40
HUBUNGAN TOTAL JAM TERBANG TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ DARAH PADA PENERBANG TNI AU YANG MELAKUKAN MEDEX DI LAKESPRA TAHUN 2014 Letda Kes dr Herdy Adriano

kedokteran penerbangan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kedokteran penerbangan

HUBUNGAN TOTAL JAM TERBANG TERHADAP

PENINGKATAN KADAR KREATININ DARAH PADA PENERBANG

TNI AU YANG MELAKUKAN MEDEX DI LAKESPRA TAHUN 2014

Letda Kes dr Herdy Adriano

NRP 542427

DIKUALSUSDOKBANGAN A-XIII

Page 2: kedokteran penerbangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulisan karya tulis ilmiah ini

dilakkukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam pendidikan Dikkualisusdokbang

angkatan ke-XIII. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada :

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitan ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan..

Jakarta, Mei 2015

Letda Kes dr.Herdy Adriano

Page 3: kedokteran penerbangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lakespra Saryanto adalah sebagai Lembaga Kesehatan Penerbangan Militer yang pada

dasarnya merupakan pendukung berhasilnya operasi atau misi TNI-AU dalam upaya

menegakan kedaulatan negara di angkasa. Dalam setiap kegiatan operasional penerbangan,

TNI AU mempersyaratkan bahwa awak pesawat harus berada dalam kondisi fisik maupun

mental yang prima. Hal ini penting mengingat operasi penerbangan dengan teknologi yang

berkembang sedemikian pesat, dilakukan pada kondisi non fisiologis, sehingga

memungkinkan timbulnya keadaan yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan.

Kondisi fisik prima merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap awak pesawat,

karena itu setiap kelainan dalam sistem organ tubuh para awak pesawat harus diketahui sedini

mungkin. Kualitas dari personil penerbangan ini ditentukan oleh kondisi kesehatan fisik dan

mental sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Total jam terbang sangat berpengaruh terhadap kesehatan dari seorang pilot. Hubungan

tersebut telah lama diteliti dikarenakan semakin banyak total jam terbang yang dimiliki oleh

seorang penerbang maka semakin lama pula penerbang tersebut terpapar pada kondisi

ketinggian, yang akan meningkatkan terjadinya risiko dehidrasi relatif akibat kelembaban

udara yang rendah pada ketinggian serta keadaan hipoksia akibat penurunan tekanan parsial

udara pada ketinggian tertentu pada seorang pilot. Dehidrasi itu sendiri adalah suatu keadaan

yang menyatakan berkurangnya cairan dari tubuh, yang mana cairan adalah komponen utama

dari tubuh manusia. Hampir 2/3 dari tubuh manusia terdiri dari cairan. Cairan memiliki

fungsi penting untuk replikasi sel, transport nutrisi ke seluruh tubuh, eliminasi sisa

metabolisme dari dalam tubuh dan mengatur / regulasi suhu tubuh.1

Dehidrasi pada seorang pilot akan menurunkan tingkat kewaspadaan yang akan

berpengaruh terhadap kelancaran penerbangan. Keadaan tersebut akan menurunkan

kemampuan untuk menentukan keputusan bahkan sampai pada ketidakpampuan untuk

mengendalikan pesawat selama penerbangan. Gejala pertama yang nampak pada keadaan

dehidrasi adalah lelah, yang akan menurunkan performa baik fisik ataupun mental. Lama

penerbangan juga menentukan keadaan dehidrasi pada pilot, apalagi pada ketinggian tertentu

Page 4: kedokteran penerbangan

udara cenderung kering dan akan meningkatkan rata-rata pengeluaran air dari dalam tubuh.

Jika keadaan dehidrasi relatif tidak segera tertangani dengan baik maka kondisi lelah akan

mengalami progresifitas menjadi kelemahan, disertai pusing, mual, baal pada tangan dan kaki

serta rasa haus yang teramat sangat.2

Hipoksia merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak mendapatkan asupan oksigen

yang adekuat sampai ke tingkat plasma dan sel. Selain itu perubahan fungsi ginjal pada

ketinggian timbul sebagai efek langsung dari hipoksia sejalan dengan mekanisme kompensasi

adaptasi lainnya, meliputi perubahan ventilasi pernapasan, curah jantung, aktivitas saraf

simpatism dan eritropoiesis. Hipoksia yang terjadi dalam penerbangan, terutama pada

penerbangan unpressurrized cabin (kabin tanpa rekayasa tekanan udara) berbeda dari

inhabitasi di tempat-tempat tinggi, di mana hipoksia bersifat akut, sehingga proses

aklimatisasi belum sempat terjadi. 3

Ginjal adalah organ yang akan berpengaruh langsung terhadap lama kondisi terbang. Kondisi

dehidrasi dan hipoksia yang mungkin terjadi pun akan berhubungan erat dengan kerja ginjal.

Karena ginjal adalah organ yang memiliki salah satu peranan penting yaitu mengatur

keseimbangan cairan serta asam basa dari tubuh manusia.3,4 Serum marker yang biasa

dijadikan tanda dan gejala penurunan fungsi ginjal adalah proteinuria dan peningkatan kadar

creatinin darah.5,6

Penelitian-penelitian serupa yang telah dilakukan antara lain oleh Wg Cdr Prateek Kinra

dkk, Indian 2008 menjelaskan bahwa proteinuria secara tanpa sengaja sering kali ditemukan

baik pada pilot militer ataupun sipil atau bahkan pada kru pesawat. Ketidaksengajaan tersebut

biasanya ditemukan sewaktu yang bersangkutan sedang melakukan medical chek up rutin,

karena biasanya kondisi proteinuria adalah suatu keadaan yang asimptomatik.4

Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mencegah

kemungkinan penurunan fungsi ginjal pada pilot khususnya penerbang militer TNI AU agar

dapat meningkatkan keselamatan penerbangan.

