Upload
duongtu
View
222
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT
UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 DI KOTA BINJAI
T E S I S
OLEH :
ELYUZAR SIREGAR
NIM : 057005050
HUKUM EKONOMI
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2007
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
NASKAH PUBLIKASI Judul Tesis : KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
HIDUP MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 DI KOTA BINJAI.
Nama Mahasiswa : ELYUZAR SIREGAR Nomor Pokok : 057005050 Program Studi : HUKUM EKONOMI
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH MH K e t u a
Prof. H. Syamsul Arifin, SH.MH Prof. Muhammad Abduh, SH
A n g g o t a A n g g o t a
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
INTISARI
KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 DI KOTA BINJAI
Oleh :
Elyuzar Siregar*
Bismar Nasution** Syamsul Arifin**
Muhammad Abduh**
Kebijakan lingkungan hidup merupakan perwujudan dari pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan (sustainability) dan berkeadilan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat, artinya dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan sumberdaya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang merusak (destruktif) yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan, serta berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat. Pengelolaan lingkungan hidup di daerah diwujudkan melalui kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan daerah berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup harus didukung atas kerjasama yang erat serta memiliki komitmen yang kuat antar lembaga/instansi yang berkaitan dengan sosial, kultur maupun kependudukan, sehingga apa-apa saja kendala yang dihadapi dapat diatasi hal inilah yang menjadi landasan dan tolak ukur keberhasilan pembangunan di kota Binjai.
Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan hidup di kota Binjai dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam perspektif otonomi daerah dan Bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Analisis data dilakukan secara kualitatif yang ditafsirkan secara logis dan sistematis, kerangka berpikir deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini khususnya dalam taraf konsistensi, serta konseptual dengan prosedur
* Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. ** Dosen Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan tata cara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh asas-asas hukum yang berlaku umum dalam perundang-undangan.
Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah bahwa Otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemerintah daerah secara proporsional untuk mengembangkan potensi yang ada dalam proses pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu peran pemerintah daerah kota Binjai dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan pemerintah yang baik. Pelaksanaan kebijakan pengelola lingkungan hidup di kota binjai merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sejalan dalam rangka implementasi otonomi daerah, berbagai kebijakan dan program yang telah dilakukan bertujuan dalam rangka peningkatan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan dengan tetap beracuan kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan serta memberikan kesempatan kepada masyarakat adat dan lokal untuk dapat berperan aktif sehingga pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan di kota Binjai dapat tetap terjamin.
Saran dalam penelitian ini adalah agar pemerintah kota Binjai mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan sosial dengan melakukan, memperluas area hutan kota; meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam pengurusan izin; melakukan sosialisasi yang rutin kepada masyarakat dan pelaku usaha dan/atau kegiatan terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup dan diharapkan kepada pemerintah daerah kota Binjai setiap mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan proses pembangunan daerahnya tetap memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan hidup dan melibatkan peran serta masyarakat untuk aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga secara dini dapat diantisipasi munculnya permasalahan dan resiko lingkungan yang negatif.
Kata kunci : Pengelolaan Lingkungan Hidup
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI ..................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................... ii
INTISARI ..................................................................................... iii
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Permasalahan .............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 6
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...................................................... 6
G. Metode Penelitian ........................................................................ 9
H. Hasil Penelitian dan Pembahasan ............................................... 12
I. Kesimpulan .................................................................................. 24
J. Saran ........................................................................................... 24
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB II : PENGATURAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP…. 23
A. Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 22
B. Peraturan Daerah Kota Binjai Dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup .......................................................................................... 31
C. Kebijakan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut
UUPLH ....................................................................................... 44
D. Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH ..................... 46
BAB III : PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997
TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM
PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH ......................................... 69
A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Otonomi
Daerah ....................................................................................... 69
B. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
Berdasarkan UUPLH ................................................................. 84
BAB IV : PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BINJAI ............................... 88
A. Gambaran Umum Kota Binjai .................................................. 88
B. Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di
Kota Binjai ................................................................................. 94
C. Hambatan dan Kendala .............................................................. 136
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 143
A. Kesimpulan ............................................................................... 143
B. Saran ........................................................................................... 144
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR BACAAN .............................................................................................. 145
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dan lingkungan pada hakekatnya ibarat satu bangunan yang
seharusnya saling menguatkan karena manusia amat bergantung pada lingkungan,
sedang lingkungan juga bergantung pada aktivitas manusia. Namun dilihat dari sisi
manusia maka lingkungan adalah sesuatu yang pasif, sedang manusialah yang aktif,
sehingga kualitas lingkungan amat bergantung pada kualitas manusia.
Sasaran kebijakan lingkungan hidup adalah merupakan perwujudan dari
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan (sustainability) dan berkeadilan seiring dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat.1
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan standar
yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi
kebijaksanaan pembangunan. Artinya, dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan
kemampuan sumberdaya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari
pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi,
kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap
pembangunan yang merusak (destruktif) yang tidak bertanggungjawab terhadap
1 Sunoto, 1997, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Pelatihan
Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta : hal. 10.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan, serta berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat.2
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan diwujudkan dengan sebuah kebijakan yang merupakan suatu keputusan
dalam upaya memecahkan suatu permasalahan yang melibatkan banyak pihak dan
sumberdaya yang tidak sedikit. Sehingga diperlukan suatu pertimbangan yang serius
dalam menentukan serta menetapkan suatu kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup tergolong pada kebijakan bagi kepentingan
umum. Dengan demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan
oleh kebijakan tersebut.3
Pembangunan berkelanjutan pertama kali di perkenalkan pada Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) tentang Lingkungan dan
Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) atau
yang dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi (Earth Summit) yang
diselenggarakan pada bulan Juni 1992 di Rio De Jeneiro, merupakan tonggak sejarah
yang menyatukan para Kepala Negara dan Pejabat Pemerintah dari seluruh dunia
bersama dengan utusan Badan-Badan PBB, organisasi Internasional dan utusan
lainnya dari berbagai organisasi non pemerintah (Ornop). Konferensi yang dihadiri
oleh 179 negara tersebut secara jelas menyatakan bahwa pembangunan nasional atau
2Alvi Syahrin, Pembangunan Berkelanjutan (Perkembangannya, Prinsip-Prinsip dan Status
Hukumnya) (Medan : Fakultas Hukum USU, 1999), hal. 27. Perhatikan juga, Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7 1999, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal. 18-19.
3 Sunoto, Op .Cit, hal. 10.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
negara tidak bisa lagi memisahkan antara pengelolaan lingkungan dengan
pembangunan sosial ekonomi sebagai bidang-bidang yang terpisah, mengandung
prinsip-prinsip dasar yang harus dilandasi setiap keputusan dan kebijakan pemerintah
dimasa depan, dengan mempertimbangkan implikasi lingkungan terhadap
pembangunan, sosial ekonomi.
Adapun modal pembangunan integrasi dimensi lingkungan keseluruh sektor
pembangunan terkait merupakan suatu prasyarat. Agenda 21 yang merupakan program
kerja besar untuk abad ini sampai dengan abad 21 dan cerminan konsensus yang
dicapai oleh 179 negara tersebut, merupakan dokumen cetak biru dalam
mewujudkan hubungan kemitraan global yang bertujuan terciptanya keserasian
antara dua kebutuhan penting, yaitu lingkungan yang bermutu tinggi dan
perkembangan serta pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi seluruh penduduk
dunia.
Dengan adanya konferensi tersebut, pemerintah Indonesia dengan cepat
telah menyusun suatu rencana guna memenuhi persyaratan umum dari prinsip-
prinsip pembagian lingkungan serta tujuan umum dari KTT bumi dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini Pemerintah
mempunyai kewenangan untuk menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk menindaklanjuti hasil dari konferensi tersebut Pemerintah diberi
kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Oleh karena itu diterbitkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UULH) yang
di ubah dengan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPLH).
Kemudian UUPLH ini dalam pelaksanaannya didukung dengan keluarnya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian diubah Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberi kewenangan
seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumberdaya alam dan
lingkungan hidup sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat dalam rangka
pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) juncto Pasal
17 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pengelolaan sumber daya alam ini
dilakukan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah lainnya.
Dengan berlakunya Otonomi Daerah, telah memberikan kewenangan yang
nyata dan bertanggungjawab pada Pemerintahan Kota Binjai untuk menggali dan
melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang terdapat di daerah
tersebut. Terutama untuk dapat mengantisipasi masalah-masalah lingkungan yang
terjadi akibat kecepatan dinamika perubahan pembangunan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan tersebut pemerintah kota
Binjai diperlukan membuat sebuah kebijakan dan sebuah perencanaan yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat memberikan jaminan,
perlindungan, kepastian, dan arah bagi pengelolaan lingkungan hidup. Instrumen
yang dibutuhkan untuk itu adalah undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup, yaitu UUPLH. 4 Undang-undang ini berfungsi mengatur, juga
berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang, yang
sifatnya dapat tidak sekedar adaftif, fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.
Potensi undang-undang ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi
hukum yaitu fungsi preventif dan fungsi represif. 5 Dimensi fungsi UUPLH
merupakan instrumen yang tidak hanya potensial untuk mengatur dan menjaga
harmonisasi kehidupan masyarakat, melainkan juga potensial untuk merekayasa
masyarakat dalam hal ini hukum sebagai sarana perubahan sosial atau sarana
pembangunan.
UUPLH merupakan sarana bagi pembangunan berwawasan lingkungan,
dengan mengoperasionalkan dan memberdayakan hukum sebagai langkah yang harus
diambil untuk memacu kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat dan aparat
penegak hukum serta mengefektifkan pelaksanaan hukum (law enforcement).
UUPLH telah mempresentasikan hak-hak masyarakat secara sosial,
ekonomi, hukum dan politik untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Dengan demikian persoalan-persoalan pengelolaan lingkungan hidup harus
memiliki prinsip-prinsip dasar bagi berkembangnya demokratisasi, transparansi dan
independensi sebagai pelaksanaan good governance (tata pemerintahan yang efektif).
Penelitian ini di fokuskan di kota Binjai, karena Penulis ingin melihat peran
pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup
4 Lili Rasjidi dan I.B. Wiyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung : Remaja
Rosdakarya, hal. 118. 5 Ibid, hal. 123.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
di Kota Binjai, hal ini dilakukan karena kota Binjai merupakan salah satu kota yang
berusaha untuk menuju kota mandiri, maju, sejahtera dan berwawasan lingkungan.6
Kota Binjai selain strategis, merupakan kota permukiman yang setiap tahun
jumlah penduduknya meningkat, dan akan berakibat pula terhadap jumlah bangunan-
bangunan yang diperuntukkan dan disesuaikan dengan sektor yang terdapat di daerah
juga akan bertambah sehingga akan menimbulkan banyak masalah yang timbul dalam
proses pembangunan di Kota Binjai yang berkaian dengan lingkungan hidup, baik
berupa perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena
adanya berupa dikotomi pemikiran pembangunan dengan lingkungan yang
menimbulkan tidak berjalan dengan baiknya clean government yang mengakibatkan
program pembangunan berkelanjutan tidak berjalan sesuai dengan prinsip-perinsip
pengelolaan lingkungan hidup.
UUPLH sebagai payung hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup
merupakan sarana yang diterapkan untuk mengatasi masalah dan dampak yang
ditimbulkan dengan adanya kegiatan pembangunan tersebut. Oleh karena itu
diperlukan adanya kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam
pengaturan pengelolaan lingkungan hidup yang diharapkan terwujudnya
pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan hidup di kota
Binjai.
6 Pemerintah Kota Binjai, Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Binjai Tahun 2006.
hal 1.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Kondisi yang terjadi adalah banyaknya terjadi perubahan terhadap
eksploitasi sumberdaya alam yang tidak sesuai dengan peruntukkannya,
pengembangan investasi, penerapan teknologi modern, perubahan kelembagaan
seperti pelaksanaan otonomi daerah, kesemuanya dapat dilakukan dengan adanya
kebijakan yang konsisten dari pemerintah daerah yang sesuai dengan kebutuhan pada
saat ini dan dimasa mendatang.
Peranan pembangunan dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup harus dioptimalkan dalam rangka meningkatkan penegakan supremasi hukum
untuk mewujudkan pelestarian fungsi lingkukungan hidup yang menyebabkan hak-
hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terlindungi dan
terbuka dan dapat mengurangi terjadinya konflik baik yang bersifat vertikal maupun
horizontal.
Kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup
bertujuan untuk menciptakan pembangunan daerah berkelanjutan berwawasan
lingkungan hidup harus didukung atas kerjasama yang erat serta memiliki komitmen
yang kuat antar lembaga/instansi yang berkaitan dengan sosial, kultur maupun
kependudukan, sehingga apa-apa saja kendala yang dihadapi memiliki landasan yang
dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan di kota Binjai.
Oleh karena itu berdasarkan uraian latar belakang di atas Penulis memilih
judul tentang “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 di Kota Binjai”.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
B. Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut tentang :
1. Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun1997 tentng Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam perspektif otonomi daerah.
2. Bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tentang
1. Untuk mengetahui penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun1997 tentng
Pengelolaan Lingkungan Hidup Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam
perspektif otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Kota
Binjai, beserta kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu baik secara
teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan mempunyai arti
penting bagi penemuan konsep-konsep mengenai kebijakan dalam pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup di Kota Binjai. Dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi
bidang ilmu hukum. .
2. Secara praktis
a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum
dalam upaya pembaharuan dan pengembangan hukum nasional kearah
pengaturan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
b. Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui
pengaturan mengenai kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu hukum,
khususnya mengenai pengaturan yuridis dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara dikatahui bahwa penelitian mengenai
“Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-undang 23
Tahun 1997 di Kota Binjai,” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan
perumusan masalah yang sama sebelumnya, walaupun ada beberapa topik penelitian
tentang pengelolaan lingkungan namun jelas berbeda oleh karena itu dapatlah
dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli, dan penelitian ilmiah ini dilakukan sesuai
dengan asas-asas keilmuan, yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan serta saran-
saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah
dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut
Undang-undang 23 Tahun 1997 di Kota Binjai, berkaitan erat dengan kekuasaan
pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka implementasi otonomi daerah.
Otonomi Derah telah memberikan kewenangan yang nyata dan bertanggung
jawab pada pemerintahan kota Binjai untuk menggali dan melaksanakan
pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang terdapat di daerah tersebut,
terutama untuk dapat mengantisipasi masalah-masalah lingkungan yang terjadi akibat
kecepatan dinamika perubahan pembangunan.
Secara teoritis pelaksanaan otonomi daerah berkaitan dengan adanya
kekuasaan. Kekuasaan tersebut dapat dapat dibagi dengan 2 (dua) cara yaitu :
a. Secara vertical, pembagian kekuasaan menurut tingkatnya adalah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan Carl J Frederich memakai istilah pembagian kekuasaan. Ini dapat dengan jelas kita bandingkan antara Negara kesatuan, federasi dan konfederasi.
b. Secara horizontal, pembagian kekuasaan menurut fungsinya adalah pembagian yang menunjukkan perbedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
legislatif, eksekutif yang lebih dikenal dengan trias politica atau pembagian kekuasaan (division of power).7
Menurut CF. Strong, negara kesatuan adalah bentuk negara dimana
wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.
Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya
kepada daerah berdasarkan hak otonomi (Negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi), tetapi pada tahap akhir kekuasaan tertinggi tetap dimiliki oleh
pemerintah pusat.8 Jadi kedaulatannya, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan
keluar, sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian, yang menjadi
hakekat negara kesatuan ialah bahwa kedaulatannya tidak terbagi atau dengan
perkataan lain, kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, oleh karena konstitusi
negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain, selain badan legislatif pusat.
Jadi adanya kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri tidak
berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan
tertinggi tetap pada pemerintah pusat.
Sejalan dengan pendapat CF. Strong, menurut I Nyoman Sumaryadi
mengemukakan otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang pada hakekatnya merupakan penerapan
konsep areal divison of power yang membagi kekuasaan secara vertical yaitu
7 HR. Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UII Press, 2002), hal. 12-13. 8 CF. Strong dalam M. Shiddiq Tgk Armia, Perkembangan Pemikiran Dalam Ilmu Hukum,
(Jakarta : Pradnya Paramita, 2003), hal 167.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pembagian kekuasaan negara antara pemerintah pusat disatu pihak dan pemerintah
daerah di pihak lain.9
Seiring dengan perkembangan kenegaraan dan pemerintahan, ajaran negara
hukum yang kini dianut oleh negara-negara di dunia khususnya setelah perang dunia
kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state). Konsep ini muncul sebagai reaksi
atas kegagalan konsep legal state atau negara penjaga malam. Dalam konsep legal
state terdapat prinsip staatsonthouding atau pembatasan peran negara dalam
pemerintahan dalam bidang politik yang melahirkan dalil “the least government is the
best government” dan terdapat prinsip “laissez faire, laissez aller” dalam bidang
ekonomi yaitu melarang negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi
masyarakat (staatsbemoeienis). Akibat pembatasan ini pemerintah atau administrasi
negara menjadi fassif dan oleh karenanya sering disebut negara penjaga malam.
Adanya pembatasan negara yang menimbulkan reaksi dan kerusuhan sosial, dalam
perkembangannya muncul gagasan yang menempatkan pemerintah sebgai pihak yang
bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya yaitu teori welfare state.
Negara kesejahteraan (welfare state) menurut istilah Lemaire, disebut
bestuuszorg (negara berfungsi menyelenggarakan kesejahteraan umum) atau
welvaarsstaat atau verzorgingsstaat merupakan konsepsi negara hukum modern,
menempatkan peranan negara pada posisi yang kuat dan besar. Tugas dan wewenang
serta tanggungjawab pemerintah semakin berkembang dan bertambah luas, baik
9 I. Nyoman Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta : Citra
Utama, 2005) hal. 61-62.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
secara kuantitatif maupun kualitatif. Tugas-tugas baru terus bertambah sementara
tugas-tugas lama seamkin berkembang. Akhirnya sekarang ini konsepsi negara
hukum modern menimbulkan dilemma yang penuh kontradiksi, sebab suatu negara
hukum modern mengharuskan setiap tindakan pemerintah berdasarkan atas hukum
dan bersamaan dengan itu kepada pemerintah daerah diserahi pula peran, tugas dan
tanggungjawab yang luas dan berat.
Dalam rangka melaksanakan tugas menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat tersebut harus diatur oleh hukum. Namun karena luas dan kompleksnya
permasalahan masyarakat yang dihadapi, maka ternyata tidak semua tindakan yang
akan dilakukan oleh pemerintah tersebut tersedia aturannya dalam undang-undang.
Karena itu timbul konsekuensi khusus dimana pemerintah memerlukan kemerdekaan
bertindak atas insiatif sendiri, utamanya dalam menyelesaikan masalah-masalah
genting dan penting yang timbul secara mendadak. Sedangkan peraturan untuk
menyelesaikannya belum ada atau samar-samar atau dirumuskan dengan sangat sumir
atau samara-samar atau dengan kata-kata yang sangat umum.
Konsep negara kesejahteraan (welfare state) berkembang di negara-negara
eropah bahkan meluas hampir keseluruh negara-negara di dunia. Konsep negara ini
juga dianut di Indonesia yang tercantum dalam pembukaan alinea ke empat Undang-
Undang Dasar 1945 (selanjutnya UUD 1945) yang berbunyi : “Negara melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia……..”
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Kemudian konsep negara kesejahteraan ini tercermin dalam Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945, menyatakan : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.”
Dalam penerapannya negara Indonesia juga menganut paham negara
kesejahteraan (welfare state), hal ini berarti terdapat tanggungjawab negara untuk
mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta
meningkatkan kualitas pelayanan umum (public service) yang baik melalui
penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat.
Dalam melaksanakan negara kesejahteraan (welfare state) ini pemerintah
pusat, tidak mungkin bisa optimal untuk mengurus warganya secara sentralistik
karena faktor luas wilayah, banyaknya penduduk yang berbhineka tunggal ika, maka
untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat di daerah dibentuklah Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota guna mempercepat mewujudkan tujuan negara
untuk mensejahterakan rakyatnya. Landasan konstitusinya diatur dalam Pasal 18
UUD 1945 setelah perubahannnya. Sebagai pelaksanaannya maka diterbitkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Konsep negara kesejahteraan (welfare state) juga tercantum dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup, dimana pemerintah menerbitkan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini
diterbitkan dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam guna memajukan
kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan
nasional yang terpadu menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi
masa kini dan generasi masa depan.
Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma
hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan
lingkungan global serta perangkat hukum internasional berkaitan dengan lingkungan
hidup.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai
subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan
corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan
pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu
sendiri. Dalam pada itu, pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan
mempengaruhi subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
ketahanan ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan
hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri
utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu kebijakan nasional dalam pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat
sampai ke daerah.
