6
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran : Perihal R-045a/ F/2./ 2001 Rahasia 1 (satu berkas Kewenangan jaksa sebagai Penyidik berdasarkan UU No 31 Tahun 1999 Jakarta, 16 Februari 2001 KEPADA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI 01- SELURUH INDONESIA Sehubungan dengan adanya pertanyaan dari beberapa Kajati tentang kewnangan Jaksa untuk melakukan penyidikan berdasarkan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tmdak Pidana Korupsi, dengan ini disampaikan hal - hal sebagai beriJrut : 1. Jiwa dari era Refonnasi agar pembangunan dapat berdaya guna dan berhasil guna adalah Ketetapan MPR - RI Nomor XII MPRI 1998 ten tang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2. Mengacu kepada amanat MPR - RI tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR - RI) bersama dengan Presiden RI telah berhasil mengundangkan beberapa undang - undang yang merupakan penjabarannya, yaitu antara lain Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan disusul kemudian dengan undang - undang Nomor 31 Tahun 1999 ten tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 3. Diantara ketentuan - ketentuan yang ada didalam undang - undang Nomor 28 Tahun 1999 yang erat kaitannya dengan kewenangan Jaksa sebagai penyidik dalam tindak pidana korupsi ialah pasal- pasal 1, 12, 17, 18,20, 2 J, dan 22 beserta penjelasannya. 4. Beberapa hal yang perJu dicennati dari isi pasal 17 dan 18 UU No 28 Tahun 1999 beserta penjelasannya adalah sebagai berikut : 129

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA · Demikian halnya juga bukan sebagai Penuntut Umum, karena hasil penyelidikan dari Komisi Pemeriksa itu tidak dibuat secara "Pro Justia"

Embed Size (px)

Citation preview

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIAJAKARTA

NomorSifatLampiran :Perihal

R-045a/ F/2./ 2001Rahasia1 (satu berkasKewenangan jaksa sebagaiPenyidik berdasarkan UUNo 31 Tahun 1999

Jakarta, 16 Februari 2001

KEPADAKEPALA KEJAKSAAN TINGGI01-

SELURUH INDONESIA

Sehubungan dengan adanya pertanyaan dari beberapa Kajati tentangkewnangan Jaksa untuk melakukan penyidikan berdasarkan Undang - UndangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tmdak Pidana Korupsi, dengan inidisampaikan hal - hal sebagai beriJrut :

1. Jiwa dari era Refonnasi agar pembangunan dapat berdaya guna dan berhasilguna adalah Ketetapan MPR - RI Nomor XII MPRI 1998 ten tangPenyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi danNepotisme.

2. Mengacu kepada amanat MPR - RI tersebut, maka Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia (DPR - RI) bersama dengan Presiden RI telah berhasilmengundangkan beberapa undang - undang yang merupakan penjabarannya,yaitu antara lain Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999 tanggal 19 Mei1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme dan disusul kemudian dengan undang - undang Nomor31 Tahun 1999 ten tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Diantara ketentuan - ketentuan yang ada didalam undang - undang Nomor28 Tahun 1999 yang erat kaitannya dengan kewenangan Jaksa sebagaipenyidik dalam tindak pidana korupsi ialah pasal- pasal 1, 12, 17, 18,20, 2 J ,dan 22 beserta penjelasannya.

4. Beberapa hal yang perJu dicennati dari isi pasal 17 dan 18 UU No 28 Tahun1999 beserta penjelasannya adalah sebagai berikut :

129

4.1. Pada pasal 17 digariskan tentang kewenangan Komisi Pemeriksa hanyasebatas melakukan penyelidikan yang tertera secara eksplisit pada ayat(2) huruf c dan d;

4.2. Sebagai kelanjutannya, pada pasal 18 ayat (3) dinyatakan pula secarategas bahwa apabila hasil pemeriksaan yang dilakukan Kornisi Pemeriksamenemukan petunjuk adanya perbuatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotismemaka hasilnya akan diserahkan kepada Instansi yang berwenag. untukditindak lanjuti.

