23
KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMANFAATAN RUANG DALAM KAWASAN HUTAN Prof. DR. Ir. San Afri Awang, MSc. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan dalam Rapat Kerja Regional BKPRN Yogyakarta, 7 September 2016

KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

HIDUP DAN PEMANFAATAN RUANG DALAM KAWASAN HUTAN

Prof. DR. Ir. San Afri Awang, MSc.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

dan Tata Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan

Disampaikan dalam Rapat Kerja Regional BKPRN

Yogyakarta, 7 September 2016

Page 2: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

FAKTOR PENDORONG/DRIVERS :• Pengembangan produksi pangan nasional

• Pengembangan infrastruktur konektivitas utama Jawa

PENEKAN/PRESSURE :• Pertumbuhan metropolitan

• Pertumbuhan penduduk dan tingkat konsumsinya

DAMPAK/IMPACT :• Penyusutan tutupan lahan

• Konversi daerah lindung dan pertanian

KEADAAN SAAT INI/STATE :• Krisis kestabilan tata air

• Krisis sampah dan penurunan kualitas lingkungan

• Pencemaran dan kerusakan lingkungan

• Rentan bencana

Merupakan kebijakan

dan kendali Nasional

Harus ditangani

pada skala

kabupaten/kota

Harus ditangani

kebijakan dan

kendali Provinsi

atau kerjasama

antar Kab/kota

TANTANGAN PEMBANGUNAN

Page 3: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

SEBARAN WILAYAH PENYEDIA JASA LINGKUNGAN UTAMA

Jasa pengatur air

Jasa penyimpan air

Page 4: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

KRISIS EKOLOGI TERJADI BILA :

1. Pembangunan di daerah-daerah penyedia jasa tinggi tidak dimitigasi

dampaknya

2. Tidak ada kebijakan mengenai peningkatan daya dukung LH

3. Tidak punya visi apakah jasa ekosistem akan disubstitusi atau

direkayasa teknologi agar supplynya tetap memadai

TEKANAN PEMBANGUNAN PADA

DAERAH-DAERAH PENYEDIA JASA

LINGKUNGAN

FSRU

FSRU

FSRU

Pengembangan Wilayah Metropolitan

Jabar

Pembangunan Jalan Tol

Bandara Kertajati

Kilang Minyak 300 ribu barel

Waduk Ciawi, Sukamahi, Cipanas,

Leuwikeris, Sadawarna, Santosa,

Sukahurip (Jabar)

Waduk Logung, Jlantah, Matenggeng

(Jateng)

Waduk Semantok, Bagong,

Lesti, Wonodadi (Jatim)

Waduk Karian dan Sindangheula (Banten)

KSN Gerbangkertasusila

Bandara Kulon Progo

WKP I Prov. Banten

Jasa Regulator Air

Jasa Penyedia Air

Page 5: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Tekanan tinggi terhadap daya dukung juga terjadi di Kalimantan

LANDAK

Natural Rubber Palm

Oil

KETAPANG

Alumina

JORONG

AluminaPalm Oil

BATU LICIN

Iron / Steel

Pengembangan Jalur KA Trans Kalimantan (2428 km)

Kalsel : Bendungan

Tapin

PLTG/MG Mobile PP

Kalselteng 200 MW

Kaltim : Bendungan

Teritip

Kaltara :

- Rekonstruksi jalan SP. TIGA APAS -

SIMANGGARIS

- Pembangunan jalan Mensalong- Tau Lumbis

- Pelebaran Jalan TJ. Selor – TJ. Palasn

JalanNasional 610

Km

Jalan StrategisNasional 316 Km

Catatan :Warna biru tua adalah penyedia jasa regulator air tinggi seperti halnya warna hijau yang lahannya lebih banyak didominasi hutan

Catatan :Warna biru muda adalah penyedia jasa penyimpan air yang didominasi lahan gambut

Page 6: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Waduk Keureuto, Rukoh, Tiro, Jambo Aye (NAD)

Waduk Lompatan Harimau (Riau)

Estuari Sei Gong, Dompak, Busung (Kepri)

Waduk Sukoharjo, Segalaminder, Way Sekampung,

Sukaraja III (Lampung)

Rencana Pengembangan

Perkeretapian (2015-2019)

