of 22 /22
BAB 4 KELAPA SAWIT PENGENALAN TANAMAN Gambar 1. Pohon Kelapa Sawit Sumber : SBRC Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, kelapa sawit ini pertama sekali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 dengan membawa 4 batang bibit kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor yang bertujuan sebagai tanaman hias langka, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli (Sumatera Utara) pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli yang kemudian dikenal dengan jenis sawit "Deli Dura". 1

Kelapa sawit

Embed Size (px)

Text of Kelapa sawit

BAB 4KELAPA SAWIT

PENGENALAN TANAMAN

Gambar 1. Pohon Kelapa SawitSumber : SBRC

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, kelapa sawit ini pertama sekali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 dengan membawa 4 batang bibit kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor yang bertujuan sebagai tanaman hias langka, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli (Sumatera Utara) pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli yang kemudian dikenal dengan jenis sawit "Deli Dura". Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial di Hindia Belanda oleh seorang warga negara Belgia bernama Adrien Hallet, yang diikuti oleh K. Schadt (warga Negara Jerman). Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Tanah Intan Ulu/Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Kemudian dibuat Pusat pemuliaan dan penangkaran yang didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor (Malaya) pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom: TumbuhanDivisi: MagnoliophytaKelas: LiliopsidaOrdo: PalmalesFamili: PalmaeSub Famili: CocoidaeSpesies: 1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa sawit Afrika) 2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapa sawit Amerika Latin) Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit terdiri atas 3 varietas: 1. Dura: memiliki ketebalan tempurung 2 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung, daging buah tipis, daging biji lebih besar namun memiliki kandungan minyak yang sedikit. Dalam persilangan, varietas ini yang digunakan sebagai pohon induk betina. Tandan buah besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%2. Pisifera: ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Namun daging buah tebal dengan daging biji sangat tipis. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril, karena bunga betinanya gugur pada fase ini sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Untuk itu dalam persilangan digunakan sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara jenis Dura dan Pisifera akan menghasilkan varietas Tenera3. Tenera; memiliki sifat yang berasal dari kedua induknya (dura dan Pisifera), varietas ini yang banyak ditanam diperkebunan saat ini. Memiliki tempurung yang tipis, ketebalan 0,5 4 mm dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Tandan buah yang dihasilkan lebih banyak dibanding dengan varietas Dura, namun ukuran tandannya lebih kecil. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

Gambar 2. Morfologi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal. Kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Di batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas. Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles). Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji Dura Afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji Dura Deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji Tenera Afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji.