Yang dimaksud dengan "Instansi yang berwenang" menurutpenjelasan pasal18 ayat (3) adalah Badan Pemeriksaan Keuangan danPembangunan. Kejaksaan Agung, Kepolisian.

Dalarn hubungan itu, apabila Kornisi Pemeriksa menyerahkan hasilpenyelidikannya kepada Kejaksaan Agung, pertanyaan yang timbuladalah dalam kapasitas apa kejaksaan Agung menerima hasilpenyelidikan tersebut, apakah sebagai penyidik, penuntut umum atausebagai eksekutor?

Sudah pasti bukan sebagai eksekutor karena hasil penyelidikandari Kornisi Pemeriksa itu belum pernah diputus/ disidangkan olehPengadilan. Demikian halnya juga bukan sebagai Penuntut Umum,karena hasil penyelidikan dari Komisi Pemeriksa itu tidak dibuat secara"Pro Justia" (untuk Keadilan), dan Komisi Pemeriksa bukanlah aparatpenyidik yang diatur oleh KUHAP. Apabila hasil penyelidikan olehKomisi Pemeriksa tersebut oleh Penuntut umum langsung dilimpahkanke Pengadilan, maka sudah pasti akan ditolak oleh pengadilan sehinggasupaya hasil penyelidikan komisi pemeriksa dapat diterima olehPengadilan maka harus dilakukan penyidikan dahulu oleh aparat yangberwenang.

Jika demikian halnya, maka hasil penyelidikan dari KomisiPemeriksa yang diterima oleh Kejaksaan Agung terse but adalah dalamkapasitasnya sebagai penyidik, dengan tujuan untuk ditindak lanjuitiWhat pasal 18 (3), Yaitu untuk dilakukan penyidikan dengan bertitiktolak dari hasil penyelidikan Komisi Pemeriksa tersebut.

4.3. Penjelasan pasal 18 (3) alinea pertama selengakapnya berbunyi sebagaiberikut:

130

"Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mempertegas ataumenegaskan perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi Pemeriksaselaku pemeriksa harta kekayaan Penyelenggara Negara dan ~Kepolisian dan Kejaksaan".

Yang perlu mendapat perhatian dari penjelasan ini adalahditegaskannya perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi Pemeriksayang tidak bersifat 'pro yutitia' dengan fungsi Kepolisian dan Kejaksaansebagai penyidik yang bersifat "pro yustitia" atau "Untuk Keadilan".Dari rangkaian kalimat yang tersebut diatas maka dapat disimpulkanbahwa menurut VU No. 28 Tahun 1999.Jaksa adalah sebagai penyidik, khususnya dalam pekara tindak pidanakorupsi.

5. Pasal26 Undang - undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan : "Penyidikan,penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tindak pidanakorupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecualiditentukan lain dalam Undang - undang ini".

Sebagian orang berpendapat bahwa pasal ini adalah merupakan "titiklemah" bagi Kejaksaan yang terdapat didalam UU No. 31 Tahun 1999,sehingga legitimasi Jaksa sebagai penyidik harus dipertanyakan. Dasarpemikiran dari kelompok ini adalah bertumpu kepada anak kalimat :"dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku", yang berartiseolah-olah dasar dilakukannya penyidikan dalam VU No. 31 Tahun 1999ini hanyalah Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaidiatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, sehingga yang berwenangmelakukan penyidik hanyalah penyidik Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PPNS)sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 KUHAP.