Pembangunan merupakan bentuk dari pemanfaataan secara terus-menerus
sumberdaya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara
itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah
maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya alam tersebut
makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam.
Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya
alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi
jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa depan. Oleh karena itu,
lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang serasi selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, diselenggarakan dengan
asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.10
10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 3.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Asas tanggungjawab negara merupakan implementasi dari teori hak
menguasai negara, artinya bahwa pelimpahan unsur publik dari hak bangsa kepada
negara untuk mengatur kekuasaan dan memimpin penggunaan seluruh wilayah
negara kesatuan Republik Indonesia. Maka secara otomatis kewenangannya pun
berunsur publik.
Pelaksanaan kewenangan ini dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah
untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri dengan bantuan dari partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian pengelolaan
lingkungan hidup yang dipegang oleh pemerintah pusat dapat dilaksanakan secara
terpadu oleh pemerintah daerah agar tidak menimbulkan disintegrasi bangsa, yang
dapat dipicu oleh adanya kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di
daerah.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan yang luas kepada daerah,
terutama pemerintah kabupaten/kota dalam hal ini memberikan kesempatan yang
sangat luas dan mengurus kepentingan masyarakat serta mengembangkan prakarsa
dan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
masyarakat. Ketentuan ini juga termasuk dalam hal pengelolaan lingkungan hidup
yang diatur dalam UUPLH yang merupakan payung hukum bagi penegakan
supremasi hukum dalam bidang lingkungan hidup di Indoensia.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Kerangka Konsepsional
Konseptual adalah merupakan definisi dari operasional dari berbagai istilah
yang dipergunakan dalam tulisan ini. Sebagaimana dikemukakan M. Solly Lubis,
bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada
pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan
pustaka.11 Adapun definisi operasional dari berbagai istilah tersebut adalah sebagai
berikut di bawah ini :
Kebijakan adalah suatu keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan
pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan mereka yang memenuhi
keputusan tersebut, kebijakan sebagai suatu hasil keputusan dimaksud untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.12
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup.13
Lingkungan Hidup ialah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
11 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80. 12 Heinz Eulau and Kennerth Prewit, dalam Ch. O. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, (Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 1991), hal. 57 13 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1
angka 2.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.14
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian mengenai “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 di Kota Binjai,” dilakukan melalui
pendekatan yuridis, yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen untuk
mewujudkan dan menemukan prinsip-prinsip hukum dalam pelaksanaan kebijakan
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya
membatasi kerangka studi kepada suatu pemerian, suatu analisis atau klassifikasi
tanpa secara langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa
atau teori-teori.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif, karena materi yang dibahas mengutamakan tinjauan dari
segi peraturan-peraturan yang berhubungan dalam kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup di kota Binjai.
Metode pendekatan ini dipergunakan bertitik tolak dan menganalisis terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
dikaitkan dengan penerapan kebijakan pemerintah daerah mengenai pengelolaan
lingkungan hidup di kota Binjai.
14 Ibid, Pasal 1 angka 1.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini
adalah data sekunder, dimana bahan-bahan hukum seperti yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto 15 meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier. Sehingga penulisan ini menitikberatkan pada penelitian bahan
pustaka atau yang dalam metode penelitian dikenal sebagai data sekunder, yang
terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research) yaitu
sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan
perundang-undangan, bacaan-bacaan lain yang ada relevansinya dengan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur
bahan bacaan berupa buku, artikel, dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan diambil dari terdiri dari kamus-kamus hukum, ensiklopedi, dan lain-lain.
15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Yakarta : UI Press, 1984), hal. 21.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di daerah Pemerintah Kota Binjai, karena Kota
Binjai dalam kenyatannya dewasa ini lagi giat-giatnya membangun dan menata kota
untuk mewujudkan Binjai kota yang berwawasan lingkungan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini
dikumpulkan, dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi
dokumen terhadap bahan pustaka yang ada. Pengumpulan data didasarkan pada buku-
buku literature dan peraturan perundang-undangan yang relevan berkaitan dengan
tesis ini, guna memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah dan bahan-bahan
yang bersifat yuridis normatif sebagai perbandingan dan pedoman menguraikan
permasalahan yang dibahas.
5. Alat Pengumpul Data
a. Studi Dokumen
Yaitu menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan
perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum,
yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap
kualitas dan kesempurnaan tesis ini.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. Wawancara
Dengan melakukan wawancara dengan pihak yang berkompeten dalam hal ini
adalah Kepala Bapedalda Kota Binjai yaitu pihak yang mengetahui dan terlibat
langsung dalam hal pengelolaan lingkungan hidup di Kota Binjai.
6. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
metode analisis kualitatif yang didukung oleh logika berpikir secara deduktif.
Digunakannya metode analisis kualitatif didasarkan pada berbagai pertimbangan,
sebagai berikut : Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan
yang dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau
modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang
dikumpulkan. Kedua, data yang dianalisis beraneka ragam serta memiliki sifat dasar
yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ketiga, sifat dasar data yang akan
dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan
yang integral (holistic), yang menuntut tersedianya informasi yang mendalam
(indepth information).16 Data yang dianalisis menggambarkan dan mengungkapkan
permasalahan yang terjadi, sekaligus diharapkan akan dapat memberikan solusi atas
permasalahan dalam penelitian ini.
16 Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal; Studi Kesiapan
Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral, (Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2005), hal.29.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB II
PENGATURAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
A. Peraturan Perundangan-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Ketentuan yang mengatur tentang segi-segi pengelolaan lingkungan hidup
telah ada sebelum di keluarkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982.
Namun ketentuan tersebut masih tersebar dengan sifatnya yang sektoral dan bercorak
klassik. Kemudian dirubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) pada tanggal 19 September 1997 dimuat
dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, dan sejak itu
Undang-undang tersebut telah mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Keberadaan undang-undang itu merupakan langkah awal yang penting bagi
pembinaan hukum lingkungan nasional. Hal ini bertepatan pula dengan saat dunia
memasuki “Dasawarsa Kedua Lingkungan Hidup” (The Second Environmental
Decade) pada tanggal 5 Juni 1982 yang lalu, yaitu Hari Lingkungan sedunia, sepuluh
tahun sejak diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Lingkungan Hidup di Stockholm Swedia (United Nations Conference on The Human
Environment).17
17 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7, 1999, Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press, hal. 18-19.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Bagi Indonesia peraturan hukum yang tertuang dalam Undang-undang di
atas, bertegak sebagai “Umbrella Provision” bagi peraturan perundang-undangan
pengelolaan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun pengaturan lebih
lanjut (lex feranda), dan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu peraturan produk
dari zaman kolonial yang masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Peraturan-peraturan yang ada itu belum lengkap dan masih
diperlukan peraturan terkait lainnya untuk melindungi hidup manusia dan sumber
daya alam dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan.
Pembinaan hukum lingkungan itu, berhubungan erat dengan fungsi hukum
sebagai sarana pembangunan dan sarana pemenuhan kepentingan, terutama
disebabkan pengelolaan lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai antara nilai-
nilai yang sedang berlaku dan yang bertujuan menjadikan manusia sebagai “pembina
lingkungan” dan berjiwa “akrab lingkungan”.18
Di dalam undang-undang tersebut, secara tegas menetapkan sasaran
pengelolaan lingkungan hidup adalah tentang
a. Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup;
b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
18 Syamsul Arifin, “Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup”,
Makalah Materi Kursus Dasar-Dasar Amdal Tipe A, Tanggal 10 s/d 20 Maret 2003. (Angkatan VI).
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indoensia terhadap dampak usaha
dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 mulai berlaku 11 Maret 1982, setelah
melalui proses yang cukup panjang dimana pada tahun 1976 telah dimulai
penyusunan RUU Lingkungan Hidup dengan dibentuknya Kelompok kerja
Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan
Hidup dalam bulan Maret 1979 oleh Menteri Negara Peraturan Pemerintah LH. Pada
tanggal 16 s/d 18 Maret 1981 telah diadakan rapat antar Departemen, bertempat di
Puncak guna membicarakan naskah RUU yang disiapkan oleh Kelompok Kerja
Peraturan Pemerintah LH. Berdasarkan hasil pembicaraan dalam rapat antar
Departemen ini telah diadakan perubahan-perubahan dalam naskah RUU tersebut.19
Pada tanggal 21 Maret 1981 Menteri Negara Peraturan Pemerintah LH
mengirimkan konsep RUU hasil pembahasan antar Departemen untuk minta
persetujuan para Menteri yang diwakili dalam rapat antar Departemen. Berdasarkan
19ibid., hal. 68-69.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
saran dari para Menteri, konsep RUU hasil pembahasan antar Departemen diperbaiki
dan disampaikan kepada Menteri/ Sekretaris Negara pada tanggal 3 Juli 1981.
Pada tanggal 14 Nopember 1981, Kepala Biro Hukum dan Perundang-
undangan Sekretariat Kabinet mengirimkan naskah konsep RUU yang telah
diperbaiki kepada beberapa Menteri untuk penyempurnaan lebih lanjut. Hasil
perbaikan akhir kemudian diajukan kepada Presiden dan dengan surat Presiden
tanggal 12 Januari 1982 RUU Lingkungan Hidup disampaikan kepada Pimpinan
DPR.
Badan Musyawarah DPR memutuskan untuk dibentuknya Panitia Khusus
(PANSUS) guna menangani RUU Lingkungan Hidup ini. Pansus ini terdiri dari 24
anggota dengan komposisi sebagai berikut tentang :
- 12 anggota Fraksi Karya Pembangunan
- 6 anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
- 4 anggota Fraksi ABRI
- 2 Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Telah ditunjuk pula 24 anggota pengganti dengan komposisi yang sama.
Pada tanggal 23 Januari 1982, Menteri Negara Peraturan Pemerintah LH
menyampaikan Keterangan Pemerintah mengenai RUU Lingkungan Hidup, yang
disusul kemudian dengan Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi yang dilaksanakan pada
tanggal 2 Februari 1982. Jawaban Pemerintah atas Pandangan Umum tersebut
diberikan pada tanggal 15 Februari 1982. Rapat-rapat PANSUS diadakan pada
tanggal 17 s/d 20 Februari 1982 secara terus menerus dan pada tanggal 22 Februari
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1982 PANSUS dapat menyetujui hasil perumusan Tim Perumus yang dibentuk oleh
PANSUS.20
Pada tanggal 25 Februari 1982 dengan aklamasi RUU Lingkungan Hidup
hasil PANSUS disetujui Sidang Paripurna DPR. Pada tanggal 11 Maret 1982 telah
disahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan penandatanganan oleh Presiden Republik
Indonesia dan diundangkan pada hari yang sama dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12. Adapun hal-hal yang
ditonjolkan dalam undang-undang ini mengandung dua segi, yaitu tentang :
1. Undang-undang ini hanya memberi pengaturan secara garis besar dalam pokok-
pokoknya saja, sedangkan aturan yang lebih terperinci diatur dalam pelbagai
peraturan pelaksana.
2. Undang-undang ini bukan mengatur tentang lingkungan hidup secara
keseluruhan, akan tetapi hanya mengatur segi pengelolaan lingkungan hidup.
UULH tersebut di atas memiliki ciri-ciri, sebagai berikut tentang
1. sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan di masa depan,
sesuai keadaan, waktu dan tempat;
2. mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi peraturan
pelaksanaannya lebih lanjut;
20ibid., hal. 69-70.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup, agar dapat menjadi dasar bagi
pengaturan lebih lanjut masing-masing segi, yang akan dituangkan dalam bentuk
peraturan tersendiri.
UULH tersebut juga menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan
semua peraturan yang memuat ketentuan tentang segi-segi lingkungan hidup yang
berlaku, yaitu peraturan perundang-undangan misalnya mengenai pengairan,
pertambangan dan energi, kehutanan, perlindungan dan pengawetan sumber daya
alam, industri, permukiman, tata ruang, pertanahan dan lain-lain.
Sifat undang-undang ini secara khusus memberikan arah dan ciri-ciri bagi
semua jenis tata pengaturan lingkungan hidup, yang perlu dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan tersendiri. Selanjutnya, UULH ini juga menjadi dasar
dan landasan bagi perkembangan hukum lingkungan selanjutnya, termasuk di
dalamnya pembaharuan dan penyesuaian peraturan-peraturan hukum lama.
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berlaku pada
tanggal diundangkannya (tanggal 19 September 1997). Undang-undang baru ini
dianggap lebih bersifat komprehensif, karena dipersiapkan untuk menjawab isu-isu
atau perkembangan baru dalam masyarakat.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pertimbangan penetapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang :
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 dan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) yang menyatakan tidak berlakunya lagi
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 adalah sebagai berikut :
a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan
dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan
kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi,
selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup;
d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunan hidup harus didasarkan
pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang
berkaitan dengan lingkungan hidup.21
Materi bidang lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam UUPLH
sangat luas mencakup segi-segi ruang angkasa, puncak gunung sampai perut bumi
dan dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber
daya alam non hayati dan sumber daya buatan. Hal ini terlihat dari Pasal 1 angka (1)
UUPLH yang memuat pengertian mengenai lingkungan hidup, yakni:
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain”.
UUPLH sebagaimana halnya dengan UULH juga mengatur mengenai
“ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup” sehingga fungsinya juga
sebagai umbrella act/provision bagi penyusunan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian
peraturan perundang-undangan yang telah ada.
UUPLH memuat tentang asas, tujuan dan sasaran dari pengelolaan
lingkungan hidup. Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan asas
tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat, yang bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertqwa
21 Koesnadi Hardjasoemantri, Op Cit, hal. 73.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Asas tanggung jawab negara mempunyai makna
negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat
yang sebesar-besar bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi maupun
generasi mendatang, serta negara melakukan pencegahan terhadap kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam yang ada di wilayah yurisdiksinya yang
menimbulkan kerugian bagi negara lain, dan melindungi negara terhadap dampak
kegiatan di luar wilayah negara.22
Arah dan pendekatan pengelolaan lingkungan hidup dilandasi oleh cara
pandang (visi) yang luas dan tajam jauh ke depan dengan misi yang jelas dan
program-program nyata yang bermanfaat dalam rangka mewujudkan suatu
kebijaksanaan program pengelolaan lingkungan hidup dengan paradigma,
mengintegrasikan tuntutan penerapan hak asasi, demokrasi dan lingkungan hidup
dalam suatu kelestarian fungsi lingkungan yang menunjang ketahanan lingkungan.
B. Peraturan Daerah Kota Binjai Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Otonomi daerah telah memberikan perubahan yang mendasar bagi
perkembangan ketatanegaraan Indonesia, khususnya pada pemerintahan daerah.
Otonomi daerah telah meletakkan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung
jawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dalam pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Otonomi yang benar dalam hal ini terutama
22ibid., hal. 73-76.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
adalah mengakomodasikan aspirasi yang secara riil ada di masyarakat dalam tindakan
dan atau kebijaksanaan secara nyata.
Di dalam kerangka otonomi daerah tersebut, berdasarkan perspektif hukum
positif harus diarahkan pada satu kata kunci yaitu konsistensi. Konsistensi utama dan
pertama-tama ditujukan terhadap asas hukum baik yang dituangkan di dalam
peraturan perundang-undangan dalam perspektif Asas Umum Pemerintahan yang
baik
Asas hukum yang bersifat tersurat dan memang memerlukan penafsiran
lebih lanjut akan tetapi jika didasarkan pada persamaan persepsi terhadap pemaknaan
konsep yang utuh, tidak akan menimbulkan permasalahan.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
mengatakan bahwa kewenangan daerah mencakup dalam bidang pemerintahan
kecuali kewenangan dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan kemanan, peradilan
dan moneter dan fiskal serta kewenangan lain. Selanjutnya kewenangan yang
diberikan kepada daerah kota dan kabupaten akan dibatasi oleh kewenangan
Pemerintah pusat di bidang lainnya yang menyangkut :
a. Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara
makro;
b. Kebijakan dana perimbangan keuangan;
c. Kebijakan sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara;
d. Kebijakan pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang bersifat
strategis;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Kebijakan konservasi;
f. Kebijakan standarisasi nasional;
Di samping itu kewenangan daerah kabupaten dan kota dibatasi pula oleh
kewenangan daerah propinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 beserta penjelasannya, yaitu kewenangan yang bersifat lintas
kabupaten dan kota dan kewenangan dalam bidang pemrintahahan tertentu lainnya.
Menurut Penjelasan Pasal 9 undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang termasuk kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat
lintas Kabupaten dan Kota antara lain :
a. Kewenangan di bidang Pekerjaan Umum;
b. Kewenangan di bidang Perkebunan;
c. Kewenangan di bidang kehutanan;
d. Kewenangan di bidang Perhubungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerintahan tertentu
lainnya adalah :
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan secara makro;
b. Pelatihan bidang tertentu alokasi sumber daya manusia potensial dan penelitian
yang mencakup wilayah propinsi;
c. Pengelolaan pelabuhan regional;
d. Pengendalian lingkungan hidup;
e. Promosi daging dan budaya pariwisata;
f. Penanganan penyakit menular dan hama tanaman;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
g. Perencanaan tata ruang propinsi.
Dengan demikian, apabila semua daerah kabupaten dan kota sudah dapat
melaksanakan semua kewenangannya, maka kewenangan yang tinggal pada daerah
provinsi hanyalah kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten
dan kota serta kewenangan bidang tertentu lainnya sebagaimana telah dikemukakan
di atas, di samping kewenangan sebagai wilayah administrasi yag dilimpahkan
kepada gubernur selaku wakil Pemerintahan Pusat di daerah.
Kewenangan pemerintah untuk dalam mengembangkan aspek
kependudukan dan aspek perekonomian membutuhkan suatu kewenangan yang lebih
besar di dalam pengelolaannya. Kewenangan daerah sebagaimana yang ditetapkan di
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 (c) adalah bahwa penyerahan
wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada daerah otonomi dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan, daerah otonomi adalah Daerah
provinsi, daerah kabupaten dan kota. Kewenangan ini adalah berupa peraturan-
peraturan daerah yang menetapkan wewenang daerah untuk mengelola sumber daya
nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab terhadap kelestariannya.
Melalui kewenangan yang dimiliki daerah tersebut, yaitu pihak eksekutif
dan legislatif daerah menetapkan perda-perda. Bagian ini mencoba untuk
menginventarisasikan berbagai perda-perda yang mengatur tentang kewenangan
pemerintah daerah khususnya kota Binjai yang ada dalam konteks pengelolaan
lingkungan di Kota Binjai
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Perda-perda ini dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan di kota Binjai
dapat memperhatikan ramah lingkungan yang merupakan bagian dari esensi
pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan bagi rencana usaha yang
tidak ada dampak pentingnya atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak
pentiingnya maka diwajibkan membuat UKL dan UPL. Baik AMDAL maupun UKL
dan UPL adalah syarat untuk mendapatkan izin melakukan usaha.
Adapun perda-perda yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kota Binjai,
antara lain yang yang mengatur kebijaksanan dan prosedur yang berkaitan
pengelolaan lingkungan di Kota Binjai adalah :
1. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan dalam Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Binjai.
Perda ini diterbitkan bertujuan untuk mengatur tentang Retribusi izin
mendirikan bangunan harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang ada, dan
sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di kotamadya
Binjai. Perda ini bertujuan dalam rangka untuk pengaturan, pembinaan, pengendalian
dan pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Pada perda ini mengatur bahwa setiap orang pribadi atau badan yang
mendirikan bangunan harus memperoleh izin dari Kepala Negara dan juga harus
melengkapi adanya Dokumen Amdal yang disetujui Tim Komisi Tingkat II untuk
usaha industri/pabrik, perumahan/real estate, pusat perbelanjaan dan usaha-usaha
yang mempunyai dampak lingkungan lainnya.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pemegang izin mendirikan bangunan memilki kewajiabn yang harus
dipenuhinya agar permohonan bangunan tidak ditolak atau dibongkar. Jika
permintaan izin tidak dipenuhi maka permohonan akan ditolak dan akan terjadinya
pembongkaran bangunan dengan izin kepala daerah untuk memberikan kesempatan
kepada pemilik bangunan/pelaksana bangunan untuk membongkar bangunannya, dan
apabila tidak dilakukan pembongkaran selambat-lambatnya 15 (lima belas hari)
sesudah perintah pembongkaran maka kepala daerah atau pejabat yang dihunjuk
dapat membongkar seluruh atau sebagian bangunan tersebut atas biaya dan resiko
pemilik/pelaksana bangunan Pasal 8 point (d).
