Upload
infosanitasi
View
2.860
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kebijakan Nasional Pbangunan Sanitasi Pemukiman
Citation preview
Kebijakan Nasional Pembangunan Sanitasi
Oleh: R. Laisa WahanudinPMU PPSP, Ketua Harian Pokja AMPL Nasional
Direktorat Permukiman dan Perumahan BAPPENAS
Tanggerang Selatan 1 November 2011
KENAPA PPSP DIPERLUKAN..??
Akses sanitasi masih sangat rendahAkses sanitasi masih sangat rendah
Produksi tinja & urine yang melimpah setiap harinya
Produksi tinja & urine yang melimpah setiap harinya
Kualitas lingkungan yang sangat burukKualitas lingkungan yang sangat buruk
Potensi kerugian ekonomi yang sangat tinggi
Potensi kerugian ekonomi yang sangat tinggi
Investasi sanitasi yang masih belum memadaiInvestasi sanitasi yang masih belum memadai
Angka kematian akibat diare yang masih tinggiAngka kematian akibat diare yang masih tinggi
Sasaran RPJMN 2010-2014 bidang sanitasi:Air Limbah Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014:
Cakupan layanan sistem off-site 10%: 5% sist. terpusat + 5% sist. komunalCakupan sist. on-site 90%.
Persampahan Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% rumah tangga di daerah perkotaan. Drainase Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan
perlu upayaperlu upayapercepatan…percepatan…
perlu perlu PPSPPPSP……
Mengapa Perlu Percepatan (1)
Akses sanitasi penduduk Indonesia masih sangat rendah
• 70 juta penduduk masih melakukan praktik BABS
• 30% penduduk Indonesia belum memiliki akses sanitasi yang baik
Telah Mencemari Sungai Tiap Hari :• 14000 Ton Tinja (setara dengan ± 4666 Gajah Sumatera*)
• 176.000 m3 urine (setara dengan ± 35200 Truk Tangki BBM milik BUMN**)
FAKTA SANITASI
* Rata-rata bobot Seekor Gajah Sumatera Dewasa mencapai 3 Ton
** Truk Tangki untuk Distribusi BBM milik BUMN rata-rata memiliki kapasitas
5000 liter (5 m3)
Kualitas Lingkungan yang Amat Buruk
75% Sungai & 80% Air Tanah Tercemar Masyarakat Membayar 25% Lebih Mahal untuk Air Minum Perpipaan
Mengapa Perlu Percepatan (2)
Dampak kesehatan masyarakat sudah sangat parah
Mengapa Perlu Percepatan (3)
Potensi kerugian ekonomi yang sangat tinggi
Mengapa Perlu Percepatan (4)
Kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai
US $ 6,3 Milyar ~ Rp 58 Triliun ~ 2,3% GDP IndonesiaSama saja dengan kebocoran pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia (Bank Dunia, 2007)
Investasi sanitasi yang masih belum memadai
Mengapa Perlu Percepatan (5)
• Angka Investasi Sanitasi pada rentang 1970-2000 tercatat hanya sebesar Rp 200/kap/tahun• Dalam kurun 5 tahun terakhir terjadi peningkatan investasi sanitasi menjadi Rp 5000/kap/tahun• Masih Jauh dari Angka Investasi Sanitasi Ideal yaitu Rp 47.000/kap/tahun
essensi ppsp
“Menciptakan enabling environment untuk percepatan & pengarusutamaan
pembangunan sanitasi permukiman”melalui :
Advokasi & kampanyeAdvokasi & kampanye ke seluruh stakeholder pembangunan sanitasi permukiman;Koordinasi & sinergiKoordinasi & sinergi antar instansi, stakeholder & antar tingkatan pemerintah (pusat, propinsi, kabupaten/kota);Pembentukan rregulasiegulasi pendukung pembangunan sanitasi permukiman;PendampinganPendampingan pelaksanaan di provinsi & kab./kotaPeningkatan kapasitas SDMkapasitas SDM stakeholder;Peningkatan kkapasitas perencanaan, implementasi apasitas perencanaan, implementasi && monev monev pembangunan sanitasi permukiman;Harmonisasi programHarmonisasi program pembangunan sanitasi permukiman.
