Upload
mariane-devi
View
44
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kelumpuhan akibat Stroke Iskemik Trombosis dan Hipertensi Derajat 2
Mariane Devi
102011023
B5
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
A. Pendahuluan
Stroke merupakan suatu penyakit defisit neurologis yang bersifat mendadak.
Penyebabnya adalah gangguan pada aliran pembuluh darah di otak. beberapa hal yang
dapat menyebabkan terganggunya aliran darah di otak antara lain adalah terbentuknya
sumbatan pada pembuluh darah ( stroke iskemik ) maupun pecahnya pembuluh darah
(stroke perdarahan), yang sama – sama dapat menyebabkan aliran suplai darah ke otak
terhenti dan muncul gejala kematian jaringan otak.
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung
meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan
penyakit arteri perifer). Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan
kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan umur adalah : sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64
tahun) dan 23,5% (umur > 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6 per 100.000
penduduk, dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-
laki lebih banyak daripada perempuan. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut
1
yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari.1
B. Pembahasan
Scenario 4
Seorang laki-laki berusia 62 tahun sejak 3 hari yang lalu merasa lengan dan tungkai
kanannya lemah, bicara mulai pelo secara tiba-tiba tetapi pasien belum beroba. Namun
sejak kemarin pagi, lengan dan tungkai kanannya sama sekali tidak bisa digerakkan dan
pasien tidak bisa bicara. Mulai tadi malam pasien tampak tidur terus, tak bisa
dibangunkan, tak bisa makan atau minum, sampai akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit.
1. Anamnesis
Tanda kardinalnya adalah onset mendadak (biasanya dalam detik) dari deficit
neurologis (misalnya lemas, baal, disfasia, dan sebagainya).
Kapan pertama kali memperhatikan adanya deficit neurologis ? apakah timbul
mendadak atau bertahap?
Gejala apa yang teramati: lemas, baal, diplopia, disfasia, atau jatuh?
Adakah pengabaian sensoris?
Adakah gejala penyerta berikut : Nyeri kepala, mual, muntah, atau kejang?
Adakah defek neurologis lain baru-baru ini (misalnya TIA)?
Adakah saksi mata atas peristiwa tersebut?
Adakah masalah selanjutnya (misalnya aspirasi, kerusakan akibat jatuh)?
Pernahkah pasien jatuh atau mengalami trauma kepala sebelumnya
(pertimbangkan hematoma subdural/ekstradural)?
Sejauh mana disabilitas dan adakah efek gangguan fungsional?
Nilailah aktivitas kehidupan sehari-hari.
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat stroke sebelumnya, TIA, kolaps, kejang, atau perdarahan
subarachnoid?
2
Adakah riwayat penyakit vascular yang diketahui (misalnya stenosis karotis,
aterosklerosis coroner, penyakit vaskuler perifer)?
Adakah riwayat perdarahan atau kecenderungan pembekuan ?
Adakah kemungkinan sumber embolik (misalnya fibrilasi atrium, katup buatan,
stenosis karotis, diseksi karotis atau vertebra)?
Adakah riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, atau merokok?
Obat-obatan
Apakah pasien mengkonsumsi antikoagulan (misalnya warfarin) atau obat
antiplatelet (misalnya aspirin)?
Apakah baru-baru ini pasien mengkonsumsi trombolitik?
Riwayat keluarga dan social
Adakah riwayat stroke dalam keluarga?
Dapatkah riwayat merokok dan alcohol pasien. 2
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah anamnesis selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik terhadap
penderita stroke. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan fisik secara umum
Pemeriksaan fisik secara umum meliputi kesadaran penderita, denyut nadi,
tekanan darah, dan irama jantung. Pemeriksaan kesadaran penderita stroke dinilai
berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS). Aspek penilaian GCS terdiri dari tiga
komponen utama, yakni kesadaran penderita, orientasi penderita terhadap lingkungan
sekitarnya, serrta kemampuan penderita mengikuti perintah dokter.
3
Penilaian GCS dilakukan melalui system skoring, yakni antara 3-15. Melalui
penilaian GCS, penderita dikategorikan ke dalam tiga kelompok:
- Sadar dan orientasi terhadap lingkungan sekitar baik serta dapat mengikuti
perintah dokter dengan baik, merupakan skor tertinggi yakni 15;
- Somnolen, sopor, sopor-koma (mengantuk hingga koma), ditandai dengan
skor antara 4-14;
- Koma (tidak sadarkan diri), ditandai dengan skor 3.