Perda ini terdiri dari XXII Bab dan 34 Pasal yang mengatur tentang
Ketentuan umum, Perizinan, Pelaksanaan Pekerjaan Mendirikan Bangunan, Objek
dan Subjek Retribusi, Golongan Retribusi, Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa,
Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif, Struktur dab
Besarnya Tarif Retribusi, Cara Penghitungan Retribusi, Wilayah Pemungutan,
Tatacara Pemungutan, Sanksi Administrasi, Tatacara Pembayaran, Tatacara
Penagihan, Pengembalian Kelebihan Pembayaran, Keberatan, Pengurangan,
Keringanan dan Pembebasan Retribusi, Kadaluarsa Penagihan, Penyidikan,
Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Peraturan Daerah Kota Madya Tingkat II Binjai Nomor 25 Tahun 1998
Tentang Retribusi Izin Gangguan.
Perda ini diterbitkan untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah yang terkait atas
pemakaian kekayaan perlu disesuaikan.
Perda ini bertujuan untuk melakukan pengaturan guna melindungi
kepentingan umum dan lingkungan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan
gangguan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Perda ini mengatur tentang subjek hukum yang wajib memiliki izin
gangguan/ tempat usaha dalam hal mendirikan atau memperluas tempat usahanya
dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak
termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat atau
daeran. (Pasal 7 ayat (1)).
Perda ini juga mengatur sanksi administrasi dan sanksi pidana, sanksi
administrasi dikenakan bagi wajib pajak yang tidak membayar retribusi tepat pada
waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi adminstrasi sebesar 2 %
(Pasal16), sedangkan sanksi pidana dikenakan bagi pelaku yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini dan ancaman
pidananya kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya 4
(empat) bulan kali retribusi terhalang (Pasal 24).
Perda ini juga mengatur mengenai Penyidikan yaitu Pasal 25 ayat (1) yang
memberikan wewenang kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Perda ini terdiri dari XVII Bab dan 28 Pasal yang mengatur tentang
Ketentuan umum, Subjek, Objek Retribusi, Golongan Retribusi, Retribusi Izin
Gangguan, Jangka Waktu Berlakunya Izin Gangguan (Ho), Ketentuan Retribusi,
Tatacara Pemungutan, Wilayah Pungutan, Sanksi Administrasi, Tatacara
Pembayaran, Tatacara Penagihan, Tatacara Perhitungan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Retribusi, Kadaluarsa, Tatacara Penghapusan Piutang Retribusi yang
Kadaluarsa, Ketentuan Pidana, Penyidikan, Ketentuan Penutup.
3. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 2 tahun 2001 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Binjai Tahun 2001, persetujuan DPRD Nomor
5/DPRD-II/5-2001 tanggal 29-3-2001, diundangkan dalam Lembaran Daerah
No.2 Seri D tanggal 5-4-2000.
4. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Izin Tempat
Usaha.
Perda ini diterbitkan dalam rangka usaha-usaha Pemerintah Kota Binjai
dalam melaksanakan penataan dan sekaligus pembinaan terhadap para pengusaha,
oleh karena itu perlu diberikan Izin Tempat Usaha kepada para pengusaha yang
melaksanakan kegiatan usaha di Kota Binjai.
Pada perda ini dijelaskan subjek hukum yang wajib dikenakan retribusi
yaitu orang pribadi atau badan hukum, badan hukum yaitu sekumpulan orang
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama di dalam
bentuk apapun, Firma, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,
Organisasi Sosial Politik atau organisasi yang sejenis, Lembaga Bentuk Usaha Tetap
dan bentuk badan lainnya.
Mengenai perizinan mempunyai jangka waktu 3 (tiga) tahun dan selanjutnya
setiap tahun divalidasi sekaligus pembayaran retribusi dan pada Perda ini juga
dilakukan pengawasan berupa pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas yang telah
diberi wewenang untuk itu terhadap izin tempat usaha yang dilakukan setiap
tahunnya untuk memeriksa letak, ukuran luas, jenis usaha berubah dan atau kegiatan
usaha dialihkan dan atau dipindahkan kepada pihak lain tanpa izin dari Kepala
Daerah.
Pada perda ini mengatur sanksi administrasi terhadap Wajib Retribusi yang
tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari besarnya
Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan
menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah.
Dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam
perda ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya 4 (empat) kali Retribusi terutang, dan dalam proses
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
penyidikan terhadap tindak pidana perpajakan daerah dah retribusi diberikan
kewenangan kepada PPNS tertentu di lingkungan pemerintah daerah setempat.
Perda ini terdiri dari XVI Bab dan 23 Pasal yang mengatur tentang
Ketentuan umum, Nama, Objek, Subjek Retribusi dan Persyaratan dalam
Memperoleh Izin, Jangka Waktu Berlakunya Izin Tempat Usaha, Golongan Retribusi,
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip Penetapan dan Struktur dan
Besarnya Tarif Retribusi, Wilayah Pemungutan, Tatacara Pemungutan dan Penetapan
Retribusi, Sanksi Administrasi, Tatacara Pembayaran, Tatacara Penagihan,
Pengawasan, Ketentuan Pidana, Penyidikan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan
Penutup.
5. Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2000 tentang Retribusi Izin Pengelolaan
& Pengusahaan Burung Walet, persetujuan DPRD Nomor 22/DPRD-II/5-
2000 tertanggal 7-9-2000, diundangkan dalam Lembaran Daerah No.3 Seri B
tanggal 14-9-2000.
6. Peraturan Daerah Nomor 19 tahun 2001 tentang Retribusi Upaya
Pengendalian Pencemaran Udara, persetujuan DPRD Nomor 27/DPRD-
II/5-2001, tertanggal 6 Desember 2001, diundangkan dalam Lembaran
Daerah Nomor 7 Seri B tanggal 14 Desember 2001.
7. Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2001 tentang Retribusi Pemeriksaan
Limbah Cair Industri, persetujuan DPRD Nomor 27/DPRD-II/5-2001,
tertanggal 7-9-2001, diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 12 Seri B
tanggal 14-12-2001.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Terdapatnya dua Peraturan Daerah mengenai Retribusi Upaya pengendalian
Pencemaran Udara, dan Pemeriksaan Limbah Cair Industri merupakan ketentuan
daerah yang baru jika dibandingkan dengan Peraturan Daerah sebelum adanya
Otonomi Daerah. Karena dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 tahun
1999 diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
membawa implikasi perkembangan bagi pengelolaan lingkungan hidup yakni
diberikannya wewenang dan tanggungjawab penuh pada Pemerintah Daerah untuk
pengelolaan lingkungan hidup.
Di dalam Pasal 3 ayat (5) angka 16 Peraturan Pemerintah tersebut, telah
menetapkan Kewenangan Propinsi di dalam bidang lingkungan hidup, yakni :
a. Pengendalian lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota.
b. Pengaturan pengelolan lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya laut 4
(empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil.
c. Pengaturan tentang pengamanan dan pelestarian sumber daya air lintas
Kabupaten/Kota.
d. Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi kegiatan-
kegiatan yang potensial berdampak negatif pada masyarakat luas yang lokasinya
meliputi lebih dari satu Kabupaten/Kota.
e. Pengawasan pelaksanaan konsrvasi lintas Kabupaten/Kota.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
f. Penetapan baku mutu lingkungan hidup berdasarkan baku mutu lingkungan hidup
nasional.
8. Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai
Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Keputusan ini diterbitkan sebagai pelaksana dari Peraturan Daerah Kota
Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Keputusan ini bertujuan untuk mengatur tentang izin mendirikan bangunan yang
selanjutnya disebut retribusi yaitu pembayaran atas pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan, termasuk dalam kegiatan peninjauan, desain, dan pemantauan
pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan,
rencana tata ruang teknis bangunan, rencana tata ruang yang berlaku dengan tetap
memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB),
Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) dan Pengawasan Penggunaan Bangunan yang
meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang
menempati bangunan tersebut.
Keputusan ini terdiri dari XXII Bab dan 34 Pasal yang mengatur tentang
mengatur tentang Ketentuan umum, Perizinan, Pelaksanaan Pekerjaan Mendirikan
Bangunan, Objek dan Subjek Retribusi, Golongan Retribusi, Cara Mengukur Tingkat
Penggunaan Jasa, Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif,
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi, Cara Penghitungan Retribusi, Wilayah
Pemungutan, Tatacara Pemungutan, Sanksi Administrasi, Tatacara Pembayaran,
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Tatacara Penagihan, Pengembalian Kelebihan Pembayaran, Keberatan, Pengurangan,
Keringanan dan Pembebasan Retribusi, Kadaluarsa Penagihan, Penyidikan,
Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
9. Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai
Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini
juga didukung dengan adanya Ketetapan Tarif Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dalam Kota Binjai Nomor 503.648-611 Tanggal 20 Maret
2000.
10. Keputusan Walikota Binjai Nomor 620-252/SK/2000 Tentang Penetapan
Kelas Jalan, Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan
(GSB) untuk izin Mendirikan Bangunan dalam Kota Binjai.
Keputusan ini diterbitkan bertujuan untuk kelancaran pelaksanaan dalam
menentukan Retribusi terutang terhadap suatu bangunan perlu ditetapkan Kelas Jalan
Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dalam kota
Binjai.
Keputusan ini menetapkan tentang kelas jalan, Daerah Milik Jalan
(DAMIJA) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) untuk izin mendirikan bangunan
dalam kota Binjai. Keputusan ini terdiri dari 3 Pasal yang mengatur ketetapan
keputusan ini.
11. Keputusan Walikota Binjai Nomor 020-251/SK/2000 Tentang Penetapan
Harga Dasar Bangunan dalam Kota Binjai.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
C. Kebijakan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH
Kebijakan merupakan suatu keputusan dalam upaya memecahkan suatu
permasalahan yang melibatkan banyak pihak. Sumberdaya yang diperlukan pun tidak
sedikit. Sehingga diperlukan suatu pertimbangan yang serius dalam menentukan serta
menetapkan suatu kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup tergolong pada kebijakan bagi kepentingan umum. Dengan
demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan oleh kebijakan
tersebut.
Menurut Heinz dan Kennerth Prewitt, kebijakan adalah :
“Suatu keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah
laku dari mereka yang membuat dan mereka yang memenuhi keputusan tersebut.
Kebijakan sebagai suatu hasil keputusan dimaksud untuk menyelesaikan suatu
permasalan”.23
Kebijakan (Policy) adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian
keputusan yang sifatnya berkaitan dengan hal-hal yang lebih luas dan banyak aspek,
sehingga sumber kebijakan berasal dari banyak pihak dengan berbagai kepentingan
dan kewenangan. Penyusunan kebijakan pada umumnya dilakukan melalui proses
yang panjang dan berkaitan dengan berbagai aspek, kepentingan dan kewenangan.
23 Heinz Eulau and Kennerth Prewit, dalam CH. O. Jones, Pengantar Kebijakan Publik, (Jakarta
: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 57.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
“Suatu kebijakan biasanya diterima sebagai suatu hasil keputusan bersama yang
dikaitkan secara khusus dengan pembuatannya”.24
Kewenangan yang menyangkut masalah pengelolaan lingkungan hidup
didasarkan pada pertimbangan bahwa di dalam negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah lingkungan hidup terjadi sebagai akibat dari kegiatan
pembangunan, dan yang terutama harus dihadapi adalah rendahnya mutu lingkungan.
Oleh karena itu, penanggulangan masalah lingkungan hidup di Indonesia
dilaksanakan dalam rangka mempercepat proses pembangunan itu sendiri. Untuk
mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan, diupayakan “Pelestarian
Fungsi Lingkungan Hidup”.
Sebagai penjabaran dari kebijakan tersebut Pemerintah menuangkannya
dalam instrumen izin yang digunakan oleh penguasa pada sejumlah besar bidang
kebijaksanaan. Ini terutama berlaku bagi hukum lingkungan, hukum pengaturan
ruang dan hukum perairan. Peraturan tersebut merupakan perlindungan terhadap
lingkungan terhadap kegiatan manusia yang membawa dampak negatif bagi
lingkungan hidup.
Perlindungan terhadap lingkungan ini semakin penting karena seringnya
terjadi pencemaran dan perusakan terhadap lingkungan hidup sehingga selanjutnya
dapat merusak ekosistem. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan
24 Sunoto, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Pelatihan Analisis
Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, (Jakarta : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1971), hal 10.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang berhubungan dengan penerbitan izin mendirikan bangunan yang bertujuan untuk
melindungi, memulihkan dan kembali menata tata hubungan secara berimbang dan
serasi antara semua sub sistem dalam keseluruhan ekosistem, dan juga mengatur hak,
kewajiban dan wewenang baik kepada warga negara maupun pemerintah untuk turut
serta dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Di dalam berbagai sektor kebijakan pemerintah dapat berdiri secara
berdampingan berbagai sistem izin dengan motif sejenis. Hal ini berhubungan dengan
perkembangan, terutama pada tahun-tahun terakhir, bahwa di dalam bidang
kebijaksanaan penguasa semakin banyak terjadi pengkhususan dari tujuan-tujuan
kebijaksanaan itu. Dengan demikian timbul berbagai bidang bagian kebijaksanaan
penguasa dengan sistem-sistem dalam rangka pengelolaaan lingkungan hidup.
D. Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPLH), disebutkan bahwa
“pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup”.
Berdasarkan bunyi Pasal 1 angka 2 UUPLH, pengelolaan lingkungan hidup
merupakan :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Upaya terpadu untuk “melestarikan fungsi lingkungan hidup”, yaitu memelihara
kelangsungan lingkungan hidup, sehingga mampu mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain serta melindungi kemampuan lingkungan hidup
terhadap serangan dari luar;
2. Upaya tersebut dirumuskan dalam pelbagai kegiatan yang merupakan langkah
kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
Perumusan pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini diberikan
penekanan pada “melestarikan fungsi lingkungan hidup” yang dalam ketentuan
sebelumnya (Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang UULH) tidak dijumpai,
sedangkan 7 (tujuh) aktivitas lainnya yaitu penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup hanya
dilihat sebagai “langkah kebijakan”.25
Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia didasarkan pada asas (prinsip)
tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UULH yang menyatakan bahwa
pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang
serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi
peningkatan kesejahteraan manusia.
Dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap
lingkungan maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau mengurangi
25 Abdurrahman, Pembaharuan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Indonesia, Makalah, Kursus Dasar AMDAL Tipe A, PPL Univ. Lambung Mangkurat, 1997.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan menjadi serasi dan seimbang
lagi. Dalam hal ini yang dilestarikan bukanlah “lingkungan an sich” melainkan
“kemampuan lingkungan”. Kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang inilah
yang perlu dilestarikan, sehingga setiap perubahan yang diadakan selalu disertai
dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkat yang
baru.26
Selanjutnya istilah “pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan
seimbang” membawa kepada keserasian antara “pembangunan” dan “lingkungan”,
sehinga kedua pengertian itu, yaitu pembangunan dan lingkungan tidak
dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian lingkungan” yang
bermakna melestarikan lingkungan itu an sich digunakan dalam rangka pelestarian
alam dan kawasan suaka alam.27
Dalam UUPLH terdapat istilah “pelestarian fungsi lingkungan”, yang
bermakna pelestarian fungsi lingkungan kawasan budidaya dan kawasan lindung.
Pasal 1 angka 5 mengartikan pelestarian fungsi lingkungan adalah rangkaian upaya
untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Asas dan tujuan pengelolaan lingkungan disebutkan dalam Pasal 3 UUPLH
bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung
jawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dalam rangka
26 Koesnadi Hadjasoemantri, 2005, Op cit, hal 89-90. 27 Ibid.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari bunyi Pasal 3 UULH, asas pengelolaan lingkungan hidup tidak lagi
berasaskan pelestarian kemampuan fungsi lingkungan hidup tetapi dilaksanakan
berdasarkan pada asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat.
Berdasarkan asas tanggungjawab negara, disatu sisi, negara menjamin
pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi
masa depan. Sedangkan dilain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan
kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain serta melindungi negara terhadap
dampak kegiatan di luar wilayah Indonesia.
Asas berkelanjutan mengandung makna bahwa setiap orang memikul
kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya
dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut,
maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan
lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan itu sendiri.
Dengan asas manfaat mengandung makna bahwa segala usaha dan kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Demikian pula Pasal 3 UUPLH mengatur tujuan pengelolaan lingkungan
hidup yaitu untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup.
Dalam Pasal 1 angka 3 UUPLH merumuskan pengertian pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah merupakan upaya sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Menurut Rachmadi Usman, bahwa “Pembangunan yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber daya menjadi sarana untuk mencapai
keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan pula bagi kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan”.28
Oleh karena itu, lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang untuk
menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi
peningkatan kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
depan. Pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan wajib diikuti dengan upaya
pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan terhadap
lingkungan hidup itu.
28 Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), hal. 67.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Menurut Pasal 4 UUPLH, terdapat 6 (enam) sasaran yang hendak dicapai
dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, yaitu :
1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan kesimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan kepada rakyat
dan bangsa Indonesia bahwa kebahagian hidup akan dapat tercapai jika
didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan kesimbangan, baik dalam hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia,
manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai
kemajuan lahir, dan kebahagian bathin.
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup.
Sasaran ini bermaksud menciptakan manusia dan masyarakat Indonesia yang
berbudaya dan cinta pada lingkungan hidup, sehingga memiliki kemampuan
untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung serta daya tampung
lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan.
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.
Sasaran ini mengingatkan kita bahwa pemanfaatan sumber daya alam sebagai
pokok-pokok kemakmuran rakyat bukan saja dinikmati oleh generasi masa kini
saja, melainkan harus pula dinikmati oleh generasi masa depan, yang merupakan
warisan untuk anak cucu kita, artinya pemanfaatan sumber daya alam harus
dilakukan secara lestari dan berkelanjutan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
Sasaran ini memiliki arti yang sangat penting dalam kaitannya dengan
pemanfaatan sumber daya tidak terbarui (nonrenewable resource), sehingga
aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna menjadi mutlak
diperhatikan disamping aspek daur ulang (recycling) yang senantiasa harus
diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi sederhana atau
teknologi pedesaan (rural technology). Pengendalian pemanfaatan sumber daya
secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematan sumber daya tidak
terbarui, tetapi juga kepada pencarian sumber daya alternatif lainnya guna
memperoleh energi. Sumber daya lainnya itu menurut Koesnadi Hardjasoemantri,
dapat berupa “biogas, biomassa, energi angin (windenergy), energi surya (solar
energy), Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), energi nuklir dan lain-
lain”.29
6. Terlindunginya negara kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha
dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
Sasaran yang terakhir ini sebagai wujud hak dari negara yang berdaulat seperti
Indonesia untuk melindungi dirinya dari dampak pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukan oleh negara lain. Oleh karena itu, untuk
29 Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Op Cit, hal. 92.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
menanggulangi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang bersifat
transnasional diperlukan kerjasama dengan negara lain.
Pasal 5 ayat (1) UUPLH menetapkan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengertian orang disini
meliputi orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum.
UUD 1945 tidak menyebutkan hak asasi sosial atau subjektif seperti ini.
Hak ini baru diperkenalkan dalam UULH. Menurut Siti Sundari Rangkuti,
“Konseptornya mendapat ilham dari negara maju yang lebih dahulu menuangkan hak
seperti ini dalam konstitusinya”.30
Saat ini hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat telah dituangkan
dalam Pasal 28 Piagam Hak Asasi Manusia sebagai bagian tidak terpisahkan dari
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang
menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Kemudian, dituangkan pula dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan setiap orang berhak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) tidak memberikan penjelasan pengertian
“lingkungan yang baik dan sehat” itu. Pasal 5 ayat (1) ini menjamin orang
perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum untuk menikmati lingkungan
hidup yang tertata apik (asri) dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga
30 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
(Surabaya : Airlangga University Press, 1996), hal. 269.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
terwujud lingkungan yang harmoni dimana manusia Indonesia dapat berkembang
dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Secara tidak
langsung, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan suatu lingkungan
yang baik dan sehat tersebut. Dengan adanya hak asasi sosial atau hak subjektif ini,
maka setiap warga negara berhak menuntut negara untuk mewujudkan suatu
lingkungan yang baik dan sehat.
Heinhard Steiger C.S. dengan tulisan “The Fundamental Right to a Decent
Environment” dalam “Trends in Environmental Policy and Law” menyatakan bahwa
“apa yang dinamakan hak-hak subjektif (subjective right) adalah bentuk yang paling
luas dari perlindungan seseorang”.31
Dengan hak-hak subjektif memberikan kepada yang mempunyainya suatu
tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang
baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur
hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat
lainnya. Tuntutan tersebut mempunyai 2 (dua) fungsi yang berbeda, yaitu fungsi
pertama, yaitu yang dikaitkan pada hak membela diri terhadap gangguan dari luar
yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya, sedangkan fungsi yang kedua
dikaitkan pada hak menuntut dilakukannya sesuatu tindakan agar lingkungannya
dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki.
