Upload
finanurinsiyah
View
12
Download
0
Embed Size (px)
A. DEFINISI
Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah di
bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal jarang
melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya pada
penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah yaitu kurang dari 50
mg/dl (2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L). Kadar
glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10% dibandingkan dengan
kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki kadar glukosa yang relatif
rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai
sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Pengendalian
glukosa darah yang baik dan lengkap didasarkan pada kondisi bebas dari
hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul akibat mekanisme dalam tubuh yang
tidak sempurna dimana kadar insulin pada malam hari meningkat secara tidak
proporsional dan kemampuan fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan
glukosa darah yang aman. (Soemadji, 2009).
B. EPIDEMIOLOGI
Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien diabetes melitus. Sekitar
90% dari semua pasien yang menerima insulin mengalami episode hipoglikemia.
Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi, namun pada umumnya penderita
diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata episode hipoglikemia simtomatik per
minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-4% dari mortalitas akibat diabetes melitus
dikaitkan dengan hipoglikemia (Shafiee, 2012).
Hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes mellitus tipe 2
dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam beberapa tahun
pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam perjalanan diabetes. Namun
prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua puluh kali lipat lebih tinggi
dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
akhirnya memerlukan pengobatan insulin, sehingga sebagian besar episode
hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).
C. ETIOLOGI
Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan (reaktif),
hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap. Hipoglikemia
pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan, intoleransi
fruktosa herediter, galaktosemia, sensitivitas leusin, dan idiopatik. Pada
hipoglikemia puasa penyebab utamanya adalah kurangnya produksi glukosa atau
karena penggunaan glukosa yang berlebihan, sedangkan pada hipoglikemia pasien
rawat inap paling lazim disebabkan oleh penggunaan obat (Longo, 2011).
Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme
pencernaan. Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi, piloroplasti
atau vagotomi dapat mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal ini disebabkan
karena pengosongan lambung yang cepat dengan penyerapan singkat glukosa
turun lebih cepat dibanding insulin. Ketidakseimbangan insulin-glukosa yang
terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi fruktosa herediter yang dipicu
pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat menyebabkan hipoglikemia pada
anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan karena sebab idiopatik dapat dibagi
menjadi hipoglikemia sejati dan pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia sejati,
gejala adrenergik muncul sesudah makan dan disertai dengan glukosa plasma
rendah pada saat gejala muncul spontan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala
tersebut berkurang dengan pemasukan karbohidrat yang meningkatkan glukosa
plasma. Pseudohipoglikemia adalah keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2
sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki konsentrasi glukosa plasma
rendah ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan sehari-hari (Longo,
2011).
Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau
penggunaan glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati kongenital,
ataupun obat-obatan. Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia puasa karena
kurangnya glukosa dapat terjadi pada hipohipofisisme, insufisiensi adrenal,
defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon. Adapun defek enzim yang
menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa adalah defek enzim
Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat karboksilase, fosfoenolpiruvat
karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan glikogen sintetase. Defisiensi
substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah kurangnya produksi glukosa yang
terjadi pada kasus hipoglikemia ketotik pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan
otot, dan kehamilan lanjut. Penyakit hati kongenital yang menyebabkan
hipoglikemia puasa karena kurangnya produksi glukosa dapat berupa kongesti
hati, hepatitis berat, sirosis, uremia, dan hipotermia. Penggunaan obat seperti
alkohol, propranolol, dan salisilat juga dapat menyebabkan hipoglikemia puasa
akibat produksi glukosa yang berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat
penggunaan glukosa berlebihan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada
kadar insulin memadai tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas.
Hiperinsulinisme disebabkan karena adanya insulinoma, insulin eksogen,
sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin atau antibodi reseptor insulin, dan
mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin pada malaria falciparum, disopiramid,
dan pentamidin serta dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada kasus kadar
insulin memadai tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa
berlebih, dapat disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin
sistemik, defisiensi enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-
CoA liase, dan kakeksia dengan penipisan lemak (Longo, 2011).
Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim disebabkan
oleh pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang paling sering
menyebabkan hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah insulin, sulfonylurea,
dan alkohol. Diperkirakan 60% kasus ketiga obat ini terlibat dalam diagnosis
hipoglikemia (Longo, 2011).
D. Patogenesis
Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).
Hipoglikemia
Turunnya produksi glukosa dan penggunaan glukosa yang berlebih
Produksi glukosa tidak seimbang dengan kebutuhan
Puasa
Tidak seimbang insulin dan glukosa
Pengeluaran insulin yang berlebihan dan penyerapan glukosa yang kurang
Hiperinsulinmia
Obat-obatan
Contohnya insulin, alkohol, dan sulfonylurea
Pengososngan lambung yang cepat
Pasca Makan
E. PATOFISIOLOGI
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan.
Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah
melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat
disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan tertundanya
pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi karena
malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah
hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan
dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat,
dan tremor (Silbernagl dan Lang, 2010).
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme
homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi
untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada
di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat
meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak
memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).
Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer, 2011).
Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan
meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi
dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan
pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan
karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbukan
gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan
berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga
dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).
Tabel 1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut (Cryer, 2011).
Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di
tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena
hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan.
Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan
terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon
tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang
ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan
glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang
dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms et al, 2007)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Penegakkan Diagnosis
Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah
hipoglikemia berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal.