Penderita stroke tipe perdarahan biasanya datang dengan penurunan
tingkat kesadaran, mulai dari mengantuk hingga koma. Sebaliknya penderita
stroke tipe infark, baik tromboemboli maupun aterotrombotik biasanya datang
dengan kondisi tetap sadar.
Pemeriksaan denyut nadi amat penting untuk menilai adanya kemungkinan
adanya ateroklerosis pada arteri. Selain itu, denyut nadi yang tidak teratur
(irregular) biasanya berkaitan dengan gangguan irama jantung atau aritmia,
yang berpotensi menimbulkan stroke iskemik tipe tromboemboli.
Tekanan darah penderita stroke perlu diukur secara cermat untuk menilai
adanya hipertensi sebagai factor risiko terjadinya stroke. Namun hal yang
perlu diperhatikan adalah adanya peningkatan darah sesaat setelah terjadinya
stroke tipe perdarahan. Fenomena ini disebut hipertensi reaktif. Hipertensi
reaktif merupakan bentuk kompensasi tubuh untuk menjaga agar pasokan
oksigen, glukosa, dan berbagai nutrisi penting bagi otak tetap berlangsung
optimal pasca terjadinya stroke.
2. Pemeriksaan fungsi saraf pusat
Pemeriksaan fungsi saraf pusat ini diperlukan untuk menentukan
gangguan saraf yang terjadi, lokasi kerusakan saraf, dan memperkirakan jenis
terapi yang sesuai bagi penderita stroke.
Contohnya adalah jika penderita stroke mengalami gangguan fungsi
kognitif, misalnya kehilangan kemampuan menghitung angka-angka yang
4
sederhana, maka lokasi kerusakan sarafnya adalah di daerah korteks otak,
yang mungkin disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah dari arteri karotis
interna.
Jika penderita mengalami gangguan keseimbangan, yakni tidak
mampu mempertahankan posisi tubuh ketika berdiri, atau gangguan
koordinasi ketika berjalan, kondisi ini mungkin disebabkan oleh gangguan
fungsi otak kecil (serebelum) atau gangguan sirkulasi pada daerah kapsula
interna. 3
Berdasarkan data dari scenario diperoleh :
- Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM yang jarang mendapat control dokter.
- Pasien datang dalam keadaan spoor, tampak sakit berat
- TTV :
TD : 180/ 90 mmHg
HR : 20x
RR : 20x
Suhu : 37◦C
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin dalam kasus stroke penting dilakukan karena dua alasan.
Pertama, untuk mencari factor-faktor risiko stroke agar dapat mencegah terjadinya stroke
yang berulang di kemudian hari. Kedua, untuk mencari kemungkinan adanya penyebab
lain dari gejala yang menyerupai atau mirip dengan stroke.
Sebagaimana kita ketahui, selain stroke, ada beberapa penyebab lain dari
kelumpuhan saraf, penurunan kesadaran, ataupun gangguan bicara yang menimpa seorang
pasie. Penyebab lain itu misalnya karena tumor, diabetes mellitus, atau karena infeksi.
Oleh karena itu, pemeriksaan darah yang cermat dapat menuntun pada diagnosis dan
terapi yang tepat.
Beberapa jenis pemeriksaan darah yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
stroke antara lain sebagai berikut.
5
Pemeriksaan darah rutin, meliputi pemeriksaan jumlah sel eritrosit, leukosit,
trombosit. Jika diperlukan, ditambah dengan pemeriksaan hitung jenis darah dan
apus darah tepi .
Melalui pemeriksaan darah rutin dapat diketahui beberapa penyakit atau kelainan
darah yang meningkatkan risiko terjadinya stroke, seperti leukositosis,
trombositosis, polisitemia, penyakit anemia akibat kelainan sel sickle (sickle cell
anemia), leukemia, dan sebagainya.
Hitung jenis darah ( differential counting of blood cells) merupakan pemeriksaan
sederhana yang dapat mengetahui beberapa penyakit infeksi ataupun penyakit
kanker darah, seperti leukemia, yang mungkin meningkatkan risiko terjadi stroke.