1.2 Permasalahan

Peningkatan Total jam terbang akan meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi akibat

lamanya terpapar dalam kondisi dehidrasi relatif serta semakin lama terpapar pada suatu

Hipoksia , khususnya pada seorang pilot.1 Kondisi dehidrasi yang biasanya tidak disadari

oleh penerbang dan kebiasaan konsumsi makanan atau minuman sebelum dan selama

penerbangan juga akan mempengaruhi.3 Dehidrasi yang berlangsung lama dan tidak segera

terrehidrasi akan meningkatkan kerja ginjal dan akan mempengaruhi filtrasi glomerulus.

Page 5: kedokteran penerbangan

Ketika akhirnya terjadi penurunan fungsi ginjal maka akan dapat terdeteksi secara tidak

sengaja melalui pemeriksaan medical cek up rutin yang terlihat dari peningkatan serum

kreatinin.4,5,6

Selain itu lamanya seseorang berada di ketinggian akan berpengaruh langsung terhadap

perubahan kerja fisiologis tubuh oleh karena secara alami akan berada dalam keadaan yang

hipoxia. Penelitian mengenai efek langsung lama jam terbang terhadap penurunan fungsi

ginjal memang belum ditemukan akan tetapi telah banyak diteliti mengenai kondisi seseorang

yang hidup di ketinggian dan berpengaruh secara langsung pada perubahan kerja ginjal.7

Lebih dari 140 juta orang hidup dan tinggal secara permanen di ketinggian (> 2400

meter dari sea level) dan hal tersebut berarti kurang lebih 2% dari populasi penduduk dunia.

Hidup dan tinggal dalam kondisi hipoxia yang berkepanjangan memiliki banyak efek yang

mengakibatkan khususnya perubahan pada ginjal. Yaitu misalnya kondisi polisitemia,

hiperurisemua, peningkatan tekanan darah, penurunan aliran darah ke ginjal serta

mikroalbuminuria.7

Ginjal secara normal menerima 25% dari keseluruhan curah jantung, dan biasanya

digunakan perhitungan laju fitrasi glomerulus untuk mendeteksi fungsi dari ginjal. Kondisi

hipoxia, seperti yang dikatakan sebelumnya akan meningkatan kadar hematokrit darah yang

akan berujung kepada penurunan volume plasma dan peningkatan viskositas darah. Yang

tentunya akan mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus / renal plasma flow.

Rangkaian kondisi selanjutnya yang sering terjadi adalah keadaan penurunan fungsi ginjal

yang terbukti dari adanya mikroalbuminuria dan proteinuria. Pathogenesis dari proteinuria

terjadi karena beberapa faktor yaitu hipoxia jaringan, hipertensi kapiler glomerular dan

hiperviskositas. Bukti lain yang dapat ditemukan adalah pada individu yang lama terpajan

ketinggian / hidup di daerah ketinggian adalah glomerular hipertrofi pada individu tersebut.7

Bukti lain adanya permasalahan pada kerja ginjal apabila seseorang lama berada di

ketinggian atau bahkan hidup di ketinggian adalah kondisi hiperurisemia dan peningkatan

kadar kreatinin dalam darah. Kondisi hipoxia pada ketinggian berhubungan dengan iskemia

jaringan. Mekanisme selanjutnya adalah penurunan kadar ATP dengan meningkatnya aktivasi

dari xantine oksidase. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan asam laktat dan

peningkatan produksi ureum dan kreatinin dalam darah, penurunan klirens ureum dan

kreatinin akibat peningkatan kerja ginjal sehingga menyebabkan hiperurisemia dan

peningkatan kadar kreatinin dalam darah.7

Page 6: kedokteran penerbangan

1.3 Tujuan penelitian

Dibuktikannya hubungan Total jam terbang terhadap peningkatan serum kreatinin darah

pada penerbang TNI AU yang melakukan medex di Lakespra tahun 2014.

1.4 Hipotesis penelitian

Terdapat hubungan antara Total jam terbang terhadap peningkatan serum kreatinin

darah pada penerbang TNI AU yang melakukan medex di Lakespra tahun 2014.

1.5 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi unsur-unsur terkait,

antara lain sebagai berikut :

a. Bagi pilot penerbang TNI AU

Didapatkannya informasi mengenai faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian

dehidrasi dan hipoksia selama penerbangan sehingga dapat mencegah dan sekiranya dapat

lebih waspada serta dapat memperbaiki gaya hidup sehari-hari dikedepannya.

b. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi informasi tentang

kejadian peningkatan serum kreatinin darah dihubungkan dengan Total jam terbang,

sehingga diharapkan dapat dilakukan usaha-usaha pencegahan terhadap penurunan fungsi

ginjal.

c. Bagi peneliti

Peneliti akan mendapat informasi mengenai faktor-faktor dan hubungan antara

peningkatan serum kreatinin darah dengan total jam terbang sehingga mampu untuk

mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kedinasan sehari-hari sebagai dokter militer

TNI AU.