Sesungguhnya pengertian anak kalimat "dilakukan berdasarkan HukumAcara Pidana yang berlaku" adalah tidak hanya terbatas pada VU No. 8 Tahun1981 tentang KUHAP saja, tetapi juga hukum acara pidana yang diatur didalamundang - undang lain selain KUHAP sepanjang mengatur ten tang tindakpidana korupsi, sebab pada anak kalimat itu juga hanya ditentukan "hukumacara pidana". Tidak menunjuk secara langsung kepada Undang - undangtertentu. Kini pertanyaan berikutnya adalah adakah "hukum acara pidana"yang lain selain dari pada yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981?Jawabannya ialah Ada, yaitu antara lain UU No. 28 Tahun 1999 tentang

131

Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi danNepotisme dan didalam UU No. 31 Tabun 1999 sendiri serta pp No. 19 Tabun2000. Berdasarkan doctrine! ilmu pengetabuan hukum pidana, "pengertian"hukum acara pidana" adalah cara bagaimana hukum pidana materiildilaksanakan, sehingga beranjak dari pengertian tersebut, didalam UU No.28 Tabun 1999 telah tersurat dan tersirat ketentuan - ketentuan hukumacara pidana sebagai berikut :Pasal12 (1) : "Komisi Pemeriksa mempunyai fungsi untuk mencegah

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dalampenyelenggaraan negara"

Korupsi, kolusi dan nepotisme berdasarkan VU No. 28 tahun 1999 adalabsebagai hukum pidana materiil, hal mana dapat dilihat dalam pasal 1 ayat (3),(4), (5) jo pasal20 ayat (2) jo pasal 21 jo pasal22 VU No. 28 Tabun 1999.

Korupsi:Pasal 1 angka 3 :"Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuanperundang - undangan yang mengatur ten tang tindak pidana korupsi" (UUNomor 31 Tahun 1999).

Kolusi:Pasal 1 angka 4"Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antarPenyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lainyang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara" (Hukum PidanaMateriil).

Nepotisme:Pasal 1 angka 5"Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawanhukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara" (Hukum Pidana Materiil).

Sanksi:Pasal 20 ayat (2)"~etiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam pasal 5 angka 4 atau 7 dikenakan sanksi pidana danatau sanksi perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang _undangan yang berlaku" (Hukum Pidana Materiil).

132

Pasal21"Setiap Penyelenggara Negara atau anggota Komisi Pemeriksa yangmelakukan Kolusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun danpaling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikitRp. 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyakRp. 1.000.000.000.- (satu milyar rupiah)" (Hukum Pidana Materiil)

Pasal22"Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yangmelakukan Nepotisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pal-ing lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000.- (satu milyar rupiah]" (Hukum Pidana Materiil)Kembali pada pengertian Hukum Acara Pidana, siapakah yangmempunyai tugas dan wewenang dan cara bagaimana menegakkanlmelaksanakan hukum pidana materiil sebagaimana diatur dalamketentuan pasall ayat (3), (4). dan (5) jo, pasal20 ayat (2) jo, pasal21jo, pasal 22 tersebut.Kiranya perlu dicermatil diperhatikan bahwa deliet (hukum pidanamateriil) sebagaimana disebutkan diatas, adalah sebagai "lexspecialis"dalam pengertian yang khusus dilakukan hanya oleh"Penyelenggara Negara dan Anggota Komisi Pemeriksa"Karena itu siapa yang mempunyai tugas dan wewenang serta carabagaimana melakukan tindakan hukum terhadap Penyelenggara Negarayang melanggar ketentuan tersebut, dengan kata lain dimana danbagaimana hukum acaranya, dapat kita lihat pada pasal 17, 18 dan 19VU No. 28 Tahun 1999, sebagai berikut:

Pasal17 :(1) Komisi pemeriksa mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan

pemeriksaan terhadap kekayaan Penyelenggara Negara.

(2) Thgas dan wewenang Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat(I) adalab :

a. Melakukan pemantauan dan klarifikasi atas harta kekayaanPenyelenggara Negara.