31 Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2003, hal. 75.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Penegakan peraturan perundang-undangan perlu sekali bagi perlindungan
hukum lingkungan hidup seseorang. Perlindungan ini biasanya dilaksanakan melalui
proses peradilan. Akan tetapi, adapula kemungkinan-kemungkinan lain guna
penegakan hukum lingkungan, sepeti misalnya hak untuk berperanserta dalam
prosedur administratif atau untuk mengajukan permohonan banding kepada lembaga-
lembaga administratif yang lebih tinggi.
Kewajiban mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat bukan saja
beban pemerintah, melainkan kewajiban setiap individu, kelompok orang atau badan
hukum untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah serta
menanggulangi kerusakan atau pencemarannya. Pasal 6 ayat (1) UUPLH menetapkan
setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Kewajiban setiap orang dimaksud tidak terlepas dari kedudukannya sebagai
anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan
makhluk sosial. Dalam kewajiban tersebut mengandung makna, bahwa setiap orang,
kelompok orang, atau badan hukum turut berperan serta dalam upaya memelihara
lingkungan hidup, misalnya peranserta dalam mengembangkan budaya bersih
lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UUPLH, dapat dikemukakan ada tiga
kewajiban yang harus dilakukan atau dibebankan kepada setiap orang, kelompok
orang atau badan hukum, yaitu :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, jadi bukan
memelihara kelestarian lingkungan hidup an sich, melainkan memelihara
kelestarian “fungsi lingkungan hidup”, sebab lingkungan hidup bersifat dinamis.
2. Kewajiban mencegah terjadi atau timbulnya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
3. Kewajiban menanggulangi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
yang terjadi atau timbul.
Apabila hak atas lingkungan yang baik dan sehat dihubungkan dengan
kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, berarti lingkungan hidup
beserta dengan sumber daya yang terdapat di dalamnya merupakan milik bersama dan
dengan sendirinya tidak hanya melindungi kepentingan individual, kelompok orang
atau badan hukum saja, tetapi juga melindungi kepentingan bersama secara
menyeluruh dari orang yang mendiami lingkungan hidup tersebut. Karena itu,
masyarakat atau individu dapat mengajukan gugatan ganti kerugian dan/atau tuntutan
melakukan tindakan tertentu terhadap individu, kelompok orang atau badan hukum
yang telah melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, yang
membawa akibat pada teganggunya kelestarian fungsi lingkungan hidup yang baik
dan sehat tersebut.
Pasal 5 ayat (2) UUPLH menetapkan setiap orang mempunyai hak atas
informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Secara umum hak atas kebebasan informasi ini dituangkan dalam Pasal 20
dan Pasal 21 Piagam Hak Asasi Manusia dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999. Penambahan hak atas informasi lingkungan hidup dalam UUPLH
dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Penjelasan Pasal 5 ayat 2 UUPLH menyatakan bahwa hak atas
informasi lingkungan hidup ini dirumuskan sebagai sesuatu konsekuensi logis dari
hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan
efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, disamping akan membuka
peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Dalam hubungan dengan hak atas informasi lingkungan hidup, maka pihak
lain mempunyai kewajiban memberikan informasi lingkungan hidup yang dibutuhkan
dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 5 ayat (2) UUPLH mempunyai hubungan
dengan Pasal 6 ayat (2) UUPLH yang menyatakan bahwa setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar
dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan. Lothar Gundling dengan tulisan berjudul “Public Participation in
Environmental Decision Making” dalam “Trends in Environmental Policy and Law”
menyatakan : Pemberian informasi yang benar kepada masyarakat adalah prasyarat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang paling penting untuk peranserta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan di bidang lingkungan hidup. Informasi tersebut harus sampai ditangan
masyarakat yang akan terkena rencana kegiatan dan informasi itu haruslah diberikan
tepat pada waktunya (timely information), lengkap (comprehensive information) dan
dapat dipahami (comprehensible information).32
Kemudian Pasal 7 UUPLH mengatur mengenai hak masyarakat berperan
dalam lingkungan hidup dan cara masyarakat berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup tersebut. Pasal 7 ayat (1) UUPLH menetapkan masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Dari bunyi Pasal 5 dan Pasal 7 UUPLH dihubungkan dengan penjelasannya,
dapat dikemukakan beberapa hal, yakni :
1. Undang-undang mengakui hak setiap orang sebagai anggota masyarakat dengan
memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya guna berperan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peranserta dimaksud meliputi peran dalam
proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun
dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian
AMDAL atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pengakuan ini
memberikan jaminan kepastian diberikannya hak subjektif, kesempatan yang
32 Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Op Cit, hal. 103.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
sama dan seluas-luasnya kepada masyarakat atau setiap orang untuk ikut berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Pelaksanaan hak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup tersebut didasarkan pada prinsip keterbukaan, sebab dengan keterbukaan
dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta
pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup. Pengakuan hak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan
lingkungan ini bertujuan untuk mengikut sertakan masyarakat di dalam proses
pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Bunyi
penjelasan Pasal 5 ayat (3) UUPLH bahwa peran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara
mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara
lain dalam proses penilaian AMDAL atau perumusan kebijaksanaan lingkungan
hidup.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan keterlibatan
peran masyarakat yang didasarkan kepada prinsip keterbukaan. Dalam Undang-
undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Peyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, prinsip keterbukaan telah diakui
sebagai salah satu asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
KKN.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Berperan dalam Pengelolaan Lingkugan Hidup ini merupakan suatu hak dari
setiap orang atau masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk ikut dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut.
Karenanya, setiap orang atau masyarakat dapat menuntut untuk diikutsertakan
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dibandingkan dengan rumusan
sebelumnya yang jauh lebih tegas dan baik, sedangkan UUPLH lebih menegaskan
kepada hak saja, tetapi di dalam UULH dikatakan sekaligus sebagai suatu
kewajiban pula. Dengan demikian, menurut UULH, keikutsertaan masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup bukan saja suatu hak melainkan sekaligus
juga sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang atau
masyarakat. Kalau hanya meletakkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebatas pada hak saja, maka tidak menjadi suatu keharusan bagi
setiap orang atau masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
4. Pelaksanaan hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berarti
cara setiap orang atau masyarakat terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup
(akan) ditentukan dalam peraturan perundang-undanan yang ada pada saat ini
maupun peraturan perundang-undangan yang akan ditetapkan kemudian.
Pasal 10 UUPLH menyebutkan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban pemerintah tersebut,
meliputi :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan
tanggungjawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup disini adalah pihak-
pihak yang berwenang, yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan
lainnya.
2. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran
akan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan
pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
3. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan
antara masyarakat dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Peran masyarakat disini mencakup
keikutsertaan, baik dalam upaya maupun proses pengambilan keputusan tentang
pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam rangka
peran masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan
hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain
lembaga swadaya masyarakat dan oganisasi profesi keilmuan.
4. Mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
5. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif,
dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan hidup. Perangkat yang bersifat preemtif adalah tindakan yang
dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti tata
ruang dan AMDAL. Adapun preventif adalah tindakan tingkatan pelaksanaan
melalui penataan baku mutu limbah dan/atau instrument ekonomi. Sedangkan
proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi
lingkungan hidup seperti ISO 14000. Perangkat pengelolaan lingkungan hidup
yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif 33 misalnya pengembangan dan
penerapan teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan
hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.
6. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup.
7. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup.
8. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada
masyarakat.
9. Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang
lingkungan hidup.
Sebagaimana dikemukakan di atas, atas dasar Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
maka bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Perkataan
dikuasai bukan berarti dimiliki, melainkan adalah pengertian yang memberikan
wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia pada
33 Bapedaldasu, Op Cit, hal. 9.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tingkatan yang tertinggi untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
alam tersebut. Penguasaan sumber daya alam oleh negara tersebut dimaksudkan untuk
dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian,
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh negara tersebut harus
mendatangkan keuntungan bagi rakyat banyak secara keseluruhan, bukan hanya
dinikmati oleh segelintir atau sekelompok rakyat saja atau sebaliknya malahan
menimbulkan kesengsaraan rakyat banyak.
Dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 lahirlah apa yang dinamakan dengan hak
menguasai dari Negara atas bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Lebih lanjut Pasal 8 UUPLH mempertegas pengertian hak
menguasai dari Negara ini dalam kaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia. Pada prinsipnya ketentuan Pasal 8 UUPLH tersebut tidak berbeda dengan
yang diatur dalam Pasal 10 UULH. Apabila diperbandingkan, maka ketentuan Pasal 8
UUPLH lebih lengkap dan jelas merinci pengertian dan ruang lingkup hak menguasai
dari negara atas sumber daya alam tersebut.
Pasal 8 UUPLH menetapkan :
1. Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah.
2. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, pemerintah :
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan
hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya
genetika;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau
subjek hukum lainnya, serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan
sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial, yang berpengaruh
terhadap kepentingan umum baik secara kultural maupun secara struktural;
e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Dengan demikian jelaslah bahwa Pasal 8 UUPLH telah memberikan hak
kepada Negara untuk menguasai sumber daya alam dan kewenangan mengaturnya
diserahkan kepada pemerintah. Kewenangan mengatur yang dimiliki oleh pemerintah
tersebut mewajibkan kepada pemerintah dalam mengatur dan mengembangkan
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk memberikan perlindungan
terhadap keberlanjutan sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber
daya genetika, sehingga pembangunan tetap terlanjutkan.
Mas Achmad Santosa, mengatakan bahwa : Penguasaan sumber daya alam
oleh Negara mengandung konsekuensi sifat keberlanjutannya (sustainability) banyak
ditentukan oleh kemauan dan kemampuan pemerintah sebagai aparatur negara. Akan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tetapi, di dalam praktek seringkali pemerintah mengabaikan kewajibannya menjaga
keberlanjutan sumber daya alam, misalnya mengabaikan perangkat perizinan sebagai
alat pengendalian. Keadaan semacam ini menuntut kelompok-kelompok masyarakat
atau organisasi lingkungan hidup untuk melakukan tindakan korektif terhadap pelaku
ataupun terhadap pemerintah yang telah mengabaikan tugas sesuai dengan yang
dimandatkan oleh hukum. Tindakan korektif ini salah satunya melalui upaya hukum
gugatan.34
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu sistem dengan keterpaduan
sebagai ciri utamanya. Titik keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan hidup
tersebut terletak pada kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
Mengenai hal ini telah diatur dalam Pasal 8 UULH dan Pasal 9 UUPLH.
Pasal 8 UULH menetapkan :
1. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang
mendorong ditingkatkannya upaya pelestarian lingkungan hidup untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
2. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah sebagaimana dimaksud di atas diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
34 Mas Achmad Santosa, Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Dampak Lingkungan,
(Jakarta : Indonesian Centre for Environmental Law, 1995), hal. 7-8.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Menurut Abdurrahman, bahwa “apa yang digariskan dalam ketentuan Pasal
8 UULH kelihatannya sangat umum sekali, sehingga wajar bilamana dalam ketentuan
baru ditentukan hal yang lebih realistis”35
Pasal 9 UUPLH terdiri atas 4 (empat) ayat yang memuat pengaturan
kewenangan pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup dan penataan ruang. Bunyi Pasal 9 UUPLH sebagai berikut :
1. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan
hidup dan penataan ruang, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat
istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
2. Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi
pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing,
masyarakat serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan
perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup.
3. Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan
ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya
alam buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar
budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
4. Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud di atas, dikoordinir aleh Menteri.
35 Abdurrahman, 1997, Op cit, hal. 23.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya, penjelasan Pasal 9 ayat (1) UUPLH menyatakan dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan
ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi, dan
kebutuhan, serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya,
perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu kepada
sumber daya alam yang terdapat disekitarnya.
Dari bunyi Pasal 9 ayat (1) UUPLH, jelaslah bahwa pemerintah mempunyai
kewajiban atau harus memperhatikan dan mengindahkan secara rasional dan
proporsional nilai-nilai agama, adapt istiadat, potensi, aspirasi dan nilai-nilai yang
hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dalam rangka menyusun dan
menetapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan
ruang. Ketentuan ini bermaksud untuk melindungi dan mempertahankan kelestarian
kebiasaan masyarakat hukum adat dan konsep agama dalam pengelolaan sumber daya
alam atau lingkungan hidup, serta sekaligus mengukuhkan pengakuan hak hukum
bagi masyarakat hukum adat dan masyarakat sekitar atas lingkungan hidupnya.
Selama ini hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal selalu dikalahkan oleh
kepentingan pembangunan nasional maupun daerah, yang membawa akibat pada
terganggunya ikatan masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal terhadap
lingkungan hidup sekitarnya yang merupakan wadah bagi mereka dalam melakukan
kegiatan bersama.
Demikian pula Pasal 9 ayat (1) UUPLH menyatukan antara kewenangan
penetapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dengan kewenangan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
penetapan kebijaksanaan nasional penataan ruang sekaligus dalam satu tangan. Hal
ini dimaksudkan untuk mencapai keterpaduan (integrasi) dalam penetapan
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Baik
pengelolaan lingkungan hidup maupun penataan ruang, kedua-duanya mempunyai
keterkaitan dan saling mempengaruhi.
Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPLH sejalan pula dengan Pasal 29 Undang-
undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 29 Undang-
undang Nomor 24 Tahun 1992 dinyatakan bahwa Presiden menunjuk seorang
Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang, termasuk pengendalian
perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan
berdampak penting. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Nomor
24 Tahun 1992, maka pengendalian penataan ruang dipegang pula oleh seorang
Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.
Di samping itu, pengelolaan lingkungan hidup juga wajib dilakukan secara
terpadu dengan perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber
daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,
keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Kewajiban demikian disebutkan dalam
Pasal 9 ayat (3) UUPLH yang menyatukan 4 (empat) Pasal dari UULH, yakni Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14. Kalau pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
tidak secara terpadu dengan perlindungan lingkungan hidup, dikhawatirkan akan bisa
menimbulkan perbenturan antara pengelolaan lingkungan hidup dengan penataan
ruang dan perlindungan lingkungan hidup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB III
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM
PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah
Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada Kabupaten/Kota
dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi,
peraturan ini pada pokoknya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggungjawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan
memperhatikan potensi keanekaragaman daerah.36
Realita menunjukkan pembangunan di daerah dihadapkan pada
permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan banyaknya
permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam dan memberi dampak
36 Indra JPiliang, Dkk, Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi, (Jakarta : CV. Trio Rimba
Persada, 2003), hal. 13.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
negatif pada ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kecenderungan ini
tercermin dari meningkatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam.
Hal ini berpengaruh pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, dan
lingkungan hidup yang pada akhirnya akan menjadi ancaman bagi kelangsungan
kehidupan rakyat.
Berbagai pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pembangunan yang
berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan pemanfaatan sumberdaya yang
berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan dan sosial ternyata
hanya memberikan manfaat dalam jangka pendek.
Pesatnya peningkatan pertumbuhan populasi, teknologi dan disisi lain
semakin terbatasnya sumberdaya dan rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya
pola pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa
lingkungan yang dalam jangkan panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya
secara berkelanjutan.
Sebagaimana lazimnya setiap pemerintah daerah berusaha sedapat mungkin
mengembangkan potensi yang ada untuk menunjang biaya pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pada dasarnya merupakan
suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat
dan bangsa bersama pemerintah untuk mengubah suatu keadaan yang kurang baik
menjadi lebih baik dengan cara melakukan proses pengolahan sumber daya alam dan
sumber daya manusia dengan memanfaatkan teknologi untuk memenuhi masyarakat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang semakin kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju
pertambahan penduduk.
Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata sejak dini
dengan melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan yang dihadapi
oleh daerah-daerah perkotaan di Indonesia. Melihat kecenderungan perkembangan
dan tantangan pembangunan daerah-daerah perkotaan dimasa yang akan datang, perlu
juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini mungkin,
salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah meningkatkan dan memantapkan
peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk mendorong peran swasta dan
masyarakat dalam pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang
kondusif bagi peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita ketahui
bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan berkelanjutan
diletakkan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun, didalam
pengalaman prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang
tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang mengganggu
kelestarian alam.
Kekuatiran ini juga didukung oleh Santoso, dimana dalam pengamatannya
ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekuatiran munculnya
pembangunan yang eksploitatif di era otonomi daerah, diantaranya :
1. tidak adanya perubahan paradigma pembangunan;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. tingkat penataan lingkungan sangat rendah; 3. sumberdaya alam masih diperlakukan sebagai asset penopang perolehan PAD. 4. masih terbatasnya sumberdaya alam manusia yang handal; 5. tidak adanya strategi.37
Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah
terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh
kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah
yang memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya
alam di daerah.
Untuk itulah kebijakan dan program pembangunan nasional ditetapkan
sesuai dengan amanat konstitusi berdasarkan visi bangsa Indonesia yang ingin
dicapai yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai demokratis,
berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara Kesatuan
Republik Indonesia yang didukung manusia Indonesia yang sehat, mandiri,
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan
lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja
yang tinggi serta disiplin.
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan
dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam
pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna
pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan.
37 Mas Achmad Santoso, Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Penegakan Hukum
Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup dalam Konteks Otonomi Daerah, Makalah (Jakarta : Lokakarya dan Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Konteks Desentralisasi, 2001), hal. 2.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Dalam rangka mewujudkan visi yang dimaksud di atas telah ditetapkan
salah satu misi pembangunan ekonomi nasional, yaitu pemberdayaan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan
koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan
lingkungan, dan berkelanjutan.
Pengelolaan lingkungan dilakukan berdasarkan pengelolaan atas dasar
batas sistem ekologi suatu kawasan akan menjadi tidak efektif karena adanya
batasan administratif masing-masing daerah otonom. Pembagian batas wilayah
pengelolaan yang dipaksakan tersebut memunculkan dilema yang saat ini
sedang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota. Dilema pengelolaan sumber
daya alam dalam lingkup satu wilayah administratif relatif lebih kecil
dibandingkan pengelolaan sumber daya alam yang lintas batas administratif,
bahkan pengelolaan sumber daya alam lintas batas tersebut merupakan salah
satu sumber konflik antara beberapa wilayah kabupaten/kota.
Bertitik tolak dari kondisi yang sedang terjadi di atas, perlu segera
dirumuskan sebagaimana menyikapi penerapan otonomi daerah dalam konteks
pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam baik yang berada dalam batas
administratif satu daerah otonom maupun sumberdaya alam yang lintas batas
administratif. Forum dialog merupakan wahana yang tepat untuk menselaraskan
kembali, antara kerangka kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan di satu-sisi dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah
kabupaten/kota.
Untuk mengatasi berbagai masalah di bidang pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, telah ditetapkan salah satu prioritas pembangunan
ekonomi nasional, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat
landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan
sistem ekonomi kerakyatan. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan
hidup dalam bab ini menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan
agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan
lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin.
Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya dapat memberikan
akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa
kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola
pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif
masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup harus dioptimalkan karena hal ini sangat penting peranannya terutama
dalanl rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak,
retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana
ekologi. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap
wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
sumber daya. alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal
dan tetap terjaganya fungsi lingkungan.
Otonomi daerah merupakan potensi utama dalam pengelolaan lingkungan
hidup dengan lebih baik, dalam perwujudan pemerintahan yang baik, tuntutan
kualitas sumberdaya manusia sangat diperlukan dalam rangka implementasi
otonomi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu dengan adanya :
1. Visi dan orientasi yang menghargai keterbatasan daya dukung lingkungan (pro
nature). Visi yang demikian diharapkan mampu memadukan aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan.
2. Profesional, terbuka, akuntabel. Syarat inin diperlukan dalam menciptakan
pemerintahan yang kuat (profesional) tetapi responsif terhadap kepentingan,
aspirasi dan tuntutan masyarakat.
3. konsisten dan memiliki integritas, hal ini diperlukan dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum mempersyaratkan lembaga peradilan yang independen dan
tidak memihak.
4. Berpikir dalam kerangka sistem dan holistic (bukan parsial dan ego daerah).
5. Daya kritis dan partisipatif dari masyarakat. Sebagaimana diketahui, salah
satu pendorong penataan lingkungan (environmental complience) adalah
adanya tekanan masyarakat.juga merupakan kontrol terhadap kebijakan
pemerintah. Karena itu diperlukan daya kritis dan peran aktif masyarakat
dalam penyusunan kebijakan dan implementasi. Daya kritis tentang
lingkungan seharusnya perlu dilarutkan dalam agenda politik, kinerja wakil
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
rakyat dan parpol harus dievaluasi dari aspek lingkungan.38
Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal
yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan
menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat
vertikal maupun horizontal.