Page 7: kedokteran penerbangan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal

2.1.1 Makroskopis

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang (bean shaped), terletak

retroperitoneal, di belakang kavum abdomen. Masing – masing ginjal mempunyai panjang ±

10 -12 cm (antara vertebra TH 12 – L3), penampang 5 – 6 cm, berat ± 150 gram. Ginjal

kanan 1 – 2 cm lebih rendah daripada ginjal kiri oleh karena adanya hati. Diafragma ada di

sebelah atas-belakang ujung atas ginjal (upper pole) sehingga pada saat inspirasi ginjal akan

terdorong kebawah. 8

Gambar 1. Anatomi Makro Ginjal (Tampak depan) 9

Pada umumnya ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada ginjal laki-laki lebih

panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan

lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak

pararenal) yang membantu meredam guncangan. 9

Page 8: kedokteran penerbangan

Gambar 2. Anatomi makro ginjal (Tampak belakang) 9

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex

renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang

berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang

disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-

lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf

sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis

berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga

kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks

renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-

piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus

dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus

papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. 10

Page 9: kedokteran penerbangan

Gambar 3. Potongan melintang ginjal 9

2.1.2 Mikroskopis

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada

tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Pada manusia, pembentukan nefron selesai

pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan

selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi

fungsional. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus. Tubulus

terdiri atas tiga bagian utama yaitu Tubulus Proksimalis, Loop of Henle (lengkungan Henle)

dan Tubulus Distalis. Beberapa tubulus distalis akan bergabung membentuk tubulus

kolektivus. Nefron dibedakan atas 2 jenis yaitu : Nefron Kortikalis yaitu nefron yang

glomerulinya terletak pada bagian luar dari korteks dengan lengkungan henle yang pendek

tetapi tetap berada pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai pada zona luar

medulla, Nefron Juxta medullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian dalam

dari korteks dekat hubungan korteks-medulla dengan lengkungan henle yang panjang dan

turun jauh kedalam sampai zona dalam medulla sebelum berbalik dan kembali ke korteks.

Pada manusia kira-kira 85 % merupakan nefron kortikalis dan 15 % merupakan nefron Juxta

medullaris. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut badan maplphigi.

Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam

pembentukan urine tidak kalah pentingnya.10

Page 10: kedokteran penerbangan

Gambar 4. Unit Nephron 9

Glomerulus merupakan suatu jaringan kapiler yang saling beranastomosis yang berasal

dari arteriole afferent dan bersatu menuju ke arteiole efferent. Arteriole efferent kemudian

memecah diri menjadi beberapa kapiler peri tubuler yang mengelilingi tubulus. Berdasarkan

ultra struktur dari endotel, dapat dibedakan 3 jenis kapiler : kontinu, fenestrata, diskontinu.

Cairan yang difiltrasi melalui Glomerularis Filtrat Glomeruli. Membrana yang dilalui yaitu

Membrana Glomerularis. Tubulus Proximalis Terdiri dari : Pars konvulata (pada korteks

dekat glomerulus), Pars Recta (bagian yang lurus melalui korteks menuju medulla) berfungsi

mengadakan reabsorpsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresi bahan-bahan ke dalam

tubuli.9

Lengkungan Henle (Loop of Henle) terdiri atas : Pars Desendens (bagian yang menurun

menuju medulla), Pars Asendens (Bagian yang naik kembali menuju korteks), Pars Asending

mengadakan kontak yang sangat dekat dengan glomerulus pada kutub vaskuler. JGA (Juxta

Glomerular Apparatus) Berfungsi mengadakan reabsorpsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan

mensekresi bahan-bahan ke dalam tubuli 25% air dan Na+ direabsorpsi dan urea disekresi.

Tubulus Distalis terdiri atas: Tubulus Distalis, Tubulus Konektivus, Tubulus Kolektivus. 10

Page 11: kedokteran penerbangan

Gambar 5. Glomerulus 9

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan

disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga

terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian

dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus Urin ini dialirkan keluar ke saluran

ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.9

Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh

dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih

diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan

pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.

Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.9,10

2.2 Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat

vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/ membersihkan” darah. Aliran

darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi

cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses

dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

Selain itu, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan

ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh

filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. 9

2.2.1 Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal adalah : 9

1. Fungsi ekskresi

Page 12: kedokteran penerbangan

a.Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah

ekskresi air.

b. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+

dan membentuk kembali HCO3ˉ.

c.Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.

d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama

urea, asam urat dan kreatinin.

2. Fungsi non ekskresi

a.Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

b. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi

produk sel darah merah oleh sumsum tulang.

c.Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

d. Degradasi insulin.

e.Menghasilkan prostaglandin.

2.2.2 Fungsi Homeostasis Ginjal

Ginjal adalah organ yang memiliki kemampuan yang luar biasa, diantaranya sebagai

penyaring zat-zat yang telah tidak terpakai (zat buangan atau sampah) yang merupakan sisa

metabolisme tubuh. Setiap harinya ginjal akan memproses sekitar 200 liter darah untuk

menyaring atau menghasilkan sekitar 2 liter ‘sampah’ dan ekstra (kelebihan) air. Sampah dan

esktra air ini akan menjadi urin, yang mengalir ke kandung kemih melalui saluran yang

dikenal sebagai ureter. Urin akan disimpan di dalam kandung kemih ini sebelum dikeluarkan

pada saat Anda berkemih. 9

Zat-zat yang sudah tidak terpakai lagi atau sampah tersebut diperoleh dari proses

normal pemecahan otot dan dari makanan yang dikonsumsi. Tubuh akan memakai makanan

tersebut sebagai energi dan untuk perbaikan jaringan. Setelah tubuh mengambil secukupnya

dari makanan, sisanya akan dikirim ke dalam darah untuk kemudian disaring di ginjal. Jika

fungsi ginjal terganggu maka kemampuan menyaring zat sisa ini dapat terganggu pula dan

terjadi penumpukan dalam darah sehingga dapat menimbulkan berbagai manifestasi

gangguan terhadap tubuh.9

Protein sangat dibutuhkan untuk membangun semua bagian tubuh, seperti otot, tulang,

rambut dan kuku. Protein-protein yang ada dalam darah dapat keluar ke urin (bocor) bila unit

penyaring ginjal – glomerulus – sudah mengalami kerusakan. Protein yang terkandung di