Pembangunan Jalan Tol Sumatera

TANGGAMUS

Marine Logistic

SEI MANGKE

Palm Oil

KUALA TANJUNG

Alumina, Palm Oil

Kawasan Industri Prioritas di luar Pulau Jawa

KEK Tanjung Api-api

KEK Padang Pariaman

KEK Lhoksumawe

KEK Sei Mangkei

Jasa Regulator Air

Jasa Penyimpan Air

Waduk Leusimeme (Sumut)

Kawasan Metropolitan Patungraya

Agung

Kawasan Metropolitan Perkotaan

Palapa

Kawasan Metropolitan

Mebidangro

......demikian pula Sumatera

Page 7: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Jayapura

Bandara Koroway Batu

Pengembangan Jalur Perkeretapian

2015-2019 (RPJMN)

Bandara Werur

LP2B

KEK Merauke

KEK Teluk Bintuni

KEK SorongKEK Raja Ampat

Kawasan Industri Bintuni

TELUK BINTUNI

Oil dan Gas

Petrochemical

Kawasan Industri Prioritas di luar

Pulau Jawa

Pembangunan Infrastruktur Jalan

dan Jalur Kereta Api baru jalur

Sausafor-Arfu (Sorong) melewati CA

Tamrau Utara

Page 8: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Makassar - Pare-pare (145 Km)

Makassar – Bulukumba –

Watambpne (259Km)

Pare-pare - Mamuju (225Km)

Manado – Bitung (48 Km)

Bitung – Gorontalo – Isimu (340 Km)

Pusat Pertumbuhan Industri

Baru

KEK Palu

KEK Bitung

KEK Garombong

KEK Taka Bonerete

Page 9: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

STRATEGI BESAR PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL

1. Menjaga dan menahan pertumbuhan pada daerah-daerah penyedia jasa ekosistem tinggi SELAMA tidak ada kebijakan jangka panjang untuk menggantikan layanan jasa ekosistem tersebut

2. Melakukan rehabilitasi dan pemulihan pada seluruh kawasan rusak, tercemar, dan terdegradasi

3. Melakukan mitigasi ketat pada dampak dan resiko pembangunan percepatan infrastruktur dan kawasan pertumbuhan, khususnya upaya penegakan hukum, pengendalian ruang melalui disinsentif konversi lahan

4. Melakukan rekayasa teknologi dan kebijakan untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

5. Menerapkan instrumen ekonomi untuk mengubah pola hidup masyarakat

Page 10: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

1) Rasionalisasi KH selama 20 tahun ke depan, diperkirakan Luas Kawasan Hutan yang masih dapatdipertahankan seluas 112,34 juta ha), untuk mengakomodasi :

a. Pembangunan Sektor di Luar Kehutanan/PengembanganWilayah/Daerah dan

b. Resolusi Konflik tenurial

2) Arahan Pokok dan Target Pemanfaatan/ Penggunaan Kawasan Hutan :

a) Kawasan untuk Konservasi ;

b) Kawasan untuk Perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut;

c) Kawasan untuk Rehabilitasi;

d) Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala Besar;

e) Kawasan untuk Pengusahaan Hutan Skala Kecil dan

f) Kawasan untuk Non Kehutanan

RENCANA KEHUTANAN TINGKAT NASIONAL (RKTN 2011-2030)

Page 11: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

ARAHAN MAKRO PEMANFAATAN RUANG KAWASAN HUTAN (RKTN 2011-2030)

11

Arahan Pemanfaatan

Kawasan untuk Konservasi Kawasan ini tujuan utamanya diarahkan untuk konservasi sumber daya hutan. Dalampengelolaannya tetap mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan danmempertimbangkan aspek pemanfaatan, perlindungan dan pengawetan

Kawasan untuk PerlindunganHutan Alam dan Lahan Gambut

Kawasan ini tujuan utamanya diarahkan untuk melindungi ekosistem hutan alam dan gambutserta penyediaan karbon. Pemanfaatan kedepan dapat dilakukan dengan tanpa meninggalkantujuan utamanya. Skema-skema perdagangan karbon dapat diarahkan dalam pemanfatankawasan ini.