Jika semua pihak telah melarutkan aspek lingkungan dalam
pertimbangan kebijakannya, maka aspek lingkungan akan inheren dalam perilaku
sehari-hari. Jika terjadi penyimpangan, akan mendapat teguran dari yang
melihatnya. Perilaku yang demikian ini merupakan bagian penting dari self
regulation dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kemudian sistem hukum yang baik juga sangat diperlukan dalam
pengelolaan lingkungan hidup, dimana hukum lingkungan harus memiliki
perspektif berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi,
kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik (good governance).
Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup
harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan
dalam rangka mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar
sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan
mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam yang terdapat
pada lingkungan hidup harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik
38 J.Piliang, Op Cit, hal. 125.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan hak-hak masyarakat adat.
Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa
hukum perlu diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah,
termasuk penjarahan terhadap hutan, kawasan konservasi alam dan sebagainya.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk
mengurangi kadar kerusakan lingkungan dibanyak daerah antara lain pencemaran
industri, pembuangan limbah yang, tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan
pertanian penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan.
Dalam memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan
lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya :
a. Mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat
diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi
ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;
b. Penegakan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan
dan/atau pencemaran lingkungan hidup;
c. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah
daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup secara bertahap;
d. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lokal;
e. Menerapkan secara efektif, penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
f. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan
konservasi bagi di wilayah tertentu;
g. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan global.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring
dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas
lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya
keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat dan antar negara maju
dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang optimal.
Pembangunan nasional di bidang lingkungan hidup pada dasarnya
merupakan upaya untuk mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan
ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang. Untuk mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan di atas, 1999-2004 mengamanatkan ;
a. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
b. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan
menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian
kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat baik.
Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan
pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang
diatur dengan undang-undang.
Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya
masyarakat lokal serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang-
undang.
Dengan memperhatikan tujuan dan sasaran pembangunan yangmerupakan
cerminan dari prioritas program bidang SDA dan lingkungan hidup, telah disusun
beberapa kegiatan yang saling terkait satu sama lain dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan berkelanjutan dalam kualitas
lingkungan hidup yang semakin baik. Program dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yang berkaitan dengan upaya peningkatan diberbagai hal antara lain :
a. Akses informasi
b. Efektifitas pengelolaan
c. pencegahan perusakan dan/atau pencemaran
d. Penataan kelembagaan dan penegakan hukum
e. Peran serta masyarakat.
Selanjutnya untuk mendukung penerapan otonomi dalam rangka
terwujudnya kemandirian daerah, pemerintah daerah dapat melakukan sebagai
bebrapa hal sebagai berikut :
a. Mengembangkan otonomi daerah secara luas nyata dan bertanggungjawab dalam
rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga
hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga masyarakat dan seluruh
potensi masyarakat dalam wadah Negara kesatuan republik Indonesia.
b. Melakukan pengkajian terhadap berlakunya otonomi daerah bagi daerah
propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa.
c. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat
terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan,
system agrobisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan
kelembagaan,penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam.
d. Mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan
mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi
perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya alam.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan
fungsi dan perannya guna memantapkan penyelenggarakan otonomi daerah yang
luas nyata dan bertanggungjawab.
f. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di daerah sesuai dengan potensi dan
kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran yang memadai.
g. Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah terutama di kawasan timur
Indonesia daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan
pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Kemudian dalam rangka penerapan otonomi daerah dalam hal
pengelolaan lingkungan hidup juga diatur dalam kerangka Protokol Kyoto, yang
merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (KKPI).
Protokol Kyoto memiliki 3 (tiga) mekanisme untuk mitigasi perubahan iklim yaitu :
1. Implementasi Patungan (IP) atau Joint Implementation (JI) antara negara Annex
I;
2. Mekanisme Pembangunan Bersih (MBP) atau Clean Development Mechanism
(CDM) antara negara Annex I dan negara non-Annex.
3. Perdagangan Emisi Internasional (PEI) atau International Emmisions Trading
(IET) antara negara Annex I.39
Ketiga mekanisme ini bersifat lentur (flexible) sehingga terbuka untuk badan
pemerintah maupun swasta.
39 Otto Soermawoto, Konsep Atur Diri Sendiri Dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pada
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah Seminar Nasional, Diadakan di Yogyakarta, Tanggal 9-11 Agustus 2001, (PSL Program Pascasarjana UGM : 2001), hal. 13
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
MBP merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan dengan
negara sedang berkembang (negara non-Annex). MPB pada satu pihak bertujuan
untuk membantu negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada
tercapainya stabilisasi kadar Gerakan Rumah Kaca (GRK) dalam atmosfer. Bantuan
itu berupa pemindahan teknologi dan dana dari negara maju ke negara sedang
berkembang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan. Pada lain pihak MPB
juga untuk membantu Annex 1 untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mereduksi
emisi GRK mereka dengan demikian MPN tidak menghambat usaha pembangunan
Negara non-Annex 1 melainkan justru membantu.
Dalam konteks otonomi daerah Protokol Kyoto memberi kesempatan
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Adapun kebijakan yang diatur
dalam Protokol Kyoto dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam
rangka Gerakan Rumah Kaca adalah sebagai berikut :
1. Kabupaten yang mempunyai hutan lindung dan taman nasional yang luas dengan
memperbaiki pengelolaan hutan lindung dan taman nasionalnya serta rehabilitasi
hutan dan reboisasi untuk menanggulangi lahan kritis.
2. Kotamadya, terutama yang besar, dengan mengurangi emisi CO2 dari
peningkatan efisiensi sistem transpornya, misalnya dengan menggariskan
kebijakan dengan mengurangi transport terpadu yang mencakup kenderaan
bermotor dan transport tak bermotor, seperti berjalan kaki untuk jarak perjalanan
sangat pendek sampai 1 Km dan sepeda untuk perjalanan pendek sampai 5 Km.
Bersamaan dengan itu meningkatkan penanaman pohon lindung untuk
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
meningkatkan rosot karbon.
3. Mengurangi emisi CO2 dengan mengembangkan energi terperbarukan biomassa,
surya (photovoltaic) dan angin. Teknologi untuk ketiga jenis tersebut telah
tersedia.
4. Mengurangi emisi metan dengan mengurangi penanaman dan konsumsi beras
melalui penganekaragaman pangan sehingga luas sawah sebagai penghasil metan
berkurang.
5. Mengurangi emisi metan dengan memperbaiki pengelolaan peternakan sapi.
6. Mengurangi emisi metan dari tempat pembuangan sampah (TPA)
7. Industri dengan melakukan usaha penghematan energi dengan eko-efisiensi.
Usaha pengelolaan yang diatur dalam Protol Kyoto dalam rangka otonomi
daerah dapat dijadikan dasar dalam penyusunan pedoman dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup yang disetujui bersama berdasarkan nilai-nilai lokal yang terdapat
disetiap daerah.
Dengan telah tersedianya instrument pengelolaan lingkungan hidup dan
didukung dengan adanya otonomi daerah maka program pembangunan di setiap
daerah dapat dilakukan dengan tetap berlandaskan kepada pembangunan ramah
lingkungan yang memberi keuntungan yang lebih besar daripada pembangunan yang
merusak lingkungan hidup.
Oleh karena itu kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah dalam
pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah adalah Pertama, adanya
peraturan perundang-undangan pemerintah yang tegas dan jelas, Kedua, adanya kode
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
praktek pengelolaan lingkungan hidup berbagai organisasi, misalnya International
Standardization Organization (ISO) dan asosiasi perusahaan, juga kode praktek
yang disusun oleh masyarakat, dimana kode praktek ini menjadi pedoman yang
mengikat untuk mencapai kebutuhan, Ketiga, adanya pengawasan juga sangat
diperlukan, dimana pengawasan ini yang dahulunya didominasi oleh pemerintah,
sekarang telah bergeser kearah pengawasan oleh masyarakat sendiri, baik secara
sendiri-sendiri, maupun sebagai anggota organisasi, misalnya LSM, Universitas,
anggota asosiasi perusahaan. Dengan adanya pengawasan yang efektif maka
pengelolaan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik dan kewenangan ini
diberikan sepenuhnya dalam otonomi daerah agar dapat dimanfaatkan oleh daerah
sebaik mungkin.
B. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah Berdasarkan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
Mengenai wewenang pengelolaan lingkungan hidup di daerah menurut
UUPLH diatur pada Pasal 12 dan 13 UUPLH, yang bertujuan untuk mewujudkan
keterpaduan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah berdasarkan Pasal 12 dan 13 UUPLH melimpahkan wewenang
tertentu pengelolaan lingkungan kepada perangkat di wilayah dan mengikutsertakan
peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan
pengelolaan lingkungan di Daerah yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan (Pasal 12).
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Dengan rumusan Pasal 12 UUPLH, seolah-olah Pemerintah Daerah belum
memiliki wewenang pengelolaan lingkungan. Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf a
UUPLH antara lain menyatakan: "... Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang
tertentu ... kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka
pelaksanaan asas dekonsentrasi". Penjelasan huruf b menetapkan: "... Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah
Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui tugas pembantuan ini maka
wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggungjawab tetap berada pada
pemerintah yang menugaskannya.
Mengingat kaburnya rumusan dan Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UUPLH,
wajarlah apabila menurut ayat (2) ketentuan lebih lanjut pada ayat (1) diatur dengan
peraturan perundang-undangan. Kita tunggu dengan sabar apalagi yang mau diatur,
karena sudah tujuh betas tahun lebih Pemerintah Daerah berwenang di bidang
pengelolaan lingkungan atas dasar Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UULH), bahkan sudah dibentuk pula BAPEDAL Daerah.
Pasal 13 UUPLH menetapkan bahwa dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan lingkungan, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada
Pemerintah Daerah (ayat 1) yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (ayat
2). Penjelasan ayat (1) menyatakan: "... Pemerintah Pusat dapat menyerahkan
urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang, tugas dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi". Namun,
oleh karena menurut Pasal 13 ayat (2) UUPLH, penyerahan urusan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah, berarti wewenang pengelolaan lingkungan di Daerah masih
harus menunggu terbentuknya Peraturan Pemerintah. Tidak jelas, mengapa
kelembagaan yang sudah lama diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UULH, yaitu pengelolaan
lingkungan di Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah masih perlu menunggu
Peraturan pemerintah. Bagaimana seharusnya wewenang pengelolaan lingkungan di
daerah telah diatur secara teknis yuridis menurut UUPLH.
Dari ketentuan Pasal 12 dan 13 UUPLH tersebut, berarti pengelolaan
lingkungan di daerah merupakan pelimpahan wewenang diberikan pemerintah pusat
kepada daerah untuk ikut serta dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup.Kewenangan dimaksud diatur juga dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup
wvenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama
serta kewenangan bidang lain yang antara mencakup pemberdayaan sumber daya
alam serta teknologi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
Kewenangan yang diberikan kepada daerah merupakan kewenangan
dalam mengelola sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia yang
tersedia di daerah. Kewenangan tersebut diberikan dengan tanggungjawab
memelihara kelestarian lingkungan, artinya pengelolaan lingkungan selalu
membawa perubahan sehingga yang dilestarikan bukanlah lingkungannya
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
melainkan kemampuan (fungsi) lingkungan.
Berdasarkan penjelasan di atas jelas diberikan kewenangan yang sangat
besar bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB IV
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DI KOTA BINJAI
A. Gambaran Umum Kota Binjai
1. Kondisi Geografis
Secara Geografis Kota Binjai terletak antara 3o 31”40” – 3o 40 “2” Lintang
dan 98o 27 “3” – 98o 32 “32” Bujur Timur, sebagian besar keadaan tanahnya datar
dengan kemiringan antara 20 sampai 5 dengan ketinggian lebih kurang 28 meter di
atas permukaan laut.
Kota Binjai terletak di jalur arteri primer jalan negara yang menghubungkan
Kota Binjai-Medan (22 Km), Kota Binjai-Langkat seterusnya menuju ke Propinsi
NAD, dan ke arah Barat dengan kota Kuala yang berjarak 24 Km dan Bukit Lawang
daerah wisata berjarak 66 km.
Dalam perkembangannya Kota Binjai sebagai salah satu Pemerintah kota di
Propinsi Sumatera Utara telah membenahi dirinya dengan melakukan pemekaran
wilayah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1986, dimana wilayah kota
Binjai telah diperluas menjadi 90,23 KM2 secara administratif kota Binjai terdiri dari
5 Kecamatan dan 37 Kelurahan dengan batas-batas sebagai berikut :40
1. Sebelah utara dengan kecamatan kabupaten Langkat dan kecamatan Hamparan
Perak kabupaten Deli Serdang.
2. Sebelah timur dengan kecamatan sunggal kabupaten Deli Serdang.
40 Bapedalda Kota Binjai, Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Binjai 2006, (Binjai : 2007), hal.10-19.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Sebelah selatan dengan kecamatan sei bingai kabupaten langkat dan kecamatan
Kutalimbaru kabupaten Deli Serdang.
4. Sebelah barat dengan kecamatan selesai kabupaten Langkat.
Pembagian wilayah kota Binjai terdiri dari 5 (lima) Bagian wilayah kota
(BWK) meliputi :
1. BWK A, Kecamatan Binjai Utara seluas 2.359,12 Hektar, terdiri dari :
a. Kelurahan Pahlawan;
b. Kelurahan Jatinegara;
c. Kelurahan Nangka;
d. Kelurahan Jati Karya;
e. Kelurahan Damai;
f. Kelurahan Kebun Lada;
g. Kelurahan Cengkeh Turi;
h. Kelurahan Jati Makmur;
i. Kelurahan Jati Utomo.
2. BWK B, Kecamatan Binjai Timur seluas 2.170.00 Hektar, terdiri dari :
a. Kelurahan Mencirim;
b. Kelurahan Tunggurono;
c. Kelurahan Timbang Langkat;
d. Kelurahan Tanah Tinggi;
e. Kelurahan Sumber Muliorejo;
f. Kelurahan Dataran Tinggi;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
g. Kelurahan Sumber Karya.
3. BWK C, Kecamatan Binjai Kota seluas 412.00 Hektar, terdiri dari :
a. Kelurahan Berngam;
b. Kelurahan Satria;
c. Kelurahan Setia;
d. Kelurahan Kartini;
e. Kelurahan Tangsi;
f. Kelurahan Binjai;
g. Kelurahan Pekan Binjai.
4. BWK D, Kecamatan Binjai Barat seluas 1.086.00 Hektar, terdiri dari :
a. Kelurahan Bandar Senembah;
b. Kelurahan Limau Mungkur;
c. Kelurahan Limau Sundai;
d. Kelurahan Paya Roba;
e. Kelurahan Suka Maju;
f. Kelurahan Suka Ramai.
5. BWK E, Kecamatan Binjai Selatan seluas 2.996.50 Hektar,terdiri dari :
a. Kelurahan Tanah Merah;
b. Kelurahan Binjai Estate;
c. Kelurahan Tanah Seribu;
d. Kelurahan Pujidadi;
e. Kelurahan Rambung Dalam;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
f. Kelurahan Rambung Darat;
g. Kelurahan Rambung Timur;
h. Kelurahan Bhakti Karya.
2. Kondisi Topografi dan Geologi
Kondisi fisik tofografi relatif datar dengan kemiringan antara 20o sampai 5o
dengan ketinggian lebih kurang 28 meter di atas permukaan laut.
3. Klimatologi
Temperatur udara di Kota Binjai berdasarkan laporan BMG Balai Wilayah I
Stasiun Klimatologi Sampali Medan, suhu maksimum rata-rata pertahun 31,8 C dan
suhu minimum rata-rata 21,3 C.
4. Struktur Pemerintahan
Organisasi Pemerintah Kota Binjai telah disesuaikan dengan ketentuan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, melalui Peraturan Daerah kota Binjai Nomor
6 Tahun 2001 tentang Organisasi Sekretariat Daerah Kota Binjai dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai terdiri atas 2 (2) Asisten dan 8
(delapan) Bagian dan dibantu kelompok Jabatan fungsional yaitu :
a. Sekretaris Daerah :
b. 1. Sekretaris daerah
2. Asisten :
a). Asisten Tata praja (asisten I) yang meliputi :
1). Bagian Tata Pemerintahan
2). Bagian hukum
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
3). Bagian Organisasi dan tata laksana
4). Bagian Bina Sosial.
a). Asisten Ekonomi Pembangunan dan Umum yang meliputi :
1). Bagian Perekonomian
2). Bagian Pembangunan
3). Bagian Keuangan
4). Bagian Umum dan Perlengkapan
Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kota Binjai, baik atas
dasar kewenangan pangkal maupun berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun
2004, dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001, dibentuk Dinas-Dinas Daerah
Kota Binjai, yang terdiri dari :
2. Dinas Kesehatan
3. Dinas Prasarana Wilayah
4. DinasPerhubungan
5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
6. Dinas Pendapatan Daerah
7. Dinas Pendidikan dan Pengajaran
8. Dinas Kopeasi, Usaha dan Menengah
9. Dinas Pertanahan
10. Dinas Kebersihan dan Pertamanan
11. Dinas Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pembentukan lembaga teknis daerah Kota Binjai berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 8 Tahun yang terdiri dari :
1. Badan Pengawas Daerah
2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
3. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
4. Badan Kepegawaian Daerah
5. Badan Pengelola RSUD Dr. RM Djoelham
6. Kantor Pemberdayaan Masyarakat
7. Kantor Pengelola Pasar
8. Kantor Pariwisata Seni dan Budaya
9. Kantor Informasi dan Komunikasi
10. Kantor Tenaga Kerja
11. Kantor Peternakan dan Perikanan
12. Kantor Kebakaran
13. Kantor Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikulturan
14. Kantor Tata Kota dan Bangunan
15. Kantor Kesatuan Bangsa
16. Kantor Kebersihan dan Pertamanan
17. Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil
18. Kantor Perumahan dan Pemukiman
19. Kantor Arsip, Perpustakaan dan Pengelolaan Data Elektronik
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
20. Kantor Polisi Pamong Praja (POLPRA) dan Perlindungan Masyarakat
(LINMAS).
21. Kantor Kesejahteraan Sosial.
C. PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DI KOTA BINJAI
Kebijakan merupakan suatu keputusan dalam upaya memecahkan suatu
permasalahan yang melibatkan banyak pihak. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup tergolong pada kebijakan bagi kepentingan
umum. Dengan demikian kepentingan seluruh lapisan masyarakat akan ditentukan
oleh kebijakan tersebut.
Kebijakan yang menyangkut kewenangan dalam masalah pengelolaan
lingkungan hidup didasarkan pada pertimbangan bahwa di dalam negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia masalah lingkungan hidup terjadi sebagai akibat dari
kegiatan pembangunan, dan yang terutama harus dihadapi adalah rendahnya mutu
lingkungan. Oleh karena itu, penanggulangan masalah lingkungan hidup di Indonesia
dilaksanakan dalam rangka mempercepat proses pembangunan itu sendiri. Untuk
mencegah timbulnya kerusakan dn/atau pencemaran lingkungan hidup serta untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan, diupayakan
“Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup”.
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat erat kaitannya dengan
pembangunan. Pembangunan merupakan perumusan atau penentu strategi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pembangunan yaitu penetapan tujuan dengan cara yang terbaik berdasarkan
sumber daya dan dana yang ada. Dengan kata lain pembangunan yang
dilaksanakan merupakan rangkaian program-program pembangunan daerah yang
menyeluruh terarah dan terpadu serta berkesinambungan dan merupakan bagian
dari Pembangunan Nasional.
Sejalan dengan Otonomi Daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup dan
sumber daya alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan agar
tetap terjaganya fungsi lingkungan.
Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan hal penting, yang
menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmati menjadi
terbuka serta dapat mengurangi konflik baik yang bersifat vertikal maupun
horizontal. Sarana hukum yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup
dan pemanfaatan sumber daya alam adalah UUPLH yang memiliki prinsip preventif,
berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender,
dan pemerintah yang baik (Good Governance).
UUPLH bertujuan untuk mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan
daerah serta antar sektor dalam pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, peran serta
aktif masyarakat juga diatur dalam UUPLH dengan memanfaatkan akses dan
mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam harus lebih optimal
karena dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat adat.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Gagasan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
lebih berlandaskan kepada pembangunan yang mempunyai kepentingan
bersama sehingga perhatian terhadap interaksi ekologis menjadi perhatian dan hal
ini tidak mengenal batas-batas milik perorangan, jurisdiksi politik, kewenangan
daerah dari segi otonomi daerah maupun upaya peningkatan pendapatan daerah.
Jalur pembangunan yang berkelanjutan dapat ditelusuri baik secara
fisik, teoritik maupun kondisi sosial, namun suatu kegiatan yang berkelanjutan
akan lahir dengan adanya suatu kebijakan-kebijakan pembangunan yang
menaruh perhatian besar terhadap dampak terhadap lingkungan hidup.
