83
STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa : Dini Rachmi F. Dokter Pembimbing: Dr.H.R.Setyadi, Sp.A NIM : 030.07.071 Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN Data Pasien Ayah Ibu Nama An. X Tn.J Ny.S Umur 7hari 25tahun 36 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Alamat Pekauman Kulon RT 01 RW 03 Dukuh Turi Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMA Pekerjaan - Buruh Ibu Rumah Tangga Penghasilan - 880.000 - Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi Jampersal No. RM 660221 II. DATA DASAR 1. Anamnesis 1

kejang neonatus sah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kejang neonatus sah

Citation preview

Page 1: kejang neonatus sah

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa : Dini Rachmi F. Dokter Pembimbing: Dr.H.R.Setyadi, Sp.A

NIM : 030.07.071 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien Ayah Ibu

Nama An. X Tn.J Ny.S

Umur 7hari 25tahun 36 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Alamat Pekauman Kulon RT 01 RW 03 Dukuh Turi

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Buruh Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - 880.000 -

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi Jampersal

No. RM 660221

II. DATA DASAR

1. Anamnesis

Alloanamnesis dilakukan dengan orang tua dan nenek pasien serta perawat

ruang Perinatologi pada tanggal 27 April 2013 pukul 10.30 WIB di Ruang Dahlia

serta didukung catatan medis.

Keluhan utama :

Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu G1P1A0 24 tahun, hamil 39 minggu dengan KPD. Selalu kontrol

kehamilannya di posyandu dan bidan secara teratur. Tanggal 20 April 2013 pukul

22.00 ibu dibawa ke rumah sakit karena terasa mules, perut terasa kencang, dan keluar

banyak air dari kemaluan. Menurut ibu, persalinan berlangsung lama dan sulit. Pada

1

Page 2: kejang neonatus sah

tanggal 21 April 2013, lahir bayi perempuan secara spontan, bayi menangis kuat,

tidak biru, dengan AS 6, BBL 3000 gram, PB 49 cm. Air ketuban jernih. Placenta

dikeluarkan (ekspulsi) dengan kotiledon lengkap, tidak terdapat infark dan hematom.

Pasien kemudian langsung dibawa ke ruang mawar, tidak tampak sesak nafas

dan merintih. Keesokan harinya pasien dirawat gabung bersama ibunya di ruang

mawar, asi ibu keluar banyak, pasien menyusu kuat, tangisan kuat, gerak aktif, sudah

BAK maupun BAB, tidak terdapat muntah, kejang, kuning, serta demam, tidak ada

keluhan yang timbul. Pada perawatan hari kedua (22 April 2013) pasien kejang,

durasi kejang jurang lebih 1 menit, kejang kaku, setelah kejang pasien sadar, mulut

tidak berbusa, menurut ibu pasien, pasien saat itu tidak sedang demam. Kejang

sebanyak 3 kali yaitu pukul 15.15, 15.30, dan 20.00.

Selama kehamilan baik trimester 1,2,3 tidak pernah keluar darah dari jalan

lahir, ibu juga tidak mengkonsumsi obat-obatan.Tekanan darah ibu tidak tinggi. Ibu

tidak menderita kencing manis. Ibu mendapatkan suntikan TT 2x Tidak pernah

menderita penyakit selama kehamilan, riwayat trauma selama kehamilan disangkal,

riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Ibu mengkonsumsi

vitamin penambah darah dari Puskesmas.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita sakit seperti ini. Tidak ada

yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi, sesak nafas, alergi, asma, penyakit

jantung

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan. Ibu pasien adalah sorang ibu

rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan sekitar Rp 800.000,00 sebulan kurang

untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

Kesan : riwayat ekonomi kurang

Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya, neneknya, dan ke empat orang

saudara ibunya di kawasan yang cukup padat penduduknya. Tempat tinggal pasien

berukuran 36 m2, beratap genteng, berdinding kayu, lantai tanah dengan 2 kamar

tidur. Cahaya matahari masuk melalui genteng kaca.Kamar mandi ada 1 dan terdapat

di luar rumah. Terdapat penerangan dengan listrik. Air berasal dari sumur. Air limbah

2

Page 3: kejang neonatus sah

rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah. Aliran air di dalamnya

lancar.

Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan kurang baik

III. RIWAYAT PASIEN

Pasien adalah anak tunggal.

1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

- Kehamilan

Perawatan Antenatal : Rutin periksa ke bidan dan posyandu

Penyakit Kehamilan : Tidak ada

Penyakit yang diderita : -

- Persalinan

Tempat kelahiran : Rumah Sakit Umum Kardinah

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : Lahir Spontan

Masa gestasi : 39 minggu

HPHT : 22 juli 2012

Taksiran partus : 28 April 2013

Tanggal kelahiran : 21 April 2013

Keadaan bayi

1. Berat badan lahir : 3000 gram

2. Panjang badan lahir :49 cm

3. Lingkar kepala : -

4. Langsung menangis : +

5. Nilai APGAR : 6

6. Kelainan bawaan :-

Kesan : riwayat kehamilan dan persalinan baik

7. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien belum mengikuti program Keluarga Berencana

8. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak

- Pertumbuhan

3

Page 4: kejang neonatus sah

1. Berat badan lahir :3000 gram

2. Panjang badan :49 cm

3. Lingkar kepala :-

4. Lingkar dada : -

- Perkembangan

Perkembangan anak belum dapat dinilai dan dievaluasi

9. Riwayat Makanan

Sejak lahir sampai sekarang ibu pasien mengaku anaknya sudah minum

Asi secara langsung melalui payudara Ibu. Selama di RSUD Kardinah bayi

mendapatkan ASI.

10. Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG - - - - - -

DPT/ DT - - - - - -

POLIO - - - - - -

CAMPAK - - - - - -

HEPATITIS B 21/04/2013 - - - - -

Kesan : Imunisasi Hepatitis B pertama sudah diberikan

11. Riwayat Keluarga

1. Corak Reproduksi

No Tanggal

Lahir

Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abortus Mati Keterangan

1 21 April

2013 (usia 7

hari)

♀ Hidup - - - Sakit

4

Page 5: kejang neonatus sah

Susunan keluarga

Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien

IV.PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 April 2013, pukul 11.00 WIB di ruang

perina. Bayi perempuan, usia 7 hari, berat badan sekarang 3000 gram, panjang

badan 49 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 34 cm.

Kesan umum :

Menangis kuat, gerak aktif, tampak sesak (-), retraksi subcostal (-), ikterik (-),

sianosis (-)

Tanda vital

5

Page 6: kejang neonatus sah

1. Tekanan darah: tidak dilakukan pemeriksaan

2. Laju jantung : 116 x/menit, reguler

3. Pernapasan : 46 x/menit

4. Suhu : 36.9°C (Axilla)

Status Generalis

1. Kepala

Mesocephal, ukuran lingkar kepala 35 cm, ubun-ubun besar masih

terbuka, teraba datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal

hematom (-), rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit

kepala tidak ada kelainan.

2. Mata

Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva

anemis (-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)

3. Hidung

Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)

4. Telinga

Bentuk normal, tulang rawan sempurna, discharge (-/-)

5. Mulut

Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan

mukosa (+), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)

6. Leher

Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)

7. Thorax

Paru

Inspeksi :simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi

suprasternal (-), intercostalis (-), subcostal (-) kelenjar mammae membesar -/-

Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae teraba, papilla

mammae (+/+).

Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

Auskultasi : suara nafas dasar bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-),

ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

6

Page 7: kejang neonatus sah

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung sulit dinilai

Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-), gallop (-)

8. Abdomen

Inspeksi :agak buncit

Auskultasi :bising usus (+)

Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Perkusi :timpani

9. Tulang Belakang

Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele

10. Genitalia

Labia Mayor besar menutupi Labia Minor

11. Anorektal

Anus (+), diaper rash (-)

Anggota gerak

tangan dan kaki sempurna

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas - /- - /-

Akral dingin - /- - /-

Akral sianosis - /- - /-

Ikterik - /- - /-

CRT <2 detik <2 detik

Tonus Normotoni Normotoni

Kulit

Ikterik (-), sianosis (-), anemis (-), turgor kulit baik.

Refleks Primitif :

1. Refleks Oral :

- Refleks Hisap : ( +)

- Refleks Rooting : ( + )

2. Refleks Moro : ( + )

7

Page 8: kejang neonatus sah

3. Refleks Palmar Grasp : ( + )

4. Refleks Plantar Grasp : ( + )

Pemeriksaan Khusus :

KURVA LUBCHENKO

BBL : 3000 gr

Usia Kehamilan : 39 minggu

Hasil : Sesuai Masa Kehamilan

VI. PERJALANAN PENYAKIT

22 April 2013

S: Sesak (-), Ikterik (-), menangis kuat, sianosis (-), BAK (+), BAB (+), demam (-)

8

Page 9: kejang neonatus sah

O: KU: gerak aktif, menangis kuat, tampak sesak (-), retraksi subcostal (-), ikterik (-),

sianosis (-)

S : 36,80C

HR: 148 x/menit reguler

RR : 42x/ menit

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : agak buncit, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik, tonus

normotoni

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik, tonus

normotoni

A : neonatus aterm sesuai masa kehamilan

P : Asi

BLPL

22 April 2013 (12.25)

S: Kejang (+), Demam (+)

O: KU: gerak cukup aktif, menangis kurang kuat, tampak sesak (+), sianosis (-)

S : 38.10C

HR: 164 x/menit reguler

RR : 70x/ menit

SpO2 : 96%

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-/-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-, hantaran -/-

