakan etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan.

Dengan menguasai sektor-sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura

yang lebih awal bergerak di bidang itu terpaksa terlempar keluar.

Alternatif dalam menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan

akomodasi merupakan solusi yang tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini.

KH. Abdurahman Wahid mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu

bertenggang rasa terhadap perbedaaan-perbedaaan budaya, agama, dan ideologi

adalah bangsa yang besar” untuk mewujudkan integrasi antaretnis di Indonesia

dengan mutual of understanding, sehingga semboyan yang mencengkram dalam

kaki kuat Burung Garuda bukanlah wacana lagi.

Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis

Konflik antar etnis di Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah

ada solusi konkritnya. Dalam bukunya Wirawan dengan judul Konflik dan

Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian menjelaskan bagaimana cara

menyelesaikan konflik antar etnis yang ada di sebuah Negara. Pertama, melalui

Intervensi pihak ketiga. Dimana keputusan intervensi pihak ketiga nantinya final

dan mengikat. Contoh adalah pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini adalah cara

penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator.

Ketiga, Rokosialisasi. Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum

konflik itu terjadi, dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai. Adapun

cara lain dalam menyelesaikan konflik yang ada, yakni:

1. Konflik Itu Harus di Management Menuju Rekonsiliasi

Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang yang

hidup di dunia ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama yang

dianut dan pebedaan etnis. Konflik yang demikian itu memang suatu konflik yang

16

Page 17: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari konflik itu, maka konflik itu

harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo

Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta

menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari

kondisi yang “Fight” harus diupayakan agar menuju Flight. Dari kondisi Flight

diupaykan lagi agar dapat menciptakan kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru

diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu,

masyarakat terutama para pemuka agama dan  etnis haruslah dibekali ilmu

Management Konflik setidak-tidaknya untuk  tingkat dasar.

2. Merobah Sistem Pemahaman Agama.

Konflik  yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu

mengajarkan untuk  konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah

yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik.

Keluhuran  ajaran agama masing-masing hendaknya tidak di retorikakan secara

berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat

masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari

pemeluk agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk

menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua

agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses kehidupan ini.

Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan

dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi kepentingan

yang lebih mulia. Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar

dan adil. Tidak mudah mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses. Orang yang

sukses seperti menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki

suatu power, merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang

menjadi mabuk kalau kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah

yang sesungguhnya lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini.

3. Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama.

Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya

mengurangi bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura hura.  Hal ini

sangat mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing

17

Page 18: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat

hebat dan luhur.

4. Redam Nafsu Distinksi untuk Menghindari Konflik Etnis.

Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah

satu nafsu itu ada yang disebut nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong

seseorang untuk menjadi lebih dari yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan

baik justru akan membawa manusia menjadi siap hidup bersaing. Tidak ada

kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu adalah persaingan yang sehat.

Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang berdasarkan noram-norma

Agama, norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang lainya. Namun,

sering nafsu Distinksi ini menjadi dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa

mereka  adalah memiliki berbagai kelebihan dari etnis yang lainya. Nafsu

Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai kekuranganya. Hal inilah

banyak orang menjadi  bersikap sombong  dan exlusive karena merasa memiliki

kelebihan etnisnya.

Untuk membangun kebersamaan  yang setara, bersaudara  dan  merdeka

mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan

sesama dalam suatu masyarakat ada baiknya kami sampaikan pandangan Swami

Satya Narayana sbb: “Agar hubungan sesama manusia menjadi harmonis,

seriuslah melihat kelebihan pihak lain dan remehkan kekuarangannya. Seriuslah

melihat kekurangan diri sendiri dan remehkan kelebiihan diri”. Dengan  demikian

semua pihak akan mendapatkan  manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di

samping mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan  tambahan

pengalaman positif dari sesama dalam pergaulan sosial. Dengan melihat

kelebiihan sesama maka akan semakin  tumbuh rasa persahabatan yang semakin

kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh  dengan 

sesama dalam hubungan sosial  tersebut.

3. Konflik Antar Kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan

yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing

orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang

orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.

18

Page 19: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.

Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi

bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.

Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi

mereka untuk membuat kebun. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang

dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka

pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari

lingkungan sehingga harus dilestarikan.

Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan

kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat.

Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,

ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara

kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan

pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para

buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan

pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta

volume usaha mereka.

Mengapa Konflik Timbul

Konflik di dalam kelompok biasanya disebabkan oleh :

1. Kurangnya komunikasi antar anggota kelompok.

2. Perbedaan pendapat mengenai topik yang sedang dibahas.

3. Perbedaan kepentingan antar sesama anggota kelompok.

4. Berbedanya informasi yang diterima oleh anggota kelompok mengenai suatu

persoalan.

