13
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9 1 Keragaan Lahan Sub-Optimal dan Perbaikan Potensi Ekonomi Sektor Perikanan Daerah Gunung Kidul DIY Sub - Optimal Performance of Land and Improvement of Regional Economic Potential of the Fisheries Sector Gunung Kidul DIY Arif Muazam 1*) 1*) Loka Penelitian Penyakit Tungro Jln. Bulo 101 Lanrang Timoreng Panua Sidrap SulSel Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +6281932633510/(0421) 93701 E-mail: [email protected] ABSTRACT Agricultural land owned Gunungkidul big majority of dry land is rainfed (± 90%) or around 133,682.4 ha depending on the climate, especially precipitation cycle. Gunungkidul area 1485.36 km2 region or approximately 46.63% Size Of The province of Yogyakarta, has Diverse Economic Potential Start of agriculture, fisheries and livestock, forests, fauna and flora, industrial, mining And Tourism Potential .. irrigated land is relatively narrow and most of the big rainfed. Gunung Government's policies focused more Against Dry land crops and crops. As for the review of dry land slope of the mountain for a review of the Economic High-value trees like teak, mahogany, sengon, as well as cassava. The policy program for the optimization of land rainfed review indicated Not optimal, Limited BECAUSE THE provision of boreholes or narrow air pump your scale. Project area of rice fields and freshwater fish held in the district's Largest Ponjong And Playen. Subscribe Local Government Program accordance Potential demographic and regional situation are: 1. Data unification and target validation, poverty alleviation. Strategies to Overcome initials conducted to review the data that is still the target, which still differ among SKPD, or SKPD between the BPS. 2. Build As well as increasing partnerships with the private sector, business WordPress page High universities, and schools Institutions 3. .Pengembangan Rural industrialization. The growth of the tourist sector industrialization gave new wind Against Economic growth in some villages. According with Vision and Mission RPJMD Year 2010-2015, wilayah Gunungkidul hearts in prayer last year showed encouraging developments AS The area is a tourist destination, which includes the districts Karang Mojo (Pindul). Sentra Fisheries and Coastal Tourism include: District of Tanjung sari, Tepus, Saptosari, Rongkop, Girisubo And Purwosari well as 14 villages coast. Key words: fisheries, gunung kidul, sub-optimal land, rainfed. ABSTRAK Lahan Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering tadah hujan (± 90 %) atau sekitar 133.682,4 ha yang tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan. Kabupaten Gunungkidul luas wilayah 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang serta potensi pariwisata.. Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan

Keragaan Lahan Sub-Optimal dan Perbaikan Potensi … MUAZAM GANTI DENGAN... · Keragaan Lahan Sub-Optimal dan Perbaikan Potensi Ekonomi Sektor ... Bulo 101 Lanrang Timoreng Panua

Embed Size (px)

Citation preview

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

1

Keragaan Lahan Sub-Optimal dan Perbaikan Potensi Ekonomi Sektor

Perikanan Daerah Gunung Kidul DIY

Sub - Optimal Performance of Land and Improvement of Regional

Economic Potential of the Fisheries Sector Gunung Kidul DIY

Arif Muazam 1*)

1*)Loka Penelitian Penyakit Tungro

Jln. Bulo 101 Lanrang Timoreng Panua Sidrap SulSel

Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +6281932633510/(0421) 93701

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Agricultural land owned Gunungkidul big majority of dry land is rainfed (± 90%) or

around 133,682.4 ha depending on the climate, especially precipitation cycle. Gunungkidul

area 1485.36 km2 region or approximately 46.63% Size Of The province of Yogyakarta,

has Diverse Economic Potential Start of agriculture, fisheries and livestock, forests, fauna

and flora, industrial, mining And Tourism Potential .. irrigated land is relatively narrow

and most of the big rainfed. Gunung Government's policies focused more Against Dry land

crops and crops. As for the review of dry land slope of the mountain for a review of the

Economic High-value trees like teak, mahogany, sengon, as well as cassava. The policy

program for the optimization of land rainfed review indicated Not optimal, Limited

BECAUSE THE provision of boreholes or narrow air pump your scale. Project area of rice

fields and freshwater fish held in the district's Largest Ponjong And Playen. Subscribe

Local Government Program accordance Potential demographic and regional situation are:

1. Data unification and target validation, poverty alleviation. Strategies to Overcome

initials conducted to review the data that is still the target, which still differ among SKPD,

or SKPD between the BPS. 2. Build As well as increasing partnerships with the private

sector, business WordPress page High universities, and schools Institutions 3.

