Author
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
KEBIJAKAN POLITIK ISLAM NIK ABDUL AZIZ NIK MAT
DI KELANTAN TAHUN 1990-2008
OLEH :
AHMAD MAWARDI BIN ABDULLAH
NIM: 107045203901
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
KEBIJAKAN POLITIK ISLAM NIK ABDUL AZIZ NIK MAT
DI KELANTAN TAHUN 1990-2008
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
AHMAD MAWARDI BIN ABDULLAH
NIM: 107045203901
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Khamami Zada, MA. Masyrofah, S.Ag,
M.Si.
NIP: 150 326 892 NIP: 150 318 265
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “KEBIJAKAN POLITIK ISLAM NIK ABDUL AZIZ NIK MAT
DI KELANTAN TAHUN 1990-2008” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 03 Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah
Konsentrasi Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syar’iyyah).
Jakarta, 03 Maret 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA,
MM.
Nip: 150 210 422
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
1. Ketua : Asmawi, M.Ag. (..…....…….……………)
NIP: 150 282 394 2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag.
(..…....…….……………) NIP: 150 282 403
3. Pembimbing I : Khamami Zada, MA. (..…....……….…………)
NIP: 150 326 892
4. Pembimbing II : Masyrofah, S.Ag, M.Si.
(..…....……….…………)
NIP: 150 318 265
5. Penguji I : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag. (..…........…….…………)
NIP: 150 275 509
6. Penguji II : Sri Hidayati, M.Ag. (..…....…….……………)
NIP: 150 282 403
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 10 Maret 2009 M
13 Rabiul Awal 1430 H
Ahmad Mawardi Bin Abdullah
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya, dan
semua yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis. Selawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada pembawa risalah Allah SWT, Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya, yang telah menunjukkan jalan hidayah dan
pembuka ilmu pengetahuan dengan agama Islam.
Skripsi yang berjudul "Kebijakan Politik Islam Nik Abdul Aziz Nik Mat
Di Kelantan Tahun 1990-2008" penulis susun dalam rangka memenuhi dan
melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada
Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar'iyyah (Ketatanegaraan
Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih
banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis. Namun berkat
bantuan dan dorongan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih secara khusus yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk menimba ilmu.
2. Kepada Negara Republik Indonesia yang telah memberikan kami izin tinggal
untuk mencari dan mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat untuk kami.
3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Khamami Zada MA. Dan Masyrofah S.Ag, M.Si. Dosen Pembimbing skripsi
penulis, yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan dan saran,
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Semoga apa yang telah ajarkan
mendapat balasan dari Allah SWT.
6. Asmawi, M.Ag. dan Sri Hidayati, M.Ag. Ketua dan Sekretaris Program Studi
Jinayah Siyasah yang tanpa henti memberikan dorongan dan semangat kepada
penulis, dan kepada seluruh dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum.
7. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
FUF, UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Umum Islam Imam Jama.
8. Kepada pihak Perpustakaan Awan Negeri Terengganu yang memberi peluang
untuk penulis membuat penelitian dan kajian.
9. Ayahanda Abdullah bin Umat serta Ibunda tercinta Che Hab binti Mohd Baki
yang sentiasa mendoakan penulis. Terima kasih jerih payah dan pengorbanan
yang tak terhingga serta senantiasa memberikan semangat tanpa jemu hingga
anakanda dapat menyelesaikan pengajian. Jasa kalian tetap dalam ingatan tidak
ada dapat dipersembahkan sebagai balasan melaikan hanya sebuah kejayaan.
10. Terima kasih dan salam sayang kepada abang dan kakak, kak Long Mek, Abang
Rie, Kak Yah, Abang Mie, Kak Nah, Kak Z, Kak Zie. saudara-saudaraku yang
lain, Abang Zam, Abang Mi, Abang Zid, Amri, Atiq, Amin, Akram. Dan
seluruh anak saudara dan saudara-mara penulis yang selalu memberi dorongan
dan membantu penulis sehingga tetap exist di Ibu Kota Jakarta ini.
11. Warga Kudqi yang telah memberikan tempat belajar terutama Dato Tuan Guru
Haji Harun Taib, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust Soud Said, Ust. Nik
Mohd Nor, YB. Ust. Mohd Nor Hamzah, Ust. Rizki Ilyas, Ustadzah Zaitun,
Ust. Kamaruzaman, Ust. Sya’ri Zulkarnain, Ust. Asmadi, Ust. Khalil, Ust.
Syukri dan seluruh Ustad dan Ustadzah juga pelajar Kudqi yang tidak dapat
penulis sebutkan disini.
12. Anual Bakhri Haron Setiausaha Politik Menteri Besar Kelantan.
13. My friends, Mustafa, Harun, Amir, Faizal, Baha, Ust Hadi, Ahmad Baihakki
Al-Nadawi, Khairi, Hajar, Masithah, Wahida, Yunus, Fakhri, Sufian K.B,
Fawwas, Ayah Su. Semoga kita Istiqqamah dalam perjuagan Islam.
14. Teman-teman Indonesia yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini khususnya saudara Oyok Tolisalim dan beberapa teman-teman lain
yang membantu penulis untuk memahami dan sharing lebih dalam mengenai
ketatanegaraan Islam.
15. Yang terakhir terima kasih kepada sahabat-sahabat ex-KUDQI, APID, KIDU
yang tinggal di kosan-kosan, ASPA dan ASPI UIN Syarif Hidayatullah
“semoga kita tetap dalam satu Perjuangan” dan juga semua teman-teman
Malaysia yang berada di UIN Jakarta.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang
lebih baik dari semua yang telah mereka berikan dan lakukan untuk penulis
khususnya kepada semua pihak pada umumnya. Penulis menyampaikan harapan yang
begitu besar agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan
pembaca sekalian. Dan semoga Allah menjadikan penulisan skripsi ini sebagai suatu
amalan yang baik di sisi-Nya.
Jakarta: 25 Februari 2009 M 01 Rabiul Awal 1430 H
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu ............................................. 8
E. Metode Penelitian .................................................................... 12
F. Sistematika Penelitian .............................................................. 14
BAB II KEBIJAKAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF POLITIK
ISLAM
A. Pengertian Politik Islam ........................................................... 15
B. Hubungan Agama dan Politik dalam Islam ............................... 23
C. Kebijakan Politik dalam Islam ………………………………… 31
BAB III RIWAYAT HIDUP DAN KARIR POLITIK NIK ABDUL AZIZ
NIK MAT DI NEGARA BAGIAN KELANTAN
A. ................................................................................................. K
eadaan Geografis Negara
Bagian Kelantan ....... 40
B. ................................................................................................. K
eadaan Sosial, Ekonomi dan Politik .......................................... 41
C. ................................................................................................. R
iwayat Hidup, Pendidikan dan Karir Politik Nik Abdul Aziz
Nik Mat ................................................................................... 51
BAB IV KEBIJAKAN POLITIK ISLAM NIK ABDUL AZIZ NIK MAT:
ISLAMISASI DI NEGARA BAGIAN KELANTAN
A. Bidang Politik dan Hukum ....................................................... 58
B. Bidang Ekonomi ...................................................................... 61
C. Bidang Sosial dan Budaya ....................................................... 67
D. Bidang Pendidikan ................................................................... 71
E. Respon Masyarakat Kelantan dan Pemerintah Malaysia ............ 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 84
B. Saran-saran .............................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88
LAMPIRAN ....................................................................................................... 92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah suatu agama yang sempurna, yang telah diturunkan oleh
Allah SWT melalui Rasul-Nya, yang mana Islam telah mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia sedemikian rupa. Islam adalah suatu sistem kehidupan yang
lengkap dan sempurna. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surah Al-Quran:
�������� ����☺���� ������ ��������� ���☺�������� ������ ��! "#$�☺&�'
���()�*�� ����� ,�- �/�0 �����: 5/ا���ءدة( 3(
Artinya: “Pada hari ini, Aku telah menyempurnakan kepadamu agamamu dan Aku telah mencukupkan nikmat-Ku atasmu, dan Aku telah meridai islam
itu sebagai agamamu…(Q.S: al-Maidah/5: 3)
Islam sebagai sistem kehidupan yang lengkap dan sempurna, mengandung
lima sub sistem: spiritual, moral, politik, ekonomi, dan sosial. Dari subsistem
tersebut, ternyata sub sistem politik mempunyai kedudukan yang strategis, baik
melalui pendekatan kontruksi developmental maupun melalui pendekatan
struktural-fungsional. Sebab keputusan politik sangat menarik simpati semua
anggota masyarakat, karena adanya sanksi-sanksi hukum yang kuat. Karena itu,
Ibnu Taimiyah mewajibkan agar sistem politik yang secara kongkrit berbentuk
negara atau pemerintahan itu diatur melalui ketentuan Islam. Sebab, tidak
mungkin ketentuan-ketentuan hukum Islam seperti hudud, amar’ ma’ruf dan
nahyi munkar, jihad fi sabilllah, menegakkan keadilan dan menolong orang yang
teraniaya dapat dilaksanakan dengan baik, tanpa adanya negara atau pemerintah
Islam.1
Dalam kalangan umat Islam terdapat berbagai pendapat antara agama dan
negara di antaranya ialah; pertama, Islam adalah agama yang sempurna dan
lengkap dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk dalam
kehidupan berpolitik dan bernegara. Dalam hal ini manusia harus dapat
melaksanakan ketatanegaraan Islam yang telah diatur oleh Nabi Muhammad
SAW, dan tidak perlu mengikuti kiblat Barat karena Islam telah mengatur
sebegitu detail akan sebuah konsep negara dan politik bernegara. Kedua, Islam
adalah sebagai agama, sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah politik
dan ketatanegaraan. Menurut kelompok ini, agama adalah masalah rohani dan
tidak semestinya dibawa ke masalah negara. Menurut pendapat ini, tidak ada
tugas untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara. Ketiga, Islam adalah suatu
agama yang serba lengkap yang di dalamnya juga mengatur sistem kenegaraan
yang lengkap pula. Namun, tidak sependapat pula bila Islam sama sekali tidak ada
hubungannya dengan masalah politik dan ketatanegaraan. Menurut mereka Islam
merupakan ajaran totalitas tapi dalam bentuk petunjuk yang pokok-pokok saja.2
1 Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1995) cet. I, h, IX 2 Amiruddin M. Hasbi, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yoqyakarta:
UUI Press, 2000), cet. I, h, 2
Dari perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena kurangnya
penjelasan yang tegas dari al-Qur’an dan as-Sunah Rasulullah SAW walaupun
Nabi SAW dianggap sebagai peletak dasar pembangunan negara yaitu di
Madinah, namun dalam praktiknya tidak memberikan suatu format yang baku
tentang negara. Demikian juga apa yang telah dipraktikkan oleh para sahabat
setelah Nabi SAW wafat, khususnya Khulafa al-Rasyidin dalam hal ketata-
negaraan, hingga kini masih terdapat perdebatan dalam mempersepsikan apakah
metode suksesi dan sejarah khalifah yang didirikan pasca Nabi SAW merupakan
ajaran agama atau urusan duniawi. Selain itu juga sebab terjadinya perbedaan
pendapat tersebut dipengaruhi oleh zaman dan lingkungan politik yang berbeda.3
Sehingga banyak penafsiran negara yang selalu berubah terus sepanjang zaman.