Cara mengatasi konflik

1. Menghindar diri.

2. Difusi.

3. Konfrontasi (pertentangan).

4. Buatlah pilihan terbaik.

5. Pikir sesuatu terlebih dahulu.

Bagi kelompok yang menang dalam konflik akan berdampak pada:

1. Cohesion meningkat.

19

Page 20: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

2. Ketegangan menururn.

3. Berkurangnya fight spirit.

4. Santai

5. Timbul kepasan diri

6. Positif terhadap kelompok sendiri

7. Negatif terhadap kelompok lain

8. Konsolidasi semakin kuat

Bagi kelompok yang kalah dalam konflik akan berdampak pada:

1. Mencari alasan kenapa kalah

2. Ketegangan meningkat

3. Kelompok bekerja lebih keras

4. Melakukan recovery

5. Mencari kambing hitam atas kekalahan

6. Konformitas menurun

7. Menggantikan pemimpin

8. Belajar lebih banyak

4. Konflik Antar Umat Beragama

Secara umum kondisi kerukunan antarumat beragama di Indonesia, peraturan

perundangan dan kebijakan pemerintah terhadap kerukunan cukup baik dan

kondusif. Namun terkadang masih muncul konflik atau ketegangan baik internail

maupun antar umat beragama.

Disebutkan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang

Hubungan Antar Negara KH Ma'ruf Amin di Aula Bappeda Provinsi Jambi, ada

beberapa faktor penyebab konflik inter dan antar umat beragama.

Beberapa penyebab konflik internal umat beragama seperti:

1. Pemahaman yang menodai atau menyimpang dari agama

2. Pemahaman yang radikal, menganggap alirannya benar dan orang lain

salah

3. Pemahaman yang liberal, bebas semaunya tanpa mengikuti kaedah yang

ada

20

Page 21: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

Sementara itu konflik antar umat beragama umumnya tidak murni disebabkan

oleh faktor agama melainkan faktor ekonomi, politik dan sosial yang kemudian

diagamakan. Beberapa penyebabnya seperti:

1. Adanya paham radikal disebagian kecil kelompok agama.

2. Kurang efektifnya pelaksanaan regulasi baik karena status hukumnya

yang masih dipersoalkan, kurangnya pemahaman sebagai aparatur negara

atau kurangnyakesadaran sebagai tokoh dan umat beragama.

3. Persoalan pendirian rumah ibadah atau cara penyiaran/penyebaran agama

yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

4. Penistaan terhadap agama.

5. Adanya salah paham ayai informasi diantara pemeluk agama.

E. Wawasan Lokal dan Wawasan Internasional

Wawasan lokal pada dasarnya menjadi cara pandang suatu bangsa yang di

dalamnya menampakkan bagaimana suatu bangsa itu melakukan dialogis dengan

kondisi geografis dan social budayanya. Wawasan nasional, juga diartikan sebagai

cara pandang nasional yang merupakan salah satu gagasan falsafah hidup bangsa

yang berisikan dorongan-dorongan (motives) dan rangsangan (drives) di dalam

merealisasikan dan mencapai aspirasi serta tujuan nasionalnya.

Bangsa Indonesia telah memiliki wawasan nasional tersebut, yaitu wawasan

‘nusantara’. Wawasan itu, tidak saja berlatar filosofis dan normative, akan tetapi

juga sekaligus sebagai analisis kajian empiric terhadap segala sesuatu yang

menjadi realitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, wawasan nusantara (sebagai

wawasan nasional) hendaknya diposisikan dalam konteks kehidupan berbangsa

dan bernegara Indonesia, yaitu sebagai cara pandang bangsa, aspek kewilayahan,

dan wawasan pembangunan nasional. Implementasinya tidak saja sebagai pola

piker yang didasarkan pada tata budaya dan tata krama nasional, akan tetapi juga

dalam tata hokum nasional yang mencakup ke seluruh aspek kehidupan bangsa

(ipoleksosbudhankam).

Namun demikian, dalam tatanan lokal (daerah) bangsa Indonesia memiliki

apa yang disebut dengan ‘wawasan lokal’. Hal itu disebabkan bangsa Indonesia

yang terdiri atas berbagai suku bangsa, yang memeluk agama dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda, berbicara dalam bahasa

21

Page 22: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

daerah yang berbeda-beda, memiliki adat- kebiasaan (budaya daerah) yang

berbeda-beda pula.

Wawasan lokal dirasakan sangat perlu bagi kehidupan masyarakat di daerah

karena dapat digunakan dalam sebuah masyarakat dan geografis yang berbeda-

beda. Ini adalah sebuah realitas yang tidak dapat dipungkiri serta sebuah

kenyataan yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya wawasan lokal dan

menuju ke wawasan nasional.

