148
KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI PAKU ALAM SEBAGAI GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTASKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: WALDAN MUFATHIR NIM: 1111048000050 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M

KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

“KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI PAKU ALAM

SEBAGAI GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

WALDAN MUFATHIR

NIM: 1111048000050

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2015 M

Page 2: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

i

“KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI PAKU ALAM

SEBAGAI GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Waldan Mufathir

NIM: 1111048000050

Pembimbing I Pembimbing II

Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H.

NIP. 19741213 200312 1 002 NIP.

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436H/2015M

Page 3: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)
Page 4: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)
Page 5: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

iv

ABSTRAK

Waldan Mufathir. NIM 1111048000050. KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU

BUWONO DAN ADIPATI PAKU ALAM SEBAGAI GUBERNUR DAN

WAKIL GUBERNUR PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436

H/2015 M. viii + 92 halaman + 35 halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk

mengetahui pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur

di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan untuk mengetahui hak politik warga

negara dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Latar belakang skripsi ini adalah pemilihan kepala daerah

diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4). Aturan ini juga sebagai

bentuk pelaksanaan hak asasi manusia secara khusus hak politik warga negara yang

juga tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28D ayat (3). Namun

Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta pada beberapa aturannya khusus mengenai pegaturan mekanisme

pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak sesuai dengan pasal-pasal

dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut di atas. Penelitian ini menggunakan tipe

penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan

penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif

dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach)

Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian

menunjukan bahwa pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 pasal 20 ayat (1)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4) bahwa pengisian

jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur melalui pemilihan umum. Kemudian

persyaratan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan Undang-Undang No. 13

Tahun 2012 pasal 18 ayat (1) huruf (c) juga bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar 1945 pasal 28D ayat (3) bahwa setiap orang berhak memperoleh kesempatan

yang sama dalam pemerintahan.

Kata Kunci : Sultan Hemangku Buwono, Adipati Paku Alam, Gubernur,

Wakil Gubernur, Keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta, Demokrasi, Demokratis, Pemilihan Umum,

Hak Politik, Ambivalensi Hukum,

Pembimbing : 1. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.

2. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1950 s.d. Tahun 2014.

Page 6: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang masih memberikan umur

dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN PAKU ALAM

SEBAGAI GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarga, sahabat, dan kepada kita selaku umatnya semoga senantiasa melaksanakan

ajarannya. Penulisan skripsi ini dalam perjalanannya banyak mendapatkan bantuan,

arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. selaku ketua Program Studi

Ilmu Hukum dan Drs. Abu Thamrin, M.Hum. selaku sekretaris Program Studi

Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si dan Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H selaku

dosen pembimbing yang penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian

memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan kepada penulis sampai dengan skripsi ini selesai.

Page 7: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

vi

4. Hotnidah Nasution, M.A. dan Dedy Nursamsi, S.H., M.Hum. selaku dosen

penguji skripsi yang dengan ketelitian memberikan kesempurnaan pada

penulisan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan

dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis.

6. Kedua orang tua tercinta dan tersayang Abi Muhamad Soleh Aceng, S.H dan

Umi Elis Hasanah atas kasih sayang, motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu

pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu diberikan dengan

tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang

Perguruan Tinggi Negeri Strata 1 ini. Begitu pula untuk kakak dan adik

tercinta dan tersayang, Qoriati Hikmah, Fitri Robbany, Syarah Shabrina,

Michael Jawwad Husein. Terima kasih atas segala dukungan, perhatian, dan

kasih sayang yang telah kalian berikan.

7. Teman hidup penulis, Shinta Dwiningthyas yang telah membantu, memberi

semangat, serta menemani penulis setiap waktu baik suka maupun duka.

Terima kasih atas perhatian, cinta, kasih sayang, dan waktunya yang diberikan

kepada penulis. Semoga Allah senantiasa memberkahi dan meridhai

kebersamaan kita.

Page 8: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

vii

8. Sahabat-sahabat tersayang Fanny Fatwati Putri, S.H., Juli Andreansyah, S.H.,

Sri Andriyani, S.H., Lisanul Fikri, dan M. Caesal Regia sebagai keluarga

kedua penulis. Sukses untuk kita semua.

9. Teman-teman seperjuangan Ilmu Hukum angkatan 2011 dan keluarga Ilmu

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga ilmu

yang kita dapatkan bermanfaat untuk siapapun, kapanpun, dan dimanapun kita

berada.

10. Keluarga Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Syariah dan

Hukum Cabang Ciputat, selalu yakin atas usaha kita untuk sampai pada tujuan.

11. Keluarga Santriwan Santriwati Angkatan Tujuh Pondok Pesantren Al-Zaytun

Indonesia, khusus kepada Aesta Fajar, Halim Sulistianto, Muhammad Hidayat,

dan Ikhwan Batu Bara.

Atas bantuan dari semua pihak baik material maupun immaterial, penulis

berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan untuk seluruhnya. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya.

Jakarta, 26 Agustus 2015

Waldan Mufathir

Page 9: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah ........................................................ 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................................... 6

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .......................................................... 8

E. Metode Penelitian ..................................................................................... 9

F. Sistematika Penulisan ............................................................................... 15

BAB II STATUS BUDAYA DAN STATUS PEMERINTAHAN

A. Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ............................. 17

B. Teori Kekuasaan ....................................................................................... 21

C. Sultan Hamengku Buwono ...................................................................... 29

D. Adipati Paku Alam ................................................................................... 34

E. Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah ............................................... 39

BAB III TINJAUAN UMUM HAK POLITIK WARGA NEGARA

A. Hak Politik Warga Negara Dalam Konstitusi Indonesia .......................... 43

B. Bentuk Hak Politik Warga Negara ........................................................... 51

C. Hak Konstitusional Warga Negara ........................................................... 53

Page 10: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

ix

BAB IV. AMBIVALENSI HUKUM DALAM STATUS POLITIK

A. Pengaturan Mekanisme Pengisian Jabatan Gubernur Dan Wakil Gubernur Di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ..................................................... 56

B. Hak Politik Warga Negara Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .... 64

C. Masa Depan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Di Tengah Negara

Hukum ...................................................................................................... 80

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 84

B. Saran ......................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 88

LAMPIRAN

Page 11: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan, yaitu

perubahan pertama pada tahun 1999, perubahan kedua tahun 2000, perubahan

ketiga tahun 2001, dan perubahan keempat tahun 2002. Dalam empat kali

perubahan itu, materi Undang-Undang Dasar 1945 yang asli telah mengalami

perubahan besar-besaran dan dengan perubahan materi yang dapat dikatakan

sangat mendasar. Secara substantif, perubahan yang telah terjadi atas Undang-

Undang Dasar 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi itu menjadi

konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan sebagai Undang-

Undang Dasar 1945.1

Dari keempat amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tersebut di atas,

amandemen kedua pada tahun 2000 berimplikasi luas terhadap sistem

ketatanegaraan Indonesia, salah satunya mengenai pemerintahan daerah.

Amandemen ini menghasilkan rumusan baru yang mengatur pemerintahan di

daerah terutama mengenai pemilihan kepala daerah. Rumusan tersebut terdapat

dalam pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Gubernur, Bupati,

dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

1 Jimly Ashiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. Revisi, (Jakarta:

Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), h. 47.

Page 12: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

2

kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Frasa “dipilih secara demokratis”

memiliki makna demokratisasi menurut Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi

yang dimaksud adalah dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini merujuk

kembali pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “kedaulatan

berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.2

Dalam hal pemilihan kepala daerah ini, Indonesia sendiri baru memberlakukan

pemilihan kepala daerah secara langsung sejak dikeluarkannya Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.

6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan

Pemberhentian Kepala Daerah.3

Secara umum dikatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung

itu lebih demokratis. Terdapat dua alasan mengapa gagasan pemilihan langsung

dianggap perlu. Pertama, untuk lebih membuka pintu bagi kepala daerah yang

sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat. Maksudnya adalah kepala daerah yang

menjabat merupakan hasil keinginan terbanyak secara langsung dari rakyat

dalam suatu daerah. Kedua, untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak

mudah dijatuhkan ditengah jalan,4 karena kepala daerah yang tidak dipilih secara

2 Sodikin, Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Bekasi: Gramata

Publishing, 2014), h. 173.

3 Sodikin, Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Bekasi: Gramata

Publishing, 2014), h. 178.

4 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Refika Aditama,

2011), h. 240.

Page 13: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

3

langsung tidak mendapatkan pengakuan dari rakyat dan dengan alasan itu kepala

daerah dapat diturunkan dari jabatannya sebelum masa jabatannya berakhir.

Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan proses politik yang tidak

saja merupakan mekanisme politik untuk mengisi jabatan demokratis (melalui

pemilu), tetapi juga sebuah implementasi pelaksanaan otonomi daerah atau

desentralisasi politik yang sesungguhnya.5

Pemilihan kepala daerah secara langsung dilandasi semangat yang kuat

untuk mengoreksi apa yang terjadi selama periode berlakunya Undang-Undang

No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan kata lain, semangat

dilaksanakannya pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung adalah koreksi

terhadap sistem demokrasi tidak langsung (perwakilan) di era sebelumnya,

dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD, menjadi

demokrasi yang berakar langsung pada pilihan rakyat. Oleh karena itu, keputusan

politik untuk menyelenggarakan pilkada adalah sebuah langkah strategis dalam

rangka memperluas, memperdalam, dan meningkatkan kualitas demokrasi.6 Pada

tahun 2014, tepat sejak disahkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sempat diatur lagi mengenai

pemilihan kepala daerah secara tidak langsung yang dipilih oleh DPRD. Namun

5 Mochamad Isnaeni Ramdan, Laporan Akhir Kompendium Pilkada, (Jakarta:

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2011), h. 69.

6 Suharizal, Pemilukada, Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011), h. 42.

Page 14: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

4

dengan berbagai permasalahan dan penolakan yang terjadi di dalam masyarakat,

kemudian dikembalikan menjadi pemilihan secara langsung oleh rakyat

berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2014 yang kemudian dijadikan Undang-

Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun

2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota dengan aturannya pada pasal 1 ayat (1) yang secara

eksplisit menyebutkan “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan

Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut

pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan

kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”.

Selain itu pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan

implementasi pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Setiap

warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

Hak turut serta dalam pemerintahan (hak politik) yang dilindungi hukum

internasional pada Kovenan Hak Asasi Manusia mengenai Hak Sipil dan Politik

maupun hukum nasional pada Undang-Undang Dasar 1945 intinya terdiri dari

empat bagian, yakni: pertama, hak masyarakat untuk memilih dan dipilih dalam

pemilihan umum; kedua, hak untuk turut serta dalam pemerintahan dengan

langsung atau dengan perantara wakil yang dipilihnya; ketiga, hak untuk

mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada

Page 15: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

5

pemerintah baik dengan lisan maupun dengan tulisan; keempat, hak untuk duduk

dan diangkat dalam setiap jabatan publik di dalam pemerintahan.7

Disahkannya Undang-Undang No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan

Yogyakarta telah menghilangkan aturan-aturan yang telah dijelaskan di atas.

Karena di dalam pasal 18 ayat (1) huruf (c) Undang-Undang No.13 Tahun 2012

tertulis “Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara

Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat bertakhta sebagai Sultan

Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku

Alam untuk calon wakil Gubernur”. Kemudian Pasal 20 ayat (1) menyebutkan

“Dalam penyelenggaraan penetapan Gubernur dan Wakil Gubenur.......”. Ini

berarti Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam tanpa melalui

pemilihan secara langsung oleh rakyat secara otomatis diangkat sebagai

Gubernur dan Wakil Gubernur. Tentunya hal ini menjadi permasalahan, karena

selain menghilangkan pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur secara

langsung oleh rakyat, juga telah meniadakan hak politik warga negara yang

seluruhnya diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Berlatar belakang dari permasalahan di atas maka penulis mengambil

inisiatif untuk meneliti lebih dalam tentang permasalahan ini yang kemudian

diberi judul “Kedudukan Sultan Hamengku Buwono Dan Adipati Paku

7 Nur Widyastanti, Kedudukan Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan Dalam Tatanan

Konsep Demokrasi Di Indonesia, (Jakarta: Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia,

2009), h. 2.

Page 16: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

6

Alam Sebagai Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan mengenai permasalahan tentang Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta, maka ruang lingkup permasalahan penulis

batasi hanya dilihat dari kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati

Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, pengaturan mekanisme

pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, Hak Politik Warga Negara di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, dan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas,

maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur

dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

b. Bagaimana hak politik warga negara dalam pengisian jabatan

Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Page 17: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

7

Setiap penelitian memerlukan suatu penelitian yang dapat memberikan

arah pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan uraian latar belakang dan

permasalahan di atas, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaturan mekanisme pengisian jabatan

Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

b. Untuk mengetahui hak politik warga negara dalam pengisian

jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan terkait dengan

nilai guna dari penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis

berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum,

khususnya bidang hukum tata negara.

b. Manfaat Praktis

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat membantu jika suatu

saat dihadapkan pada kasus serupa yang berkaitan dengan

pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga

dapat dimengerti mengenai pengaturan-pengaturan yang terdapat

Page 18: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

8

didalamnya dan menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan

masalah yang terkait dengan hal tersebut di atas.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis menyertakan

beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi

yang akan dibahas, sebagai berikut:

Skripsi yang disusun oleh Miftahul Jannah, tahun 2014, yang berjudul

“Sistem Tata Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Pasca

Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.” Skripsi tersebut menjelaskan hubungan pemerintah pusat

dan pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah berlakunya

Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.

Perbedaan skripsi penulis dengan skripsi yang disusun oleh Mifathul Jannah

terdapat pada penelitiannya. Pada skripsi Miftahul Jannah meneliti tentang

hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sedangkan penulis meneliti

pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dan hak

politik warga negara dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian yang disusun oleh Fahmi Muhammad Ahmadi, tahun 2001,

yang berjudul “Status Tanah Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Penelitian ini meneliti status tanah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria.

Page 19: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

9

Perbedaan penelitian yang disusun oleh Fahmi Muhammad Ahmadi dan skripsi

penulis terdapat hal yang diteliti. Fahmi Ahmadi Muhammad meneliti tentang

status tanah, sedangkan penulis meneliti pengaturan mekanisme pengisian

jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dan hak politik warga negara dalam

pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Ditinjau dari sudut penelitian hukum terdapat dua jenis metode

penelitian, yaitu penelitian hukum normatif atau kepustakaan dan penelitian

hukum sosiologis atau empiris. Penelitian hukum normatif yang diteliti

hanya bahan pustaka atau data sekunder. Sedangkan pada penelitian hukum

sosiologis atau empiris yang diteliti adalah data sekunder, untuk kemudian

dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap

masyarakat.8

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian

hukum normatif yaitu suatu penelitian yang ditinjau melalui aspek hukum,

peraturan-peraturan yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau

praktek yang terjadi di lapangan. Penulis juga mencari fakta-fakta yang

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1942), h. 51.

Page 20: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

10

akurat tentang peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini

dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan bahan-bahan

lain, serta menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan penulisan skripsi ini.

Sedangkan, bila dilihat dari sifatnya adalah penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan

secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu,

atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala,9 yang dalam hal ini yaitu

memberikan data mengenai pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen atau kepustakaan (library research) yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku

yang berkaitan dengan hukum tata negara Indonesia, pemerintahan daerah,

otonomi daerah, keistimewaan daerah istimewa Yogyakarta, hak asasi

manusia, hak politik warga negara, ilmu perundang-undangan, dan

peraturan-peraturan mengenai pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus, dan juga berita

dari internet.

9 Sri Mamuji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 4.

Page 21: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

11

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari beberapa

aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).10

Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

perundang-undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach),

dan pendekatan historis (historical approach).

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan disini yakni Undang-Undang

Dasar 1945, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang

No.15 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang

No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, Undang-Undang No.17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Undang-Undang No. 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No.

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 93.

Page 22: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

12

8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1

Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dan Kovenan Hak

Asasi Manusia mengenai Hak Sipil dan Politik.

b. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus disini yakni meneliti kasus yang terjadi di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam hal mekanisme

pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, dan hak politik

warga negara, juga melihat pendapat umum dari tokoh-tokoh di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. Pendekatan Historis (Historical Approach)

Pendekatan historis ini dengan melihat kembali sejarah

keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Data dan Sumber Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data

sekunder, dan data tersier. Pada umumnya data primer mengandung data

aktual yang didapat dari penelitian lapangan dengan berkomunikasi dengan

anggota-anggota masyarakat dilokasi tempat penelitian dilakukan. Termasuk

di dalamnya yaitu buku-buku atau dokumentasi yang diperoleh peneliti di

Page 23: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

13

lapangan serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

kajian studi kasus.11

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh peneliti dari penelitian

kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil penelitian dan

pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau

dokumentasi yang biasanya disediakan di perpustakaan atau milik pribadi

peneliti.12

Ciri-ciri umum dari data sekunder adalah:

a. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan

dapat dipergunakan dengan segera.

b. Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi

oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian tidak

mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan,

analisa, maupun konstruksi data.

c. Tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.

Data sekunder antara lain mencakup dokumen resmi, buku-buku, hasil-

hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.13

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia), 1942, h. 65.

12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Cet. 3, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), h. 1.

13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,

2005), h. 12.

Page 24: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

14

Data tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan atas data primer dan sekunder, misalnya ensiklopedia, kamus,

website, atau sumber yang lain yang mencakup pada pokok permasalahan

materi.

5. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Teknik pengolahan data dilakukan secara komprehensif tentang

kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam sebagai

Gubernur dan Wakil Gubernur dikaitkan dengan pegaturan mekanisme

pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, juga hak politik warga

negara di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya diteliti

dengan pendekatan yang digunakan. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini adalah teknik analisis data sinkronisasi hukum

dan kualitatif. Teknik sinkronisasi hukum adalah dengan menghubungan

secara horisontal antara undang-undang dengan undang-undang dan secara

vertikal antara Undang-Undang Dasar 1945 dengan undang-undang. Teknik

analisis kualitatif adalah bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintetiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada.

Page 25: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

15

6. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan teknik penulisan

sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari

beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan

serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan. Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah yang akan

menjelaskan alasan pemilihan judul penulisan hukum. Bab ini juga memaparkan

pembatasan dan rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan (review) studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II. Status Budaya Dan Status Politik. Dalam bab ini akan diuraikan

mengenai gambaran secara lebih mendalam terhadap kajian teoritis yang akan

digunakan dalam menganalisa data pustaka yang diperoleh dari penelitian.

Dengan menjelaskan mengenai sejarah Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, teori kekuasaan, sejarah Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam,

serta undang-undang terkait pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Page 26: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

16

BAB III. Tinjauan Umum Tentang Hak Politik Warga Negara. Dalam bab

ini akan diuraikan mengenai gambaran secara lebih mendalam terhadap kajian

teoritis yang akan digunakan dalam menganalisa data pustaka yang diperoleh

dari penelitian. Dengan menjelaskan undang-undang, dan teori-teori tentang hak

politik warga negara.

BAB IV. Ambivalensi Hukum Dalam Status Politik. Dalam bab ini berisi

pembahasan dan analisa data yang berusaha dikumpulkan untuk mengkaji secara

ilmiah terhadap data yang telah dikumpul selama penelitian dilakukan, di mana

pada bab ini ditelaah dan dianalisa mengenai pengaturan mekanisme pengisian

jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dan hak politik warga negara dalam

pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

BAB V. Penutup. Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan yang dapat ditarik

yang mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan perumusan masalah yang telah

ditetapkan dan saran-saran yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian dan

pengulasannya dalam skripsi.