Repolitisasi Islam cenderung diartikan sebagai fenomena maraknya
kehidupan politik Islam. Indikator utama yang digunakan sebagai dasar penilaian
itu adalah munculnya sejumlah partai yang menggunakan simbol dan asas Islam
atau yang berbasis massa komunitas Islam, maka muncul pendapat lain yang
mendefinisikannya sebagai munculnya kembali kekuatan politik Islam.4
Hubungan Islam dan politik adalah subyek yang sangat menarik, sepanjang masa
akan menjadi persoalan yang bersifat recurrent. Artinya, masalah ini akan selalu
3 M. Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2001), cet. I, h. x 4 Bahtiar Effendy, Re-Politisasi Islam: Pernahkah Islam Berhenti Berpolitik?,
(Bandung: Mizan, 2000), cet. I, h. 195
muncul, sebab pada dasarnya Islam, umat Islam atau kawasan Islam, tak akan
pernah bisa dipisahkan dari persoalan-persoalan politik.5
Dunia kini menyaksikan kebangkitan di kalangan umat Islam yang
berusaha untuk menegakkan kembali identitas mereka sendiri. Kebangkitan
semangat keislaman tersebar luas di seluruh dunia, khususnya di negara yang
mayoritas penduduknya umat Islam. Umat Islam berkeinginan untuk mencirikan
cara hidup mereka berdasarkan syari’at Islam. Kesadaran ini telah menimbulkan
keinginan untuk mengetahui cara lebih mendalam tentang sistem pemerintahan
Islam serta sistem undang-undang Islam yang seharusnya diterapkan oleh Negara-
negara Muslim modern saat ini.
Di Malaysia misalnya, gerakan-gerakan kearah upaya penerapan syari’at
Islam sudah lama menjadi agenda masyarakat Islam atau sebagian umat Islam
yang sedar betapa pentingnya hukum Islam dan peraturan Allah SWT untuk
menyelesaikan masalah sosial yang berlaku kini.6 Salah satunya partai politik
yang concern dalam hal ini adalah Partai Islam se-Malaysia (PAS), yaitu suatu
partai politik yang berasaskan idiologi Islam yang bersifat syumul, merealisasikan
dalam praktek fikih siyasah untuk membawa perubahan dan gerakan reformis
dengan tujuan menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh.7 PAS
5 Bahtiar Effendy, Disartikulasi Pemikiran Politik Islam?, Kata Pengantar dalam buku
Gagalnya Islam Politik terjemahan dari karangan Olivier Roy: The Failure of Political Islam, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), cet. I, h. v
6 Dato’ Haji Husain Awang, Tazkirah Pilihanraya, Islam: Tuntutan dan kewajipan, (Terengganu: Dewan Ulama’ PAS Negeri Terengganu, 1998) h. 81
merupakan partai oposisi yang ada di semua Negara bagian Malaysia, partai ini
menguasai negeri Kelantan, Kedah dan Perak dalam pemilu 2008. Sedangkan
dalam pemilu tahun 1999, PAS hanya menguasai negeri Kelantan dan
Terengganu, keberhasilan PAS dalam memformulasikan hukum Islam terjadi
ketika menguasai kedua negeri ini, yaitu dengan terbentuknya Enakmen Jenayah
Syari’ah II 1993 di Kelantan dan Enakmen Jenayah Syari’ah (Hudud dan Qishas)
2002 di Terengganu.8
Di negara-negara yang menganut sistem demokrasi bahwa partai politik
yang menang dalam pemilu akan menguasai pemerintahan dan biasanya
pemimpin partai tersebut diangkat menjadi kepala pemerintahan baik itu Presiden
maupun Perdana Menteri dan termasuk kepala-kepala pemerintahan di Negara-
negara bagian atau daerah. Di Malaysia misalnya, Partai Persatuan Orang Melayu
(UMNO) yang selama ini memenangkan pemilu merupakan partai penguasa
dalam pemerintahan sehingga Perdana Menteri Malaysia dipilih dan diangkat dari
UMNO. Akan tetapi, terdapat di beberapa negara bagian yang tidak dikuasai oleh
UMNO melainkan dikuasai oleh PAS yaitu Negara bagian Kelantan, Kedah dan
Perak dalam pemilu 2008, kepala daerah (Menteri Besar) di tiga Negara bagian
ini adalah pemimpin-pemimpin PAS.
Selain itu, adanya penguasaan oleh satu partai di suatu Negara atau
Negara Bagian (Daerah) tentunya akan sangat mempengaruhi corak kehidupan
7 Haji Abdul Hadi Awang, Selamatkan Demokrasi Keadilan, (Selangor: Partai Islam se-
Malaysia, 2007), h. 27-28 8 Mahamad Arifin, et al., Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia, (Kuala
Lumpur: Dewan Pustaka dan Bahasa, 2007), cet. I, jil. XII, h. 42
perpolitikan dan jalannya pemerintahan yang ada. Ideologi partai penguasa
biasanya akan sedikit banyak mempengaruhi jalannya pemerintahan terutama
dalam pembuatan kebijakan-kebijakan baik di Badan Legislatif atau Parlemen
maupun Eksekutif.
Di Kelantan misalnya, Negara Bagian ini dikuasai oleh PAS dan kepala
pemerintahannya pun adalah seorang tokoh PAS yaitu Nik Abdul Aziz Nik Mat.
Dia adalah seorang tokoh pemikir Islam dan kini beliau menjabat sebagai
Mursyidul Am9 Parti Islam Se-Malaysia (PAS) sekaligus Menteri Besar
(Gubernur) Negara Bagian Kelantan Malaysia, dia merupakan seorang tokoh
Ulama di Malaysia yang pernah menimba ilmu di Universitas Doebond India,
Kursus Tafsir dan Hadist di Lahore Pakistan dan Universitas Al-Azhar Mesir.10
Dia telah memimpin PAS semenjak menang menjadi calon Parlemen dari Negara
Bagian Kelantan Hilir pada tahun 1967, kemudian dia dilantik menjabat sebagai
Ketua Dewan Ulama’ PAS Pusat beserta Pesuruhjaya PAS Negara Bagian
Kelantan pada tahun 1978 dan menjadi Menteri Besar dari tahun 1990 hingga
sekarang.11Artinya, dia mempunyai kekuasan dan wewenang dalam menjalankan
pemerintahan, dia juga memiliki peluang dan kesempatan untuk menerapkan
kebijakan-kebijakan atau pemikiran-pemikirannya tentang politik Islam di
9 Penasihat Parti Islam Se-Malaysia (PAS)
10 Jamal Mohd Lokman Sulaiman, Biografi Tuan Guru Dato’ Haji Nik Abdul Aziz Nik
Mat Seorang Ulama’ Serta Ahli Politik Malaysia Di Abad Ke 20, (Selangor: Sulfa Human Resoucer & Development), cet. I, h. 16
11 Ibid., h. 103
Kelantan. Oleh karena itu, bagaimanakah usaha-usaha dia dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut, baik dalam perpolitikan di Kelantan
yang berpengaruh terhadap pembentukan undang-undang maupun dalam bentuk
kebijakan-kebijakan politiknya.
Untuk mengetahui bagaimana kebijakan-kebijakan Nik Abdul Aziz Nik
Mat di Kelantan, maka perlu dilakukan penelitian dengan lebih lanjut, sehingga
terdorong untuk menganalisa lebih dalam melalui penelitian skripsi dengan judul
“KEBIJAKAN POLITIK ISLAM NIK ABDUL AZIZ NIK MAT DI
KELANTAN TAHUN 1990-2008”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka penulis
membatasi dan hanya memfokuskan bahasan pada kebijakan-kebijakan politik
yang diambil oleh Nik Abdul Aziz Nik Mat sebagai Menteri Besar (Gubernur)
Kelantan khususnya dalam bidang politik dan hukum, ekonomi, sosial budaya
dan pendidikan pada tahun 1990-2008. Kemudian penulis akan melihat
bagaimana pengaruh politik hukum Islam dalam kebijakan-kebijakan tersebut.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan pembatasan masalah di
atas, maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini dapat dirumuskan menjadi sebagai berikut:
a. Bagaimanakah kebijakan-kebijakan politik Islam yang diambil oleh Nik
Abdul Aziz Nik Mat di Negara Bagian Kelantan?
b. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan politik Nik Abdul
Aziz Nik Mat terhadap peraturan perundang-undangan di Kelantan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan di antaranya:
1. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan politik Islam yang diambil oleh Nik
Abdul Aziz di Negara Bagian Kelantan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan politik Nik
Abdul Aziz Nik Mat terhadap peraturan perundang-undangan di Kelantan.
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sebagai persyaratan mendapat gelar Sarjana Hukum Islam.
2. Secara akademis untuk mendapatkan jawaban-jawaban terhadap berbagai
persoalan yang terkait dengan politik Islam.
3. Memberi pengetahuan dan infomasi tentang penerapan politik Islam di Negara
Bagian Kelantan Malaysia.
4. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan khazanah keilmuan
khususnya di bidang ketatanegaraan Islam di Malaysia.