Page 13: kedokteran penerbangan

dalam urin, disebut dengan albumin. Ginjal memiliki struktur yang cukup unik, yaitu

pembuluh darah dan unit penyaring.9

Proses penyaringan terjadi pada bagian kecil dalam ginjal, yang disebut dengan nefron.

Setiap ginjal memiliki sekitar satu miliar nefron. Pada nefron ini terdapat pembuluh darah

kecil-kecil – kapiler – yang saling jalin menjalin dengan saluran-saluran yang kecil, yaitu

tubulus.9

Tubulus-tubulus ini pertama kali menerima gabungan antara zat-zat buangan dan

berbagai kimia hasil metabolisme yang masih bisa digunakan tubuh. Ginjal akan ‘memilih’

zat-zat kimia yang masih berguna bagi tubuh (natrium, fosfor, dan kalium) dan

mengembalikannya ke peredaran darah dan mengeluarkan lagi kembali ke dalam tubuh.

Dengan cara demikian, ginjal turut mengatur kadar zat-zat kimia tersebut dalam tubuh.9

Selain membuang sampah-sampah yang sudah tidak terpakai lagi, ginjal juga berfungsi

menjadi ‘pabrik’ penghasil tiga hormon penting, yaitu : 9

a.Eritropoietin (EPO), yang merangsang sumsum tulang membuat sel-sel darah merah

(eritrosit).

b. Renin, membantu mengatur tekanan darah

c.Bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), yang membantu penyerapan kalsium dan menjaga

keseimbangan kimia dalam tubuh

d. Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.

e.Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion

hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada

pH 5 atau alkalis pada pH 8.

f. Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan

aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.

Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan air

akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari

dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin,

untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus

ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.11

2.3 Kadar Kreatinin Darah Sebagai Serum Marker Penurunan Fungsi Ginjal

2.3.1 Kreatinin

Page 14: kedokteran penerbangan

Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat

dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin

phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine

triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin

dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian

energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi

oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin. 12

Banyaknya kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada

massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya

juga menimbulkan efek. Kadar kreatinin normal dalam tubuh seorang wanita sedikit lebih

rendah daripada pria oleh karena massa otot yang lebih rendah.Pembentukan kreatinin harian

umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang

menyebabkan kerusakan masif pada otot. Ginjal mempertahankan kreatinin darah

dalam kisaran normal. Kreatinin telah ditemukan untuk menjadi indikator yang baik untuk

menguji fungsi ginjal. 12,13

Pada orang yang mengalami kerusakan ginjal, tingkat kreatinin dalam darah akan naik

karena clearance/ pembersihan kratinin oleh ginjal rendah. Tingginya kreatinin

memperingatkan kemungkinan malfungsi atau kegagalan ginjal. Ini adalah alasan memeriksa

standar tes darah secara rutin untuk melihat jumlah kreatinin dalam darah. Hal ini penting

untuk mengenali apakah proses menuju ke disfungsi ginjal (gagal ginjal, azotemia) akut atau

kronik. Sebuah ukuran yang lebih tepat dari fungsi ginjal dapat diestimasi dengan

menghitung berapa banyak kreatinin dibersihkan dari tubuh oleh ginjal, dan ini disebut

kreatinin clearance. 12

Klirens kreatinin adalah laju bersihan kreatinin menggambarkan volume plasma darah

yang dibersihkan dari kreatinin melalui filtrasi ginjal per menit. Bersihan kreatinin biasanya

dinyatakan dalam mililiter per menit.  Karena kreatinin dieliminasi dari tubuh terutama

melalui filtrasi ginjal, maka menurunnya kinerja ginjal akan menyebabkan peningkatan

kreatinin serum akibat berkurangnya laju bersihan kreatinin. 12,13

2.3.2 Uji Kreatinin

      Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.

Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung

Page 15: kedokteran penerbangan

bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis

obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak

ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji

dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin

diukur dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer

kimiawi. 13

Pengujian kreatinin dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal. Kreatinin dikeluarkan

dari tubuh sepenuhnya oleh ginjal. Jika fungsi ginjal tidak normal, kadar kreatinin akan

meningkat dalam darah (karena kreatinin kurang dilepaskan melalui urin Anda). Tingkat

kreatinin juga bervariasi berdasarkan ukuran seseorang dan massa otot. Bersihan kreatinin

penting diketahui karena banyak obat yang dieliminasi oleh ginjal. Jika fungsi ginjal pasien

menurun, laju eliminasi obat untuk disekresikan di urin juga akan menurun, disertai dengan

peningkatan konsentrasi plasma. Peningkatan konsentrasi obat dalam plasma yang signifikan

dapat menyebabkan obat mencapai kadar toksiknya; oleh karena itu, dosis mungkin perlu

disesuaikan dengan berkurangnya eliminasi obat. 12,13

Kadar normal kreatinin pada orang dewasa adalah : 13

Laki-laki : 0,7-1,1 mg/dl.