Page 27: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

17

BAB II

STATUS BUDAYA DAN STATUS POLITIK

A. Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketika dwi-tunggal Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan

Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, status dan posisi Kesultanan Yogyakarta

adalah kerajaan merdeka. Kerajaan yang oleh kolonial Belanda diberi otoritas

penuh untuk mengurus wilayahnya sendiri. Ini berbeda dengan kerajaan lain di

Nusantara yang setelah ditaklukan Belanda langsung dihilangkan kewenangan

dan kedaulatannya. Merujuk ketentuan hukum internasional, Yogyakarta

sebenarnya memiliki hak untuk membentuk sebuah negara baru setelah tidak

adanya Belanda. Sukarno sebagai Presiden Indonesia saat itu mengerti sekali

situasi ini dan berpikir bahwa Yogyakarta bisa lepas dari kesatuan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Melalui salah seorang anggota PPKI GBPH Purboyo diperoleh informasi

bahwa Sultan tetap setia kepada Republik Indonesia. Berdasarkan informasi

tersebut dua hari setelah proklamasi tepatnya pada tanggal 19 Agustus 1945,

Sukarno mengirimkan surat kepada Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku

Alam VIII yang isinya sebagai berikut:

“Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan: Ingkeng Sinuwan

Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalongo,

Abdurrahman Sayidin Panatogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing

Page 28: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

18

Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya, Dengan kepercayaan

bahwa Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran,

tenaga, jiwa, dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai

bagian daripada Republik Indonesia.”

“Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan: Kangjeng Gusti

Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII Ingkang Kapi VIII, pada

kedudukannya, Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Gusti

akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa, dan raga, untuk

keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik

Indonesia

Tetapi, surat yang kemudian dikenal sebagai Piagam Kedudukan ini ditahan

selama 18 hari, menunggu sikap Sultan dan Paku Alam, apakah akan bergabung

menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia atau membentuk

negara baru seperti yang dipikirkan oleh Sukarno.

Tanggal 5 September 1945, setelah mendengarkan pendapat Komite

Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta (KNID) Sultan Hamengku Buwono IX

dan Paku Alam VIII (dengan isi yang sama, berbeda dalam hal subjek dan

kedudukan) mengeluarkan amanat yang menyatakan bergabung dengan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Isi dari amanat tersebut adalah:

“Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangdjeng Sultan Kami Hemengku

Buwono IX, Sultan Ngeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan: 1.

Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah

daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia, 2. Bahwa kami sebagai

Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta

Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa

ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat

mulai saat ini berada di tangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja

Kami Pegang Seluruhnja, 3. Bahwa perhubungan antara Negeri

Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik

Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri

Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Kami

Page 29: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

19

memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta

Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.”1

Sukarno setuju dengan amanat tersebut, dan kemudian pada tanggal 6

September 1945 oleh Menteri Negara Sartono dan A.A Maramis piagam

kedudukan tersebut di atas disampaikan, dan inilah awal mula pengakuan

keistimewaan Yogyakarta sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia.2 Sebagai pijakan hukum yang lebih kuat, Pemerintah tertanggal 4

Maret 1950, mengeluarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang kemudian mengalami dua kali

perubahan, yakni dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 1950 dan Undang-

Undang No. 9 Tahun 1955.

Fakta sejarah ini membuktikan bahwa keistimewaan Yogyakarta,

pertama, bukan hadiah dari negara Indonesia. Kedua, sebagaimana istilah yang

digunakan pihak Keraton Yogyakarta selama ini, keistimewaan adalah ijab kabul

antara para penguasa Yogyakarta dengan para pendiri Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Berdasarkan ijab kabul ini pula kedudukan gubernur dan wakil

gubernur otomatis melekat pada Sultan dan Paku Alam yang bertakhta.3

1 Aloysius Soni BL de Rosari, Sebuah Ijab Kabul “Monarki Yogya” Inkonstitusional?,

Cet. 1, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011), h. 62-66.

2 Atmakusumah, Tahta Untuk Rakyat, (Jakarta: Gramedia, 1982), h. 64-65.

3 Aloysius Soni BL de Rosari, Sebuah Ijab Kabul “Monarki Yogya” Inkonstitusional?,

Cet. 1, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011), h. 66.

Page 30: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

20

Dalam perjalanannya, perumusan regulasi mengenai keistimewaan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin mendesak dengan pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut:

1. Pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur yang masih melahirkan

kontroversi karena tidak memiliki kejelasan aturan, sehingga

membutuhkan instrumen hukum baru yang jelas;

2. Pengaturan mengenai substansi keistimewaan masih belum dirumuskan

secara jelas, karena di Undang-Undang Pembentukan Daerah Istimewa

Yogyakarta lebih pada label dibandingkan substansi;

3. Perkembangan politik Indonesia pada aras-aras nasional menunjukan

masih tersendat-sendatnya proses reformasi.4

Dengan alasan itu kemudian terdapat usaha-usaha untuk membuat draf

RUU terkait keistimewaan Yogyakarta. Pertama berasal dari DPRD Daerah

Istimewa Yogyakarta yang mencoba menampung aspirasi rakyatnya, kemudian

draf dari tim yang dipimpin Almarhum Afan Gaffar, draf dari Keluarga Alumni

Universitas Gadjah Mada (Kagama), dan terakhir draf tim Jurusan Ilmu

Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada yang dipimpin oleh Cornelis

Lay.

4 Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta,

Monograph on Politics And Government Vol. 2, (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pemerintahan

Universitas Gadjah Mada dan Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah, 2008), h. 8.

Page 31: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

21

Draf tim Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada

yang dipimpin oleh Cornelis Lay kemudian diajukan ke DPR tahun 2003. Setelah

melalui proses panjang dengan menuai pro-kontra dan perdebatan publik salah

satunya mengenai tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dari

berbagai pihak termasuk dari Presiden Indonesia saat itu Susilo Bambang

Yudhoyono yang menyatakan bahwa RUUK Daerah Istimewa Yogyakarta yang

diajukan tidak sesuai dengan nilai demokrasi dan arus reformasi karena masih

berdasarkan monarki absolut, akhirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012

Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY) disahkan oleh

DPR dalam sidang paripurna yang diselenggarakan pada hari Kamis, 30 Agustus

2012. Berbeda dengan peraturan-peraturan sebelumnya, undang-undang yang

terdiri dari atas 16 bab dan 51 pasal ini mengatur keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta secara menyeluruh.

B. Teori Kekuasaan

Pada beberapa konsep politik, salah satu konsep yang banyak dibahas dan

dipermasalahkan adalah konsep kekuasaan. Karena politik dianggap identik

dengan kekuasaan. Hal tersebut tidak mengherankan oleh karena Machiavelli,

seorang pemikir filsafat politik dari Florence, Italia, pernah mengatakan bahwa,

“politik adalah sejumlah sarana yang dibutuhkan untuk mendapat kekuasaan,

mempertahankan kekuasaan, dan memanfaatkan kekuasaan untuk mencapai

kegunaan yang maksimal.” Bahkan kekuasaan dipandang sebagai gejala yang

Page 32: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

22

selalu terdapat (serba hadir) dalam proses politik.5 Telah muncul begitu banyak

definisi lain sehingga beberapa ahli, seperti W. Connoly dan S. Lukes

menganggap kekuasaan sebagai suatu konsep yang dipertentangkan (a contested

concept)6 yang artinya merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu konsensus.

Perumusan yang umumnya dikenal ialah bahwa kekuasaan adalah kemampuan

seorang pelaku untuk memengaruhi perilaku seorang lain, sehingga perilakunya

menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.

Kebanyakan sarjana berpangkal tolak dari perumusan sosiolog Max

Weber yang mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam

suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami

perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini. Sarjana lain yang memiliki

pemikiran sama dengan Max Weber yakni Harold D. Laswell dan Abraham

Kaplan mendefinisikan kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau

sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke

arah tujuan dari pihak pertama.7 Definisi serupa dirumuskan oleh seorang ahli

kontemporer Barbara Goodwin bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk

mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh bersangkutan tidak

akan dipilih, seandainya tidak dilibatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang

5 Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, Cet. 1, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 70-71.

6 Norman Barry, An Introduction to Modern Theory, Ed. 4, (London: Macmillan Press,

2000), h. 84.

7 Harold D. Laswell, Abraham Kaplan, Power and Society, (New Heaven: Yale

University Press, 1950), h. 74.

Page 33: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

23

untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.8 Menurut

Robert M. Mac Iver kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan

kelakuan orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberikan perintah,

maupun secara tidak langsung dengan jalan mempergunakan segala alat dan cara

yang ada.9

Dengan adanya beberapa penjelasan di atas, maka dikemukakan bahwa

setiap hubungan kekuasaan harus memenuhi dua persyaratan, yakni: pertama,

tindakan itu dilaksanakan baik oleh yang memengaruhi atau dipengaruhi, kedua,

terdapat kontak atau komunikasi antara keduanya baik langsung maupun tidak

langsung.

Terdapat beberapa konsep yang berkaitan erat dengan kekuasaan (power)

yaitu wewenang (authority) dan legitimasi (legitimacy atau keabsahan). Seperti

dengan konsep kekuasaan, di sini pun bermacam-macam perumusan ditemukan.

Perumusan yang mungkin paling mengenai sasaran adalah definisi yang

dikemukakan oleh Robert Bierstedt yang mengatakan bahwa wewenang

(authority) adalah institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan).10

Hal

yang sama dikatakan oleh Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan bahwa

8 Barbara Goodwin, Using Political Ideas, Ed. 4, (England: Barbara Goodwin, 2003),

h. 307.

9 Robert M. Mac Iver, The Web Goverment, (New York: The Mac Millan Company,

1947), h. 87.

10

Robert Bierstedt, An Analysis of Social Power, (New York: Amerikan Sociological

Review, 1950), h. 732.

Page 34: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

24

wewenang (authority) adalah kekuasaan formal. Dianggap bahwa yang

mempunyai wewenang (authority) berhak untuk mengeluarkan perintah dan

membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan

terhadap peraturan-peraturannya.

Dalam rangka pembahasan mengenai wewenang perlu disebut

pembagiannya menurut Max Weber dalam tiga wewenang, yaitu tradisional,

kharismatik, dan rasional-legal. Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan

di antara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan

yang dilandasi oleh tradisi itu adalah wajar dan patut dihormati. Wewenang

kharismatik berdasarkan kepercayaan anggota masyarakat pada kesaktian dan

kekuatan mistik atau religius seorang pemimpin. Wewenang rasional-legal

berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi

kedudukan seorang pemimpin.11

Selain itu menurut Charles Andrain terdapat lima sumber kewenangan

untuk memerintah, yakni : a. Hak memerintah berasal dari sumber-sumber

primordial atau tradisi. Artinya kepercayaan yang telah berakar dipelihara secara

terus menerus dalam masyarakat. Orang yang berkuasa menunjukan sumber

kewenangannya memerintah sebagai tradisi karena dia keturunan dari pemimpin

terdahulu; b. Hak memerintah berasal dari sumber yang dianggap suci

11

S.N Eisenstadt, Max Weber on Charisma and Institution Building, (Chicago:

University Chicago Press, 1968), h. 46.

Page 35: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

25

(pewahyuan). Atas dasar perwahyuan inilah seseorang atau kelompok penguasa

memerintah, dan hak memerintah yang dimilikinya dianggap bersifat sakral dan

pantas untuk diikuti; c. Hak memerintah berasal dari sumber-sumber pribadi atau

berasal dari kualitas pribadi, baik penampilannya yang agung dan pribadinya

yang popular maupun karena memiliki kharisma; d. Hak memerintah berasal dari

sumber-sumber instrumental seperti keahlian dan kekayaan. Keahlian yang

dimaksud terletak pada keahlian dalam ilmu pegetahuan dan teknologi; e. Hak

memerintah masyarakat berasal dari sumber-sumber legal atau peraturan

perundang-undangan yang mengatur prosedur-prosedur dan syarat-syarat

menjadi pemimpin pemerintahan. Undang-Undang Dasar 1945 misalnya tidak

hanya mengatur tugas dan kewenangan Presiden dan Wakil Presiden, tetapi juga

mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Kelima sumber kewenangan tersebut di atas (sumber primordial, sumber

yang dianggap suci, sumber pribadi, sumber instrumental, dan sumber legal

formal) dapat dikategorikan ke dalam dua tipe kewenangan utama, yaitu

kewenangan yang bersifat prosedural dan kewenangan yang bersifat substansial.

Kewenangan yang bersifat prosedural adalah hak memerintah berdasarkan

sumber-sumber legal atau peraturan perundang-undangan yang bersifat tertulis

maupun tidak tertulis. Sedangkan kewenangan yang bersifat substansial adalah

hak memerintah berdasarkan pada faktor-faktor yang melekat pada diri

pemimpin, seperti tradisi, sakral, kualitas pribadi, dan sumber instrumental.

Semakin kompleks struktur masyarakat suatu negara maka tipe kewenangan yang

Page 36: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

26

digunakan cenderung bersifat prosedural. Sebaliknya, di masyarakat yang

strukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan

substansial karena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi, kepercayaan

kepada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada tokoh pemimpin.12

Selanjutnya konsep legitimasi (legitimacy atau keabsahan) yang terutama

penting dalam suatu sistem politik. Keabsahan adalah keyakinan anggota-

anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok

adalah wajar dan patut dihormati. Kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa

pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sudah

diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan

dan prosedur yang sah. Sehingga, mereka yang diperintah menganggap bahwa

sudah wajar peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh

penguasa dipatuhi. Dalam hubungan ini dikatakan oleh David Easton bahwa

keabsahan adalah: “Keyakinan dari pihak anggota (masyarakat) bahwa sudah

wajarnya untuk menerima baik dan menaati penguasa dan memenuhi tuntutan-

tuntutan dari rezim itu.”13

Secara sederhana ada tiga azas legitimasi yang diterima masyarakat

secara luas (legitimasi subyek kekuasaan menurut istilah dari Franz Magnis

12

Charles Andrain, Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1992), h. 194-197.

13

David Easton, A System Analysis of Political Life, (New York: John Willey and Sons,

1965), h. 273.

Page 37: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

27

Suseno). Pertama, legitimasi religios, yang mendasarkan bahwa hak untuk

memerintah dilandasi pada faktor-faktor yang adi-kodrati. Dalam paham ini

penguasa dipandang sebagai manusia yang memiliki kekuatan adikodrati (ilahi,

ghaib, supranatural) sehingga ia mendapat hak ketuhanan (the devine right) untuk

menjadi pemimpin.

Kedua, legitimasi elite, legitimasi ini mendasarkan kekuasaan penguasa

pada kemampuan khusus yang dimiliki oleh aktor (individu ataupun kelompok)

untuk memerintah. Dalam konteks ini dipahami bahwa penguasa haruslah aktor-

aktor yang memiliki kualifikasi khusus atau kualifikasi yang melebihi

kualifikasi-kualifikasi aktor lainnya. Terdapat empat macam legitimasi elite yang

berkembang: a. Legitimasi aristokratis, legitimasi relatif nihil pada abad modern

sekarang. Namun secara sederhana legitimasi aristrokasi hendak mengatakan

bahwa satu golongan dalam masyarakat dianggap memiliki hak untuk berkuasa

dibandingkan dengan golongan lain karena mereka dianggap lebih unggul

daripada yang lainnya; b. Legitimasi teknoratis, kekuasaan penguasa terbangun

oleh karena terbentuknya argumen yang menyatakan bahwa dalam dunia yang

serba modern serta kompleks seperti saat ini dibutuhkan penguasa-penguasa atau

pemimpin-pemimpin yang betul-betul ahli, sehingga mampu beradaptasi dengan

perubahan yang sangat cepat. Pemimpin-pemimpin atau penguasa-penguasa yang

sangat ahli dan mampu menerima tanggungjawab tersebut termanifestasi dalam

diri para kaum teknokrat; c. Legitimasi ideologis, legitimasi ini mendasarkan

kepemilikan kekuasaan pada suatu ideologi negara yang mengikat setiap warga

Page 38: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

28

negaranya. Maksudnya, setiap warga negara harus mengakui hak istimewa yang

dimiliki oleh aktor-aktor yang mengembangkan ideologi negara untuk menjadi

penguasa, oleh karena merekalah yang mengerti betul bagaimana strategi, atau

harus dibawa ke mana negara ini mengikuti ideologi yang mereka kembangkan;

d. legitimasi pragmatis, adalah bentuk legitimasi yang menempatkan aktor-aktor

tertentu yang menganggap dirinya cocok untuk memegang kekuasaan negara dan

sanggup mengelola kekuasaan tersebut.14

Namun kekuasaan berdasarkan legitimasi-legitimasi tersebut dengan

sendirinya mengingkari kesamaan dan kesederajatan manusia, karena kedudukan

lebih tinggi sekelompok manusia dari manusia lainnya. Selain itu, kekuasaan

yang berdasarkan legitimasi-legitimasi di atas akan menjadi kekuasaan yang

absolut, karena asumsi dasarnya menempatkan kelompok yang memerintah

sebagai pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu dalam

menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan yang didirikan berdasarkan

ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan menjadi kekuasaan yang otoriter.

Maka dari itulah adanya konsepsi demokrasi memberikan landasan dan

mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan

manusia.15

14

S.N Eisenstadt, Max Weber on Charisma and Institution Building, (Chicago:

University Chicago Press, 1968), h. 46.

15

Jimly Ashiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Ed. 2, Cet. 1

(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 198-199.

Page 39: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

29

C. Sultan Hamengku Buwono

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi

pemerintahan yakni kesultanan termasuk di dalamnya Kadipaten Pakualaman.

Daerah yang mempunyai asal usul dengan pemerintahannya sendiri, di zaman

penjajahan Hindia Belanda disebut Zelffbestrurende Landschappen. Di zaman

kemerdekaan disebut dengan nama Swapraja.16

Sudah menjadi pengetahuan

umum bahwa pendiri Kesultanan Yogyakarta adalah Pangeran Mangkubumi,

terlahir sebagai Raden Mas Sujono. Dari sejarah dapat kita membuktikan bahwa

berdirinya Kesultanan Yogyakarta melewati perjuangan yang ulet dan

memerlukan waktu sekitar 9 tahun. Perjuangan ini diawali dari protes

Mangkubumi, baik kepada kakaknya sendiri, Paku Buwono II, maupun kepada

VOC. Protes ini dilatar belakangi dari sesudah Gegeran Pacina (1740-1743)

dapat diselesaikan, masih ada beberapa pemberontak yang meneruskan

perjuangan. Diantaranya adalah Raden Mas Said yang masih menguasai daerah

Sukawati (sekarang Sragen). Said terkenal sakti, karena itu tidak ada satria

Mataram yang berani menghadapinya. Kemudian Susuhunan Paku Buwono II

kemudian mengeluarkan maklumat, barang siapa yang dapat mengalahkan Said

akan diberikan tanah Sukawati.17

16

Sujanto, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Jakarta:

Bina Aksara, 1998), h. 162.

17

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 11-12.

Page 40: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

30

Satu-satunya bangsawan yang memberanikan diri untuk mengahadapi

Said adalah Mangkubumi. Setelah mendapat persetujuan raja dengan

memperoleh pusaka Kyai Plered, Mangkubumi bergerak dengan pasukannya

untuk menghadapi Said, namun pemberontak ini berhasil meloloskan diri.