Abdomen : agak buncit, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik, tonus

normotoni

9

Page 10: kejang neonatus sah

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik, tonus

normotoni

A : neonatal infeksi

Observasi kejang

P : o2 sungkup

Midazolam 0,6mg im

Infuse D10%

Ca Gluconas 20cc

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

Cek GDS, cek darah, cek elektrolit

23 April 2013

S: Demam (-), Kejang (+), Sesak (-), Kulit kuning (-), Kulit kebiruan (-), BAB-BAK

normal

O: KU: gerak cukup aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

Terpasang O2 sungkup dan OGT

S : 37.00C

HR: 183 x/menit reguler

RR : 60x/ menit

Mata : sukar dinilai

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

GDS jam 13.40: 292

Hematologi Hasil Rujukan

Lekosit 22.900/ul 6.0-21.0/ul

10

Page 11: kejang neonatus sah

Eritrosit 3.7 juta/Ul 3.9-5.9/ul

Hemoglobin L 12.5 g/dL 13.0-20.0 g/dL

Hematokrit L 35,0 % 42-66 %

MCV 94,6 U 76-96 U

MCH H 33,8 Pcg 27-31 Pcg

MCHC 35,7 g/dl 33,0-37,0

Trombosit 386.000/ul 150-400/ul

GDS L 52 mg/dl 70-160 mg/dl

Natrium 136,7 mmol/L 135-148 mmol/L

Kalium 4,20 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L

Klorida 104,4 mmol/L 95-108 mmol/L

A : neonatal infeksi

Observasi kejang

P : o2 sungkup

Midazolam 0,1 mg/kgbb/jam

Infuse D10%

Ca Gluconas 20cc

Kcl 9,9 cc

Nacl 3% 12cc

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

24 April 2013

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak kurang aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

Terpasang OGT, O2 sungkup

S : 36.90C

HR: 146 x/menit reguler

RR : 44x/ menit

SpO2 : 100%

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-)

11

Page 12: kejang neonatus sah

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A : neonatal infeksi

Observasi kejang

P : o2 sungkup

Infuse D10%

Midazolam 0,1mg/kgbb/jam

Vitamin B6

Dilantin 5 mg/kgbb/hari

Ca Gluconas 20cc

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

Ctscan Kepala

25 April 2013

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak kurang aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

Terpasang O2 sungkup, OGT

S : 36.70C

HR: 116 x/menit reguler

RR : 50x/ menit

SpO2 : 100%

Mata : Sulit dinilai

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/-, CRT <2detik

12

Page 13: kejang neonatus sah

Head ctscan tanggal 25-04-2013:

Lesi hiperden giry dan sulcy region fronto temporo parietalis dextra dan

sinistra serta fissure intrahemisfere.

Giry samar sulcy dangkal

Sistema ventrikel sempit

Struktur mediana tidak deviasi

Kesan: menyokong sub arachnoid hematoma

A : neonatal infeksi

SAH

P : o2 Headbox

Infus D10%

Kcl 9,9 cc

13

Page 14: kejang neonatus sah

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

Vitamin B6

OGT 8x 3,5-5cc

26 April 2013

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak kurang aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

Terpasang O2 headbox, Terpang OGT

S : 36.70C

HR: 137 x/menit reguler

RR : 48 x/ menit

SpO2 : 87%

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Retraksi Subcostal (+), Retraksi Suprasternal (+)

Abdomen : datar, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/-, CRT <2detik

A : neonatal infeksi

SAH

P : o2 Headbox

Infus D10%

Kcl 9,9 cc

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

Vitamin B6

OGT 8x 3,5-5cc

27 April 2013

14

Page 15: kejang neonatus sah

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak kurang aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (+), sianosis (-)

S : 36.9 0C

HR: 146 x/menit reguler

RR : 46 x/ menit

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A : neonatal infeksi

SAH

P : Infus D10%

Kcl 9,9 cc

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

Vitamin B6

28 April 2013

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak kurang aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

S : 36.10C

HR: 138 x/menit reguler

RR : 36x/ menit

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, eodem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, eodem -/-, CRT <2detik

15

Page 16: kejang neonatus sah

A : neonatal infeksi

SAH

P : Kcl 9,9 cc

Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

Gentamisin 2x 8 mg

Vitamin B6

29 April 2013

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak cukup aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

S : 36.2 0C

HR: 126 x/menit reguler

RR : 28 x/ menit

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A : neonatal infeksi

SAH

P : Dilantin %mg/kgbb/hari

Vitamin b6

San b plex 1x 0,3ml

Cefat 2x 62,5

30 April 2013

S: Demam (-), Kejang (-), Sesak (-), Ikterik (-), Sianosis (-), BAB-BAK normal

O: KU: gerak cukup aktif, menangis cukup kuat, tampak sesak (-), sianosis (-)

S : 36.60C

16

Page 17: kejang neonatus sah

HR: 184 x/menit reguler

RR : 32x/ menit

Mata : Ca-/-, SI-/-

Hidung : nafas cuping hidung (-)

Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-

Abdomen : datar, BU (+) meningkat, supel, timpani, turgor kulit baik

Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik

A : neonatal infeksi

SAH

P : Dilantin %mg/kgbb/hari

Vitamin b6

San b plex 1x 0,3ml

Cefat 2x 62,5

VII. RINGKASAN DATA DASAR

1. ANAMNESIS

Pasien bayi perempuan umur 7 hari, didapatkan bahwa pasien lahir pada usia

kehamilan 39 minggu menurut HPHT. Lahir secara normal dengan presentasi kepala

pada tanggal 21 April 2013 pukul 09.05, ketuban jernih. Berat badan lahir 3000 gram,

panjang badan 49 cm. Lahir dengan apgar score 6. Suhu badan 36,2OC, nadi 126

x/menit dan kecepatan pernafasan 42 x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi

tampak aktif,menangis kurang kuat.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Kesan umum :

Menangis kuat, gerak aktif, tampak sesak (-).

Tanda vital

1. Tekanan darah: tidak dilakukan pemeriksaan

2. Laju jantung : 116x/menit, reguler

3. Pernapasan : 46x/menit

4. Suhu : 36,6°C (Axilla)

17

Page 18: kejang neonatus sah

Status Generalis

3. Kepala

Mesocephal, ukuran lingkar kepala 35 cm, ubun-ubun besar masih

terbuka, teraba cekung, tidak tegang.

4. Mata

Mata cekung (-/-),sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

5. Hidung

Terpasang NGT, Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-),

6. Telinga

Bentuk normal, tulang rawan sempurna,

7. Mulut

Bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa (+)

8. Leher

Pendek, pergerakan baik

9. Paru dan Jantung

Dalam batas normal

10. Abdomen

Dalam batas normal

11. Tulang Belakang

Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele

12. Genitalia

Perempuan, Labia Mayor besar menutupi Labia Minor

13. Anorektal

Anus (+), diaper rash (-)

14. Ekstremitas

Dalam batas normal

15. Kulit

sianotik (-), ikterik (-), anemis (-), turgor kulit baik.

VIII. DAFTAR PERMASALAHAN

Kejang

Demam

18

Page 19: kejang neonatus sah

IX. DIAGNOSIS BANDING

1. Kejang

DD :

1. Hipoglikemia

2. Perdarahan Subarachnoid

3. Neonatal Infeksi

4. Asfiksia neonatorum

2. Neonatus aterm

DD:

1. SMK (Sesuai Masa Kehamilan)

2. BMK (Besar Masa Kehamilan)

3. KMK (Kecil Masa Kehamilan)

X. DIAGNOSIS KERJA

1. Neonatal Infeksi

2. Subarachnoid hematom

3. Neonatus aterm sesuai masa kehamilan

XI. TERAPI

TERAPI AWAL

Medikamentosa

1. o2 sungkup

2. Midazolam 0,6mg im

3. Infuse D10%

4. Ca Gluconas 20cc

5. Inj. Ceftazidim 2x 500/3 mg

6. Gentamisin 2x 8 mg

PROGRAM

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital

Jaga kehangatan

Awasi tanda-tanda gangguan pernapasan

Pertahankan Status Gizi

Rawat tali pusat

19

Page 20: kejang neonatus sah

XII. USULAN PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan darah rutin dan GDS ulang (atas indikasi)

XIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

20

Page 21: kejang neonatus sah

TINJAUAN PUSTAKA

Kejang Pada Neonatus

A. Definisi

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28 hari. Kejang

(konvulsi) merupakan gangguan fungsi otak tanpa sengaja paroksismal yang

dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktivitas motorik

abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.