Pemeriksaan sedimentasi sel eritrosit bertujuan untuk mendiagnosis kemungkinan
adanya peradangan di pembuluh darah seperti Giant cell arteritis, Vaskulitis,
penyakit sistemik lupus eritematosus (SLE), dan sebagainya.
Pemeriksaan kadar gula darah bertujuan untuk menilai ada atau tidaknya penyakit
diabetes mellitus yang menjadi factor risiko pada penderita stroke. Selain itu,
pemeriksaan ini juga untuk menentukan apakah penyebab pasien yang mengalami
penurunan kesadaran semata-mata disebabkan oleh stroke atau karena penyakit
diabetes mellitusnya.
Pemeriksaan kadar lemak di dalam darah (HDL, LDL, kolesterol total,
trigeliserida)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah terdapat peningkatan kadar
kolesterol total, trigeliserida maupun LDL, yang mungkin disertai penurunan
kadar HDL, sebagai factor risiko terjadinya stroke.
Pemeriksaan serologis penyakit infeksi tertentu
Beberapa penyakit infeksi, misalnya penyakit infeksi sifilis (raja singa) yang
disebabkan infeksi Treponema pallidum dapat menyebabkan timbulnya suatu
peradangan di pembuluh darah sistemik, tidak terkecuali pembuluh darah di otak.
Kondisi ini menjadi suatu factor risiko stroke.
6
Ada beberapa macam pemeriksaan darah yang dapat dilakukan bagi penderita
sifilis, di antaranya tes VDRL (Veneral Disease Research Laboratory) atau MHA-
TP.
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan rutin yang relative murah dan mudah
dilakukan terhadap penderita stroke. Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai adanya
kelainan aritmia jantung dan penyakit jantung yang mungkin pernah diidap sebelumnya,
seperti penyakit infark miokardium (kematian sel-sel otot jantung).
Kelainan aritmia diketahui merupakan factor risiko terjadinya emboli, yang dapat
menimbulkan stroke tipe infark tromboemboli. Bagi penderita stroke yang diketahui
memiliki riwayat aritmia ataupun infark miokardium sebelumnya, pemeriksaan EKG
mutlak diperlukan.
Pemeriksaan Pemindai Terkomputerisasi (CT scan dan MRI)
Kemajuan teknologi berdampak positif terhadap kecepatan dan ketepatan
diagnosis penyakit stroke, termasuk lokasi dan luasnya kerusakan sel otak yang terjadi
akibat stroke.
Salah satu manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
(Iptekdok) adalah penemuan alat pemindai otak terkomputerisasi, yakni CT Scan
(Computerized Tomography Scanning) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
CT scan
CT Scan merupakan pengembangan mutakhir dari alat rontgen konvensional.
Secara sederhana, prinsip pemeriksaan CT Scan menggunakan sinar-x yang berputar
mengelilingi organ tubuh yang hendak diperiksa, kemudian hasilnya divisualisasikan
melalui computer dalam bentuk potongan melintang (slices) lapisan demi lapisan organ
tubuh tersebut.
Pemeriksaan CT Scan sangat diprioritaskan pada penderita stroke ketika pertama
kali tiba di rumah sakit. hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yakni:
7
Pemeriksaan CT Scan amat sensitive untuk memeriksa stroke tipe iskemik
maupun perdarahan;
Pemeriksaan CT scan membutuhkan waktu yang relative singkat disbanding
pemeriksaan MRI, yakni sekitar 20 menit hingga satu jam;
Alat CT Scan relative lebih banyak tersedia di beberapa rumah sakit,
dibandingkan MRI;
Selain itu, biaya pemeriksaan CT Scan lebih murah disbanding MRI.
Meskipun secara umum aman dan memiliki beberapa keunggulan, pemeriksaan
CT Scan tetap memiliki sejumlah kelemahan disbanding MRI, diantaranya sebagai
berikut.
Pada beberapa kasus stroke tipe iskemik, pemeriksaan CT Scan tidak memberikan hasil
yang memuaskan jika dilakukan dalam interval 2-3 jam sejak stroke berlangsung. Hasil
terbaik dari CT Scan untuk stroke tipe iskemik paling baik setelah melewati 1-2 hari.