Gambar 3. Buah Kelapa SawitSumber : SBRCKelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan hutan, lalu dibudidayakan. Tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh dan berproduksi secara optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama bagi pertumbuhan kelapa sawit, di samping faktor faktor lainnya seperti sifat genetika, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi lainnya.Kelapa Sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tanaman ini menghendaki curah hujan 1.500 4.000 mm per tahun dengan curah hujan optimal 2.000 3.000 mm per tahun dan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya erosi. Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya jumlah curah hujan minimum yang dibutuhkan.Tanaman kelapa sawit diperkebunan komersial dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24-28C. Di daerah sekitar garis katulistiwa , tanaman sawit liar masih dapat menghasilkan buah pada ketinggian 1.300 m dari permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis dengan kelembaban udara 80% dengan panjang penyinaran 5-12 jam/hari. Pada kondisi langit cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas matahari bervariasi 1.410 1.540 J/cm2/hari. Tanaman Kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Karena itu, untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi asam dengan kisaran nilai 4,0 6,0 dan ber pH optimum 5,0 5,5.Teknologi perbanyakan tanaman yang dapat dilakukan pada tanaman kelapa sawit adalah dengan kultur jaringan dan pembibitan untuk perbanyakan secara konvensional. Pada pembiakan secara kultur jaringan, bahan tanaman kelapa sawit dapat diperoleh dalam bentuk bibit atau klon hasil pembiakan secara kultur jaringan (tissue culture). Pengembangan kelapa sawit sistem kultur jaringan dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada bahan tanaman kelapa sawit yang berasal dari biji yang umumnya memiliki keragaman dalam produksi, kualitas minyak, pertumbuhan vegetatif, dan ketahanan terhadap hama penyakit. Bibit kelapa sawit yang diperoleh dengan sistem kultur jaringan ini disebut dengan klon kelapa sawit. Pembibitan klon meliputi pembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama (main nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal dilakukan, planlet (tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses adaptasi planlet dari kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di luar. Tanaman Kelapa sawit sering ditanam pada berbagai kondisi areal sesuai dengan ketersediaan lahan yang akan dibuka menjadi lahan kelapa sawit. Cara membuka untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia.1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau areal yang ditumbuhi lalang.2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa atau komoditas tanaman perkebunan lainnya.3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya juga ditanami kelapa sawit.Pada tahap pertama dibuat rancangan larikan (barisan) tanaman serta pancang sebagai titik tanam, dimana bibit kelapa sawit akan ditanam. Pengajiran atau memancang adalah menentukan tempat tempat yang akan ditanam bibit kelapa sawit. Letak ajir (pancang) harus tepat, sehingga terbentuk barisan ajir yang lurus dilihat dari segala arah, dan kelak setiap individu tanaman pun akan lurus teratur serta memperoleh tempat tumbuh yang sama luasnya. Dalam keadaan yang demikian, tanaman mempunyai peluang untuk tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang tidak berbeda.Lubang tanam harus dibuat beberapa minggu sebelum penanaman agar tanah yang digali dan lubang tanam mengalami pengaruh iklim sehingga terjadi perbaikan tanah secara fisika ataupun kimia dan dapat dilakukan pemeriksaan lubang baik ukurannya maupun jumlah per hektarnya. Pembuatan lubang yang dilakukan pada saat tanam atau hanya 1-2 hari sebelum tanam tidak dianjurkan. Lubang tanam kelapa sawit biasanya dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm, pada saat menggali, tanah atas ditaruh di sebelah dan tanah bawah di sebelah selatan lubang. Penanaman tanaman penutup tanah biasa dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan (Legume cover crops, LCC) yang ditanam untuk menutup tanah yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang dapat menutup permukaan tanah. Penanaman tanaman kacangan penutup tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah terjadinya erosi, mempertahankan kelembaban tanah, dan menekan tumbuhan pengganggu (gulma). Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanah di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dengan tanaman kacang penutup tanah dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman. Pengendalian gulma pada tanaman menghasilkan dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya saingan terhadap tanaman pokok, memudahkan pelaksanaan pemeliharaan, dan mencegah berkembangnya hama dan penyakit tertentu. Pemupukan tanaman bertujuan untuk menyediakan unsur unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan generatif, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Pemberian pupuk pada kelapa sawit diatur dua kali dalam setahun. Pemberian pupuk yang pertama dilakukan pada akhir musim hujan yaitu bulan Maret April dan pemberian pupuk kedua dilakukan pada awal musim hujan yaitu bulan September Oktober. Pemangkasan atau disebut juga penunasan adalah pembuangan daun daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit, pada tanaman muda sebaiknya tidak dilakukan pemangkasan, kecuali dengan maksud mengurangi penguapan oleh daun pada saat tanaman akan dipindahkan dari pembibitan ke areal perkebunan agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses fotosintesis dan respirasi.Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama dan penyakit dapat merusak bibit, tanaman muda yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Beberapa jenis hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang besar pada bibit, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar. Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik.