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang politik Islam telah dilakukan,
baik mengkaji secara spesifik topik tersebut ataupun yang mengkajinya secara
umum yang sejalan dengan bahasan penelitian ini. Berikut ini merupakan paparan
tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut baik yang berupa
buku maupun skripsi, di antaranya:
Penelitian yang ditulis oleh Sofian Arshad yang berjudul “Hak Non
Muslim di Negara Bagian Kelantan” tahun 2006.12 Penelitian ini di antaranya
membandingkan hak non muslim di sebuah Negara Islam dengan hak non muslim
di Kelantan dan menjelaskan kebijakan pemerintah Negera Bagian Kelantan
dalam menangani hak non muslim di Negera Bagian Kelantan.
Penelitian Mohammad Adnin Bin Yahya, “Konsep Negara Islam Di
Malaysia (Menurut UMNO dan PAS)”, tahun 2006.13 Penelitian ini membahas
mengenai penerapan nilai-nilai Islam yang ada di Malaysia mulai dari sudut
pandang yang berkuasa (UMNO) maupun dari pihak (PAS).
Penelitian yang ditulis oleh Rio Tamara yang berjudul “Strategi Partai
Politik Islam dalam Upaya Penerapan Hukum Islam di Indonesia” tahun 2004.14
Rio Tamara coba menjelaskan hubungan agama dan politik dalam Islam menurut
partai-partai politik yang ada di Indonesia.
12 Sofian Arshad, “Hak Non Muslim di Negara Bagian Kelantan”, (Skripsi S1 Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006) 13 Mohammad Adnin Bin Yahya, “Konsep Negara Islam Di Malaysia (Menurut UMNO
dan PAS)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)
14 Rio Tamara, “Strategi Partai Politik Islam dalam Upaya Penerapan Hukum Islam di
Indonesia”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004)
Penelitian Ahmad Akhyari Ismail yang berjudul “Upaya dan Tantangan
Pelaksanaan Syariat Islam di Malaysia” tahun 2006.15 Isi penelitian ini menjelas-
kan tentang pelaksanaan syariat Islam di Malaysia. Malaysia adalah Negara yang
mayoritas penduduknya Muslim dan agama Islam adalah agama resmi Negara,
akan tetapi dalam pelaksanaan hukum Islam tidak diterapkan secara menyeluruh
sehingga hal ini menyebabkan banyak Negara Bagian ingin menerapkan syariat
Islam secara menyeluruh. Dalam pembahasannya, skripsi ini lebih menfokuskan
pada upaya Negara bagian Kelantan yang ingin menerapkan syariat Islam. Yaitu
upaya bagaimana hukum pidana Islam dapat diterapkan dan dijalankan.
Selain skripsi di atas, sejumlah penelitian dengan bahasan tentang tokoh
Nik Abdul Aziz Nik Mat telah dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik
topik tersebut maupun yang bersinggungan secara umum dengan bahasan
penelitian. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-
karya penelitian tersebut:
Buku pertama, “Biografi Tuan Guru Dato’ Haji Nik Aziz Nik Mat Seorang
Ulama’ Serta Ahli Politik Malaysia di Abad ke 20” karya Jamal Mohd Lokman.16
Buku ini membahas tentang sejarah kelahiran, kehidupan sebagai pendidik, ulama
dan ahli politik serta perjuangan politik Nik Abdul Aziz Nik Mat.
15 Ahmad Akhyari Ismail, “Upaya dan Tantangan Pelaksanaan Syariat Islam di
Malaysia”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)
16 Jamal Mohd Lokman Sulaiman, Biografi Tuan Guru Dato’ Haji Nik Abdul Aziz Nik Mat Seorang Ulama’ Serta Ahli Politik Malaysia di Abad Ke 20, (Selangor: Sulfa Human Resoucer & Development, 1999), cet. I
Buku kedua, “Model Kerajaan Islam Membangun Bersama Islam” karya
Harun Taib.17 Buku ini di antaranya membicarakan konsep-konsep kepimpinan
dalam Parti Islam Se-Malaysia (PAS) khusus di Negara Bagian Kelantan, akhlak
dan disiplin dalam Harakah Islamiyyah, model-model kerajaan Islami, ulama-
ulama dan tokoh-tokoh politik Malaysia.
Buku ketiga, “Islam dan Demokrasi”, karya Haji Abdul Hadi Awang.18
Dalam buku ini di tulis beberapa bab tentang “politik dan agama, pemisahan
politik dan agama, serta prinsip-prinsip dan konsep politik dalam Islam”. Intinya
buku ini membahas tentang bagaimana hubungan politik dalam Islam di sebuah
negara.
Dari beberapa kajian (review) terdahulu di atas, khususnya tentang
Kelantan dan politik Islam sebagaimana telah disebutkan di atas, penulis belum
menemukan tulisan yang membahas atau mengkaji kebijakan politik Islam Nik
Abdul Aziz Nik Mat di negeri Kelantan secara khusus. Adapun penelitian yang
dilakukan oleh Sofian Arshad dan Ahmad Akhyari Ismail pembahasannya hanya
seputar hak non Muslim di Kelantan dan tantangan pelaksanaan syariat Islam di
Malaysia. Penelian pertama tidak menyentuh kebijakan politik Islam Nik Abdul
Aziz Nik Mat, demikian juga dengan penelitian kedua walaupun fokus kajiannya
di Kelantan tetapi hanya menjelaskan seputar upaya penerapan hukum pidana
17 Harun Taib, Model Kerajaan Islam: Membangun Bersama Islam, (Kuala Lumpur:
Dewan Ulama’ PAS Pusat, 2000), cet. I 18 Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, (Selangor: PTS Islamika, 2007), cet. I
Islam saja. Dengan demikian, penelitian yang penulis lakukan dalam skripsi ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu tentang kebijakan politik Islam Nik
Abdul Aziz Nik Mat di negeri Kelantan dalam dalam bidang perundang-undangan
(hukum), bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya.
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
1. Jenis Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan
(Library Recearch) dan penelitian lapangan (Field Research). Penelitian
kepustakaan yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah
dan menelusuri berbagai literatur, karena memang pada dasarnya sumber data
yang hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka. Dengan demikian
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Deskriptif di sini
dimaksudkan dengan membuat deskripsi secara sistematis dengan melihat dan
menganalisis data-data secara kualitatif.
Sedangkan penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mendatangi langsung objek yang akan diteliti guna
mendapatkan data-data. Langkah yang digunakan dalam penelitian lapangan
ini melalui teknik wawancara.
2. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah kebijakan-kebijakan
politik yang diambil oleh Nik Abdul Aziz Nik Mat yang berkaitan dengan
hukum Islam di Negara Bagian Kelantan Malaysia yaitu kebijakan dalam
bidang politik dan hukum, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi wawancara dan dokumenter dari
bahan-bahan tertulis yakni dengan mencari bahan-bahan yang terkait serta
mempunyai relevansi dengan obyek penelitian. Data yang diperoleh dapat
dibedakan menjadi data primer dan sekunder.
Yang termasuk ke dalam sumber data primer adalah hasil wawancara
dengan Juru Bicara Politik Menteri Besar (Gubernur) Kelantan. Sedangkan
sumber data sekunder adalah “Biografi Tuan Guru Dato’ Haji Nik Abdul Aziz
Nik Mat” dan buku-buku, literatur-literatur, wabsite yang berkaitan dengan
obyek penelitian. Kemudian data tertier berupa kamus, jurnal dan artikel.
4. Teknik Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dan dari
wawancara sebagaimana yang telah disebutkan di atas melalui pendekatan
deskriptif-analisis. Selain itu, dimungkinkan penelitian ini juga menggunakan
pendekatan historis-komparatif dan sosiologis-deskriptif. Hal ini dimaksudkan
agar penelitian dapat dilakukan sejauh mungkin mengenai corak kebijakan
politik Islam seorang tokoh Nik Abdul Aziz Nik Mat dan upaya-upaya yang
dilakukan dalam menerapkannya. Secara sosiologis, karakter kehidupan sese-
orang terbentuk dari kondisi sosial kehidupan masyarakat di mana ia tinggal.
5. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudahkan dan memperoleh gambaran yang utuh serta
menyeluruh, penelitian skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika
membahasan sebagai berikut:
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian (review) studi terdahulu, metodologi penelitian, dan
sistematika penelitian.
Bab II Membahas tentang kebijakan politik dalam perspektif Islam,
menguraikan pengertian politik Islam, hubungan agama dengan politik
dalam Islam dan kebijakan politik Islam.
Bab III Membahas negara bagian Kelantan dan biografi Nik Abdul Aziz Nik
Mat, yang secara rinci mengurai tentang keadaan sosial, ekonomi dan
politik negara bagian Kelantan dan riwayat hidup Nik Abdul Aziz Nik
Mat serta karir politiknya dalam kerajaan dan PAS.
Bab IV Menguraikan tentang islamisasi Nik Abdul Aziz Nik Mat di negeri
Kelantan, dan menjelaskan langkah-langkah kebijakan politik yang
diambil dalam rangka menerapkan hukum-hukum Islam, baik dalam
bidang politik dan hukum, bidang ekonomi, pendidikan, sosial maupun
budaya, serta respon masyarakat Kelantan dan pemerintah Malaysia.
BAB V Merupakan penutup yang di dalamnya terdapat kesimpulan dan saran-
saran.
BAB II
KEBIJAKAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF
POLITIK ISLAM
Seperti yang telah penulis sebutkan pada Bab Pendahuluan, bahwa ajaran
Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia baik dalam hal hubungan antara
manusia dan penciptanya maupun mengatur hubungan antara manusia dengan sesama
makhluk lainnya. Oleh karena itu, dalam hal hubungan antara sesama manusia, Islam
tidak terlepas dari wacana kehidupan politik, seperti kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Dapat juga dikatakan bahwa Islam mengatur tentang konsep pemerintahan
dan negara sebagai sarana untuk mengimplementasikan ajarannya.
A. Pengertian Politik Islam
Sebagai sebuah agama yang memiliki salah satu fungsi mengatur
kehidupan manusia, Islam memiliki norma-norma yang khusus dan jelas tentang
bagaimana manusia menjalin hubungan dengan manusia yang lain mengenai
kehidupan manusia di dunia dan akhirat.19 Termasuk salah satunya mengatur
kehidupan bernegara (fiqh siyasah) yang tidak boleh dikesampingkan.20
Pembahasan mengenai kehidupan bernegara ini secara umum disebut dengan
istilah politik Islam.
