36
Tugas Makalah Kimia Klinik Dasar OLEH : KELOMPOK VIII NOVIANI PRATIWI (70100108049) NUR EKSAWATI (70100108051) NUR ILAHI (70100108053) 1

Kelompok VIII KKD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kkd

Citation preview

Page 1: Kelompok VIII KKD

Tugas Makalah Kimia Klinik Dasar

OLEH :

KELOMPOK VIII

NOVIANI PRATIWI (70100108049)

NUR EKSAWATI (70100108051)

NUR ILAHI (70100108053)

NUR FADHILAH IDRIS (70100108058)

NUR FIDDIN FARID (70100108060)

SAMATA – GOWA

2010

1

Page 2: Kelompok VIII KKD

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur yang teramat besar penyusun panjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat

menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam tak lupa

penyusun panjatkan terhadap baginda Rasulullah SAW yang telah membawa ilmu

pengetahuan kepada umat-umatnya yang buta sehingga dengan adanya beliau kita

dapat membedakan yang haq dan yang bathil.

Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesarnya kepada orang tua yang selalu memberi semangat, kepada teman-teman

dan berbagai pihak yang membantu langsung maupun tidak langsung dalam

penyusunan makalah Kimia Klinik Dasar yang berisikan tentang “Tes Uji Analisis

Penyakit Alergi”.

Akhirnya, walaupun penyusun telah berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk

mewujudkan makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun jika masih ada kekurangan

adalah hal yang manusiawi. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat

membangun akan penyusun terima dengan senang hati.

Akhir kata penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Samata-Gowa, 23 Oktober 2010

Penyusun

2

Page 3: Kelompok VIII KKD

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................... 1

BAB II : PAPARAN PENYAKIT

A. Penyebab Alergi........................................................................ 5

B. Pemicu dan Pencetus Alergi.....................................................10

C. Gejala Alergi............................................................................. 11

BAB III : PEMERIKSAAN KLINIS

A. Tes In – Vivo............................................................................ 14

B. Tes In – Vitro............................................................................ 17

BAB IV : SOLUSI DAN PENANGANAN

A. Solusi dan Pencegahan............................................................. 18

B. Penatalaksanaan dan Penanganan............................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: Kelompok VIII KKD

BAB I

PENDAHULUAN

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri

menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa tahun

terahkir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang cukup mendominasi

kunjungan penderita di klinik rawat jalan Pelayanan Kesehatan Anak. Menurut

survey rumah tangga dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi adalah

adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke dokter

keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke

dokter umum dan sekitar 80% diantaranya menunjukkan gangguan berulang yang

menjurus pada kelainan alergi. BBC beberapa waktu yang lalu melaporkan

penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian

alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang

berkembang menjadi alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala

alergi, 20% mempunyai astma, 6 juta orang mempunyai dermatitis (alergi kulit).

Penderita Hay Fever lebih dari 9 juta orang.

Dampak buruk alergi adalah menurunnya kualitas hidup, besarnya biaya

pengobatan dan terjadinya co-morbiditas seperti asma, sinusitis dan otitis media.

Pada anak, pengaruhnya bahkan sampai pada terganggunya kemampuan belajar

dan penurunan kualitas hidup orang tuanya. Untuk itu pencegahan efektif sangat

diperlukan. Pencegahan primer sangat efektif namun masih sulit dilaksanakan,

karena menyangkut rekayasa in-utero. Sedangkan pencegahan sekunder, misalnya

diet eliminasi, tidak mudah diterapkan di masyarakat luas, karena setiap

masyarakat atau bangsa telah mempunyai kepercayaan kuat mengenai apa yang

wajar tentang jenis makanan. Perkembangan ilmu dan tehnologi memungkinkan

perubahan paradigma pencegahan alergi dari paradigma penghindaran faktor

resiko menjadi paradigma induksi aktif toleransi imunologik.