Berkaitan dengan dua wawasan tersebut, hubungan wawasan nasional

(wawasan nusantara) dengan wawasan lokal hendaknya tidak kita maknai sebagai

sesuatu yang kontradiktif. Sebab, antara keduanya selalu memiliki hubungan yang

erat dan tak terpisahkan. Munculnya keanekaragaman wawasan lokal jangan

sampai sebagai sebab timbulnya perpecahan (disintegrasi) bangsa. Persoalannya

sekarang, bagaimanakah eksistensi wawasan nasional itu, jika dikaitkan dengan

keberadaan ‘wawasan lokal’ yang melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia

yang serba majemuk (pluralistis) ini? Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Indonesia, keberadaan wawasan nasional pada dasarnya digunakan sebagai

‘jembatan’ penghubung dan pemersatu bagi wawasan lokal yang terdapat di setiap

daerah atau geografis nusantara. Jadi, wawasan lokal pada dasarnya boleh berbeda

dengan wawasan nasional, namun harus ada jembatan yang menghubungkan

kedua wawasan tersebut. Selanjutnya, wawasan lokal tidak boleh bertentangan

dengan wawasan nasional, dalam arti tidak boleh keluar dari konteks wawasan

nasional. Keberbedaan wawasan lokal dengan wawasan nasional, harus diartikan

sebagai variasi dan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang diangkat

dari keanekaragaman budaya yang ada. Dengan demikian, munculnya wawasan

nasional merupakan resultante (hasil) interaksi dari wawasan lokal yang

beranekaragam.

Konsekuensinya, perumusan kebijaksanaan nasional harus selalu

memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat lokal.

Ragam kehidupan yang terjadi dalam sifat kemajemukan bangsa Indonesia,

hendaknya patut ditangkap dan dimaknai secara kritis bahwa mereka saling

memiliki ‘keunggulan’ di antara yang lain. Keunggulan inilah yang harus

dijadikan sebagai wacana Negara (pemerintah) atau juga suku – suku bangsa di

22

Page 23: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

lingkungan wilayah Negara itu agar Negara atau suku bangsa tersebut itu sama –

sama merasa memiliki nilai lebih dalam suasana kehidupan kebersamaan dan

kekeluargaan. Kebijakan Negara tidak bisa hanya ditujukan kepada sebagian

wilayah dan masyarakat tertentu saja. Selain itu, kebijakan pemerintah kiranya

juga tidak benar jika diupayakan untuk ‘melebur’ berbagai perbedaan lokal

menjadi wacana nasional yang bersifat ‘unifikatif’. Apabila hal itu dilaksanakan

oleh Negara (pemerintah), sama halnya pemerintah (Negara) tidak menghormati

aspirasi yang berkembang pada tingkat masyarakat lokal. Lebih parah lagi, ini

menengarai munculnya suatu kebijakan yang tidak mendasarkan diri pada prinsip

demokrasi dan keadilan, atau bahkan menunjukkan tidak adanya keberadaan

(civilizing) Negara.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan bersama yang dimiliki oleh

bangsaIndonesia yang merupakan puncak tertinggi dari kebudayaan-kebudayaan

daerah. Kebudayaan nasional sendiri memiliki banyak bentuk karena pada

daasarnya berasal dari jenis dan corak yang beraneka ragam, namun hal itu

bukanlah menjadi masalah karena dengan hal itulah bangsa kita memiliki

karakteristik tersendiri. Untuk memelihara dan menjaga eksisitensi kebudayaan

bangsa kita, kita bisa melakukan banyak hal seperti mengadakan lomba-lomba

dan seminar-seminar yang bernafaskan kebudayaan nasional sehigga akan

terjagalah kebudayaan kita dari keterpurukan karenapersaingan dengan budaya

luar. Dan dalam menyikapi keberagaman yang ada kita harus bisa bercermin pada

inti kebudayaan kita yang beragam itu karena pada dasarnya segalanya bertolak

pada ideology pancasila.Untuk menghadapi dampak negatif keberagaman budaya

tentu perlu dikembangkan berbagai sikap dan paham yang dapat menikis

kesalahpahaman dan membangun benteng saling pengertian. Gagasan yang

23

Page 24: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

menarik untuk diangkat dalam konteks ini adalah multikulturalisme dan sikap

toleransi dan empati.

B. Saran

1. Peran pemerintah harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik

nasional yang dapat mengakomodasikan aprisiasi masyarakat yang

memiliki kebudayaan yang berbeda beda.

2. Peran masyarakat meminimalkan perbedaan yang ada dan berpijak pada

kesamaan kesamaan yang dimiliki oleh setiap budaya daerah.

24

Page 25: Keragaman Masyarakat Dan Budaya Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

http://etnobudaya.net/2009/07/24/keragaman-budaya-indonesia/ (Online)

diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

http://jaltux.blogspot.com/2013/02/pluralitas-masyarakat-indonesia.html

(Online) diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2014/08/pengertian-dan-makna-

bhinneka-tunggal.html (Online) diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

http://politik.kompasiana.com/2014/06/28/konflik-antar-etnis-penyebab-

dan-solusi-664916.html (Online) diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

http://rezadaniss.blogspot.com/2011/10/konflik-antar-kelompok.html

(Online) diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

http://jambi.tribunnews.com/2013/05/23/ini-dia-penyebab-konflik-antar-

umat-beragama (Online) diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

http://rizkaaiuflowersblog.blogspot.com/2013/02/800x600-normal-0-false-

false-false-in-x.html (Online) diakses pada tanggal 02 Februari 2015.

25