133

b. Meneliti laporan atau pengaduan masyarakat, Lembaga SwadayaMasyarakat, atau Instansi Pemerintah tentang dugaan adanya korupsi,kolusi dan nepotisme dari para Penyelenggara Negara ;

c. Melakukan penyidikan atas inisiatif sendiri mengenai harta kekayaanPenyelenggara Negara berdasarkan petunjuk adanya korupsi, kolusi dannepotisme terhadap Penyelenggara Negara yang bersangkutan ;

d. Mencari dan memperoleh bukti - bukti menghadirkan saksi -saksi untukpenyelidikan Penyelenggara Negara yang diduga melakukan korupsi,kolusi, dan nepotisme atau meminta dokumen - dokumen dari pihak -pihak yang terkait dengan penyelidikan harta kekayaan PenyelenggaraNegara;

e. Jika dianggap perlu, selain meminta bukti kepernilikan sebagian atauseluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara yang diduga diperolehdari korupsi, kolusi dan nepotisme selama menjabat sebagaiPenyelenggara Negara, juga meminta pejabat yang berwenangmembuktikan dugaan terse but sesuai dengan ketentuan peraturanperundang -undangan yang berlaku.

PasaI19 :(1) Pemantauan dan evaluasi atau pelaksana tugas dan wewenang Komisi

Pemeriksa dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Dari ketentuan tersebut yang perlu dicatat adalah selain merupakan "lexspecialis" hukum acara diluar KUHAP" , adalah juga lex specialis dalamsubstansinya.Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa "mekanisme" penyelidikan dalamKUHAP sebagai sub sistem dari penyidikan, kewenangan penyelidik dibatasiyaiut bahwa dalam melakukan penyelidikan tidak sampai melakukanupayapaksa; akan tetapi penyelidik (khusus) dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 diberikewenangan melakukan upaya paksa, sebagaimana terdapat dalam :

Pasal18 :( 1) Hasil pemeriksaan Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

disampaikan kepada Presiden. Dewan Perwakilan Rakyat, dan BadanPemeriksa Keuangan.

(a) PasaI17 ayat (2)huruf d :Tugas dan wewenang Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalamayat (1) adalah "mencari dan memperoleh bukti - bukti, menghadirkansaksi - saksi, untuk penyelidikan Penyelenggara Negara yang didugamelakukan korupsi, kolusi dan nepotisme atau meminta dokumen -dokumen dari pihak - pihak yang terkait dengan penyelidikan hartakekayaan Penyelenggara Negara yang bersangkutan".Note:Tindakan menghadirkan dan meminta diserahkannya dokumen -dokumen dari pihak terkait adalah sebagai upaya paksa.

(3) Pemeriksa kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dilakukan sebelum, selama, dan setelah yang bersangkutan menjabat.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan kekayaan Penyelenggara Negarasebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) diatur dengan PeraturanPemerintah.

134

(b) Pasal 17ayat (2)huruf e :Tugas dan wewenang Komisi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalamayat (1) adalah "jika dianggap perlu, selain meminta bukti kepemilikansebagian atau seluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara yang didugadiperoleh dari korupsi, kolusi, dan nepotisme selama menjabat sebagaiPenyelenggara Negara, juga meminta pejabat yang berwenangmembuktikan dugaan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturanperundang - undangan yang berlaku :Setelah dari hasil penyelidikan diperoleh alat bukti pemeriksaan yangcukup, selanjutnya peyelidik menyerahkannya kepada Pejabat yangberwenang khususnya bagi Kejaksaan untuk ditindak lanjuti denganpenyidikan sebagaimana telah dikupas pada butir 4.2Dengan demikian menurut Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999,secara tegas dinyatakan bahwa jaksa adalah penyidik, khususnya yang

(2) Khusus hasil pemeriksaan atas kekayaan Penyelenggara Negara yangdilakukan oleh Sub Kornisi Yudikatif, juga disampaikan kepada MahkamahAgung.

(3) Apabila dalam hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayar (1)ditemukan petunjuk adanya korupsi, kolusi, atau nepotisme, maka hasilpemeriksaan tersebut disampaikan kepada instansi yang berwenang sesuaidengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku, untukditindaklanjuti.