Dengan demikian Mangkubumi berhak menerima hadiah tanah Sukawati yang

dijanjikan oleh raja. Bersama dengan itu datanglah ke Surakarta Gubernur

Jenderal VOC, Van Imhoff yang terkenal licik. Sama halnya dengan Pepatih

Dalem Surakarta, Pringgoloyo, ipar Susuhunan dan Mangkubumi. Pringgoloyo

digambarkan sebagai patih yang licik, selain juga pengecut (ia meninggal dengan

bunuh diri). Pringgoloyo pernah menghasut Susuhunan agar tidak menyerahkan

tanah Sukawati kepada Mangkubumi karena akan membuat iri para bangsawan

lain, juga dapat membahayakan kedudukan Susuhunan sendiri. Namun

Susuhunan tidak mengikuti nasihat patihnya, dan tetap berpegang pada prinsip

sabda pandhita ratu tan kena wola-wali (raja dan pendeta tidak boleh ingkar

janji).18

Van Imhoff yang terkena bujukan Pringgoloyo mengecam Mangkubumi

di Paseban. Van Imhoff yang memiliki kesempatan berpidato mengkritik

Mangkubumi sebagai bangsawan yang tidak tahu berterima kasih kepada

Susuhunan, karena telah menuntut hadiah. Kecaman di muka umum oleh Van

Imhoff sangat menyinggung kehormatan Mangkubumi. Oleh karena itu, pada

18

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 12.

Page 41: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

31

malam harinya Mangkubumi beserta para pengikutnya meninggalkan Surakarta

menuju Sukawati untuk memulai perlawanan. Sasaran Mangkubumi adalah

Susuhunan yang ingkar janji dan Belanda yang dianggap Murang Tata (kurang

ajar).19

Dengan perjuangan selama 9 tahun, baik Susuhunan Paku Buwono III

maupun VOC dipaksa untuk memberikan separuh Mataram kepada

Mangkubumi, lewat perjanjian Gianti pada tahun 1755. Dalam perjanjian itu

Mangkubumi diakui menjadi Sultan Hamengku Buwono I dengan keratonnya di

Yogyakarta. Gelarnya Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panatogomo Khalifatullah

memang masih berarti raja besar, namun dalam kenyataanya ia terikat oleh

kontrak politik antara lain mengakui kalau Kesultanan Yogyakarta adalah

kerajaan bawahan dari kerajaan Netherland, sebagai pemegang kedaulatan.

Meskipun demikian terhadap rakyat di wilayah Kesultanan, raja tetap diakui

sebagai raja Gung Binathara (raja besar).20

Adapun pembagian wilayah kerajaan tersebut menurut perjanjian Gianti

adalah, untuk wilayah negara agung, yang masing-masing di sekitar Keraton

Surakarta dan Yogyakarta. Susuhunan menerima 53.100 karya bahu atau cacah,

sedangkan Sultan menerima luas yang sama. Untuk daerah–daerah yang disebut

19

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 12.

20

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 13.

Page 42: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

32

mancanegara (daerah kekuasaan di luar negara agung), Sultan menerima daerah

yang sedikit lebih luas dibandingkan dengan Susuhunan karena daerah yang

diterima Sultan kurang subur. Menurut Prof Sukanto, dalam bukunya

Perdjanjian Gianti, daerah-daerah mancanegara yang masuk ke Kesunanan

Surakarta adalah : Jagaraga, Panaraga, separuh Pacitan, Kediri, Blitar, Ladaya,

Srengat, Pace (Nganjuk-Berbek), Wirasaba (Majaagung) Blora, Banyumas, dan

Kaduwang. Sedangkan daerah Sultan adalah : Madiun, Magetan, Caruban,

separuh Pacitan, Kertasana, Kalangbret, Ngrawa (Tulungagung), Japan

(Mojokerto), Jipang (Bojonegoro), Teras Karas (Ngawen), Kedu, Sela, dan

Warung (Kuwu Wirasari), dan Grobogan.21

Pembagian daerah tersebut tidak

menguntungkan Kesunanan maupun Kesultanan, melainkan lebih

menguntungkan VOC. Dengan pembagian daerah yang terpencar, komunikasi

yang menjamin kesatuan tidak mungkin dibangun, sebaliknya perselisihan antara

Kesunanan dan Kesultanan mudah sekali ditimbulkan, seperti yang terjadi antara

daerah Panaraga (Kesunanan) dan Madiun (Kesultanan).

Kesultanan ini berturut-turut mengalami pergantian dalam perjalanannya.

Sultan Hamengku Buwono I digantikan oleh putranya Hamengku Buwono II

pada tahun 1792. Hamengku Buwono II digantikan oleh putra mahkota kedua

yang kemudian diberi gelar Hamengku Buwono III pada tahun 1812, Hamengku

Buwono III digantikan oleh putra mahkota ketiga yang kemudian diberi gelar

21

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 13.

Page 43: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

33

Hamengku Buwono IV pada tahun 1814 yang dalam pemerintahannya dibantu

wali Paku Alam I. Hamengku Buwono IV digantikan oleh putra mahkota

keempat yang kemudian diberi gelar Hamengku Buwono V pada tahun 1822

yang dalam pemerintahannya dibantu Dewan Perwalian salah satunya Pangeran

Diponegoro, Hamengku Buwono V karena tidak memiliki putra digantikan oleh

adiknya Pangeran Adipati Mangkubumi yang kemudian diberi gelar Hamengku

Buwono VI pada tahun 1855. Hamengku Buwono VI digantikan oleh putra

mahkota kelima yakni Gusti Pangeran Hangabehi yang merupakan putra tertua

dari selir yang diangkat menjadi parameswari yang kemudian diberi gelar

Hamengku Buwono VII pada tahun 1877, Hamengku Buwono VII digantikan

oleh putra mahkota keenam yang saat itu sedang studi di Belanda yang kemudian

diberi gelar Hamengku Buwono VIII pada tahun 1921. Hamengku Buwono VIII

digantikan oleh putra mahkota ketujuh yakni Dorojatun yang kemudian diberi

gelar Hamengku Buwono IX pada tahun 193922

dengan sejarah panjangnya

melakukan usaha-usaha mengubah birokrasi pemerintahan untuk melepaskan diri

dari kontrol penjajah dimulai pada waktu dinobatkan sebagai sultan,23

Hamengku

22

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 14-22.

23

P. J. Suwarno, Hemangku Buwono IX Dan Sistem Birokrasi Pemerintahan

Yogyakarta, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 22.

Page 44: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

34

Buwono IX digantikan oleh putra mahkota kedelapan yang kemudian diberi gelar

Hamengku Buwono X pada tahun 1988.24

Selanjutnya syarat menjadi pengganti raja harus seorang putra mahkota,

yang dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Pangeran Adipati Anom. Menurut

pranata praja kejawen (peraturan dalam kerajaan Jawa) yang berhak menjadi

Pangeran Adipati Anom adalah putra tertua parameswari, yang dalam bahasa

Jawa disebut garwa padmi. Namun apabila garwa padmi hanya mempunyai putri

saja, kemungkinan pertama, yang diangkat menjadi Pangeran Adipati Anom

adalah adik laki-laki Sultan yang memerintah yang dilahirkan oleh parameswari

(seibu dengan sultan). Kemungkinan kedua, mengangkat seorang selir menjadi

parameswari, sehingga putra tertuanya diangkat menjadi Pengeran Adipati

Anom. Menurut pertimbangan kelayakan berdasar pranatan, yang harus diangkat

bukan putra parameswari yang tertua, melainkan putra yang lain yang diangkat.

Contohnya adalah Sultan hamengku Buwono VII yang merupakan putra keempat

Sultan Hamengku Buwono VII yang dilahirkan oleh parameswari.25

D. Adipati Paku Alam

Kadipaten Pakualaman merupakan hadiah pemerintah Inggris pimpinan

Letnan Gubernur Raffles (1811-1815) kepada Pangeran Notokusumo, putra

24

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 23-25.

25

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 99-100.

Page 45: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

35

Hamengku Buwono I, yang kemudian bergelar Paku Alam I. Pangeran

Notokusumo berjasa kepada Inggris karena ia berusaha melunakan hati

Hamengku Buwono II, yang sebenarnya saudara se-ayah. Pendirian Pakualaman

sebenarnya merupakan situasi disintegrasi lebih lanjut bagi kerajaan Mataram.

Pada tahun 1755 lewat perjanjian Gianti yang ditanda tangani oleh Pangeran

Mangkubumi atau Sultan Hamengku Buwono I, Mataram telah terbagi dua, yaitu

Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta,26

disintegratif ini merupakan

hal yang dikehendaki oleh VOC pada saat itu, dengan tujuan agar VOC menjadi

yang terkuat. Kadipaten Pakualaman merupakan proses intergrasi dari wilayah

Kesultanan Yogyakarta yang berwilayah satu kecamatan di dalam kota

Yogyakarta dan empat kecamatan di wilayah Kulon Progo, yaitu daerah yang

bernama Kabupaten Adikarto.27

Pada abad ke-19 berbagai kerajaan yang pada hakikatnya merupakan

kesatuan politik (pusat kekuasaan) di berbagai daerah mengalami integrasi,28

dan

dilanjutkan pada abad ke-20 dengan semakin kuatnya koloni Nederlansch Indie

atau India-Belanda. Sehingga pada tahun 1813 kesultanan Yogyakarta tidak

kuasa menolak kehadiran Kadipaten Pakualaman. Lahirnya Kadipaten

Pakualaman dengan status penguasanya sebagai Pangeran Merdiko ditentukan

26

M.C Riklefs, Yogyakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792, (New York-Toronto-

Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1974), h. 42.

27

Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1985), h. 223.

28

Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, (Jakarta:

Gramedia, 1987), h. 9.

Page 46: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

36

oleh pihak penjajah, semula Inggris dan kemudian Belanda. Dipandang dari

konsep kekuasaan Jawa, terpecahnya Mataram menjadi Kesunanan Surakarta dan

Kesultanan Yogyakarta, serta Kesultanan Yogyakarta menjadi Kesultanan

Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, merupakan perkembangan atau situasi

yang tidak berkesesuaian.

Anggapan umum tentang berdirinya Kadipaten Pakualaman adalah bahwa

Kadipaten Pakualaman itu proyek penjajahan, yang ada kaitannya dengan prinsip

pecah belah dan kuasai. Akan tetapi menurut sumber Jawa, berdirinya Kadipaten

Pakualaman adalah kehendak Hamengku Buwono III, yang diindikasi merupakan

bentuk dukungan Notokusumo terhadap Hemengku Buwono III dalam

menjatuhkan Hamengku Buwono II.

Sebagai suatu kadipaten, suatu kerajaan yang kecil, Pakualaman tidak

dapat berbuat banyak untuk mengubah dirinya menjadi kerajaan yang besar.

Peluang untuk itu tidak ada, suatu hal yang sangat berbeda dengan moyangnya

dulu, Panembahan Senapati yang dapat mengubah statusnya dari kadipaten

bawahan Pajang menjadi kerajaan yang membawahkan Pajang dan banyak

daerah lain. Pemerintah Belanda tentu tidak akan membiarkan peluang itu

muncul dan dimanfaatkan oleh Pakualaman.29

Akan tetapi justru karena

29

G. Moedjanto, Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta:

Kanisius, 1994), h. 30.

Page 47: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

37

kekecilannya, dari kalangan pura Pakualaman muncul banyak kaum terpelajar,

yang meminjam istilah Van Niel, disebut elite modern Indonesia.30

Karena mereka berasal dari keluarga raja kecil, maka dari kalangan

mereka kemudian muncul kesadaran akan perlunya pembaharuan di kalangan

masyarakat Jawa. Mereka benar-benar sadar, bahwa suasana Jawa sudah

berubah. Dengan kekecilannya, bahkan mungkin sekali para bangsawan

Pakualaman tidak akan dapat mempertahankan statusnya sebagai kaum elite.

Mereka hanya akan dapat menjalankan peranannya dalam masyarakat Jawa yang

berubah kalau mereka mengikuti perubahan zaman. Bagi mereka mengikuti

perkembangan modern adalah suatu hal yang mutlak. Intelektualisasi keluarga

Pakualaman dimulai pada masa Sri Paku Alam V (1878-1900).31

Oleh karena itu

tidak mustahil kalau dari kalangan putra atau keluarga Pakualaman muncul

tokoh-tokoh awal pergerakan kebangsaan seperti Kusumoyudo, Notosuroto,

Notodiningrat (Wreksodiningrat), Suryapranata, dan yang paling terkenal,

Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Kedua tokoh terakhir sanggup

menggocangkan pemerintah kolonial; Suryapranata lewat SI dan Sarekat Buruh

yang dipimpinnya, sedangkan Suwardi Suryaningrat lewat Indische Partij,

Komite Bumi Putera dan Tamansiswa yang digerakannya. Dari keterangan di

atas nyatalah bahwa nasionalisme adalah paham yang telah “menjangkiti”

30

R Van Niel, Munculnya Elit Modern Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), h. 30.

31

Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1985), h. 245.

Page 48: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

38

keluarga Pakualaman. Modernisasi yang diselenggarakan atau diikuti oleh

Kadipaten Pakualaman dan Keluarga Pakualaman, serta partisipasi bangsawan

Pakualaman merupakan sumbangan bagi proses integrasi bangsa.

Di Kadipaten Pakualaman kepala kadipaten disebut sebagai Paku Alam.

Pemakaian nama Paku Alam dapat dipandang sebagai salah satu wujud dari

harapan untuk melepaskan diri dari ikatan penjajah. Pemberian nama Paku Alam

untuk kepala Kadipaten Pakualaman haruslah seizin atau dengan keputusan dari

Gubernur Jendral.32

Gelar itu diberikan kepada kepala Kadipaten Pakualaman

jika sudah berumur 40 tahun. Sebelum berusia 40 tahun mereka bergelar Suryo

Sasraningrat, atau sejak Paku Alam V, Suryodilogo. Akan tetapi kepala

Kadipaten Pakualaman yang sekarang menggunakan nama Paku Alam VIII pada

usia 32 tahun (4 windu), pada saat Belanda sudah dikalahkan dan Indonesia

diduduki oleh Jepang.

Pada zaman Jepang nasionalisme Indonesia memasuki fase pematangan.

Masa penindasan dan pemerasan pada zaman Jepang begitu mencekam, sehingga

rasa senasib dan sepenangguhan di kalangan rakyat Indonesia begitu kuat

mendorong lajunya proses penyatuan bangsa (nation building). Wawasan

kedaerahan sudah begitu jauh tersingkir, dibarengi dengan merasuknya semangat

kebangsaan di seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali Sri Paduka Alam VIII

dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Baik Sri Paku Alam VIII maupun Sri

32

Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1985), h. 223, 233, 351.

Page 49: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

39

Sultan Hamengku Buwono IX tidak lagi berwawasan sempit, terbatas pada

kerajaan masing-masing, melainkan sudah berwawasan Indonesia. Mereka tidak

lagi berjuang untuk memulihkan kejayaan masing-masing, melainkan untuk

kejayaan seluruh Indonesia. Dalam bahasa konsep kekuasaan Jawa, mereka

berjuang bukan lagi untuk keagungbinateraan kerajaan Jawa atau diri mereka

masing-masing, melainkan telah beralih untuk negara kebangsaan Indonesia,

yang berkedaulatan rakyat.33

Dengan alasan itu Sri Paduka Alam VIII

“mengembalikan” Kadipaten Pakualaman kepada “induknya”, Kesultanan

Yogyakarta. Sri Paduka Alam VIII sangat sadar apalah artinya Kadipaten

Pakualaman dengan empat kecamatan di Kulon Progo dan satu kecamatan di

dalam kota untuk memainkan peranan yang berarti jika sendiri. Oleh karena itu

sejak Jepang berkuasa Sri Paku Alam bergabung dengan Sri Sultan Hamengku

Buwono IX berkantor di Kepatihan.

E. Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut

Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi daerah dimaksudkan untuk lebih

menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan

33

Ceramah Gubernur Kepala Daerah Provinsi DIY dalam Sarasehan tentang Makna

Kepahlawanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di Universitas Widya Mataram, 16 November

1990, h. 8.

Page 50: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

40

keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.34

Pelaksanaan otonomi daerah ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang

terdiri dari kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pada tingkat daerah provinsi

disebut sebagai Gubernur dan Wakil Gubenur, dan pada tingkat daerah

kabupaten/kota disebut bupati atau wali kota dan wakil bupati atau wakil wali

kota.35

Kepala daerah sesuai dengan Pasal 65 Undang-Undang No. 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai

berikut : mempimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan derah berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan kebijakan

yang ditetapkan bersama DPRD, memelihara ketentraman dan ketertiban

masyarakat, menyusun dan mengajukan rancangan perda tentang RPJPD dan

rancangan peraturan daerah (Perda) tentang RPJMD kepada DPRD untuk

dibahas bersama DPRD serta menyusun dan menetapka RKPD, menyusun dan

mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan

APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

kepada DPRD untuk dibahas bersama, mewakili daerahnya di dalam dan di luar

pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, mengusulkan pengangkatan wakil

34

HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2005), h. 36.

35

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah

Secara Langsung, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 30.

Page 51: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

41

kepala daerah, dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut kepala daerah

memiliki wewenang mengajukan rancangan Perda, menetapkan Perda yang telah

mendapat persetujuan bersama DPRD, menetapkan Perkada dan keputusan

Kepala Daerah, mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang

sangat dibutuhkan oleh daerah/atau masyarakat, melaksanakan wewenang lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya pada Pasal 66 wakil kepala daerah mempunyai tugas

membantu kepala daerah dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah, mengoordinasikan kegiatan perangkat daerah

dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat

pengawasan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemeritahan daerah

dilaksanakan oleh perangkat daerah provinsi bagi wakil gubernur, memantau dan

mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh perangkat

daerah kebupaten/kota,kelurahan, dan /atau desa bagi wakil bupaten/wali kota,

meberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan

pemerintahan daerah, melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila

kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, dan

melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia

dilakukan melalui pemilihan umum secara langsung, yang mana dalam pemilihan

Page 52: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

42

kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung ini diatur dalam UUD

1945 Pasal 18 ayat (4) dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu

No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota. Tahapan pengisian jabatan kepala daerah

dan wakil kepala daerah ini meliputi beberapa tahapan, adapun tahapan tersebut

adalah pemberitahuan DPRD kepala daerah wakil kepala daerah mengenai

berakhirnya masa jabatan, pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah dan wakil

kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan, pemberitahuan DPRD kepada

KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala

daerah, perencanaan penyelenggaraan meliputi mengenai penetapa tata cara dan

jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,

pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS, dan KPPS, pemberitahuan dan

pendaftaran pemantau. Sementara itu dalam tahapan pelaksanaan meliputi

penetapan daftar pemilih, pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah dan

wakil kepala daerah, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, dan

penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.36

36

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah

Secara Langsung, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 64.

Page 53: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

43

BAB III

TINJAUAN UMUM HAK POLITIK WARGA NEGARA

A. Hak Politik Warga Negara Dalam Konstitusi Indonesia

Hak asasi (fundamental rights) adalah hak yang bersifat mendasar

(grounded). Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang bersifat mendasar

dan inhern dengan jati diri manusia secara universal.1 Menurut Teaching Human

Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi

Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,2 karena dia

adalah manusia. Dalam Mukadimah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik

(1966), dirancangkan: “Hak-hak ini berasal dari harkat dan martabat yang

melekat pada manusia (these rights device from the inherent dignity of the human

person)”. Hak ini sangat mendasar atau asasi (fundamental) sifatnya, yang

mutlak diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita,

serta martabatnya. Hak ini juga bersifat universal, artinya dimiliki semua

manusia tanpa perbedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau gender.3 Tanpa

hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang. Menurut Tudong Mulya

1 Arend Soeteman, Pluralisme And Law, (London: Kluwer Academi Publishers, 2001),

h. 63.

2 A Ubaedillah, Abdul Razak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,

(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 148.

3 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2008), h. 211-212.