Untuk bagian tertentu, seperti otak kecil (serebelum) atau batang otak, pemeriksaan CT
Scan sering kali tidak memberikan hasil memuaskan. Pemeriksaan MRI jauh lebih unggul
dalam hal ini.
Pemeriksaan CT Scan memberikan efek radiasi yang merugikan pasien.
Pemeriksaan MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat penunjang dignostik yang
canggih. MRI memanfaatkan gelombang radio dan medan elektromagnetik serta
computer untuk memvisualisasikan beberapa kelainan atau penyakit, seperti tumor,
perdarahan di otak, dan beberapa penyakit degenerative. Pemeriksaan MRI amat
bermanfaat bagi penderita stroke.
Pemeriksaan angiografi
Kelainan yang terjadi pada pembuluh darah penderita stroke dapat dideteksi
melalui pemeriksaan angiografi. Angiografi merupakan suatu prosedur pemeriksaan,
yakni suatu zat warna (cairan kontras) disuntikkan melalui arteri, kemudian di rontgen.
8
Hasilnya akan terlihat pembuluh darah yang mengalami kerusakan, penyempitan, ataupun
tersumbat.
Dengan kemajuan ilmu kedokteran, kini angiografi dapat digabungkan dengan
prosedur pemeriksaan MRI, yang dikenal sebagai MRA (Magnetic Resonance
Angiography)
USG (Ultrasonografi)
Kini, dengan kemajuan ilmu kedokteran, para ahli terus berinovasi
mengembangkan USG konvensional menjadi USG Doppler. USG Doppler sangat
bermanfaat untuk mendiagnosis pelbagai kelainan pada arteri karotis, termasuk
penyempitan, peradangan, maupun penyumbatan dinding arteri sebagai penyebab stroke.
Melalui metode pemeriksaan yang dikenal sebagai USG transkranial, penyebab
stroke yang diakibatkan oleh stenosis arteri karotis interna, arteri serebralis media, mauun
arteri basiler dapat diketahui.
Selain itu, pemeriksaan USG transkranial juga bermanfaat untuk mendeteksi suatu
spasme pembuluh darah setelah penderita mengalami stroke perdarahan subarachnoid
akibat pecahnya aneurisma.
Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan yang menerapkan prinsip kerja
gelombang suara ultrasonic. Pemeriksaan ini sering juga disebut sebagai pemeriksaan
“eko’ atau sonografi jantung.
Ekokardiografi bermanfaat untuk menganalisis kemungkinan adanya kelainan
anatomi dan fungsi jantung, misalnya kelainan pada otot jantung, kebocoran serambi
(atrium) atau bilik (ventrikel) jantung, atau kelainan fungsi katup jantung dan sebagainya.
Dalam konteks stroke, pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk mencari
kemungkinan adanya kelainan fungsi katup jantung yang menyebabkan timbulnya emboli
yang berpotensi menyumbat arteri di otak dan menimbulkan stroke. 3
9
4. Working Diagnosis
Stroke iskemik e.c thrombosis
Penyumbatan arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat thrombus
(bekuan darah di arteri serebril) atau embolus 9bekuan darah yang berjalan ke otak dari
tempat lain di tubuh).
Stroke trombotik
Stroke trombotik terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis
berat. Sering kali, individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara (Transient
Iscemic Attack, TIA) sebelum stroke trombolitik yang sebenarnya terjadi. TIA adalah
gangguan fungsi otak singkat yang reversible akibat hipoksia serebral. TIA mungkin terjadi
ketika pembuluh darah aterosklerotik mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak
meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena aterosklerosis yang berat.
Berdasarkan definisi, TIA berlangsung kurang dari 24 jam.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam. Selama periode
perkembnagan stroke, individu dikatakan mengalami stroke in evolution. Pada akhir periode
tersebut, individu dikatakan mengalami stroke lengkap (completed stroke). 4
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke:
1. Thrombosis serebri
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan gejala neurologis sering kali
memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaan di bawah ini
dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan
atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-10
macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : lumen arteri menyempit
dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah
karena terjadi thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi pendarahan.
b. Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematocrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebri.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat system arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan
emboli: katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung rematik, infark
miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama
sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endocarditis oleh bakteri dan nonbakteri,
menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Hemoragik
Pendarahan intracranial atau intraserebri meliputi pendarahan di dalam ruang
subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab
perdarahan otak yang paling umum terjadi :
a. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
11
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
d. Malforasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah,
b. Henti jantung paru,
c. Curah jantung turun akibat aritmia.