19 Abdul Hadi Awang, Sistem Pemerintahan Negara Islam, (Pulau Pinang: Dewan
Muslimat, 1995), cet. I, h. 4 20 Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, (Selangor: PTS Islamika, 2007), cet. I, h.7
Secara bahasa kata politik Islam terdiri dari dua kata yaitu politik dan
Islam. Istilah politik di dalam literatur ketatanegaraan Islam dikenal dengan istilah
siyâsah yang berarti cerdik atau bijaksana.21 Siyâsah berasal dari kata sâsa-
yasûsu-siyâsatan, yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Dalam kamus
al-Muhîth dikatakan: sustu al-ra’iyyata siyâsatan: amartuhâ wa nahaituhâ (saya
mengatur rakyat dengan mengunakan politik: Saya memerintah dan
melarangnya).22 Mengenai penjelasan kata siyâsah ini dapat ditemukan dalam
buku Fiqh Siyasah karangan Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, disebutkan
bahwa di kalangan para ahli fiqih siyasah terdapat tiga pendapat mengenai asal
kata siyâsah, yaitu:23
Pertama, sebagaimana dianut al-Maqrizi, kata siyâsah berasal dari bahasa
Mongol yakni dari kata yasah yang mendapat imbuhan huruf sin berbaris kasrah
diawalnya sehingga dibaca siyâsah. Pendapat tersebut didasarkan kepada sebuah
kitab undang-undang milik Jenghis Khan yang berjudul ilyasa yang berisi
panduan pengelolaan negara dan berbagai bentuk hukuman berat bagi pelaku
tindak pidana tertentu. Sepeninggal Jenghis Khan kitab undang-undang tersebut
diwariskan secara turun temurun kepada anak-anaknya yang secara bergantian
memimpin kerajaan Mughal di India Persia, seperti umat Muslim generasi
21 Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005),
cet. I, h. 111
22 Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth, (Bairut: Dâr al-Fikir, 1995), h. 496
23 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), cet. I, h. 2-4
pertama mewarisi al-Quran dari Nabi Muhammad SAW. Setelah raja-raja India
memeluk Islam isi kitab ilyasa itu kemudian dimodifikasi dengan memuat hal-hal
yang bersumber dari ajaran Islam, semisal penyerahan otoritas ibadah dan kasus-
kasus hukum yang bertalian dengan syari’at Islam kepada qadhi al-qudhat (hakim
agung).
Kedua, sebagaimana dianut Ibn Taghi Birdi, siyâsah berasal dari
campuran tiga bahasa, yakni Bahasa Persia, Turki dan Mongol. Partikel si dalam
Bahasa Persia berarti 30. sedangkan yasa merupakan kosakata Bahasa Turki dan
Mongol yang berarti larangan, dan karena itu, ia dapat juga dimaknai sebagai
hukum dan aturan.
Ketiga, semisal dianut Ibnu Manzhur menyatakan, siyâsah berasal dari
Bahasa Arab, yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sâsa-yasûsu-siyâsatan,24
yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih binatang, khususnya
kuda. Sejalan dengan makna yang disebut terakhir ini, seseorang yang profesinya
sebagai pemelihara kuda, dalam Bahasa Arab disebut sa’is. Kata sa’is yang
berarti memelihara kuda ini sekarang telah masuk kedalam kosa kata Bahasa
Inggeris yang ditulis menjadi syce. Dalam literatur Yahudi juga ada penggunaan
istilah yang agak mirip dengan makna awal dari kata sasa itu yakni istilah sus,
yang berarti kuda.
Politik atau siyâsah mempunyai makna mengatur urusan umat, baik dalam
negeri maupun luar negeri. Politik dilaksanakan baik oleh negara (pemerintah)
24 Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, (Bairut: Dâr al-Shadir, 1968), Jilid VI, h. 108
maupun umat (rakyat), negara adalah institusi yang mengatur urusan tersebut
secara praktis, sedangkan umat atau rakyat mengoreksi (muhasabah) pemerintah
dalam melakukan tugasnya.25
Dalam Bahasa Inggris politik berasal dari kata politic yang menunjukan
sifat pribadi atau perbuatan. Dalam bahasa Latin dikenal dengan politicus, dan
dalam bahasa Yunani disebut dengan politicos yang berarti berhubungan dengan
rakyat. Ketika politik diserap ke dalam bahasa Indonesia, terdapat tiga arti yang
berbeda, yaitu: (1) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagai
macamnya); (2) tipu muslihat atau kelicikan; dan (3) nama sebuah disiplin ilmu
pengetahuan. 26
Secara istilah politik pertama kali dikenal melalui buku karya Plato yang
berjudul Politeia atau dikenal juga dengan Republic. Kemudian setelah itu ada
juga karya dari Aristoteles dengan judul serupa. Di dalam isi kedua buku terdapat
kecenderungan menghubungkan politik dengan negara (pemerintahan).27
Miriam Budiarjo menjelaskan bahwa pengertian politik: “pada umumnya
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu.”28 Sedang menurut Deliar Noer, politik adalah “segala aktivitas
25 Abdul Qadim Zallum, Afkaru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemikiran Politik Islam,
diterjemahkan oleh Abu Faiz, cet. II, (Bangil: Al-Izzah, 2004), h. 11 26 Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran,
(Jakarta: LSIK dan PT Grafindo Persada, 1994), h. 34
27 Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, h. 11
atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan, yang bermaksud untuk
mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu macam
bentuk susunan masyarakat”.29
Pendapat Miriam Budiarjo membatasi politik hanya sebatas menangani
masalah-masalah umum oleh negara atas nama dan bentuk masyarakat. Lain
halnya dengan Deliar Noer, politik tidak hanya sebatas kepada pengambilan
keputusan dan kebijakan umum, namun mencakup berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan pergeseran politik, dari satu rezim ke rezim lain.
Meskipun terdapat banyak pandangan mengenai definisi politik, namun
secara garis besar akan didapatkan dua kecenderungan terhadap pendefinisian
politik, yaitu: Pertama, pandangan yang mengaitkan politik dengan negara.
Kedua, pandangan yang mengaitkan politik dengan kekuasaan, otoritas atau
konflik.30
Kemudian kata Islam secara bahasa berasal dari kata salama yang berarti
tunduk atau berserah diri pada Allah SWT, atau menerima semua peraturan
Tuhan sebagai petunjuk bagi kehidupan seseorang, taat sepenuh hati, akan
keadaan noda dan cela.31 Menurut Hassan al-Banna seperti yang dikutip oleh
Yusuf Qardhawi, Islam adalah sesuatu yang syumul (menyeluruh), mencakup
semua aspek kehidupan dengan syariat dan pengarahannya. Islam menata
28 Mariam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1998), h. 8 29 Deliar Noer, Pengantar Ke Pemikiran Politik, (Jakarta: Rajawali Press, 1983), h. 6 30 Ibid. 31 IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 445
kehidupan manusia sejak dia dilahirkan sampai meninggal dunia. Bahkan
sebelum ia dilahirkan dan sesudah meninggal dunia.32 Islam menyangkut agama
dan dunia, akidah dan syari’ah, ibadah dan muamalah, dakwah dan negara serta
akhlak dan kekuatan.33
Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan politik Islam yaitu adalah
politik yang didasarkan atas syari’at yang berasal dari al-Quran dan as-
Sunnah.34 Dalam hubungannya dengan politik Islam, Yusuf Qardhawi menyebut
dengan istilah al-siyâsah al-syar’iyah.35 Sebab, makna al-syar’iyah dalam
konteks ini adalah yang menjadi pangkal tolak dan sumber bagi al-siyâsah
(politik) dan menjadikan sebagai tujuan bagi al-siyâsah. Pengertian ini berkaitan
dengan pandangan ulama’ dahulu yang mengartikan politik pada dua makna,
pertama, makna umum, yaitu menangani urusan manusia dan masalah kehidupan
dunia berdasarkan syariat agama. Oleh karena itu, mereka mengenal istilah
khalîfah, yang berarti perwakilan dari Rasulullah SAW., untuk menjaga agama
dan mengatur dunia. Kedua, makna khusus, yaitu pendapat yang menyatakan
bahwa pemimpin, hukum dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan-nya untuk
32 Yusuf Qaradhawi, Fiqih Negara: Ijtihad Baru Seputar Sistem Demokrasi Multi Partai
dan Keterlibatan Wanita di Dewan Perwakilan Partisipasi dalam Pemerintahan Sekuler, Penterjemah, Syafril Halim, (Jakarta: Rabbani Press, 1997), h. 18
33 Yusuf Qaradhawi, al-Din wa al-Siyâsah, diterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap,
Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), cet. I, h. 18 34 Adeng Muchtar Ghazali, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah,
(Bandung: Pustaka Setia, 2004), cet. I, h. 26 35 Yusuf Qaradhawi, al-Din wa al-Siyâsah, h. 45
mencegah kerusakan yang akan terjadi membasmi kerusakan yang sudah terjadi,
atau memecahkan masalah khusus.36
Di kalangan teoritis politik Islam, ilmu siyâsah syar’iyah disebut juga
dengan ilmu fiqh siyasah yaitu ilmu yang membahas tentang tatacara pengaturan
masalah ketatanegaraan Islam semisal (bagaimana mengadakan) perundang-
undangan dan berbagai peraturan (lainnya) yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam, kendatipun mengenai penataan semua persoalan itu tidak ada dalil khusus
yang mengaturnya.37
Secara garis besar penulis memahami bahwa politik Islam adalah kegiatan
politik atau segala hal yang berkaitan dengan cara memimpin, memenuhi hak-hak
dan amanah rakyat atau pengaturan urusan rakyat yang diwarnai atau dinaskan
pada ajaran Islam yang berlaku untuk seluruh warga masyarakat dalam suatu
negara, serta memiliki bentuk pemerintahan yang Islami. Konsep politik Islam
adalah dengan memahami kaidah syara’ berdasarkan prinsip-prinsipnya,
pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi, kondisi dan realitas yang ada.