.Pengembangan Rural industrialization. The growth of the tourist sector industrialization

gave new wind Against Economic growth in some villages. According with Vision and

Mission RPJMD Year 2010-2015, wilayah Gunungkidul hearts in prayer last year showed

encouraging developments AS The area is a tourist destination, which includes the districts

Karang Mojo (Pindul). Sentra Fisheries and Coastal Tourism include: District of Tanjung

sari, Tepus, Saptosari, Rongkop, Girisubo And Purwosari well as 14 villages coast.

Key words: fisheries, gunung kidul, sub-optimal land, rainfed.

ABSTRAK

Lahan Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering

tadah hujan (± 90 %) atau sekitar 133.682,4 ha yang tergantung pada daur iklim khususnya

curah hujan. Kabupaten Gunungkidul luas wilayah 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari

luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mempunyai beragam potensi

perekonomian mulai dari pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna,

industri, tambang serta potensi pariwisata.. Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

2

sebagian besar sawah tadah hujan. Kebijakan pemda Gunungkidul terhadap lahan kering

lebih difokuskan pada tanaman pangan dan palawija. Sedangkan untuk lahan kering

dilereng gunung untuk pohon bernilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon, serta

ubi kayu. Program kebijakan untuk optimalisasi lahan tadah hujan terindikasi belum

optimal, karena terbatas pada penyediaan sumur Bor atau pompa air skala sempit. Lahan

proyek sawah dan ikan air tawar terbesar dilaksanakan di kecamatan Ponjong dan Playen.

Program pemda terkait demografi sesuai potensi dan situasi daerah : 1. Unifikasi dan

validasi data sasaran penanggulangan kemiskinan. Strategi ini dilakukan untuk mengatasi

masih adanya data sasaran yang masih berlainan antar SKPD, maupun antara SKPD

dengan BPS. 2. Membangun serta meningkatan kemitraan dengan pihak swasta, dunia

usaha perguruan tinggi, dan lembaga sekolah 3. .Pengembangan industrialisasi perdesaan.

Tumbuhnya industrialiasi sektor wisata memberikan angin baru terhadap tumbuhnya

perekonomian di beberapa desa. Sesuai dengan visi dan misi RPJMD tahun 2010-2015,

wilayah Kabupaten Gunungkidul dalam dua tahun terakhir menunjukkan perkembangan

yang menggembirakan sebagai daerah destinasi wisata, yang meliputi kecamatan Karang

Mojo (Gua Pindul). Sentra perikanan dan wisata pantai meliputi: Kecamatan Tanjung sari,

Tepus, Saptosari,Rongkop, Girisubo dan Purwosari serta 14 desa pesisir pantai.

Kata kunci: gunungkidul, lahan sub-optimal, tadah hujan, perikanan.

PENDAHULUAN

Kabupaten Gunungkidul memiliki peluang cukup besar untuk meningkatkan

produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan sub-optimal seperti lahan

sawah tadah hujan yang merupakan Lahan sub-optimal yang paling luas di Kabupaten

tersebut. Sawah tadah hujan juga dikategorikan sebagai lahan sub-optimal karena

tanahnya yang kurang subur dan kurangnya ketersediaan air (Prihasto, 2013). Menurut

Balitbangtan (2013) produktivitas padi di sawah tadah hujan relative rendah yakni kisaran

3 – 3,5 ton/ha dan masih sangat berpeluang ditingkatkan. Agroekosistem lahan sub-optimal

lainnya adalah lahan pasir pantai, lahan kering lereng perbukitan, lahan karst kapur.

Luas wilayah perairan laut (0-4 mil dari garis pantai) yang dimiliki Gunungkidul

adalah 518,56 km2, dengan panjang pantai 70 km. Sedangkan jumlah kecamatan pesisir

sebanyak 5 kecamatan, yaitu kecamatan Purwosari, Saptosari, Tanjungsari, Tepus,

Rongkop dan Girisubo, dengan 17 desa pesisir. Adapun tempat pendaratan ikan sebanyak 8

unit, pelabuhan pelelangan ikan 1 unit, dan tempat pelelangan ikan (TPI dan sub TPI)

sebanyak 8 unit. Luas kolam air tawar 3.100 ha, perairan umum (telaga, cekdam, sungai,

dan genangan air) seluas 904 ha, dan luas tambaknya 20 ha (Anonim, 2015b).

Lahan sub-optimal, karst, pariwisata, dan perikanan merupakan bagian yang tak

terpisahkan. Asset karst Gunungkidul sendiri merupakan asset yang bertaraf dunia yang

terdapat di zona inti karst kelas I yang merupakan kawasan karst tropik yang berkembang

pada batuan yang tebal dan perlu di teliti untuk di tetapkan sebagai warisan alam nasional

dan mungkin internasional. Pengembangan asset ini perlu di lengkapi adanya monument

alam karst, museum dan pusat informasi lingkungan karst tropik (PILKAT) Gunungsewu.

Pengelolaan kawasan ini memiliki prospek untuk mendukung kepariwisatan, pendidikan,

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

3

kehutanan, perkebunan, perikanan, lingkungan dan sumber alam, industri jasa yang

merupakan inti pendorong pembangunan wilayah di Kabupaten Gunungkidul.

(Worosuprojo, 2014). Makalah ini merupakan hasil kajian dengan tujuan mempelajari

sebaran dan luasan dari lahan sub-optimal dan kebijakan pemerintahan daerah dalam

perbaikan produktivitas lahan terkait potensi ekonomi sektor perikanan..

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September 2015. Penelitian ini

menggunakan metode studi pustaka dan wawancara. Hal yang dipelajari dalam studi

pustaka adalah sebaran dan luasan lahan sub-optimal yang dimanfaatkan untuk

pengembangan komoditas. Sumber data dalam studi pustaka adalah data dasar yang

tersedia di Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Budaya dan Pariwisata, Dinas Kelautan

dan Perikanan Wonosari Gunungkidul Dalam Angka (BPS Gunungkidul, 2014), dan.

Wawancara dengan narasumber kepala dinas dan atau kepala bidang di Dinas Pertanian,

dan Dinas Perkebunan di tingkat kabupaten, penyuluh pertanian dan pengguna lahan

(petani anggota kelompok tani),pedagang ikan, dilakukan untuk validasi data hasil studi

pustaka dan pengumpulan informasi terkait program kebijakan Pemda yang diaplikasikan

untuk perbaikan produktivitas lahan sub-optimal dan potensi ekonomi pada sector

perikanan. Terkait dengan agro-ekosistem sawah tadah hujan, pantai, daerah karst, serta

obyek wisata pantai, perikanan, daerah yang dikunjungi untuk wawancara adalah

Kabupaten GunungKidul, Kecamatan Playen, Desa Logandeng, Ngrenehan, Kukup,

Krakal, Ngobaran, Tanjungsari, Semanu, Karang Mojo dan Mulo. Data hasil studi pustaka

dan wawancara dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lahan Sawah Tadah Hujan

Sawah tadah hujan memiliki luas 5510 Ha (Tabel 1). Tanah ini tidak subur, tetapi

masih dapat ditanami padi. Pada tahun 2013, sebagian besar produksi padi di Kabupaten

GunungKidul dihasilkan dari jenis padi tadah hujan. Jenis ini menyumbang sebesar

67,50% dari seluruh produksi padi yang tercatat sebesar 289.563 ton sedangkan sisanya

dari padi sawah (BPS, 2015).

Tabel 1. Luas sawah tadah hujan di Kabupaten Gunungkidul

No Kecamatan Luas Sawah Tadah Hujan (Ha)

1 Panggang 22

2 Purwosari 100

3 Paliyan 31

4 Saptosari -

5 Tepus -

6 Tanjungsari -

7 Rongkop -

8 Girisubo -

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

4

9 Semanu -

10 Ponjong 324

11 Karangmojo 36

12 Wonosari -

13 Playen 151

14 Patuk 827

15 Gedangsari 1247

16 Nglipar 100

17 Ngawen 1080

18 Semin 1592

Total Gunungkidul 5510 (Ha)

Sumber: BPS dalam angka 2014.

Tabel 2. Produksi padi sawah dan ladang (ton)

No. Tahun Produksi Padi

Sawah(Ton)

Produksi Padi Ladang

(Ton)

1 2009 87694.05 172668.97

2 2010 85481.24 173011.02

3 2011 91666.61 186145.99

4 2012 87006.20 204689.36

5 2013 93957.43 195563.18

Total 445 805.53 932 078.52

Sumber: BPS dalam angka 2014.

Dari data tabel 2. dapat kita ketahui, produksi padi ladng / tadah hujan mengalami

rerata mengalami peningkatan dari tahun ketahun begitu pula dengan hasil padi sawah.

Meskipun begitu karena optimaliasi lahan sawah tadah hujan dilakukan dengan sumur Bor

dan hanya lingkup kecil atau beberapa kecamatan saja sehingga kebijakan pemerintah

daerah kurang maksimal, hal ini disebabkan topografi dan kedalaman sumber air yang

berbeda. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3.

Tabel 3. Rerata Produksi Sawah dan Ladang (Kw/Ha)

No. Tahun Rerata Produksi Padi Ladang

(Kw/Ha)

Rerata produksi sawah

(Kw/Ha)

1 2009 44.46 62.05

2 2010 44.12 58.60

3 2011 44.59 58.65

4 2012 48.44 61.43

5 2013 45.1 60.37

Sumber: BPS dalam angka 2014.

Karena luas lahan tadah hujan 90% dan belum optimal sehingga panen yang terlihat

besar (ton) data tabel 1. Setelah direrata dibagi luas lahannya ternyata lebih sedikit dari

hasil produksi sawah irigasi Tabel 3.

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

5

Lahan Kering Lereng Perbukitan

Di Gunungkidul hampir semua lahan kering dilereng kalau musim

penghujan dimanfaatkan untuk tanaman pangan misalnya: padi gogo terutama Varietas

Slegreng (Oryza sativa var. Sylvatica), ubi kayu, jagung, kacang-kacangan, dan beberapa

jenis umbi-umbian. Sebagaimana dilaporkan BPS Gunungkidul (2014),tanaman jagung

merupakan tanaman lahan kering yang ditanam paling luas yaitu mencapai 57867 (Ha),

diikuti kacang hijau 56189 (Ha), dan ubi kayu seluas 55231 (Ha). Untuk kebijakan Pemda

dalam pememanfaatkan lahan kering lereng bagi pencapaian swasembada pangan sudah

terlihat yaitu: program hutan rakyat, kebun bibit desa, pembuatan teras, saluran

pembuangan air, dan pengendali jurang. Menurut Abbas et al, (2003) lahan lereng kering

curam dengan tingkat bahaya erosi rendah terdapat pada bagian punggung dan lereng

bawah yang mempunyai kemiring- an < 15%, bahaya erosi sedang pada lereng bagian atas

dan bawah dengan kemiringan 15−45%, dan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat berat

terdapat pada lereng bagian atas, tengah, dan bawah dengan kemiringan 30 sampai > 45%.

Pada lahan yang berlereng >15%, intensitas hujan yang relatif besar dan berlangsung

singkat selama 4−5 bulan (November-Februari/Maret) memacu terjadinya erosi tanah.

Nilai erodibilitas yang tinggi dan lereng yang panjang pada tanah bersolum dangkal akan

memperbesar laju erosi tanah.

Upaya memasyarakatkan teknologi usaha tani konservasi di lahan kering

dengan tanaman pohon-pohonan bernilai ekonomi tinggi, dikombinasikan dengan

pengembangan usaha ternak ruminansia sebagai komponen pendukung usaha tani,

dihadapkan kepada masalah rendahnya produktivitas lahan dan kondisi sosial ekonomi

petani. Usaha tani yang berorientasi subsisten juga menghambat pengembangan sistem

usaha tani lahan kering yang berwawasan konservasi tanah dan air. Untuk mempercepat

tercapainya tujuan konservasi tanah dan memacu integrasi antara teknologi konservasi dan

perbaikan lahan, diperlukan strategi pendekatan untuk setiap zona agro- ekosistem. Strategi

tersebut kemudian dibahas bersama petani untuk mempertajam prioritas konservasi

(tanaman penguat teras, tanaman penstabil lereng, fasilitas embung, ternak ruminansia,

sarana produksi pertanian), mengatasi berbagai hambatan, dan meningkatkan kesadaran

masyarakat tani di sekitar lahan kering perbukitan.

Lahan Pasir Pantai

Gunung Kidul memiliki bibir pantai yang luas sepanjang kurang lebih 65 Km

membentang dari kecamatan Purwosari sampai Girisubo. Lahan pasir pantai merupakan

lahan marginal yang tandus, kering, miskin usur hara, dan mustahil untuk bisa dijadikan

lahan pertanian produktif, menghampar luas dibiarkan begitu saja dan jarang untuk

dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, siapa

sangka saat ini lahan pasir pantai bisa dijadikan sebagai media untuk tanaman. Bahkan

lahan pasir pantai yang tandus dan gersang dijadikan media alternatif tanaman. Di tempat

yang tidak terbayangkan bisa jadi lahan pertanian, kini menjadi salah satu lahan pertanian

yang subur.

Menurut Anonim, (2015) bahwa PT Indmira mencoba untuk menciptakan inovasi-

inovasi baru di bidang pertanian. Penelitian ini telah dilakukan sejak tahun 1999 yang

berlokasi di lahan pasir pantai Kowaru Bantul, Yogyakarta. Dari tepi pantai lahan tersebut

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

6

hanya berjarak kurang lebih 50 m. Lahan tersebut dilengkapi dengan sarana bangunan dan

peralatan pendukung budi daya. Fungsi utama lahan pasir pantai adalah untuk

mengembangkan teknologi budi daya tanaman baik pangan, hortikultura maupun tahunan

di lahan pasir. Keberhasilan pertanian di lahan pasir pantai tentunya tidak diraih begitu

saja, banyak kendala yang harus dihadapi untuk mencapai keberhasilan. Adanya iklim

yang sangat panas, sering terjadi badai garam, minim unsur hara, porositas lahan yang

tinggi, dan pasir pantai yang telah terendam air garam selama jutaan tahun. Namun, pada

akhirnya kendala-kendala tersebut mampu diatasi oleh PT Indmira. Di balik kendala ada