Perempuan : 0,6-0,9 mg/dl

2.4 Dehidrasi Relatif Dalam Penerbangan

Hilangnya cairan dari tubuh manusia dapat menimbulkan terjadinya dehidrasi, ditandai

dengan kelelahan, gangguan mental dan penurunan performa fisik yang dapat mengakibatkan

konsekuensi yang serius bagi penerbang. Dehidrasi dapat muncul akibat tidak adekuatnya

asupan cairan atau hilangnya cairan tersebut dapat diakibatkan karena demam, cuaca yang

panas, muntah dan diare, atau akibat substansi diuretik, serta penyakit seperti DM.3

Kelembaban yang rendah didalam kabin bertekanan juga merupakan faktor yang

berkontribusi menimbulkan dehidrasi, ditambah konsumsi alkohol dan caffeine sebelum

terbang. Didalam penerbangan sangatlah diperhatikan konsumsi cairan, diusahakan sesedikit

mungkin karena efek yang akan timbul apabila intake cairan terlalu banyak adalah perasaan

penuh pada kandung kemih serta keinginan untuk ke toilet sehingga dapat mengganggu

konsentrasi saat penerbangan. 1,14

Page 16: kedokteran penerbangan

Selama dalam penerbangan, seorang penerbang akan terpapar dengan suhu udara yang

memiliki kelembaban yang rendah, yaitu sekitar 5-15% dari suhu normal ini disebabkan oleh

air yang mengalir di kabin berasal dari udara luar pada altitude tinggi yang memiliki

kelembaban yang sangat rendah, sehingga udara yang mengalir di dalam kabin sangatlah

kering, respon tubuh terhadap kondisi tersebut adalah dengan melakukan evaporasi dari tubuh

untuk mempertahankan kelembaban tubuh, sehingga sedikit-banyak ada cairan yang hilang

selama penerbangan. Kondisi tersebut disebut dengan dehidrasi relatif.1,2,4

Pada ketinggian diatas 5000 kaki, tubuh akan kehilangan banyak cairan pada area

permukaan lapang paru dibandingkan saat di sealevel, ini diakibatkan menurunnya vaporasi

air (kelembaban udara) penurunan volume udara akibat ketinggian. Tetapi hilangnya cairan

ini tidak disertai dengan hilangnya garam dari tubuh kita (yang timbul saat berkeringat),

sehingga tidak muncul sensasi rasa haus, akibatnya penerbang tersebut mengalami status

dehidrasi relatif.1,2,4

2.5 Hipoksia Dan Hubungannya Dalam Penerbangan

Manusia telah mengenal kehidupan di tempat tinggi sejak ribuan tahun lalu. Secara

alami telah terjadi proses adaptasi fisiologis sebagai mekanisme kompensasi terhadap

hipoksia karena berkurangnya jumlah molekul oksigen di udara. Proses adaptasi tersebut

diantaranya peningkatan sel darah merah, peningkatan konsentrasi hemoglobin di darah vena,

serta peningkatan saturasi oksigen di darah arteri. Kemudian, setelah terciptanya pesawat

terbang, manusia mulai mengenal kehidupan di ketinggian yang direkayasa (engineered).

Hipoksia yang terjadi dalam penerbangan, terutama pada penerbangan unpressurrized cabin

(kabin tanpa rekayasa tekanan udara) berbeda dari inhabitasi di tempat-tempat tinggi, di mana

hipoksia bersifat akut, sehingga proses aklimatisasi belum sempat terjadi.15

Hipoksia merupakan keadaan di mana terjadi defisiensi oksigen, yang mengakibatkan

kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab

penting dan umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia, sel

dapat mengalami adaptasi, cedera, atau kematian.15,16

Pada tempat-tempat tinggi, juga terjadi penurunan tekanan atmosfer (hipobarik) yang

berakibat turunnya tekanan oksigen. Hipoksia hipobarik, suatu kondisi yang secara praktik

jarang dijumpai. Namun, kondisi ini sering ditemukan pada komunitas tertentu. Salah satu

contoh proses hipoksia hipobarik ialah prosedur tertentu di dunia penerbangan dan

penerjunan, khususnya militer udara. 16

Page 17: kedokteran penerbangan

Pada tingkat sel, hipoksia mengakibatkan cedera sel melalui berbagai mekanisme,

seperti deplesi enegi yang berguna bagi metabolisme sel akibat penurunan fosforilasi

oksidatif, gangguan fungsi enzim-enzim, kerusakan mitokondria dan stress oksidatif yang

menyebabkan gangguan fungsi pada tingkat organ. Stres oksidatif terjadi akibat

ketidakseimbangan produksi dan eliminasi spesies oksigen reaktif (ROS).17

Pembentukan oxygen-derived free radicals meningkat pada keadaan hipoksia.17

Berbagai radikal bebas seperti anion superoksida (O2-), radikal hidroksil dan hidrogen

peroksida (H2O2) dapat bereaksi dengan jaringan sel dan berhubungan dengan kerusakan