Imam Syafi’i menegaskan “tidak ada politik melainkan menepati hukum
syara’.” Kemudian Ibnu ‘Uqail menyatakan “politik itu adalah tindakan politik
yang memang menghasilkan (membawa) kepada maslahat (kebaikan) dan
menjauhkan dari keburukan atau menimbulkan bahaya kerusakan boleh
36 Ibid, h. 25 37 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, h. 10
diserahkan kepada manusia walaupun tidak pernah dinyatakan oleh Rasulullah
SAW dan nas al-Qur’an.”38
Perlu diketahui bahwa sistem kehidupan masyarakat Islam telah
melahirkan upaya politik yang disebut politik Islam. Maka berbagai kebijakan
yang terlaksana dalam linkungan umat Islam secara khusus, itu merupakan upaya
untuk menjelmakan nilai-nilai Islam tanpa beranjak sedikit pun dari prinsip-
prinsip Islam.39 Politik Islam bersumber dari ajaran Tuhan yang tertuang dalam
agama dan juga berdasarkan suara rakyat yang diperoleh dari hasil musyawarah.
Sebagai gambaran yang tegas menurut Prof. Gibb, bahwa firman Tuhan dan sabda
Nabi digabungkan menjadi satu dengan suara rakyat, adalah merupakan
kekuasaan yang tertinggi dalam Negara Islam.40
Abdul Muin Salim memberikan contoh terhadap pengertian politik Islam
sebagai berikut:
“…sebagai contoh adalah berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam mengelolakan masyarakat Madinah”. Normanya terdapat pada Piagam Madinah. Yang sangat popular itu; di dalamnya dijelaskan bahwa para pelakunya, bukan hanya umat Islam, melainkan juga seluruh komunitas Madinah. Karena itulah bahwa politik Islam dapat ditegakkan dalam bentuk formal Negara Islam.41
Kesimpulan dari pendefinisian di atas mengenai Politik Islam adalah
38 Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, h. 50 dapat dilihat juga pada Yusuf
Qaradhawi, al-Din wa al-Siyâsah, h. 38 39 Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi. h. 17 40 Pernyataan Prof. Gibb tersebut dikutip oleh Ahmad Zainal Abidin di dalam bukunya
yang berjudul “Konsepsi Politik dan Ideologi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 84 41 Abdul Muin Salim, Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, h. 295
bahwa politik adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepemerintahan dalam
berbagai aspeknya, khususnya dalam hal kekuasaan, yaitu bagaimana meraih
kekuasaan tersebut, juga bagaimana metode dalam menjalankan kekuasaannya,
dan tentunya lain dari pada itu yang berkaitan dengan pemerintah. Akan tetapi
satu hal yang harus dan lazim bagi diperhatikan, bahwa dalam hal politik yang
satu ini, bukanlah selayaknya politik yang kita tahu pada umumnya. Akan tetapi
politik ini adalah yang berlandaskan kepada dasar-dasar yang dianut dalam Islam
dalam hal ini adalah Syari’at, sehingga dalam mengimplementasikannya, politik
ini terbatasi oleh Syari’at, sehingga tidak dapat sebebas-bebasnya dalam
berpolitik seperti halnya dalam kancah perpolitikan yang universal.42
B. Hubungan Agama dan Politik dalam Islam
Banyak tokoh-tokoh pemikir Islam yang merumuskan perumusan
mengenai hubungan agama dan Negara, meskipun pemikiran mereka ada yang
ideal dan ada pula yang bersifat konstekstual dalam menanggapi situasi politik
pada masanya masing-masing. Pada umumnya mereka semua menyepakati bahwa
keberadaan sebuah negara merupakan suatu keharusan. Karena agar dapat
merealisasikan prinsip dan ajaran Islam tentang kehidupan bermasyarakat. Namun
mengenai sejauh mana hubungan dan peran agama dalam sistem ketatanegaraan
yang dimaksudkan, mereka berbeda pendapat.
42 http://kedamaianhidup.blogspot.com/2008/04/politik-islam.html diakses pada tanggal 5
Januari 2009, pukul 21.00 WIB
Munawir Sjadzali menyebutkan bahwa hingga sampai sekarang terdapat
tiga paradigma (aliran) yang berkembang mengenai hubungan agama dan negara
yaitu: Pertama, agama dan negara merupakan satu kesatuan (integrated). Aliran
pertama ini berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam
pengertian Barat, yakni sebuah agama yang semata-mata mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan. Namun sebaliknya, Islam merupakan agama yang
sempurna yang lengkap, karena tidak hanya mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan, melainkan mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk
kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian
bahwa:43 Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat
pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik; oleh karenanya dalam
bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam
dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat. Sistem
ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah
dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad SAW dan empat al-Khulafa al-
Rasyidin. Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain, Syekh Hassan al-Banna,
Sayyid Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan Maulana al-Maududi.44
Kedua, agama dan negara merupakan dua hal yang terpisah (secularistic).
Aliran kedua ini berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat,
yang tidak ada hubungannya dengan urusan ketatanegaraan. Menurut aliran ini,
43 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press,1993), Edisi Kelima, h. 1 44 Ibid.
Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul
sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan
yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur, dan Nabi SAW tidak
pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu Negara. Tokoh-
tokoh terkemuka aliran ini antara lain Ali Abd al-Raziq dan Thaha Husein.
Ketiga, agama dan negara berhubungan secara timbal balik (symbiotic).
Aliran ketiga ini berpendapat bahwa baik agama maupun negara, keduanya saling
membutuhkan. Karena dengan adanya negara, maka sebuah agama dapat
berkembang dengan baik, sebaliknya agama dapat menjadi kehidupan bernegara
menjadi lebih bermoral. Aliran ini menolak anggapan tentang Islam adalah agama
yang serba lengkap. Di samping itu juga menolak anggapan tentang Islam adalah
ajaran agama murni yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan
tidak ada kaitannya dalam urusan negara.45 Di antara Tokoh-tokoh dari aliran ini
yang cukup menonjol adalah Mohammad Husein Haikal, terkenal buku Hayatu
Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi.
Berkenaan dengan aliran pertama yang berpendapat bahwa agama dan
negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga
mendirikan sebuah negara Islam dengan menerapkan syari’ah adalah merupakan
suatu keharusan. Upaya-upaya untuk menerapkan syari’ah Islam dan mendirikan
negara Islam terus bergilir dari dulu hingga sekarang baik itu yang bersifat negara
Islam lokal (nation state) maupun yang bersifat mendunia yaitu Khilafah
45 Ibid, h. 3
Islamiyah. Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan di atas, termasuk tokoh
aliran ini juga adalah Taqiyuddin an-Nabhani pendirikan sebuah partai politik
Islam Internasional yaitu Hizbut Tahrir, yang bertujuan untuk melangsungkan
kehidupan Islam dan mengembang dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Ini
berarti mengajak kaum Muslim untuk kembali hidup secara Islami di Darul Islam
dan di dalam masyarakat Islam. seluruh aktivitas kehidupan di dalamnya diatur
sesuai dengan hukum-hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pusat
perhatiannya adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu
Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan
dibai’at oleh kaum Muslim untuk didengar dan ditaati, dan agar menjalankan
pemerintahannya berdasarkan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.46
Upaya-upaya penerapan syari’ah dan pembentukan negara Islam tidak
hanya terjadi di negara-negara Muslim Timur Tengah saja, akan tetapi telah
menjalar hampir ke seluruh negara-negara Muslim di seluruh dunia termasuk di
Asia Tenggara. Di Malaysia misalnya ada partai politik yang berjuang untuk
menerapkan syari’ah Islam secara kafah yaitu Partai Islam Se-Malaysia (PAS).
Pemikiran partai ini banyak dipengaruhi oleh tafsir radikal ajaran-ajaran Maulana
Maududi dari Pakistan dan Sayyid Qutb dari Mesir dengan menggunakan metode
dakwah perjuangan al-Ikhwan al-Muslimin47 di Mesir yang didirikan oleh Syeikh
Hasan al-Banna yang bertujuan mendirikan negara Islam di Mesir.48
46 Hizbut Tahrir Indonesia, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir,
cet. II, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2008), h. 25
PAS adalah partai politik yang berasaskan Islam yang berpemahaman
bahwa agama dan negara tidak dapat dipisahkan. Ia juga merupakan partai oposisi
yang berjuang untuk menegakkan Islam ke dalam kehidupan masyarakat
Malaysia. Dengan basis perdesaan dan dukungan kaum ulama konservatif, PAS
yang menganggap dirinya partai politik dan gerakan Islam telah berpartisipasi
dalam pemilu sejak pemilu pertama Malaysia tahun 1955, ketika secara resmi
menjadi partai politik. PAS secara konsisten terus mendukung dan memperjuang-
kan negara Islam dan tatanan sosial yang menerapkan hukum syariat.49
Sebagai partai politik yang berasaskan Islam, PAS memiliki dua tujuan
utama, yaitu: pertama, memperjuangkan terwujudnya sebuah tatanan masya-
rakat dan pemerintahan yang terlaksana di dalamnya nilai-nilai hidup Islam
dan hukum-hukumnya menuju keridhaan Allah SWT. Kedua, mempertahankan
kesucian Islam serta kemerdekaan dan kedaulatan negara.50 Intinya adalah PAS
berusaha untuk memperjuangkan dan mendirikan negara Islam.51
47 John L. Posito dan John O. Voll, Islam and Democracy, edisi Bahasa Indonesia
diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, demokrasi di Negara-negara Muslim: Problem dan Prospek, (Bandung: Mizan, 1999), cet. I, h. 180
48 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 146 49 Khamami Zada dan Arief R. Arofah, Diskursus Politik Islam, (Jakarta; Lembaga Studi
Islam, 2004), Cet. Ke- I, h. 123 50 Dalam Pasal 7 Anggaran Dasar PAS dinyatakan bahwa: “Adapun hukum yang
tertinggi sekali dalam pegangan PAS ialah KITABULLAH dan SUNAH RASUL serta Ijma Ulama dan Qias yang terang dan nyata”. Lihat Perlembagaan PAS (pindaan 2001) yang diterbitkan Pejabatan Agung PAS, Markaz Tarbiyah PAS Pusat Selangor Darul Ehsan.
