Upload
sipiangin
View
76
Download
5
Embed Size (px)
Kepuasan Pasien Dan Tangibility
2.1 Tinjauan Pustaka
Sebuah penelitian terdahulu oleh Hermawan (2003) telah mengkaji
hubungan antara kepuasan pasien rawat jalan dan kualitas pelayanan. Pengkajian
dilakukan pada 338 pasien rawat jalan di Klinik Kartika Purwakarta yang terpilih
secara random. Pengukuran tingkat kepuasan dan kualitas pelayanan dilakukan
dengan alat ukur kuesioner. Tingkat kepuasan dikaji berdasarkan persepsi
subyektif dari responden terhadap pelayanan yang diperoleh yang diarahkan
melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner. Kualitas pelayanan diukur
melalui sub-sub variabel yang terdiri dari tangiblility, reliability, responsiveness,
assurance, dan empathy. Data yang didapatkan dianalisa dengan menggunakan uji
statistik korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dari semua variabel kualitas pelayanan tersebut
terhadap tingkat kepuasan pasien rawat jalan. Sub variabel tangibility dalam hal
ini memberikan kontribusi sebesar 38% dari keseluruhan sub variabel kualitas
pelayanan.
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah sama-
sama mengkaji hubungan tingkat kepuasan pasien rawat jalan dengan kualitas
pelayanan dalam setting klinik kesehatan. Perbedaannya adalah dalam penelitian
sekarang hanya dikaji aspek tangibility dari kualitas pelayanan. Selain terdapat
6
perbedaan lokasi penelitian, dimana pada terdahulu pengambilan data dilakukan
di Klinik Kartika Purwakarta, sedangkan pada penelitian sekarang pengambilan
data dilakukan di Klinik Nayaka Husada 61 Sidoarjo.
2.2 Landasan Teoretik
2.2.1 Kualitas Pelayanan
2.2.1.1 Batasan Kualitas Pelayanan
Kualitas sebagaimana yang diinterpretasikan ISO 9000 merupakan
perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana
keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan
yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik
itu memenuhi kebutuhannya (Lupiyoadi, 2006). Sedangkan menurut
Wyckof dalam Tjiptono (2004) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
2.2.1.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Ada lima dimensi pokok kualitas jasa pelayanan yaitu (Berry dan
Parasuraman, 2003):
1. Kualitas tampilan fisik (tangibility), yaitu kemampuan suatu perusahaan
dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan
dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahan yang dapat
diandalkan serta keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi
7
fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan
peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
Tampilan fisik (Tangible) yaitu berkaitan dengan kemampuan
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik rumah sakit dan keadaan
lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta
penampilan pegawainya. Pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium
dan tidak bisa diraba sehingga aspek tangible menjadi penting sebagai
ukuran terhadap pelayanan. Pasien akan menggunakan indra
penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan atribut dari dimensi
tangible meliputi: gedung, peralatan, seragam dan penampilan fisik para
karyawan yang melayani pelanggannya. Suatu organisasi pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit harus memiliki ruangan pelayanan dan
kondisi lingkungan yang nyaman, teratur serta bersih agar bisa
memberikan kepuasan pada pasien. Umumnya pasien yang dirawat juga
akan merasa puas bila pihak pemberi layanan sudah menyiapkan alat
pemeriksaan dan pengobatan yang lengkap sesuai kebutuhan pasien.
2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
8
ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa
kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (responsivenees), yaitu suatu kebijakan untuk
memmbantu dan memberikan pelayanan yang cedpat (responsif) dan
tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian inforasi yang jelas.
Membiarkan konsumen menuggu persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan.
4. Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kemampuan, dan kesopanan
para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para
pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen
antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan
santun.
5. Empati (Empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami keinginan knsumen. Dimana suatu perusahaan
diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman dari pelanggan.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama menurut
Gronroos dalam Tjiptono (2004) yaitu:
a. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas
output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Pelayanan yang
9
berhubungan dengan outcome pelayanan yang meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan dan peralatan yang digunakannya (teknologi),
memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat, terpercaya,
dan memuaskan.
b. Funcional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa. Merupakan sesuatu yang lebih banyak
berhubungan dengan proses penyampaian atau bagaimana pelayanan
diberikan kepada pelanggan. Yaitu meliputi penyampain informasi yang
jelas, kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pengguna.
c. Corporate Image, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dari
produsen yang menyediakan jasa. Yaitu meliputi sopan santun dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan atau tenaga medis, bebas
dari bahaya atau resiko atau keragu-raguan serta penampilan
pegawainya.