4

Page 5: Kelompok VIII KKD

Alergi pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai

dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi

yang mungkin bisa terjadi. Terakhir terungkap bahwa alergi ternyata bisa

mengganggu fungsi otak, sehingga sangat mengganggu perkembangan anak

Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup

berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita

termasuk gangguan fungsi otak.

Berangkat dari latar belakang inilah, penyusunan makalah tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan penyakit alergi, yang nantinya akan dibahas

secara mendetail tentang alergi itu sendiri hingga pada cara penanganan serta

solusi pencegahan.

5

Page 6: Kelompok VIII KKD

BAB II

PAPARAN PENYAKIT

Alergi merupakan sebuah penyimpangan imunitas (kekebalan tubuh), bisa

berupa hipersensitifitas atau imunitas yang berlebihan yang  terjadi ketika seseorang

terpapar polutan yg merusak barrier atau “benteng pertahanan”. Apabila yang dirusak

adalah barrier pada saluran pernafasan maka polutan yang terhirup menyebabkan

asma. Apabila yang dirusak pada saluran cerna misalnya akibat pengawet pada

makanan atau minuman maka alergen bisa masuk ke tubuh dan mencetus gejala

alergi berupa diare.

6

Page 7: Kelompok VIII KKD

Alergi dapat merupakan gangguan hipersensitivitas local atau sistemik. Kulit

dan saluran napas adalah organ yang paling sering terpajang alergen dan terlibat

dalam penyakit alergi. Reaksi alergi dapat juga terjadi di jaringan vaskular, traktus

gastrointestinal, atau organ lain. Anafilaksis merupakan bentuk reaksi alergi sistemik

yang paling berbahaya. Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai

berikut: reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen

Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul HLA

(MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel Th-2 . Sel Th-2

diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4 dan IL-13 yang memacu

switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi sel mast dan basofil,

sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi utama dalam

reaksi alergi. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga

menimbulkan gejala alergi.

Beratnya suatu alergi tergantung pada dosis, lokasi pemaparan allergen, dan

karakteristik individual termasuk pengobatan dan riwayat penyakit dahulu. Pada

sebagian besar kasus adanya riwayat ini sangat penting dalam menegakkan diagnosis,

terutama karena pada keadaan yang tidak mendesak sebagian besar pasien hanya

memiliki sedikit gejala fisik. Yang termasuk gangguan alergi diantaranya adalah :

Hay fever dimusim panas

Rhinitis

Asma alergika

Alergi obat

Aleri makanan dan intoleransi makanan

Alergi terhadap sengatan serangga

7

Page 8: Kelompok VIII KKD

Gangguan alergi pada kulit

Anafilaksis

A. Penyebab Alergi

Pada umumnya penyebab alergi dapat dikelompokkan dalam empat

kelompok besar yaitu :

1. Makanan

Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak

organ dan system tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan.

Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu

reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I

dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi

hipersensitifitas tipe III dan IV. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan

terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau

masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi

yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non

imunologis. Reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan seringkali terjadi

dalam kehidupan sehari-hari. Reaksi tersebut dapat diperantarai oleh

mekanisme yang bersifat imunologi, farmakologi, toksin, infeksi, idiosinkrasi,

metabolisme serta neuropsikologis terhadap makanan. Dari semua reaksi yang

tidak diinginkan terhadap makanan dan zat aditif makanan sekitar 20%

disebabkan karena alergi makanan.

Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau

polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan

tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah

glikoprotein dan berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-

molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik

secara langsung atau melalui mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik

8

Page 9: Kelompok VIII KKD

misalnya pemberian panas dan tekanan dapat mengurangi imunogenisitas

sampai derajat tertentu. Pada pemurnian ditemukan allergen yang disebut

sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton.

Pemurnian pada udang didapatkan allergen-1 dan allergen-2 masing-masing

dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton. Pada pemurnian

alergen pada ikan diketahui allergen - M sebagai determinan walau jumlahnya

tidak banyak. Ovomukoid ditemukan sebagai allergen utama pada telur.