5. Hipoksia local
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid,
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.5
Hipertensi derajat 2
Hipertensi primer
Juga disebut hipertensi ‘esensial’ atau ‘idiopatik’ dan merupakan 95% dari kasus-kasus
hipertensi. Selama 75 tahun terakhir telah banyak penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan
darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vascular, sehingga tekanan darah meningkat
jika curah jantung meningkat, resistensi vascular bertambah, atau keduanya. Meskipun
mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan
tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah
kecenderungan ke arah sana di mulai. Pada saat tersebut, beberapa mekanisme fisiologis
kompensasi sekunder telah dimulai sehingga kelainan dasar curah jantung atau resistensi perifer
tidak diketahui dengan jelas.
Pada hipertensi yang baru mulai curah jantung biasanya normal atau sedikit meningkat
dan resistensi perifer normal. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan
12
resistensi perifer meningkat. Adanya hipertensi juga menyebabkan penebalan dinding arteri dan
arteriol, mungkin sebagian diperantarai oleh factor yang dikenal sebagai pemicu hipertrofi
vascular dan vasokonstriksi (insulin, katekolamin, angiotensin, hormone pertumbuhan), sehingga
menjadi alasan sekunder mengapa terjadi kenaikan tekanan darah. Adanya mekanisme
kompensasi yang kompleks ini dan konsekuensi sekunder dari hipertensi yang sudah ada telah
menyebabkan penelitian etiologinya semakin sulit dan observasi ini terbuka untuk berbagai
interpretasi. Kelihatannya terdapat kerjasama bermacam-macam factor dan yang mungkin
berbeda antarindividu.
Stroke dan serangan iskemik transien lebih sering ditemukan pada penderita hipertensi.
Selama stroke, tekanan darah dapat meningkat secara akut dan perlu kehati-hatian untuk
menurunkannya secara cepat atau mendadak. Resistensi vascular serebral akan meningkat karena
efek hipertensi jangka panjang, juga kemungkinan efek akut edema serebral, dan reduksi
berlebihan tekanan perfusi arteri serebral dapat meningkatkan iskemia serebral. 6
Hipertensi dapat dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya sistol dan diastole. Nilai
tekanan darah dapat bervariasi karena berbagai kondisi termasuk waktu dalam sehari. Oleh
karena itu, evaluasi tekanan darah sebaiknya dilakukan dua kali dalam satu kali pemeriksaan.
Tabel 1. 1 Pengelompokan derajat stroke
sistol Diastole
Normal 90-119 60-79
Pra hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
Gejala-gejala hipertensi yang umum dijumpai:
- Pusing
- Mudah marah
- Telinga berdenging
- Mimisan (jarang)
13
- Sukar tidur
- Sesak napas
- Rasa berat di tengkuk
- Mudah lelah
- Mata berkunang-kunang
Hipertensi sekunder merupakan penyakit ikutan dari penyakit yang sebelumnya
diderita. Hipertensi primer atau disebut juga hipertensi esensial hingga saat ini belum
diketahui penyebabnya. Hampir 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial,
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. 7
5. Differential Diagnosis
Stroke iskemik e.c emboli
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk
diluar otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah
infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis
atau aorta. 6
Gambar 1.1 Pembuluh darah dengan thrombus yang menjadi emboli
Stroke hemoragik intra serebral dan stroke hemoragik sub arachnoid
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di otak. Ada
beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pembuluh darah di otak ‘mudah’ pecah
dan mengakibatkan perdarahan. Hipertensi kronik dan keadaan yang dikenal dengan
cerebral amyloid angiopathy dapat melemahkan dinding pembuluh darah. Kondisi
pembekuan darah yang buruk karena kelainan darah atau penggunaan obat-obatan 14
seperti warfarin dapat meningkatkan risiko perdarahan otak. Terakhir, kelainan
struktur pembuluh darah otak selama proses pertumbuhan dan perkembangan otak
seperti Ateriovenous Malformation (AVM). AVM adalah kelainan pembuluh darah
kongenital.