Page 54: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

44

Lubis sesungguhnya menelaah hak asasi manusia adalah menelaah totalitas

kehidupan; sejauh mana kehidupan kita memberi tempat yang wajar kepada

kemanusiaan.4

Pada tahun 1944 dalam Konferensi Buruh Internasional di Philadelphia,

Amerika Serikat, dihasilkan sebuah deklarasi hak asasi manusia. Deklarasi

Philadelphia ini memuat pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan

keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan, dan

jenis kelaminnya. Deklarasi ini juga memuat prinsip hak asasi manusia yang

menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan materiil

dan spiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan

kesempatan yang sama. Hak-hak tersebut kemudian dijadikan dasar perumusan

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang dikukuhkan oleh PBB

dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada 1948. DUHAM

dinilai sebagai generasi hak asasi manusia pertama yang dianggap sebagai

puncak konseptualisasi hak asasi manusia sejagat. Menurut DUHAM, terdapat

lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan

kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan perlindungan hukum); hak sipil dan

4 Tudong Mulya Lubis, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural, (Jakarta: LP3ES,

1984), h. 14.

Page 55: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

45

politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang

kehidupan); dan hak ekonomi, sosial, sosial budaya.5

Generasi hak asasi manusia kedua menyusul pada keinginan yang kuat

masyarakat global untuk memberikan kepastian terhadap masa depan hak asasi

manusia yang melebar pada aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dalam

sidang umum PBB 16 Desember 1966 kemudian dirumuskan dua buah Kovenan,

yakni Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International

Covenant on Economic Social, and Cultural Rights, dan Kovenan Internasional

Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Politic Rights).

Perkembangan pemikiran hak asasi manusia juga mengalami peningkatan ke arah

kesatupaduan antara hak-hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam

“satu keranjang” yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan (the

Rights of Development). Inilah generasi hak asasi manusia ketiga. Sebagai proses

dialektika, pemikiran hak asasi manusia akhirnya memasuki tahap

penyempurnaan sampai munculnya generasi hak asasi manusia keempat yang

mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan

ekonomi, sehingga menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya berbagai

aspek kesejahteraan rakyat. Munculnya generasi keempat hak asasi manusia ini

dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan

deklarasi hak asasi manusia yang dikenal dengan Deklarasi Dasar Masyarakat

5 A Ubaedillah, Abdul Razak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,

(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h. 151.

Page 56: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

46

Asia dan Pemerintah (Declaration of The Basic Duties of Asia People and

Goverment).6

Wacana hak asasi manusia bukanlah wacana yang asing dalam diskursus

politik dan ketatanegaraan Indonesia. Diskursus mengenai hak asasi manusia

ditandai dengan perdebatan yang sangat intensif dalam tiga periode sejarah

ketatanegaraan, yaitu mulai dari tahun 1945, sebagai awal periode perdebatan

hak asasi manusia, diikuti dengan periode Konstituante (tahun 1957-1959) dan

periode awal bangkitnya Orde Baru (1966-1968). Dalam ketiga periode ini

perjuangan untuk menjadikan hak asasi manusia sebagai sentral dari kehidupan

berbangsa dan bernegara berlangsung dengan sangat serius. Tetapi pada periode-

periode tersebut wacana hak asasi manusia gagal dituangkan ke dalam hukum

dasar negara atau konstitusi. Perjuangan itu memerlukan waktu lama untuk

berhasil, yaitu sampai datangnya periode reformasi (tahun 1998-2000).

Pada periode reformasi ini lahir Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998

tentang Hak Asasi Manusia, yang isinya tidak hanya memuat Piagam Hak Asasi

Manusia, tetapi juga memuat amanat kepada presiden dan lembaga-lembaga

tinggi negara untuk memajukan perlindungan hak asasi manusia, termasuk untuk

meratifikasi instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia. Presiden B.J

Habibie sebagai presiden saat itu dan DPR sangat terbuka dengan tuntutan

reformasi, sebelum proses amandemen konstitusi bergulir, Presiden mengajukan

6 Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2007), h. 55.

Page 57: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

47

Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia ke DPR untuk dibahas. Yang

kemudian pada 23 September 1999 telah dicapai konsensus untuk mengesahkan

undang-undang tersebut yakni Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia. Hasil pemilu 1999 merubah peta kekuatan politik di MPR/DPR.

Selain berhasil mengangkat K.H Abdurrachman Wahid sebagai Presiden, pada

sidang tahunan MPR tahun 2000 perlindungan hak asasi manusia ke dalam

Undang-Undang Dasar 1945 akhirnya berhasil dicapai. MPR sepakat memasukan

hak asasi manusia ke dalam Bab XA, yang berisi 10 Pasal hak asasi manusia

(dari Pasal 28A-28J) pada Amandemen Kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada

18 Agustus 2000. Hak-hak yang tercakup di dalamnya mulai dari kategori hak-

hak sipil politik, hingga pada kategori hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.7

Dari sekian banyak hak-hak asasi manusia yang tercakup di dalam

Undang-Undang Dasar 1945, salah satu hak-hak penting di Indonesia sebagai

negara penganut sistem demokrasi adalah hak-hak sipil politik yang di dalamnya

terdapat hak politik warga negara. Sebelum membahas mengenai hak politik

warga negara, terlebih dahulu akan dibahas mengenai apa itu hak, konsep politik,

dan warga negara yang kemudian dijadikan pengertian utuh mengenai hak politik

warga negara serta pembahasanya. Sebagaimana dikemukakan oleh James W.

Nickel unsur-unsur hak itu antara lain: a. Masing-masing hak

mengidentifikasikan satu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya, kondisi

7 Rhona K.M Smith, Njal Hostmaelinen, Christian Ranheim, d.k.k, Hukum Hak Asasi

Manusia, Cet.1, (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), h. 237-244.

Page 58: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

48

kepemilikan suatu hak juga bisa dilihat dengan prosedur-prosedur yang

merampas hak tersebut, misalnya menjual, mengingkari, atau menyitanya adalah

kata-kata prosedur yang menunjukan bahwa orang yang menjual, atau

mengingkari ataupun menyita barang tertentu misalnya, bisa disimpulkan orang

tersebutlah pemilih hak atas barang tersebut; b. Hak adalah untuk sesuatu

kebebasan atau keuntungan, dalam hal ini terlihat jelas bahwa ruang lingkup hak

menentukan kegunaan hak itu sendiri, ruang lingkup suatu hak juga meliputi

syarat-syarat operasionalnya yang menggunakan kapan suatu hak diterapkan dan

apa (jika memang ada) yang mesti dilakukan untuk pengoperasian hak tersebut;

c. Suatu hak yang ditetapkan secara lengkap akan mengidentifikasi pihak atau

pihak-pihak yang harus berperan mengusahakan tersedianya kebebasan atau

keuntungan yang diidentifikasikan oleh ruang lingkup hak tersebut. Pihak disini

diartikan sebagai pihak penanggung jawab atau pihak yang harus menghormati

hak tersebut.8

Dari ketiga unsur yang dikemukakan di atas diketahui menurut James W.

Nickel setiap hak pasti mengindikasikan kehadiran pemilik dari hak tersebut.

Tanpa pemilik, maka suatu hak diragukan statusnya sebagai hak. Karena hak

tidak bisa berdiri tanpa pemiliknya. Selain itu juga diketahui hak sebagai sesuatu

yang menghasilkan kebebasan atau keuntungan. Jika seseorang dikatakan

memiliki hak, maka sudah barang tentu kondisi tersebut menunjukan bahwa

8 James W. Nickel, Hak Asasi Manusia (Making Sense Of Human Rights, Philosophical

Reflection On The Universal Declaration Of Human Rights), diterjemahkan oleh Titis Eddy

Arini, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 20.

Page 59: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

49

orang tersebut menunjukan bahwa orang tersebut mendapatkan keauntungan

bukan kerugian. Terakhir kepemilikan atas hak menghadirkan pula pihak terkait

lainnya yang bertanggung jawab untuk mengusahakan tersedianya keuntungan

yang muncul atas kepemilikan hak tersebut. Pihak terkait ini beragam

konteksnya, tergantung konteks substansi dari hak itu sendiri. Di dalam

demokrasi dalam hal politik berarti yang menjamin hak tersebut adalah negara.

Jadi hak adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang dan dilaksanakan oleh

dirinya sendiri dengan melibatkan pihak yang bertanggung jawab akan

pelaksanaannya.

Selanjutnya melihat ruang lingkup konsepsi politik Miriam Budiarjo

segala kegiatan yang menyangkut pokok politik adalah Negara (State),

Kekuasaan (Power), Pengambilan keputusan (Decision Making), Kebijaksanaan

(Policy, Beleid), Pembagian (Distribution) atau alokasi (Allocation).9 Menurut

Ramlan Surbakti konsep politik mengandung tujuh istilah, yakni interaksi,

pemerintah, masyarakat, proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang

mengikat, kebaikan bersama, dan wilayah tertentu yang kemudian disimpulkan

dalam pengertian politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat

dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang tinggal dalam

suatu wilayah.10

Terakhir warga negara adalah sekelompok manusia yang ada

9 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2008), h. 17.

10

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasinda, 2010), h. 14.

Page 60: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

50

dalam wewenang suatu negara.11

Berangkat dari uraian di atas dapat diambil

garis pemahaman bahwa hak politik adalah segala sesuatu menyangkut politik

yang dapat dituntut oleh sekelompok manusia kepada negara untuk

memenuhinya. Dengan begitu bisa dipahami hak (entitlement) dalam konteks hak

politik warga negara adalah segala sesuatu yang dimiliki seseorang pada bidang

politik dan dilaksanakan oleh dirinya sendiri dimana negara berkewajiban

memenuhinya.

Hak politik warga negara di Indonesia diatur dalam Pasal 27 ayat (1),

Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28 E ayat (3) Undang-Undang Dasar

1945 yang tertulis sebagai berikut: Pertama, Pasal 27 ayat (1) menyatakan

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya”. Rumusan pasal tersebut dengan jelas menegaskan bahwa

konstitusi Indonesia mengakui prinsip equality before the law atau persamaan

kedudukan dihadapan hukum dan siapapun orangnya memiliki kedudukan yang

sama untuk berada dalam pemerintahan; Kedua, Pasal 28 menyatakan

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Menurut Jimly

Ashiddiqie Pasal 28 ini sama sekali bukan jaminan hak asasi manusia seperti

yang seharusnya menjadi muatan konstitusi negara demokrasi karena hak

11 Hendra Nur Tjahjo, Politik Hukum Tata Negara Indonesia, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), h. 302.

Page 61: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

51

tersebut ditetapkan dengan undang-undang. Karena itu sebenarnya ketentuan asli

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 ini bukanlah rumusan hak asasi manusia

seperti umumnya dipahami; Ketiga, Pasal 28D ayat (3) menyatakan “Setiap

warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Pasal

ini menegaskan bahwa akses publik kepada pemerintahan adalah hak setiap

warga negara. Dengan ketentuan ini setiap warga negara memiliki hak

memperoleh perlakuan dan pelayanan publik yang sama dalam pemerintahan,

termasuk pula hak untuk menduduki jabatan publik; Keempat, Pasal 28E ayat (3)

yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,

dan mengeluarkan pendapat. Sepintas bunyi pasal ini sama dengan rumusan

Pasal 28, namun sebagaimana dijelaskan oleh Jimly Ashiddiqie bahwa Pasal 28

bukanlah jaminan hak asasi manusia dalam konstitusi. Sedangkan bunyi Pasal

28E ayat (3) dengan tegas menjamin hak berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat itu.

B. Bentuk Hak Politik Warga Negara

Beberapa bentuk dari pelaksanaan hak politik warga negara tersebut di

atas adalah: Pertama, hak masyarakat untuk memilih dan dipilih dalam

pemilihan umum. Hak ini tercermin dalam partisipasi masyarakat untuk ikut

memberikan suara dalam pemilu dan mencalonkan diri menjadi pejabat publik

dalam pemilihan umum. Khusus hak politik untuk dipilih dan dipilih merupakan

ranah politik praktis dimana jabatan-jabatan politik yang tersedia antara lain :

Page 62: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

52

jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota beserta

masing-masing wakilnya, dan DPR, DPD, DPRD Provinsi, Kabupaten atau kota.

Kedua, hak untuk turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau

dengan perantaraan wakil yang dipilihnya. Hak politik masyarakat pada dasarnya

luas, namun kondisi yang dipahami masyarakat sekarang hak politik justru

direduksi hanya pada saat pemilihan umum saja. Padahal pemilihan umum

hanyalah mekanisme untuk memilih wakil rakyat dan merupakan salah satu dari

beberapa hak politik yang bisa di charge masyarakat. Terkait hak kedua ini

misalnya, masyarakat bisa turut serta dalam pemerintahan secara langsung.

Secara tidak langsung telah dilakukan dengan memilih wakil rakyat melalui

pemilu. Partisipasi masyarakat secara langsung misalnya dalam hal pemberian

inspirasi dan masukan-masukan terkait kerja-kerja badan legislatif dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan. Pemberian masukan-masukan dari

masyarakat sangat penting bagi substansi produk badan legislatif. Hal ini karena

nantinya produk undang-undang itu akan berdampak secara luas kepada

kehidupan masyarakat. Selain itu juga pada dasarnya masyarakat punya hak

untuk mengawasi kerja badan legislatif selaku wakil yang mereka berikan

amanah jabatan parlemen.12

Ketiga, hak untuk mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan

atau usulan kepada pemerintah baik dengan lisan maupun dengan tulisan.

12

Gugum Ridho Putra, Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan

Umum Kepala Daerah, (Jakarta: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), h. 40.

Page 63: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

53

Bentuknya adalah saluran apirasi masyarakat secara langsung kepada

pemerintah. Saluran aspirasi terkait pengaduan atas pelayanan publik yang

kurang memuaskan bisa diajukan kepada setiap lembaga pemerintah, termasuk

kepada lembaga yang secara khusus menangani pelanggaran administrasi

pelayanan publik.

Keempat, hak untuk duduk dan diangkat dalam setiap jabatan publik di

dalam pemerintahan. Hak atas jabatan publik adalah milik masyarakat. Sangat

logis bahwa hak untuk menduduki jabatan publik wajib dilindungi karena hak ini

adalah salah satu yang menjamin keberlanjutan negara demokrasi. Banyak posisi

jabatan yang dapat diduduki oleh masyarakat, beberapa jabatan publik salah

satunya telah disebutkan di atas. Menurut Jimly Ashiddiqie sekurang-kurangya

terdapat 34 jabatan publik yang dapat diduduki oleh masyarakat.13

C. Hak Konstitusional Warga Negara

Dengan dimasukannya hak-hak tersebut di atas ke dalam Undang-Undang

Dasar 1945, maka hak-hak tersebut juga dikatakan sebagai hak konstitusional

warga negara. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

No. 8 Tahun tentang Mahkamah Konstitusi bahwa yang dimaksud dengan hak

konstitusional adalah “ hak-hak yag diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara

13

Gugum Ridho Putra, Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan

Umum Kepala Daerah, (Jakarta: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), h. 41.

Page 64: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

54

Republik Indonesia Tahun 1945”.14

Oleh karena itu berarti negara tidak

diperkenankan mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan baik berupa undang-

undang (legislative policy) maupun berupa peraturan pelaksanaan (bureaucratic

policy) yang dimaksudkan untuk mengurangi substansi dari hak-hak

konstitusional tersebut. Bahkan di dalam sebuah negara hukum negara

berkewajiban untuk menjamin pelaksanaan hak-hak konstitusional,15

dan disisi

lain antara warga negara juga memiliki kewajiban dasar terhadap penghormatan

hak-hak tersebut.

Adapun tanggung jawab negara dan kewajiban asasi manusia adalah: a.

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. Dalam menjalankan hak

dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan

oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan

dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi

tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas, dan kesusilaan,

keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis; c. Negara

bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan

hak-hak asasi manusia; d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia,

14

Achmad Edi Subianto, Jurnal Konstitusi Perlindungan Hak Konstitusional Melalui

Pengaduan Konstitusional, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia, 2011), h. 716.

15

Abdul Hakim G Nusantara, Politik Hukum Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1998), h. 175.

Page 65: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

55

dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan

tidak memihak yang pembentukan, susunan, dan kedudukannya diatur dengan

undang-undang.16

Ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konstitusional terhadap

hak-hak asasi manusia sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu

ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Namun di samping

hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang memiliki

kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang selama

hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang hakiki

sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan apapun

tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang oleh

setiap manusia. Oleh karena itu jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan

oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang dimanapun ia

berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang

di manapun ia berada juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain

sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban

asasi ini merupakan ciri penting pandangan dasar bangsa Indonesia mengenai

manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.17

16

Jimly Ashiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. Revisi, (Jakarta:

Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), h. 89.

17

Jimly Ashiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. Revisi, (Jakarta:

Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), h. 90.

Page 66: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

56

BAB IV

AMBIVALENSI HUKUM DALAM STATUS POLITIK

A. Pengaturan Mekanisme Pengisian Jabatan Gubernur Dan Wakil Gubernur

Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah

Istimewa Yogyakarta (UUK DIY) telah disahkan oleh DPR dalam sidang

paripurna yang diselenggarakan pada hari Kamis, 30 Agustus 2012. Undang-

undang ini merupakan bentuk pengakuan dan penghormatan negara terhadap

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa sebagaimana tercantum

dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan

“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang”.

Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250

zelfbesturendelandchappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan

Bali, negeri di Minangkabau, dusun, dan marga di Palembang dan sebagainya.

Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap

sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Indonesia menghormati

kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang

mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

Sebelum adanya negara Indonesia, lebih dulu terdapat daerah-daerah yang

memiliki ciri khas adat yang berlaku turun temurun, salah satunya adalah Daerah

Page 67: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

57

Istimewa Yogyakarta. Sebagai salah satu daerah yang memiliki keistimewaan,

kemudian Negara Indonesia mengakui dan menghormati keistimewaan tersebut

dengan membentuk undang-undang yang khusus mengatur Daerah Istimewa

Yogyakarta dengan segala ke-khasan daerahnya. Oleh karena itu disahkan

Undang-Undang Keistimewan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu

undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Undang-undang keistimewaan ini pada beberapa aturannya secara jelas

mengatur kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam dalam posisinya

yang tetap dan tidak tergantikan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta. Disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (c)

Undang-Undang No.13 Tahun 2012 bahwa “Calon Gubernur dan calon Wakil

Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat

bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan

bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur”. Pasal ini

mengatur bahwa dalam pengisian jabatan calon gubernur dan wakil gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta, selain sebagai warga negara Indonesia, juga harus

memiliki takhta Sultan Hamengku Buwono untuk calon gubernur dan Adipati

Paku Alam untuk calon wakil gubernur. Maknanya adalah, karena takhta Sultan

dan Adipati Paku Alam diduduki masing-masing oleh satu orang saja, maka

jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sepenuhnya adalah hak dari Sultan

Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai Raja di Kasultanan Yogyakarta.