Optimalisasi pendanaan
Tantangan Pembangunan Sanitasi
• Penambahan Akses– Target MDGs 2014: 62,41%; Eksisting (2010): 55,53%
(BPS, 2010)– Trend pertumbuhan saat ini : 1,8 %/tahun– Perlu penyediaan akses layanan sanitasi kepada
sekitar 30 juta sampai tahun 2015 (6 juta orang per tahun)
– 70 juta orang masih Buang Air Besar Sembarangan
• Pemeliharaan dan peningkatan kualitas – Septage management: pemeliharaan septic tank dan
IPLT– Cakupan sewerage system nasional >2%
Kebutuhan vs Ketersediaan Dana
Pembangunan Sanitasi 2010-2014 (Rp Trilyun)
Total Gap sebesar Rp 21,9 Trilyun (43% dari total kebutuhan di periode 2012-2014)•
Sumber Pendanaan Sanitasi 2010-2014 (Rp Milyar)
Pendanaan Sanitasi
• Peningkatan belanja APBN ke daerah meningkat: 39% (2005) menjadi 63% (2010)– dana transfer daerah (terbesar secara nominal), diikuti
subsidi, dana vertikal, bantuan ke masyarakat, dana dekonsentrasi, dan TP
• Peningkatan belanja sanitasi dalam APBN dan APBD di kab/kota dengan pendampingan
• Peluang Pendanaan Pusat, Provinsi, dan Kab/kota• Sumber dana lain
– Donor– CSR – Dana Alokasi Khusus (DAK)
Peluang Pendanaan Sanitasi APBN
Periode 2005-2010• Pendanaan Sanitasi di APBN meningkat 550% (1,76 T
menjadi 9,65 T), terdiri dari– Pengelolaan sampah dan air limbah– DAK Sanitasi tahun 2010– Penanganan bencana di bidang sanitasi
• Proporsinya meningkat 4 kali lipat, dari 0,3% menjadi 1,2%
Periode 2010-2014• Pendanaan sanitasi di APBN lebih terkoordinasi melalui
PPSP, lebih erat melibatkan Kementerian Dalam Negeri, PU dan Kesehatan
• Pemisahan DAK Sanitasi dari DAK Air Minum mulai 2010• Peningkatan investasi fisik sanitasi (PU) meningkat 4 kali
lipat dari periode 2005-2009
Peluang Pendanaan Sanitasi- Provinsi
Ditinjau di 21 Provinsi peserta PPSP • Pendapatan Asli Daerah > dana perimbangan• Belanja pegawai tidak timpang terhadap belanja
modal, dan belanja barang dan jasa: proporsi ketiga jenis belanja hampir sama besarnya (sekitar 19%)
Secara umum• Dalam pendanaan sanitasi nasional, APBD
Provinsi masih rendah (<10%) dibandingkan dengan komponen APBN dan APBD Kab/Kota (>30%),
• Proporsi belanja sanitasi masih dibawah 1% dari total APBD Provinsi
Peluang Pendanaan Sanitasi- Kab/kota
Periode 2005-2010• Belanja sanitasi di 8 kota meningkat
– 2 kali lipat secara nominal– Dari rata-rata 3% (2005) menjadi 3,44% (2010)– 2 – 6 kali secara proporsi terhadap total APBD– Payakumbuh, Jambi, Surakarta, Blitar, Tegal,
Pekalongan,Denpasar dan Banjarmasin (Dampingan ISSDP)
• Belanja sanitasi di 21 kab/kota peserta PPSP– Meningkat dari rata-rata 0,8% (2005) menjadi 1,2%
(2010)
Skema Pendanaan Pusat - Daerah
Sumber dana lain: Donor
• Dana dari lembaga donor internasional masih menjadi alternatif efektif untuk menutupi funding shortage
• Lembaga donor masih memberikan perhatian pada sektor sanitasi dan air minum
• Harmonisasi kegiatan donor (PHLN) terkait sanitasi dengan pelaksanaan PPSP
• SSK sudah dikenal oleh lembaga donor sebagai portfolio investasi pembangunan sanitasi dijadikan syarat dalam memperoleh dana
• Contoh: Infrastructure Enhancement Grant, Wastewater Hibah, Wastewater Masterplan, Metropolitan Sanitation Management Investment Program
Sumber dana lain: CSR
• Belum signifikan: sekitar 0,5% dari ketersediaan dana
• Peluang– UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas : Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan – Permen BUMN 5/2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan: Dana PKBL dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%
• Belum dimanfaatkan secara maksimal:– SSK sebagai proposal pendanaan CSR– Pokja sebagai lembaga koordinasi/pengelola program
• Perlu dikembangkan – Insentif (lokal, nasional)– Wilayah CSR terhadap lokasi pihak swasta
Sumber dana lain: DAK
• Sanitasi mulai dipisahkan dari DAK Air Minum tahun 2010
• Besaran DAK meningkat 17%/tahun • Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2
(dua) tahapan (PP 55 tahun 2005):– Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; – Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing Daerah.
• Penentuan Daerah dan alokasi mengacu pada kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
Optimalisasi DAK untuk Pendanaan Sanitasi
• Optimalisasi DAK Sanitasi khususnya dalam harmonisasi Kriteria Teknis DAK dengan PPSP– Dirumuskan oleh Menteri teknis terkait, bukan oleh
Keuangan– Untuk penentuan lokasi : diarahkan untuk Kab/Kota yang
sudah menyusun Buku Putih/SSK– Untuk penentuan besaran alokasi: diarahkan untuk
mengacu pada SSK dan Memorandum Program– Dalam perhitungan alokasi, bobot teknis 80%, sehingga
besar sekali perannya
• Monev PPSP mendukung monev DAK Sanitasi• Optimalisasi DAK-DAK bidang lain didalamnya
terdapat kegiatan yang terkait dengan Sanitasi (DAK Perumahan dan Permukiman, DAK Lingkungan, dll)
CATATAN:1. Perlu koordinasi yang lebih intensif Pusat-Daerah dalam
mendorong kemitraan Pemerintah dengan Pihak Swasta (KPS dan CSR)
2. Perlu koordinasi yang lebih baik agar pembangunan Infrastruktur AMS yang dilakukan swadaya oleh masyarakat terus meningkat dan berkelanjutan
3. Untuk DAK, di samping kriteria umum dan kriteria khusus, pemerintah pusat akan memberi bobot lebih besar (80%) pada kriteria teknis yang sebenarnya merupakan preferensi daerah dalam prioritasi pembangunan AMS.
4. Membuka akses yang seluas-luasnya pada daerah untuk mengakses dana hibah, terutama hibah dalam negeri, dengan menyiapkan kriteria eligibilitas yang akan mempertimbangkan dokumen-dokumen perencanaan AMS di kabupaten/kota.
TERIMAKASIH