Tuntutan dasar dari pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup adalah terbinanya keterkaitan (interlinkages)
yang tepat antara lingkungan, sosial, kultur maupun kependudukan. Keberadaan
saling keterkaitan didukung pula atas kerjasama yang erat serta memiliki
komitmen yang kuat antar lembaga/ instansi.
Kegiatan yang dilaksanakan didalam pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup haruslah terukur, sejauhmana pembangunan itu
dilaksanakan, apa-apa yang dicapai, apakah pelaksanaannya masih tetap berada
pada arah yang sesuai dengan rencana dan sasaran yang telah ditentukan. Apa-
apa saja kendala yang dihadapi, harus ada landasan yang dapat dijadikan
tolak ukur untuk menyatakan hal-hal tersebut baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan memerlukan suatu
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pemikiran oleh semua pihak, pemerintah, swasta, pengusaha dan masyarakat
untuk melahirkan suatu pergeseran arah pembangunan menuju kepada
pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan haruslah diwujudkan melalui suatu
keterkaitan yang baik antara lingkungan, sosio-ekonomis, kultur dan juga antara
berbagai instansi/institusi secara terpadu. Gagasan ini merupakan suatu
kedinamisan. Perubahan terhadap eksploitasi sumber daya alam, pengembangan
investasi, penerapan teknologi modem, perubahan kelembagaan seperti
pelaksanaan otonomi daerah, kesemuanya haruslah konsisten dengan
kebutuhan pada saat ini dan dimasa mendatang.
Peranan pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup dalam pemanfaatan sumberdaya alam harus dioptimalkan
karena sangat penting peranannya terutama dalam rangka pembangunan guna
meningkatkan pendapatan melalui pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas
dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis.
Kontrol masyarakat dan penegakkan supremasi hukum dalam
pengelolaan lingkungan hidup yang diatur dalam UUPLH merupakan hal yang
sangat penting untuk melindungi hak-hak masyarakat dalam menggunakan dan
menikmati lingkungan secara terbuka dan juga mengurangi konflik, baik yang
bersifat vertikal maupun horizontal. Sistem hukum yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup harus memiliki perspektif keberlanjutan,
penghormatan hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pemerintahan yang baik (good governance). Selain itu peran aktif
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam memanfaatkan dan
mengendalikan penggunaan sumberdaya alam harus lebih optimal untuk
dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat.
Berbagai kebijakan dan program yang dilakukan pemerintah Kota
Binjai telah dilakukan dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas
pembangunan nasional yang ketiga, yaitu mempercepat landasan pembangunan
ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.
Pengelolan lingkungan hidup dalam pembangunan sumber daya alam menjadi
acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan
kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga
berkelanjutan pembangunan tetap terjamin.
Pola pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan bertujuan untuk
memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada
beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola
pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif
masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Pemerintah Kota Binjai dalam perumusan kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup lebih dioptimalkan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dalam
rangka meningkatkan pembangunan daerah dengan tujuan untuk meningkatkan
pendapatan daerah melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologis.
Dalam hal pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan
hidup di kota Binjai, dalam hal ini dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak
Linkungan Kota Binjai (selanjutnya disebut Bapedaldako Binjai) dibantu oleh
perangkat pemerintahan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan
hidup.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bapedaldako Binjai
menyebutkan bahwa :
Pemerintah kabupaten dan pemerintahan kota mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan dalam bidang lingkungan. Atas dasar itu Pemerintah Kota Binjai membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Binjai dengan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2001 tentang Organisasi Pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kota Binjai (Bapedalko).41
Sebagai alasan dibentuknya Bapedalko, karena pentingnya pengelolaan
lingkungan kota dalam mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan hidup, dan secara dini dapat mengantisipasi munculnya
permasalahan lingkungan dan resiko lingkungan yang negatif. Keadaan ini
didasarkan atas letak Kota Binjai yang sangat strategis baik secara ekonomi,
perumahan pemukiman, dan juga sebagai kota penyanggah dan lintas bagi kota-kota
sekitarnya.
41 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal
21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kota Binjai telah
melakukan berbagai kegiatan antara lain :42
1. Kebijakan Pengelolaan Tata Ruang
Kebijakan dalam pengelolaan tata ruang setiap daerah sangat diperlukan
guna keberhasilan pembangunan dari suatu daerah. Pengelolaan tata ruang
berdasarkan Tata Ruang akan meningkatkan efisiensi pembangunan lahan,
meningkatkan pendapatan asli daerah, pelaksanaan pembangunan lebih terencana,
pertumbuhan ekonomi wilayah dan semakin mempertinggi daya tarik Kota Binjai
dalam mengundang investor untuk melakukan investasi.
Kebijakan pengelolaan tata ruang diatur pada Peraturan Daerah Kota
Binjai Nomor 2 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Binjai Tahun
2001, persetujuan DPRD Nomor 5/DPRD-II/5-2001 tanggal 29-3-2001, diundangkan
dalam Lembaran Daerah Nomor 2 Seri D tanggal 5-4-2000.
Perda ini dibuat untuk menertibkan proses pembangunan kota
Binjai dan selanjutnya Rencana Umum Tata Ruang Kota Binjai mampu
mendukung pembangunan dengan baik, hal ini dilakukan dengan maksud agar :
a. Pembangunan dilaksanakan dapat dilakukan secara konsisten dengan
peruntukan lahan yang telah disusun pada Rencana Umum Tata Ruang Kota
Binjai.
b. Tata Ruang yang ada terbukti mampu meningkatkan efisiensi dalam
42 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal 21
Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
penggunaan lahan dan pemanfaatan ruang.
c. Pembangunan dengan mengacu kepada Rencana Umum Tata Ruang terbukti
mampu mendukung pembangunan ekonomi yang digambarkan oleh
pertumbuhan ekonomi.
Tujuan dari penyusunan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) adalah
untuk menata penggunaan berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan
sehingga keteraturan pembangunan dapat terpelihara. Sasaran penyusunan
RUTR tersebut adalah adanya acuan untuk melaksanakan pembangunan yang
mencirikan :
a. Mewujudkan rencana pemanfaatan ruang berkualitas, serasi dan optimal
sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan daya dukung lingkungan;
b. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, keseimbangan dan keserasian
perkembangan antar wilayah dan antar sector pembangunan;
c. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang.
Dengan mengacu pada visi, misi dan tujuan pengembangan tata ruang
Kota Nasional, maka kebijakan pengembangan tata ruang Pemerintah Kota
Binjai ditempuh melalui :
a. Memantapkan fungsi tata ruang sebagai arahan investasi dan dasar
perizinan lokasi pembangunan;
b. Perlunya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai akibat lokasi
jasa perdagangan ternyata dapat dimanfaatkan untuk pembudidayaan burung walet.
c. Perlunya ditempuh upaya perluasan Kota Binjai melalui mekanisme yang ada.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
d. Memacu pertumbuhan ekonomi wilayah terbelakang melalui pengkaitan
kegiatan ekonominya dengan wilayah yang lebih maju dan dengan program
alokasi investasi.
e. Mendorong pemerataan pembangunan seluruh wilayah Kota Binjai.
f. Menetapkan arahan kawasan lindung dlan kawasan budidaya, arahan
pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan kawasan budidaya, arahan
pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan, dan kawasan tertentu serta
arahan pengembangan kawasan pemukiman, kehutanan, pertanian,
perindustrian, dan kawasan lain.
g. Sosialisasi Rencana Umum Tata Ruang kota Binjai kepada masyarakat.
Berbagai kebijakan dan tindakan yang dilakukan Pemerintah Kota
Binjai untuk mendorong dan melaksanakan pembangunan khususnya
berkaitan dengan Rencana Umum Tata Ruang di kota Binjai adalah dengan
melaksanakan :
a. Melakukan revisi terhadap Rencana Umum Tata Ruang wilayah untuk
menampung perubahan yang ada.
b. Penataan ruang kawasan jasa perdagangan selain kawasan bisnis juga
dapat bermanfaat untuk pembudidayaan burung walet.
c. Mengupayakan Perluasan Wilayah Kota Binjai dengan memasukkan sebagai
lahan PTP II.
d. Penataan tata ruang untuk membangun kawasan industri, peternakan dan jasa
perdagangan secara teratur.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Melakukan identifikasi dan evaluasi penyimpangan-penyunpangan tata ruang.
f. Sosialisasi Rencana Tata Ruang secara luas di masyarakat.
g. Pemutahiran Rencana Tata Ruang.
h. Menerbitkan peraturan daerah tentang RUTR Kota Binjai.
2. Kebijakan Pengelolaan Sistem Perizinan
Dalam pengelolaan lingkungan hidup, sestem perizinan merupakan salah
satu aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
di suatu daerah. Dalam prakteknya, Pemerintah mempunyai kewenangan untuk
menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin tersebut yang
biasanya dituangkan dalam bentuk Surat Ketetapan.
Izin merupakan keputusan tata usaha negara (beschikking) yang dalam
hubungannya dengan pengelolaan lingkungan wajib disertai dengan persyaratan-
persyaratan dan pertimbangan lingkungan. Pada lazimnya jenis izin mengenai
kegiatan yang mempunyai dampak (penting) terhadap lingkungan dikenal dengan
istilah izin lingkungan (environmental license).
Khusus untuk kota Binjai sistem perizinan merupakan hal sangat signifikan
dalam pengaturannya. Oleh karena itu pemerintah kota binjai banyak mengeluarkan
peraturan tentang sistem perizinan baik berbentuk peraturan daerah atau keputusan
walikota Binjai, antara lain : Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 5 Tahun 2001
Tentang Izin Tempat Usaha, Peraturan Daerah Kota Madya Tingkat II Binjai Nomor
25 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Gangguan, Peraturan Daerah Kota Binjai
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Binjai, Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-
223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan,
Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Binjai Nomor 23 Tahun 1998
Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ini juga didukung dengan adanya
Ketetapan Tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam Kota Binjai
Nomor 503.648-611 Tanggal 20 Maret 2000, Keputusan Walikota Binjai Nomor 620-
252/SK/2000 Tentang Penetapan Kelas Jalan, Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) untuk izin Mendirikan Bangunan dalam Kota
Binjai.
Sistem perizinan yang mendapatkan perhatian khusus adalah mengenai Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). Hal ini disebabkan karena Kota Binjai selain strategis,
merupakan kota pemukiman yang setiap tahun jumlah penduduknya meningkat, dan
akan berakibat pula terhadap jumlah bangunan-bangunan yang diperuntukkan dan
disesuaikan dengan sektor yang terdapat di daerah juga akan bertambah. Sebagai
sarana yang ditetapkan untuk mengatasi masalah dan dampak yang ditimbulkan
dengan adanya kegiatan pembangunan tersebut adalah melalu pemberian izin kepada
perusahaan-perusahaan untuk mendirikan bangunan.
Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya
atau sebagian termasuk menggali, menimbun, meratakan tanah yang berhubungan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dengan pekerjaan mengadakan bangunan, pekerjaan memperbaiki/ renovasi,
menambah, membongkar dan menggunakan bangunan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bapedaldako Binjai
menyatakan bahwa :
Pada dasarnya masalah mengenai prosedur dan persyaratan untuk Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan ketentuan yang mengatur secara khusus untuk melindungi lingkungan hidup, hal tersebut disebabkan karena efek dari mendirikan bangunan dapat menjadi beban yang berkepanjangan bagi lingkungan hidup apabila bangunan tersebut tidak memperhatikan ketentuan dari syarat dan prosedur mendirikan bangunan tersebut. 43
Untuk daerah kota Binjai, pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai
peraturan yang mengatur mengenai ketentuan tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembinaan, pengamatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau
fasilitas guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestrarian lingkungan di
kota Binjai.
Retribusi izin mendirikan bangunan mencakup kepada pemberian izin bagi
orang pribadi atau badan, termasuk dalam kegiatan peninjauan disain dan, dan
pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis
bangunan, rencana tata ruang teknis bangunan, rencana tata ruang teknis bangunan,
rencana tata ruang yang berlaku dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan
43 Ibid
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
(KKB) dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam
rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.
Adapun prosedur dan Persyaratan-Persyaratan untuk Memperoleh Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) pada Pemerintah Kota Binjai diatur pada Pasal 2
Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kotamadaya Binjai Daerah Tingkat II Binjai Nomor 23 Tahun 1998
Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang mengatur mengenai persyaratan
untuk memperoleh izin untuk mendirikan bangunan :
a. Setiap orang pribadi atau badan hukum yang mendirikan bangunan harus
memperoleh izin dari kepala daerah dengan terlebih dahulu mengajukan
permohonan melampirkan :
1) Tanda bukti pemilik dan penguasaan tanah yang dilegalisir oleh Camat
setempat.
2) Surat keterangan tidak ada silang sengketa terhadap tanah yang akan didirikan
bangunan dari Camat setempat;
3) Surat keterangan situasi bangunan;
4) Fotocopy tanda pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
5) Dokumen Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) yang disetujui Tim
Komisi tingkat dua untuk usaha industri/ pabrik/ perumahan/ Real estate,
pusat perbelanjaan dan usaha-usaha yang mempunyai dampak lingkungan
lainnya.
b. Hal-hal lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1) Izin mendirikan bangunan yang diberikan terhadap kawasan-kawasan yang
peruntukan tanahnnya telah ditetapkan sesuai dengan rencana tata ruang kota.
2) Bangunan yang didirikan, diperbaiki, ditambah, dirubah maupun dibongkar
harus sesuai dengan izin yang diberikan.
3) Penggunaan bangunan yang telah selesai didirikan harus memperoleh izin dari
Kepala Daerah.
Adapun syarat-syarat untuk memperoleh izin mendirikan bangunan sebagai
berikut :
a. Permohonan izin mendirikan bangunan diajukan kepada Walikota Binjai c/q.
Kepala Dinas Tata Kota kota Binjai dengan mengisi formulir yang telah
disediakan untuk itu dan melampirkan syarat-syarat sebagai berikut :
1) surat permohonan diketahui oleh Kepala Kelurahaan setempat dan dibubuhi
material.
2) Fotocopy surat tanah yang dilegalisir camat setempat. Bagi tanah yang
dilegalisir camat setempat. Bagi tanah yang bersertifikat, melampirkan bukti
penguasaan/ pemilikan tanah lainnya dengan dilengkapi surat keterangan
tidak silang sengketa dari Lurah dan diketahui oleh Camat setempat.
3) Gambar bangunan terdiri dari :
a). Gambar rencana bagunan
b). Gambar konstruksi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
c). Perhitungan konstruksi, rencana anggaran biaya serta gambar instalasi
untuk bangunan khusus atau bila dianggap perlu yang ditandatangani oleh
perencanaan.
d). Sistem pengelolaan limbah untuk bangunan khusus
e). Produk Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
f). Foto copy pelunasan PBB tahun terakhir.
Setelah prosedur dan syarat-syarat diatas telah dipenuhi oleh orang pribadi
atau badan hukum maka izin tersebut berlaku 6 (enam) bulan sejak izin diterbitkan
dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah.
(Pasal 3 Keputusan Walikota Binjai Nomor 503.640-223/SK/2000 Tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadaya Binjai Daerah Tingkat II Binjai Nomor
23 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan).
Dari ketentuan peraturan di atas jelas bahwa hukum lingkungan merupakan
hukum yang berorientasikan lingkungan hidup. Ketentuan dari Perda di atas
merupakan peraturan hukum yang berorientasikan kepada izin untuk mendirikan
bangungan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya permasalahan lingkungan yang
membahayakan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
Gambaran mengenai banyaknya serta berjenisnya bangunan yang akan
mendapatkan izin tentunya diperlukan pengaturan secara utuh, menyeluruh dan
terpadu, serta menumbuhkan kesadaran modern manusia terhadap betapa pentingnya
izin mendirikan bangunan tersebut bagi kelestarian lingkungan dan masyarakat
banyak.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Pembangunan gedung-gedung yang akan didirikan di kota Binjai
merupakan salah satu program pembangunan Walikota Binjai untuk menciptakan
Kota Binjai yang semakin baik perkembangan kotanya.
3. Kebijakan Pengelolaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ditetapkan Pasal 1 butir
21 UUPLH jo Pasal 1 butir PP 27 Tahun 1999, yang berbunyi sebagai berikut :
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.44
Dengan kata lain, mencakup seluruh kegiatan studi/ pengkajian terhadap
dampak yang telah atau diperkirakan akan timbul oleh karena adanya suatu kegiatan/
proyek terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non-fisik serta
rekomendasi berdasarkan hasil analisis tersebut.45
Ditinjau dari jenis studi ataupun dokumennya, maka Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan meliputi :
a. Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
44 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. 45 Janil Musanif, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Makalah Kursus Amdal
Angkatan X, USU, 1990 hal. 1
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah telaahan secara cermat
dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan;
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan.
d. Rencana Pemantauan Lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Pengertian dari dokumen-dokumen tersebut, secara yuridis telah ditetapkan
dalam Pasal 1 butir 3,4,5 dan 6 PP No. 27 Tahun 1999 jo Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Di dalam Analisis Dampak Lingkungan, terdapat dua jenis batasan tentang
dampak, yaitu :
a. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi
lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan setelah ada
pembangunan.
b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi
lingkungan yang diperkirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang
diperkirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Di dalam Pasal 1 angka 2 PP 27 tahun 1999, menetapkan bahwa, dampak
dasar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Selanjutnya Pasal 3 menetapkan :
1. Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
a. pengubahan bentuk bahan dan benteng alam;
b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya
alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawaan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup;
i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri
setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain/atau
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.
3. Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau
kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun.
4. Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya
berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
5. Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha/dan atau
kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
6. Kegitan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungann hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan setelah mempertimbangkan masukan dari instansi yang bertanggung
jawab.
Penjabaran atas ketentuan ayat 2 di atas, pemerintah mengeluarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2000 tentang Jenis Usaha dan/atau
kegiatan yang wajib AMDAL.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Selanjutnya usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan
yang sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak diwajibkan
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan untuk melakukan pengendalian
dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan
rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup
kawasan.46
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) merupakan instrumen
pengendalian dampak lingkungan di lndonesia. Bahkan hingga saat ini Amdal
masih dikenal meluas diberbagai lapisan dan golongan masyarakat.
Instrumen ini dengan cepat dikenal karena disosialisasikan secara aktif
melalui jalur pendidikan non formal (Kursus Dasar, Penyusun dan Penilai
Amdal) maupun secara tidak langsung melalui jalur penilaian dokumen Amdal.
Dibentuknya Komisi Pusat dan Daerah untuk penilaian Amdal, dan adanya
persyaratan-persyaratan perijinan yang terkait dengan Amdal, secara tidak
langsung telah mendorong banyaknya pihak, khususnya aparatur Pemerintah
yang mengenal istilah AMDAL.47
Namun setelah lebih 15 tahun AMDAL berjalan di Indonesia (terhitung
sejak pertama kalinya ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang AMDAL,
46 Pasal 4 PP 27 Tahun 1999 tentang AMDAL. 47 Chapid Fandedi, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan
Pemapanannya Dalam Pembangunan, (Yogyakarta : Liberty, 2001), hal. 33.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
yakni PP Nomor 29 Tahun 1986), banyak pihak merasa bahwa AMDAL belum
manjadi instrument yang efektif untuk pengendalian (terutama pencegahan)
dampak lingkungan. Bahkan akhirnya AMDAL banyak dipandang sebagai cost
center ketimbang sebagai kontributor untuk c o s t s a v i n g .
Oleh karena itu untuk menanggulangi dan mengatasi masalah lingkungan
yang semakin kompleks yang terjadi di kota Binjai dibentuklah Komisi AMDAL
yang terdiri dari Badan/Dinas/Bagian serta LSM yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup.
Komisi AMDAL ini dibentuk untuk sebagai penilai kualitas lingkungan
hidup di Kota Binjai dengan menempatkan setiap anggota dalam Komisi AMDAL.
Agar Komisi Amdal ini dapat berlaku efektif, hal-hal yang dilakukan adalah :
a. Peningkatan terus menerus kompetensi teknis anggota,
b. Tersedianya panduan, prosedur dan criteria penilaian dokumen AMDAL yang
efektif digunakan;
c. Akuntabilitas proses penilaian AMDAL.
Ketiga faktor ini merupakan factor yang dapat terus ditingkatkan,
dikembangkan dan di fasilitasi oleh Pemerintah agar mutu penilai AMDAL
meningkat secara bertahap.