Pada susu sapi yang merupakan alergen utama adalah

Betalaktoglobulin (BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin FERUM Albumin

(BSA) dan Bovin Gama Globulin (BGG). Albumin, pseudoglobulin dan

euglobulin adalah alergen utama pada gandul. Diantaranya BLG adalah

alergen yang paling kuat sebagai penyabab alergi makanan. Protein kacang

tanah alergen yang paling utama adalah arachin dan conarachi. Beberapa

makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang berbeda pula,

misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa urtikaria,

kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula (bintik kecil seperti

digigit serangga) atau furunkel (bisul). Sedangkan buah-buahan menimbulkan

gangguan batuk atau pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan organ yang

sensitif pada tiap individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar alergi

makanan yang berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik menimbulkan

gejala tertentu. Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab

alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang

menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor

pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi

virus atau bakteri, minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan,

aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa

kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang

penderita autisme yang mengalami infeksi saluran napas, biasanya gejala

alergi akan meningkat. Selanjutnya akan berakibat meningkatkan gangguan

9

Page 10: Kelompok VIII KKD

perilaku pada penderita. Fenomena ini sering dianggap penyebabnya adalah

karena pengaruh obat.

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi

menyulut terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor

pencetus tidak akan terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab

alergi disertai dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang

timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab

alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini

yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan,

kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita asma tidak kambuh.

Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi

seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila anak mengkonsumsi

makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya

keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi

dingin pada anak adalah tidak sepenuhnya benar.

2. Obat-obatan

Alergi dikarenakan obat-obatan atau dengan kata lain alergi obat

merupakan efek samping obat (ESO) yang terjadi melalui mekanisme alergi

atau hipersensitivitas. Oleh karena ESO ini terjadinya melalui reaksi

imunologik, maka sering juga disebut dengan ESO – imunologik. Alergi obat

dapat timbul sebagai akibat: reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe I (reaksi

tipe cepat), tipe II (reaksi sitotoksik), tipe III (reaksi kompleks imun) dan

reaksi tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat atau seluler). Manivestasi

klinisnya sangat bervariasi , dapat sistemik, yang melibatkan beberapa organ,

dan dapat local yang hanya melibatkan satu organ.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya alergi obat:

a. Faktor obat

Utuk dapat memacu system imun tubuh, obat atau produk

metaboliknya harus dapat membentuk ikatan kovalen yang stabil dengan

10

Page 11: Kelompok VIII KKD

suatu makromolekul jaringan (biasanya protein). Makin besar suatu

ukuran molekul obat dan mekin kompleks susunannya akan meningkat

pula sifat antigenitasnya.

Alergi obat juga tergantung dari cara masuknya obat kedalam

tubuh penderita. Obat yang diberikan secara topical, akan menyebabkan

sensitisasi yang paling baik, dan cenderung akan merangsangreaksi

hipersensitivitas jenis lambat. Pemakaian per oral atau nasal hanya sedikit

mensensitisasi dan umumnya akan memacu pembentukan antibody IgA,

IgE, kadang-kadang IgM. Seangkan pemberian obat secara intravena

paling sedikit mensensitisasi, namun palig sering menimbulkan anafilaksi.

Oleh karena itu, antibiotic yang efektif digunakan secara sistemik

sebaiknya tidak dipakai secara topical.

b. Faktor penderita

Individu dengan riwayat atopi (asma, rhinitis alergi dan eczema)

baik diri maupun keluarganya mempunyai resiko alergi obat lebih tinggi

daripada individu tanpa riwayat atopi. molekul HLA (Human leucocyte

Antigen) yang terdapat pada permukaan hampir semua sel berinti berperan

dalam penyajian antigen kepada sel limfosit – T. adanya polimorfisme tipe

HLA menyebabkan adanya perbedaan reaktivitas imun seseorang terhadap

antigen atau alergen tertentu termasuk obat.

c. Faktor penyakit

Beberapa penyakit dapat memberikan resiko lebih tinggi alergi

obat karena adanya disegulasi system imun; misalnya pada leukemia dan

infeksi virus mononucleosis infeksiosa resiko alergi obat terhadap

ampisilin meningkat. Demikian pula pada penerita AIDS dapat tejadi

beberapa macam bentuk alergi obat seperti demam obat, eksantem,

sindrom Stevens-Johnsons, TEN dll.

d. Faktor lingkungan

11

Page 12: Kelompok VIII KKD

Faktor lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap beberapa

bentuk alergi obat, misalnya thiazid atau klorpromazin dapat

menyebabkan reaksi fotoalergi jika terkena paparan sinar ultraviolet.