Kawasan untuk RehabilitasiKawasan hutan ini penekanannya diarahkan untuk percepatan rehabilitasi karena kondisinyaberada dalam wilayah DAS kritis dan areal bekas pertambangan. Apabila proses rehabilitasinyatelah selesai dapat dilakukan pemanfaatan sesuai fungsi dan arahan pemanfaatannya.

Kawasan untuk PengusahaanHutan Skala Besar

Kawasan hutan ini tujuan utamanya diarahkan untuk pengusahaan hutan skala besar (korporasi)dengan berbagai skema, a.l. IUPHHK-HA/HT/RE.

Kawasan untuk PengusahaanHutan Skala Kecil

Kawasan Hutan ini tujuan utamanya diarahkan untuk pengusahaan hutan skala kecil(masyarakat) dengan berbagai skema (HTR, HKm, HD). Pada kawasan ini diharapkan peran sertadan akses masyarakat terhadap SDH menjadi terbuka.

Kawasan untuk Non KehutananKawasan ini merupakan kawasan yang disiapkan untuk hutan rakyat dan untuk memenuhikebutuhan sektor non kehutanan. Prosesnya tetap melalui prosedur perundangan yang berlaku.

Page 12: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

ARAHAN INDIKATIF PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN (RKTN 2011-2030)

ARAHAN/RENCANA

FUNGSI KAWASAN (Juta Ha)

JumlahHK HL

HUTAN PRODUKSI

HP HPT HPK

KAWASAN KONSERVASI 23,20 - - - - 23,20

KAWASAN PERLINDUNGAN HUTAN ALAM DAN LAHAN GAMBUT - 22,91 1,45 (+3,42) 0,61 arahan menjadi

HP28,40

KAWASAN UNTUK REHABILITASI 3,62 3,32 2,23 (+0,60) 1,78 80% sisa arahan

menjadi HP11,55

KAWASAN PENGUSAHAAN HUTAN SKALA BESAR - - 20,93 (+6,55) 16,14 80% sisa arahan

menjadi HP43,62

KAWASAN PENGUSAHAAN HUTAN SKALA KECIL - 1,44 1,76 (+ 1,22) 1,15 80% sisa arahan

menjadi HP5,57

KAWASAN UNTUK NON KEHUTANAN 18,34

JUMLAH 26,82 27,67 26,37 (+11,79) 19,68 -

LUAS EFEKTIF KAWASAN HUTAN 112,34 (85% dari luas total kawasan saat ini)

• Pada kawasan konservasi diantaranya : 5 juta Ha berupa Kawasan Perairan

• Pada Kawasan Perlindungan Hutan Alam dan Laghan Gambut termasuk diantaranya HL pantai dan Hutan Lindung Gambut

Page 13: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

PETA ARAHAN INDIKATIF PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN(RKTN 2011-2030)

Page 14: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

MILESTONE KEBIJAKAN KEHUTANAN INDONESIA 2011-2030

1

2

3

4

5

6

8

9

10

11

12

13

14

15

Ke

bij

akan

Ke

hu

tan

an 2

01

1-2

03

0

Peningkatan Peran Sektor Kehutanan Indonesia di tingkat regional dan global.

Optimalisasi distribusi fungsi dan manfaat kawasan hutan

2011-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2030

Pembaharuan sistem.

Pemantapan dan Optimalisasi Kawasan Hutan.

Penguatan Kelembagaan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan.

Peningkatan Koordinasi lintas sektor/kementerian.

Penguatan desentralisasi dalam pengelolaan hutan.

Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Pengembangan sistem insentif dan disinsentif.

Penguatan Pemanfaatan SDA untuk tujuan Perlindungan dan Pelestarian Alam.

Komitmen dan Konsistensi Penegakan Hukum Bidang Kehutanan

Percepatan rehabilitasi kawasan hutan.

Peningkatan produk hasil hutan.

Peningkatan akses dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Page 15: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

POKOK-POKOK KEBIJAKAN REGIONAL (RKTN 2011-2030)Wilayah Kebijakan Umum

JAWA • Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta meningkatkan efisiensi BUMN Kehutanan

(Perum Perhutani).• Pengembangan Industri kehutanan berbasis hutan rakyat dan peningkatan nilai tambah hasil hutan.

SUMATERA• Menyelesaikan masalah kawasan hutan, peningkatan peran perlindungan dan konservasi hutan serta efisiensi usaha

kehutanan dan pengembangan usaha kehutanan bernilai tambah tinggi.• Pengembangan hutan tanaman.

