17
1. Hasil Pengamatan Hasil uji sensori kecap dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Sensoris Kecap Ke l Perlakuan Aroma Warna Ras a Kekental an 1 Kedelai hitam + 0,5% inokulum + cengkeh ++ ++ +++ ++ 2 Kedelai hitam + 0,75% inokulum + cengkeh ++ + ++ + 3 Kedelai hitam + 0,75% inokulum + daun sereh + + ++ + 4 Kedelai hitam + 1% inokulum + daun sereh + + ++ ++ 5 Kedelai hitam + 1% inokulum + pala ++ ++ +++ ++ Keterangan : Aroma Warna Kekentalan Rasa +++ = sangat kuat sangat hitam sangat kental sangat kuat ++ = kuat hitam kental kuat + = kurang kuat kurang hitam kurang kental kurang kuat Berdasarkan tabel, pembuatan kecap pada setiap kelompok diberi perlakuan penambahan inokulum yang berbeda-beda. Pada kelompok 1 ditambah inokulum sebanyak 0,5% (1,25 gram), pada kelompok 2 dan kelompok 3 ditambah inokulum sebanyak 0,75% (1,875 gram), dan pada kelompok 4 dan kelompok 5 ditambah inokulum sebanyak 1% (2,5 gram) dari total kedelai 250 gram (setiap kelompok). Kecap yang dihasilkan kelompok 1, kelompok 2, dan kelompok 5 memiliki aroma yang kuat, sedangkan pada kelompok 3 dan kelompok 4 1

KECAP Raissa Alda Komala 12.70.0049 A4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kecap dapat digunakan sebagai penambah rasa, bahan pelengkap makanan, dan juga dapat memberi warna pada makanan. Kecap adalah produk hasil fermentasi kedelai. Pembuatan kecap terdiri dari 3 tahap, yaitu pembuatan koji, fermentasi garam (moromi), dan pemurnian. Beberapa mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan koji adalah kapang Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rizhopus oryzae. Pada proses fermentasi moromi, mikroorganisme yang berperan adalah bakteri asam laktat Lactobacillus delbruecki, dan yeast yang berperan adalah Saccharomyces rouxii, Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp.

Citation preview

1. Hasil Pengamatan

Hasil uji sensori kecap dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Sensoris KecapKelPerlakuanAromaWarnaRasaKekentalan

1Kedelai hitam + 0,5% inokulum + cengkeh+++++++++

2Kedelai hitam + 0,75% inokulum + cengkeh++++++

3Kedelai hitam + 0,75% inokulum + daun sereh+++++

4Kedelai hitam + 1% inokulum + daun sereh++++++

5Kedelai hitam + 1% inokulum + pala+++++++++

Keterangan :AromaWarnaKekentalanRasa+++= sangat kuatsangat hitamsangat kentalsangat kuat++= kuathitamkentalkuat+= kurang kuatkurang hitamkurang kentalkurang kuat

Berdasarkan tabel, pembuatan kecap pada setiap kelompok diberi perlakuan penambahan inokulum yang berbeda-beda. Pada kelompok 1 ditambah inokulum sebanyak 0,5% (1,25 gram), pada kelompok 2 dan kelompok 3 ditambah inokulum sebanyak 0,75% (1,875 gram), dan pada kelompok 4 dan kelompok 5 ditambah inokulum sebanyak 1% (2,5 gram) dari total kedelai 250 gram (setiap kelompok). Kecap yang dihasilkan kelompok 1, kelompok 2, dan kelompok 5 memiliki aroma yang kuat, sedangkan pada kelompok 3 dan kelompok 4 memiliki aroma kecap yang kurang kuat. Berdasarkan warnanya, kecap kelompok 1 dan kelompok 5 berwarna hitam, sedangkan kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 4 berwarna kurang hitam. Sedangkan rasa kecap yang dihasilkan, kelompok 1 dan kelompok 5 memiliki rasa kecap yang sangat kuat, dan kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 4 memiliki rasa yang kurang kuat. Dan berdasarkan kekentalannya, kelompok 1, kelompok 4, dan kelompok 5 menghasilkan kecap yang kental, dan kelompok 2 dan kelompok 3 menghasilkan kecap yang kurang kental.

3

1

2. Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan fermentasi substrat padat yaitu kecap. Produk fermentasi yang berupa makanan maupun minuman beralkohol, dapat diproduksi dengan menggunakan mikroorganisme (secara alami) atau menggunakan kultur starter. Pada praktikum ini, kecap dibuat dengan memfermentasi kedelai. Kecap dapat digunakan sebagai penambah rasa, bahan pelengkap makanan, dan juga dapat memberi warna pada makanan. Kecap adalah produk hasil fermentasi kedelai menggunakan kapang dan berasal dari Indonesia, dan banyak dimanfaatkan oleh orang-orang Asia (China, Korea, Jepang) dan penggunaannya sudah meluas di seluruh dunia. Kecap dibuat dari fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan yang menghasilkan cairan yang berwarna coklat hingga hitam. Berdasarkan rasa, kekentalan, dan bahannya, kecap cair dibedakan menjadi kecap asin dan kecap manis (Rahman, 1992; Sasaki & Nunomura, 2003; Mao et al., 2013). Menurut Santoso (1994), perbedaan kecap manis dan kecap asin adalah pada jumlah gula yang ditambahkan. Bila gula yang ditambahkan dalam jumlah yang banyak, akan dihasilkan kecap manis. Sedangkan bila gula yang ditambahkan sedikit, akan dihasilkan kecap asin. Menurut Rahman (1992), masyarakat Indonesia sering menggunakan kecap sebagai bahan penyedap makanan. Rasa sedap yang timbul disebabkan oleh asam glutamat yang ada didalam kecap. Menurut Astawan & Astawan (1991), kualitas kecap dipengaruhi oleh lama fermentasi dalam larutan garam, jenis kedelai yang digunakan, dan kemurnian kapang ang digunakan. Pada praktikum ini, bahan utama yang digunakan adalah kedelai hitam. Kedelai tergolong dalam kacang-kacangan, dan mengandung protein dalam jumlah tinggi. Kedelai menjadi jenis kacang-kacangan yang paling sering diolah menjadi makanan fermentasi dengan menggunakan kapang jenis Rhizopus dan Aspergillus. Contoh makanan hasil fermentasi kedelai yaitu miso dan shoyu (Jepang), tempe (Indonesia), douchi (Cina) (Nagai & Tamang, 2010).

Pembuatan kecap terdiri dari 3 tahap, yaitu pembuatan koji, fermentasi garam (moromi), dan pemurnian. Pembuatan koji dilakukan dengan memberi perlakuan pendahuluan terhadap kedelai yang akan difermentasi. 250 gram kedelai yang akan digunakan, dicuci dan direndam didalam air bersih selama 12 jam. Adanya proses perendaman, akan menyebabkan kedelai menyerap air dan mempermudah pengupasan kulit ari kedelai, dan juga untuk menghilangkan faktor-faktor yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dari biji kedelai. Setelah direndam dan kulit arinya mengelupas, kedelai direbus hingga matang agar biji kedelai menjadi lunak, menghilangkan bau langu, membunuh bakteri kontaminan, dan untuk inaktifasi zat-zat antinutrisi. Setelah direbus, kedelai dikeringkan diatas tampah agar penghilangan kapang yang ada di permukaan substrat menjadi lebih mudah dan untuk menurunkan kadar air agar membunuh jamur yang belum mati (Astawan & Astawan, 1991; Kasmidjo, 1990; Rahayu et al., 1993; Peppler & Perlman, 1979).

Perebusan

Pengeringan

Pengeringan di tampah

Penambahan ragi

Setelah kedelai kering, kedelai diinokulasi dengan kultur starter berupa ragi instan. Proses pengeringan dilakukan hingga suhu kedelai menjadi hangat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Su et al., (2009), bahwa fermentasi koji berlangsung optimal pada suhu 50-550C, sehingga kapang akan menghasilkan enzim-enzim penting yang diinginkan. Beberapa mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan koji adalah kapang Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rizhopus oryzae yang dapat menghasilkan miselium dan banyak digunakan untuk pembuatan makanan fermentasi. Kapang-kapang tersebut berperan untuk menghasilkan enzim seperti -amilase, -galaktosidase, invertase, protease, lipase, maltase, dan untuk mendegradasi faktor-faktor antinutrisi sehingga akan meningkatkan ketersediaan mineral yang ada didalam bahan pangan. Penambahan kultur starter yaitu 0,5% pada kelompok 1; 0,75% pada kelompok 2 dan kelompok 3; dan 1% pada kelompok 4 dan kelompok 5. Selanjutnya, kedelai diinkubasi selama 3 hari di suhu ruang. Tahapan pertama ini disebut dengan tahapan pembuatan koji.Koji merupakan kapang yang tumbuh di kultur campuran, karena kultur yang digunakan adalah kultur campuran dan bukan kultur murni (Nagai & Tamang, 2010 dan Lynn et al., 2013). Pada fermentasi koji, kondisi lingkungan sangat mempengaruhi hasil fermentasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu suhu, kadar air, dan aerasi. Kadar air yang terlalu tinggi pada substrat akan menyebabkan pertumbuhan kontaminan seperti Mucor sp dan bakteri proteolitik lain. Namun bila substrat terlalu kering, mikroorganisme yang ditumbuhkan tidak akan tumbuh (Kasmidjo, 1990). Koji yang terbentuk, dipotong kecil-kecil dan dikeringkan menggunakan cabinet dryer selama 2 jam. Proses pengeringan juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari (pada pembuatan kecap skala industri kecil). Tujuan pengeringan adalah untuk membunuh kapang yang masih melekat di substrat hasil pembuatan koji yang tidak digunakan di proses selanjutnya (Tortora et al., 1995; Rahayu et al., 1993).

Koji

Pengecilan ukuran koji

Setelah dikeringkan menggunakan cabinet dryer, koji direndam didalam larutan garam. Tahapan ini merupakan tahapan fermentasi garam yang dilakukan dengan menambah larutan garam 20% ke dalam koji. Selama fermentasi, bakteri halofilik akan tumbuh dan membentuk senyawa flavor yang khas. Perendaman garam juga bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa hasil hidrolisis saat pembuatan koji, dan memberi rasa asin yang merupakan proses pengawetan karena mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan. Proses fermentasi garam dilakukan selama 1 minggu dengan penjemuran dan pengadukan di bawah sinar matahari agar larutan garam menjadi homogen sehingga kontak dengan substrat akan meningkat, dan untuk aerasi pertumbuhan khamir dan bakteri (Tortora et al., 1995). Penjemuran bertujuan untuk meningkatkan suhu. Suhu yang tepat untuk fermentasi moromi adalah 450C, karena akan mempengaruhi warna kecap yang dihasilkan. Bila fermentasi pada suhu hangat, kecap yang dihasilkan akan berwarna lebih hitam, dan juga kandungan etanol akan lbih rendah (Wu et al., 2010).

Fermentasi garam

Pada proses fermentasi moromi, mikroorganisme yang berperan adalah bakteri dan yeast dari lingkungan sekitar. Pada proses fermentasi ini, bakteri yang berperan adalah bakteri asam laktat Lactobacillus delbruecki, sedangkan yeast yang berperan adalah Saccharomyces rouxii, Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp. Bakteri dan yeast ini akan tumbuh dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan karena bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat yang berperan untuk mencegah pembusukan, sedangkan yeast akan membentuk alkohol dari gula sederhana (Atlas, 1984).

Gambar diatas merupakan hasil fermentasi garam selama 1 minggu yang telah disaring lalu dimasak dengan penambahan bumbu-bumbu.

Daun sereh

Laos

Pekak

Kayu manis

Ketumbar

Gula jawa ditambah sebanyak 1 kg ke kecap kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, kelompok 4, dan kelompok 5. Gula jawa berperan untuk memberi warna coklat karamel, meningkatkan kekentalan produk yang dihasilkan, dan memberi rasa manis pada kecap yang yang akan dihasilkan (Kasmidjo, 1990; Santoso, 1994). Warna coklat yang dihasilkan disebabkan oleh reaksi maillard antara gula pereduksi dan asam-asam amino kedelai. Bumbu-bumbu lain yang ditambahkan ke dalam kecap adalah daun sereh, laos, pekak, kayu manis, dan ketumbar. Pemasakan dilakukan hingga seluruh bumbu tercampur, lalu dilakukan uji sensori. Menurut Santoso (1994), kecap harus sering diaduk-aduk selama proses pemasakan. Bila sudah tidak terbentuk buih dan sudah mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan, proses pemanasan dapat dihentikan.