POLA PENYEBARAN TANAMAN Peta penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencakup 22 provinsi dengan luas areal tanaman pada tahun 2008 (sementara) sebesar 7.007.876 ha. Provinsi yang mempunyai luas areal terbesar Riau dengan luas 1.547.940 ha. Peringkat kedua dan ketiga yaitu provinsi Sumatera Utara 979.541 ha dan Sumatera Selatan 630.440 ha. Komposisi kepemilikan usaha yang paling dominan di tahun 2007 yaitu Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) sebesar 50,53%, disusul kemudian oleh Perkebunan Rakyat (PR)sebesar 40,80 % dan Perkebunan Negara (PBN) sebesar 8,68 %. Komposisi Tanaman Belum Menghasilkan(TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) masih hampir berimbang. Diperkirakan, dalam masa yang akan datang produktivitas lahan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman dari tanaman muda menjadi tanaman remaja. Pulau yang paling luas perkebunan kelapa sawitnya yaitu Pulau Sumatera, yaitu 76,93% dari luas perkebunan kelapa sawit Indonesia. Daerah yang menjanjikan perkembangan pesat di masa yang akan datang yaitu Pulau Kalimantan dan Papua, walaupun masih tergantung dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Gambar 4. Peta Sebaran Kelapa SawitSumber : Website Direktorat Pengembangan Potensi Daerah - Badan Koordinasi Penanaman Modal

Untuk wilayah Indonesia, lahan perkebunan kelapa sawit sangat luas tersedia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Yang TersediaNoNama DaerahLuas Lahan

1Bangka-BelitungLahan yang sudah Digunakan (Ha): 133,284.00

2BantenLahan yang sudah Digunakan (Ha): 14,893.00

3BengkuluLahan yang sudah Digunakan (Ha): 165,221.00

4Irianjaya BaratLahan yang sudah Digunakan (Ha): 31,734.00

5JambiLahan yang sudah Digunakan (Ha): 448,899.00

6Jawa BaratLahan yang sudah Digunakan (Ha): 9,831.00

7Kalimantan BaratLahan yang sudah Digunakan (Ha): 492,112.00

8Kalimantan SelatanLahan yang sudah Digunakan (Ha): 243,451.00

9Kalimantan TengahLahan yang sudah Digunakan (Ha): 571,874.00

10Kalimantan TimurLahan yang sudah Digunakan (Ha): 237,765.00

11Kepulauan RiauLahan yang sudah Digunakan (Ha): 6,933.00

12LampungLahan yang Tersedia (Ha): 157,229.00

13Nanggroe Aceh DarussalamLahan yang sudah Digunakan (Ha): 308,560.00

14PapuaLahan yang sudah Digunakan (Ha): 29,736.00

15RiauLahan yang sudah Digunakan (Ha): 1,547,940.00

16Sulawesi BaratLahan yang sudah Digunakan (Ha): 75,154.00

17Sulawesi SelatanLahan yang sudah Digunakan (Ha): 24,490.00

18Sulawesi TengahLahan yang Tersedia (Ha): 48,431.00

19Sulawesi TenggaraLahan yang Tersedia (Ha): 2,966.00

20Sumatera BaratLahan yang sudah Digunakan (Ha): 315,618.00

21Sumatera SelatanLahan yang sudah Digunakan (Ha): 630,440.00

22Sumatera UtaraLahan yang sudah Digunakan (Ha): 979,541.00

Sumber : Direktorat Pengembangan Potensi Daerah, Badan Koordinasi Penanaman Modal

Perkembangan luas areal, produksi, produkstivitas dan ekspor-impor komoditas kelapa sawit 2002-2007 dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah ini. Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Jenis Produksi Minyak SawitTahunLUAS AREAL (ha)PRODUKSI MINYAK SAWIT/CPO (ton)

PRPBNPBSNJUMLAHPRPBNPBSNJUMLAH

20042.230.338606.8652.458.5205.284.7233.847.1571.617.7065.365.52610.830.389

20052.356.895529.8542.567.0685.453.8174.500.7691.449.2545.911.59211.861.615

20062.549.572687.4283.357.9146.594.9145.783.0882.313.7299.254.03117.350.848

20072.752.172606.2483.408.4166.766.8366.358.3892.117.0359.189.30117.664.725

2008*2.903.332607.4193.497.1257.007.8766.683.0202.124.3589.282.12518.089.503

2009**3.204.022617.1693.500.7067.321.8977.209.0672.253.3589.977.86719.440.291

Sumber :Direktorat Jenderal Perkebunan*) Sementara**) Estimasi

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Jenis Produksi Minyak Inti SawitTahunLUAS AREAL (ha)PRODUKSI MINYAK INTI SAWIT/KPO (ton)