(injury) jaringan dengan berbagai sebab. Studi pada sistem saraf pusat, gastrointestinal, ginjal

dan kardiovaskular menunjukan bahwa radikal bebas dan ROS berperan pada patofisiologi

kerusakan jaringan.18 Pada keadaan hipobarik, seperti saat terjadi pajanan lama pada

ketinggian tertentu (high altitude) terjadi pula peningkatan stress oksidatif pada tubuh. Stress

oksidatif adalah salah satu penyebab terpenting kerusakan bahkan kematian sel. 19

2.6 Ketinggian dan Hubungannya Terhadap Perubahan Fisiologis Ginjal 20

Ginjal menerima aliran darah per unit masa, lebih tinggi dibandingakan organ tubuh

yang lain. Fraksi oksigen yang diekstraksi oleh seluruh organ tubuh relatif lebih rendah

dibandingkan ginjal, namun ginjal sangat sensitif dengan keadaan hipoksia. Hal ini

berhubungan dengan tingginya kadar konsumsi oksigen lokal oleh sel epitel tubulus dan

vaskuler ginjal. Kombinasi antara terbatasnya asupan oksigen jaringan dan tingginya

kebutuhan oksigen merupakan faktor utama ginjal lebih mudah mengalami jejas iskemi akut.

Perubahan fungsi ginjal pada ketinggian timbul sebagai efek langsung dari hipoksia

sejalan dengan mekanisme kompensasi adaptasi lainnya, meliputi perubahan ventilasi

pernapasan, curah jantung, aktivitas saraf simpatism dan eritropoiesis. Pengeluaran urin dan

ekskresi sodium berhubungan dengan tekanan parsial oksigen (PO2). Diuresis dan natriuresis

disertai ekskresi bikarbonat dan kalium muncul sejalan dengan penurunan inspirasi oksigen

yang akut dan dimediasi oleh kemoreseptor perifer sensitif oksigen.

Ketika respon ventilasi hipoksia dimediasi oleh kemoreseptor perifer, respon diuresis

dan natriuresis hipoksia akut mucul selama 24-48 jam pertama bervariasi pada setiap

individu. Pada hipoksia berat (fraksi oksigen <0,1), antidiuresis dan retensi sodium muncul

sebagai hasil dari aktivasi saraf simpatik dan upregulasi angiotensin, aldosteron, dan

vasopresin yang meningkat. Setelah terjadi aklimatisasi, individu akan mengalami kembali

diuresis dan natriuresis di ketinggian yang lebih tinggi.

Page 18: kedokteran penerbangan

Hipoksia akut menyebabkan dua sampai tiga kali peningkatan ekskresi protein urin.

Mekanisme pastinya belum jelas namun kemungkinan melibatkan perubahan permeabilitas

kapiler, filtrasi glomerulus, atau reabsorbsi protein tubular. Dalam hal merespon PO2 arteri

yang rendah, sel kortikal interstisial meningkatkan produksi eritropoietin dengan

menstimulasi Hypoxia Inducible Factor-2 (HIF-2). Peningkatan hematokrit yang terjadi juga

membantu oksigenasi ke jaringan. Eritropoietin dilepaskan sejak 1-2 jam setelah paparan

hipoksia, dengan puncak pada 24-48 jam, dan menurun ke garis dasar setelah beberapa

minggu sejalan dengan peningkatan hematokrit dan terjadi penekanan feedback. Ketika

terpapar ketinggian yang lebih tinggi, maka terjadi produksi eritropietin yang baru.

2.7 Penelitian Serupa

Berikut adalah beberapa penelitian serupa yang penulis temukan untuk menunjang

karya tulis ilmiah ini.

Penelitian serupa dilakukan oleh Abdias Hurtado Arestegui, MD, PHD dkk,

Departemen Nefrologi Rumah Sakit Arzobispo Loayza pada tahun 2011 yang dituangkan

dalam bentuk special article dengan judul High Altitude Renal Syndrome (HARS). Penelitian

tersebut menjabarkan mengenai kondisi seseorang yang hidup di ketinggian dan berpengaruh

secara langsung pada perubahan kerja ginjal. Dimana lebih dari 140 juta orang hidup dan

tinggal secara permanen di ketinggian (> 2400 m dari sea level). Hidup dan tinggal dalam

kondisi hipoxia yang berkepanjangan memiliki banyak efek yang mengakibatkan khususnya

perubahan pada ginjal. Hasil dari penelitian tersebut adalah banyaknya sampel yang

mengalami hipertensi sistemik dan miroalbuminuria serta polisitemia dan peningkatan kadar

kreatinin darah yang mengedepankan adanya suatu sindrom klinis baru yang dinamakan High

Altitude Renal Syndrome (HARS). 7

Penelitian lainnya dilakukan oleh R. Ayu pada tahun 2009 dengan judul Aktivitas

Spesifik Katalase Jaringan Ginjal Tikus yang Diinduksi Hipoksia Hipobarik Akut Berulang.

Penelitian ini membahas aktivitas spesifik katalase dalam mencegah stres oksidatif pada

jaringan yang disebabkan oleh kondisi hipoksia hipobarik. Hipoksia hipobarik akut berulang

sering dialami oleh para penerbang. Salah satu yang rentan terhadap stress oksidatif akibat

hipoksia adalah jaringan ginjal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perubahan aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan yang diinduksi hipoksia

hipobarik akut yang berulang. Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental.