Page 68: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

58

Kemudian Pasal 20 ayat (1) menyebutkan “Dalam penyelenggaraan

penetapan Gubernur dan Wakil Gubenur.......”. Pasal ini mengatur bahwa dalam

pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, karena hanya terdapat satu orang

Sultan Hamengku Buwono dan satu orang Adipati Paku Alam dilaksanakan

dengan cara penetapan terhadap keduanya sebagai Gubernur dan Wakil

Gubernur. Maknanya adalah kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Paku

Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur tidak melalui pemilihan umum

yang dilaksanakan seperti halnya Gubernur dan Wakil Gubernur di daerah lain,

tetapi melalui penetapan. Aturan-aturan tersebut dalam hubungannya secara

vertikal dengan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tentu telah

sesuai. Namun jika dikaitkan dengan beberapa pasal lain di dalam Undang-

Undang Dasar 1945, aturan-aturan yang terdapat pada pasal 18 ayat (1) huruf (c)

dan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tersebut bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Pertentangan yang dimaksud di atas adalah, karena aturan dalam pasal 18

ayat (1) huruf (c) dan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tidak

sejalan dengan beberapa pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai

norma hukum yang lebih tinggi di atas undang-undang. Sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota

masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota

dipilih secara demokratis”. Ketentuan pasal tersebut memberikan pedoman dasar

Page 69: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

59

bahwa Gubernur “dipilih secara demokratis”. Kata “dipilih” menunjukan harus

ada mekanisme dan proses pemilihan. Dalam pemilihan tentu harus ada calon

yang akan dipilih dan orang yang akan memilih serta tata cara menentukan calon

mana yang terpilih. Kata “secara” dalam frasa “dipilih secara demokratis”

mengandung arti adanya tata cara, prosedur, dan tahapan. Oleh karena itu kata

“secara demokratis” dimaknai sebagai keharusan adanya pemilihan dengan tata

cara demokratis yang tentu saja terkait dengan hak memilih dan dipilih, serta

prinsip-prinsip pemilihan yang jujur dan adil.1

Dalam keterangan yang diberikan oleh Patrialis Akbar dan Lukman

Hakim Saifuddin sebagai panitia Ad Hoc I BP MPR yang membahas amandemen

pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 pada perkara Nomor 072/PUU-II/2004

Pengujian Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di

Mahkamah Konstitusi dijelaskan sebagai berikut. Latar belakang pemikiran Pasal

18 ayat (4) saat itu adalah bahwa sistem pemilihan yang akan diterapkan

disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Masyarakat mempunyai pilihan

apakah akan menerapkan sistem perwakilan (pemilihan dilakukan oleh DPRD)

atau melalui sistem pemilihan secara langsung (pemilihan dilakukan langsung

oleh rakyat). Hal itu terkait dengan penghargaan konstitusi terhadap keragaman

adat istiadat dan budaya masyarakat di berbagai daerah yang berbeda-beda. Ada

daerah yang lebih condong untuk menerapkan sistem pemilihan tidak langsung

1 Janedjri M Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), h. 131.

Page 70: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

60

(demokrasi perwakilan) dan ada pula daerah yang cenderung menyukai sistem

pemilihan langsung (demokrasi langsung) dalam hal memilih gubernur, bupati,

dan walikota. Baik sistem pemilihan secara langsung (demokrasi langsung)

maupun sistem pemilihan secara tidak langsung (demokrasi perwakilan) sama-

sama masuk kategori sistem yang demokratis. Berdasarkan dua pandangan itu

kemudian disepakati menggunakan kata demokratis dalam artian karena ayat (7)

pada Pasal 18 itu susunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur

dalam undang-undang. Undang-undang yang menentukan apakah pemilihan

kepala daerah itu dilakukan langsung oleh rakyat atau sebagaimana sebelumnya

dilakukan oleh DPRD, yang penting prinsip dasarnya adalah demokratis.2

Dari keterangan tersebut di atas, tedapat dua tafsiran dari frasa “dipilih

secara demokratis”, yaitu dalam arti pemilihan kepala daerah secara langsung

oleh rakyat dan pemilihan yang dilakukan oleh DPRD. Akan tetapi bila merujuk

pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa

“kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar”, maka lebih tepat jika frasa demokratis dimaknai pemilihan secara

langsung oleh rakyat (demokrasi langsung). Hal ini juga secara eksplisit

disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu

2 Sodikin. Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, (Bekasi: Gramata

Publishing, 2014), h. 174-175.

Page 71: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

61

No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang

secara khusus mengatur tata cara pengisian jabatan Gubernur, Bupati, dan

Walikota bahwa “Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil

Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan

adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota

untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta

Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis”. Bila melihat

aturan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam

hal pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, DPRD saat ini

hanya berwenang untuk melaksanakan pengangkatan dan pemberhentian kepala

daerah dan wakil kepala daerah, yang berarti tidak lagi memiliki kewenangan

untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pada dasarnya, pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) merupakan

bentuk nyata dari asas desentralisasi dalam otonomi daerah yang sesungguhnya.

Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan salah

satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah. Pemilukada merupakan sarana

manisfestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat di

daerah. Dalam fungsinya, pemilukada adalah memilih kepala daerah sesuai

dengan kehendak bersama masyarakat di daerah sehingga ia diharapkan dapat

memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah. Kemudian melalui

pemilukada diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan pada visi, misi,

Page 72: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

62

program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah yang sangat

menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Selain itu

juga, pemilukada merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana

evaluasi dan kontrol publik secara politik terhadap seorang kepala daerah dan

kekuatan politik yang menopang. Melalui pemilukada, masyarakat di daerah

dapat memutuskan apakah akan memperpanjang atau menghentikan mandat

seorang kepala daerah. Pengaturan mekanisme pengisian jabatan yang diatur

dalam Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan

penetapan telah menjadikan sebuah pemerintahan daerah yang tidak terdapat

kontrol masyarakat di dalamnya. Bagaimana mungkin sebuah pemerintahan

dijalankan bukan berdasar pada keinginan rakyat sebagai hal yang sangat

mendasar. Tentu akan berdampak pada pemerintahan yang tidak sehat, dalam arti

hanya sesuai pada pemerintah saja tanpa memperdulikan apa yang menjadi

kebutuhan dan keinginan rakyat, dan ini jelas adalah sebuah ketimpangan

ketatanegaraan.

Menurut Nurcholish Madjid, dalam masyarakat demokratis (madani)

harus adanya komitmen, keterlibatan dan partisipasi yang diharapkan dari

seluruh lapisan anggota masyarakat, serta keterbukaan lembaga kepemimpinan

terhadap pengujian atas data kemampuan yang dicoba melembagakannya dalam

pola kepemimpinan yang tidak berdasar pertimbangan keturunan, melainkan

melalui permusyawaratan atau syura dan pemilihan. Artinya bahwa dalam negara

Page 73: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

63

yang menganut paham demokrasi, mekanisme pemilihan kepemimpinan

ditentukan melalui dua cara, yaitu musyawarah atau pemilihan. Cara itu

mengedepankan prinsip akuntabilitas dan objektivitas dalam memilih pemimpin

serta menghindari pemilihan pemimpin secara subjektif berdasarkan penunjukan

dengan dasar keturunan (dinasti). Karena itu pada era sekarang, pemilihan

kepemimpinan dalam masyarakat yang demokratis, selain mendasarkan pada

aspek akuntabilitas dan objektifitas, tetapi juga bagaimana publik diberi ruang

untuk berpartisipasi secara luas untuk menentukannya. Pilihan ideal dalam

menentukan kepemimpinan sebagaimana dikemukakan di atas, hanya dapat

dilakukan dengan pemilihan secara langsung oleh rakyat, terutama berkaitan

dengan jabatan/pekerjaan yang langsung bersentuhan dengan kepentingan rakyat

banyak. Dimana rakyat sebagai pemegang kedaulatan mempunyai kepentingan

secara langsung untuk menentukan masa depannya sendiri.

Pengaturan penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam secara

otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur pada pasal 20 ayat (1) Undang-

Undang No. 13 Tahun 2012 tentu tidak memiliki sifat demokratis karena sama

sekali tidak ada unsur pemilihan didalamnya, apalagi tata cara yang demokratis.

Disana hanya ada satu calon yang mau tidak mau harus ditetapkan sebagai

Gubernur dan Wakil Gubernur dan tidak ada yang dapat menolak penetapan itu.

Hal itu jelas menunjukan bahwa penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku

Alam tidak sesuai dengan ketentuan “dipilih secara demokratis”. Jika kemudian

Page 74: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

64

demokratis yang dimaksud adalah pemilihan melalui DPRD, DPRD tidak

melakukan pemilihan dalam proses pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur, melainkan hanya berwenang dalam proses penetapan saja.

Selanjutnya penetapan dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tentu sangatlah jauh dari prinsip

demokrasi yaitu that government of the people, by the people and for the people.

Rakyat merupakan pusat dalam proses pemerintahan, yang kemudian

menempatkan rakyat bukan sebagai subjek yang didikte oleh sesuatu di luar

dirinya, melainkan bersama-sama dengan penguasa turut ke dalam proses

pemerintahan tersebut. Jimly Ashiddiqie mengatakan lebih rinci bahwa

sesungguhnya rakyat yang menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.

Disimpulkan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat adalah

bentuknya bukan melalui penetapan. Hilangnya partisipasi masyarakat dalam

pemilihan umum dapat dikatakan hilangnya demokrasi itu sendiri dalam suatu

pemerintahan, dan ini terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Hak Politik Warga Negara Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Kita ketahui bahwa pemilihan umum kepala daerah merupakan salah satu

pelaksanaan dari hak politik sekaligus hak konstitusional warga negara. Hak

politik atau hak konstitusional ini dijamin kedudukannya baik di dunia

internasional maupun nasional oleh konstitusi dan undang-undang Indonesia.

Page 75: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

65

Pasal 21 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB Tahun 1948

menyebutkan “(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya

sendiri, baik dengan langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang

dipilih dengan bebas; (2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk

diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya, Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 27 ayat (1) menyebutkan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya

di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”; Pasal 28D ayat (3) menyebutkan

“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan”. Selain itu Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia Pasal 5 ayat (1) menyebutkan “Setiap orang diakui sebagai

manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta

perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan

hukum”; Pasal 15 menyebutkan “Setiap orang berhak memperjuangkan hak

pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun

masyarakat, bangsa, dan negaranya”; Pasal 43 ayat (1) menyebutkan “Setiap

warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum

berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”.

Page 76: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

66

Pasal-pasal ini secara umum dimaknai bahwa setiap warga di dalam

sebuah negara berhak untuk memilih dan dipilih, dalam kedudukan yang sama

berhak diangkat menjadi pejabat pemerintahan, serta mengajukan pendapatnya

melalui perwakilan di parlemen. Sebagai hak asasi manusia, hak politik ini

memiliki sifat universal, artinya dimiliki semua manusia tanpa perbedaan

berdasarkan bangsa, ras, agama, atau gender. Prinsip-prinsip fundamentalnya

melampaui batasan-batasan primordial, geografis, maupun strata kelas sosial.3

Hak politik ini dalam deklarasi internasionalnya merupakan kemauan rakyat

harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam

pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan murni, hak pilih yang

bersifat umum dan setara, dengan pemungutan suara secara rahasia ataupun

dengan prosedur lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.

Pasal-pasal terkait pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur

dalam undang-undang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya

pada pasal 18 ayat (1) huruf (c) jelas telah meniadakan hak politik warga negara

secara khusus masyarakat Yogyakarta untuk memilih, dan secara umum seluruh

warga negara Indonesia untuk dipilih, karena hanya Sultan dan Paku Alam yang

memiliki hak penuh atas jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, diangkat melalui

penetapan, dan tidak terikat periodesasi seperti halnya Gubernur dan Wakil

3 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2008), h. 212.

Page 77: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

67

Gubernur di daerah lain. Ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia mengacu

pada putusan nomor 011-017/PUU-If/2003 tertanggal 24 Februari 2004,

Mahkamah Konstitusi secara tegas mempertimbangkan bahwa hak konstitusional

warga negara untuk memilih dan dipilih (right to be vote and right to be

candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun

konvensi internasional, maka pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan

penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari

warga negara.

Hak asasi manusia memang memiliki dua kategori hak, hak yang tidak

dapat diderogasi dan hak yang dapat diderogasi. Hak yang tidak dapat diderogasi

yakni hak untuk hidup, pelarangan penyiksaan, larangan perbudakan dan

peraturan perundang-undangan pidana yang menyangkut persoalan masa lalu,

kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama. Sementara hak lainnya selain yang

disebutkan, adalah hak asasi manusia yang dapat diderogasi termasuk hak politik

warga negara. Namun, dalam penderogasian hak harus memiliki ketentuan-

ketentuan untuk kemudian dapat diderogasi. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah

bilamana negara memerlukan beberapa fleksibilitas dalam keadaan darurat

nasional, kemudian hak tersebut menghilangkan pengakuan dan penghormatan

atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai

dengan nilai-nilai agama, moralitas, dan kesusilaan, keamanan, dan ketertiban

umum dalam masyarakat yang demokratis.

Page 78: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

68

Lebih jelas dalam putusan Mahkamah Konsitutusi Nomor 011-017/PUU-

1/2003 menyebutkan “Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

memungkinkan pembatasan hak dan kebebasan seseorang dengan undang-

undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut harus didasarkan atas

alasan-alasan yang kuat, masuk akal dan proporsional serta tidak berkelebihan.

Pembatasan itu hanya dapat dilakukan dengan maksud "semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan

untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-

nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat

demokratis"; Pembatasan hak pilih (aktif maupun pasif) dalam proses pemilihan

lazimnya hanya didasarkan atas pertimbangan ketidakcakapan misalnya faktor

usia dan keadaan jiwa, serta ketidakmungkinan (impossibility) misalnya karena

telah dicabut hak pilihnya oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap dan pada umumnya bersifat individual dan tidak kolektif. Dengan melihat

penjelasan ini, maka hak politik warga negara untuk memilih dan menjadi

Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dapat

diderogasi, karena pelaksanaan hak politiknya tidak masuk ke dalam ketentuan-

ketentuan hak yang dapat diderogasi.

Kemudian undang-undang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

yang mengatur persyaratan calon Gubernur Sultan dan calon Wakil Gubernur

Paku Alam jelas telah melakukan diskriminatif terhadap warga negara Indonesia.

Page 79: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

69

Terlihat bagaimana undang-undang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

membedakan antara keluarga kerajaan secara khusus Sultan dan Paku Alam

dengan masyarakat biasa. Pasal 1 angka (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia menyatakan diskriminasi adalah setiap pembatasan,

pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan

kepada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,

golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan

politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan

pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dalam kebebasan

dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik,

ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Persyaratan ini

bertentangan dengan pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar

apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif itu”, dan pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Hak Asasi Manusia

bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan

dasar manusia, tanpa diskriminasi”. Selain itu juga Pasal 26 ICCPR

(International Covenant on Civil and Political Rights) yang tegas menyatakan,

“All persons are equal before the law and are entitled to the equal protection of

the law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee

to all persons equal and effective protection against discrimination on any

Page 80: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

70

ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion,

national or social origin, property, birth or other status.”

Dalam rumusan sila kedua Pancasila, “Kemanusiaan yang adil dan

beradab”, prinsip kemanusiaan yang dianggap ideal adalah kemanusiaan yang

“adil” yang langsung dirangkaikan dengan kata “beradab”. Peradaban tidak

mungkin tumbuh dalam struktur sosial yang tidak berkeadilan. Jika struktur

sosial timpang, maka di dalamnya akan terjadi penindasan antar sesama manusia.

Dalam kondisi semacam itu, peradaban umat manusia tidak akan berkembang

sehat. Sebabnya ialah bahwa dalam struktur yang menindas itu, kebebasan atau

kemerdekaan berpikir tidak akan tumbuh dan karena itu, ilmu pengetahuan juga

tidak akan berkembang. Akibatnya, perkembangan peradaban masyarakat atau

bangsa yang bersangkutan tidak dapat tumbuh secara sehat.

Oleh karena hubungan di antara kedua begitu terkait satu sama lain, maka

sila kedua Pancasila dirumuskan oleh the founding fathers dalam satu konsepsi

tentang sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Tidak akan ada peradaban yang

tidak didasarkan atas peri kehidupan yang berkeadilan, dan tidak akan ada

keadilan jika peradaban dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa tidak

berkembang. Oleh karena itu, dalam upaya membangun peradaban bangsa kita

yang tinggi dan bermartabat, penting sekali menegakan keadilan dalam

kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Sejarah umat manusia pada masa lalu

juga mengajarkan betapa banyaknya bangsa-bangsa besar yang timbul tenggelam

Page 81: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

71

karena terjadinya perubahan dalam kualitas peradabannya, dan kualitas

peradabannya itu berubah karena terjadinya perubahan dalam struktur keadilan

dalam peri kehidupan bermasyarakat dan berbangsa itu sendiri. Begitu tinggi

peradaban bangsa-bangsa besar dalam sejarah dapat berkembang dikarenakan

tegaknya keadilan dalam kehidupan.4 Tetapi, tatkala struktur keadilan mengalami

keruntuhan, seperti halnya pengaturan pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, itulah yang kemudian menjadi

pertanda merosotnya peradaban yang bahkan pada akhirnya mengahancurkan

keseluruhan eksistensi bangsa itu sendiri.

Hak politik juga merupakan hak konstitusional warga negara. Adanya hak

konstitusional ini, maka negara tidak diperkenankan mengeluarkan

kebijaksanaan-kebijaksanaan baik berupa Undang-Undang (legislative policy)

maupun berupa peraturan pelaksanaan (beraucratic policy) yang dapat

mengurangi substansi dari hak tersebut. Lalu kemudian apa yang menjadi dasar

disahkannya Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta oleh

DPR dan disetujui oleh Presiden. Daerah Istimewa Yogyakarta memang

merupakan daerah yang memiliki sejarah tersendiri dalam kemerdekaan

Indonesia. Sejarah saat itu mencatat, sebagaimana istilah yang digunakan oleh

pihak keraton, bahwa keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta bukan

4 Jimly Ashiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. Revisi, (Jakarta:

Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), h. 90-91.

Page 82: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

72

merupakan pemberian Indonesia, melainkan ijab qabul antara pemerintah

Indonesia saat itu dengan kasultanan Yogyakarta. Hingga kemudian sampai

dengan saat ini negara terus “melindungi” keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam Undang-Undang Dasar 1945. Apakah kemudian dengan

adanya keistimewaan tersebut, negara melupakan bahwa ada hak konstitusional

yang jauh lebih mendasar dalam kehidupan bernegara dan harus dilindungi,

bahkan dipenuhi oleh negara.

DPR dan Presiden adalah warga negara yang dipilih dari rakyat. Tanpa

ditanya lebih mendalam, pastinya DPR dan Presiden juga mengetahui hak

konstitusionalnya sebagai warga negara. Harusnya hal ini dapat diresapi sebagai

pelaksanaan pemerintahan terutama dalam pembentukan undang-undang.

Rancangan undang-undang yang berpotensi secara jelas mengurangi atau

menghilangkan substansi dari hak konstitusional warga negara menjadi

kewajiban pemerintah untuk kemudian secara tegas menolak membahas undang-

undang ini apalagi mengesahkannya menjadi undang-undang.

Pernyataan lain disampaikan oleh Zuhrif Hudaya selaku anggota DPRD

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Komisi D sekaligus Ketua Badan

Legislasi DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 6 Juni 2015,

bahwa hak konstitusional warga negara Daerah Istimewa Yogyakarta telah

Page 83: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

73

diberikan sepenuhnya kepada Sultan dan Paku Alam.5 Pertanyaan kemudian, apa

yang menjadi dasar dari pernyataan ini. Sejarah tidak pernah mencatat bahwa

secara keseluruhan masyarakat Yogyakarta telah memberikan hak

konstitusionalnya kepada Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam. Memang

dalam survei yang telah banyak dilakukan salah satunya oleh Kompas pada tahun

2010 bersumber pada buku Monarki Yogyakarta Inkonstitusional yang

diterbitkan oleh Kompas, menunjukan mayoritas warga negara di Daerah

Istimewa Yogyakarta masih menginginkan Sultan dan Paku Alam tetap menjadi

gubernur dan wakil gubernur seperti pada kondisi saat ini. Tetapi di lain pihak,

terdapat juga warga negara yang tidak menginginkan Sultan dan Paku Alam tetap

menjadi gubernur dan wakil gubernur dengan segala keberpihakannya. Jika yang

menjadi acuan adalah mayoritas warga Daerah Istimewa Yogyakarta yang masih

menginginkan Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur,

bukan berarti mengesampingkan warga negara lain yang secara minoritas tidak

menginginkan itu. Lagipula keinginan mayoritas tersebut juga hanya berdasar

pada survei, dan belum terbukti secara langsung dari masyarakat. Bukan tidak

mungkin malah justru banyak yang lebih menginginkan Sultan dan Paku Alam

tidak menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur di Yogyakarta

Hak dalam pengertiannya mengindikasikan kehadiran pemilik dari hak

tersebut. Tanpa pemilik, maka suatu hak diragukan statusnya sebagai hak.