juga keuntungannya, yaitu biaya sewa lahan yang murah, pengolahan dan penyiangan

lahan yang murah, sinar matahari melimpah, dapat digunakan sepanjang tahun karena

sistem irigasi dapat diatur, dan hama/penyakit yang relatif rendah. Implementasi

pengembangkan teknologi pertanian lahan pantai dimulai dengan rekayasa iklim mikro

serta perbaikan struktur fisika dan kimia tanah. Kemudian setelah kondisi lahan kondusif,

dilakukan budi daya berbagai komoditas pertanian. Terakhir, teknologi ini diduplikasi pada

lahan-lahan sekitar milik masyarakat. Beraneka ragam tanaman berhasil dibudidayakann di

lahan pasir pantai, mulai dari tanaman hortikultura, tanaman buah tahunan, tanaman

perkebunan, dan wind barrier. Hasil dari pertanian tersebut cukup mencengangkan.

Tanaman memiliki pertumbuhan yang baik, mampu berbuah, dan dapat tumbuh subur

seperti tanaman-tanaman yang ditanam di lahan pertanian pada umumnya. Untuk jenis

tanaman hortikultura sendiri dalam setiap panennya mampu menghasilkan padi rojolele

mencapai 6-8 ton/ha, Melon 46 ton/ha, kedelai 2,16 ton/ha, dan bawang merah 10-15

ton/ha. Untuk jenis tanaman buah tahunan, seperti kelengkeng, sawo, jeruk lemon, jeruk

sunkist, bisa tumbuh dengan baik dan mampu berbuah lebat. Bahkan, untuk sawo-sawo

yang tumbuh setinggi satu sampai dua meter sudah mampu berbuah. Untuk jenis tanaman

perkebunan seperti jati, kelapa sawit, kurma, dan jambu mete dapat berkembang dengan

baik pula. Dan yang terakhir, jenis tanaman wind barrier, yang meliputi cemara laut, akar

wangi, akasia, dan kleresede. Saat ini tanaman wind barrier telah mampu menghijaukan

pantai dan membuat pantai menjadi lebih asri. Selain itu, tanaman wind barrier berfungsi

agar angin laut yang membawa uap air yang mengandung garam tidak sepenuhnya

mengenai tanaman budidaya dan turut pula membawa dampak positif bagi pembentukan

ekosistem baru di kawasan pantai. adanya hewan penyubur lahan seperti kutu dan ulat, dan

aneka ragam satwa lainnya, seperti berbagai jenis burung juga menjadi penghuni ekosistem

baru di kawasan pantai ini. Prototipe lahan marginal tersebut kini telah menjadi kebun

berbagai komoditas pertanian dan hutan cemara laut. Karena keberhasilannya, berbagai

instansi pemerintah maupun swasta mulai menduplikasi dan mengadaptasi konsep ini pada

lahan-lahan di tempat lain (Anonim, 2015).

Lahan pertanian pasir di Pantai Kowaru ini diharapkan mampu menjadi inspirasi

bagi daerah lain seperti Gunungkidul untuk mengembangkan potensi pertanian yang bisa

digarap di lahan pasir pantai, sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi

masyarakat pesisir pantai yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan.

Lahan Karst

Lahan kritis di Yogyakarta mempunyai areal seluas 318.560 ha dan sebagian besar

berupa lahan pertanian. Areal sawah berpengairan sekitar 20% dan sisanya merupakan

lahan kering yang sumber pengairannya ter- gantung pada curah hujan. Menurut Abbas et

al, (2003), kabupaten Gunung Kidul seluas 70.130 ha termasuk Zona agroekosistem II

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

7

berupa perbukitan kapur Pegunungan Seribu. Tanah ini tidak subur namun masih dapat

ditanami pohon, seperti daerah hutan jati, ciri-ciri daerah kapur sangat tandus walaupun

curah hujan di daerah kapur tergolong tinggi. Ini dikarenakan tanah kapur sangat gampang

menyerap air dan kemampuan menahan airnya sangat buruk sehingga di bagian permukaan

tanah kapur sangat tandus / kering dan panas. Selain itu tanah kapur yang berwarna terang

mengakibatkan cahaya matahari dipantulkan ke permukaan sehingga daerahnya panas.