Kejang pada neonatus adalah perubahan paroksismal fungsi neurologis

(tingkah laku dan atau fungsi motorik) akibat aktifitas yang terus menerus

dari neuron diotak dan terjadi dalam 28 hari pertama kehidupan pada bayi

cukup bulan atau sampai usia konsepsi 44 minggu pada bayi kurang bulan.2,6

B. Etiologi

Etiologi kejang pada neonatus adalah sebagai berikut :

a. Ensefalopati iskemik hipoksik

Merupakan penyebab tersering (60-65%) kejang pada BBL, biasanya

terjadi dalam waktu 24 jam pertama, dapat terjadi pada BCB maupun BKB

terutama bayi dengan asfiksia. Bentuk kejang subtle atau multifokal klonik

serta fokal klonik. Kasus iskemik hipoksik disertai kejang, 20 % akan

mengalami infark serebral. Manifestasi klinis ensefalopati hipoksik – iskemik

dapat dibagi dalam 3 stadium,yaitu : ringan, sedang dan berat. Manifestasi

kejang terjadi pada stadium sedang dan berat.2

b.Perdarahan Intrakranial

Perdarahan matriks germinal atau intraventrikel adalah penyebab

kejang tersering pada bayi preterm. Scher menentukan 45 % bayi preterm

dengan kejang mengalami perdarahan matriks germinal atau intraventrikel

(GMH-IVH). Perdarahan intrakranial sering sulit disebut sebagai penyebab

tunggal kejang, biasanya berhubungan dengan penyebab lain, yaitu :

-Perdarahan sub arachnoid

Perdarahan yang sering dijumpai pada BBL, kemungkinan karena

robekan vena superfisial akibat partus lama. Pada mulanya bayi tampak baik,

21

Page 22: kejang neonatus sah

tiba-tiba dapat terjadi kejang pada hari pertama atau hari kedua. Pungsi lumbal

harus dikerjakan untuk mengetahui apakah terdapat darah di dalam cairan

serebrospinal. Pemeriksaan CT-Scan sangat berguna untuk menentukan letak

dan luasnya perdarahan. Pemeriksaan perdarahan perlu dikerjakan untuk

menyingkirkan kemungkinan koagulopati. 7

-perdarahan subdural

Perdarahan ini umumnya terjadi akibat robekan tentorium di dekat

falks serebri. Keadaan ini akibat molase kepala yang berlebihan pada letak

verteks , letak muka dan partus lama. Darah terkumpul di fosa posterior dan

dapat menekan batang otak. Manifestasi klinis hamper sama dengan

ensefalopati hipoksik-iskemik ringan sampai sedang. Bila terjadi penekanan

pada batang otak terdapat pernapasan yang tidak teratur, kesadaran menurun,

tangus melengking, ubun-ubun besar menonjol dan kejang. Perdarahan pada

parenkim otak kadang-kadang dapat menyertai perdarahan subdural. Deteksi

kelainan ini dengan pemeriksaan USG atau CT-Scan. Perdarahan yang kecil

tidak membutuhkan pengobatan, tetapi pada perdarahan yang besar dan

menekan batang otak perlu dilakukan tindakan bedah untuk mengeluarkan

darah. Mortilitas tinggi, dan pada bayi yang hidup biasanya terdapat gejala

sisa neurologis. 2,7

-Perdarahan periventrikuler/ intraventrikuler

Gambaran klinis perdarahan intraventrikuler tergantung kepada

beratnya penyakit dan saat terjadinya perdarahan. Pada bayi yang mengalami

trauma atau asfiksia biasanya kelainan timbul pada hari pertama atau kedua

setelah lahir. Pada BKB dapat mengalami perdarahan hebat, gejala timbul

dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam berupa gangguan napas,

kejang tonik umum, pupil terfiksasi, kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan

stupor atau koma yang dalam. Pada perdarahan sedikit, gejala timbul dalam

beberapa jam sampai beberapa hari sampai penurunan kesadaran, kurang aktif,

hipotonia, kelainan posisi dan pergerakan bola mata seperti deviasi, fiksasi

vertical dan horizontal disertai dengan gangguan respirasi. Bila keadaan

memburuk akan timbul kejang. BCB biasanya disertai riwayat intrapartum

misalnya trauma, pasca-pemberian cairan hipertonik secara cepat terutama

natrium bikarbonat dan asfiksia. Manifesasi klinis yang timbul bervariasi

mulai dari asimtomatik sampai gejala yang hebat. Gejala neurologis yang

22

Page 23: kejang neonatus sah

paling umum dijumpai adalah kejang yang dapat bersifat fokal, multifokal

atau umum. Di samping itu terdapat manifestasi berupa apnu, sianosis, letargi,

jitteriness, muntah, ubun-ubun besar menonjol, tangis melengking dan

perubahan tonus otot.3

c. Metabolik

Penyebab paling sering kejang metabolik adalah :

- Hipoglikemia

Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL disebut hipoglikemia. Kadang

asimtomatis. Hipoglikemia yang berkepanjangan dan berulang dapat

mengakibatkan dampak yang menetap pada SSP. BBL yang mempunyai

resiko tinggi untuk terjadinya hipoglikemia adalah : Bayi Kecil untuk masa

kehamilan, Bayi Besar untuk masa kehamilan dan bayi dari Ibu dengan

Diabetes Mellitus. Hipoglikemi dapat menjadi penyebab dasar pada kejang

BBL dan gejala neurologis lainnya seperti apnu, letargi dan jiterness. Kejang

seperti hipoglikemia ini sering dihibungkan dengan penyebab kejang yang

lain. Hanya sekitar 3% yang benar disebabkan Karena hipoglikemia. Tidak

ada keraguan pemberian terapi dextrose intravena jika ditemukan kadar

glukosa rendah pada bayi kejang, untuk mengembalikan kadar gula darah

kembali secepatrnya.

- Hipokalsemia/ hipomagnesemia

Kejadian awal kejang akibat hipokalsemia pada hari pertama dan kedua. Lebih

sering didapatkan pada BBLR dan sering dihubungkan dengan keadaan

asfiksia serta bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Hipokalsemia

didefinisikan kadar kalsium < 7,5 mg/dL (<1,87 mmol/L), biasanya disertai

kadar fosfat > 3 mg/dL (> 0,95mmol/L), seperti hipoglikemia kadang

asimtomatis. Sering berhubungan dengan prematuritas atau kesulitan

persalinan dan asfiksia. Kadar magnesium yang rendah sering terjadi bersama

dengan hipokalsemi dan perlu diterapi agar memberikan respon yang baik

untuk menghentikan kejang. Mekanisme terjadinya hipokalsemia bersamaan

dengan hipomagnesemia belum jelas. Bila kejang pada bayi berat lahir rendah

yang disebabkan oleh hipokalsemia diberikan kalsium glukonat kejang masih

belum berhenti harus dipikirkan adanya hipomagnesemia. 2,7

- Hiponatremia dan hipernatremia

23

Page 24: kejang neonatus sah

Kadar natrium serum yang sangat tinggi, sangat rendah atau yang mengalami

perubahan dengan sangat cepat, sering terjadi pada kondisi tertentu seperti

Syndrome of Inappropreiate Anti-Diuretic Hormone (SIADH), sindroma

Bartter atau dehidrasi berat dapat menyebabkan kejang. SIADH berhubungan

dengan keadaan sekunder dari meningitis atau perdarahan intracranial, terapi

diuretika, kehilangan garam yang berlebihan atau asupan cairan yang

mengandung kadar natrium yang rendah, hiponatremia dapat terjadi akibat

minum air, pemberian infus intravena yang berlebihan atau akibat pengeluaran

natrium yang berlebihan lewat kencing dan feses. Hipernatremia terjadi akibat

dehidrasi berat atau iatrogenik atau sekunder akibat asupan natrium yang

berlebihan. Dapat juga terjadi akibat pemberian natrium yang berlebihan

secara oral maupun parenteral.3,6

d. Infeksi

Infeksi terjadi sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang BBL, bakteri,

nonbakteri maupun kongenital dapat menyebabkan kejang BBL, biasanya

terjadi setelah minggu pertama kehidupan.

Infeksi digolongkan menjadi

1. Infeksi akut

Infeksi bakteri atau virus pada SSP dengan atau tanpa keadaan sepsis dapat

mengakibatkan kejang, biasanya sering berhubungan dengan meningitis.

Kuman gram negative sering mengakibatkan infeksi intrakranial dan sistemik

pada BBL. Bakteri yang sering ditemukan adalah group B streptococcus,

Eschericia coli, Listeria sp, Staphylococcus dan Pseudomonas species.

2. Infeksi kronik

Infeksi intrauterin yang berlangsung lama : toxoplasmosis, rubella,

cytomegalovirus, herpes (TORCH), treponema pallidum .7

e. Kernikterus/ensefalopati bilirubin

Suatu keadaan ensefalopati akut dengan sekuele neurologis yang disertai

meningkatkan kadar serum bilirubin dalam darah. Bilirubin indirek

menyebabkan kerusakan otak pada BCB apabila melebihi 20mg/dl. Pada bayi

prematur yang sakit, kadar 10mg/dl sudah berbahaya. Kemungkinan

kerusakan otak yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh kadar bilirubin yang

tinggi tetapi tergantung kepada lamanya hiperbilirubinemia. BKB yang sakit

24

Page 25: kejang neonatus sah

dengan sindrom distress pernapasan, asidosis mempunyai risiko yang tinggi

untuk terjadinya kernikterus. Manifestasi klinis kernikterus terdiri dari

hipotonia, letargi dan refleks menghisap lemah. Pada hari kedua terdapat

gejala demam, regiditas dan posisi dalam opistotonus. Selanjutnya gambaran

klinis bulan pertama menunjukkan tonus otot meningkatkan progresif.

Sindrom klinis yang tampak sesudah tahun pertama meliputi : 1) disfungsi

ekstra piramidal biasanya berbentuk atetosis dan kora; 2)gangguan gerak bola

mata vertikal, ke atas lebih dari pada ke bawah, terdapat 90% kasus; 3)

kehilangan pendengaran frekuensi tinggi terdapat pada 60% kasus; 4) retardasi

mental terdapat pada 25% kasus.

f. Kejang yang berhubungan dengan obat

1.Pengaruh pemberhentian obat (Drug withdrawl)

Kecanduan metadon pada ibu hamil sering dikaitkan dengan kejang BBL

karena efek putus obat dari kecanduan heroin. Ibu yang ketagihan dengan obat

narkotik selama hamil, bayi yang dilahirkan dalam 24 jam pertama terdapat

gejala gelisah, jitteriness dan kadang-kadang terdapat kejang. Kejang akibat

putus obat (withdrawl) terjadi pertama kali pada usia 3 hari pertama dengan

onset rata-rata 10 hari. Kejang tersebut dapat menetap untuk beberapa bulan.

Tremor dialami oleh bayi yang mendapatkan infus narkotik jangka panjang

untuk mengurangi rasa sakit dan telah diperhatikan pula efek serupa dari

midazolam untuk sedasi pada BKB.