12

Page 13: Kelompok VIII KKD

3. Hirupan

Penyakit alergi karena adanya faktor hirupan biasanya hanya

menimbulkan gejala pada daerah sekitar saluran pernapasan seperti mukosa

hidung atau organ pernapasan lainnya. Inflamasi pada membran mukosa

hidung yang disebabkan oleh adanya alergen yang terhirup yang dapat

memicu respon hipersensitivitas disebut Rhenitis alergi.

Berbagai iritan di lingkungan kerja dapat merangsang membran

mukosa nasal dan menimbulkan rinitis iritan nonalergi dengan gejala iritasi

yang predominan. Adanya perbaikan waktu malam, akhir minggu, dan libur

menunjang diagnosis rinitis oleh iritan. Lingkungan kerja dengan perubahan

suhu yang cepat atau gerakan udara berlebihan dapat merupakan faktor fisik

yang relevan dalam timbulnya rhinitis asomotor. Di samping itu, bau-bauan

seperti wewangian, asap rokok, pewangi ruangan dan lainnya dapat pula

menimbulkan eksaserbasi rinitis. Bahan korosif dapat merusak sistem

olfaktorius dan menimbulkan obstruksi dan post-nasal drip yang permanent.

4. Kontak kulit

Banyak orang yang sadar bahwa alergi mempengaruhi sistem

pencernaan atau pernafasan namun alergi juga merupakan musuh besar dari

organ terbesar, yaitu kulit. Jika menderita kondisi ini, penting untuk

mengetahui pendekatan yang efektif untuk mengatasi alergi kulit Anda. Ada

beberapa hal penting yang harus diketahui tentang apa yang memicu alergi

kulit sehingga dapat menghindarinya agar tidak terjadi dan mencegah kulit

menjadi semakin hancur.

Sama seperti bagaimana sistem pencernaan atau pernafasan bereaksi

dari penyebab alergi yang terhirup atau tertelan, kulit akan bereaksi berlebihan

dengan zat kimia tertentu atau melakukan kontak langsung dengan zat

tersebut. Dalam beberapa kasus, diputuskan menderita alergi terlalu cepat

sementara ada juga kasus lain yang diputuskan setelah beberapa saat

kemudian. Bagaimanapun, hal itu dapat menyebabkan rasa sangat gatal dan

13

Page 14: Kelompok VIII KKD

dapat berdampak sangat serius untuk kulit. Mengetahui jenis bahan kimia

yang menyebabkan kondisi tersebut adalah salah satu cara untuk mengatasi

alergi kulit.

Kulit kering cenderung mudah iritasi, sehingga akan membantu jika

tetap dijaga kelembaban dan kelembutannya. Untuk pasien dengan reaksi

bahan kimia tertentu, dokter mungkin akan menyarankan menggunakan

kortikosteroid topikal untuk mengendalikan atau mencegah peradangan. Hal

penting lainnya yakni menghindari berkeringat yang terlalu banyak,

menggunakan pakaian yang berat, dan kontak fisik yang berlebihan untuk

mencegah terpicunya iritasi kulit atau alergi.

B. Pencetus dan Pemicu Alergi

Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi,

tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau

mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus

tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan,

aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor psikis berupa

kecemasan, sedih, stress atau ketakutan.

Faktor hormonal juga memicu terjadinya alergi pada orang dewasa.

Faktor gangguan kesimbangan hormonal itu berpengaruh sebagai pemicu

alergi biasanya terjadi saat kehamilan dan menstruasi. Sehingga banyak ibu

hamil mengeluh batuk lama, gatal-gatal dan asma terjadi terus menerus

selama kehamilan. Demikian juga saat mentruasi seringkali seorang wanita

mengeluh sakit kepala, nyeri perut dan sebagainya.