51 Partai Islam se-Malaysia (PAS), Negara Islam, cet. IV, (Kuala Lumpur: Partai Islam
se-Malaysia, 2004), h. 16
Partai ini sering diberi ciri konservatif, tradisionalis, populis, dan
sovinistis. PAS selalu menyatakan dirinya sebagai pendukung yang sesungguhnya
dari prinsip-prinsip Melayu dan Islam. Ia menyerang UMNO karena tidak mau
memberikan dukungan penuh kepada Islam dan mengkritik berbagai kebijakan
pemerintah. PAS menyerukan berdirinya negara Islam di mana setiap orang
Melayu dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan pribadi,
masyarakat dan negara. PAS sangat jelas mengukapkan cita-citanya untuk
menerapkan Islamisasi masyarakat (dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan
dan sosial).52
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa menurut aliran pertama
Rasulullah SAW tidak hanya sebatas seorang Nabi atau Rasul biasa seperti halnya
rasul-rasul sebelumnya, akan tetapi Rasulullah SAW juga seorang negarawan
yang telah berhasil dan mencontohkan kepada umatnya mengenai pemerintahan
atau Negara yaitu Negara Madinah. Negara Madinah merupakan sebuah wujud
kegiatan politik Nabi Muhammad SAW di samping untuk memudahkan Nabi
SAW untuk menyebarkan ajaran Islam, salah satu tujuan lainnya adalah untuk
melindungi dan mensejahterakan masyarakat Muslim.
Di dalam sejarah kehidupan politik manusia, Islam telah menyumbangkan
sesuatu yang sangat besar yang tidak ternilai harganya, yaitu suatu “model
negara” yang tidak ada contohnya baik sebelum maupun sesudahnya. Negara
52
Khamami Zada dan Arief R. Arofah, Diskursus Politik Islam, h. 125
model itu dinamakan “Negara Islam” (Daulah Islamiyyah).53 Negara Islam
merupakan model di dalam berbagai sifat dan berbagai bentuk negara di dunia,
adalah merupakan “modal” bagi umat Islam untuk menyumbangkan segala
kepandaian dan kesanggupan mereka dalam dunia politik. Baik secara teoritis
maupun praktis.
Mengenai wacana Negara Madinah, banyak para pakar yang memiliki
perbedaan dalam menanggapi hal tersebut. Salah satunya mengatakan bahwa
istilah negara tidak disebut di dalam al-Quran, dan Nabi Muhammad SAW tidak
memberikan contoh yang konkrit tentang keberadaan sebuah negara yang harus
ditegakkan oleh Islam. Pendapat lain mengatakan bahwa secara tidak langsung,
Nabi Muhammad SAW telah meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat
dan bernegara di Madinah.54 Karena kehidupan Nabi Muhammad SAW di
Madinah telah memenuhi syarat sebuah negara, yaitu adanya rakyat, wilayah,
serta konstitusi.
Meskipun kedudukan Nabi SAW sebagai pemimpin negara bukan
merupakan bagian “tugas” dari kenabiannya, namun kedudukan tersebut dapat
dianggap sebagai salah satu sarana untuk melaksanakan tugas kenabiannya.
Karena keberadaan negara merupakan salah satu unsur pokok untuk dapat
53 Ahmad Zainal Abidin, konsepsi Politik dan Ideologi Islam, h. 71 54 Ahmad Sukardja, piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI
Press, 2000), h. 90
merialisasikan ajaran Islam dalam kehidupan peribadi maupun kehidupan
bermasyarakat.
Aktivitas-aktivitas Nabi Muhammad SAW di Madinah tidak hanya
sebatas menjalankan tugasnya sebagai Nabi dan Rasul, yaitu untuk menerima dan
menyampaikan wahyu yang diterimanya dari Allah SWT dan untuk disampaikan
kepada manusia. Namun lebih dari itu. Nabi Muhammad SAW juga telah
memberikan contoh teladan di dalam aktivitas keduniawian. Yaitu dengan jalan
membangun kebutuhan material dan spiritual masyarakat yang terdiri dari
beberapa etnis, penganut agama dan keyakinan yang berbeda-beda di bawah
kepemimpinannya. Berdasarkan analisa di atas maka dapat diyakini bahwa Nabi
SAW merupakan pemimpin yang sukses dalam menerapkan prinsip kese-
imbangan antara kemaslahatan dunia dan kemaslahatan akhirat bagi umatnya.55
Di dalam menjalankan aktivitas bernegara. Nabi Muhammad SAW telah
dapat menerapkan prinsip musyawarah, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip
persamaan bagi semua lapisan sosial, prinsip keadilah, kesejahteraan sosial,
prinsip persatuan dan persaudaraan, prinsip amar ma’ruf dan nahi mungkar,
prinsip ketaqwaan, prinsip menghormati orang lain dan prinsip-prinsip dasar
kehidupan bernegara lainnya.
Meskipun terdapat perbedaan mengenai wacana negara Madinah, namun
pada akhirnya sejarah pulalah yang dapat membuktikan bahwa setelah wafatnya
55 Akram Diya Al-Umari, Masyarakat Madinah Pada Masa Rasulullah SAW, (Jakarta:
Media Dakwah, 1994), h. 61-64
Nabi Muhammad SAW, para sahabat yang menjadi pemimpin Islam banyak yang
mengembangkan konsep bernegara ajaran Nabi Muhammad SAW. Dan ini
merupakan karakteristik terdiri dari Islam, yang mampu bersanding dengan
berbagai peradaban dan kebudayaan.
C. Kebijakan Politik dalam Islam
Kebijakan politik adalah sistem konsep resmi yang menjadi landasan
perilaku politik negara.56 Kebijakan politik juga ada kaitannya dengan sebuah
sistem yang saling kait mengkait antara beberapa bagian, sampai bagian yang
terkecil, bila suatu atau sub bagian tergangu maka bagian lain juga ikut merasa
keterganguan. Jadi kebijakan politik tidak terlepas dari suatu sistem kesatuan
yang kuat mengkait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem
tersebut, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya. Begitulah selanjutnya sampai
pada bagian terkecil, sehingga rusaknya salah satu bagian tersebut akan meng-
gangu kestabilan sistem itu sendiri secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia
adalah suatu contoh sistem, sedangkan cabangnya adalah sistem kebijakan politik
daerah, kemudian seterusnya sampai pemerintahan kelurahan dan desa.57
Dalam politik Islam, pokok-pokok yang menjadi prinsip penting dalam
kebijakan bernegara adalah pemimpin dan pemerintah yang menjamin
56 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), h. 131 57 Inu Kencana Syafile dan Azhari, Sistem Politik Indonesia, (Bandung: Refika Aditama,
2005), h. 4
dilaksanakan hukum Allah SWT yang adil dan sesuai dengan fitrah manusia,
yaitu adanya beberapa perkara yang menjadi prinsip dasar negara Islam. Perkara
tersebut diantaranya, hanya hukum Allah SWT yang ditegakkan, syura, keadilan,
kebenaran (al-haq), kebebasan dan persamaan.58
Menurut Abdul Hadi Awang, politik Islam tidak menyentuh hal prinsip
dan hukum-hukum yang qath’i. Politik Islam melibatkan cara pelaksanaan hukum
supaya lebih cermat, bijaksana dan adil, serta menhadapi hal-hal baru yang
muncul dalam masyarakat. Ia memerlukan penterjemahan pelaksanaan hukum
Allah SWT yang memberi kebahgiaan di dunia dan akhirat. Di antara contohnya
tidak menjatuhkan hukuman hudud kepada pencuri dikarenakan keadaan
ekonomi, apabila diberi upah tidak sesuai, negara dalam keadaan menghadapi
ancaman musuh, ditukar kepada hukuman ta’azir melalui ijtihad.59
Sebuah negara harus memiliki pemimpin yang bertanggung jawab
terhadap negaranya. Imam al-Mawardi menyebutkan bahwa ada sepuluh
kewajiban pemimpin terhadap Negara antara lain:
1. Melindungi keutuhan agama sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya yang
establish, dan ijma’ generasi salaf. Jika muncul pembuat bid’ah atau orang
sesat yang membuat syubhat tentang agama, ia harus menjelaskan hujjah
kepadanya, menerangkan yang benar kepadanya dan menindaknya sesuai
58 Abdul Hadi Awang, Sistem Pemerintahan Negara Islam. h. 78 59 Ibid, h. 52
dengan hukum yang berlaku, agar agama tetap terlindungi dari segala
penyimpangan dan ummat terlindung dari usaha penyesatan.
2. Menerapkan hukum kepada dua pihak yang berperkara, dan menghentikan
permusuhan di antara dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar
secara merata, kemudian orang-orang tiranik tidak sewenang-wenang, dan
orang teraniaya tidak merasa lemah.
3. Melindungi wilayah negara dan tempat-tempat suci, agar manusia bebas
bekerja, dan berpergian kemanapun dengan aman dari ganguan terhadap jiwa
dan harta.
4. Menegakkan supremasi hukum (hudud) untuk melindungi larangan-larangan
Allah SWT dari upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak
hamba-Nya dari upaya pelanggaran dan perusakan terhadapnya.
5. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan
kekuatan tangguh hingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk
menerobos masuk guna merusak kehormatan, atau menumpahkan darah orang
muslim, atau orang yang berdamai dengan orang muslim (ahlu dzimmahi).
6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya ia didakwahi
hingga masuk Islam, atau masuk dalam perlindungan kaum muslimin (ahlu
dzimmah), agar hak Allah SWT terealisir yaitu kemenangan-Nya atas seluruh
agama.
7. Mangambil fai (harta yang didapatkan kaum muslimin tanpa pertempuran)
dan sedekah sesuai dengan yang diwajibkan Syari’at secara tekstual atau
ijtihad tanpa rasa takut dan paksa.
8. Menentukan gaji, dan apa saja yang diperlukan dalam Baitul Mal (kas negara)
tanpa berlebih-lebihan, kemudian mengeluarkannya tepat pada waktunya;
tidak mempercepat atau menunda pengeluarannya.
9. Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-
orang yang jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas ini
dikerjakan oleh orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-
orang yang jujur.
10. Terjun langsung dalam segala persoalan, dan menginspeksi keadaan, agar ia
sendiri yang memimpin ummat dan melindungi agama, tugas-tugas tersebut,
tidak boleh ia delegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk istirahat atau
ibadah. Jika tugas-tugas tersebut ia limpahkan kepada orang lain, sungguh ia
berkhianat kepada ummat, dan menipu penasihat.60 Allah SWT berfirman
dalam al-Qur’an:
�2��3-�� 4'56 �7-����&�8 9:⌧��5��, ?�*@A $�B �
�=C�D FF9� GHI:��J5D KL�� MN57OP�Q �R���S��
�74�(T�� U� GV�5W�/ XY Z)26: 38/ص(
Artinya: “Hai Daud, sesungguh Kami menjadikan kamu sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
60 Abî al-Hasan 'Alî bin Muhammad bin Habîb al-Basrî al-Bagdâdî al-Mâwardî, (al-
Ahkâm al-Sulthâniyah, T.tp: Dâr al-Fikr, 1960), cet. I, h. 15
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT”.