Sehingga permukaan tanah kapur bersuhu panas dan tanah kapur dibagian dalam sendiri

suhunya tidak begitu tinggi (sedang) karena cahaya yang membawa panas matahari

dipantulkan ke permukaan. Komoditas yang dapat ditanam pada musim hujan yaitu padi,

jagung, singkong, kacang di lahan mereka karena adanya pasokan air dari air hujan, tetapi

pada musim kering/kemarau kegiatan pertanian hanya menunggu masa panen dari ketela,

menanam tembakau serta di akhir musim kemarau menuju musim hujan para petani

melakukan pembersihan lahan. Sistem drainase/tata air di kawasan tersebut merupakan

sistem tata air di daerah karst yang didominasi oleh drainase di bawah permukaan, dimana

air permukaan sebagian besar masuk ke jaringan sungai bawah tanah melalui ponor

ataupun inlet. Dengan kondisi tersebut pada musim penghujan, air hujan yang jatuh ke

daerah karst tidak dapat tertahan di permukaan tanah tetapi akan langsung masuk ke

jaringan sungai bawah tanah melalui ponor tersebut, hal ini sesuai dengan teori yang

dipaparkan oleh Suryatmojo, (2002). Penduduk juga menanam tanaman keras seperti Jati

(Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), dan Sengon (Albizia chinensis) untuk

mempertahankan tanah di daerah mereka, menurut Suryatmojo (2002) masyarakat juga

melakukan penanaman tanaman keras di tepi lahan pertanian untuk menahan tanah melalui

sistem perakaran tanamannya. Tanaman keras yang banyak di pilih oleh masyarakat adalah

jenis Jati (Tectona grandis) karena memiliki perakaran dangkal yang sesuai dengan

ketebalan tanah, juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dari kayu yang dihasilkan.

Keadaan Perekonomian Kabupaten Gunugkidul

Tolak ukur keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah yaitu dengan

melihat perkembangan perekonomian wilayah tersebut. Sebab, bidang ekonomi

mempengaruhi bidang-bidang lain sehingga sering digunakan sebagai bahan evaluasi dan

perencanaan makro oleh pemerintah daerah (Isnaeni, 2014). Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan perekonomian suatu daerah,

yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan

dalam waktu satu tahun di wilayah tersebut. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar

harga berlaku tahun 2013 sebesar 8.902.405 juta rupiah dengan kontribusi terbesar

diberikan oleh sektor pertanian yakni sebesar 33,29 persen kemudian disusul oleh sektor

jasa dengan sumbangan sebesar 17,95 persen. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar

harga konstan 2000 pada tahun 2013 sebesar 3.830.400 juta rupiah atau naik sekitar

187.838 juta rupiah dibandingkan tahun 2012. Angka lainnya yang dapat diturunkan dari

angka PDRB adalah angka PDRB per kapita. Indikator ini biasanya digunakan untuk

mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah. PDRB per kapita atas dasar

harga konstan 2000 penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2013 sebesar 5.590.911

rupiah. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku penduduk Kabupaten

Gunungkidul pada tahun 2013 sebesar 12.994.087 rupiah (BPS,2015).

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

8

Dari kurun waktu 2000-2013 perekonomian Kabupaten Gunungkidul mengalami

kenaikan yang cukup berarti berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku maupun harga

konstan. Hal ini menunjukkan perekonomian kondisi stabil.

Perkembangan Pariwisata Kabupaten GunungKidul

Pembangunan bidang kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan minat

pengunjung baik dari dalam maupun luar daerah Gunungkidul dengan meningkatkan

pengelolaan obyek daya tarik wisata, sarana, an prasarana serta penyedia jasa dn pelaku

pariwisata. Hasil pembangunan tersebut dapat dilihat dari indicator meningkatnya jumlah

wisatawan, pengelolaan obyek wisata yang semakin baik, dan meningkatnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya pariwisata (Isnaini, 2014).

Lahan Sup-Optimal Kabupaten Gunung Kidul pada lahan karst merupakan

fenomena yang sangat khas, jarang ditemui ditempat lain akan memiliki daya tarik

tersendiri seperti ornament stalagmitdan stalagtit, dilihat dari sisi lain, gua sungai baah

tanah, telaga, luweng, dan sungai purba sehingga sektor pariwisata memiliki potensi

ekonomi yang tinggi (Guntarto,2003).

Gb.1. Stalagmit, stalagtit GK DIY

Hal ini didukung dari jumlah obyek wisaya yang tersebar di seluruh kecamatan

terdata sebanyak 24 Obyek Wiata Pantai dan Goa, sebagai hasil dari manifestasi hasil

lahan karst/kapur pegunungan seribu yang membentang di sebelah selatan kabupaten yang

berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Berdasarkan data BPS Gunungkidul dalam

angka 2014, jumlah wisatawan asing tercatat 2124 orang, sedang wisatawan domestic

sebanyak 1.553.098 orang. Pendaptan sector wisata yang melalui Pos Baron pada tahun

2012 sebesar Rp. 1.688.581.034 sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp.

2.393.622.800 (Tabel 4).