135

dilakukan oleh Penyelenggara Negara.Sudah barang tentu hukum acara tersebut tidak diberlakukan untukpenyelidik diluar Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999 , karenabagi penyelidik diluar Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999 tetapberlaku KUHAP.Dengan demikian sebenarnya pasal 26 UU Nomor 31 Tahun 1999bukanlah merupakan "titik lemah" bagi keabsahan kewenanganKejaksaan sebagai penyidik, tetapijustru sebaliknya adalah merupakanpasal yang wajar, hanya sebagian orang dalam mengartikannya terpakupada KUHAP saja, tanpa mengindahkan hukum acara pidana yang adadiluar KUHAP.

7. Pasal39 Undang - undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan "JaksaAgung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan,penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukanbersama - sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum danPeradilan Militer."Pengertian "mengkoordinasikan", secara tegas menurut penjelasan pasal39 adalah kewenangan Jaksa Agung sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Undang - undang Nomor 5 Tahun 1991tentang Kejaksaan Agung RI, yang berarti dilakukan bersama - samadengan instansi lain, sedangkan pengertian "mengendalikan". Yangdihubungkan masing - masing dengan suku kata "penyelidikan" dan"penuntutan " adalah sebagai berikut :

136 137

6. Pasal 27 Undang - undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan :"Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sul it pembuktiannya,maka dapat dibentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung."Selanjutnya penjelasan pasal27 mengemukakan, yang dimaksud dengan"tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya". Antara lain tindakpidana korupsi dibidang perbankan, perpajakan, pasar modal,perdagangan, dan industri, komoditi berjangka atau dbidang moneterdan keuangan yang :a. Bersifat lintas sektoral;b. Dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih, atau ;c. Dilakukan oleh tersangka/ terdakwa yang berstatus sebagai

Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yangBersih dan Bebas dari Korupsi.

Dengan mengacu kepada penjelasan pasal27, khususnya huruf c yangmenunjuk kepada eksistensi Undang - undang Nomor 28 Tahun 1999terhadap Undang - undang Nomor 31 Tahun 1999. sehingga dengandemikian memberlakukan dan menjadikan UU Nomor 28 Tahun 1999sebagai dasar hukum terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999, makakesimpulan bahwa Jaksa dalah sebagai penyidik sebagaimana diaturdalam UU No. 28 Tahun 1999telah mempunyai dasar hukum untukdiberlakukan pada UU nomor 31 Tahun 1999.Dengan demikian tugas yang dibebankan oleh pasal 27 kepada JaksaAgung adalah merupakan "tugas khusus" dalam kapasitasnya sebagaipenyidik, yaitu khusus terhadap perkara korupsi yang sulitpembuktiannya.

Mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, berartiJaksa Agung memimpin, memerintah dan mengarahkan suatukebijaksanaan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,sehingga dengan dernikian Jaksa Agung mempunyai kewenanganuntuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalamsuatu perkara Tindak Pidana Korupsi.

8. Ada orang yang membandingkan antara UU Nomor 31 Tahun 1999dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan penerapan azas "LexPosteriori derogat legi priori" yaitu hukum yang kemudianmenyingkirkan hukum terdahulu, dalam hal ini dianggap bahwa denganberlakunya UU Nomor 31 Tahun 1999, maka UU Nomor 28 Tahun1999 tidak berlaku lagi, padahal dalam kenyataanya justru diantara keduaUU tersebut terjadi saling isi mengisi, apalagi kedua UU tersebutmempunyai sumber hukum yang sama yaitu Ketetapan MPR - RI NomorXII MPRl1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebasdari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sebagaimana diutarakan pada angka1 dan angka 2.

Sesungguhnya azas dimaksud baru dapat diterapkan apabila satuhal yang sama diatur oleh 2 (dua) Undang-Undang yang berbeda,sedangkan apabila mengatur tentang hal-hal yang berbeda maka azastersebut tidak dapat diterapkan.

Selain dari pada itu, perlu pula diungkapkan bahwa berdasarkanpasal 24 UU Nomor 28 Tahun 1999, dinyatakan bahwa : "Undang -undang ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan H,yang berarti mulai berlakunya UU No. 28 Tabun 1999 ini adalah pada

tanggaII9 Nopember 1999, sedangkan UU Nomor 31 Tahun 1999 sudahmuali berIaku sejak tanggal 16 Agustus 1999.