Kepala Bapedalda Kota Binjai Menyatakan bahwa telah dibentuk Komisi
AMDAL di kota Binjai yang terdiri dari Pakar lingkungan hidup, Perguruan Tinggi,
LSM, dan Instansi Teknis yang keanggotaannya berjumlah 13 orang. Komisi
AMDAL bertugas mengevaluasi layak tidaknya suatu kegiatan perekonomian
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dibangun di kota Binjai dengan pertimbangan dampak lingkungan sosial dan
ekonomi.48
4. Kebijakan Pengelolaan Kualitas Air
Air kita perlukan untuk proses hidup dalam tubuh kita, tumbuhan dan
hewan. Sebagian besar tubuh kita, tumbuhan dan hewan terdiri atas air. Air juga
kita perlukan untuk berbagai macam keperluan rumah tangga, pengairan
pertanian, industri, rekreasi dan lain-lainnya. Karena itu air kita perlukan dalam
kuantitas dan kualitas yang memadai dan pada waktu yang tepat.
Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam
penularan, terutama penyakit. Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya di suatu daerah, maka penyebaran penyalat menular
dapat ditekan seminimal mungkin. Disadari bahwa air merupakan salah satu mata
rantai penularan penyakitt. Agar seseorang menjadi tetap sehat dipengaruhi oleh adanya
kontak manusia tersebut dengan makanan dan minuman.
Air merupakan salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari
tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia
baik berupa minuman ataupun makanan tidak menyehatkan/merupakan
pembawa bibit penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan
48 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal
21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah
terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang
sangat diperlukan.
Kebanyakan maupun kekurangan air akan menyebabkan masalah.
Apalagi kalau kebanyakan air itu sampai menyebabkan banjir. Kualitas air juga
sangat penting. Apabila kualitas air tidak memadai untuk suatu peruntukan
tertentu, misalnya minum, haruslah air itu diolah dulu sehingga memakan biaya
yang tinggi.
Kualitas air menurun disebabkan pencemaran,dimana pencemaran yang
terbesar adalah disebabkan karena limbah rumah tangga.49 Pencemaran air dapat
terjadi pada berbagai sumber air seperti mata air, air tanah dalam, danau, waduk,
sungai dan saluran buatan. Demikian pula perairan pantai dan laut yang merupakan
penampung air dari semua sumber pembuangan air limbah dapat pula tercemar.
Air merupakan bagian dari sumber daya alam, juga sebagai bagian dari
ekosistem secara keseluruhan. Mengingat keberadaannya di suatu tempat dan di suatu
waktu tidak tetap artinya bisa berlebih atau kurang maka air harus dikelola dengan
bijak dengan pendekatan terpadu dan menyeluruh. Terpadu mencerminkan keterikatan
dengan berbagai aspek, berbagai pihak (stakehoiders) dan berbagai disiplin ilmu.
Menyeluruh mencerminkan cakupan yang sangat luas (broad coverage),
melintas batas antar sumber daya, antar lokasi, hulu dan hilir, antar pihak-pihak.
Dengan kata lain pendekatan pengelolaan sumber daya air harus secara holistik dan
49 Chafid Fandeli, Op Cit, hal. 9.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
berwawasan lingkungan. Semua aspek dan ilmu antara lain : sosial, budaya, politik,
teknik, lingkungan, hukum, bahkan politik terlibat dan saling bergantung. Semua pihak
harus terlibat dan diperhitungkan baik langsung maupun tidak langsung.
Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan
terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan
terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang
dimaksud bisa dinilai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan
yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kotoran dari sumber asal air
tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan
semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik
yang diperlukan untuk mengolah air tersebut, agar bisa dimanfaatkan sebagai air
minum. Oleh karena itu dalam praktek sehari - hari pengolahan air adalah menjadi
pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa
dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak.
Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah
kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin
tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut.
Wilayah kota Binjai dilalui oleh 3 (tiga) buah sungai yaitu Sungai
Bangkatan Sungai Mencirim, dan Sungai Bingei, ketiga sungai ini sangat
dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari masyarakat kota Binjai dan digunakan
sebagai salah satu sumber air minum bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PSAM)
Tirta Sari Kota Binjai. Oleh karena itu untuk mencegah dan mengantisipasi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
terjadinya pencemaran yang menyebabkan kondisi air menjadi tidak sehat atau
tercemar, maka Pemerintah Kota Binjai dalam hal ini diwakilkan oleh Bapedalda
Kota Binjai melakukan kegiatan bimbingan dan sosialisasi yang terpadu terhadap
masyarakat yang berdomisili secara langsung pada daerah aliran sungai
tersebut.50
Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menggugah kesadaran
masyarakat akan pentingnya memelihara, merawat dan melestarikan sungai
sebagai sumber kehidupan.
Kemudian Pemerintah Kota Binjai juga telah berupaya mengawasi
sekaligus berupa menjaga kualitas air dalam program kali bersih (Prokasih).
Pencegahan sedini mungkin lebih mengoptimalkan guna menghindari
pencemaran dimasa mendatang. Sebagai hasil dari itu semua hingga kini semua
sungai di Kota Binjai belum mengalami pencemaran yang cukup
mengkhawatirkan atau dalam artian melampaui ambang batas. Dengan adanya
Prokasih kualitas air sungai berhasil dipulihkan dengan mengurangi beban
pencemaran karena pengusaha industri serta mau tidak mau wajib memenuhi
baku mutu limbah cair.
Pemerintah Kota Binjai telah pula melahirkan Peraturan Daerah (Perda)
Kota Binjai Nomor 26 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Limbah Cair Industri,
tentunya dalam hal ini merupakan terobosan tersendiri dalam upaya menciptakan
50 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal
21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
lingkungan yang bersih, lestari dan asri di Kota Binjai.
Yang terpenting dalam menjaga serta melestarikan dari kualitas air
tersebut adalah secara kontiniu memberikan kesadaran bagi masyarakat berupa
penyuluhan dan bimbingan bagi masyarakat secara keseluruhan serta secara khusus
bagi masyarakat yang berada pada daerah aliran sungai, dengan memanfaatkan
aliran sungai sebagai tempat pembuangan limbah bagi industri, sampah rumah
tangga, ternak (bangkai), clan penebangan liar didaerah aliran sungai (DAS).
Program kali bersih (Prokasih) di Kota Binjai juga dibarengi dengan
program pemberdayaan daerah hijau pada daerah aliran sungai, hal ini
dimaksudkan agar tidak terjadi degradasi (pengikisan tebing-tebing sungai) yang
berada disekitarnya serta terpeliharanya baku mutu air yaitu batas kadar yang
diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemaran untuk dibuang dari sumber
pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu air.
5. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan
Hutan merupakan paru-paru dunia karena banyak ditumbuhi oleh
berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan oksigen sebagai pernafasan
makhluk hidup.
Hutan selain sebagai paru-paru dunia, hutan juga berfungsi antara lain :
a. Sebagai tempat hidup hewan, dan tumbuhan yang telah diuji keberadaannya;
b. Penyaring udara dari pencemaran karbon dioksida atau C02;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
c. Hutan merupakan sumber gen atau plasma nutfah;
d. Pengatur suhu lingkungan;
e. Pelindung terhadap angina;
f. Penyangga penyakit dan hama tanaman;
g. Pengatur tata air lingkungan;
h. Sebagai sumber perekonomian.
Permasalahan yang sering muncul di kota-kota adalah kurangnya tingkat
kenyamanan penduduk kota. Kondisi ini lebih disebabkan oleh karena tidak
sehatnya lingkungan akibat polusi udara, air dan tanah serta suhu udara yang relatif
tinggi.
Kota merupakan suatu ekosistem yang unik ditandai oleh tingginya
tingkat hunian dan aktivitas manusia baik dalam bentuk transportasi, industri
dan palayanan jasa, sehingga ciri-ciri ekosistem alami menjadi sangat menipis.
Tingginya suhu udara di kota disebabkan oleh beberapa hal seperti :
koefesien pantulan yang tinggi, sifat fisik dari bahan pembentuk permukaan,
perbedaan medan angin, tegasnya bawah aras dari golak paksa sempurna terangkat
jauh ke atas sehingga pemindahan bahan (energi gelombang panjang bumi)
melalui golak hanya terbatas pada pemindahan oleh golak bebas yang terjadi di
dekat permukaan.
Hal ini membuat iklim kota cenderung menjadi tidak sehat dan tidak
nyaman bagi penduduk kota. Aktivitas manusia akan terganggu oleh kondisi
lingkungan yang tidak sehat. Kondisi ini diharapkan dapat diperkecil atau bahkan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dihilangkan jika hutan kota dapat berperan dalam pengendalian iklim kota. Aktivitas
manusia cenderung terpusat di perkotaan, sehingga sejumlah besar manusia yang
tinggal di daerah yang sempit berperan penting dalam merubah iklim kota.
Hutan kota adalah segala bentuk komunitas vegetasi berkayu (pohon) yang
memililfl fungsi ekologi dan atau sosial ekonomi bagi masyarakat perkotaan. Termasuk
dalam defenisi ini adalah pepohonan jalan (road side trees), disepanjang sungai, danau
atau jalur hijau.
Hutan kota dapat memberikan manfaat lingkungan dalam kegunaan proteksi,
estetika, rekreasi dan kegunaan lainnya. Hutan kota memiliki fungsi ekologis yang
tidak ternilai secara ekonomi. Hutan kota diwajibkan untuk semua dalam penilaian
adipura dimana kota Binjai telah mempunyai Hutan kota seluas 15.000 m2 yang terletak
di Binjai Barat yang ditanami oleh beberapa jenis pohon-pohon langka yang pada statu
saat lokasi hutan kota ini dapat menjadi tempat pembelajaran dan penelitian bagi siswa
dan mahasiswa yang membutuhkannya.51
Untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan, khususunya hutan kota di
wilayah kota Binjai maka Pemerintah Kota Binjai melakukan Upaya rehabilitasi Hutan
dan Lahan (RHL) melalui Gerakan Nasional Gerakan Hutan dan Lahan (Gerhan)
dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap dampak kerusakan hutan serta kritisnya
fungsi lahan yang telah melalui tahap mengkhawatirkan.
Gerakan Hutan dan Lahan (Gerhan) penyelenggaraannya dilaksanakan secara
51 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. Forkas Lubis, Kepala Bapedaldako Binjai, Tanggal
21 Mei 2007.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
smergi, terkoordinasi dan terintegrasi, merupakan upaya yang sangat strategis bagi
kepentingan nasional, sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai gerakan berskala
nasional yang terencana dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik
pemerintah, swasta dan masyarakat luas melalui suatu perencanaan,
pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efesien.
Di samping itu pelaksanaan Gerhan diharapkan sebanyak mungkin
melibatkan masyarakat dan mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara
nyata. Sehingga perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat melalui
upaya pengembangan kelembagaan aparatur pelaksana, penyuluhan dan pendampingan
kepada kelompok tani serta pengembangan kemitraan.
Dalam pelakanaannya Pemerintah Kota Binjai telah melakukan penanaman
bibit pohon sebanyak 48.000 bibit pohon. Adapun jenis bibit tersebut antara lain :
Pohon Rambutan, Mangga, Mahoni, Meranti, Melinjo, Asam Glugur, Jati, Jengkol,
Pete, Mindi dan sebagainya.
6. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Dalam Rangka Penataan Lingkungan
Adipura
Lingkungan hidup ialah jumlah semua benda yang hidup dan tidak
hidup serta kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Manusia disekitar
kita adalah pula bagian lingkungan hidup kita masing - masing. Oleh karena itu
kelakuan manusia, dan dengan demikian kondisi sosial merupakan pula unsur
lingkungan hidup kita.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan timbal balik.
Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebaliknya manusia
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia ada di dalam lingkungan
hidupnya dan ia tidak dapat terpisahkan daripadanya. Antara manusia dan lingkungan
hidupnya terdapat hubungan yang dinamis.
Perubahan dalam lingkungan hidup akan menyebabkan perubahan dalam
kelakuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru.
Perubahan dalam kelakuan manusia ini selanjutnya akan menyebabkan pula
perubahan dalam lingkungan hidup. Dengan adanya hubungan dinamis sirkuler
antara manusia dengan lingkungan hidupnya itu, dapatlah dikatakan bahwa hanya
dalam lingkungan hidup yang baik manusia daapt berkembang secara maksimal,
dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan hidup dapat berkembang kearah
yang optimal.
Akhir-akhir ini banyak diperbincangkan tentang masalah lingkungan antara
lain kesemrawutan kota, pencemaran oleh industri, pestisida dan alat transport dan
erosi, banjir dan kekeringan. Karena masalah tersebut banyak yang menganggap bahwa
tindakan manusia telah merusak lingkungan hidup, sedangkan segala yang alamiah
merupakan lingkungan hidup yang baik. Apabila kita melihat kualitas lingkungan
hidup dari segi kebutuhan dasar manusia, akan nampaklah anggapan tersebut
diatas tidaklah selalu benar.
Konsep kualitas lingkungan sangat erat hubungannya dengan konsep kualitas
hidup. Suatu lingkungan hidup yang dapat mendukung kualitas hidup yang baik
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
dikatakan mempunyai kualitas yang baik pula dari vice versa. Makin baik kebutuhan
dasar itu dapat dipenuhi oleh lingkungan hidup, makin tinggi pula kualitas lingkungan
hidup itu. Kebutuhan dasar itu mencakup :
a. kebutuhan konsumsi untuk pribadi dan keluarganya;
b. pelayanan umum yang esensil, antara lain kesehatan, sanitasi, persediaan air minum
yang bersih dan pendidikan;
c. partisipasi dalam proses pengambilan keputusan;
d. lapangan pekerjaan baik sebagai sumber pendapatan bagi dirinya dan
keluarganya maupun untuk martabat kemanusiaannay dan;
e. terjaminnya hak-hak asasi manusia.
Adipura merupakan prestasi tertinggi dari tata penyelenggaraan
pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup (good environmental
governance). Sudah menjadi tuntutan global juga relevan dengan kebijakan
pembangunan nasional, yaitu pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan.
Penilaian adipura dilakukan meliputi penilaian tingkat kebersihan,
keteduhan, dan berwawasan lingkungan, semisal kantor, rumah sakit, puskesmas,
sekolah, taman, perumahan dan jalan-jalan yang kesemuanya berjumlah 67 titik
penilaian.
Dalam rangka untuk meraih adipura dilakukan penataan lingkungan
adipura dengan melakukan sosialisasi untuk memotivasi masyarakat agar turut serta
dalam menjaga, menata dan memelihara pelestarian lingkungan. Sehingga piala
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
adipura sebagai penghargaan pada bidang kebersihan yang merupakan dambaan
setiap daerah dapat diraih dan dipertahankan.
Kota Binjai telah beberapa kali memperoleh piala Adipura sebagai
penghargaan maupun supremasi dalam bidang penataan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance) di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Penghargaan ini didapat setelah melakukan pembenahan terhadap tatanan sosial,
politik, hukum yang berjalan saat ini untuk mewujudkan pemerintahan yang baik
(good governance). Dan pada tahun 2007 ini pemerintah kota Binjai meraih
kembali predikat Piala Adipura yang diserahkan langsung oleh Presiden Soesilo
Bambang Yodhoyono di Istana Negara yang diterima oleh Walikota Binjai,
Untuk membenahi dan memperkuat pemerintahan yang baik (good
governance) diperlukan paling tidak ada 5 (lima) yang harus dilakukan, yaitu :
a. Legislatif, lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi control yang
efektif.
b. Yudikatif, pengadilan yang independen (mandiri, bersih dan professional).
c. Eksekutif, aparatur pemerintah (birokrasi) yang professional
d. Masyarakat yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi control public;
e. Desentralisasi dan lembaga di daerah yang kuat.
Kepemerintahan yang baik juga dituntut di bidang lingkungan hidup.
Sejak Konferensi Bumi Rio de Janeiro tahun 1992, Negara - Negara yang turut
menandatangani Deklarasi Rio dituntut untuk menjalankan pemerintahan yang
berwibawa, khususnya di bidang lingkungan hidup (good environmental
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
governance) atau Tata Praja Lingkungan. Beberapa faktor yang diyakini sebagai
prinsip dari Pemerintahan yang sudah melaksanakan tata praja lingkungan yang
baik
Beberapa faktor yang diyakini sebagai prinsip dari Pemerintahan yan
sudah melaksanakan tatapraja lingkungan yang baik, yaitu :
a. Transparansi;
b. Partisipasi seluruh stakeholder;
c. Tanggung jawab/akuntabilitas efisiensi dan efektifitas;
d. Keberlanjutan.
Faktor-faktor di atas diupayakan untuk diselenggarakan dengan baik oleh
Pemerintah Daerah Kota Binjai sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan pembangunan yang berwawasan lingkungan di kota Binjai.
7. Kebijakan Pengelolaan Daur Ulang Limbah Rumah Tangga
Sumber pencemar dapat dibedakan menjadi sumber domestik (rumah
tangga) yaitu dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit dan
sebagainya, serta sumber non domestik, yaitu dari pabrik, industri, pertanian,
peternakan, perikanan, transportasi dan sumber - sumber lainnya. Sedangkan
bentuk pencemaran dapat dibagi menjadi bentuk cair, bentuk padat dan
bentuk gas serta kebisingan.
Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari kamar mandi,
wc, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotik, rumah
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
sakit, rumah makan dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri
atas zat organik baik berupa padat atau cair, bahan berbahaya dan beracun (B3),
garam berlarut, lemah dan bakteri terutama golongan fekal coli, jasad pathogen
dan parasit.
Pembuangan limbah maupun pencemar lain ke dalam air akan
mempengaruhi kehidupan dalam air itu. Suatu pencemaran dalam suatu
ekosistem mungkin cukup banyak sehingga akan meracuni semua
organisme yang ada di sana. Biasanya suatu pencemaran cukup banyak untuk
membunuh spesies tertentu, tetapi tidak membahayakan spesies lainnya.
Sebaliknya ada kemungkinan bahwa suatu pencemaran justru dapat
mendukung perkembangan spesies tertentu. Jadi bila ia tercemar, ada
kemungkinan pergeseran - pergeseran dari jumlah spesies yang banyak
dengan ukuran yang sedang populasinya, kepada jumlah spesies yang sedikit
tetapi berpupulasi yang tinggi.
Penanganan limbah rumah tangga semisal sampah ialah mencegah
timbulnya pencemaran. Misalnya Pertama dengan cara penimbunan (dumping)
dengan maksud untuk menutupi rawa, jurang, lekukan tanah di tempat
terbuka dan di laut. Cara ini murah tetapi masih menimbulkan bau, kotor,
penyakit dan pencemaran. Cara Kedua ialah pengisian tanah kesehatan (sanitary
lanfill) dengan mengisi tanah berlegok dan kemudian menutupnya dengan tanah,
pada cara ini diperlukan tanah yang luas. Diharapkan sampah tidak akan
mencemari lagi karena ditimbun dan ditutup. Cara Ketiga ialah dengan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pencacahan (grinding). Limbah organik dimasukkan kedalam alat penggiling
sehingga menjadi kecil - kecil, dialirkan ke selokan, hanyut ke tempat pengolahan
lebih lanjut. Cara Keempat ialah pengkomposan (composting), yakni pengolahan
limbah untuk memperoleh kompos untuk menyuburkan tanah. Mikroorganisme
(bakteri, jamur). Cara Kelima ialah pembakaran (incineration) dengan hasil gas dan
residu. Metode Keenam ialah dengan pirolisis yakni mengolah limbah dengan
proses dekomposisi senyawa kimia pada suhu tinggi dengan pembakaran tidak
sempurna, atau suatu proses peruraian kimia isomerisasi, deoksigenisasi, denitrogenisasi,
Untuk menanggulangi daur ulang limbah rumah tangga, pemerintah daerah
kota Binjai dalam hal ini Bapedaldako Binjai melakukan kegiatan Sosialisasi dan
Pelatihan Daur Ulang Limbah Rumah Tangga bertujuan untuk memanfaatkan limbah
rumah tangga seperti sisa-sisa minyak goreng (jelantah) untuk diolah menjadi
bahan produktif seperti hiasan rumah tangga.
Pemanfaatan Sampah-sampah rumah tangga yang dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk kompos, kompos merupakan pupuk yang penting karena kompos merupakan
pupuk organik. Penggunaan pupuk organik makin digalakkan penggunaannya karena
mempunyai tiga keuntungan, yaitu keuntungan bagi lingkungan, keuntungan bagi tanah,
dan keuntungan bagi tanaman. Kompos sangat membantu dalam penyelesaian
masalah lingkungan, terutama sampah. Karena bahan baku pembuatan kompos
adalah sampah maka permasalahan sampah rumah tangga dan sampah kota dapat di
atasi.
Peserta sosialisasi dan pelatihan ini dihadiri dan diikuti oleh para ibu-ibu rumah
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
tangga. Kegiatan ini merupakan bentuk kerjasama Bapedalda Kota Binjai dan Bapedalda
Propinsi Sumatera Utara. Kegiatan ini sangat menarik dan mendapatkan respon yang
positif dari para peserta pelatihan.