5 Zuhrif Hudaya, Hasil Wawancara Dengan Penulis, (Yogyakarta: Kantor Dewan

Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera), 6 Juni 2015.

Page 84: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

74

Karena hak tidak bisa berdiri tanpa pemiliknya. Selain itu juga diketahui hak

sebagai sesuatu yang menghasilkan kebebasan atau keuntungan. Jika seseorang

dikatakan memiliki hak, maka sudah barang tentu kondisi tersebut menunjukan

bahwa orang tersebut mendapatkan keuntungan bukan kerugian. Terakhir

kepemilikan atas hak menghadirkan pula pihak terkait lainnya yang bertanggung

jawab untuk mengusahakan tersedianya keuntungan yang muncul atas

kepemilikan hak tersebut. Disimpulkan hak tidak bisa dimayoritaskan dan

diminoritaskan, harus dipenuhi seluruhnya sebagai satu kesatuan utuh

pemenuhan hak. Maka secara bijaksana pemilihan umum kepala daerah secara

langsung oleh rakyat yang tepat untuk memenuhi pemenuhan hak politik

tersebut.

Di sisi lain, berbicara mengenai Sultan dan Paku Alam, takhta Sultan dan

Paku Alam adalah takhta turun temurun dalam kerajaan yang diberikan kepada

keturunan atau adik laki-laki dari raja yang memiliki takhta tersebut sebelumnya.

Takhta ini disebut sebagai kekuasaan berdasarkan wewenang tradisional yakni

kepercayaan di antara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta

kedudukannya harus dihormati dan bersumber pada primordial atau tradisi.

Artinya kepercayaan yang telah berakar dipelihara secara terus menerus dalam

masyarakat dan orang yang berkuasa memerintah sebagai tradisi karena dia

keturunan dari pemimpin terdahulu. Takhta Sultan dan Paku Alam juga berdasar

pada legitimasi religios, yang mendasarkan bahwa hak untuk memerintah

Page 85: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

75

dilandasi pada faktor-faktor yang adi-kodrati. Sehingga ia mendapat hak

ketuhanan (the devine right) untuk menjadi penguasa. Maka di dalam

kedudukannya Sultan disebut juga sebagai khalifatullah (wakil tuhan).

Sementara itu Gubernur dan Wakil Gubernur disebut sebagai kekuasaan

berdasarkan wewenang rasional-legal yakni kepercayaan pada tatanan hukum

rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpin. Sebagaimana pasal 18

ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan “ Gubernur, Bupati, dan

Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten,

dan kota dipilih secara demokratis”. Hak memerintahnya berasal dari sumber-

sumber legal atau peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur-

prosedur dan syarat-syarat menjadi pemimpin pemerintahan.

Antara Sultan dan Paku Alam dengan Gubernur dan Wakil Gubernur

adalah dua bentuk kekuasaan yang berbeda. Seharusnya dua kekuasaan yang

berasal dari wewenang dan hak memerintah yang bertolak belakang ini tidak bisa

dijadikan sebagai satu kesatuan kekuasaan. Hal ini akan menimbulkan kerancuan

dalam pelaksanaan pemerintahan yang dijalankannya. Dengan penyatuan

tersebut kita tidak bisa membedakan, mana yang merupakan perilaku kerajaan

dan mana yang merupakan perilaku pemerintahan. Di dalam undang-undang

keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta pun tidak ada pasal yang

membedakan antara keduanya. Imbasnya adalah, bisa dibayangkan bagaimana

dalam pelaksanaan pemerintahan aturan pemerintahnya bersifat mutlak dan tak

Page 86: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

76

terbantahkan seperti halnya titah raja Sultan yang tidak bisa dibantah. Tentu

pemerintahan tersebut akan menjadi pemerintahan yang absolut (Absolute Of

Power), dan ini tidak dikehendaki berlaku di Indonesia.

Sejak bangsa Indonesia merdeka dan membentuk negara modern yang

diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 bentuk pemerintahan yang dipilih

adalah republik. Karena itu, falsafah dan kultur politik yang bersifat “kerajaan”

yang didasarkan atas sistem feodalisme dan paternalisme, tidaklah dikehendaki

oleh bangsa Indonesia modern. Bangsa Indonesia menghendaki negara modern

dengan pemerintahan “res publica”.

Berlakunya undang-undang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

telah menjadikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni pasal

18B ayat (1) dengan pasal 18 ayat (4), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (3), pasal

28I ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 berjalan dengan saling bertentangan,

juga antara undang-undang keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan

undang-undang hak asasi manusia. Hal ini tentu menimbulkan ambivalensi

hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pangkal permasalahannya adalah

dimulai dari disahkannya undang-undang keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta oleh DPR sebagai undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Terutama terletak pada pengaturan pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur yang berpihak sepenuhnya kepada Sultan Hamengku Buwono dan

Paku Alam yang tidak dikehendaki berlaku di Indonesia.

Page 87: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

77

Sebagai negara hukum, konstitusi negara ditegakkan pada posisi tertinggi

dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam konteks hierarki, tata

hukum digambarkan sebagai sebuah piramida dengan konstitusi sebagai hukum

tertinggi, dan peraturan yang berada di bawahnya merupakan penjabaran dari

konstitusi itu. Pandangan ini bersifat struktural karena memosisikan konstitusi di

puncak piramida. Sementara itu, pandangan kedua digagas Satjipto raharjo, yang

mengutip pendapat Hans Kelsen yang menyatakan bahwa, “this regressus is

terminated by highest, the basic norm...” (rangkaian pembentukan hukum

diakhiri oleh norma dasar yang tertinggi). Hierarki tata hukum digambarkan

sebagai piramida terbalik, dengan konstitusi sebagai hukum tertinggi berada di

dasar piramida. Pandangan ini lebih bersifat fungsional. Meskipun melihat dari

perspekif yang berbeda, namun kedua pandangan ini memiliki benang merah

yang sama bahwa pembentukan norma lebih rendah, ditentukan oleh norma lain

yang lebih tinggi, yang pembentukannya ditentukan oleh norma lain yang lebih

tinggi lagi dan rangkaian pembentukan hukum ini diakhiri oleh suatu norma

dasar tertinggi, yakni konstitusi. Artinya konstitusi merupakan norma abstrak

yang perlu dijabarkan dan diuraikan dalam produk-produk hukum yang berada di

bawahnya (concretiserung process).

Produk-produk hukum yang berada di bawah konstitusi tidak boleh

bertentangan dengan konstitusi. Dalam upaya menjaga agar produk hukum yang

berada di bawah konstitusi, maka terdapat kaidah-kaidah yang berfungsi untuk

Page 88: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

78

menjaga agar produk hukum yang dibuat memiliki koherensi, konsistensi, dan

korespondensi serta tidak bertentangan dengan konstitusi baik dalam perspektif

formil maupun materil. Keseluruhan produk hukum harus merupakan satu

kesatuan yang harmonis (karena sinkron atau konsisten secara vertikal dan

horizontal) baik dari aspek materiil yang meliputi asas hukum karena memenuhi

asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dan asas materi

muatan), serta sesuai dengan asas hukum yang merupakan latar

belakang/alasan/ratio legis dari pembentukan hukum, makna (baik makna yang

tersurat maupun yang tersirat), hingga penggunaan peristilahannya; maupun dari

aspek formil di mana cara penyusunannya harus sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Perlu diketahui juga, bahwa berlakunya Undang-Undang Keistimewaan

Daerah Istimewa Yogyakarta memperlihatkan bagaimana politik telah

mempengaruhi hukum itu sendiri. Undang-Undang Keistimewaan Daerah

Istimewa Yogyakarta dapat dikatakan sebagai hasil atau kristalisasi dari

kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan (bahkan) saling

bersaingan. Terlihat disini bahwa dilihat dari hubungannya antara politik dan

hukum, hukum yang terpengaruh oleh politik, karena subsistem politik memiliki

konsentrasi energi yang lebih besar daripada hukum. Sehingga jika harus

berhadapan dengan politik, maka hukum berada dalam kedudukan yang lebih

lemah. Lebih kuatnya konsentrasi energi politik, menjadi beralasan adanya

Page 89: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

79

konstatasi bahwa kerapkali otonomi hukum di Indonesia ini diintervensi oleh

politik, bukan hanya dalam proses pembuatannya, tetapi juga dalam

implementasinya.

Prinsip (atau sekedar semboyan) yang menyatakan politik hukum harus

bekerja sama dan saling menguatkan melalui ungkapan “hukum tanpa kekuasaan

adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman, menjadi

semacam utopi belaka. Hal itu terjadi karena dalam praktiknya hukum kerap kali

menjadi cerminan dari kehendak pemegang kekuasaan politik sehingga tidak

sedikit orang yang memandang bahwa hukum sama dengan kekuasaan. Jelas

terlihat bagaimana Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

yang merupakan hukum, telah melegitimasi kekuasaan secara penuh yang

dimiliki oleh Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam.

Melihat seluruh uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat penulis

simpulkan bahwa Undang-Undang No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan

Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai perundang-undangan di Indonesia demi

menghasilkan produk hukum yang satu kesatuan dan harmonis seharusnya dalam

aturannya menyelaraskan baik hubungannya secara horisontal antara Undang-

Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta secara khusus pasal 18 ayat

(1) huruf (c) dan pasal 20 ayat (1) dengan undang-undang lain yang berlaku, juga

hubungannya secara vertikal dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Page 90: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

80

C. Masa Depan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta Di Tengah Negara

Hukum

Indonesia secara eksplisit telah menyatakan sebagai negara hukum. Hal

ini secara jelas disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang

mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum

(Rechtsstaat) dan tidak berdasar pada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Selain itu

disebutkan juga pada pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa

“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara hukum dalam berbagai cirinya

telah banyak diungkapkan. Beberapa hal penting yang tidak bisa dihilangkan

dalam ciri negara hukum tersebut adalah perlindungan terhadap hak asasi

manusia, pemisahan kekuasaan, setiap tindakan pemerintah harus didasarkan

pada peraturan perundang-undangan, persamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap

penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam paham Negara

Hukum itu, hukum yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan

negara. Sesungguhnya yang memimpin dalam penyelenggaraan negara itu adalah

hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip “the Rule of Law, and not of Man’, yang

sejalan dengan pengertian ‘nomocratie’, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh

hukum, ‘nomos’.

Dalam paham Negara Hukum yang demikian, harus diadakan jaminan

bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip

Page 91: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

81

demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri

pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara

hukum hendak dibangun dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi

atau kedaulatan rakyat (Democratische Rechtsstaat). Hukum tidak boleh dibuat,

ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan

kekuasaan belaka (Mactsstaat).

Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Undang-Undangnya kita yakini

sebagai usaha untuk tetap mempertahankan ketradisonalan khas daerah yang

dimiliki Yogyakarta sejak dahulu. Tetapi tidak tepat, jika aturan yang berlaku di

Kasultanan Yogyakarta dalam pengisian jabatan Sultan dan Paku Alam juga

diberlakukan untuk pemerintahan dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur. Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan aturan pengisian

jabatannya telah mencakup ciri-ciri negara hukum yang dijalankan oleh

Indonesia. Sementara kedudukan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam

tidak menghendaki adanya ciri-ciri negara hukum tersebut. Akan menjadi bom

waktu yang sedikit demi sedikit mengikis keistimewaan Yogyakarta, bila tetap

dipertahankan seperti saat ini. Karena tidak dapat dipungkiri kebijakan Sultan

dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur dengan segala

kemajuannya, memengaruhi juga dalam kebijakannya di kasultanan yang

seharusnya bersifat statis dan tetap secara turun temurun. Contoh nyata hal ini

adalah Titah Sabda Raja yang dikeluarkan oleh Sultan Hamengku Buwono X

Page 92: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

82

yang menimbulkan konflik di dalam kerajaan Yogyakarta karena tidak sesuai

dengan aturan kerajaan yang telah berlaku turun temurun.6

Dari penjelasan di atas, saran yang baik bagi keberlangsungan

keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak lagi seperti saat ini. Sultan dan

Paku Alam tetap dalam kedudukannya di Kasultanan Yogyakarta, namun tidak

lagi otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur. Gubernur dan Wakil

Gubernur dalam pengisian jabatannya berlaku aturan umum seperti daerah lain

dengan dilaksanakannya pemilihan umum kepala daerah secara bebas, adil, dan

berkala. Saran ini memang terlihat sulit untuk dilaksanakan, namun perlu

menjadi pertimbangan apabila keistimewaan Yogyakarta yang bersifat statis dan

turun temurun tidak ingin hilang keberadaannya di Indonesia sebagai negara

hukum yang terus berubah masyarakatnya seiring dengan perkembangan zaman

dan telah meninggalkan sistem monarki absolut seperti halnya Daerah Istimewa

Yogyakarta. Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan “Identitas

budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan

zaman”. Maknanya, ketradisionalan dalam suatu daerah memang harus dihormati

6 Sultan HB X mengeluarkan sabda sebagai dhawuh, sabda tersebut adalah: (1) kata

Buwono menjadi Bawono; (2) Gelar Khalifatullah dihilangkan; (3) kata kaping Sedoso diganti

menjadi kaping Sepuluh; (4) Mengubah perjanjian pendiri Mataram antara Ki Ageng Giring dan

Ki Ageng Pemanahan; (5) menyempurnakan Keris Kiai Ageng Kopek dengan Kiai Ageng Joko

Piturun. Sebagai dhawuh, yang didapatkan melalui datangnya bisikan (wangsit), dan dapat pula

berupa isyarat (sasmito) dari para leluhur sebagai hasil sinergi antara ketajaman intuisi, olah

batin, dan olah rasa yang dilakukan terus menerus, sabda ini hanya dapat dilaksanakan dan tidak

dapat dibantah terlebih lagi kalau melulu mengandalkan rasionalitas. Perspektif publik dan

sementara anggota kerabat keraton melihat dari sisi rasional. Sehingga menjadi kontroversi dalam

menyikapi sabda ini.

Page 93: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

83

oleh negara, namun tetap harus disesuaikan dengan perkembangan zaman yang

terus berkembang.

Page 94: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, dapat penulis kemukakan

kesimpulan sebagai jawaban atas dua pertanyaan yang terdapat pada Bab I

bagian rumusan masalah sebagai berikut:

1. Pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun

2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY)

secara khusus Pasal 20 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Dalam

penyelenggaraan penetapan Gubernur dan Wakil Gubenur.......”. Satu sisi

merupakan amanat Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang

menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang

diatur dalam undang-undang”. Namun di sisi lain bertentangan dengan

Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “Gubernur, Bupati,

dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” yang menghendaki

pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung.

2. Kemudian pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang No.

Page 95: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

85

13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

secara khusus pada aturan lain yakni Pasal 18 ayat (1) huruf (c) yang

menyebutkan bahwa “Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah

warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat bertakhta

sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta

sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur” satu sisi juga

merupakan amanat Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang

menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang

diatur dalam undang-undang”. Namun disisi lain bertentangan dengan

Pasal 28D ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara

berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan” yang

melindungi hak politik warga negara untuk memilih kepada masyarakat

Yogyakarta dan dipilih untuk seluruh warga negara Indonesia.

3. Kemudian pengaturan mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta telah menimbulkan ambivalensi

hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Karena antara pasal-pasal

dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni pasal 18B ayat (1) dengan pasal

18B ayat (1) pasal 18 ayat (4), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (3), pasal

28I ayat (3) dan antara undang-undang yakni Undang-Undang No. 13

tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan

Page 96: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

86

Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berjalan

dengan saling bertentangan satu sama lain.

B. Saran

1. Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta demi

menghasilkan produk hukum yang satu kesatuan dan harmonis

seharusnya dalam aturannya menyelaraskan hubungannya baik secara

horisontal antara Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta secara khusus pasal 18 ayat (1) huruf (c) dan pasal 20 ayat (1)

dengan undang-undang lain yang berlaku, juga hubungannya secara

vertikal dengan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta demi

terbentuknya sebuah pemerintahan yang baik, maka perlu diubah

aturannya khusus dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernurnya tidak lagi melalui proses penetapan melainkan pemilihan

umum dan dapat diduduki jabatanya oleh seluruh warga negara di

Indonesia.

3. Warga negara sebagai pemilik dari hak politik harusnya lebih kritis lagi

terhadap hak-hak yang dimilikinya. Jika kemudian menemukan

perundang-undangan yang melanggar bahkan menghilangkan substansi

dari hak-hak yang dimiliki, dengan tegas menolak untuk kemudian

melakukan judicial review atas undang-undang tersebut.

Page 97: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

87

4. Pemerintah dan DPR tidak lagi mengesahkan Undang-Undang yang

berpotensi mengurangi dan bahkan menghilangkan substansi hak-hak

warga negara yang merupakan hal yang sangat mendasar dalam

bernegara.

Page 98: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

88

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abdullah, Rozali. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah

Secara Langsung. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005.

Agustino, Leo. Perihal Ilmu Politik, Cet. 1. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Andrain, Charles. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1992.

Ashiddiqie, Jimly. Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. Revisi. Jakarta:

Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

2006.

Ashiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Ed. 2, Cet. 1.

Jakarta: Sinar Grafika. 2011.

Ashiddiqie, Jimly. Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia, Ed. Revisi. Jakarta:

Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,

2006.

Atmakusumah, Tahta Untuk Rakyat. Jakarta: Gramedia, 1982.

Barry, Norman. An Introduction to Modern Theory, Ed. 4. London: Macmillan Press,

2000.

Bierstedt, Robert. An Analysis of Social Power. New York: Amerikan Sociological

Review, 1950.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2008.

D. Laswell, Harold. Abraham Kaplan. Power and Society. New Heaven: Yale

University Press, 1950.

Easton, David. A System Analysis of Political Life. New York: John Willey and Sons,

1965.

Page 99: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

89

Edi Subianto, Achmad. Jurnal Konstitusi Perlindungan Hak Konstitusional Melalui

Pengaduan Konstitusional. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2011.

Eisenstadt, S.N. Max Weber on Charisma and Institution Building. Chicago:

University Chicago Press, 1968.

El Muhtaj, Majda. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2007.

Goodwin, Barbara. Using Political Ideas, Ed. 4. England: Barbara Goodwin, 2003.

Hakim G Nusantara, Abdul. Politik Hukum Indonesia, Cet. 1. Jakarta: Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1998.

Indra, Mexsasai. Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Refika

Aditama, 2011.

Isnaeni Ramdan, Mochamad. Laporan Akhir Kompendium Pilkada. Jakarta:

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Pembinaan Hukum

Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

2011.

K.M Smith, Rhona, Njal Hostmaelinen, Christian Ranheim, d.k.k. Hukum Hak Asasi

Manusia, Cet.1. Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008.

Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900. Jakarta:

Gramedia, 1987.

M Gaffar, Janedjri. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: Konstitusi Press, 2012.