2.Intoksikasi anestesi local

Kejang akibat intoksikasi anestesi lokal/anestesi blok pada ibu yang masuk ke

dalam sirkulasi janin. Ini dapat terjadi akibat anestesi blok paraservikal,

pudendal atau epidural serta anestesi local pada episiotomi yang tidak tepat.

Curiga intoksikasi bila didapatkan pupil tetap dilatasi pada pemeriksaan reflek

pupil dan gerakan mata terfiksasi pada reflek okulosefalik (refle doll’s eye

menghilang). Bayi lahir menunjukkan Apgar skor yang rendah, hipotonia dan

hipoventilasi. Kejang terjadi dalam waktu 6 jam pertama

25

Page 26: kejang neonatus sah

kelahiran.Prognosisnya baik, bila diberikan pengobatan suportif yang

memadai akan membaik setelah 24-48 jam.6,8

Penyebab kejang lainnya yang jarang terjadi

g. Gangguan Perkembangan Otak

Kelainan disebabkan karena terganggunya perkebangan otak. Beberapa

kelainan susunan saraf pusat dapat menimbulkan kejang pada hari pertama

kehidupan. Penyebab yang sering ditemukan adalah disgenesis korteks serebri,

dapat disertai keadaan : dismorfi, hidrosefalus, mikrosefalus. Kelainan migrasi

sel saraf seperti lisensefali atau schizensefali dapat terjadi pada kejang BBL.

h. Kelainan yang diturunkan

1. Gangguan metabolisme asam amino

Kejang biasanya terjadi antara 5-14 hari setelah bayi lahir. Termasuk

kelainan ini adalah: maple syrup urine disease, isovaleric academia, glycine

encephalopathy, arginosuccsinic aciduria dan phenyketonuria

2. Ketergantungan dan kekurangan piridoksin

Kasus pertama kejang tak terkontrol yang berespon pada piridoksin

dilaporkan oleh Hunt dkk pada tahun 1954. Ketergantungan piridoksin terjadi

akibat gangguan metabolisme piridoksin. Dasar dari kelainan ini kemungkinan

karena kekurangan dalam pengikatan koenzim piridoksal fosfat pada glutamik

dekarboksilase, yaitu enzim yang terlibat dalam pembentukan gama-

aminobutyric acid (GABA). Kekurangan atau menghilangnya GABA, yaitu

suatu zat transmitter inhibisi yang dapat menimbulkan kejang . Kejang sering

terjadi pada jam pertama kehidupan, bahkan sejak dalam kandungan. Kejang

ini bersifat resisten terhadap antikonvulsan. Pada BBL dengan kejang yang

diduga karena gangguan metabolik, tidak membaik dengan pemberian

glucose, kalsium, antikonvulsan dan sebagainya dapat diberikan piridoksin

intravena sebaiknya dengan monitoring EEG. Sebelum pengobatan EEG

menjadi normal. Bila gambaran EEG normal dan serangan kejang berhenti,

diagnosis ketergantungan piridoksin dapat ditegakkan.

i. Idiopatik

26

Page 27: kejang neonatus sah

Kejang pada BBL yang tidak diketahui penyebabnya, secara relatif

sering menunjukkan hasil yang baik. Tetapi pada kejang beulang yang lama,

resisten terhadap pengobatan atau kejang terulang sesudah pengobatan

dihentikan menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan di otak. Pada

golongan idiopatik terdapat 2 hal yang perlu mendapat perhatian yaitu, kejang

BBL familial jinak dan kejang hari kelima

1.Kejang BBL familial jinak (Benign familial Neonatal seizures)

Kejang ini diturunkan secara autosomal dominan, pertama diketahui tahun

1964. Penanda genetik menunjukkan adanya mutasi pada kromosom 29q13.3

dan 8q.24. Kejang terjadi antara hari kedua dan hari kelima belas sesudah

lahir, dan kebanyakan (80%) dimulai pada hari kedua dan ketiga setelah lahir.

Jenis kejang biasanya klonik, sering berulang sampai beberapa puluh kali per

hari tetapi berhenti secara spontan setelah beberapa lama, biasanya serangan

kejang berhenti pada usia 6 bulan. Pada keadaan antara kejang bayi tampak

normal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga ada yang pernah

mengalami kejang. Kelainan elektrografis yang spesifik berupa gelombang

datar diikuti gelombang bilateral spike dan slow. Kejang dapat dihentikan

dengan obat-obatan biasa dan prognosis untuk perkembangan anak baik.

2. Kejang hari kelima (The Fifth day fits)

Kejang ini adalah kejang berulang antara hari ketiga dan ketujuh

kehidupan, paling sering terjadi pada hari ke 4 dan 5 (80-90%) berlangsung

hingga 2 minggu pada BCB dengan riwayat kelahiran normal dan tidak

terdapat kelainan neurologis pada beberapa hari pertama kehidupan. Serangan

kejang yang terjadi dapat berbentuk klonik fokal atau multifokal dan serangan

apneu. Penyebabnya masih merupakan misteri, meskipun kadar zinc pada

cairan serebrospinal yang rendah ditemukan pada beberapa kasus.

3. Bangkitan klonus pada BBL tidur (Benign Neonatal Sleep Mioklonus)

Kejang mioklonik hanya terjadi saat BBL tidur, dan EEG nya normal.

Mioklonus terjadi pada semua fase tidur meskipun frekuensinya tergantung

27

Page 28: kejang neonatus sah

fase tidurnya dan paling sering saat BBL tidur tenang. Kejang menghilang saat

usia 6 bulan. Tidak diperlukan terapi, dan orang tua harus diyakinkan jika

kejang ini pada akhirnya akan berhenti sendiri.

Awitan Kejang

Kebanyakan dimulai antara 12 hingga 48 jam setelah lahir. Penelitian

pada binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi

keadaan hipoksik iskemik dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang

pelepasan dan penghancuran glutamate selama fase reperfusi sekunder.

Keadaan yang sama dapat terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut member

kesan meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia. Awitan kejang

pada setiap etiologi dapat berbeda, perbedaan tersebut dapat digunakan untuk

memperkirakan penyebab kejang.

Etiologi Onset (hari)

0-3 >3 Kurang bulan Cukup bulan

Ensefalopati

Iskemik

hipoksik

+ +++ +++

Perdarahan

intracranial

+ + ++ +

J.Infeksi + + ++ ++

Gangguan

perkembangan

otak

+ + ++ ++

Hipoglikemia + + +

Hipokalsemi + + + +

Sindrom

epileptic

+ + +

Keterangan : +++ sering terjadi; ++jarang terjadi; + sangat jarang terjadi

Tabel 1. Awitan kejang berdasarkan etiologi11

28

Page 29: kejang neonatus sah

C. Epidemiologi

Angka kejadian kejang pada neonatus umumnya berkisar antara 1,5-14 per

100 kelahiran hidup. Kejadiannya lebih tinggi pada bayi kurang bulan (3,9%)

yaitu pada bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Di Amerika Serikat,

angka kejadian kejang pada neonatus belum jelas terdeteksi, diperkirakan

sekitar 80-120 per 100.000 neonatus per tahun. Perbandingannya antara 1-

5:1000 angka kelahiran. Menurut menurut SDKI 2002-2003 angka kematian

pada neonatus di Indonesia menduduki angka 57% dari angka kematian bayi

(AKB) sedangkan kematian neonatus yang diakibatkan oleh kejang sekitar

10%. 3,7

Di India angka insiden 5 per 1000 kelahiran hidup antara 1959 dan 1962.

Nasional Neonatal Perinatal Database (NNPD) dari India yang dikumpulkan

informasi dari 18 pusat dari di seluruh negeri pada tahun 2002-03 telah

melaporkan insiden 1.0%. 9

D. Klasifikasi

Klasifikasi kejang pada neonatal dibagi menjadi 2 yaitu clinical seizure

dan electroenchepalographic seizure. 9

-Clinical seizure : -subtle

-tonik

-klonik

-myoklonik

-Electroenchephalographic seizure : -Epileptic

-Non Epileptic 9

E. Patogenesis

Kejang pada neonatus berbeda dengan kejang pada bayi atau anak

yang lebih besar. Karena perkembangan otak neonatus yang belum sempurna.

Korteks pada neonatus belum matur dibandingkan batang otaknya.

Myelinisasi dan sinaps aksodendrit (sinaptogenesis) yang belum sempurna

pada daerah korteka menyebabkan penyebaran rangsang ke seluruh korteks

(sinkronisasi bilateral suatu rangsang) tidak terjadi. Rangsang dapat menyebar

perlahan-lahan ke hemisfer kontralateral dan tidak berlangsung sekaligus

29

Page 30: kejang neonatus sah

bersama-sama. Inilah yang menyebabkan kejang pada neonatus tidak pernah

bersifat kejang tonik klonik umum. 11

Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang

berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan

gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya

Natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya Kalium melalui membrane

sel. Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan energi yang

berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya

Natrium dan masuknya Kalium.

Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberapa hal :

1. Gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme

pompa Natrium dan Klaium. Hipoksemia dan Hipoglikemia dapt

mengakibatkan penurunan yang tajam produksi energi

2. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmiter dapat

mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan

3. Penurunan relatif inhibisi dibanding eksitasi neurotransmitter dapat

mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.

Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam

kadar glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau

meningkat disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme

transportasi pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang

ada. Kebutuhan oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk

mencukupi kebutuhan oksigen dan glukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi

kejang, dan pH arteri sangat menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan

aliran darah otak naik. Efek dramatis jangka pendek ini diikuti oleh perubahan

struktur sel dan hubungan sinaptik. 4

Fenomena kejang pada BBL dijelaskan oleh Volpe karena keadaan

anatomi dan fisiologi pada masa perinatal yang sebagai berikut 12:

Keadaan Anatomi susunan syaraf pusat perinatal :

- Susunan dendrit dan remifikasi axonal yang masih dalam proses pertumbuhan

- Sinaptogenesis belum

- Mielinisasi pada system efferent di cortical belum lengkap

Keadaan fisiologis perinatal

30

Page 31: kejang neonatus sah

- Sinaps exsitatori berkembang mendahului inhibisi

- Neuron kortikal dan hipocampal masih imatur

- Inhibisi kejang oleh system substansia nigra belum berkembang

Mekanisme penyebab kejang pada BBL

Kemungkinan penyebab Kelainan

Kegagalan mekanisme pompa

Natrium dan Kalium akibat

penurunan ATP

Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia

Eksitasi neurotransmitter yang

berlebihan

Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia

Penurunan inhibisi neurotransmitter Ketergantungan piridoksin

Kelainan membrane sel yang

mengakibatkan kenaikan

permiabilitas Natrium

Hipokalsemia dan hipomagnesemia

Tabel 2. Mekanisme Penyebab kejang pada BBL 10

F. Gejala klinis

Gejala dan tanda kejang yang sering ditemui pada neonatus adalah:

• Kejang Tonik (Kejang tonik dapat berbentuk umum atau fokal) 2,9

-Kejang tonik umum: Terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan (<

2500 gram). Fleksi atau ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau

batang tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian

bawah. Pada 85% kasus kejang tonik tidak berkaitan dengan perubahan

otonomis apapun seperti meningkatnya detak jantung atau tekanan darah, atau

kulit memerah.

-Kejang tonik fokal: Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas

atau batang tubuh atau deviasi tonik kepala atau mata kepala atau mata.

Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf

pusat yang difus dan perdarahan intraventrikular.

31

Page 32: kejang neonatus sah

• Kejang Klonik

Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan & berirama (1-3

/menit), penyebabnya mungkin fokal/multi-fokal. 2 Setiap gerakan terdiri dari

satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase yang lambat diikuti oleh

fase yang lambat. Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak

tidak akan menghambat gerakan tersebut. Biasanya terjadi pada neonatus

cukup bulan. Tidak terjadi hilang kesadaran. Berkaitan dengan trauma

fokal,infarks atau gangguan metabolik.

Dikenal 2 bentuk :

a. Fokal : terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi

unilateral dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan

ritmik dengan atau tanpa gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan

frekuensi 1-4 kali perdetik.

b. Multifokal : Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu

focus atau migrasi terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian

secara acak pindah ke ekstremitas lainnya. Bentuk kejang merupakan gerakan

klonik salah satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah

secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik

tungkai bawah kanan. Kadang-kadang karena kejang yang satu dengan kejang

yang lain sering bersinambungan, seolah-olah member kesan sebagai kejang

umum. Bentuk kejang ini biasanya terdapat pada gangguan metabolik. Kejang

ini lebih sering dijumpai pada BCB dengan berat lebih 2500 gram. 2,9

• Kejang Mioklonik

Terdiri dari : Kejang mioklonik fokal, multi-fokal atau umum.

-Kejang mioklonik fokal biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas.

Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan.

-Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan kejutan yg tidak

sinkron pd beberapa bagian tubuh.

-Kejang mioklonik umum terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala

dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini

berkaitan dengan patologi SSP yang difus 1

• Kejang “subtle”

32

Page 33: kejang neonatus sah

Bentuk kejang ini lebih sering terjadi disbanding tipe kejang yang lain,

hampir 50% dari kejang BBL baik pada BKB maupun cukup bulan.

Manifestasi klinis berupa orofasial, termasuk deviasi mata, kedipan mata,

gerakan alis (lebih sering pada BKB) yang bergetar berulang-ulang, mata yang

tiba-tiba terbuka dengan bola mata terfiksasi ke satu arah (lebih sering pada

BKB) gerakan seperti menghisap, mengunyah, mengeluarkan air liur,

menjulurkan lidah, mendayung, bertinju, atau bersepeda. Episode apneu dapat

disebabkan oleh kejang, diagnosis ini dipertimbangkan jika terdapat respon

yang lambat terhadap ventilasi dengan balon dan sungkup khususnya pada

neonates preterm dengan lesi intrakranial. 2

Gerakan yang menyerupai kejang pada BBL

1. Apneu

Pada BBLR biasanya pernapasan tidak teratur, diselingi dengan

berhentinya pernapasan 3-6 detik dan sering diikuti hiperpnea selam 10-50

detik. Bentuk pernapasan ini disebabkan belum sempurnanya pernapasan di

batang otak dan berhubungan denagn derajat prematuritas.

Serangan apneu yang termasuk gejala kejang apabila disertai dengan bentuk

serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia. Serangan apne tiba-

tiba disertai kesadaran menurun pada bayi berat lahir rendah perlu dicurigai

adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan pada batang otak. Pada

keadaan ini USG perlu segera dikerjakan.2

2. Jitterness

Jitterness adalah fenomena yang sering terjadi pada BBL normal dan

harus dibedakan dengan kejang. Jitterness lebih sering pada bayi yang lahir

dari ibu yang menggunakan mariyuana, dapat menjadi tanda dari sindroma

abstinensia BBL. Bentuk gerakan adalah tremor simetris dengan frekuensi

yang cepat 5-6 kali per detik. Jitterness tidak termasuk wajah (tidak seperti

kejang subtle) merupakan akibat dari sensitifitas terhadap stimulus dan akan

mereda jika anggota gerak ditahan.

Manifestasi klinis Jitterness Kejang

a. Gerakan abnormal

mata

- +

33

Page 34: kejang neonatus sah

b. Peka terhadap

rangsang

+ -

c. Bentuk gerakan

dominan

Tremor Klonik

d. Gerakan dapat

dihentikan dengan fleksi

pasif

+ _

e. Perubahan fungsi

autonom

- +

f. Perubahan pada tanda

vital dan penurunan

saturasi oksigen

+ _

Tabel 3. Perbedaan jitterness dan kejang2

3.Hiperekpleksia

Merupakan kelainan yang ditandai dengan hioertoni. Respon kejut ini

dapat terlihat seperti kejang mioklonik dan keluarnya suara dengan nada

tinggi. Hiperekpleksia kemungkinan sama dengan kondisi yang sebelumnya

disebut dengan sindroma stiff – baby herediter. Meslkipun gambaran EEG

normal, spasme tonik dapat berbahaya dan terapi sangat diperlukan 7

4. Spasme

Spasme pada tetanus neonatorum hampir mirip dengan kejang, tetapi

kedua hal tersebut harus dibedakan karena manajemen keduanya yang

berbeda.

G. Diagnosis

Diagnosis kejang pada BBL didasarkan pada anamnesis yang lengkap, riwayat

yang berhubungan dengan penyebab penyakitnya, manifestasi klinis kejang,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Faktor resiko :

- Riwayat kejang dalam keluarga

34

Page 35: kejang neonatus sah

Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa BBL pada anak

terdahulu atau bayi meninggal pada masa BBL tanpa diketahui penyebabnya.

- Riwayat kehamilan/ prenatal

Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil

Preeklamsia, gawat janin

Pemakaian obat golongan narkotika, metadon

Imunisasi anti tetanus, Rubela

- Riwayat persalinan

Asfiksia, episode hipoksik

Trauma persalinan

KPD (Ketuban Pecah Dini)

Anestesi lokal/ blok

- Riwayat pascanatal

Infeksi BBL, keadaan bayi yang tiba-tiba memburuk

Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini

Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat

Kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan

Waktu atau awitan kejang mungkin berhubungan dengan etiologi

Bentuk gerakan abnormal yang terjadi 1,2,13

2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi dan palpasi kepala : depresi, fraktur, moulase yang terlalu hebat

Transluminasi membantu diagnosis penimbunan cairan di subdural

setempat, atau adanya kelainan kongenital seperti porensefali atau

hidransefali. Bila ubun-ubun menonjol tanpa tanda-tanda infeksi selaput

otak dilakukan tap subdural secara hati-hati.11

Funduskopi sangat penting : perdarahan retina menunjukan kemungkinan

perdarahn intrakranial, koriorenitis dapat terjadi pada toxoplasmosis,

infeksi cytomegalo virus atau rubella. Adanya stasis vaskuler dengan

pelebaran vena dengan bentuk berkelok-kelok ditemukan pada sindrom

hiperviskositas. 9

Pemeriksaan jantung dan paru

Pemeriksaan kulit : petekie, sianosis, ikterus, dsb

35

Page 36: kejang neonatus sah

Pemeriksaan abdomen : hepatosplenomegali

Pemeriksaan neurologis : bentuk kejang, hemysnydrome, hilangnya reflex

moro, dsb

3. Pemeriksaan Laborat: Glukosa darah, Kalsium dan magnesium darah,

Pemeriksaan darah lengkap, diferensiasi leukosit dan trombosit, Elektrolit,

Analisis Gas Darah, Analisis dan kultur cairan serebrospinalis, Kultur darah.

4. Pemeriksaan lainnya

Titer TORCH

kadar amonia

USG kepala dan asam amino dalam urine.

EEG: Normal pada sekitar 1/3 kasus

USG kepala: Untuk perdarahan dan luka parut

CT Scan: Untuk mendiagnosis malformasi dan perdarahan otak 11

H. Diagnosis Banding

- Hipoglikemia

- Tetanus neonatorum

- Meningitis

- Asfiksia neonatorum

- Perdarahan intraventrikuler 2

I. Komplikasi

- Malformasi otak (15-20%)

- Retardasi mental

- Serebral palsy

J. Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam manajemen kejang adalah Pertahankan homeostasis

sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi). O2 harus mulai,

IV akses harus diamankan, dan darah harus dikumpulkan untuk gula dan

penyelidikan lain. Sejarah relevan harus diperoleh dan cepat klinis

36

Page 37: kejang neonatus sah

pemeriksaan harus dilakukan. Semua ini seharusnya tidak membutuhkan

lebih dari 2-5 menit.