Untuk mendukung dan memperlancar pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup di atas, Pemerintah Daerah Kota Binjai melakukan beberapa program, yaitu :
1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Hidup.
Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah tersedianya dan
teraksesnya informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup berupa infrastruktur
data spesial, nilai, dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup masyarakat
luas disetiap daerah.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :
a. Inventarisasi dan evaluasi potensi sumber daya alam danlingkungan hidup baik
didarat, laut, maupun udara.
b. Pengkajian neraca sumber daya alam.
c. Program peningkatan efekiifitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber
daya alam.
Sasaran program ini adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari
kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali ekploritatif.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :
a. Pengkajian kembali kebijakan pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi sumber
daya alam;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
b. Penerapan sistem disissentif yang diwujudkan dalam bentuk tarif yang
progresif dan rasional untuk melindungi sumber daya alam;
c. Pengembangan riset terhadap potensi dan pemanfaatan sumber daya alam clan
pelestarian lingkungan hidup dalam usaha meningkatkan nilai tambah yang optimal
pasar global dan kualitas lingkungan hidup melalui mekanisme pembiayaan yang
berasal dari hasil pemanfaatan sumber daya alam.
d. Pengembangan teknologi pengunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan
termasuk teknologi yang terbaik, teknologi lokal, clan teknologi daur ulang yang
tersedia;
e. Rasionalisasi dan restrukturiasasi industri berbasis sumber daya alam.
2. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran
Lingkungan Hidup.
Sasaran dari program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :
a. Pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan khususnya teknologi
tradisional yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, industri yang ramah
lingkungan;
b. Penetapan indeks dan baku mutu lingkungan;
c. Pengembangan teknologi pengelolaan limbah rumah tangga, industri, dan
transportasi;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
d. Pengintegrasian biaya lingkungan terhadap biaya produktif;
e. Pengembangan teknologi produksi bersih;
f. Pengembangan kelembagaan pendanaan pengelolaan lingkungan hidup;
g. Penjaminan terjadinya alih kapasitas;
h. Pemantauan yang kontiniu, pengawasan dan evaluasi standard mutu lingkungan.
Dalam upaya ini termasuk penataan ruang, permukiman dan industri yang konsisten
dengan pencemaran lingkungan.
3. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan
Sumber Daya dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Sasaran program ini tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan
lingkungan yang kuat, dengan didukung oleh perangkat hukum secara adil dan
konsisten. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :
a. Penyusunan Undang-undang Pengelolaan sumber daya alam berikut perangkat
peraturannya;
b. Penetapan kebijakan yang membuka peluang akses dan kontrol masyarakat sumber
daya alam dan lingkungan hidup;
c. Evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan perundangan yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya alam lingkungan hidup;
d. Pengakuan kelembagaan adat dan lokal dalam kepemilikan dan pengelolaan
sumber daya alam;
e. Penguatan institusi dan aparatur penegakan hokum dan pengelolaan somber daya
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
clam dan lingkungan hidup;
f. Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam.
Selain itu juga akan dilaksanakan kegiatan pokok lainnya yaitu :
a. Pengembangan pelaksanaan perjanjian internasional dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup dan mewaspadai adanya upaya
untuk menggunakan isu lingkungan yang menghambat eksport dan
perkembangan ekonomi negara berkembang.
b. Peningkatan sistem pengawasan terhadap pembajakan sumber daya hayati
(biopiracy) dan pembajakan teknologi lokal dan pihak asing.
c. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif dalam pengelolaan dan konservasi
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
d. Pelaksanaan program-program sukarela seperti sistem menegemen dan kinerja
lingkungan (ISO-14000 dan Ekolobing). Sebanyak mungkin perusahaan
industri dan jasa dapat bersaing di tingkat internasional.
4. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Sasaran dari program ini adalah tersedianya sarana bagi masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup sejak
proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaaan, sampai pengawasan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :
a. Jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang peduli dan mampu
mengelola sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
b. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan
pemeliharaan lingkungan hidup melalui pendekatan keagamaan, adat dan
budaya.
c. Pengembangan pola kemitraan dengan lembaga masyarakat yang
melibatkan pihak dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup.
d. Perlindungan hak-hak adat dan ulayat dalam pengelolaan sumber daya alam
dan pelestarian hidup.
Selain itu terdapat kegiatan pokok lain yaitu :
a. Pemasyarakatan pembangunan berwawasan lingkungan;
b. Pengkajian keadaan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat adat dan lokal.
c. Pemanfaatan kearifan tradisional dalam pemeliharaan lingkungan hidup.
d. Peningkatan kepatuhan dunia usaha masyarakat terhadap peraturan perundang-
undangan dan tata nilai masyarakat lokal yang berwawasan lingkungan hidup.
Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kota Binjai tentunya berkaitan
dengan bidang-bidang lainnya, semisal pembangunan bidang ekonomi dan
pembangunan sosial, dalam upaya mencapai arah tujuan sekaligus terhadap
sasaran dari pelaksanaannya. Adapun sasaran dan tujuan yang perlu dikembangkan
dan ditindaklanjuti, adalah :
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
1. Mengacu pada visi Kota Binjai dalam mewujudkan Kota Binjai yang
bersih, nyaman, mandiri, sejahtera dan berwawasan lingkungan.
Pembangunan pada setiap sektor hendaknya lebih diperhatikan dan dijaga
terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan dari pembangunan tersebut.
Seperti halnya pemenuhan penyediaan sarana dan prasarana penunjang
untuk mewujudkan kelestarian lingkungan sekitar. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga dampak yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut,
karena ketiadaan sarana penunjang terhadap lingkungan tersebut serta
dalam upayamengurangi tingkat kerusakan maupun degradasi terhadap
lingkungan hidup. Hal ini dimaksudkan dalam upaya menjamin
keberlanjutan pembangunan, yaitu :
a. Pemberian kewenangan yang luas terhadap daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam sebagaimana tertuang dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Mengantisipasi tekanan - tekanan dari pihak - pihak lain, baik yang
berdampak secara langsung maupun tidak langsung dari
pembangunan tersebut, yang disebabkan telah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan terhadap lingkungan.
2. Peningkatan dan pengoptimalan pemanfaatan area yang mengacu pada
prinsip tata ruang, kelengkapan dan rekomendasi terhadap pemecahan
issu lingkungan di Kota Binjai. Dengan ditingkatkannya fungsi
pengawasan, penertiban dalam pemberian ijin dengan pertimbangan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
utama adalah pengalokasian sumber daya alam dan kegiatan pembangunan.
3. Pertumbuhan penduduk yang tinggi terutama sekali pada daerah
perkotaan perlu untuk segera diciptakan peluang-peluang baru yang
memungkinkan untuk menampung lapangan kerja.
4. Pengendalian Pencemaran Lingkungan :
a. Pencegahan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan
dengan mengefektifkan fungsi AMDAL, UKL, UPL.
b. Peningkatan pengawasan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
c. Pemberian penegakkan hukum terhadap pelaku kerusakan dan
pencemaran.
d. Penciptaan Peraturan Daerah yang berkenaan dengan lingkungan
5. Pemantauan dan Pemulihan Kualitas Lingkungan :
a. Meningkatkan pemantauan terhadap industri atau sector ekonomi yang
berindikasi terhadap pencemaran lingkungan.
b. Pemenuhan kualitas data yang akurat dan terpercaya.
c. Program kali bersih.
d. Program langit biru.
e. Program reboisasi dan penghijauan.
f. Terbentuknya kelompok pecinta lingkungan.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
C. Hambatan Dan Kendala
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa kendala-
kendala yang timbul dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di kota Binjai.
Adapun hambatan-hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan Izin mendirikan
bangunan di Kota Binjai adalah :
1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan
hidup bagi kepentingannya sendiri, masyarakat dan demi kelestarian
lingkungan.
Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup membawa
dampak negatif kepada setiap usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan
melindungi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Akibatnya dapat menimbulkan risiko-
risiko kerusakan dan/atau pencemaran pada kemampuan dan fungsi sumber alam dan
lingkungan hidup. Adapun resiko-resiko yang akan timbul dari kurang sadarnya
masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan hidup adalah :
a. Rusaknya berbagai sistem pendukung perikehidupan yang vital bagi manusia,
baik sistem biofisik maupun sosial;
b. Munculnya bahaya-bahaya baru akibat ciptaan manusia, seperti bahan berbahaya
dan beracun dan hasil-hasil bioteknologi;
c. Pengalihan beban dan risiko kepada generasi berikutnya atau kepada sektor atau
kepada daerah lain;
d. Kurang berfungsinya sistem organisasi sosial dalam masyarakat;
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
e. Kurangnya perhatian pelaku usaha dan/atau kegiatan untuk melengkapi
Dokumen-dokumen yang dimiliki untuk menjalankan usahanya.
2. Birokrasi yang tidak dimengerti oleh masyarakat untuk mendapatkan izin
yang berwawasan lingkungan
Proses dan prosedur untuk mendapatkan izin dalam hubungannya dengan
pengelolaan lingkungan hidup adalah merupakan suatu tindakan untuk melindungi
lingkungan dari segala usaha dan/atau kegiatan yang akan membawa dampak negatif
terhadap daya dukung lingkungan hidup.
Prosedur dan persyaratan untuk memperoleh izin tersebut telah diatur dan
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh setiap
daerah masing-masing. Adapun izin yang sering diminta oleh masyarakat adalah izin
mendirikan bangunan (IMB), izin Ho dan lain-lain.
Banyaknya prosedur dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kelayakan untuk mendapatkan izin menyebabkan terjadinya Birokrasi dan
prosedur yang berbelit-belit dan tidak dimengerti oleh masyarakat sehingga
menyulitkan untuk mengurus mendapatkan izin.
Hal ini bertambah parah dengan lemahnya SDM dari aparat yang
bertanggungjawab untuk mengurus mendapatkan izin tersebut. Hal ini disebabkan
karena adanya kerancuan secara kelembagaan lingkungan hidup dan otonomi daerah
karena masih belum terpolanya pengertian manajemen lingkungan hidup yang baik.
Faktor inilah salah satu yang menyebabkan terjadinya keengganan dari masyarakat
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
khususnya bagi pihak perusahaan untuk mengurus proses pembuatan sertifikasi izin
yang mereka perlukan..
Oleh karena itu untuk menunjang adanya saling keterkaitan antara
masyarakat dengan kelembagaan untuk mendapatkan izin yang mereka perlukan
maka perlu disusun suatu sistem administrasi yang baik sehngga dapat menentukan
peran dan wewenang dalam pelaksanaan penerbitan izin dengan hubungannya dengan
pengelolaan lingkungan hidup. Sistem administrasi yang baik tentunya mempunyai
peran yang sangat penting untuk dijadikan pedoman dari setiap aparatur pemerintah
dan secara kelembagaan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk melayani
masyarakat. Hal ini dipandang dari aspek ekonomi, sosial politik dan lingkungan dari
setiap kelembagaan sehingga tercipta hubungan yang baik dengan masyarakat.
3. Kurangnya sosialisasi dari instansi yang berwenang mengenai pentingnya
pengelolaan lingkungan hidup.
Permasalahan mengenai kurangnya sosialisasi dari instansi yang
berwenang mengenai pentingnya lingkungan hidup bagi masyarakat dan pihak pelaku
kegiatan usaha dan/atau kegiatan merupakan permasalahan yang seharusnya tidak
perlu terjadi. Hal ini disebabkan karena pemerintah dengan diwakilkan oleh instansi
yang berwenang untuk itu telah memiliki tanggungjawab untuk memberikan
informasi dan melakukan pengawasan yang baik kepada segala jenis usaha dan/atau
kegiatan yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
Sosialisasi ini diperlukan untuk memberitahukan bahwa pengembangan
lingkungan tidak cukup hanya mengatur mengenai pengelolaan sumberdaya alam
secara bertanggungjawab, tetapi harus didukung oleh partisipasi masyarakat yang
dilengkapi dengan langkah-langkah usaha pengembangan konsumsi dan pola hidup
yang wajar sesuai dengan kemampuan daya dukung alam demi menjaga kelestarian
lingkungan hidup..
4. Keterbatasan Biaya
Keterbatasan biaya dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan
permasalahan klasik yang saat ini sedang dialami oleh pemerintah daerah dalam
menjalankan program-program pengembangan dan pelestarian lingkungan hidup
tidak berjalan dengan baik. Hal ini memicu terjadinya penurunan kualitas lingkungan
hidup sebagai akumulasi dari pemanfaatan sumber daya alam akibat dari proses
pembangunan di daerah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Jika
hal ini terjadi ditengah-tengah masyarakat maka bukan tidak mungkin akan memicu
berbagai konflik sosial yang dilatarbelakangi oleh permasalahan lingkungan hidup.
Kasus-kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan akan semakin
meluas akibat dari banyaknya bangunan-bangunan, usaha dan/atau kegiatan yang
berwawasan lingkungan karena tidak memiliki izin untuk menjalankan usaha danatau
kegiatan. Oleh karena itu pemerintah kota Binjai harus segera mengantisipasi dengan
melakukan social control bagi segala usaha dan/atau kegiatan yang tidak peduli
terhadap Pengelolaan lingkungan hidup.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
5. Lemahnya Aparat dan Penegakan Hukum dalam Penegakan Hukum
Lingkungan.
Secara konseptual, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan hubungan nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap
dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup di dalam masyarakat.
Penegakan hukum dapat dijalankan dengan baik apabila SDM dari aparat
telah sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat dilakukan berbagai kegiatan
kepada masyarakat untuk patuh terhadap aturan-aturan dalam pengelolaan lingkungan
hidup, hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan hukum sebagai tindakan preventif,
pengawasan dan penindakan sebagai tindakan represif. Oleh karena itu, hukum yang
ingin ditegakkan harus baik dan tidak bertentangan satu sama lain, baik secara
vertikal daupun horizontal.
Selain itu juga harus didukung oleh aparat hukum dan sarana yang
memadai. Suatu peraturan perundang-undangan atau hukum dapat dianggap baik dari
sudut berlakunya apabila hukum tersebut dapat berlaku secara yuridis, sosiologis, dan
filosofis.
Penegakan ketentuan hukum yang tidak konsisten terhadap pelaksanaan
mengenai sangat pentingnya kepatuhan terhadap hukum lingkungan dalam
pengelolaan lingkungan hidup merupakan permasalahan yang saling kait mengkait
antara berbagai aspek yang cukup kompleks. Tujuan utama pada penegakan hukum
lingkungan itu sendiri pada hakekatnya adalah untuk mempertahankan dan
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
menciptakan kestabilan terhadap perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar
yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Untuk megnantisipasi permasalahan dalam pengekan hukum lingkungan
di kota Binjai, pemerintah daerah menerbitkan berbagai peraturan daerah dengan
maksud dan tujuan tersebut serta untuk menjaring para pelanggar hukum yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Dengan adanya peraturan daerah terhadap pengelolaan lingkungan hidup
ini diharapkan pelanggaran terhadap penegakan hukum lingkungan dapat segera
ditindak dan ditertibkan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu diperlukan
sanksi yang cukup keras untuk mengatur mengenai pelanggaran terhadap ketentuan
yang mengatur tentang pelaksanaannya.
Hal ini tentunya dimaksudkan agar kesadaran masyarakat akan perlunya
peraturan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan pentingnya penegakan hukum
lingkungan dalam kehidupan manusia terus ditumbuh kembangkan melalui
penerangan, penyuluhan dan pendidikan dalam dan luar sekolah, pembinaan
rangsangan penegakan hukum dan disertai dengan dorongan peran aktif masyarakat
(LSM) untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap ekonomi dan sosial.
Pelaku yang melakukan tindakan dan/atau usaha pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan harus segera ditangani dalam upaya penegakan hukum
lingkungan. Oleh karena itu penanggulangannya pun beraneka ragam, mulai dari
penerangan atau penyuluhan hukum sampai pada penjatuhan sanksi apabila terjadi
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
pelanggaran. adapun upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melalui berbagai
instrumen hukum, yaitu Administrasi (Tata Usaha Negara), Pidana ataupun Perdata
:
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian dalam tulisan ini, maka dapatlah diberikan kesimpulan demi
menjawab permasalahan, yaitu :
1. Otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemerintah
daerah secara proporsional untuk mengembangkan potensi yang ada dalam proses
pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa
lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya
alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu peran pemerintah daerah kota Binjai
dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat diperlukan
untuk mengurangi terjadinya dan pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap
memperhatikan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan,
penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan
pemerintah yang baik.
2. Pelaksanaan kebijakan pengelola lingkungan hidup di kota binjai merupakan
bagian dari pembangunan nasional yang sejalan dalam rangka implementasi
otonomi daerah, berbagai kebijakan dan program yang telah dilakukan bertujuan
dalam rangka peningkatan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan
dengan tetap beracuan kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
sumberdaya alam dan lingkungan serta memberikan kesempatan kepada
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
masyarakat adat dan lokal untuk dapat berperan aktif sehingga pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan di kota Binjai dapat tetap terjamin.
B. Saran-Saran
1. Dalam penerapan otonomi daerah pemerintah daerah diharapkan
mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada untuk menunjang
pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan sosial
dengan melakukan :
a. memperluas area hutan kota;
b. meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam pengurusan izin;
c. melakukan sosialisasi yang rutin kepada masyarakat dan pelaku usaha
dan/atau kegiatan terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup.
2. Diharapkan kepada pemerintah daerah Kota Binjai setiap mengeluarkan
kebijakan yang berkaitan dengan proses pembangunan daerahnya tetap
memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan hidup dan melibatkan peran serta
masyarakat untuk aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga secara
dini dapat diantisipasi munculnya permasalahan dan resiko lingkungan yang
negatif.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR BACAAN
A. Buku-Buku
Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia. Bandung: Alumni, 1983. Absori, Penegakan Hukum Lingkungan & Antisipasi dalam Era Perdagangan Bebas.
Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2000. Alvi Syahrin, Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Medan: Fakultas Hukum USU,
1997. Amsyari, Fuad, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1981. Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, Rineka Cipta, 1997. Arifin, Syamsul, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan dalam Mewujudkan
Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004.
Bismar Nasution, dkk., Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan Tulisan
70 Tahun Prof. Muhamamad Abduh, SH. Medan: USU Press, 2004. Bapedaldasu bekerjasama dengan Lembaga Penelitian USU, Prosedur Penegakan
Hukum Lingkungan Hidup. Medan: t.p., 2002. Harahap, M. Yahya, Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan Hukum. Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1997. Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi ke-7. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1999. Kamelo, Tan, Butir-Butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa ke Masa, Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Hukum USU 1979-2001. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003.
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional
Suatu Uraian tentang Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum Indonesia. Jakarta: Bina Cipta, 1976.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty,
1988.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Bandung: Mandar Maju, 2000.
Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Bandung : Binacipta,
1981. -----------------, Bunga Rampai Hukum Lingkungan I, Jakarta : Binacipta, 1984. Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 1998. Nasution, Bismar, dkk., Perilaku Hukum dan Moral di Indonesia, Kumpulan Tulisan
70 Tahun Prof. Muhamamad Abduh, SH. Medan: USU Press, 2004. Patterson, Edwin, Law in a Scientific Age. New York: Columbia University Press,
1963. Rasjidi, Lili dan Putra, I.B. Wiyasa, Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993. R M. Gatot P Soemartono, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,
1991. Santoso, Mas Achmad, Penegakan Hukum Lingkungan Administratif, Pidana dan
Perdata Berdasarkan Sistem Hukum Indonesia. 2000. ---------------, Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Dampak Lingkungan,
Jakarta : Indonesian Centre for Environmental Law, 1995. Sunoto, 1997, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan, Bahan
Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Schaffmeister, E., Kekhawatiran Masa Kini (Pemikiran Mengenai Hukum Pidana
Lingkungan Dalam Teori dan Praktek). Diterjemahkan oleh Tritam P. Moeliono, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1984. ----------------, Pembangunan Berkelanjutan (Perkembangannya, Prinsip-Prinsip dan
Status Hukumnya). Medan: Fakultas Hukum USU, 1999.
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008
----------------, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003.
B. Makalah Arifin, Syamsul, “Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup”,
Makalah Materi Kursus Dasar-Dasar Amdal Tipe A, Tanggal 10 s/d 20 Maret 2003. (Angkatan VI).
Hamid, Hamrat, Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Tindakan Administrasi
Negara, Perdata, dan Pidana. Makalah Seminar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum UNS, Surakarta, tanggal 21 Pebruari 1992.
Staudinger, Jeff, RCRA Enforcement : Problem and Reform, dalam Stanford
Environmental Law Society, Strategis for Environmental Enforcement. The Stanford University School of Law Environmental and Natural Resources, Stanford University, 1995.
C. Peraturan Perundang-Undangan Undang–Undang Dasar 1945 (Hasil Amandemen) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008