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab  serangan alergi, tetapi

menyulut terjadinya serangan alergi. Bila mengkonsumsi makanan penyebab

alergi disertai dengan adanya pencetus  maka  keluhan atau gejala alergi  yang

14

Page 15: Kelompok VIII KKD

timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab

alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul.

Pencetus alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan dikendalikan.

Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin,

kehujanan,  kelelahan atau aktifitas berlebihan  seorang penderita asma tidak

kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab

alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila mengkonsumsi

makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya

keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi

dingin mungkin keliru.

Selain adanya pencetus alergi, dikenal pula istilah tentang pemicu

alergi yakni hal – hal yang dapat mendorong timbulnya penyakit alergi untuk

kambuh kembali. Berikut beberapa pemicu alergi tersebut :

Infeksi (panas, batuk, pilek)

Aktifitas meningkat (menangis, berlari,  tertewa keras)

Udara dingin

Udara panas

Minuman  dingin

Stres

Gangguan hormonal: (kehamilan, menstruasi)

C. Gejala Alergi

Alergi sebenarnya tidak sesederhana seperti yang pernah kita ketahui.

Sebelumnya kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter

anak, dokter spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak

dan gatal. Padahal alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai

dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi

yang mungkin bisa terjadi. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan

15

Page 16: Kelompok VIII KKD

komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ

atau system tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Karena gangguan fungsi

otak itulah maka timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti

gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan

konsentrasi hingga autism.

Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah

datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu

berikutnya sakit kepala, pecan depannya diare selanjutnya sulit makan hingga

berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu

terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar organ sasaran

pada organ tubuh.

16

Page 17: Kelompok VIII KKD

17

Page 18: Kelompok VIII KKD

BAB III

PEMERIKSAAN KLINIS

A. Tes In-Vivo

Tes in-vivo dapat dilakukan dengan tes kulit yang terdiri atas tes tusuk

atau intradermal untuk reaksi hipersensitivitas tipe cepat (IgE) dan tes tempel

untuk reaksi tipe lambat (dermatitis kontak alergi). Untuk itu seharusnya

dipergunakan obat yang imunogenik baik natif maupun metabolitnya.

Pada penderita dengan riwayat alergi terhadap anestesi local, tes kulit

dimulai dengan tes tusuk dan suntikan subkutan dengan dosis awal 0,1 ml. jika

tidak terjadi reaksi dosis dinaikkan menjadi berturut-turut 0,5 ml, 1 ml dan 2 ml.

pada dermatitis kontak alergi, uji tempel merupakan tes kulit yang sangat

membantu dalam mencari penyebabnya. Obat yang dipergunakan untuk tes

tempel harus tidak bersifat iritasi, oleh karena dapat menyebabkan reaksi positif

palsu. Saying, kegunaan tes tempel ini pada reaksi alergi terhadap obat-obat per

oral atau per enteral masih diragukan.

Tes provokasi sebagai tes diagnostik penggunaannya masih kontroversial.

Jika terpaksa dilakukan sebaiknya dengan indikasi pada reaksi alergi yang ringan

seperti pada urtikaria ringan atau eritema fikstrum, oleh karena tes ini dapat

membahayakan jiwa penderita. Selain itu uji provokasi dapat dilakukan jika

terdapat fasilitas kedaruratan medikyang memadai, dan dengan

mempertimbangkan untung ruginya. Biasanya dimulai dengan dosis kecil

kemudian dapat ditingkatkan dengan dosis terapeutik penuh.

Berikut uraian beberapa metode dalam pemeriksaan alergi atau tes alergi:

1. Uji kulit

Uji kulit intradermal

Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin

disuntikkan secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm

gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang menimbulkan

18

Page 19: Kelompok VIII KKD

reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing dengan

konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm. Uji

intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.