Walaupun kadar glukosa plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5
mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa
darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif
rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena
sedangkan kadar glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan
vena (Soemandji, 2009).
Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl
(2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian
berbagai studi fisiologis menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah
dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut
diketahui bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L) yang terjadi
berulang kali dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap
hipoglikemia yang lebih berat (Soemandji, 2009).
Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada
kadar glukosa darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam
konteks terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa
plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5 mmol/L) (Soemandji, 2009).
E. Terapi
1. Non Medika Mentosa
Penatalaksanaan untuk penyandang diabetes, terapi gizi medis
merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat dianjurkan. Terapi
gizi ini dengan prinsip melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan per individual.
Beberapa manfaat yang telah dibuktikan dari pelaksanaan terapi gizi
medis adalah :
a) Menurunkan berat badan
b) Menurunkan tekanan darah sistole dan diastole
c) Menurunkan kadar glukosa dalam darah
d) Memperbaiki profil lipid
e) Meningkatkan sensivitas reseptor insulin
f) Memperbaiki sistem koagulasi darah
Tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan :
a) Kadar glukosa darah mendekati normal
1) GDP berkisar antar 90-130 mg/dL
2) GD2PP <180 mg/dL
3) Kadar A1c < 7%
b) Tekanan darah < 130/80 mmHg
c) Profil lipid
1) Kolesterol LDL <100 mg/dL
2) Kolesterol HDL >40 mg/dL
3) Trigliserida <150 mg/dL
d) Berat badan normal senormal mungkin
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006) pedoman
tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:
a) Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.
b) Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu
flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk meningkatkan kadar
glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.
Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung pada
derajat hipoglikemia, yaitu :
a) Hipoglikemia ringan
1) Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen
atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
2) Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3) Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti
coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.
b) Hipoglikemia berat
1) Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2) Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau
minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.
2. Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa yang diberikan pada kasus
hipoglikemia adalah:
a) Glukosa Oral.
b) Glukosa Intravena.
c) Glukagon (SC/IM).
d) Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
e) Monitoring
Kadar Glukosa
(mg/dL)
Terapi Hipoglikemia
< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus 1 flakon
Follow up :
1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2. Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar glukosa
darah 120 mg/dl.
F. PENCEGAHAN
Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis dan
waktu pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang seperti
biasa Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya,
meningkatkan dosis insulin atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan
penggunaan insulin dapat menyebabkan hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk
membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan diabetes harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Obat-obatan untuk diabetes
Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang
digunakan untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan
menjelaskan bagaimana dan kapan harus mengkonsumsi obat tersebut
(Fonseca, 2008).
Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus bertanya
kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan mengenai
a) Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.
b) Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.
c) Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.
d) Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.
e) Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan aktivitas.Fisik
f) Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makan (Fonseca,
2008).
2. Pola makan
Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu makan
yang sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan ini penting
bagi pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi harus makan secara
teratur, cukup makanan setiap kali makan, dan mencoba untuk tidak
melewatkan waktu makan atau makanan ringan. Beberapa makanan ringan
dapat lebih efektif daripada makanan lain dalam mencegah hipoglikemia pada
malam hari. Ahli diet dapat membuat rekomendasi untuk makanan ringan
(Fonseca, 2008).
3. Aktivitas sehari-hari
Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh
aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:
a) Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya
dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram
perdesiliter (mg/dL).
b) Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik
c) Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama waktu
beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai kebutuhan.
d) Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas fisik(Fonseca,
2008).
4. Konsumsi alkohol
Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut kosong, dapat
menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari kemudian. Alkohol
dapat sangat berbahaya bagi orang yang memakai insulin atau obat yang
meningkatkan produksi insulin (Fonseca, 2008).
5. Rencana pengelolaan diabetes
Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar
mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang yang
bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana melakukan
kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia layanan kesehatan mengenai
cara-cara yanga dapat dilakukan untuk mencegah hipoglikemia dan cara
terbaik untuk mengobatinya (Fonseca, 2008).
G. PROGNOSIS
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan
waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis
baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan
oral glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013).
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis
yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang (Manucci et
al., 2006). Apabila pasien dianjurkan pengambilan pankreas maka memiliki
prognosis tergantung skill medis dan kondisi indivual (Anonymous, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2013. Hypoglycemia (Low Blood Sugar). California: Lucile Packard
Children’s Hospital. available at
{http://www.lpch.org/DiseaseHealthInfo/HealthLibrary/diabetes/hypo.html}
diakses 7 Oktober 2013 pukul 19:00
Carrol, Robert G. 2007. Elsevier’s Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
Cryer, Philip E. 2011. Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Tersedia di
<http://diabetesmanager.pbworks.com/w/page/17680209/Hypoglycemia
%20During%20Therapy%20of%20Diabetes%20> diakses pada Kamis 3
Oktober 2013 21.22.
Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical Schoolavailable at
{http://emedicine.medscape.com/article/122122-overview#aw2aab6b2b6}
Longo, Dan L, et al. 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition.
New York; McGraw-Hill Medical Publishing Divison.
Manucci et al,. 2006. Incidence and prognostic significance of hypoglycemia in
hospitalized non-diabetic elderly patients. USA: NCBI available at
{http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17167310} diakses 12 Juli 2015.
Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.
Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed.
New York: Thieme.Soemadji, DjokoWahono. 2009.
BukuAjarIlmuPenyakitDalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing