Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEBUTUHAN HARGA DIRI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II
NEED OF SELF-ESTEEMTO PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS TYPE II
Handoko Shindu Baskoro*, Erlin Kurnia**
*Mahasiswa STIKES RS. Baptis Kediri, **Dosen STIKES RS. Baptis Kediri
Jl. Mayjend. Panjaitan no. 3B Kediri Kode pos 641002, Telp (0354) 683470
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penderita Diabetes Mellitus tipe II yang memiliki ulkus sebagian besar
mengalami perasaan malu dan sedih, merasa bersalah terhadap diri sendiri, merasa tidak
mampu melakukan hal berguna, tidak ingin bertemu dengan orang lain dan suka
menyendiri, sukar mengambil keputusan, berfikir untuk mengakhiri hidup. Penelitian ini
menjelaskan gambaran kebutuhan dasar manusia (harga diri) berdasarkan teori Maslow
pada pasien Diabetes Mellitus tipe II di Rumah Sakit Baptis Kediri. Desain penelitian ini
adalah deskriptif. Populasi penelitian adalah semua pasien Diabetes Mellitus tipe II di
Rumah Sakit Baptis Kediri. Subyek yang di ambil 23 responden menggunakan teknik
Quota sampling. Variabel penelitian ini adalah kebutuhan dasar manusian berdasarkan
teori Maslow (harga diri). Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis penelitian
ini menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian di dapatkan dari 23 pasien diabetes
mellitus tipe II dengan ulkus diabetikum lebih dari 50% mengalami harga diri rendah
yaitu sebanyak 13 responden (56,5%) dan mengalami harga diri tinggi sebanyak 10
responden (43,5%).Kesimpulannya, lebih dari 50% penderita mengalami harga diri
rendah dimana merasa menjadi beban bagi keluarga, sering menyesali masa lalunya, dan
merasa pasrah dengan kondisi saat ini.
Kata kunci: Harga Diri, Teori Maslow, Diabetes Melitus Tipe II
ABSTRACT
Patient with Diabetes Mellitus type II who have ulcer mostly experience feelings
of shame and sadness, feel guilty for themselves, feel unable to do anything useful, do not
want to meet with others and like to be alone, difficult to make decisions, thinking to end
life. This research describe basic human needs (self-esteem) based on Maslow's theory to
patient with Diabetes Mellitus type II at Kediri Baptist Hospital. Research design was
descriptive. Population was all patients with Diabetes Mellitus type II at Kediri Baptist
Hospital. Subjects were 23 respondents using quota sampling. Variable was basic human
needs based on Maslow's theory (self-esteem). Data were collected using questionnaires.
Data analysis used statistical test ofFrequency distribution.Based on the result showed 23
patients with diabetes mellitus type II and diabetic ulcer more than 50% experienced low
self-esteem of 13 respondents (56.5%) and high self-esteem of 10 respondents (43.5%).
In conclusion, more than 50% of patient experience low self-esteem which feel
burdensome to the family, often regrets the past, and feels resigned to the current
conditions.
Keywords: Self-Esteem, Maslow Theory, Diabetes Mellitus Type II.
Pendahuluan
Kebutuhan dasar manusia
merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh manusia dalam mempertahankan
keseimbangan fisiologi maupun
psikologis. Kebutuhan dasar tersebut
bersifat manusiawi dan menjadi syarat
untuk keberlangsungan hidup manusia
(Asmadi, 2008). Sakit merupakan
keadaan dimana fungsi fisik, emosional,
intelektual, sosial, perkembangan atau
spiritual sedang menurun atau terganggu
dibandingkan sebelumnya. Seorang yang
terkena penyakit seperti Diabetes
Mellitus sangat mungkin terjadi
perubahan pada konsep dirinya yang
terdiri dari lima komponen yaitu citra
diri, ideal diri, harga diri, performa peran
dan identitas pribadi hal ini dikarenakan
pemenuhan konsep diri akan terhambat
jika seseorang menderita suatu penyakit
atau injuri misalnya diabetes mellitus
(Stuart & Sundeen, 2008). Berdasarkan
hasil pra penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Baptis Kediri menunjukkan
penderita diabetes mellitus tipe II yang
memiliki ulkus sebagian besar mereka
mengalami perasaan malu dan sedih
terhadap keadaannya saat ini, merasa
bersalah terhadap diri sendiri, merasa
tidak mampu melakukan hal yang
berguna, tidak ingin bertemu dengan
orang lain dan suka menyendiri, sukar
mengambil keputusan untuk pengobatan,
berfikir untuk mengakhiri hidup.
Berdasarkan Data International
Federation (IDF) (2015) menyebutkan,
jumlah Diabetes Melitus 415juta, dan
diperkirakan akan terus meningkat pada
tahun 2040 sekitar 642 (55%). Indonesia,
berada pada peringkat ke-7 dari 10
negara dengan penyandang diabetes
terbesar di seluruh dunia (Indonesia
diperkirakan 10 juta). Sedangkan data
nasional, menurut Riset Kesehatan
Daerah (RISKESDAS) tahun (2013),
tingkat prevalensi Diabetes Melitus
sebesar 6,8% di Indonesia. Sementara
provinsi Jawa Timur masuk 10 besar
prevalensi penderita Diabetes Melitus se-
Indonesia atau menempati urutan
kesembilan dengan prevalensi 6,8%.
Berdasarkan hasil penelitian Fajar (2014)
pasien Diabetes Mellitus di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri
Bahwa pasien dengan Diabetes Mellitus
dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia mengalami gangguan, terbukti
dalam pemenuhan kebutuhan harga diri
46,9% pasien mengalami gangguan harga
diri, karena hanya salah satu anggota saja
yang di rasa menghormati (keluarga, di
tempat kerja dan di masyarakat). Dari
hasil penelitian awal dengan
menggunakan kuesioner kepada 10
penderita Diabetes Mellitus Tipe II yang
memiliki ulkus di Rumah Sakit Baptis
Kediri pada tanggal 13Maret 2017, di
dapatkan bahwa 50% pasien Diabetes
Mellitus pertanyaan yang diberikan
kepada 10 responden mengalami tanda
gejala seperti malu dan sedih karena
menderita penyakit diabetes mellitus
sebesar (100%), merasa bersalah
terhadap diri sendiri sebesar (90 %) dan
sukar mengambil keputusan sebesar
(95%).
Diabetes Mellitus merupakan
sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (Brunner &
Suddarth, 2013). Kerusakan pada sekresi
insulin mengakibatkan tubuh tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma
yang normal (konsentrasi glukosa darah
sebesar 160-180 mg/100 ml), sehingga
akan timbul glikosuria karena tubulus-
tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosuria ini
akanmengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium,
dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan
dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimban
gan protein negative dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi.
Akibat yang lain adalah asthenia atau
kekurangan energy sehingga pasien
menjadi cepat lelah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya pengguna karbohidrat
untuk energi. Hiperglikemia yang lama
akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membrane basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangrene pasien-
pasien yang mengalami defisiensi insulin
tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa yang normal, atau toleransi
glukosa sesudah makan karbohidrat, jika
hiperglikemianya parah dan melebihi
ambang ginjal, maka timbul glukosuria.
Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang meningkatkan
mengeluarkan kemih (poliuria) harus
testimulasi, aibatnya pasien akan minum
dalam jumlah banyak karena glukosa
hilang bersamakemi, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negative
dan berat badan berkurang. Rasa lapar
yang semakinbesar (polifagia) timbul
sebagai akibat kehilangan kalori (Price,
2012). Beberapa factor memegang
peranan penting dalam kasus Diabetes
Mellitus diantaranya adalah keturunan,
virus dan bakteri, bahan beracun dan
nutrisi, selain itu gaya hidup juga dapat
memperparah keadaan Diabetes Mellitus
yang mengakibatkan kadar gula naik.
Peningkatan kadar gula yang bisa
berlebih diatas normal, dapat
menyebabkan pasien Diabetes Mellitus
tidak akan merasa nyaman atau harga diri
akan terganggu dan selalu berpikir buruk.
Penatalaksanaan dalam pemenuhan
kebutuhan harga diri sangatlah
dibutuhkan bagi pasien Diabetes Mellitus
karena jika tidak terpenuhi akan
menimbulkan berdampak seperti tidak
mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi
social seperti menarik diri. Isolasi social
menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial.
Dalam kehidupan sehari- hari
pasien Diabetes Mellitus yang sangat
perlu diperhatikan yaitu dalam
pemenuhan kebutuhan dasarnya. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh perawat dalam pemenuhan
kebutuhan harga diri pasien. Setiap
pasien membutuhkan pengakuan dari
orang lain. Oleh karena itu, setiap
tindakan yang dilakukan perawat harus
dikomunikasikan terlebih dahulu dan
memberikan penghargaan atas kemajuan
serta kerjasama pasien sekecil apapun
hasilnya. Sikap perawat dalam
berinteraksi dengan pasien harus
menunjukan profesionalismenya dan
menempatkan pasien sebagai guru
(Asmadi, 2008). Peran perawat juga
sangatlah penting sebagai profesi
kesehatan di mana salah satu tujuan
pelayanan adalah membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
yang salah satunya adalah kebutuhan
harga diri. Jenis-jenis kebutuhan dasar
manusia yang menjadi lingkup pelayanan
keperawatan bersifat holistik yang
mencakup kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual (Retno,
2012). Penatalaksanaan juga sangat
dibutuhkan untuk upaya menurunkan
kejadian ulkus dengan cara diet, glikemik
oral, latihan, pemantauan, pendidikan.
Selain itu peran perawat disini juga
sangat penting untuk memberikan
informasi atau penyuluhan khusus
tentang bagaimana cara pemenuhan
terhadap kebutuhan harga diri. Tujuan
penelitian ini untukmenggambarkan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
(Harga Diri) Berdasarkan Teori Maslow
Pada Pasien Diabetes Mellitus tipe II.
Metodologi Penelitian
Desain penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah
deskriftif. Populasi pada penelitian ini
adalah semua pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus di Rumah Sakit
Baptis Kediri. Subyek dalam penelitian
ini adalah pasien Diabetes Mellitus Tipe
II dengan ulkus di Rumah Sakit Baptis
Kediri yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 23 responden. Tehnik sampling
yang digunakan adalah quota sampling.
Variabel dalam penelitian ini adalah
kebutuhan dasar manusia berdasarkan
teori Maslow (kebutuhan harga diri).
Pengambilan data menggunakan
Kuesioner. Analisis data menggunakan
distribusi frekuensi.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kebutuhan Dasar Manusia (Harga Diri) pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Baptis Kediri yang dilakukan pada
tanggal 5 Juni s.d 13 Juni 2017. (n= 23) Karakteristik harga diri Jumlah Persentase %
Harga diri rendah 13 56,5
Harga diri tinggi 10 43,5
Jumlah 23 100
Berdasarkan tabel 1 dapat
diketahui bahwa lebih dari 50%
responden mengalami harga diri rendah
sebanyak yaitu 13 responden (56,5%)
Pembahasan
Kebutuhan Dasar Manusia (Harga
Diri) berdasarkan teori Maslow pada
Pasien Diabetes Mellitus tipe II
Berdasarkan hasil penelitian
tentang gambaran kebutuhan dasar
manusia (harga diri) berdasarkan teori
Maslow pada pasien Diabetes Mellitus
tipe II di Rumah Sakit Baptis Kediri di
dapatkan dari 23 pasien diabetes mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum lebih
dari 50% mengalami harga diri rendah
yaitu sebanyak 13 responden (56,5%).
Diabetes mellitus merupakan
sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan glukosa
darah (hiperglikemia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya menurut Andra (2013). Salah
komplikasi Diabetes Mellitus berupa
gangguan serius yaitu akan menderita
kerusakan saraf tepi, terutama saraf yang
bertanggung jawab untuk menerima
sensor dari luar (sensoris). Pada keadaan
yang parah, pasien tidak lagi dapat
merasakan rangsangan dari luar,
sehingga mereka akan mudah menderita
luka kronis. Daerah tubuh yang rawan
akan luka kronis ini adalah daerah yang
sering kali luput dari perhatian, seperti
kaki (karena terbungkus sepatu). Pasien
Diabetes mellitus juga dapat merasakan
sakit yang konstan pada daerah-daerah
tangan atau kaki. Ini disebabkan karena
saraf yang rusak menjadi tidak stabil
ketika menerima rangsangan, baik dari
otak maupun dari luar. Jadi, kalau ada
penderita diabetes yang mengeluh nyeri,
rasa seperti disetrum listrik, ngilu, dan
sebagainya, ini merupakan tanda dari
neurophaty.Infeksi kulit berat atau
kerusakan jaringan (ulkus diabetikum)
dengan akibat harus diamputasi agar
tidak menjalar ke jaringan lain.Menurut
Wagner (1996) dalam Andra (2013)
ulkus diabetikum diklasifikasikan
menjadi: Grade 0: tidak ada ulkus pada
penderita kaki risiko tinggi, Grade I:
ulkus superfisial terlokalisir, Grade II:
ulkus lebih dalam, mengenai tendon,
ligament, otot, sendi, belum mengenai
tulang, tanpa seulitis atau abses, Garde
III: ulkus lebih dalam sudah mengenai
tulang sering kmplikasi osteomyelitis,
abses atau selulitis, Grade IV: gangren
jari kaki atau kaki bagian distal dan
Grade V gangren pada seluruh kaki.
Luka pada kaki atau ulkus dapat
memunculkan komplikasi dan efek
terhadap fisik dan psikologi bagi pasien
Diabetes Mellitus tipe II dengan ulkus.
Komplikasi pertama adalah timbulnya
penyakit infeksi dikarenakan adanya luka
terbuka. Luka pada pasien Diabetes
Mellitus tipe II akan sulit proses
penyembuhannya, disebabkan adanya
kerusakan pembuluh darah besar pada
kaki. Hal tersebut akan mempermudah
agen infeksi tumbuh menjadi lebih subur
karena kadar gula darah yang tinggi.
Ulkus diabetikumjuga mempengaruhi
psikologi pasien. Adanya ulkus pada
tubuh mengakibatkan pasien Diabetes
Mellitus tipe IIdengan ulkus diabetikum
merasa takut dalam kehidupan sosialnya.
Sebagian besar pasienDiabetes Mellitus
tipe II ulkus diabetikum merasa tidak
percaya diri dengan keadaanya karena
terdapat luka yang tidak nyaman dilihat
dan berbau tidak sedap. Hal tersebut
secara alami dirasakan menjadi sebuah
beban oleh pasien berkenaan dengan
gambaran dirinya dalam kehidupan
sosial. Pada pasien timbul prasangka
bahwa dirinya dengan keadaannya saat
ini akan mendapat penolakan dari orang
lain di sekitarnya. Keadaan itu membuat
pasien cenderung mengalami gangguan
konsep diri dan menutup diri dari
lingkungan. Pasien Diabetes Mellitus
tipe II yang mengalami ulkus diabetikum
tetap membutuhkan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan
dasar manusia merupakan unsur-unsur
yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologi
dan psikologis yang tentunya bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan, secara umum terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan manusi penyakit,
adanya penyakit dalam tubuh dapat
menyebabkan perubahan pemenuhan
kebutuhan, baik secara fisiologis maupun
psikologis, karena beberapa fungsi organ
tubuh memerlukan pemenuhan
kebutuhan lebih besar dari biasanya.
Hubungan berarti, keluarga merupakan
sistem pendukung bagi individu. Selain
itu, keluarga juga dapat membantu pasien
menyadari kebutuhannya dan
mengembangkan cara yang sehat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Konsep
diri, manusia memiliki peran dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri
yang positif memberikan makna dan
kebutuhan bagi seseorang(Ernawati,
2012).Manusia seperti apapun itu
memiliki hak yang sama dalam
pemenuhan kebutuhan untuk
kelangsungan hidupnya. Namun secara
tidak sadar tetap akan muncul benang
hitam yang membedakan manusia jika
dilihat dari kondisi jasmaniah yang
terganggu. Orang sakit dimanapun
berada akan mengalami ketidakutuhan
kebutuhan dasar manusia. Dariuszky
(2004) dalam Yuli (2014) memberikan
karakteristik individu yang memiliki
harga diritinggi sebagai berikut:
mempunyai harapan yang positif dan
realitis atas usahanya maupun hasil dari
usahanya, bersedia mempertanggung
jawabkan kegagalan maupun
kesalahannya, memandang dirinya sama
dan sederajat dengan orang lain,
cenderung melakukan aktivitas-aktivitas
yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan dirinya, tidak kuatir
dengan keselamatan hidupnya dan lebih
berani mengambil resiko, mempunyai
bukti atau alasan yang kuat untuk
menghargai dirinya sendiri atas
keberhasilan yang telah diraihnya,
Relative puas dan bahagia dengan
hidupnya dan kemampuannya cukup
bagus dalam hal penyesuaian diri.
Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki
harga diri yang rendah menurut
Dariuszky (2004) dalam Yuli (2014)
adalah: sulit menemukan hal-hal yang
positif dalam tindakan yang mereka
lakukan, Cenderung cemas mengenai
hidupnya dan kurang berani mengambil
resiko, kurang menghargai keberhasilan
yang mereka raih, mereka terlalu peduli
akan tanggung jawab atas kegagalan
yang mereka perbuat dan mencari alasan
untuk membuktikan bahwa mereka salah,
merasa rendah diri ketika berhadapan
dengan orang lain, tidak termotivasi
untuk memperbaiki dan
menyempurnakan diri, merasa kurang
puas dan tidak bahagia dengan hidupnya,
dan tidak mampu menyesuaikan diri,
pikiran cenderung mudah terserang
perasaan putus asa, depresi dan niat
bunuh diri. Faktor-faktor tersebut
meliputi penyakit, hubungan yang berarti
konsep diri, tahap perkembangan dan
struktur keluarga. Menurut teori hierarki
kebutuhan dasar manusia yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow di
Asmadi (2008) menjelaskan kebutuhan
dasar manusia (harga diri) sebagai
berikut: perasaan tidak tergantung pada
orang lain, kompeten, penghargaan
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Secara teoritis, menurut Asmadi (2008)
Penghargaan terhadap diri sering
merujuk pada penghormatan diri, dan
pengakuan diri. Upaya mencapai
penghargaan diri, seseorang harus
menghargai apa yang telah dilakukannya
dan apa yang akan dilakukannya serta
meyakini bahwa dirinya benar-benar
dibutuhkan dan berguna.Menurut
Afnuhazi (2015) dampak harga diri atau
harga diri rendah adalah harga diri
rendah dapat membuat klien menjadi
tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi
sosial seperti menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan
kepribadian yang tidak flaksibel pada
tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial.Menurut Widyastuti
(2014) harga diri berkaitan dengan cara
penting bagaimana orang mendekati
kehidupan mereka sehari-hari. Pasien
yang memiliki harga diri yang positif
cenderung untuk bahagia, sehat, berhasil
dan mampu menyesuaikan diri.
Sedangkan orang yang menilai dirinya
negative, secara relative menjadi tidak
sehat, cemas, tertekan dan pesimis
terhadap masa depannya serta mudah
atau cenderung mengalami kegagalan.
Hasil penelitian menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum memiliki
keyakinan sembuh jika rutin berobat
yaitu (61%), pasien Diabetes Mellitus
Tipe II dengan ulkus memiliki keyakinan
jika luka yang dimiliki dibersihkan
secara rutin akan memperbaiki kulitnya
sehingga mencegah keparahan pada luka
yang dimiliki. Sedangkan (39%) pasien
Diabetes Mellitus Tipe II dengan ulkus
diabetikum hanya pasrah dengan
keadaannya sekarang.
Hasil penelitian menunjukkan
lebih sedikit pasien Diabetes Mellitus
Tipe II dengan ulkus diabetikum merasa
tidak berharga lagi.Kondisi yang dialami
saat ini, membuat pasien Diabetes
Mellitus tipe II dengan ulkus diabetikum
merasa menyusahkan orang lain,
menyebabkan pasien tidak dapat
melakukan kewajibanya, pasien laki-laki
yang terkena ulkus diabetikum tidak
dapat bekerja dan melakukan
kewajibannya sebagai kepala rumah
tangga sedangkan pasien perempuan
yang terkena ulkus diabetikum tidak
dapat melakukan kewajibannya sebagai
istri dan ibu rumah tangga sehingga
perasaan merasa tidak berguna itu
muncul.
Hasil penelitian menunjukkan
mayoritas pasien Diabetes Mellitus tipe
II dengan ulkus diabetikum menerima
keadaanya saat ini. Pasien Diabetes
Mellitus tipe II yang sudah memiliki
ulkus mengalami fase perjalanan
penyakit yang lama sehingga pada
keadaannya saat ini membuat pasien
harus menerima keadaanya. Pasien juga
menyadari bahwa penyakit yang diderita
saat ini adalah hasil dari kesalahan pada
masa lalunya, yaitu tidak menjada pola
makan dengan baik dan tidak
menjalankan hidup sehat sehingga ini
konsekuensi yang harus mereka terima
pada saat ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum
menyatakan merasa cemas dengan
keadaan saat ini,penderita diabetes
mellitus tipe II dengan ulkus banyak
yang mengalami cemas pada kondisinya
saat ini dikarenakan luka yang susah
sembuh, luka yang semakin lama
semakin bertambah parah dan risiko yang
akan terjadi jika luka semakin parah
adalah kehilangan bagian tubuhnya
(amputasi). Perasaan cemas juga muncul
karena takut akan kematian yang cepat
jika penyakitnya tidak kunjung membaik.
Hasil penelitian ini menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum merasa
masih berguna bagi keluarga. Dengan
keadaanya saat ini sebagian kecil pasien
Diabetes Mellitus tipe IIdengan ulkus
diabetikum masih bekerja, terutama
pasien laki-laki. Menjadi tulang
punggung keluarga menjadi alasan
pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan
ulkus tetap bekerja dengan kondisinya
saat ini. Pada pasien perempuan yang
masih bekerja mengaku jika masih dapat
berjualan di rumah meski dengan
keadaanya saat ini mempunyai luka pada
kakinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas pasien Diabetes Mellitus tipe
II dengan ulkus diabetikum menyatakan
menjadi beban bagi keluarga karena
dengan keadaannya saat ini
menyebabkan mereka tidak bisa bekerja
dan tidak bisa bertanggung jawab dalam
memberi nafkah untuk keluarga, justru
banyak biaya yang dikeluarkan untuk
pengobatan dan perawatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas pasien Diabetes Mellitus tipe
II dengan ulkus diabetikum menyatakan
berusaha untuk kesembuhannya.
Perasaan tidak ingin menjadi beban bagi
keluarga adalah alasan pasien Diabetes
Mellitus dengan ulkus berusaha untuk
kesembuhannya. Biaya yang tidak sedikit
dan waktu yang diluangkan keluarga
untuk merawat keadaanya saat ini
membuat pasien Diabetes Mellitus ingin
berusaha untuk sembuh.
Hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas pasien Diabetes Mellitus tipe
II dengan ulkus diabetikum menyatakan
menyesali masa lalu yang menyebabkan
mereka mengalami penyakit ini.
Umumnya, pasien diabetes baru
berkonsultasi ke dokter setelah terasa
perubahan pada dirinya seperti luka yang
sukar sembuh, semakin hari semakin
bertambah besar sampai terjadi amputasi.
Keterlambatan pasien diabetes menyadari
pentingnya menjaga pola hidup ketika
mengalami penyakit tersebut
menyebabkan penyesalah ketika berbagai
komplikasi telah terjadi pada tubuhnya.
Hasil penelitian menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum
menyatakan mengkhawatirkan
keadaannya saat ini. Pasien Diabetes
Mellitus tipe II yang sudah mengalami
komplikasi kronik salah satunya
memiliki ulkus diabetikum cenderung
mengkhawatirkan keadaannya saat ini,
mereka merasa khawatir jika semakin
lama keadaanya ini akan membuat
mereka kehilangan bagian tubuhnya
(amputasi).
Hasil penelitian menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum merasa
minder jika bertemu dengan tamu atau
keluarga sehingga cenderung menghindar
dari interaksi sosial karena bau yang
tidak sedap dan bentuk kaki yang
berubah saat ini. Perubahan secara fisik
mempengaruhi harga diri seseorang
dengan keadaan fisik yang kurang atau
cacat membuat penderita diabetes
mellitus tipe II dengan ulkus merasa
kurang sempurna, dan merasa diejek
orang lain serta tidak terlalu diperdulikan
karena kekurangan fisiknya. Hal ini yang
kadang membuat penderita merasa
minder dan tidak menerima keadaanya,
maka sebagian besar mereka merasa
menarik diri dari lingkungannya untuk
menyembunyikan kekurangan tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum
menghargai dirinya sendiri dengan rutin
kontrol (78%) dengan kondisi saat ini
pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan
ulkus diabetikum masih menghargai
dirinya dengan rutin kontrol untuk
penyakitnya agar ulkus yang dimiliki
tidak semakin parah, sedangkan (22%)
pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan
ulkus diabetikum merasa pasrah dengan
kondisinya saat ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas pasienDiabetes Mellitus tipe II
dengan ulkus diabetikum menyatakan
merasa pasrah dengan kondisi saat ini,
ulkus diabetikum dapat menyebabkan
kehidupan penderitanya lebih sulit dalam
beraktifitas sehari-hari sehingga akan
menimbulkan kesedihan yang
berkepanjangan karena proses
penyembuhan dan pengobatan yang
cukup lama sehingga menimbulkan
perasaan pasrah dan putus asa. Merasa
tidak bahagia dengan keadaannya saat
ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan
lebih dari 50% pasien Diabetes Mellitus
tipe II dengan ulkus diabetikum
menyatakan tidak bahagia dengan
keadaannya saat ini. Fase yang dialami
pada pasien Diabetes Melitus tipe II
sampai terjadi ulkus diabetikum berjalan
sangat lama. Perubahan luka yang kecil
dan semakin hari semakin besar sampai
membusuk kemudian pasien mengalami
amputasi yang membuat pasien merasa
hidupnya tidak bahagia. Perasaan
menjadi beban bagi keluarga membuat
perasaan pasien menjadi buruk.
Hasil penelitian ini ditemukan
pasienDiabetes Mellitus tipe II dengan
ulkus diabetikum lebih banyak
ditemukan pada perempuan dari pada
laki laki yaitu (92,3%). Banyaknya
perempuan yang mengalami Diabetes
Mellitustipe II karena pada perempuan
mempunyai resiko yang besar, selain
keturunan dan obesitas perempuan juga
mempunyai resiko pada saat hamil yang
dinamakan Diabetes Gestasional dan
pada hasil tabulasi silang antara harga
diri, umur dan jenis kelamin ditemukan
paling banyak ditemukan pada wanita
dengan umur 45-50 tahun. Hasil
penelitian ini ditemukan paling banyak
pasien Diabetes Mellitus tipe II pada
rentang usia 45-50 tahun ada beberapa
faktor yang mempengaruhi harga diri
seseorang ketika orang tersebut sudah
memasuki lanjut usia karena saat lanjut
usia seseorang mulai merasa dirinya
kurang diperhatikan karena secara
penampilan sudah tidak menarik lagi dan
pada lanjut usia seseorang mulai
kehilangan peran dalam kehidupan
sosialnya. Hal ini sangat mempengaruhi
seseorang dalam harga dirinya. Hasil
penelitian ini ditemukan bahwa pasien
Diabetes Mellitus tipe II dengan ulkus
diabetikum yang mengalami sakit 6-10
tahun mengalami harga diri rendah
dibandingkan dengan responden yang
mengalami sakit lebih dari 10 tahun.
Pasien Diabetes Mellitus tipe II yang
baru mengalami perubahan fisik pada
tubuhnya sering menolak dan tidak
menerima keadaannya yang bisa
mengakibatkan pasien mengalami harga
diri rendah, sedangkan pasien iabetes
Mellitus tipe II yang sudah lama
mengalami sakit kronik serta perubahan
fisik akan pasrah dan lebih menerima
keadaannya sekarang. Fase pasien
Diabetes Mellitus tipe II sampai memiliki
ulkus diabetikum dialami lebih dari 10
tahun membuat perasaan. Pada penelitian
ini ditemukan bahwa lebih dari 50%
pasien Diabetes Mellitus tipe II tidak
bekerja. Pada penelitian ini juga
ditemukan lebih dari 50% pasien
Diabetes Mellitus tipe II memiliki
pendidikan terakhir Sekolah Menengah
Akhir, semakin pasien memiliki
pengetahuan dan pendidikan yang tinggi
lebih mudah untuk mengenali dirinya
sendiri, mereka tau penyebab dari
penyakit yang dialami saat ini, mudah
untuk mencari informasi bagi proses
penyembuhan dan memperbaiki kwalitas
dirinya.Pada penelitian ini juga
ditemukan pasienDiabetes Mellitus tipe
II dengan ulkus diabetikumyang tinggal
bersama istri/suami memiliki harga diri
tinggi, ini disebabkan karena pasien
Diabetes Mellitus tipe II dengan ulkus
mendapatkan dukungan, motivasi dan
perawatan dari istri/suaminya. Pasien
yang berada dalam keluarga atau berada
dengan orang-orang yang mengasihinya
akan mendapatkan dukungan psikologis
untuk proses penyembuhannya, mereka
merasa terlindungi dan mendapatkan
perawatan sehingga memiliki keyakinan
untuk sembuh.
Kesimpulan
Kebutuhan dasar manusia (harga
diri) berdasarkan teori Maslow pada
penderita diabetes melitus tipe II dirumah
sakit baptis kediri didapatkan bahwa
lebih dari 50% mengalami harga diri
rendah dimana penderita merasa menjadi
beban bagi keluarga, sering menyesali
masa lalunya sehingga dia menderita
penyakit saat ini, dan merasa pasrah
dengan kondisi saat ini karena
penyakitnya tidak dapat disembuhkan.
Selain harga diri rendah dalam penelitian
ini juga didapatkan harga diri tinggi
dimana pasien Diabetes Mellitus Tipe II
merasakan penyakitnya terjadi karena dia
tidak menjaga pola makan dan hidupnya
jadi dia harus menerimanya, tetap
berusaha untuk kesembuhan penyakitnya
dan selalu menghargai dirinya sendiri
dengan selalu rutin kontrol dan rutin
berobat untuk kesembuhannya.
Saran
Dari hasil penelitian ini,
diharapkan pasien Diabetes Mellitus Tipe
II dengan ulkus Diabetikum dapat
meningkatkan harga diri. Keluarga,
sahabat, lingkungan dan pasangan supaya
saling memberi dukungan supaya
seorang pasien Diabetes Mellitus Tipe II
dengan ulkus diabetikum selalu
memberikan dukungan dan motivasi
dalam hal keadaannya saat ini, menerima
masa lalunya dan proses kesembuhannya
dengan baik sehingga pasien
mendapatkan kembali harga diri yang
tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan
memberikan Healt Education untuk
peningkatan harga diri membuat program
meningkat tentang harga diri rendah
tentang pentingnya kebutuhan dasar
manusia (harga diri), pada Diabetes
Mellitus tipe II dengan ulkus diabetikum
dengan cara yang menjaga privasi dan
lebih memberikan motivasi yang
baik.Hasil penelitian ini dapat dijadikan
refrensi dalam penelitian selanjutnya
tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi harga diri rendah pasien
Diabetes Mellitus Tipe II dengan ulkus.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan pada
pasienDiabetes Mellitus tipe II dengan
ulkus diabetikum dengan cara yang
menjaga privasi dan lebih memberikan
motivasi yang baik sehingga tidak
menyebabkan penderita mengalami harga
diri rendah.
DAFTAR PUSTAKA
.
Afnuhazi, Ns. Ridhyalla. (2015).
Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Andra Saferi. (2013) Keperawatan
Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural
Keperawatan Konsep dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
edisi 8 volume 1. Jakarta: EGC
Ernawati. (2012). Buku Ajar Dan
Aplikasi keperawatan Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: CV. Trans
Info Media
Fajar, Gumilang. (2014). Gambaran
pemenuhan kebutuhan dasar
manusia berdasarkan teori
maslow di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Baptis Kediri.
Skripsi: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Rumah Sakit Baptis
Kediri
International Diabetes Federation.
(2012). Global Guideline for
Type 2 Diabetes Jurnal online
(diunduh 15 Maret 2017).
Tersediadari:
http://www.idf.org/diabetesatlas/
update2014
Price S, Wilson L. (2012). Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi ke-6. Jakarta:
EGC
Retno. (2012) Diabetes Melitus.
Yogyakarta: Nuha Medika
Stuart & Sundeen. (2008). Buku Saku
Keperawatan Jiwa, Edisi 5.
Jakarta: EGC
Widyastuti. (2014) Psikologi Sosial.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Yuli. (2014). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Gerontik. Jakarta:
Trans Info