KALIMANTAN

• Menyelesaikan masalah kawasan hutan, peningkatan peran konservasi serta efisiensi dan pengembangan SFM bagiusaha kehutanan

• Pengembangan hutan tanaman.• Pengembangan industri kehutanan

SULAWESI

• Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta usaha kehutanan bagi masyarakat lokal.• Pengembangan hutan tanaman.• Pengembangan industri kehutanan• Pengembangan HHBK.

MALUKU

• Peningkatan peran perlindungan dan konservasi serta usaha kehutanan bagi masyarakat lokal.• Pengembangan hutan tanaman.• Pengembangan industri kehutanan.

BALI DAN NUSA

TENGGARA

• Meningkatkan tutupan hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan serta peningkatan perlindungan dankonservasi hutan.

• Pengembangan HHBK.• Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam

PAPUA

• Menyelesaikan masalah kawasan hutan, pengembangan usaha bernilai tambah tinggi & pengelolaan hutan bagimasyarakat lokal.

• Pengembangan hutan tanaman.• Pengembangan industri kehutanan.

Page 16: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

TORApenyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), redistribusi tanah dan legalisasi asetmelalui :

a. Identifikasi dan inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T)sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta ha;

b. Identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha;

c. Identifikasi tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU akan habis masa berlakunya, tanahterlantar, dan tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, yang berpotensi sebagai TORAsedikitnya sebanyak 1 juta ha; dan

d. Identifikasi tanah milik masyarakat dengan kriteria penerima Reforma Agraria untuk legalisasi asetsedikitnya sebanyak 3,9 juta ha.

ISU STRATEGIS TERKAIT RPJMN 2015-2019

PIAPS

Meningkatnya akses masyarakat untuk mengelola hutan melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan hutan rakyat serta kemitraan minimalseluas 12,7 juta ha.

16

Page 17: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERUBAHAN KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVIEW RTRWP

1. Dasar Hukuma. UU 41 Tahun 1999 (pasal 19)

b. UU 26 Tahun 2007

c. PP 104 Tahun 2015

d. PP 15 Tahun 2010

2. Perubahan kawasan hutan dalam rangka review RTRWP diperlukan untuk mengakomodir :

a. Kondisi eksisting yang sudah berupa permukiman, fasilitas umum dan fasilitas sosial

b. Mengakomodir proyek strategis nasional

c. Dinamika masyarakat /pembangunan

Page 18: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM REVISI RTRWP (2008-2016)

NO. PROVINSI

SK PERUBAHAN PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN/ SK PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN/

SURAT PERSETUJUAN SUBSTANSI

PERSETUJUAN PERUBAHAN PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN SESUAI SK

PERUBAHAN PERUNTUKAN (Ha) PERUBAHAN

FUNGSI (Ha)PENUNJUKAN (Ha)

Nomor Tanggal NON DPCLS TOTAL

1 Aceh SK.941/Menhut-II/2013 dan S.33/Menhut-VII/2014 23/12/2013 dan 16/01/2014 42.616 37.640 80.256 130.542 26.461

2 Sumatera Utara*) SK.579/Menhut-II/2014 dan S.407/Menhut-VII/2014 24/06/2014 dan 18/09/2014 686.326 21.153 707.479 - -

3 Sumatera Barat SK.304/Menhut-II/2011 dan SK.141/Menhut-II/2012 09/06/2011 dan 15/03/2012 96.904 29.382 126.286 147.213 9.906

4 Riau *) SK.314/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 20/4/2016 1.703.374 2.711 1.706.085 717.543 11.552

5 Kepulauan Riau *) SK.76/MenLHK-II/2015 6/3/2015 338.078 23.872 361.950 146.962 2370

6 Jambi SK.727/Menhut-II/2012 dan S.11/Menhut-VII/2013 10/12/2012 dan 07/01/2013 13.712 336 14.048 20.529 -

7 Sumatera Selatan*)SK.866/Menhut-II/2014 dan S.14/Menlhk/PKTL/PKTL.II/I/2016

29/9/2014 dan 11/01/2016 230.204 9.329 239.533 44.299 41.191

8 Bangka Belitung *) SK.798/Menhut-II/2012 dan S.110/Menhut-VII/2013 27/12/2012 dan 08/01/2013 19.131 4.452 23.583 10.878 3.210