Terapi etiologi spesifik :

- Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit

- Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan

akuades sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila

diduga hipokalsemia)

- Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis

- Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin,

kejang akan berhenti dalam beberapa menit 10,12

Terapi anti kejang :

- Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler dalam 5

menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB

sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit.

- Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB

intra vena dalam 30 menit.

- Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara

intramuskuler atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam

setelah loading dose.

- Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam

dosis terbagi tiap 12 jam. Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2

minggu setelah bebas kejang dan penghentian obat anti kejang sebaiknya

dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi otak bermakna pada

USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat akan

pulang. 1,3,5

Obat lain :

Golongan Benzodiazepin

- Kelompok ini obat mungkin diperlukan dalam 15% dari neonatal kejang.

Benzodiazepines umum digunakan adalah diazepam, lorazepam,

midazolam, dan clonazepam. Diazepam umumnya dihindari karena untuk

durasi pendek tindakan, indeks terapeutik yang sempit, dan karena

kehadiran natrium benzoate sebagai pengawet. Lorazepam pilihan di atas

diazepam karena memiliki durasi yang lebih lama dari tindakan dan hasil

37

Page 38: kejang neonatus sah

dalam kurang efek (sedation dan efek kardiovaskular). Midazolam adalah

bertindak lebih cepat daripada lorazepam dan dapat dikelola sebagai

sebuah infusi. Hal ini membutuhkan ketat pemantauan untuk depresi

pernapasan, apnea dan bradycardia. Dosis obat ini diberikan di bawah ini:

- Diazepam: bolus 0,25 mg/kg IV (0.5 mg/kg dubur); mungkin diulang 1 - 2

kali.

- Lorazepam: 0,05 mg/kg IV bolus lebih dari 2-5 menit; mungkin diulang

- Midazolam: 0,15 mg/kg IV bolus diikuti oleh infus 0.1 s.d. 0,4 mg/kg/jam.

- Clonazepam: 0.1%u20130.2 mg/kg IV bolus diikuti oleh infusi 10-30

mg/kg/hr. 2,13

K. Prognosis

Ini terutama tergantung pada penyebab primer gangguan ini atau

beratnya serangan. Pada kasus bayi hipoglikemia dari ibu diabetes atau

hipokalsemia akubat makan fosfat berlebihan, prognosisnya sangat baik.

Sebaliknya, anak dengan kejang yang bandel karena ensefalopati hipoksik-

iskemik atau kelainan sitoarkitektural otak biasanya tidak akan berespon

dengan anti konvulsan dan rentan terhadap status epileptikus dan kematian

awal. Tantangan pada dokter adalah untuk mengenali penderita yang akan

sembuh dengan pengpbatan segera dan mengjindari penundaan diagnosis yang

dapat menyebabkan cidera neurologis berat irreversibel. 8

a. Prognosisnya tergantung penyebab primer dan beratnya serangan.

b. Akhir-akhir ini prognosis bayi kejang lebih baik.

c.       Prognosisnya buruk bila :

1.      Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6

2.      Resusitasi yang tidak berhasil baik

3.      Kejang yang berkepanjangan (prolonged seizures)

4.      Kejang yang timbul <12 jam setelah lahir

5.      Bayi berat badan lahir rendah

6.      Adanya kelainan neurologik sampai bayi berumur 10 hari

7.      Adanya problematika minum yang terus berlanjut

d.      Best prognosis : hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan

subarachnoid

38

Page 39: kejang neonatus sah

e.       Worse prognosis : hipoglikemia, anoxia, brain malformation. 8,11

I. KESIMPULAN

1. Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur

pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak.

2. Kejang ini merupakan penyebab yang paling lazim untuk rujukan pada praktek

neurologi anak.

39

Page 40: kejang neonatus sah

3. Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit

metabolik, toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama

waktu selama waktu ini daripada pada periode kehidupan lain kapanpun.

4. Kejang neonatus tidak sama dengan kejang pada anak atau orang dewasa

karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama.

Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna

pada otak neonatus. Discharge kejang karenanya tidak dapat dengan mudah

dijalarkan ke seluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang menyeluruh.

Dengan perawatan yang baik dan benar diharapkan akan memperkecil angka

kejadian kejang pada neonatus.

Neonatal Infeksi

2.1 Definisi

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik

akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan

protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. Sepsis neonatal awitan dini

adalah kejadian sepsis pada neonates yang terjadi pada 72 jam setelah persalinan atau

5 – 7 hari pertama kehidupan. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan

40

Page 41: kejang neonatus sah

jarang karena protozoa. Sepsis awitan dini lebih sering didapatkan pada bayi kurang

bulan. Sepsis berat ialah sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskuler atau

disertai gangguan napas akut atau adanya gangguan dua organ lain (seperti gangguan

neurologis, hematologi, urogenital, dan hepatologi )

2.2 Klasifikasi

a. Sindrom Awitan Dini (Early Onset)

Sindrom awitan dini biasanya disebabkan oleh streptokokus B dan

L.monocytogenes. Sindrom awitan dini biasanya terjadi dalam 96 jam

kelahiran, biasanya dalam beberapa jam pertama kehidupan. Bayi premature

merupakan sekitar 30-50% jumlah pasien yang dilaporkan. Awitan biasanya

mendadak dan diikuti oleh perjalanan fulminan, dengan focus primer

peradangan pada paru, walaupun kadang-kadang ada meningitis. Apnea,

hipotensi, dan koagulasi intravascular diseminata menyebabkan perburukan

cepat dan sering menimbulkan kematian dalam 24 jam.

Pada pasien dengan gawat nafas, 60% menunjukkan roentgen dada dengan

pola retikuloglandular, dengan bronkogram udara yang tidak dapat dibedakan

dengan penyakit membrane hialin.

b. Sindrom Awitan Lanjut (Late Onset)

Biasanya terjadi dalan 2-4 minggu setelah kelahiran. Awitan berlangsung

tersembunyi. Kesulitan minum dan demam merupakan gejala yang paling

sering. Bayi dengan meningitis streptokokus B awitan lanjut jarang muncul

dengan hidrosefalus tanpa danya bukti akibat infeksi bakteri lain. Di antara

beonatus yang bertahan hidup melewati meningitis streptokokus grup B, 50%

akan menderita sejumlah kelainan neurologi, seperti keterbelakangan mental

yang berat, buta kortikalis, gangguan kejang, hidrosefalus, mikrosefalus, dan

kuadriparesis. Dapat pula timbul gejala sisa yang ringan, seperti tuli

sensorineural, hidrosefalus yang terhenti, kelambatan bahasa, dan

monoparesis.

c. Sindrom Lain

Kebanyakan infeksi neonatus tidak dapat dikategorikan dalam awitan lanjut

atau dini, tetapi meluas menjadi spectrum klinis yang lebar dan melibatkan

sejumlah organ. Berbagai manifestasi berikut telah dijumpai: selulitis, adenitis,

abses kulit kepala, impetigo, abses payudara, konjungtivitis, dan sebagainya.

Pada bakteremia transien asimtomatik, bayi secara klinis terlihat sehat, tetapi

41

Page 42: kejang neonatus sah

biakan darah biasanya dilakukan karena ada riwayat komplikasi obstetrik pada

ibu. Biakan ulang sebelum terapi antimikroba diberikan biasanya steril.

2.3 Epidemiologi

Angka kejadian/insiden sepsis di negara yang sedang berkembang masih

cukup tinggi (18 pasien/1000 kelahiran) dibanding dengan negara maju (1-5 paien

/1000 kelahiran). Kejadian sepsis juga meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan

berat badan lahir rendah (BBLR). Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 g)

kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna

dengan bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yang angka kejadiannya antara 8-9

perseribu kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita sepsis lebih

tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.3 Secara Nasional kejadian/insiden

sepsis neonatorum belum ada.

Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi

infeksi virus perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir,

Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya

enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal. Dari tahun ke

tahun insiden sepsis tidak banyak mengalami perbaikan, sebaliknya angka kematian

memperlihatkan perbaikan yang bermakna. Di Inggris, angka kematian sepsis

neonatal pada tahun 1985 – 1987 (25 – 30%) menunjukkan penurunan yang bermakna

dibandingkan dengan tahun 1996 – 1997 (menjadi 10%).

2.4 Etiologi

Bakteri penyebab SNAD (sepsis neonatorum awitan dini) umumnya berasal

dari traktus genitalia maternal yang tidak menyebabkan penyakit pada ibu. Sementara

SNAL (sepsis neonatroum awitan lambat) umumnya disebabkan oleh infeksi

nosokomial seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus, dan

Staphylococcus aureus. Perjalanan penyakit SNAD biasanya lebih berat dan

cenderung menjadi fulminan, yang dapat berakhir dengan kematian.

Meningoensefalitis dan sepsis neonatorum diketahu dapat juga disebabkan

oleh infeksi dari adenovirus, enterovirus, atau coxsakievirus. Sebagai tambahan,

penyakit menular seksual (seperti gonorrhea, sifilis, virus herpes, sitomegalovirus,

hepatitis, HIV, rubella, toxoplasmosis, Trichomonas vaginalis, dan spesies Candida)

ditemukan juga dapat mengakibatkan sepsis neonatorum.

2.5 Patofisiologi

42

Page 43: kejang neonatus sah

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus

melalui beberapa cara yaitu:

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus

masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi

adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes,

sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara

lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi karena

kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.

Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui

umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian

menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de

entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman

( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).

c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah

kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi

nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat

penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman

atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat

menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka

umbilikus.

Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan

gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya

menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi

organ.

Berlainan dengan pasien dewasa, pada bayi baru lahir terdapat berbagai

tingkat defisiensi sistem pertahanan tubuh, sehingga respons sistemik pada janin dan

bayi baru lahir akan berlainan dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi

awitan dini respon sistemik pada bayi baru lahir mungkin terjadi saat bayi masih

dalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory response syndrome

(FIRS), yaitu infeksi janin atau bayi baru lahir terjadi karena perjalanan infeksi kuman

vagina (ascanding infaction) atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu

yang menderita infeksi.

43

Page 44: kejang neonatus sah

Dengan demikian konsep infeksi pada bayi baru lahir, khususnya pada infeksi

awitan dini, perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat,

syok septik/renjatan septik, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.

Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan

definisi pada anak. Dengan demikian, definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila

terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected)

infeksi ataupun terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis bayi baru

lahir ditegakkan bila ditemukan satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai

gambaran klinis sepsis.

Gambaran klinis sepsis bayi baru lahir tersebut bervariasi, karena itu kriteria

diagnostik harus pula mencakup pemeriksaan penunjuang baik pemeriksaan

laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan

perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat

dikelompokkan dalam berbagai variabel, antara lain variabel klinik, variabel

hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variable inflamasi. Berbagai variable

inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang ditemukan pada keadaan

FIRS/SIRS.

Sistem Imun Janin dan Bayi Baru Lahir Imunitas seluler (sel T) berawal di

dalam rahim. Respons imun primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat

dirangsang di dalam janin pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imun

lain terhadap suatu antigen (IgG dan IgA), fagositosis neutrofil dan makrofag, dan

pembentukan zat-zat antara peradangan belum terdapat secara signifikan sampai 6-8

bulan setelah lahir. Hal ini membuat janin dan bayi baru lahir rentan terhadap infeksi

dan penyakit. Dalam uterus, antibody IgG ibu secara aktif dipindahkan melintasi sel-

sel plasenta dan dapat dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling sedikit 6 bulan

setelah lahir. Antibodi-antibodi ini menghasilkan imunitas pasif terhadap berbagai

mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lain dapat sampai ke

bayi melalui air susu.

Dalam sistem imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien

FIRS/SIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi

berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma.

Jumlah sitokin yang terkait dengan SIRS terus bertambah dan mencakup faktor

nekrosis tumor (TNF), interleukin (IL)-1,-6, dan -8, factor pengaktif trombosit

(platelet activating factor [PAF]) dan interferon. Sebagian sitokin (pro-inflammatory

44

Page 45: kejang neonatus sah

cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-α) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi

sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak

meredam infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh.

Baik sendirian ataupun kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin

proradang memicu respons fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader)

mikroba. Respons ini adalah:

(1) Aktivasi sistem komplemen

(2) Aktivasi faktor Hagenam (faktor XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-

tingkatan koagulasi

(3) Pelepasan hormon adrenokortikotropin dan beta-endorfin

(4) Rangsangan neutrofil polimorfonuklear

(5) Rangsangan sistem kalikrein kinin.TNF dan mediator radang lain meningkatkan

permeabilitas vascular, menimbulkan kebocoran kapiler difus, mengurangi

tonus vaskuler, dan terjadi ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan

kebutuhan metabolik jaringan.

Pembentukan Tissue Factor (TF) yang bersamaan dengan faktor VII darah

akan berperan pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi

faktor IX dan X sehingga terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan

pembentukan trombin yang berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi fibrin

dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi

normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena pembentukan plasminogen-

activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator proinflamasi (TNF-α).2

Demikian pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi

thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan

sepresi fibrinolisis.

Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin

darah yang dapat menimbulkan mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga

terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut mangakibatkan hipoksemia jaringan

dan hipo tensi sehingga terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi

multiorgan ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres

pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri dengan

kematian pasien.

45

Page 46: kejang neonatus sah

2.6 Faktor Resiko

Factor resiko terjadinya sepsis neonatorum dibagi atas faktor ibu, neonates dan

faktor lain-lain.

a. Faktor maternal terdiri dari:

1. Ruptur selaput ketuban yang lama

2. Persalinan prematur

3. Amnionitis klinis

4. Demam maternal

5. Manipulasi berlebihan selama proses persalinan

6. Persalinan yang lama

b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis,

tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan,

kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter

selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.

c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir

rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu.

d. Faktor Predisposisi

Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi

sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya

sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama

kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia,

diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus

dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma

lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat

gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban

pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan

pemberian minum buatan.

1. Faktor resiko mayor

a. Ketuban pecah > 2 jam

b. Ibu demam saat intrapartum, suhu > 380C

c. Korioamnionitis

d. Denyut jantung janin menetap > 160 x/menit

e. Ketuban berbau

2. Faktor resiko minor

46

Page 47: kejang neonatus sah

a. Ketuban pecah > 12 jam

b. Ibu demam saat intrapartum, suhu > 37,50C

c. Nilai Apgar rendah (menit ke-1 < 5 , menit ke-5 < 7).

d. Bayi berat lahir sangat rendah < 1.500 gram.

e. Usia gestasi < 37 minggu.

f. Kehamilan ganda

g. Keputihan yang tidak diobati

h. Infeksi saluran kemih (ISK)/ tersangka ISK yang tidak diobati

Umumnya, metode persalinan dilakukan dengan persalinan normal dan bedah

caesar. Metode yang dipilih akan terkait dengan angka kematian dan kesakitan, baik

bagi ibu maupun bayinya. Persalinan lewat bedah caesar terkait dengan kematian ibu

3 kali lebih besar dibandingkan persalinan normal. Angka kematian langsung akibat

persalinan caesar adalah sekitar 5.8 per 100.000 persalinan.

Di Amerika Serikat angka kelahiran caesar meningkat lebih dari 40 %, di

Eropa 30 %, Amerika Latin dan sebagian negara Asia mencapai 50% sejak 1996.

Penelitian juga menunjukkan, bayi yang dilahirkan dengan metoda caesar,

membutuhkan waktu kira-kira enam bulan untuk mencapai mikrobiota usus yang

serupa dengan bayi lahir normal, sehingga bayi Caesar memiliki resiko lebih tinggi

terhadap berbagai jenis penyakit. Saluran cerna penting artinya bagi kesehatan tubuh

manusia. Fungsi utama saluran cerna adalah mencerna dan menyerap zat gizi agar

kebutuhan tubuh dapat terpenuhi. Pada saluran cerna yang sehat mukosa usus mampu

menyerap mikronutrien penting dan menolak toksin serta patogen, dan dua pertiga

sistem kekebalan tubuh berada dalam saluran cerna.

Saluran cerna memiliki populasi mikroba yang beragam dan kompleks.

Mikrobiota saluran cerna ini mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi tubuh

dari serangan mikroorganisma patogen, merangsang sistem daya tahan tubuh,

membantu kinerja saluran cerna serta memproduksi vitamin-vitamin esensial.

Mikrobiota tersebut diperoleh sejak lahir dari mikrobiota ibu dan lingkungan.

Pada persalinan normal, bakteri dari ibu dan lingkungan sekitar membentuk

kolonisasi pada saluran cerna. Saat itu, bayi berpindah dari rahim ke lingkungan luar

melalui proses yang melibatkan kontraksi berjam-jam. Efeknya, bayi kontak secara

alami dengan mikrobiota ibu dan berkoloni diususnya. Mikrobiota, seperti

Bifidobacteria dan Lactobacilli, memegang peran utama mengaktifkan sistem

kekebalan.

47

Page 48: kejang neonatus sah

Namun, bayi yang lahir secara caesar kurang terpapar mikroba pada saat

dilahirkan. Apalagi bayi yang dilahirkan caesar juga sering kali terpapar antibiotika di

masa awal kehidupannya. Akibatnya kolonisasi bakteri menguntungkan (probiotik) di

saluran cerna terhambat. Padahal inisiasi koloni bakteri yang diperoleh bayi saat

persalinan normal berpengaruh kuat pada perkembangan dan pematangan sistem

kekebalannya, yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan bayi.

Pada saat lahir, sistem daya tahan tubuh masih belum dapat berfungsi dengan

baik atau belum sempurna. Mikrobiota memiliki peranan yang penting dalam

pematangan sistem daya tahan tubuh, khususnya dalam membentuk toleransi oral

(mulut) dan mengurangi resiko alergi.

Terdapat dua cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan dominasi bakteri

baik di saluran cerna bayi. Pertama, memberikan suplemen bakteri baik secara

langsung. Kedua dengan mendukung pertumbuhan bakteri baik yang sudah ada diusus

dengan pemberian makanan yang tepat.

Diketahui, air susu ibu (ASI) mengandung gizi terbaik untuk bayi. ASI

mengandung bakteri-bakteri yang menguntungkan (probiotik), disamping karbohidrat

tertentu yang mendukung pertumbuhan Bifidobacteria. Bayi yang lahir mengonsumsi

probiotik akan memiliki mikrobiota menguntungkan dalam jumlah banyak disaluran

cernanya. Banyak bukti yang tersedia untuk mendukung penggunaan probiotik bagi

bayi dengan tujuan untuk membentuk kolonisasi mikrobiota saluran cerna yang sehat

dan menyeimbangkan sistem daya tahan tubuh, yang pada akhirnya akan

meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko alergi.

2.7 Diagnosis

Diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik.

Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada

bayi baru lahir. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit

non infeksi berat lain pada bayi baru lahir. Diagnosa

Gejala klinik neonates sehat adalah tampak bugar, menangis keras, minum

kuat, napas spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur kehamilan

37 – 42 minggu, berat lahir 2500 – 4000 gram dan tidak terdapat kelainan bawaan/

mayor.

Menegakkan diagnosa sepsis pada neonates tidak mudah karena gejala

kelainannya tidak spesifik, dapat menyerupai keadaan lain yang disebabkan oleh non

infeksi. Diagnosis sepsis pada neonates ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

48

Page 49: kejang neonatus sah

pemeriksaan laboratorium darah, pemeriksaan penunjang dan kultur darah sebagai

gold standard.

Manifestasi klinis sepsis neonatorum

Susunan syaraf pusat Letargi atau lunglai, mengantuk,

aktivitas berkurang Iritabel atau rewel

Kardiovaskuler Pucat, sianosis, dingin, chummy skin

Respiratorik Takipnu, apneu, merintih, retraksi

Saluran Pencernaan Muntah, diare, distensi abdomen

Hematologik Perdarahan, jaundice

Kulit Ruam, purpura, pustula

Gupte (2003) membuat skor neonatal sepsis berdasarkan factor resiko.

Skor ini menilai apakah bayi memerlukan skrining sepsis atau pemberuian

terapi medikamentosa. Aplikasi : bila skor 3 – 5 lakukan skrining sepsis; skor > 5

pertimbangkan terapi.

Faktor Skor

Prematuritas

Cairan amnion yang berbau busuk

Ibu demam

Asfiksia (nilai apgar menit 1 < 6)

Partus lama

Pemeriksaan vagina yang tidak bersih

Ketuban pecah dini

3

2

2

2

1

2

1

Sumber : Suraj Gupte, Neonatal Septicemia, 2003

Laboratorium

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan (Septic Marker)

1. Hitung leukosit (N 5.000/ul-30.000/ul)

2. Hitung trombosit (N> 15.000/ul)

3. IT tasio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total): (N < 0,2) Usia 1 hari 3

hari 7 hari 14 hari 1 bulan IT rasio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12 4. CRP (N 1,0

mg/dl atau 10 mg/l) Beberapa uji laboratorium dapat membuktikan secara tidak

49

Page 50: kejang neonatus sah

langsung adanya infeksi bakteri. Selain itu dapat pula dipertimbangkan

pemeriksaan kultur darah, cairan spinal, dan pemeriksaan urin. Jika terdapat

focus infeksi yang lain, dapat juga diperiksa pada lokasi tersebut.

4. Rontgen dada harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik bayi yang

diduga sepsis. Pemeriksaan radiologi lain dapat diindikasikan bergantung dari

kondisi klinis tertentu. Ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI merupakan

teknik pencitraan paling berguna bila keadaan pasien mengizinkan.

FIRS/SIRS (Fetal inflammatory response syndrome) ditegakkan bila ditemukan dua

atau lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau

tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C),

waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x

109/L.

Dalam kurun waktu kurang lebih 2 dasawarsa terakhir beberapa pakar telah

menyusun kriteria diagnosis infeksi dan sepsis pada neonates berdasarkan sistim

scoring.

Sales Santos M, Bunye MO (1995) mengemukakan system scoring

hematologis untuk predoksi sepsis neonatorum, sebagai berikut :

Kriteria Skor

Peningkatan I/T rasio 1

Penurunan / peningkatan jumlah PMN total 1

I: M ≥ 0,3 1

Peningkatan jumlah PMN imatur 1

Peningkatan/penurunan jumlah lekosit total

sesuai umur

Bayi baru lahir ≥ 25.000/ mm3 atau ≤ 5000 /

mm3

1

50

Page 51: kejang neonatus sah

Umur 12-24 jam ≥ 30.000/ mm3

Umur > 2 hr ≥ 21.000/ mm3

Perubahan PMN

≥ 3 vakuolisasi, toksik granular, Dohle bodies

1

Trombosit < 150.000/mm3 1

Sumber : the complete blood count and hematologic finding as screending criteria for

neonatal sepsis, 1995

Bila jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis.

Penggunaan skor ini harus disesuaikan dengan klinis.

2.8 Pencegahan

a. Pada masa antenatal

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,

imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi

yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan

kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai

bila diperlukan.

b. Pada saat persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam

melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan

intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar

diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses

persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari

perlukaan kulit dan selaput lendir.

c. Sesudah persalinan

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,

pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap

bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka

umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan

memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir

dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum

dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai

pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang

51

Page 52: kejang neonatus sah

menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit

menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin

melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme

tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk

kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian

antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan

mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar

darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak

dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan

gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat

lain sesuai hasil tes resistensi.

Pemilihan antibiotik untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab

tersering dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera stelah

didapatkan hasil kultur darah, pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman

penyebab dan pola resistensinya.

Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana utama

pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive,

adjuvant therapy) bayak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortilitas

bayi.pengobatan tambahan atau terapi inkonvensional semacam ini selain mengatasi

berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertumbuhan tubuh bayi baru

lahir,juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit

dan cascade inflamasi pasien sepsis neonatal.

Pemilihan Antibiotik

Antibiotik Dosis Interval Keterangan

52

Page 53: kejang neonatus sah

Amoxicillin 15 mg/kg 8 jam -

Azithromycin 5–10 mg/kg 24 jam Terapi dan

profilaksis pada

Pertussis

Clindamycin 5 mg/kg 6-8 jam -

Erythromycin 10 mg/kg 6-12 jam Infeksi Klamidial

pada neonates usia

lebih dari 1 bulan

Fluconazole 3-6 mg/kg 24-72 jam Infeksi candida

Flucytosine 12,5-37,5 mg/kg 8 jam -

Neomycin sulfate 33 mg/kg 8 jam Etiologi

gastroenteritis

Rifampisin 10 mg/kg

5 mg/kg

24 jam

12 jam

Untuk TB

Untuk profilaksis meningokokus

Terapi Tambahan

1. Pemberian immunoglobulin

Pemberian immunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin

IVIG). Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan

dapatmeningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan

kemotaksis sel darah putih.

2. Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP)/ Tindakan transfusi tukar

Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan koagulasi yang diderita

pasien. Tindakan ini bertujuan untuk:

Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-

mediator penyebab sepsis

Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan

kapasitas oksigen dalam darah

Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan

berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.

53

Page 54: kejang neonatus sah

3. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan

pada penderita sepsis neonatorum. Hal ini terlihat dengan membaiknya sistem

imun yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian

transfusi packed red blood cells bertujuan mengatasi keadaan anemia dan

menjamin oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam R. Kejang Neonatus. Editor: Waldo E. Dalam: Buku Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta : EGC. 2000; (vol: 3 ed: 15) 2064-2066

2. Irawan G. Kejang dan spasme. Editor: Kosim M. Dalam: Buku Ajar

Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008; (edisi 1) 226-249

3. Adre J. Neonatal seizures. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of

neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 507-

23.

4. Depkes RI. Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit).

Metode tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes RI, 2001.

5. Sankar J, Agarwal R. Seizures in the newborn. Department of Pediatrics. All

India Institute of Medical Sciences. Dimuat pada tahun 2010. Diunduh dari

http://www.newbornwhocc.org diakses tanggal 14 januari 2012

6. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan

pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 84-

92

7. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology,

management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New

York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 310-3.

54

Page 55: kejang neonatus sah

8. Mizrahi EM, Kellaway P. Characterization and classification. In Diagnosis

and

management of neonatal seizures. Lippincott-Raven, 1998; 15-35

9. Young TE, Mangum B. Neofax, edisi ke-7, 2004 : 154-155

10. Etika R. Kejang pada Neonatus. Dimuat pada tahun 2010. Diunduh dari

http://www.pediatrik.com/ Diakses tanggal 8 januari 2012.

11. Barbara J. Stoll. Infections of the Neonatal Infant. In Nelson Textbook of

Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 623-639..

12. L. S. Prod'hom, J.-M. Choffat, N. Frenck, M. Mazoumi, J.-P. Relier and A.

Torrado. Care of the Seriously Ill Neonate With Hyaline Membrane Disease

and With Sepsis (Sclerema Neonatorum). Pediatrics 1974;53;170-181.

13. Ann L Anderson-Berry, Ted Rosenkrantz. Neonatal Sepsis. 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/964312 accessed at Oktober 10th,

2011.

14. Agus Harianto. Sepsis Neonatorum. 2010. Tersedia di:

http://www.pediatrik.com/isi03 Diakses tgl 10 Oktober 2011.

15. Ian R Friedland and George H McCracken. Sepsis dan Meningitis pada

Neonatus. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol. 1. Edisi 20. Jakart:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hlm 601-610.

16. M. William, Louis, M. Bell, Peter M. Bingham. (2003). The 5-Minute

Pediatric Consult. Lippincott Williams and Witkins.

17. Merck Online Manual. Introduction to Neonatal Infection. Available at

http://www.merckmanuals.com/professional/sec19 Accessed at Oktober 10th,

2011.

18. Aminullah A. Masalah Terkini sepsis neonatorum. Dalam : Update in neonatal

infection. Pendidikan berkelanjutan IKA XL VIII. Jakarta 2005 : 1-13

19. Gerdes JS. Diagnosis and Management of Bacterial Infection in the Neonate.

Pediat Clin N Am 2004 : 939-59

20. Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Jakarta : Depkes

21. World Health Organization. 2005. Report Perinatal Mortality.

22. Sepsis Neonatorum. Dalam Standard Pelayanan Medik RSUP DR.

SARDJITO. Edisi 2. Jogjakarta: Medika FK UGM; 2000; h. 35-6

55