M. Mac Iver, Robert. The Web Goverment. New York: The Mac Millan Company,

1947.

Mahfud MD, Moh. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.

Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Mamuji, et.al., Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2010.

Page 100: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

90

Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Refika Aditama,

2011.

Moedjanto, G. Kasultanan Yogyakarta Dan Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta:

Kanisius, 1994.

Mulya Lubis, Tudong. Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural. Jakarta: LP3ES,

1984.

Nur Tjahjo, Hendra. Politik Hukum Tata Negara Indonesia, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2004.

Poerwokoesoemo, Soedarisman. Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1985.

Riklefs, M.C. Yogyakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-1792. New York-

Toronto-Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1974.

Ubaedillah, A. Abdul Razak. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.

Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014.

Seno Adji, Oemar. Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Erlangga, 1980.

Sodikin. Hukum Pemilu, Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan. Bekasi: Gramata

Publishing, 2014.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum Cet. 3. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1942.

______________. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia,

2005.

______________ dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat Cet. 3. Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Soeteman, Arend. Pluralisme And Law. London: Kluwer Academi Publishers, 2001.

Soni BL de Rosari, Aloysius. Sebuah Ijab Kabul “Monarki Yogya”

Inkonstitusional?, Cet. 1. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2011.

Page 101: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

91

Suharizal. Pemilukada, Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011.

Sujanto. Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta:

Bina Aksara, 1998.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasinda, 2010.

Suwarno, P. J. Hemangku Buwono IX Dan Sistem Birokrasi Pemerintahan

Yogyakarta. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Van Niel, R. Munculnya Elit Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.

W. Nickel, James. Hak Asasi Manusia (Making Sense Of Human Rights,

Philosophical Reflection On The Universal Declaration Of Human Rights),

diterjemahkan oleh Titis Eddy Arini. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Widjaja, HAW. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2005.

DOKUMEN:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003

Ceramah Gubernur Kepala Daerah Provinsi DIY dalam Sarasehan tentang Makna

Kepahlawanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di Universitas Widya

Mataram, 16 November 1990.

Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta,

Monograph on Politics And Government Vol. 2. Yogyakarta: Jurusan Ilmu

Pemerintahan Universitas Gadjah Mada dan Program S2 Politik Lokal dan

Otonomi Daerah, 2008.

SKRIPSI DAN TESIS:

Ridho Putra, Gugum. Hak Mantan Narapidana Untuk Dipilih Dalam Pemilihan

Umum Kepala Daerah. Jakarta: Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2012.

Page 102: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

92

Widyastanti, Nur. Kedudukan Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan Dalam Tatanan

Konsep Demokrasi Di Indonesia, Jakarta: Tesis Program Pasca Sarjana

Universitas Indonesia, 2009.

PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

Undang-Undang No.15 Tahun 2011 Tentang Pemilihan Umum.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Kovenan Hak Asasi Manusia Mengenai Hak Sipil Dan Politik

Page 103: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 TAHUN 2012

TENTANG

KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;

b. bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan

Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya

Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan,

mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta belum

mengatur secara lengkap mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa

Yogyakarta; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan

Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang . . .

Page 104: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 2 -

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana

telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950

tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955

Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut DIY,

adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Keistimewaan . . .

Page 105: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 3 -

2. Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.

3. Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu

yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

4. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, selanjutnya disebut Kasultanan, adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh

Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga

Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, selanjutnya disebut Sultan Hamengku Buwono.

5. Kadipaten Pakualaman, selanjutnya disebut Kadipaten,

adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam, selanjutnya disebut Adipati Paku

Alam.

6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Pemerintahan Daerah DIY adalah pemerintahan daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan dan urusan keistimewaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah DIY dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY.

8. Pemerintah Daerah DIY adalah unsur penyelenggara pemerintahan yang terdiri atas Gubernur DIY dan

perangkat daerah.

9. Gubernur DIY, selanjutnya disebut Gubernur, adalah Kepala Daerah DIY yang karena jabatannya juga

berkedudukan sebagai wakil Pemerintah.

10. Wakil Gubernur DIY, selanjutnya disebut Wakil Gubernur,

adalah Wakil Kepala Daerah DIY yang mempunyai tugas membantu Gubernur.

11. Dewan . . .

Page 106: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 4 -

11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, selanjutnya disebut DPRD DIY, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah DIY.

12. Peraturan Daerah DIY, selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan Daerah DIY yang dibentuk DPRD DIY dengan persetujuan bersama Gubernur untuk mengatur

penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang

pemerintahan daerah.

13. Peraturan Daerah Istimewa DIY, selanjutnya disebut Perdais, adalah Peraturan Daerah DIY yang dibentuk oleh

DPRD DIY bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa.

14. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.

BAB II

BATAS DAN PEMBAGIAN WILAYAH

Bagian Kesatu Batas Wilayah

Pasal 2

(1) DIY memiliki batas-batas:

a. sebelah utara dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah;

b. sebelah timur dengan Kabupaten Klaten dan

Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah;

c. sebelah selatan dengan Samudera Hindia; dan

d. sebelah barat dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.

(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dituangkan ke dalam peta yang tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

Undang-Undang ini.

Bagian Kedua . . .

Page 107: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 5 -

Bagian Kedua Pembagian Wilayah

Pasal 3

Wilayah DIY terdiri atas:

a. Kota Yogyakarta;

b. Kabupaten Sleman;

c. Kabupaten Bantul;

d. Kabupaten Kulonprogo; dan

e. Kabupaten Gunungkidul.

BAB III ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu

Asas

Pasal 4

Pengaturan Keistimewaan DIY dilaksanakan berdasarkan asas:

a. pengakuan atas hak asal-usul;

b. kerakyatan;

c. demokrasi;

d. ke-bhinneka-tunggal-ika-an;

e. efektivitas pemerintahan;

f. kepentingan nasional; dan

g. pendayagunaan kearifan lokal.

Bagian Kedua Tujuan

Pasal 5

(1) Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk:

a. mewujudkan pemerintahan yang demokratis;

b. mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat;

c. mewujudkan . . .

Page 108: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 6 -

c. mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. menciptakan pemerintahan yang baik; dan

e. melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan

budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa.

(2) Pemerintahan yang demokratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan melalui:

a. pengisian jabatan Gubernur dan jabatan

Wakil Gubernur;

b. pengisian keanggotaan DPRD DIY melalui pemilihan

umum;

c. pembagian kekuasaan antara Gubernur dan Wakil Gubernur dengan DPRD DIY;

d. mekanisme penyeimbang antara Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY; dan

e. partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

(3) Kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diwujudkan melalui kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan pengembangan kemampuan masyarakat.

(4) Tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan melalui:

a. pengayoman dan pembimbingan masyarakat oleh

Pemerintahan Daerah DIY; dan

b. pemeliharaan dan pendayagunaan nilai-nilai musyawarah, gotong royong, solidaritas, tenggang

rasa, dan toleransi oleh Pemerintahan Daerah DIY dan masyarakat DIY.

(5) Pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan melalui:

a. pelaksanaan prinsip efektivitas;

b. transparansi;

c. akuntabilitas . . .

Page 109: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 7 -

c. akuntabilitas;

d. partisipasi;

e. kesetaraan; dan

f. penegakan hukum.

(6) Pelembagaan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan

budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e

diwujudkan melalui pemeliharaan, pendayagunaan, serta pengembangan dan penguatan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar dalam

masyarakat DIY.

BAB IV

KEWENANGAN

Pasal 6

Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi.

Pasal 7

(1) Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang

pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

(2) Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan

wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;

b. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;

c. kebudayaan;

d. pertanahan; dan

e. tata ruang.

(3) Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan

keberpihakan kepada rakyat.

(4) Ketentuan . . .

Page 110: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 8 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais.

BAB V

BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu Umum

Pasal 8

(1) DIY memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang

bersifat istimewa.

(2) Pemerintahan Daerah DIY terdiri atas Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY.

Bagian Kedua

Pemerintah Daerah DIY

Pasal 9

(1) Pemerintah Daerah DIY dipimpin oleh Gubernur.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Gubernur

dibantu oleh Wakil Gubernur.

Pasal 10

(1) Gubernur bertugas:

a. memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan Keistimewaan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD DIY;

b. mengoordinasikan tugas satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah;

c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah dan rencana pembangunan jangka menengah daerah

kepada DPRD DIY untuk dibahas bersama serta menyusun dan menetapkan rencana kerja perangkat

daerah;

e. menyusun . . .

Page 111: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 9 -

e. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah, rancangan Perda tentang perubahan anggaran pendapatan

dan belanja daerah, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD DIY

untuk dibahas bersama;

f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;

g. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah DIY di kabupaten/kota;

h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah

kabupaten/kota di wilayahnya; dan

i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Gubernur berwenang:

a. mengajukan rancangan Perda dan rancangan Perdais;

b. menetapkan Perda dan Perdais yang telah mendapat

persetujuan bersama DPRD DIY;

c. menetapkan peraturan Gubernur dan keputusan

Gubernur;

d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan

masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Gubernur berhak:

a. menyampaikan usul dan/atau pendapat kepada Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan Kewenangan

Istimewa;

b. mendapatkan informasi mengenai kebijakan dan/atau informasi yang diperlukan untuk perumusan kebijakan

mengenai Keistimewaan DIY;

c. mengusulkan perubahan atau penggantian Perdais; dan

d. mendapatkan . . .

Page 112: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 10 -

d. mendapatkan kedudukan protokoler dan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

(1) Gubernur karena jabatannya berkedudukan juga sebagai

wakil Pemerintah.

(2) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur

bertanggung jawab kepada Presiden.

(3) Ketentuan mengenai kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur sebagai wakil Pemerintah berlaku ketentuan

sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Pasal 13

(1) Wakil Gubernur bertugas:

a. membantu Gubernur dalam:

1) memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan Keistimewaan;

2) mengoordinasikan kegiatan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah;

3) menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil

pengawasan aparat pengawasan; dan

4) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

b. memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan Keistimewaan;

c. melaksanakan tugas sehari-sehari Gubernur apabila Gubernur berhalangan sementara; dan

d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Wakil Gubernur melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Gubernur yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Wakil Gubernur bertanggung

jawab kepada Gubernur.

Pasal 14 . . .

Page 113: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 11 -

Pasal 14

Wakil Gubernur berhak mendapatkan kedudukan protokoler dan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 15

(1) Gubernur dan Wakil Gubernur berkewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,

melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;

c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

d. melaksanakan kehidupan berdemokrasi;

e. menaati dan menegakkan semua peraturan

perundang-undangan;

f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;

h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang baik

dan bersih;

i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;

j. menjalin hubungan kerja dengan semua perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah; dan

k. melestarikan dan mengembangkan budaya Yogyakarta serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lainnya yang berada di DIY.

(2) Selain berkewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur berkewajiban:

a. menyampaikan laporan penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah DIY kepada Pemerintah;

b. menyampaikan laporan keterangan

pertanggungjawaban tahunan dan akhir masa jabatan kepada DPRD DIY; dan

c. menginformasikan . . .

Page 114: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 12 -

c. menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah DIY dan laporan keterangan pertanggungjawaban tahunan dan akhir masa jabatan

kepada masyarakat.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan kepada Presiden melalui Menteri setiap

1 (satu) tahun sekali.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan

Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah DIY sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 16

Gubernur dan Wakil Gubernur dilarang:

a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan kepada diri sendiri, anggota keluarga, atau kroni, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan

sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasi warga negara atau golongan masyarakat tertentu;

b. turut serta dalam perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/milik daerah, atau dalam yayasan bidang apa pun;

c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan kepada dirinya, baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;

d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau menerima

uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam perkara di pengadilan;

f. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan; dan

g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya atau

sebagai anggota DPRD DIY sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga . . .

Page 115: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 13 -

Bagian Ketiga DPRD DIY

Pasal 17

(1) DPRD DIY mempunyai kedudukan, susunan, tugas, serta wewenang sebagaimana ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan.

(2) Selain bertugas dan berwenang sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), DPRD DIY bertugas dan berwenang:

a. menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur; dan

b. membentuk Perda dan Perdais bersama Gubernur.

(3) Pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan tata

tertib DPRD DIY yang disusun dan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VI PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

Bagian Kesatu Persyaratan

Pasal 18

(1) Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga

negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat:

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945,

dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;

c. bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk

calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur;

d. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;

e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;

f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim

dokter/rumah sakit pemerintah;

g. tidak . . .

Page 116: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 14 -

g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana lebih dari 5 (lima) tahun dan

mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta

tidak akan mengulangi tindak pidana;

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap;

i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia

untuk diumumkan;

j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang

menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;

k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

l. memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP);

m. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara

kandung, istri, dan anak; dan

n. bukan sebagai anggota partai politik.

(2) Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:

a. surat pernyataan bermeterai cukup dari yang bersangkutan yang menyatakan dirinya setia kepada

Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah, sebagai bukti pemenuhan syarat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;

b. surat . . .

Page 117: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 15 -

b. surat pengukuhan yang menyatakan Sultan Hamengku Buwono bertakhta di Kasultanan dan surat pengukuhan yang menyatakan Adipati Paku Alam

bertakhta di Kadipaten, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;

c. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah atau sebutan

lain dari tingkat dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas (dan/atau tingkatan yang lebih tinggi),

sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh instansi yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf d;

d. akta kelahiran/surat kenal lahir warga negara

Indonesia, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e;

e. surat keterangan kesehatan dari tim dokter/rumah

sakit pemerintah yang menerangkan bahwa yang bersangkutan mampu secara jasmani dan rohani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Gubernur

dan Wakil Gubernur, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f;

f. surat keterangan pengadilan negeri atau kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang hukum, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf g;

g. surat keterangan pengadilan negeri yang menyatakan

tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebagai bukti pemenuhan syarat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h;

h. surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada lembaga yang

menangani pemberantasan korupsi dan surat pernyataan bersedia daftar kekayaan pribadinya

diumumkan, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i;

i. surat keterangan pengadilan niaga/pengadilan negeri

yang menerangkan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan

hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf j;

j. surat . . .

Page 118: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 16 -

j. surat keterangan pengadilan niaga/pengadilan negeri yang menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam keadaan pailit, sebagai bukti

pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k;

k. fotokopi kartu NPWP, sebagai bukti pemenuhan syarat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l;

l. daftar riwayat hidup yang ditandatangani calon,

sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m; dan

m. surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik,

sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Bagian Kedua

Tata Cara Pengajuan Calon

Pasal 19

(1) DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipaten tentang

berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.

(2) Berdasarkan pemberitahuan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan mengajukan

Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur paling

lambat 30 (tiga puluh) hari setelah surat pemberitahuan DPRD DIY diterima.

(3) Kasultanan dan Kadipaten pada saat mengajukan calon

Gubernur dan calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY menyerahkan:

a. surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat;

b. surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng

Kasentanan Kadipaten Pakualaman;

c. surat . . .

Page 119: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 17 -

c. surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan

Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur; dan

d. kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (2).

Pasal 20

(1) Dalam penyelenggaraan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur, DPRD DIY membentuk Panitia Khusus

Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 1 (satu) bulan setelah pemberitahuan berakhirnya masa jabatan Sultan

Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.

(2) Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dibentuk dengan keputusan pimpinan DPRD DIY.

(3) Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan

Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas menyusun tata tertib penetapan

Gubernur dan Wakil Gubernur.

(4) Tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah

ditetapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dibentuk.

(5) Anggota Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur terdiri atas

wakil fraksi-fraksi.

(6) Tugas Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berakhir pada saat tata

tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan.

Bagian Ketiga . . .

Page 120: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 18 -

Bagian Ketiga Verifikasi dan Penetapan

Paragraf 1 Verifikasi

Pasal 21

DPRD DIY melakukan verifikasi terhadap dokumen

persyaratan Sultan Hamengku Buwono sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur.

Pasal 22

(1) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, DPRD DIY membentuk Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.

(2) Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan keputusan pimpinan DPRD DIY.

(3) Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas sebagai

penyelenggara dan penanggung jawab penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.

(4) Anggota Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil

Gubernur terdiri atas wakil fraksi-fraksi.

(5) Ketua dan Wakil Ketua DPRD DIY karena jabatannya

adalah Ketua dan Wakil Ketua Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur merangkap anggota.

(6) Sekretaris DPRD DIY karena jabatannya adalah sekretaris

Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dan bukan anggota.

(7) Tugas Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil

Gubernur diatur dalam tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.

(8) Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur mengumumkan jadwal penetapan yang meliputi tahapan pengajuan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur

sampai dengan rencana pelaksanaan pelantikan.

(9) Pengumuman jadwal penetapan dilaksanakan melalui

media massa yang ada di daerah setempat.

(10) Tugas . . .

Page 121: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 19 -

(10) Tugas Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berakhir pada saat Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik.

(11) Menteri melakukan fasilitasi dan supervisi dalam pelaksanaan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Pasal 23

(1) Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur melakukan verifikasi atas usul calon Gubernur dari

Kasultanan dan calon Wakil Gubernur dari Kadipaten.

(2) Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur melakukan verifikasi calon Gubernur dan calon Wakil

Gubernur dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari.

(3) Apabila terdapat syarat yang belum terpenuhi sebagai

calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur menyampaikan pemberitahuan kepada Kasultanan dan

Kadipaten untuk melengkapi syarat paling lambat 7 (tujuh) hari setelah selesainya verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Jika Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur menyatakan persyaratan sudah terpenuhi,

Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur menetapkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dalam berita acara untuk selanjutnya disampaikan

kepada Pimpinan DPRD DIY dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

Paragraf 2 Penetapan

Pasal 24

(1) DPRD DIY menyelenggarakan rapat paripurna dengan

agenda pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterimanya

hasil penetapan dari Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4).

(2) Visi, misi, dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada rencana pembangunan jangka panjang daerah DIY dan perkembangan lingkungan

strategis.

(3) Setelah . . .

Page 122: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 20 -

(3) Setelah penyampaian visi, misi, dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai

Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.

(4) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan penetapan

Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.

(5) Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

berdasarkan usulan Menteri.

(6) Menteri menyampaikan pemberitahuan tentang pengesahan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada DPRD DIY serta Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.

Pasal 25

(1) Masa jabatan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta

sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan.

(2) Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai

Wakil Gubernur tidak terikat ketentuan 2 (dua) kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Pasal 26

(1) Dalam hal Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta

memenuhi syarat sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta tidak memenuhi syarat sebagai calon Wakil Gubernur, DPRD DIY menetapkan Sultan

Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur.

(2) Sebagai Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sekaligus

melaksanakan tugas Wakil Gubernur sampai dengan dilantiknya Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai

Wakil Gubernur.

(3) Dalam . . .

Page 123: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 21 -

(3) Dalam hal Sultan Hamengku Buwono tidak memenuhi syarat sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam memenuhi syarat sebagai calon Wakil Gubernur,

DPRD DIY menetapkan Adipati Paku Alam sebagai Wakil Gubernur.

(4) Sebagai Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), Adipati Paku Alam yang bertakhta sekaligus melaksanakan tugas Gubernur sampai dengan dilantiknya

Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur.

(5) Berdasarkan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang

bertakhta sebagai Gubernur atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (3), DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan penetapan.

(6) Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

(7) Dalam hal Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta tidak memenuhi syarat sebagai Gubernur dan

Adipati Paku Alam yang bertakhta tidak memenuhi syarat sebagai Wakil Gubernur, Pemerintah mengangkat Penjabat Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan

Kasultanan dan Kadipaten sampai dilantiknya Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai

Gubernur dan/atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.

(8) Pengangkatan Penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud

pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur

Pasal 27

(1) Pelantikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilakukan oleh Presiden.