PRPBNPBSNJUMLAHPRPBNPBSNJUMLAH

20042.230.338606.8652.458.5205.284.723730.960355.8951.180.4162.267.271

20052.356.895529.8542.567.0685.453.817855.146318.8361.300.5502.474.532

20062.549.572687.4283.357.9146.594.9141.156.618462.7461.850.8063.470.170

20072.752.172606.2483.408.4166.766.8361.271.678423.4071.837.8603.532.945

2008*2.903.332607.4193.497.1257.007.8761.336.604424.8721.856.4253.617.901

2009**3.204.022617.1693.500.7067.321.8971.441.813450.6721.995.5733.888.058

Sumber :Direktorat Jenderal Perkebunan*) Sementara**) Estimasi

Tabel 4. Volume dan Nilai Impor Indonesia TahunIMPORJumlah

Minyak Kelapa SawitMinyak Inti Sawit

Volume (ton)Nilai (000.US$)Volume (ton)Nilai (000.US$)Volume (ton)Nilai (000.US$)

20034.0142.2011.5921.0665.6063.267

20044.3201.9373.5643.1577.8845.094

200510.8105.3743.2572.99214.0678.366

20061.6451.2871.3861.2073.0312.494

20071.0671.0235.5946.0134.6617.036

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Tabel 5. Volume dan Nilai Ekspor Indonesia TahunEKSPORJumlah

Minyak Sawit dan Minyak Sawit LainnyaMinyak Inti Sawit dan Minyak Inti Sawit Lainnya

Volume (ton)Nilai (000.US$)Volume (ton)Nilai (000.US$)Volume (ton)Nilai (000.US$)

20036.386.4092.454.626659.894264.6787.046.3032.719.304

20048.661.6473.441.776904.327502.6819.565.9743.944.457

200510.375.7923.756.5571.043.195587.74611.418.9874.344.303

200610.471.9153.522.8101.274.039616.47611.745.9544.139.286

200711.875.4187.868.6401.335.324997.80513.210.7428.866.445

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

Pemanfaatan Kelapa Sawit

Gambar 5. Pohon Industri Kelapa Sawit

Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit, sehingga merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Kebutuhan buah kelapa sawit meningkat tajam seiring dengan meningkatnya kebutuhan CPO dunia. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya, bagian daging buah inilah yang menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (CPO/Crude Palm Oil) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia, menjadikan CPO sebagai pilihan untuk bahan baku pembuatan bioenergi. Produk turunan dari CPO adalah minyak goreng, dimana saat ini minyak goreng kaya akan vitamin A, omega-3. Selain itu minyak kelapa sawit dapat juga dibuat baking dan frying shortening, margarine, sabun, baja, kawat, radio, kulit, pelumas, biodesel, biolilin dan bioemolien. Sedangkan minyak dari inti sawit dibuat sebagai bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetik. Limbah dari tandan kosong sawit dapat diolah menjadi kertas, serat untuk polypot, papan partikel, serat berlateks, pembuatan arang/briket, sebagai pengurai serat tandan kosong sawit, dan beberapa produk lainnya. Sedangkan sisa dari pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Prospek Pengembangan Kelapa SawitSemakin meningkatnya konsumsi minyak solar yang berasal dari sumber energi fosil atau sumber energi yang tak terbarukan, dan semakin terbatasnya cadangan minyak, telah menyebabkan peningkatan impor minyak solar yangmakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketahanan energi nasional sebagai salah satu negara tropis yang memiliki berbagai jenis tanaman, Indonesia perlu memanfaatkan sumber nergiterbarukan biomasa yang ada sebagai pengganti minyak. Disamping itu, semakin meningkatnya harga minyak mentah dunia ikut mendorong pemanfaatan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak karenasecara ekonomi akan makin layak. Kelapa Sawit merupakan tanaman yang telah dibudidayakan secara intensif di Indonesia, khususnya dalam pembuatan CPO (crude plam oil) sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, sabun di dalam negeri atau dieskpor. Oleh karena itu, bila ditinjau terhadap kesiapan ketersediaan bahan baku, maka kelapa sawit merupakan bahan yang paling potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Hanya pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagai bahan baku minyak goreng yang termasuk bahan makanan. Mungkin akan lebih baik bila dikembangkan lahan kelapa sawit untuk produksi biodiesel, diluar terpisah lahan kelapa sawit saat ini yang diperuntukkan sebagai bahan baku minyak goreng, kosmetik dan ekspor.Dalam rangka memacu industri kelapa sawit nasional, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) secara khusus sejak tahun 1992 mengembangkan biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang berpeluang menjadi salah satu sumber energi alternatif. Penelitian biodiesel dilakukan pada berbagai kondisi proses, jenis proses, bahan baku, dan bahan pendukung. Bahan baku biodiesel yang diteliti semuanya berasal dari produk sawit, seperti CPO (crude palm oil), RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), olein, stearin, dan PFAD (palm fatty acid destilated) dalam berbagai kondisi dan kualitas. Biodiesel produksi PPKS telah diuji coba sejak tahun 2001 untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan transportasi. Pada akhir tahun 2004 telah dilakukan road test Medan - Jakarta dengan menggunakan B-10 pada kendaraan truk dan mobil.Kendala pengembangan biodiesel adalah menyangkut harga pokok CPO yang tinggi di pasar dunia sehingga harga biodiesel cenderung lebih mahal dibanding BBM jenis solar. dibidang pemasaran, biodiesel belum memiliki sistem pasar yang terstruktur dan tertata dengan rapi seperti manajemen pemasaran BBM oleh Pertamina. Selain itu, masih minimnya pemahaman di tengah masyarakat karena kurangnya sosialisasi mengenai biodiesel sehingga muncul stigma yang menyatakan bahwa BBM yang berasal dari fosil lebih baik bagi kendaraan bermotor dibanding biofuel.Masih kurangnya pengembangan dan penggunaan biodiesel juga diakibatkan belum adanya infrastruktur kelembagaan, sehingga biodiesel belum tersentuh pelaku pasar bahan bakar transportasi atau karena belum mengerti manfaat ekonomi makro. Kebijakan pemerintah dalam hal bahan bakar nabati (BBN) dituangkan dalam Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan Inpres No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels) sebagai bahan bakar lain. Kebijakan ini merupakan payung hukum dalam pengembangan BBN. Namun demikian masih diperlukan peraturan yang lebih detail tentang jenis biodiesel untuk transportasi dan untuk industri serta standar mutu baku setiap jenis produk biodiesel. Jaminan pasokan bahan baku dan insentif bagi produsen dan pengguna biodiesel, seperti pembebasan pajak pertambahan nilai biodiesel untuk jangka waktu tertentu juga dapat mendorong pengembangan biodiesel. Di negara maju, untuk mengurangi pemakaian bahan bakar fosil pemerintah memberlakukan pajak tinggi bagi bahan bakar fosil. Sementara itu, bahan bakar nabati (BBN) seperti biodiesel dan bioetanol tidak dikenai pajak, sehingga fluktuasi harga minyak mentah tidak terlalu berpengaruh terhadap biodiesel. Di Indonesia, kebijakan pajak semacam itu belum bisa diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Pengembangan Teknologi Kelapa Sawit, www.deptan.co.id, akses 20 April 2009

Anonim, 2008, Kajian Pasar dan Produksi Minyak Kelapa Sawit, www.deptan.co.id, akses 10 April 2009

Departemen Pertanian, 2005, Prospek dan Arah Pengembangan, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Katalog BPS, 2008, Statistik Indonesia

Pahan, Iyung, 2008, Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Penebar Swadaya, Jakarta

Setyamidjaja, D, 1991, Budidaya Kelapa Sawit, Kanisius, Yogyakarta

Statistik, 2009, Perkebunan Indonesia, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan

Susila, W. R., 2004, Peluang Investasi Bisnis Kelapa Sawit di Indonesia, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia

13