(Q.S: Shaad/38: 26)
Pada ayat di atas, Allah SWT tidak hanya memerintahkan pelimpahan
tugas, namun lebih dari itu Dia memerintahkan penanganan langsung. Ia tidak
mempunyai alasan untuk mengikuti hawa nafsu. Jika hal itu ia lakukan, maka ia
masuk katagori orang tersesat. Inilah kendati pelimpahan tugas dibenarkan
berdasarkan hukum agama dan tugas pemimpin, ia termasuk hak politik setiap
pemimpin.61
Dapat disimpulkan bahwa, politik Islam (siyasah syar’iyyah) sebagai
kebijakan penguasa atau pemerintah dalam menjaga ketertiban masyarakat, baik
di tetapkan atau tidak ditetapkan oleh syari’ah, merupakan suatu yang sah secara
sejarah dan sesuai dengan tujuan syari’ah. Kebijakan tersebut diakui dalam semua
sistem pemerintahan modern. Permasalahannya adalah bahwa kebijakan tersebut
harus ditetapkan berdasarkan undang-undang dan berjalan sesuai dengan
konstitusi negara. Hal itu untuk mencegah kerusakan yang lain dari sikap
penguasa atau pemerintah yang mengeluarkan kebijakan atas pertimbangan
sendiri tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat yang sesungguhnya.
Kerusakan tersebut dalam bahasa sekarang adalah dalam bentuk dictatorship,
korupsi, kolusi dan nepotisme.62
61 Ibid. 62 Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam al-Quran, cet, I, (Jakarta: Khairul Bayaan,
Sumber Pemikiran Islam, 2005), h. 114
Kebijakan yang pernah diambil oleh pemerintah Islam di zaman klasik
dapat dicontoh untuk praktik pemerintahan pada zaman sekarang, selama
kebijakan itu sesuai dengan kebutuhan zaman sekarang, tidak bertentangan
dengan syari’ah secara keseluruhan, dan merupakan upaya untuk menegakkan
syri’ah itu sendiri di zaman sekarang. Politik Islam adalah bagian dari
konstitusionalisme Islam yang diatur oleh undang-undang dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Ia adalah bagian dari sistem pemerintahan
Islam yang memegang amanah khalifah Allah SWT di bumi dalam rangka
menjalankan syari’ah, menegakkan keadilan, menghapus kezaliman, dan
menjadikan masyarakat tertib, aman, adil, dan makmur.
Kebijakan politik yang dapat diambil atau dibuat oleh pemimpin Negara
dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya dapat meliputi berbagai bidang,
seperti dalam bidang ekonomi, pendidikan sosial dan budaya. Politik ekonomi
bertujuan untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan hidup
manusia dalam bidang ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah penerapan
berbagai kebijakan yang dilaksanakan oleh negara (khalifah Islamiyah) untuk
menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) setiap
individu masyarakat secara keseluruhan, disertai jaminan yang memungkinkan
setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan (sekunder dan tersier)
sesuai dengan kemampuan mereka.63 Politik ekonomi Islam lebih menekankan
63 M. Shalahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007), h.
285
pada pemenuhan kebutuhan masyarakat secara individual, bukan secara kolektif.
Maka dari itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan
taraf kehidupan sebuah negara semata, tetapi juga menjamin setiap orang untuk
menikmati peningkatan taraf hidup tersebut.
Sistem ekonomi Islam berupaya menjamin tercapainya pemenuhan
seluruh kebutuhan pokok (primer) setiap warga negara (baik Muslim mau pun
non-Muslim) secara menyeluruh. Barang-barang berupa pangan (makanan
pokok), sandang (pakaian) dan papan (perumahan) adalah kebutuhan pokok
(primer) manusia yang harus dipenuhi. Tidak seorang pun yang dapat melepaskan
diri dari kebutuhan tersebut. Keamanan, kesehatan dan pendidikan juga
merupakan tiga kebutuhan penting dan harus dihadapi oleh manusia dalam
hidupnya.64
Menyangkut keamanan, tidak mungkin setiap orang dapat menjalankan
seluruh aktivitisnya terutama aktivitas yang wajib seperti ibadat wajib, bekerja,
bermuamalat secara islami, termasuk menjalankan aktivitas pemerintahan sesuai
dengan ketentuan Islam tanpa adanya keamanan yang menjamin pelaksanaannya.
Jadi, jelas harus ada jaminan keamanan bagi setiap warga negara. Kemudian
dalam hal kesehatan, tidak mungkin setiap manusia dapat menjalani berbagai
aktivitas sehari-harian tanpa adanya kesehatan yang cukup untuk
melaksanakannya. Artinya, kesehatan juga termasuk kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi setiap manusia.
64 Ibid, h. 286
Demikian juga dengan pendidikan. Tidak mungkin manusia mampu
mencapai kesejahteraan dan kebahgiaan di dunia, apalagi di akhirat, kecuali dia
memiliki ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mencapainya. Ilmu
pengetahuan diperoleh melalui pendidikan.65
Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial
politik di setiap Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Kedua-
nya sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak
memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu-membahu dalam proses
pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya
satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan
proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik
masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan
proses politik di suatu negara membawa dampak besar kepada karakteristik
pendidikan di negara tersebut. Ada hubungan erat dan dinamis antara pendidikan
dan politik di setiap negara. Hubungan tersebut adalah realitas empiris yang telah
terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menjadi perhatian para
ilmuan.66
65 Ibid, h. 287 66 M. Sirozi, Politik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 1
BAB III
RIWAYAT HIDUP DAN KARIR POLITIK
NIK ABDUL AZIZ NIK MAT DI NEGARA BAGIAN KELANTAN
Malaysia merupakan suatu negara yang luas wilayahnya sekitar 336.700 KM²
terdiri dari semenanjung Malaysia, Sabah dan Serawak yang dipisahkan oleh laut
Cina Selatan yang luasnya 1.036 KM². Semenanjung Malaysia meliputi wilayah
seluas 134.680 KM², berbatasan dengan negara Thailand di Utara dan Singapura di
Selatan. Sementara Sabah dan Serawak luasnya sekitar 202.020 KM² yang berbatasan
dengan wilayah Kalimantan (Indonesia).67
Negara Malaysia terbagi menjadi 14 Negara Bagian yaitu: Wilayah
Persekutuan (Kuala Lumpur), Melaka, Negeri sembilan, Selangor, Perak, Pulau
pinang, Kedah, Perlis, kelantan, Terengganu, Pahang, Johor, Sabah dan Serawak.
Semenanjung Malaysia terbagi kepada dua wilayah yaitu Pantai Barat yang terdiri
dari negeri Johor, Kedah, Melaka, Negeri Sembilan, Perak, Perlis, Pulau Pinang dan
Selangor, dan Pantai Timur yang terdiri dari negeri Kelantan, Pahang dan
Terengganu.68
Letak Malaysia hampir berada di garis Khatulistiwa antara 1˚dan 7˚ Lintang
Utara serta 100˚ dan 119˚ Bujur Timur. Iklim Malaysia dipengaruhi oleh laut dan
67 Abdullah Jusuh, Pengenalan Tamadun Islam di Malaysia, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka, 1990), h. xi
68 Perangkaan Penting Malaysia, (Kuala Lumpur: Jabatan Menteri Perangkaan Malaysia, 1972), h. 5
perubahan sistem angin yang bertiup dari Lautan Hindi dan Laut Cina Selatan.
Biasanya iklim ini terbagi menjadi dua musim yaitu musim monsun barat-daya dan
monsun timur-laut. Suhu sehari-hari di seluruh Malaysia rata-rata antara 70F sampai
90F. Kelembapannya dapat dikatakan tinggi.69
A. Keadaan Geografis Negara Bagian Kelantan
Kelantan Darul Naim atau lazim disebut dengan Kelantan merupakan
sebuah negara bagian di antara 14 buah negara bagian lainnya di Malaysia yang
kaya dengan hasil bumi. Luas wilayahnya kurang lebih 14,922 KM², terletak di
Timur Laut Semenanjung Malaysia, berhadapan dengan Laut China Selatan dan
berbatasan dengan Thailand. Kelantan merupakan sebuah negara bagian agraria
(pertanian) yang mempunyai banyak lahan tanaman padi dan perkampungan
nelayan.
Negara bagian ini terdiri dari 10 jajahan (kabupaten) yaitu, Kota Bharu,
Pasir Mas, Tumpat, Pasir Puteh, Bachok, Kuala Krai, Machang, Tanah Merah,
Jeli dan Gua Musang. Bandar utama di Kelantan termasuk Kota Bharu (ibu
negeri), Pasir Puteh, Pasir Mas, Kuala Krai, Jeli, Rantau Panjang dan Pangkalan
Chepa.70 Pada kabupaten inilah terdapat daerah-daerah atau kampung-kampung
sebagai unit terkecil dari sebuah provinsi atau negeri.
69 Abdullah Jusuh, Pengenalan Tamadun Islam di Malaysia, Ibid, h. xii
70 http://ms.wikipedia.org/wiki/Geografi_Kelantan, diakses pada tanggal 10 Januari 2009
pukul 15.00 WIB
Negeri Kelantan menikmati iklim tropis yang baik, di mana hampir setiap
tahun hujan turun dengan berselang-seling berdasarkan bulan-bulan tertentu pada
setiap tahun. Biasanya hujan yang lebat akan berlangsung selama beberapa hari
atau beberapa bulan yaitu pada bulan November, Desember dan Januari. Suhu
setiap hari di perkirakan dari 21° C hingga 32° C.71
B. Keadaan Sosial, Ekonomi dan Politik
Berdasarkan sensus tahun 2005, jumlah penduduk Kelantan berjumlah
1.373.173 jiwa, yang terdiri dari Gua Musang (80.167), Kuala Krai (97.836), Jeli
(38.185), Tanah Merah (108.228), Pasir Mas (172.692), Machang (82.653), Pasir
Puteh (111.001), Kota Bharu (425.294), Bachok (116.128), Tumpat (140.989).