9 Bengkulu SK.643/Menhut-II/2011 dan S.58/Menhut-VII/2012 10/11/2011 dan 30/01/2013 2.192 - 2.192 31.013 101

10 Lampung SK.256/Kpts-II/2000 dan S.519/Menhut-VII/2009 23/08/2000 dan 06/07/2009

TIDAK ADA USULAN PERUBAHAN

11 DKI Jakarta SK.220/Kpts-II/2000 dan S.97/Menhut-VII/2011 02/08/2000 dan 03/03/2011

12 Jawa Barat SK.195/Kpts-II/2003 dan S.276/Menhut-VII/2010 04/07/2003 dan 10/06/2010

13 Banten SK.419/Kpts-II/1999 dan S.277/Menhut-VII/2010 15/06/1999 dan 10/06/2010

14 Jawa Tengah SK.359/Menhut-II/2004 dan S.933/Menhut-VII/2009 01/10/2004 dan 11/12/2009

15 D.I Yogyakarta SK.171/Kpts-II/2000 dan S.932/Menhut-VII/2009 29/06/2000 dan 11/12/2009

16 Jawa Timur SK.395/Menhut-II/2011 dan S.581/Menhut-VII/2010 21/07/2011 dan 11/11/2010

17 Bali SK.433/Kpts-II/1999 dan S.728/Menhut-VII/2009 15/06/1999 dan 14/09/2009

18 Nusa Tenggara Barat SK.598/Menhut-II/2009 dan S.727/Menhut-VII/2009 02/10/2009 dan 14/09/2009

19 Nusa Tenggara Timur *) SK.357/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2016 11/5/2016 54.163 3.490 57.653 12.168 11.811

20 Kalimantan Barat *) SK.936/Menhut-II/2013 dan S.26/Menhut-VII/2014 20/12/2013 dan 10/01/2014 554.137 69.294 623.431 352.772 52.386

21 Kalimantan Tengah SK.529/Menhut-II/2012 dan S.431/Menhut-VII/2012 25/09/2012 dan 28/09/2012 1.168.656 236.939 1.405.595 689.666 29.672

22 Kalimantan Selatan SK.432/Menhut-II/2009 dan S.518/Menhut-VII/2009 22/07/2009 dan 06/07/2009 - - 59.503 99.594 39.747

23 Kalimantan Timur SK.554/Menhut-II/2013 dan S.519/Menhut-VII/2013 02/08/2013 dan 05/09/2013 395.621 73.731 469.352 276.240 11.732

24 Sulawesi Utara SK.434/Menhut-II/2013 dan S.521/Menhut-VII/2013 17/06/2013 dan 05/09/2013 6.334 703 7.037 761 290

25 Sulawesi Barat SK.726/Menhut-II/2012 dan S.62/Menhut-VII/2013 10/12/2012 dan 30/01/2013 64.261 9.295 73.556 251.600 -

26 Sulawesi Tengah SK.635/Menhut-II/2013, SK.708/Menhut-II/2014 dan

S.884/Menhut-VII/2014

24/11/2013, 22/08/2014 dan

01/09/2014 94.759 15.312 110.071 42.788 91

27 Sulawesi Tenggara *) SK.465/Menhut-II/2011 dan S.61/Menhut-VII/2013 09/08/2011 dan 30/01/2013 110.105 49.195 159.300 115.111 -

28 Sulawesi Selatan SK.434/Menhut-II/2009 7/23/2009 TIDAK ADA USULAN PERUBAHAN

29 Gorontalo SK.324/Menhut-II/2010 dan S.238/Menhut-VII/2010 25/05/2010 dan 14/05/2010 - - 23.604 55.553 3.787

30 Maluku SK.871/Menhut-II/2013 dan S.27/Menhut-VII/2014 9/12/2013 dan 10/01/2014 360.158 3.957 364.115 20.668 3.313

31 Maluku Utara SK.490/Menhut-II/2012 dan S.427/Menhut-VII/2012 5/9/2012 dan 26/09/2012 273.361 - 273.361 92.222 5.081

32 Papua SK.458/Menhut-II/2012 dan S.409/Menhut-VII/2012 15/08/2012 dan 11/09/2012 376.385 - 376.385 5.736.830 45.258

33 Papua barat *) SK.710/Menhut-II/2014 dan S.406/Menhut-VII/2014 27/8/2014 dan 18/09/2014 243.045 50.356 293.401 438.220 3.924