Dengan sampel 25 ekor tikus jantan yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok perlakuan

dengan perbedaan frekuensi terhadap perlakuan prosedur Hypobaric chamber dan satu

Page 19: kedokteran penerbangan

kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan bermakna aktivitas

spesifik katalase semua kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<

0.05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perubahan berupa peningkatan yang

signifikan aktivitas spesifik katalase di jaringan ginjal tikus percobaan yang diinduksi

hipoksia hipobarik akut berulang dibandingkan dengan kelompok kontrol. 21

2.7 Kerangka Konsep

2.8 Kerangka Teori

JUMLAH JAM TERBANG

HUBUNGAN DENGAN

KETINGGIAN

RESIKO DEHIDRASI RELATIF & HIPOKSIA HIPOBARIK DALAM PENERBANGAN

PENINGKATAN KADAR KREATININ DARAH

Page 20: kedokteran penerbangan

BAB III

TOTAL

JAM TERBANG

PERUBAHAN KETINGGIAN

DEHIDRASI RELATIF

PENURUNAN LAJU FILTRASI

GLOMEROLUS

PENURUNAN FUNGSI GINJAL

PENINGKATAN KADAR KREATININ

DALAM DARAH

PENURUNAN KELEMBABAN

UDARA

HIPOKSIA HIPOBARIK

Page 21: kedokteran penerbangan

METODE PENELITIAN

3.1 Disain penelitian

Disain penelitian ini menggunakan disain potong lintang. Data penelitian didapatkan

secara sekunder.

3.2 Populasi dan sampel

3.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah pilot penerbang TNI AU yang melakukan medex di Lakespra

Saryanto selama tahun 2014.

3.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah pilot penerbang TNI AU yang melakukan medex di Lakespra

Saryanto selama tahun 2014 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Cara penenntuan

jumlah sampel yang peneliti gunakan adalah menggunakan sampel jenuh / dengan tabel

krejie.

3.3 Kriteria inklusi dan eksklusi

3.3.1 Kriteria inklusi

a. Laki-laki

b. Pilot Penerbang TNI AU

c. Usia 30-55 tahun

d. Melaksanakan Medex di Lakespra tahun 2014

3.3.2 Kriteria eksklusi

a. Riwayat DM dan Hipertensi.

b. Riwayat Batu saluran kemih dan riwayat gangguan fungsi ginjal sebelumnya.

3.4 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Lakespra Saryanto sejak tanggal 24 Maret 2015 sampai

dengan 24 April 2015 dan pengumpulan data dilakukan setelah mendapat persetujuan dari

kepala Lakespra Saryanto.

3.5 Pengumpulan data

Pilot penerbang TNI AU yang memenuhi kriteria inklusi akan diambil datanya sebagai

sampel penelitian. Pengumpulan data didapat dari data sekunder yaitu hasil medex di

Lakespra Saryanto selama tahun 2014. Data yang dikumpulkan terdiri dari variabel terikat

(dependent) dan variabel bebas (independent).

Page 22: kedokteran penerbangan

a. variabel terikat : kadar kreatinin darah

b. variabel bebas : lama jam terbang

3.6 Instrumen yang digunakan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil medex selama tahun

2014 di Lakespra Saryanto.

3.7 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul akan dicatat dan dimasukan ke dalam komputer (data entry).

Selanjutnya akan dilakukan analisis data menggunakan spss dan akan dilakukan analisis uji

statistik chi square.

3.8 Definisi Operasional

3.8.1 Jumlah Jam terbang

Jumlah jam terbang adalah lamanya penerbangan dibagi dalam jangka waktu pendek

dan panjang (data nominal). Dikelompokkan menjadi:

1. <1000 = Pendek

2. 1000> = Panjang

2.8.2 Peningkatan Kadar Kretinin darah

Dikelompokan menjadi 2 bagian (data nominal)

1. <1,1 = Normal

2. 1,1> = Tinggi

3.9 Penyajian Data

Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk penulisan ilmiah secara narasi dan

tabular.

3.10 Alur Penelitian

MEDICAL EXAMINATIONDATA HASIL MEDEX PENERBANG TNI AU

DILAKESPRA SARYANTO TAHUN 2014JUMLAH JAM TERBANG KADAR KREATININ DARAHANALISIS DATAPENYAJIAN DATAPUBLIKASIPENGUMPULAN DATA

Page 23: kedokteran penerbangan

BAB IV

Page 24: kedokteran penerbangan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskrpsi Data Hasil Penelitian

Subyek penelitian berjumlah 66 orang Pilot Penerbang TNI AU yang melaksanakan

Medical Examination di Lakespra pada tahun 2014. Pengujian persyaratan pengolahan data

dilakukan dengan uji normalitas pada aplikasi dengan hasil berikut ini :

Tests of Normality

jumlah jam

terbang

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Stati

stic df Sig.

Stati

stic df Sig.

Kadar

Kreatinin

jam terbang panjang .464 55 .000 .543 55 .000

jam terbang pendek .448 11 .000 .572 11 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Jadi didapatkan hasil bahwa sebaran data untuk Nilai kadar Kreatinin dan Total jam

terbang tidak terdistribusi normal sehingga uji statistik yang akan digunakan adalah uji Spearman.

Correlations

jumlah jam

terbang

Kadar

Kreatinin

Spearman's rho Total jam terbang Correlation Coefficient 1.000 -.015

Sig. (2-tailed) . .902

N 66 66

Kadar Kreatinin Correlation Coefficient -.015 1.000

Sig. (2-tailed) .902 .