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

9

Tabel 4. Jumlah Wisatawan dan Pendapatan Pos Obyek Wisata (2012-2013)

No. Nama 2012 2013

Pos Jumlah

Pengunjung

Pendapatan

(Rp)

Jumlah

Pengunjung Pendapatan(Rp)

1 Baron 442832 1688581034 545385 2393622800

2 Tepus 113377 660913116 229987 1032421200

3 Pulegundes 109020 415134240 148996 668299400

4 Ngrenehan 36586 146289312 41268 115900000

5 Sadeng 24362 92867943 23020 64461200

6 Wediombo 36095 137594140 44611 124910800

7 Siung 34183 130305596 52319 146501600

8 JJLS 0 0 248480 1130897100

9 Cerme 0 0 3000 8400000

Total 796 455 3 271 685 381 1 337 066 5 685 414 100

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul.

Fasilitas penunjang yang tersedia diantaranya Hotel sebanyak 32 (Dis Bud

Par,2014). Berdasarkan jumlah pengunjung dan hasil pendapatan obyek wisata tahun 2009-

2013 fluktuasi pengunjung relative meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan pos

obyek wisata. Ditunjang dengan fasilita memadai serta, diresmikannya Gunungkidul

sebagai World Geo Park,maka pariwisata Gunungkidul akan dipandang obyek wisata

berkelas internasional.

Gb. 2 Sun Set di Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

10

Gb. 3. Pantai Drini.

Potensi Perikanan

Ikan sebagai salah satu bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani

merupakan salah satu komoditas perikanan dari Kabupaten Gunungkidul. Produksi

perikanan pada tahun 2013 sebesar 8.909 ton, terdiri dari 2400 ton produksi perikanan laut

dan 6509 ton produksi perikanan darat (BPS, 2015).

Menurut Sumarno, (2013) nelayan Gunungkidul masih tradisional karena

rendahnya SDM, padahal tiap tahun selalu mendapatkan bantuan dari Dinas Kelautan Dan

Perikanan bahkan akan diadakan kapal berukuran besar yang dilengkapi GPS. Untuk

meningkatkan kinerja maka nelayan Gunung Kidul menjalin kemitraan dengan Nelayan

Sendang Biru Malang (Jawa Timur) dan kelompok nelayan Pekalongan (Jawa Tengah)

yang siap memberikan pelatihan kepada nelayan cara mengoperasikan kapal besar dan

manajemen operasinal melaut. Selain itu, DKP menjalin kerja sama dengan lembaga

pendidikan Tegal (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat) dan Muara Angke.

Produksi benih ikan mengalami fluktuatif, yang paling besar pada tahun 2012

mencapai 12.589.784(Tabel 5)dan relative meningkat. Produksi benih dengan produksi

ikan air tawar (Gb. 5) maka dapat kita ketahui bahwa produksi benih yang ada semakin

cenderung meningkat diikuti dengan meningkatnya produksi ikan air tawar.

Tabel 5. Produksi Benih Ikan menurut Sumber Budidaya di Kabupaten GunungKidul

2009-2013

Tahun BBI KPI/UPR Total

2013 935915 5701300 6637215

2012 2460000 10129784 12589784

2011 1565200 8513200 10078400

2010 1621300 10490000 12111300

2009 1621300 6868700 8490000

Total 8 203 715 41 702 984 49 906 699

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

11

Gb. 4 Diagram Produksi Benih Ikan 2009 - 2013

Gb. 5 Grafik Peningkatan Produksi Ikan Air Tawar

Produksi ikan tahun 2013 mencapai 6 509 440 Kg dengan rincian ikan yang

dibudidayakan meliputi : Terbesar ikan lele sebanyak 5 709 782 Kg, Nila 622 422 Kg,

Gurami 48 202 Kg, Bawal 39 382 Kg, Mas 35 689 Kg, dan Tawes 30 111 Kg (BPS,

2014).

Gb. 6 Grafik Produksi Ikan dan Rumput Laut (Kg)

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

12

Produksi ikan laut dari tahun 2009 sampai tahun 2013 (data terbaru) trend

cenderung meningkat, meski mengalami penurunan pada tahun 2011. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh Iklim yang tidak mendukung, multi pekerjaan nelayan tradisional, sedang

cenderung naik tahun 2012- 2013 dapat disebabkan adopsi teknologi kapal besar, pelatihan

atau kerjasama dengan nelayan professional sudah mulai terbangaun.

Baik produsi benih dan ikan konsumsi air tawar, ikan air laut (termasuk udang,

lombster) dan rumput laut mengalami trend kenaikan dari 5 atau 10 tahun terakhir, dan

potensi berkembang semakin besar. Hal ini merupakan angin positif bahwa lahan sub-

obtimal kabupaten Gunungkidul DIY, dari segi potensi ekonomi sector perikanan

didukung sector pariwisata yang semakin naik daun, akan membawa peningkatan

pendapatan masyarakat pada umumnya dan pendapatan daerah pada khususnya.