A5A4A2A3A1Setelah uji sensori, penambahan ragi yang paling banyak memiliki aroma yang kuat, warna yang hitam, rasa kecap yang sangat kuat, dan kental. Aroma yang kuat disebabkan oleh perubahan biokimia selama proses fermentasi dan adanya aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kapang selama proses tersebut. Protein yang ada didalam kedelai dipecah oleh kapang dan menghasilkan komponen baru yang berperan untuk merubah sifat produk. Contohnya, protein akan diurai menjadi asam glutamat dan garam, dan membentuk flavor khas pada kecap. Senyawa nitrogen yang ada didalam kedelai akan mempengaruhi komponen aroma dan flavor, seperti arginin, kadaverin, histidin, putresin, dan amonia. Bakteri juga akan menghasilkan senyawa asam organik seperti asam laktat, asam suksinat, asam asetat, dan asam fosfat yang akan mempengaruhi cita rasa, umur simpan, dan warna kecap yang akan dihasilkan (Kasmidjo, 1990; Tortora et al, 1995; Peppler & Perlman, 1979 ). Menurut Astawan & Astawan (1991), jenis bumbu akan mempengaruhi aroma yang timbul pada kecap. Pemecahan komponen gizi menjadi lebih sederhana oleh enzim juga akan mempengaruhi cita rasa kecap.

Penambahan ragi yang paling banyak juga menghasilkan kecap dengan aroma yang kuat. Selain penambahan ragi sebelum proses fermentasi koji, adanya penambahan bumbu juga akan mempengaruhi hasil akhir kecap (Santoso, 1994). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Apriyanto & Gono (2004), yaitu waktu fermentasi dan citarasa kecap dipengaruhi oleh konsentrasi ragi, karena ragi akan mempengaruhi pembentukan komponen yang ada didalam kecap seperti asam laktat dan etanol. Waktu fermentasi akan semakin cepat bila ragi yang ditambahkan semakin banyak, dan juga akan menghasilkan kecap yang memiliki aroma yang sangat kuat karena komponen yang terbentuk juga semakin banyak. Menurut Muangthai et al., (2009), selama proses fermentasi moromi, terbentuk flavor seperti asam asetat dan asam laktat dengan jumlah yng hampir sama. Selama proses fermentasi, jumlah garam yang menurun akan memberi flavor yang baik dari asam laktat walaupun masih mengandung sedikit asam asetat.

Berdasarkan hasil uji sensori, kecap memiliki rasa yang manis karena adanya penambahan gula jawa. Kecap mengandung berbagai jenis gula yang dapat memberi rasa manis, seperti maltosa, glukosa, xilosa, galaktosa, arabinosa, dan gula-gula alkohol. Sedangkan teksturnya, kecap memiliki tekstur yang kental sama seperti pada kecap tradisional pada umumnya yang memiliki tingkat kekentalan tertentu. Penambahan gula jawa pada saat pemasakan akan menghasilkan warna hitam pada kecap (Kasmidjo, 1990). Berdasarkan hasil pengamatan, kecap kelompok 1 memiliki aroma yang kuat, warna yang hitam, rasa kecap yang sangat kuat, dan kental. Pada kelompok 2 menghasilkan kecap dengan aroma yang kuat, warna yang kurang hitam, rasa kecap yang kuat, dan kurang kental. Pada kelompok 3 menghasilkan kecap dengan aroma yang kurang kuat, warna yang kurang hitam, rasa kecap yang kuat, dan kurang kental. Pada kelompok 4 menghasilkan kecap dengan aroma yang kurang kuat, warna yang kurang hitam, rasa kecap yang kuat, dan kental. Dan pada kelompok 5 menghasilkan kecap dengan aroma yang kuat, warna yang hitam, rasa kecap yang sangat kuat, dan kental.

Perbedaan aroma, rasa, warna, dan kekentalan kecap yang dihasilkan dapat disebabkan oleh waktu dan suhu pemasakan yang tidak seragam, sehingga pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menghilangkan senyawa-senyawa volatil yang berkontribusi pada pembentukan aroma pada kecap (Apriyantono & Gono, 2004). Menurut Amalia (2008), jumlah penggunaan ragi yang semakin banyak tidak berpengaruh terhadap rasa manis pada kecap, namun akan mempengaruhi asam amino yang dihasilkan karena asam amino memberi kontribusi pada rasa umami dan bukan rasa manis. Menurut Kasmidjo (1990), warna hitam yang terbentuk dipengaruhi oleh penambahan gula jawa karena dapat memberikan warna coklat karamel, dan juga dapat berasal dari fermentasi moromi. Menurut Astawan & Astawan (1991), saat fermentasi moromi, larutan kecap mengalami perubahan warna yang disebabkan oleh reaksi browning gula pereduksi dengan gugus amino dari protein.