T O T A L 6.833.522 641.147 7.557.776 9.433.172 301.883

*) Perubahan Peruntukan DPCLS masih menunggu persetujuan DPR RI seluas 230.362 ha di 8 provinsi18

Page 19: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Permasalahan Pasca Terbitnya Persetujuan SubstansiKehutanan

1. Keterlanjuran ijin non kehutanan dalam kawasan hutan belumdapat diatasi seluruhnya.

2. Masih terdapat permukiman, fasum dan fasos di dalam kawasanhutan (belum diusulkan pada saat review).

3. Proyek strategis nasional belum seluruhnya terakomodir dalamRTRW (termasuk proyek infrastruktur, maritim, energi danpangan/IMEP) khususnya pada kawasan hutan.

4. Masih terdapat ketidaksesuaian RTRWP dan RTRWK khususnyapada kawasan hutan.

Page 20: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Penyelesaian keterlanjuran pada kawasan hutan mengacu pada PP 104/ 2015, dan PP 105/2015

2. Permukiman, Fasum, Fasos diselesaikan melalui mekanisme:a. Tata Batas dengan mengikuti Permenhut P. 44/Menhut-II/2012 jo P. 62/Menhut-

II/2013 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan

b. Peraturan Bersama 3 Menteri dan 1 Kepala BPN tahun 2014 (Tim IP4T)

c. TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) Perpres 2 Tahun 2015 (RPJMN 2015-2019)

3. Proyek strategis nasional dapat diselesaikan dengan mekanisme IzinPinjam Pakai Kawasan Hutan

4. Ketidak-harmonisan RTRWK dengan RTRWP perlu pendalaman bersama, khususnya pada kawasan hutan

UPAYA PENYELESAIAN

Page 21: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

21

Penggunaan

Kawasan Hutan

Untuk

Pembangunan non

kehutanan Bersifat

Sementara

(HL, HPT,

HP, HPK)

pinjam pakai kawasan

hutan

Tukar Menukar Kaw

Hutan (HPT dan HP)

Kerjasama dengan

pengelola

Pelepasan kaw HPK

Bersifat

Permanen

(HPT, HP,

HPK)

Jalan, Tol, Rel KA

Tambang, MIGAS

Waduk/bendungan (sebagai suplay

PLTA)

Pelabuhan/bandara

Sarpras waduk, Pembangkit

HL, HPT, HP,

HPKPL Mikro Hidro, Listrik Msk Desa, dll

Hutan

Konservasi

Kerjasama

Penyelenggaraan

KSA/KPA *)

Pemanfaatan dan Pengembangan

Energi Baru Terbarukan (EBT)

Listrik Kepentingan Nasional

- geothermal

- Menara Jar Listrik

- Kabel & Pendukungnya

- jalan pengawasan dan

pemeliharaan jaringan

FungsiSkema

Pertanian dlm rangka ketahanan energi

(bauran energi nabati)

Geothermal, Tansmisi dan distribusi

teknologi EBTKE

*) dilarang pada CA

dan Zona inti TN

PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN(SKEMA PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK PEMBANGUNAN NON KEHUTANAN)

Page 22: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

1. Harmonisasi RTRW untuk acuan peruntukan ruang pembangunan antar sektor

2. Seluruh rencana pemanfaatan ruang yang mempunyai aspek legal terpetakan dalamRTRW, agar dalam jangka waktu 20 tahun implementasinya dapat dikendalikan.

3. Perlu integrasi rencana-rencana pada butir 2 di atas dalam skema Kebijakan Satu Peta(KSP) sebagai acuan pemanfaatan dan pengendalian ruang*)

4. Law Enforcement atas pelanggaran pemanfaatan ruang

*) LHK sudah melakukan integrasi KPH dalam RTRWP untuk rencana dan pengendalian pemanfaatan danpenggunaan kawasan hutan

UPAYA PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RTRW

Page 23: KEBIJAKAN NASIONAL PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

TERIMA KASIH