Uji tusuk

Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai

untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar

lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan

pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin (50% gliserol)

diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk dan

dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau

dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang

digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk

uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit,

diharapkan risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji

tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji

intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi dan

potensi yang lebih rendah.

2. Uji provokasi obat

Cara terbaik untuk membuktikan apakah seseorang alergi tehadap obat

tertentu adalah dengan memberikan kembali obat tersebut untuk melihat

kemungkinan timbulnya reaksi alergi yang serupa, yang dikenal sebagai uji

provokasi obat. Uji provokasi obat dapat dilakukan dengan cara uji tempel

(patch test), atau dengan pemberian ulang obat yang dicurigai (rechallenge

test) yang sehari-hari disebut sebagai uji provokasi obat.

Uji tempel

19

Page 20: Kelompok VIII KKD

Uji tempel sering dipakai untuk membuktikan dermatitis kontak.

Suatu seri sediaan uji tempel yang mengandung berbagai obat ditempelkan

pada kulit (biasanya daerah punggung) untuk dinilai 48-72 jam kemudian.

Uji tempel dikatakan positif bila terjadi erupsi pruritus, eritema, dan

vesikular yang serupa dengan reaksi. Klinis alergi sebelumnya, tetapi

dengan intensitas dan skala lebih ringan.

Uji provokasi

Uji provokasi obat, yang dalam kepustakaan disebut rechallenge

test, adalah pemberian kembali obat yang sudah dihentikan beberapa

waktu. Masa penghentian ini harus cukup untuk eliminasi komplit. Karena

sulit untuk menentukan eliminasi total maka ada penulis yang

menganjurkan untuk menghentikan obat sampai selama 5 kali masa paruh

obat tersebut. Uji provokasi dikatakan positif bila reaksi yang timbul sama

dengan gejala dan tanda seperti pada pemberian obat sebelumnya, pada

saat dicurigai alergi obat. Bila tidak terjadi reaksi, atau reaksi yang timbul

tidak sama dan tidak berhubungan dengan gejala dan tanda alergi, maka

uji provokasi dikatakan negatif. Bila reaksi yang timbul tidak sama tetapi

diperkirakan sebagai gejala prodromal alergi obat maka hasil uji provokasi

dikatakan sugestif.

Cara provokasi

1. Uji provokasi biasanya dilakukan untuk pembuktian alergi obat

dengan gejala klinis tidak berat, misalnya demam obat atau erupsi obat

fikstum. Bila gejala klinisnya berat maka uji provokasi harus

dilakukan dengan secara hati-hati.

2. Sebelum dilakukan uji provokasi dibuat daftar urut obat yang akan

diuji, mulai dengan obat yang paling tidak dicurigai. Biasanya

20

Page 21: Kelompok VIII KKD

diberikan obat mulai dengan dosis rendah secara oral. Dosis awal

dapat sampai 1% dari dosis terapeutik, tetapi untuk reaksi alergi obat

hebat dosis awal harus 100-1000 kali lebih rendah. Dosis tersebut

dinaikkan 10 kali setiap 15-60 menit (tergantung dari cara pemberian

obat). Bila terjadi reaksi maka uji provokasi dihentikan, atau

dilanjutkan dengan desensitisasi bila obat tersebut dianggap sangat

penting dan sulit digantikan. Pada uji provokasi dan desensitisasi harus

selalu tersedia peralatan resusitasi untuk mengatasi kedaruratan yang

mungkin terjadi.

B. Tes In-Vitro

Tes-tes in vitro, walaupun dapat mengurangi resiko yang ditimbulkan

seperti pada tes in vivo, namun karena mahal dan memerlukan fasilitas

laboratorium canggih, penggunaannya jadi sangat terbatas. Tes ini ditujukan

untuk mengidentifikasi antibody (biasanya IgE) spesifik terhadap obat (hapten)

atau epitop obat yang menstimulasi limosit. Untuk mengukur IgE dapat dilakukan

dengan RAST (radioallerosorbent test) atau ELISA (Enzyme Linked

Immunosorbent Assay). Namun seperti diuraikan diatas, sedikitnya pengetahuan

tentang imunogen sebagian besar obat yang menyebabkan tes ini penggunaannya

juga sangat terbatas.