3. Kesimpulan

Kecap diperoleh dari fermentasi kedelai dengan tahapan fermentasi koji, fermentasi moromi, dan pemurnian. Mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan koji adalah kapang Aspergillus oryzae dan Rhizopus oryzae. Mikroorganisme yang digunakan untuk fermentasi moromi adalah Lactobacillus delbruecki, dan yeast Saccharomyces rouxii, Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp. Fermentasi koji dilakukan untuk menumbuhkan kapang yang mendegradasi protein menjadi senyawa yang dapat membentuk flavor. Kedelai direndam didalam larutan garam agar berperan sebagai pengawetan dan pembentukan senyawa flavor hasil degradasi protein. Bila ragi yang ditambahkan semakin banyak, fermentasi akan semakin cepat dan aroma yang terbentuk juga semakin kuat. Penambahan bumbu bertujuan untuk memberi citarasa pada kecap. Senyawa asam oleh bakteri yang terbentuk selama fermentasi akan menghasilkan cita rasa pada kecap. Proses perendaman bertujuan untuk menghidrasi air ke biji, sehingga biji kedelai menjadi lebih lunak dan proses pemasakkannya menjadi lebih cepat. Kedelai dimasak agar merusak protein inhibitor, melunakkan biji kedelai, inaktifasi zat-zat antinutrisi, dan untuk menghilangkan bau langu. Koji dikeringkan agar kapang yang melekat pada koji dapat hilang. Adanhya pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam dan untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri. Penambahan bumbu-bumbu lain seperti pekak, kayu manis, laos dan ketumbar akan memberi rasa dan aroma khas kecap. Gula jawa yang ditambahkan akan memberi rasa manis, warna coklat karamel, dan meningkatkan viskositas. Kualitas kecap dipengaruhi oleh lama fermentasi larutan garam, jenis kapang yang digunakan, dan kemurnian kapang yang akan digunakan.

Semarang, 18 Juni 2015PraktikanAsisten Dosen Abigail Sharon Frisca MeliaRaissa Alda Komala12.70.0049

4. Daftar Pustaka

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi].

Apriyantono, A. dan Gono D. Y. (2004). Perubahan Komponen Volatil Selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XV, No. 2.

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lynn, T. M.; Kyaw N. A., & Khin M. K. (2013). Study on the Production of Fermented Soybean Sauce by Using Aspergillus oryzae and Aspegillus flavus. Journal of Scientific & Innovative Research. Vol. 2, Issue 2, March-April 2013.

Mao, C.; G. He, X. Du, M. Cui, dan S. Gao. (2013). Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern. Advance Journal of Food Science and Technology 5(2): 144-147, 2013.

Muangthai, P.; Upajak, P.; Suwunna, P.; and Patumpai W.(2009). Development of Healthy Soy sauce from Pigeon Pea and Soybean.Asian Journal of Food and Agro-Industry. Vol.2, No.03:pp.291-301.

Nagai, T. dan Tamang, J. P. (2010). Fermented Legumes: Soybean and Non-Soybean Products. In Fermented Foods and Beverages of the World, eds. J. P. Tamang & Kasipathy K., pp. 191-217. Boca Raton: CRC Press.

Peppler, H.J. and Perlman, D. (1979). Microbial Technology, Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Rahayu, E.; Indrati R.; Utami, T.; Harmayani E.; dan Cahyanto M. N. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutrition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sasaki, M. dan N. Nunomura. (2003). Soy (soya) sauce. In Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition, 2nd edn., eds. B. Caballero, L.C. Trugo, and P. M. Finglas, pp. 23592369. London, U.K.: Academic Press.Su, N. W.; Wang, M. L.; Kwok, K. F.; and Lee M. H. (2005). Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. Journal of Agricultural and Food Chemistry, Vol.53:pp.1521-1525

Tortora, G.J.; R. Funke; and C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, T. Y.; Kan, M. S.; Siow, L. F.; and Palniandy, L. K. (2010). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9, No. 5:pp.702-706.

5. Lampiran

Abstrak jurnalLaporan sementara