KESIMPULAN

1. Lahan Sub-Optimal di Kabupaten GunungKidul adalah lahan kering tanah hujan (90%)

yaitu sebanyak 5.510 Ha yang direkomendasikan untuk tanaman pangan.

2. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar harga berlaku tahun 2013 sebesar 8.902.405 juta

rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian yakni sebesar 33,29

persen kemudian disusul oleh sektor jasa dengan sumbangan sebesar 17,95 persen.

3. Kebijakan Pemda untuk perbaikan produktivitas lahan kering lebih banyak difokuskan

kepeningkatan produktivitas tanaman perkebunan dan hortikultura. Sementara kebijakan

untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya padi lebih difokuskan ke

lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah irigasi.

4. Kebijakan Pemda untuk memanfaatkan lahan kering lereng bagi pencapaian swasembada

pangan sudah terlihat diantaranya: program hutan rakyat,kebun bibit desa, pembuatan

teras, saluran pembuangan air, dan pengendali jurang.

5. Program kebijakan untuk optimalisasi produktivitas lahan sawah tadah hujan terindikasi

belum optimal karena baru dilakukan pada lahan skala sempit seperti penyediaan pompa

air, sumur BOR dan perbaikan saluran drainase di daerah kecamatan Playen, Wonosari,

Karang Mojo, dan Ponjong.

6. Pantai yang membentang luas sepanjang 65 Km dari kecamatan Girisubo serta Gunung

Sewu Kabupaten Gunungkidul yang menjadi Geo Park Dunia, menjadikan potensi

ekonomi sektor wisata sangat besar dan terbuka luas untuk dikembangkan.

7. Perikanan memiliki potensi ekonomi tinggi sebagai sumber pendapatan masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan pada pihak yang memberikan dukungan dalam

penelitian atau penulisan makalah, Bapak Kepala Loka DR.Ir. Ahmad Muliadi, MP; Bapak

H. Amiruddin, S.Ag yang selalu mendoakan, keluarga, anak dan istri yang selalu

menemani, serta berbagai pihak sebagai mitra konsultasi dan/atau penyandang dana.

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9

13

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Abdullah Id., Y. Soelaeman, dan A. Abdurachman. 2003. Keragaan dan dampak

Penerapan Sistem Usaha Tani Konservasi Terhadap Tingkat Produktivitas Lahan

Perbukitan Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2): 49.

Anonim. 2015. Siapa Sangka Lahan Pasir pantai Bisa Menjadi Lahan Pertanian Subur.

http://www.kompasiana.com/charismarahma/siapa-sangka-lahan-pasir-pantai-bisa-

dijadikan-lahan-pertanian-subur_54f84e45a33311d45d8b49ea [Diakses 26

September 2015].

Anonim. 2015. Potensi Perikanan dan Kelautan. http://www.gunungkidulkab.go.id/

home.php?mode=content&id=210. [Diakses 1 Oktober 2015]

BPS.2015. Gunungkidul dalam angka 2014. http://gunungkidulkab.bps.go.id/

beta/websitegunkid/pdf_publikasi/Gunungkidul-dalam-Angka-2014.pdf.[Diakses 27

September 2015].

Balitbangtan. 2013. Sawah Tadah Hujan Sangat Menjanjikan. http:

www.litbang.deptan.go.id/berita/one/585.[Diakses 25 September 2015].

DisBud Par. Daftar Hotel Di GunungKidul. . [Diakses 28 september 2016].

Guntarto. 2003. Arahan Geologi Lingkungan Untuk Tata Guna Lahan Kawasan Karst

Gunungkidul DIY. Buletin Geologi Tata Lingkungan. 13(2): 101-109.

Isnaini, Arif Wahyu. 2014. Studi Ekonomi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan AAsli

Daerah Kabupaten Tulungagung. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Prihasto, A. 2013 Model Pertanian Ramah Lingkungan pada Sawah dan Lahan Sawah

Tadah hujan. Raker Balai Besar Litbang umber Daya Lahan Pertanian 3-6 April

2013.

Suryatmojo, H. 2002. Konservasi Tanah di Kawasan Karst Gunung Kidul. Program Studi

Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sutarmi. 2015. Disbudpar Gunung Kidul revisi target retribusi pariwisata.

http://jogja.antaranews.com/berita/333448/disbudpar-gunung-kidul-revisi-target-

retribusi-pariwisata.[Diakses 29 September 2015]

Suwarno. 2013. http://www.antaranews.com/berita/352158/nelayan-gunung-kidul-tak-

maksimal-keruk-potensi-samudera-hindia. [Diakses 1 Oktober].

Worosuprojo, Suratman. 2014. Karst Sebagai Asset Daerah Gunung Kidul. Fakultas

Geografi UGM.