Untuk alergi yang dihantarkan oleh reaksi sekuler, dapat dilakukan tes-tes

stikulasi limfosit. Tes ini menunjukkan kemampuan obat atau konjugat obat

memacu proliferasi limfosit. Untuk melakukan tes ini memerlukan waktu 3-5 hari

dan fasilitas kultur sel.

21

Page 22: Kelompok VIII KKD

BAB IV

SOLUSI DAN PENANGANAN

A. Solusi dan Pencegahan

Untuk menghindari timbulnya alergi pada umumnya, sebelum melakukan

suatu rejimen pengobatan perlu dilakukan beberapa hal :

Sedapat mungkin menghindari alergen

Pada saat membersihkan rumah (termasuk menyapu lantai), gunakan masker

atau sapu tangan untuk menutup hidung

Sedapat mungkin gunakan pendingin ruangan (AC) di mobil atau di rumah.

Alat ini dapat menyaring udara dari debu (salah satu faktor memicu timbulnya

alergi).

Jangan memasukkan hewan peliharaan kedalam rumah. Mandikan hewan

tersebut setiaphari agar tubuhnya senantiasa bersih.

Bila memungkinkan, ganti kain horden dengan tirai. Cuci seprei, selimut dan

sarung bantal secara berkala dengan air hangat.

Upaya mengatasi gejala alergi pada hidung dapat membantu meredakan gejala

alergi pada mata

Jalani pengobatan sedini mungkin dan minum obat-obat secara teratur

B. Penatalaksanaan dan Penanganan

Diagnosis alergi dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa

(mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang

riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi sejak bayi

dan dengan eliminasi dan provokasi. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari

penyebab alergi sangat banyak dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah

hingga cara alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih.

Diantaranya adalah uji kulit alergi, pemeriksaan darah (IgE, RASt dan

IgG), Pemeriksaan lemak tinja, Antibody monoclonal dalam sirkulasi, Pelepasan

22

Page 23: Kelompok VIII KKD

histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), Kompleks imun

dan imunitas seluler, Intestinal mast cell histamine release (IMCHR), Provokasi

intra gastral melalui endoskopi, biopsi usus setelah dan sebelum pemberian

makanan. Selain itu terdapat juga pemeriksaan alternative untuk mencari

penyebab alergi diantaranya adalah kinesiology terapan (pemeriksaan otot), Alat

Vega (pemeriksaan kulit elektrodermal), Metode Refleks Telinga Jantung,

Cytotoxic Food Testing, ELISA/ACT, Analisa Rambut, Iridology dan Tes Nadi.

Diagnosis pasti alergi tidak dapat ditegakkan hanya dengan tes alergi baik tes

kulit, RAST, Immunoglobulin G atau pemeriksaan alergi lainnya.

Pemeriksaan tersebut mempunyai keterbatasan dalam sensitifitas dan

spesifitas, Sehingga menghindari berbagai hal yang dapat menjadi penyebab

alergi atas dasar tes alergi tersebut seringkali tidak menunjukkan hasil yang

optimal.

23

Page 24: Kelompok VIII KKD

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Ed VII. Jakarta :

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiolagi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Davey, Patrick. 2006. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

Judarwanto, Widodo. 2005. Alergi Makanan, Diet Dan Autisme. Jakarta : PdfTop

Musa, Sriwahyuni. 2010. Dermatitis Kontak. Yogyakarta : PdfTop

Rengganis, Iris dkk. 2004. Cermin Dunia Kedokteran: Alergi. Jakarta : Grup PT

Kalbe Farma

Suryawati, Sri. 1995. Efek Samping Obat. Yogyakarta. PT. Kripta Yogyakarta

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/01/10/pemeriksaan-alergi-allergy-

test/

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/16/pencetus-dan-penyebab-alergi/

www.totalkesehatananda.com/alergi2.html

http://obat-alergi.com/

24