Gambar 1.2 Aneurisma dan AVM sebagai penyebab pendarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi.
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
15
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.8
Gambar 1.3 Stroke hemoragik
16
Table 1.2 Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid 5
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan
meningeal
+/- +++
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Table 1.3 Perbedaan antara stroke nonhemoragik dengan stroke hemoragik 5
Gejala (anamnesa) Stroke Nonhemoragik Stroke Hemoragik
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/ mendadak
Waktu (saat terjadi awitan) mendadak Saat aktivitas
Peringatan Bangun pagi/ istirahat -
Nyeri kepala + 50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun -
Kdang sedikit
+++
Kaku kuduk - ++
Tanda Kernig - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya
aterosklerosis di retina,
coroner, perifer. Emboli
pada kelainan katub,
Hampir selalu hipertensi,
aterosklerosis, penyakit
jantung hemolysis (HHD)
17
fibrilasi, bising karotis.
Pemeriksaan darah pada
LP
- +
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemisfer/vasospasme
CT scan Densitas berkurang (lesi
hipodensi)
Massa intracranial densitas
bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang silver
wire art
Perdarahan retina atau
korpus vitreum
Lumbal punksi
oTekanan
oWarna
o eritrosit
Normal
Jernih
< 250/mm3
Meningkat
Merah
>1000/mm3
Arteriografi oklusi Ada pergeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah
Gambar 1.4 Pendarahan subarachnoid
18
6. Penatalaksanaan
Umum
- nutrisi
- hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9%, jika hipovolemik
- hiperglikemi: koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri insulin
regular subkutan.
- Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota
badan aktif maupun pasif.
- Perawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan khusus
( kesadaran menurun, demensia, dan afasia global).
Khusus
- Terapi spesifik stroke iskemik akut:
Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial pada ≤ 3 jam setelah awitan
stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg). Sebanyak 10%
dosis awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya dilanjutkan melalui
infus dalam waktu 1 jam.
Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan
stroke atau clopidogrel 75 mg/hr
Obat neuroprotektif.
- Hipertensi: pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan apabila
tekanan sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan diastolic > 120 mmHg dengan
penurunan maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata (MAP) awal per hari.
Panduan penurunan tekanan darah tinggi:
Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolic > 140
mmHg berikan nikardipin (5-15 Mg/jam infus kontinu), diltiazem (5-
40 Mg/kg/menit infus kontinu) atau nimodipin (60 mg/4 jam PO).
Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolic 105-140
mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg pada dua kali
pengukuran tekanan darah dengan selang 20 menit atau pada keadaan
19
hipertensi gawat darurat (infark miokard, edema paru kardiogenik,
retinopati, nefropati, atau ensefalopati hipertensif) dapat diberikan:
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau
gandakan setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau
berikan dosis awal berupa bolus yang diikuti oleh labetalol drip
2-8 mg/menit.
Nikardipin
Diltiazem
Nimodipin
Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolic < 105
mmHg, tangguhkan pemberian obat antihipertensi.
- Thrombosis vena dalam :
Heparin 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari.
Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2 x 0,3-
0,4 IU SC abdomen.
Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, dan mobilisasi. 9
Penutup
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. Stroke secara garis besar
dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus diatas, laki-laki 62 tahun tersebut menderita stroke
iskemik e.c thrombosis.
Daftar Pustaka
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2011. Jakarta. 2011; 1-
100.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama; 2007. H. 177.
20
3. Wahyu GG. Stroke hanya menyerang orang tua?. Jakarta: Seri Kesehatan Populer. H. 46
-57.
4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007.H. 251.
5. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system persarafan.
Jakarta: Penerbit Salemba medika; 2008. H. 235-9
6. Gray HH, dkk. Kardiologi lecture notes edisi keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
H. 58-60.
7. Dalimartha S, dkk. Care yourself hipertensi.Jakarta: Penebar Plus +; 2008. H. 11.
8. Hunt WE, Hess RM. “Surgical risk as related to time of intervention in the repair of
intracranial aneurysms.” Journal of Neurosurgery 1968 Jan;28(1):14-20.
9. Dewanto G, dkk. Panduan praktis diagnosis & tata laksana penyakit saraf. Jakarta:
penerbit Buku kedokteran EGC; 2007. H. 27-8.
21