23
KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN SOSIAL BUDAYA Kelompok 14 Harisa Permata Sari Sri Hariyati Gita sukma

kehati indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bermacam kehati indonesia

Citation preview

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN SOSIAL BUDAYA

Kelompok 14

Harisa Permata Sari

Sri Hariyati

Gita sukma

Kaitan Kekayaan Budaya Dengan Keanekaragaman Hayati

Kebudayaan terkait erat dengan keanekaragaman hayati karena secara umum kebudayaan berkembang menyesuaikan dengan keadaan alam sekitarnya.

Masyarakat Mentawai hanya memperbolehkan orang-orang tertentu untuk menangkap penyu dan jumlah hasil buruan juga secukupnya serta dibagi sama rata diantara anggota masyarakat. Cara ini dimaksdukan agar tidak terjadi pengurasan dan pemborosan sumber daya alam, sehingga masih tersedia untuk generasi mendatang.

Contoh lainnya: Masyarakat jawa memiliki kebiasaan untuk menanam pohon kelapa. Hal ini berhubungan dengan budaya dimana pada saat acara pernikahan janur kelapa wajib ada.

itu artinya: semakin kaya budaya di suatu daerah maka semakin baik bagi kelestarian keanekaragaman hayati

Kaitan Pengelolaan SDA secara Tradisional Dg Kelestarian Keanekaragaman hayati

Pengelolaan sumber daya hayati oleh masyarakat kebanyakan berbeda-beda disetiap daerah.

Perbedaan ini disebabkan kebudayaan yang berbeda dan juga tergantung tipe ekositem.

Masyarakat Maluku dan Irian Jaya (utara) misalnya, mereka memiliki pengaturan sitem-sistem alokasi (tata guna) dan pengelolaan terpadu terhadap ekosistem darat dan laut setempat yang dinamakan dengan Sasi. Hal ini bertujuan untuk menjamin kelangsungan ekosistem dan makhluk yang ada didalamnya.

Di sebagian wilayah Sumatra ada istilah ulayat dan tanah marga yang mengikat semua masyarakat untuk menjaga dan mengelola tanah untuk kesejahteraan dan mencegah eksploitasi oleh warga asing. Hal ini menguntungkan bagi kehidupan masyarakat dan menjamin keberadaan keanekaragaman hayati disekitarnya.

Tanah Ulayat

Pengelolaan sumber daya secara tradisonal sangat baik bagi kelangsungan keberadaan keanekaragaman hayati itu sendiri, dimana masyarakat di tuntut untuk memanfaatkan alam secukupnya dan seefesien mungkin serta memikiran untuk menjaga keberadaanya tetap lestari.

Kaitan Keanekaragaman Hayati Dengan Budaya Lokal

Sasi (Maluku & Papua)Sasi merupakan ketentuan hukum adat

tentang larangan memasuki, mengambil atau melakukan sesuatu dalam suatu kawasan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.

Kebudayaan sasi ini melarang untuk mengambil hasil sumber daya hayati (hewani maupun nabati) baik yang didarat maupun di laut sebagai upaya pelestarian sumber daya hayati. Tentu saja hal ini baik bagi kelangsungan keanekaragaman hayati.

Sasi

Repong Damar (Lampung)

Repong damar merupakan budaya pertanian/perkebunan di Lampung yang menerapakn sitem perkebunan campuran.

Kebun tersebut di dominasi oleh pohon damar dengan diselingi berbagai tanaman produktif lainnya seperti tanaman palawija, padi, dan tanaman tahunan seperti duku, nangka, durian.

Repong Damar (Krui, Lampung)

Secara ekologis fase perkembangan repong damar menyerupai tahapan suksesi hutan alam dengan segala keuntungan ekologisnya, seperti perlindungan tanah,evolusi iklim mikro, menjamin ketersediaan air.

Repong Damar memiliki komposisi spesies yang mirip dengan hutan alam di Taman Nasional, baik komposisi spesies tanaman, satwa liar seperti mamalia kecil dan burung. Dapat dikatakan keanekaragaman hayati repong damar hampir menyamai hutan alam

Lubuk Larangan (Jambi)

Lubuk larangan merupakan salah satu kearifan lokal yang ada di Provinsi jambi dimana masyarakat di larang untuk mengambil sumber daya hayati yang ada di suatu bendungan ataupun sungai.

Biasanya pada lubuk larangan dilakukan panen ikan hanya setahun sekali.

Kearifan lokal ini merupakan hasil kesepakatan bersama oleh masyarakat setempat. Bagi yang melanggar (Mengambil ikan) akan dikenakan sanksi sesuai hukum adat setempat yang tentunya baik bagi keanekaragaman biota air.

Foto: Acara Pembukaan Lubuk Larangan

Hutan Karet (Jambi)

Hutan karet ini merupakan salah satu bentuk pemanfaatan alam secara ekonomi yang berbasis ekologi

Hutan karet merupakan salah satu penerapan sistem agroforestri atau wanatani dimana dilakukan penanaman tumbuhan karet yang diselingi dengan tanaman lainnya seperti tanaman buah, herba, liana, , semak belukar, kayu.

Kondisi tersebut juga bisa terjadi secara alami.

Agroforestri Karet

Masalah yg saat ini sering muncul adalah pembukaan hutan dan alih fungsi hutan, wanatani ini diterapkan untk mengatasi masalah tersebut dan masalah ketersedian pangan

Keberadaan wanatani karet ini bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan hewan liar salah satunya burung. Tercatat terdapat 46 jenis burung yang terdapat wanatani karet Kabupaten Simalangun, Sumatera Utara.

Hutan karet campuran juga merupakan tempat hidup satwa liar lainnya. Sehingga wanatani berdampak baik bagi keanekaragaman hayati.

Pranoto Mongso (Jawa Tegah & Jawa Timur)

Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian.

Pranoto mongso ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dengan tidak memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya.

Hal ini bertujuan memaksimalkan hasil panen dan penggunaan lahan yang berkelanjutan.

Nyabuk Gunung (Jawa Tengah & Jawa Timur)

Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro. Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur.

Pikukuh Karuhun (Banten)

Pikukuh karuhun merupakan adat yang di miliki suku Baduy dimana seseorang tidak berhak dan tidak berkuasa untuk melanggar dan mengubah tatanan kehidupan yg telah ada dan sudah berlaku turun temurun.

Larangan Pikukuh Karuhun

Dilarang masuk hutan larangan (leuweung kolot) untuk menebang pohon, membuka ladang atau mengambil hasil hutan lainnya

Dilarang menebang sembarangan jenis tanaman, misalnya pohon buah-buahan, dan jenis jenis tertentu

Dilarang menggunakan teknologi kimia, misalnya menggunakan pupuk, dan obat pemberantas hama penyakit dan menuba atau meracuni ikan

Berladang harus sesuai dengan ketentuan adat,

Awig-Awig (NTB)

Awig-awig merupakan aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk mengatur masalah tertentu.

Salah satu hasil awig-awig adalah sawen. Sawen hampir sama dengan lubuk larangan yaitu melarang masyarakat untuk menangkap ikan di zona dan pada waktu tetentu.

Kaitan alam dengan Budaya

Kondisi alam mempengaruhi suatu budaya suatu daerah. Lalu adanya budaya menuntut manusia untuk menjaga alam. Sehingga keduanya berhubungan secara sinergis atau timbal baik.

Misalnya: karena kondisi jawa cocok untuk bertani, maka lahirlah budaya pranoto mongso.

Lubuk larangan di Sumatera juga lahir karena kondisi alamnya yg memiliki banyak sungai. Sungai ini penting bagi kehidupan masyarakat. Maka lahirlah lubuk larangan untuk menjaga keberadaannya.