Bangsa Melayu merupakan penduduk mayoritas di Kelantan (95%), sementara
sebagian yang lain terdiri dari keturunan China (3,8%), keturunan India (0,3%),
dan lain-lain (0,9%). Komposisi penganut agama di Kelantan adalah Islam
(95%), Buddha (4,4%), Kristen (0,2%), Hindu (0,2%), dan penganut agama
lainnya (0,2%).72
Dari segi budaya, masyarakat Kelantan kuat berpegang teguh kepada
agama, mempunyai sikap lemah lembut, ramah, suka menolong, giat bekerja,
tegas dan kuat. Sehingga, masyarakat Kelantan dikenali sebagai rakyat yang suka
71 http://www.kelantan.gov.my/index.php?q=ringkas diakses pada tanggal 12 Januari 2009
pukul 20.00 WIB
72 http://history.melayuonline.com/?a=SnV1L29QTS9VenVwRnRCb20%3D=&l=kesultanan-kelantan diakses pada tanggal 8 Januari 2009 pukul 15.00 WIB
berniaga dan berdikari.73 Sedangkan perekonomian Kelantan bergantung pada
hasil pertanian padi, karet dan tembakau. Kegiatan menangkap ikan (nelayan) di
persisir pantai sepanjang 96 KM merupakan aktivitas ekonomi yang penting.
Industri-industri kecil yang masih menggunakan keterampilan tradisional dalam
menghasilkan kerajinan tangan seperti batik, ukiran kayu dan tenunan songket
juga agak meluas. Selain itu, kegiatan industri kayu juga masih aktif karena hutan
di Kelantan masih luas. Beberapa tahun kebelakangan ini, jumlah wisatawan
(pariwisata) meningkat, terutamanya ke pantai-pantai yang terkenal yang
memiliki keindahan panorama alam antara lain seperti Pantai Cahaya Bulan,
Pantai Irama, Pantai Bisikan Bayu dan Pantai Seri Tujuh, juga Pasar Besar Siti
Khadijah di pusat bandar Kota Bharu masih merupakan yang paling menarik.
Kebanyakan pedagang di sini adalah wanita dengan suasana perniagaan bagus.74
Sejarah politik Kesultanan Kelantan dikenal memiliki hubungan yang baik
dengan Kesultanan Patani, karena secara geografis, letak kedua kesultanan ini
sangat berdekatan. Kelantan memiliki kebudayaan yang unik dan menarik yang
merupakan bentuk asimilasi antara budaya Melayu, Islam, dan Siam. Di antara
sebagian kebudayaan tersebut adalah berupa permainan rakyat, seperti Dikir
Barat, Wayang Kulit, Main Puteri, Mak Yong, dan sebagainya. Mak Yong
dipengaruhi budaya Siam, Dikir Barat memiliki unsur-unsur keislaman, dan Main
73 Harun Taib, Model Kerajaan Islam Membangun Bersama Islam, (Kuala Lumpur: Dewan
Ulama’ PAS Pusat, 2000), cet. I, h. 55
74 http://ms.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Kelantan, diakses pada tanggal 12 Januari 2009 pukul 20.00 WIB
Puteri berasal dari budaya Hindu-Siam. Di samping itu, Kelantan mempunyai
makanan tradisional yang khas dan berbeda dari negeri-negeri Melayu lainnya,
seperti makanan Budu, dodol dan nasi kerabu.75
Di lihat dari sejarah Kelantan, berikut ini adalah daftar silsilah sultan-
sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Kelantan:
Raja Ku Umar (1411-1418 M), Sultan Iskandar (1418-1465 M), Sultan
Mansur Syah (1465-1526 M), Sultan Gombak (1526-1584 M), Sultan Ahmad
(1584-1588 M), Sultan Hussin (1588-1610 M), Cik Wan Kembang (1610-1663
M), Raja Loyor (1649-1675 M), Raja Umar (1675-1719 M), Long Besar atau
Long Bahar (1719-1733 M), Long Sulaiman (1733-1756 M), Long Pendak (1756-
1758 M), Long Muhammad (1758-1762 M), Long Gaffar (1762-1775 M), Long
Yunus (1775-1794 M), Sultan Muhammad (1794-1839 M), Sultan Muhammad II
atau Sultan Mulut Merah (1839-1886 M), Sultan Muhammad III (1886-1900 M),
Sultan Muhammad IV atau Long Senik bin Long Kundur (1900-1920 M), Sultan
Ismail (1920-1944 M), Sultan Ibrahim (1944-1960 M), Sultan Yahya Petra (1960-
1979 M), Sultan Ismail Petra (1979 M-sekarang)76
Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1465-1526 M), Kelantan
mencapai masa kejayaannya. Ketika itu, Kelantan dikenal dengan hasil
perekonomiannya. Nama Kelantan rupanya terdengar hingga ke Melaka (yang
ketika itu dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah). Pada tahun 1477 M, Sultan
75 http://history.melayuonline.com/?a=SnV1L29QTS9VenVwRnRCb20%3D=&l=kesultanan-
kelantan, ibid.
76 Ibid.
Mahmud Syah memerintah bala tentaranya untuk menyerang Kelantan. Sultan
Mansur Syah mempunyai tiga orang anak, yaitu Raja Gombak, Unang Kening,
dan Cubak. Sultan Mahmud Syah pada perkembangan selanjutnya ternyata justru
menikahi putri Sultan Mansur Syah, Unang Kening. Sultan Mahmud Syah dan
Unang Kening dikaruniai tiga orang anak, yaitu Raja Mah (putri), Raja Muzaffar
(putra), dan Raja Dewi (putri). Raja Muzaffar yang lahir pada tahun 1505 M
kemudian diketahui menjadi Sultan Perak I dengan gelar Sultan Muzaffar Syah
(1528-1540 M). Setelah Sultan Mansur Syah mangkat pada tahun 1526 M, Raja
Gombak menggantikan posisi ayahnya sebagai Sultan Kelantan ke-IV dengan
gelar Sultan Gombak (1526-1584 M).77
Kedatangan Islam di Negeri Kelantan diperkirakan sebelum tahun 577
H/1181 M, karena dalam tahun tersebut ternyata sudah ada kerajaan Islam
sebagaimana terbukti pada uang Dinar yang dijumpai di bekas peninggalan Kota
Istana Kubang Labu pada tahun 1914 M.78 Ibnu Batuta telah singgah di “Kilu
Kerai” dalam pelayaranya dari India ke China. Menurutnya, dia pernah menemui
Raja perempuan yang beragama Islam memerintah Kelantan bernama Urduja.79
Pada tahun 1411 M, Kelantan diperintah oleh Maharaja Ku Umar (Engku Umar)
dan pada tahun 1421 M Cheng Ho pernah tiba di Kelantan untuk membuat
77 Ibid. 78 Muhammad Hussein Khal’i Haji Awang, Kelantan dari Zaman ke Zaman, (Kota Bharu:
Percetakan Sharikat Dian Berhad, 1970), h. 7 79 Abu Bakar Abdullah, Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysi: Masalah
dan penyelesaiannya, (Kuala Terengganu: Pustaka Damai, 1986), cet. I, h. 6
persahabatan antara Kelantan dengan negara China. Kelantan menjadi sebuah
kerajaan yang kuat dan terkenal pada masa pemerintahan Sultan Mansor Shah
sekitar pada tahun 1506 M. Pada masa pemerintahannya kerajaan Islam Melaka
menaklukkan Kelantan dan menjadikan Kelantan sebagai jajahannya.80
Ketika Kelantan diperintah oleh Cik Siti Wan Kembang dalam tahun 1610
M yang tinggal di Gunung Cinta Wangsa, Hulu Kelantan, banyak pendagang
yang datang, terutama pendagang muslim untuk berdagang dan menyebarkan
agama Islam di Kelantan.81 Kedatangan Islam ke Kelantan terkait dengan
pertemuan kelompok-kelompok Islam di Champa (Kemboja) pada pertengahan
abad 10 M. Ahli sejarah berpendapat, bahwa hubungan antara kerajaan Islam
Champa dengan Kelantan telah ada sejak lama sehingga pengaruh kebudayaan
negeri itu telah merayap masuk ke Kelantan. Ini berarti apabila Islam diterima di
Champa, maka kemungkinan mempengaruhi juga penduduk negeri Kelantan.82
Pondok (pesantren) merupakan institusi pendidikan yang berpotensi dan
mempunyai pengaruh yang besar di kalangan masyarakat Melayu. Sistem
pengajian tradisional ini mulai ada sejak abad ke-18 M sehingga ke abad ke-20
M. Setelah perjanjian Bangkok (Thailand) antara Siam dan Inggris yang
berlangsung pada bulan Juli tahun 1909 M pengajian pondok berkembang pesat di
Kelantan dan negara bagian lainnya seperti Terengganu, Kedah dan Perlis. Di
80 W. G. Shellabear, Sejarah Melayu, (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1967), h. 198 81 Abu Bakar Abdullah, Ke Arah Pelaksanaan Undang-undang Islam di Malaysi: Masalah
dan penyelesaiannya, h. 6
82 Ibid.
utara Semenangjung Malaysia sistem pengajian pondok pada abad ke-19M begitu
populer. Kelantan merupakan negeri yang terkenal dengan pengajian pondok
sehinggakan Negeri Cik Siti Wan Kembang (Kelantan) dijuluki Serambi Mekkah.
Pada tahun 1840 M sebuah pondok didirikan oleh Tuan Guru Haji Abdul
Samad Bin Abdullah di Condong, Kelantan. Di antara pondok-pondok yang
terkenal di sekitar Kota Bharu yaitu Pondok Kubang Pasu, Pondok Budur,
Pondok Semian, Pondok Kampung Banggol dan Pondok Tok Kenali yang
didirikan pada tahun 1908 M bertempat di kampong Paya Kubang Kerian Kota
Bharu, Kelantan. Santri-santri yang belajar di pondok-pondok ini ada yang datang
dari Kampar, Sumatera, Kemboja, Patani (Thailand) dan dari negara-negara
bagian di semenanjung Malaysia.83
Ketika Inggris berkuasa dan menerapk