2.2.1.3 Model kualitas pelayanan
Ada banyak model yang dapat dipergunakan untuk menganalisis
kualitas jasa. Pemilihan terhadap suatu model tergantung pada tujuan
analisis, jenis perusahaan dan situasi pasar. Salah satunya yaitu model
kualitas pelayanan menurut Parasuraman yang mengidentifikasikan lima
Gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa (Berry dan
Parasuraman, 2003):
10
a. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak
selalu bisa merasakan dan memahami apa yang diinginkankonsumen
secara tepat. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana jasa
seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa saja
yang diinginkan konsumen.
b. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa.
Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa
yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu
standart kinerja sesuatu secara jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga
faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas
jasa., kekurangan sumber daya atau karena adanaya kelebihan
permintaan.
c. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan
kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampui
batas, tidak dapat memenuhi standart kinerja atau bahkan tidak mau
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
d. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
11
Sering kali harapan konsumen dipengaruhi oleh iklan dan
pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang
dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan tidak
dapat terpenuhi.
e. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila konsumen mengukur kinerja/prestasi
perusahaan dengan cara yang berlainan atau bisa juga keliru
mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya, seorang dokter bisa
saja mengunjungi penggunanya untuk menunjukkan perhatiannya.
Akan tetapi, pengguna dapat menginterpretasikannya sebagai suatu
indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang
dideritanya.
2.2.1.4 Strategi meningkatkan kualitas pelayanan
Banyak faktor yang mempengaruhi strategi dalam kualitas
pelayanan. Di antara berbagai faktor yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut (Payne, 2007):
a. Mengidentifikasikan determinan utama kualitas jasa.
Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa dari sudut
pandang pelanggan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mengadakan riset untuk mnegidentifikasi determinan jasa yang paling
penting bagi pasar sasaran dengan demikian dapat diketahui posisi
relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan para pesaing,
12
sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya penigkatan kualitasnya
pada determinan-determinan tersebut.
b. Mengelola harapan pelanggan.
Perusahaan dituntut untuk bisa memenuhi janji yang telah
dikatakan kepada pelanggan agar bisa memenuhi harapan pelanggan.
c. Mengelola bukti kualitas jasa.
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat
persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Jasa merupakan
kinerja yang tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka
pelanggan cenderung memperhatikan fakta-fakta tangible yang
berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas.
d. Mendidik konsumen tentang jasa.
Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa dalam rangka
menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih terdidik akan dapat
mengambil keputusan secara lebih baik.
e. Mengembangkan budaya kualitas.
Budaya kualitas merupakan system nilai organisasi yang
menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pebentukan dan
penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri
dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan
harapan yang meningkatkan kualitas.
f. Menciptakan automating quality.
13
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa
yang disebabkan kurangnya sumberdaya manusia yang dimiliki.
Sebelum melakukannya harus diadakan penelitian terlebih dahulu.
g. Menindaklanjuti jasa.
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek
jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif
untuk menghibungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui
tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan.
h. Mengembangkan sistem informasi jasa.
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang
menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk
mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna
mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan
menyangkut segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif
dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai
perusahaan dan pelanggan.
2.2.2 Kepuasan Konsumen
Pasien atau klien merupakan individu terpenting di rumah sakit
sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Dalam mengambil
keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai pada
proses penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang
14
diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan
perasaan puas atau tidak puas (Kotler, 1997).
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa
senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan
sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan
kelegaan seseorang karena mengonsumsi suatu produk atau jasa untuk
mendapatkan pelayanan suatu jasa. Menurut Kotler, kepuasan adalah tingkat
kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan
dibandingkan dengan harapannya.