Dengan demikian, meskipun UU No. 28 Tahun 1999 terlebihdahuIu disahkan dan diundangkan yaitu tanggal 19 Mei 1999, akan tetapimuIai berlakunya secara tegas dinyatakan baru pad a tanggal 19 No-vember 1999, yaitu 3 bulan kemudian setelah berlakunya UU No 31Tahun 1999.

Itu berarti bahwa pada saat UU No. 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah berlaku pada tanggal 16Agustus 1999, ternyata UU No. 28 Tahun 1999 dinyatakan berlaku.Dan baru pad a tanggal 19 November 1999 dinyatakan berlaku padatanggal 19 November 1999 tersebut sudah tennasuk di dalamnya UUNomor 31 Tahun 1999 sebagai VU yang berlakunya kemudian.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 tentangTim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakanperaturan pelaksanaan dari UU No. 31 Tahun 1999 ten tangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada pasall6 menyatakan secarategas bahwa Jaksa masih tetap berstatus sebagai penyidik, yang untukjelasnya bunyi pasal 16 tersebut adalah sebagai berikut :"Dalam hal penyidik Kepolisian Republik Indonesia atau Kejaksaanmenemukan tindak pidana korupsi yang sulitpembuktiannya. maka alaspersetujuan Jaksa Agung selaku koordinator maka penyidikan danpenuntutan terhadap tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh TimgGabungan"

Dari bunyi pasal16 ini kiranya sangat jelas bahwa Kejaksaan masihtetap mempunyai kewenangan untuk meIakukan penyidikan terhadaptindak pidana korupsi, oIeh karena makna dari pasal tersebut adaIahseteIah terlebih dahuIu diIakukan penyidikan oIeh PoIri atau Kejaksaanterhadap suatu kasus tindak pidana korupsi. Barn dapat ditentukanapakah suatu kasus tennasuk suit pembuktiannya atau tidak, jika salahsatu dari instansi tersebut meniIai bahwa kasus itu tennasuk tindak pidanakorupsi yang mudah pembuktiannya maka penanganan tetap diIanjutkanoIeh instansi yang bersangkutan. Tegasnya proses penyidikan teIahterlebih dahuIu diIakukan oIeh Polri atau Kejaksaan.

10. Dengan mendasarkan kepada:

138

10.1. UU Nomor 28 Tahun 1999 beserta penjelasannya jo UU Nornor31 Tahun 1999 beserta penjelasanny a;

10.2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2(x)() beserta penjclasannya.Jaksa tetap mempunyai kewenangan untuk mel aku kar-penyelidikan dan penyidikan dalam perkara Tindak Pidana Korupsisebagaimana diatur dan diancam dalam VU No. lJ Tahun 109')kecuali terhadap Tindak Pidana Korupsi sebagaimana ditentukaudalam Pasal 27 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 y,lngmenjadi porst atau kewenagan dari Tim Gabungan Pcmberanta-u

Tindak Pidana Korupsi.

11. Sebagai bahan perbandingan bersama ini kami sampaikan photo CfT"

beberap a putusan Pengadilan Negeri yang sejak awal mendv.ark..»penyidikannya kepada Undang - undang Nomor 31 Tahun 199Q o:·_~;Jaksa setempat.

Demikian agar dimaklumi dan dibarapkan keraguan - raguan alas kew cnun f!.<ili

penyidik oleh Jaksa dapat dihilangkan.

JAKSA AGUNG MUDATINDAK PIDANA KHUSUS

Cap / ttd.

B. FACHRl NASUTION, SH

Tembusan:1. Yth, Bapak Jaksa Agung RI

(sebagai laporan);2. Yth. Para Jaksa Agung Muda;3. Yth. Ses Jam Pidsus;4. Yth. Para Direktur Pidsus;5. Arsip.

139