N 66 66

Page 25: kedokteran penerbangan

Ternyata setelah diuji dengan uji Spearman nilai p > 0.05 sehingga tidak bermakna

secara statistik. Sehingga hipotesis H0 yang dapat dibuktikan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara Total jam terbang dengan peningkatan kadar Kreatinin darah

pada Penerbang TNI AU yang melaksanakan Medex di Lakespra tahun 2014. Ditinjau

dari Correlation Coefficient didapatkan hasil yang negatif sehingga korelasi yang ada

berbanding terbalik antar variabel.

4.2 Pembahasan

Dari data statistik diatas, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang tidak bermakna

antara Total jam terbang dengan peningkatan kadar Kreatinin darah. Hal ini bertentangan

dengan Hi peneliti yang berdasarkan penelitian terdahulu bahwa terdapat perubahan fungsi

ginjal yang signifikan pada orang hidup dan tinggal secara permanen di ketinggian (> 2400

meter dari sea level) yang hidup dan tinggal dalam kondisi hipoxia yang berkepanjangan

memiliki banyak efek yang mengakibatkan khususnya perubahan pada ginjal. Yaitu misalnya

kondisi polisitemia, hiperurisemua, peningkatan tekanan darah, penurunan aliran darah ke

ginjal serta mikroalbuminuria. Penelitian lain yang dilakukan oleh R. Ayu pada tahun 2009

dengan judul Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Ginjal Tikus yang Diinduksi Hipoksia

Hipobarik Akut Berulang. Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan bermakna

aktivitas spesifik katalase semua kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok

kontrol (p< 0.05). Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perubahan berupa

peningkatan yang signifikan aktivitas spesifik katalase di jaringan ginjal tikus percobaan

yang diinduksi hipoksia hipobarik akut berulang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Page 26: kedokteran penerbangan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 66 pilot penerbang TNI AU yang

melaksanakan Medex di Lakespra pada tahun 2014 diperoleh kesimpulan bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara Total jam terbang dengan peningkatan Kadar

Kreatinin darah.

5.2 SARAN

Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang apa saja efek negatif yang didapat

selama kita berada di ketinggian dan terpapar oleh suatu kondisi dehidrasi akibat kelembaban

yang rendah serta kondisi Hipoksia dimana terdapat penurunan tekanan parsial udara

khususnya terhadap fungsi ginjal, sehingga dapat dideteksi lebih awal apabila timbul

kerusakan atau penurunan fungsi ginjal sehingga dapat diketahui bahayanya serta dapat

dicegah agar tidak dialami oleh Penerbang TNI Au di masa depan serta juga bagi para awak

pesawat TNI AU yang ada saat ini.

Page 27: kedokteran penerbangan

DAFTAR PUSTAKA

1. Dehydration Presents Unique Risks For Pilots. Flight Safety Foundation Human

Factors & Aviation Medicine. Vol.48 no.4. 2001

2. Aviation instructor’s handbook. FAA-H-8083-9A

3. Weinberg AD, Minaker KL. Dehydration: Evaluation and management in older adults.

JAMA: The Journal of the American Medical Association. 1995;274 (19): 1552-1556

4. Kinra Prateek, et all. Proteiunuria in Indian Aviators. Ind J Aerospace Med 52 (2) :

2008

5. D Ronald, et all. Serum Creatinine as an Index of Renal Function: New Insights into

Old Concepts. Clinical Chemistry, Vol 38, No.10, 1992.

6. Field Michael. Assesing Renal Function. Common Sense Pathology. 2004

7. Arestgui Abdias, et all. High Altitude Renal Syndrome. J Am Soc Nephrol 22: 2011.

8. Tjokroprawiro, Askandar et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya :

Airlangga Univesity Press.

9. Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11th ed. Jakarta:

EGC.

10. Price S., Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6.

Jakarta: EGC.

11. O’callaghan, Chris et al. 2009. At a Glance Sistem Ginjal 2nd ed. Jakarta : Erlangga.

12. Sacher, R. A., dan R. A, McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Edisi 11. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

13. Mangarengi F, Rusli B, Hardjoeno. Gagal Ginjal Kronik Dalam Interpretasi Hasil Tes

Laboratorium Diagnostik, Lephas, Makassar, 2003; 147-150

14. Shaw, Rogers V.III “ Dehydration and the Pilot”. The Federal Air Surgeon’s Medical

Bulletin (Spring 2000) : 10.

15. Martin D, Windsor J. From mountain bedside: Understanding the clinical relevance of

human acclimatization to high altitude hypoxia. Postgrad Med Journal vol.84, 2008.

16. Anonymous. Dasar-dasar ilmu kesehatan penerbangan. Volume 2. Jakarta: Direktorat

Kesehatan TNI AU, 1991.

17. Singh SN, et all .Effect of high altitude (7620m) exposure on gluthathione and related

metabolism in rats. European Journal of Applied Physiology. Vol 84(3),2001.

Page 28: kedokteran penerbangan

18. Jolly Sr, Kane WJ, Bailie MB, Abrams GD, Lucchesi BR. Canine Myocardial

Reperfusion Injury: Its Reduction by the Combined Administration of Superoxide

Dismutase and Catalase. American Heart Association: Circulation research. 1994. p

277-285.

19. Nakanishi K, et all. Effects of hypobaric hypoxia on antioxidant enzymes in rats. J

Physiol, 480(Pt3): 869-76,1995.

20. Andrew M, Richard J, Erik R. Chronic kidney disease at high altitude. J Am Soc

Nephrol 19: 2262-2271, 2008.

21. Ayu R. 2009. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Ginjal Tikus yang Diinduksi

Hipoksia Hipobarik Akut Berulang. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.