Kepuasan pasien adalah keadaan saat keinginan, harapan dan
kebutuhan pasien dapat dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pasien. Jadi
kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan
dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan.
Kepuasan pasien merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya tetapi
jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih
hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya (Kotler, 1997).
2.2.2.1 Aspek - Aspek Kepuasan Pasien
Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang
sangat penting bagi kelangsungan suatu rumah sakit. Kepuasan pasien
adalah nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.
15
Penilaian subjektif tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu,
pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan pada waktu
itu (Tjiptono, 2004).
Lupiyoadi mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi
kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa
aspek yaitu:
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa yakin bahwa orang lain kagum terhadap
pasien yang memilih rumah sakit dengan kategori rumah sakit mahal
cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting. Semakin mahal harga
perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar dan
menimbulkan kepuasan pada pasien.
16
5. Biaya
Pasien yang mendapatkan produk atau jasa dengan tidak
mengeluarkan biaya tambahan cenderung puas terhadap jasa
pelayanan tersebut.
Menurut Supranto (1997) kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan juga dipengaruhi oleh karakteristik pasien:
a. Umur
Umur mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Penelitian
Stege mengemukakan bahwa pasien golongan umur yang lebih tua
(>60 tahun) cenderung lebih puas dengan perawatan gigi mereka
daripada pasien yang lebih muda.
Penelitian Suhamiarti melaporkan bahwa kepuasan
terbanyak ditemukan pada kelompok umur 55-64 tahun. Penelitian
Lumenta menunjukkan pasien dibawah umur 18 tahun dan di atas
60 tahun lebih mudah puas sedangkan penelitian Ramadanura
menunjukkan bahwa golongan umur muda (23-39 tahun) mudah
merasa puas.
b. Jenis kelamin
Penelitian Hashim menyatakan perempuan lebih mudah
merasa puas (63%) didukung penelitian Ramadanura menunjukkan
perempuan lebih mudah puas. Berbeda dengan hasil penelitian
Haydar Sur yang menyatakan bahwa pria mudah merasa puas
17
terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut. didukung oleh
penelitian Suhamiarti yang menyatakan bahwa laki-laki lebih
mudah merasa puas (67,1%).
c. Tingkat pendidikan
Penelitian Suhamiarti menunjukkan bahwa pasien yang
tidak mempunyai ijazah lebih mudah merasa puas dibandingkan
yang berpendidikan SD - SMP dan SMU ke atas. Penelitian
Ramadanura menunjukkan pasien berpendidikan rendah mudah
puas.
d. Sumber biaya
Penelitian Zulfa menunjukkan pasien pengguna Jamkesmas
tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
(78,6%) dan pasien umum yang menyatakan puas(21,4%).
e. Pekerjaan
Penelitian Ramadanura menunjukkan bahwa pasien dengan
pekerjaan buruh lebih mudah puas.
f. Kunjungan
Penelitian Lumenta menunjukkan pasien lama lebih puas
daripada pasien yang baru pertama kali berkunjung. Penelitian
Rumondang mengemukakan sebesar 93 % Pasien Askes yang
berobat ke poliklinik gigi RSUD Dr. Djasamen Saragih tidak
18
melakukan kunjungan ulang karena tidak puas terhadap pelayanan
yang diberikan.
2.2.2.2 Tingkat Kepuasan Pasien
Menurut Supranto (1997), untuk mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:
a. Sangat puas
Sangat puas merupakan ukuran subjektif hasil hasil penilaian
perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan
sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan
pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk
hubungan dengan dokter atau perawat) atau sangat cepat (untuk
proses administrasi) yang seluruhnya menggambarkan tingkat
kualitas yang paling tinggi.
b. Cukup Puas
Cukup puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian
perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak
sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti
tidak terlalu bersih (sarana), agak kurang cepat (proses administrasi)
atau agak kurang ramah yang seluruhnya hal ini menggambarkan
tingkat kualitas yang kategori sedang.
19
c. Kurang puas
Kurang puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian
perasaan pasien yang rendah yang menggambarkan pelayanan
kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan, seperti tidak
terlalu bersih (sarana), lambat (proses administrasi) atau tidak ramah
yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang kategori
paling rendah.
20