(2) Dalam . . .

Page 124: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 22 -

(2) Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilakukan oleh Wakil Presiden.

(3) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden berhalangan,

pelantikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri.

BAB VII GUBERNUR DAN/ATAU WAKIL GUBERNUR BERHALANGAN

Pasal 28

(1) Dalam hal Gubernur berhalangan tetap atau tidak

memenuhi persyaratan lagi sebagai Gubernur atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur, Wakil Gubernur sekaligus juga melaksanakan

tugas Gubernur.

(2) Wakil Gubernur melaksanakan tugas Gubernur

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat dilantiknya Gubernur definitif.

(3) Dalam hal Wakil Gubernur berhalangan tetap atau tidak

memenuhi persyaratan lagi sebagai Wakil Gubernur atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Wakil Gubernur, Gubernur sekaligus juga melaksanakan

tugas Wakil Gubernur.

(4) Gubernur melaksanakan tugas Wakil Gubernur

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir pada saat dilantiknya Wakil Gubernur definitif.

(5) Pengisian jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan menurut tata cara:

a. Kasultanan atau Kadipaten memberitahukan kepada DPRD DIY mengenai pengukuhan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta atau pengukuhan Adipati

Paku Alam yang bertakhta;

b. berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, DPRD DIY membentuk Panitia

Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur yang beranggotakan wakil fraksi-fraksi;

c. Kasultanan . . .

Page 125: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 23 -

c. Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur atau Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang

bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY melalui Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan menyertakan

dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3);

d. Panitia Khusus Penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf c

dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari;

e. hasil verifikasi Panitia Khusus Penetapan Gubernur

atau Wakil Gubernur dituangkan ke dalam berita acara verifikasi dan selanjutnya disampaikan kepada DPRD DIY dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari;

f. dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dinyatakan memenuhi syarat, DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang

bertakhta sebagai Gubernur atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur dalam rapat

paripurna DPRD DIY, paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterimanya hasil verifikasi dari Panitia Khusus Penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur;

g. DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri, untuk mendapatkan pengesahan penetapan

Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur;

h. Menteri menyampaikan usulan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta

sebagai Wakil Gubernur kepada Presiden;

i. Presiden mengesahkan penetapan Gubernur atau

Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf h;

j. Menteri menyampaikan pemberitahuan tentang

pengesahan penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur kepada DPRD DIY serta

Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam; dan

k. pelantikan . . .

Page 126: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 24 -

k. pelantikan Gubernur atau Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27.

(6) Masa jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir sampai habis masa jabatannya.

(7) Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur berhalangan

tetap atau tidak memenuhi persyaratan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah melaksanakan

tugas sehari-hari Gubernur sampai dengan Presiden mengangkat penjabat Gubernur.

(8) Masa jabatan penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud

pada ayat (7) berakhir pada saat dilantiknya Gubernur atau Wakil Gubernur yang definitif.

Pasal 29

Tata cara pengangkatan penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (7) dan ayat (8) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

BAB VIII KELEMBAGAAN

Pasal 30

(1) Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas,

akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli.

(2) Ketentuan mengenai penataan dan penetapan

kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perdais.

BAB IX . . .

Page 127: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 25 -

BAB IX KEBUDAYAAN

Pasal 31

(1) Kewenangan kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c diselenggarakan untuk

memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma,

adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan kewenangan

kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perdais.

BAB X

PERTANAHAN

Pasal 32

(1) Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Kadipaten dengan Undang-Undang ini

dinyatakan sebagai badan hukum.

(2) Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan.

(3) Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kadipaten.

(4) Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat

di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.

(5) Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten

ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan

masyarakat.

Pasal 33

(1) Hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) didaftarkan pada lembaga pertanahan.

(2) Pendaftaran . . .

Page 128: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 26 -

(2) Pendaftaran hak atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pendaftaran atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh pihak lain wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari

Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan persetujuan tertulis dari Kadipaten untuk tanah Kadipaten.

(4) Pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin

persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten.

BAB XI

TATA RUANG

Pasal 34

(1) Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan

tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.

(2) Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan dan Kadipaten menetapkan

kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY.

(3) Kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan memperhatikan tata ruang nasional

dan tata ruang DIY.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pemanfaatan

tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten serta tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten diatur dalam Perdais, yang penyusunannya berpedoman pada peraturan

perundang-undangan.

BAB XII . . .

Page 129: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 27 -

BAB XII PERDA, PERDAIS, PERATURAN GUBERNUR,

DAN KEPUTUSAN GUBERNUR

Pasal 36

(1) Perda dibentuk dan ditetapkan dengan persetujuan

bersama DPRD DIY dan Gubernur.

(2) Pembentukan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

(1) Perdais dibentuk oleh DPRD DIY dan Gubernur untuk

melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

(2) Rancangan Perdais dapat diusulkan oleh DPRD DIY atau

Gubernur.

(3) Apabila dalam suatu masa sidang DPRD DIY dan Gubernur menyampaikan rancangan Perdais mengenai

materi yang sama, yang dibahas adalah rancangan Perdais yang disampaikan oleh DPRD DIY dan rancangan Perdais

yang disampaikan Gubernur digunakan sebagai bahan sandingan.

(4) Dalam penyiapan dan pembahasan rancangan Perdais,

DPRD DIY dan Gubernur mendayagunakan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar

dalam masyarakat dan memperhatikan masukan dari masyarakat DIY.

(5) Rancangan Perdais yang telah disetujui bersama oleh

DPRD DIY dan Gubernur, disampaikan oleh pimpinan DPRD DIY kepada Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan untuk ditetapkan sebagai

Perdais.

(6) Rancangan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perdais tersebut disetujui bersama oleh

DPRD DIY dan Gubernur.

(7) Dalam . . .

Page 130: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 28 -

(7) Dalam hal rancangan Perdais tidak ditetapkan oleh Gubernur dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), rancangan Perdais tersebut sah menjadi Perdais

dan wajib diundangkan dengan penempatannya dalam lembaran daerah.

(8) Dalam hal sahnya rancangan Perdais sebagaimana

dimaksud pada ayat (7), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah Istimewa ini dinyatakan sah.

(9) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perdais sebelum pengundangan naskah Perdais ke dalam

lembaran daerah.

(10) Perdais disampaikan kepada Menteri.

Pasal 38

(1) Perdais yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, nilai dan budaya masyarakat DIY atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat

dibatalkan oleh Menteri.

(2) Pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(3) Gubernur harus menghentikan pelaksanaan Perdais dan selanjutnya DPRD DIY bersama Gubernur mencabut

Perdais dimaksud paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Apabila Pemerintahan Daerah DIY tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat

14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan pembatalan.

(5) Presiden memberikan keputusan atas pengajuan

keberatan pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(6) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Presiden tidak memberikan keputusan, Perdais tetap berlaku dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

Pasal 39 . . .

Page 131: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 29 -

Pasal 39

(1) Gubernur berwenang membentuk peraturan Gubernur dan keputusan Gubernur.

(2) Untuk melaksanakan Perda dan Perdais, Gubernur dapat membentuk peraturan Gubernur dan/atau menetapkan keputusan Gubernur.

(3) Peraturan Gubernur dan keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, nilai-nilai luhur, budaya, atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(4) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diundangkan dalam Berita Daerah.

(5) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Menteri.

Pasal 40

Perda, Perdais, dan peraturan Gubernur wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Daerah DIY.

BAB XIII PENDANAAN

Pasal 41

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur

keuangan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY.

Pasal 42

(1) Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.

(2) Dana dalam rangka pelaksanaan Keistimewaan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah

berdasarkan pengajuan Pemerintah Daerah DIY.

(3) Dana . . .

Page 132: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 30 -

(3) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa dana Keistimewaan yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh

Pemerintah Daerah DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalokasian

dan penyaluran dana Keistimewaan diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

(5) Gubernur melaporkan pelaksanaan kegiatan Keistimewaan DIY kepada Pemerintah melalui Menteri pada setiap akhir tahun anggaran.

BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 43

Gubernur selaku Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta dan/atau Wakil Gubernur selaku Adipati Paku Alam yang

bertakhta berdasarkan Undang-Undang ini bertugas:

a. melakukan penyempurnaan dan penyesuaian peraturan di lingkungan Kasultanan dan Kadipaten;

b. mengumumkan kepada masyarakat hasil penyempurnaan

dan penyesuaian peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah Kasultanan

dan tanah Kadipaten;

d. mendaftarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tanah

Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada lembaga pertanahan;

e. melakukan inventarisasi dan identifikasi seluruh kekayaan

Kasultanan dan Kadipaten selain sebagaimana dimaksud pada huruf c yang merupakan warisan budaya bangsa; dan

f. merumuskan dan menetapkan tata hubungan antara Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam sebagai satu kesatuan.

Pasal 44 . . .

Page 133: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 31 -

Pasal 44

Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DIY.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

(1) Ketentuan mengenai tata cara pengisian jabatan Gubernur

dan Wakil Gubernur dalam Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur untuk pertama kali berdasarkan

Undang-Undang ini, kecuali ketentuan Pasal 18, Pasal 19 ayat (3), Pasal 25, dan Pasal 27.

(2) Pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara:

a. DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipaten tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan

Wakil Gubernur paling lambat 2 (dua) hari sejak Undang-Undang ini diundangkan;

b. berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud

pada huruf a, Gubernur wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah DIY akhir

masa jabatan kepada Pemerintah paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur;

c. DPRD DIY menetapkan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dan membentuk

Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur yang beranggotakan wakil fraksi-fraksi paling lambat 2 (dua) hari sejak Undang-Undang ini

diundangkan;

d. Kasultanan . . .

Page 134: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 32 -

d. Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai

calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY melalui Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya

pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan menyertakan dokumen persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3);

e. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil

Gubernur melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf d

paling lama 4 (empat) hari sejak dokumen persyaratan diterima dengan lengkap;

f. hasil verifikasi Panitia Khusus Penetapan Gubernur

dan Wakil Gubernur dituangkan ke dalam berita acara verifikasi dan selanjutnya disampaikan kepada DPRD DIY paling lambat 1 (satu) hari sejak selesainya

verifikasi;

g. dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada

huruf f dinyatakan memenuhi syarat, DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam

yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur dalam rapat paripurna DPRD DIY, yang didahului dengan

pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah diterimanya hasil verifikasi dari Panitia Khusus Penetapan Gubernur

dan Wakil Gubernur;

h. DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri, untuk mendapatkan pengesahan penetapan

Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta

sebagai Wakil Gubernur paling lama 2 (dua) hari setelah penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf g;

i. Menteri . . .

Page 135: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 33 -

i. Menteri menyampaikan usulan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta

sebagai Wakil Gubernur kepada Presiden paling lama 2 (dua) hari setelah diterimanya surat usulan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada huruf h;

j. Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri paling

lama 5 (lima) hari sejak diterimanya surat usulan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf i;

k. Menteri menyampaikan pemberitahuan tentang

pengesahan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD DIY serta Sultan Hamengku Buwono

dan Adipati Paku Alam paling lama 2 (dua) hari setelah diterimanya keputusan Presiden tentang pengesahan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur; dan

l. pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27.

Pasal 46

Selain bertugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan

Pasal 13, Gubernur dan Wakil Gubernur masa jabatan Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2017 bertugas:

a. menyiapkan perangkat Pemerintah Daerah DIY untuk melaksanakan Keistimewaan DIY berdasarkan Undang-Undang ini;

b. menyiapkan arah umum kebijakan penataan dan penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY

sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;

c. menyiapkan kerangka umum kebijakan di bidang kebudayaan;

d. menyiapkan kerangka umum kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan pertanahan dan tata ruang tanah Kasultanan

dan tanah Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY;

e. bersama DPRD DIY membentuk Perda tentang tata cara pembentukan Perdais; dan

f. menyiapkan masyarakat DIY dalam pelaksanaan Keistimewaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 47 . . .

Page 136: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 34 -

Pasal 47

Pengelolaan dan/atau pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang dilakukan oleh masyarakat atau

pihak ketiga dapat dilanjutkan sepanjang pengelolaan dan/atau pemanfaatannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 48

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, susunan organisasi Pemerintah Daerah DIY, perangkat Pemerintah Daerah DIY, dan jabatan dalam Pemerintah Daerah DIY yang

sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya

Pemerintahan Daerah DIY berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XVI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

Semua ketentuan dalam undang-undang tentang

pemerintahan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.

Pasal 50

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 51

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .

Page 137: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 35 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 31 Agustus 2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 3 September 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 170

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan

Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

Page 138: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 TAHUN 2012

TENTANG

KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I. UMUM

Status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan

Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah

Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang

mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama

maupun adat istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang

berperikeadilan.

Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan

bernegara dan keberadaan Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan.

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian dari Indonesia.

Kedua tokoh itu masing-masing secara terpisah, tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat pada tanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik

Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah istimewa.

Keputusan . . .

Page 139: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 2 -

Keputusan kedua tokoh tersebut memiliki arti penting bagi Indonesia

karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang nyata bagi Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan melalui upaya

Kasultanan dan Kadipaten serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan terus mengalami perubahan sosial yang sangat dinamis. Masyarakat Yogyakarta dewasa ini

memasuki fase baru yang ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap mengikuti pola hubungan patron-klien pada masa lalu dan di sisi lain

masyarakat memiliki hubungan horizontal yang kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, tidak menghilangkan posisi Kasultanan dan Kadipaten sebagai sumber rujukan

budaya bagi mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap diposisikan sebagai simbol pengayom kehidupan masyarakat dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY.

Pengaturan Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan

memberikan pengakuan keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu

daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan suatu

daerah belum diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai keistimewaannya. Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957

tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal di atas telah

memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan

terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, dalam rangka

perubahan dan penyesuaian serta penegasan Keistimewaan DIY, perlu dibentuk undang-undang tentang keistimewaan DIY.

Pengaturan . . .

Page 140: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 3 -

Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan

peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya

bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.

Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan

pemerintahan provinsi.

Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan

Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang ini dan kewenangan

berdasarkan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota

di DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka mendukung efektivitas penyelenggaraan Keistimewaan DIY, Undang-Undang ini mengatur pendanaan Keistimewaan yang pengalokasian

dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "peta" dalam ketentuan ini adalah peta

rupabumi dengan sumber data minimal skala 1:250.000 yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3 Cukup jelas.

Pasal 4 . . .

Page 141: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 4 -

Pasal 4 Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas pengakuan atas hak asal-usul”

adalah bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi bagian wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kerakyatan” adalah asas yang mengutamakan kepentingan rakyat dalam semua pengambilan

keputusan di DIY.

Huruf c Yang dimaksud dengan “asas demokrasi” adalah adanya

pengakuan, penghargaan, dan persamaan hak asasi manusia secara universal.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas ke-bhinneka-tunggal-ika-an” adalah asas yang menjamin ruang bagi setiap daerah untuk

menata daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas efektivitas pemerintahan” adalah asas pemerintahan yang berorientasi pada rakyat, transparan,

akuntabel, responsif, partisipatif, dan menjamin kepastian hukum.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah pengaturan mengenai Keistimewaan DIY harus sekaligus melayani kepentingan Indonesia, dan sebaliknya.

Huruf g Yang dimaksud dengan “asas pendayagunaan kearifan lokal”

adalah menjaga integritas Indonesia sebagai suatu kesatuan sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, serta pengakuan dan peneguhan peran Kasultanan dan

Kadipaten tidak dilihat sebagai upaya pengembalian nilai-nilai dan praktik feodalisme, melainkan sebagai upaya menghormati, menjaga, dan mendayagunakan kearifan lokal yang telah

mengakar dalam kehidupan sosial dan politik di Yogyakarta dalam konteks kekinian dan masa depan.

Pasal 5 . . .

Page 142: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 5 -

Pasal 5

Cukup jelas. Pasal 6

Yang dimaksud dengan “Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi” adalah penyelenggaraan urusan keistimewaan dilaksanakan

di provinsi bukan di kabupaten/kota. Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8 Cukup jelas.

Pasal 9 Cukup jelas.

Pasal 10 Cukup jelas.

Pasal 11 Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas. Pasal 13

Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Yang dimaksud dengan “melaksanakan tugas sehari-hari Gubernur” adalah tugas rutin pemerintahan yang tidak

berkaitan dengan pengambilan kebijakan yang bersifat strategis dalam aspek keuangan, kelembagaan, personel dan perizinan, serta kebijakan strategis lainnya.

Yang dimaksud dengan “berhalangan sementara” adalah keadaan tidak dapat melaksanakan tugas jabatan karena

sedang melakukan pendidikan, pelatihan, kursus, kunjungan ke luar negeri, kunjungan ke dalam negeri, menunaikan ibadah keagamaan, sakit, cuti, atau alasan

lain yang sejenis dengan itu.

Huruf d . . .

Page 143: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 6 -

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 14 Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas. Pasal 16

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “turut serta dalam suatu perusahaan” adalah menjadi direksi atau komisaris perusahaan.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas.

Pasal 17 Cukup jelas.

Pasal 18 Cukup jelas.

Pasal 19 Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21 . . .

Page 144: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 7 -

Pasal 21

Cukup jelas. Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23 Cukup jelas.

Pasal 24 Cukup jelas.

Pasal 25 Cukup jelas.

Pasal 26 Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas. Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29 Cukup jelas.

Pasal 30 Cukup jelas.

Pasal 31 Cukup jelas.

Pasal 32 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan hukum khusus bagi Kasultanan dan Kadipaten, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “tanah Kasultanan (Sultanaat Grond)”, lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kasultanan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “tanah Kadipaten (Pakualamanaat Grond)”, lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik

Kadipaten.

Ayat (4) . . .

Page 145: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 8 -

Ayat (4)

Tanah keprabon adalah tanah yang digunakan untuk bangunan istana dan kelengkapannya, seperti Pagelaran, Kraton, Sripanganti, tanah untuk makam Raja dan kerabatnya

(di Kotagede, Imogiri, dan Giriloyo), alun-alun, masjid, taman sari, pesanggrahan, dan petilasan.

Tanah bukan keprabon terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah yang digunakan penduduk/lembaga dengan hak (magersari, ngindung, hak pakai, hutan, kampus, rumah sakit, dan

lain-lain) dan tanah yang digunakan penduduk tanpa alas hak.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 33 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “lembaga pertanahan” adalah lembaga

pemerintah non-kementerian yang menangani bidang pertanahan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah perseorangan, badan hukum, badan usaha, dan badan sosial yang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 34 Cukup jelas.

Pasal 35 Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas. Pasal 37

Cukup jelas. Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39 . . .

Page 146: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 9 -

Pasal 39

Cukup jelas. Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41 Cukup jelas.

Pasal 42 Ayat (1)

Dalam rangka penyediaan pendanaan Keistimewaan DIY, Pemerintah Daerah DIY wajib menyampaikan rencana kebutuhan yang dituangkan dalam rencana program dan

kegiatan tahunan dan 5 (lima) tahunan.

Ayat (2) Mekanisme pembahasan pendanaan Keistimewaan DIY

dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY bersama dengan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang

menangani urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional, keuangan, pemerintahan daerah, dan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang

berkaitan dengan Keistimewaan DIY.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 43 Cukup jelas.

Pasal 44 Cukup jelas.

Pasal 45 Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47 . . .

Page 147: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

- 10 -

Pasal 47

Cukup jelas. Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49 Cukup jelas.

Pasal 50 Cukup jelas.

Pasal 51 Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5339

Page 148: KEDUDUKAN SULTAN HAMENGKU BUWONO DAN ADIPATI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29968/1/WALDAN... · diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (4)

LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan

Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan