68
KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK, KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: Ria Ristiana 11106103 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA 2014

KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA

MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

KABUPATEN MAGELANG

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Ria Ristiana

11106103

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

SALATIGA

2014

Page 2: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

vi

PERSEMBAHAN

Kepada:

Kedua orang tuatercinta, BapakH.AskuridanIbuKistimah yang

selalumemberikando’adankasihsayangnyauntukkudalammenitikesuksesan.

Suamikutercinta ” Mas Yudhi”, yang selaluadadalamsetiapsukadukaku.

PutrikutercintaMeisyaAuliaPutri, kaulah motivator kecilku.

Adikku Imam ArisJazuli, yang selalumembantuku.

Keluargadarisuamiku, Bapak Budi Hananto, Mas Basit, danDikFitri yang

selalumemberikandorongandanmotivasinyauntukku.

KeluargabesarHarjoDimulyodanMuhrodi, terimakasihatassemuanya.

Teman – teman di SDN Girirejo 3, yang selalumemberikandukungannya

Takterlupateman – teman Program StudiPendidikan Agama Islam

angkatan 2006.

Teman – temanseperjuanganMuna, Mery, Titis, Sintadan yang lainnya,

akhirnyaperjuangankitaberakhirdenganindah.

Rental Rizqy yang membantukudalampenyelesaiantugasini.

Karyainikupersembahkan.

Page 3: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

vii

KATA PENGANTAR

Denganmenyebutnama Allah Yang MahaPengasihLagiMahaPenyayang,

segalapujibagi Allah semestaalam, ataslimpaharahmat, hidayah,

taufiqdaninayahNya, sehinggapenulisdapatmenyelesaikanskripsiinidenganlancar.

Shalawatsertasalamsemogaselalutercurahkanpadapanutanumat Islam Nabi

Muhammad SAW, anakkerabatdanparasahabat yang telahmenunjukkanjalan yang

benardenganperantara agama Islam.

Penulisanskripsiinidimaksudkangunamemenuhikewajibansebagaisyaratunt

ukmemperolehgelarsarjanadalamIlmuPendidikan Islam.

Tersusunnyaskripsiinitidaklepasdaribantuansertabimbingandariberbagaipih

ak, makadengansegalakerendahanhatipenulismenyampaikanterimakasihkepada :

1. Bapak Dr. RahmatHariyadi, M.Pd.,SelakuKetuaSekolahTinggi Agama Islam

NegeriSalatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Tarbiyah

3. BapakRasimin, M.Pd., SelakuKetua Program StudiPendidikan Agama Islam

4. BapakYediEfriadi M. Ag selakudosenpembimbing yang

denganpenuhkesabarantelahmeluangkanwaktunyauntukmemberikanpengarah

andanbimbingandalampenulisanskripsiini.

5. Ibu Eva PalupiS.PsiselakudosenPembimbingAkademik

6. SegenapperangkatDesaJogoyasan yang

telahmemberikanfasilitassertabantuankepadapenulissehinggaskripsiinidapatte

rsusundanterselesaikan.

Page 4: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

viii

Penulismenyadaridanmengakuibahwapenulisanskripsiinimasihjauhdarikesemp

urnaan, semuaitudikarenakanketerbatasan, kemampuan,

danpengetahuanpenulis.Sehinggamasihbanyakkekurangan yang

perluuntukdiperbaikidalamskripsiini.

Akhirnyapenulisberharapdanberdo’asemogaskripsiinimemberikansumbanganp

ositifbagipengembanganpendidikan, khususnyaPendidikan Agama Islam.

Salatiga, 14 Juli 2014

Penulis

Ria Ristiana

Page 5: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

ix

ABSTRAK

RiaRistiana. 2014.

KearifanLokaldalamUpacaraKeagamaanpadaMasyarakatDesaJogoyasan,

KecamatanNgablak, KabupatenMagelang.Skripsi, JurusanTarbiyah Program

StudiPendidikan Agama Islam. SekolahTinggi Agama Islam NegeriSalatiga.

Pembimbing :YediEfriadi M. Ag.

Kata Kunci : Kearifan, Lokal, Upacara, Keagamaan.

Penelitianinimerupakanpenelitianlapangan yang dilaksanakan di

DesaJogoyasan, KecamatanNgablak, KabupatenMagelang.Pertanyaanutama yang

ingindijawabdaripenelitianiniadalah( 1 )

apasajaupacarakeagamaanpadamasyarakatDesaJogoyasan, KecamatanNgablak,

KabupatenMagelang?( 2 ) Apa sajakahkearifanlokal yang

terkandungdalamupacarakeagamaanpadamasyarakatDesaJogoyasan,

KecamatanNgablak, KabupatenMagelang? .

Untukmenjawabpertanyaantersebutmakapenelitianinimenggunakanpendek

atankualitatifdenganrancanganstudi yang sumberdatanyaberasaldarimanusia(

human instrument). Metodepengumpulan data yang

dipakaiolehpenelitiadalahmetode interview.Sedangkanteknikanalisis data

penelitimenggunakanmetodereduksi data, pengkajian data,

kesimpulandanverifikasi.

TemuanpenelitianinimengetahuibahwamasyarakatDesaJogoyasan,

KecamatanNgablak, KabupatenMagelangmemilikipemahaman yang

baikterhadaptradisikeagamaan, terbuktidaribeberapajawabanresponden,

hampirseluruhnyamemilikijawaban yang sama. Serta

mengetahuibahwatradisisaparan, upacarapertanian, kelahiran,

dankematianmemilikimuatanreligius yang kentaldanalami yang

masihhidupsampaisekarang.Semuaitumerupakaninventarisasisalahsatukebudayaan

Jawa yang perludilestarikan.

Page 6: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

x

lDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………….... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ……………………………… iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN …………………….... iv

MOTTO ……………………………………………………… v

PERSEMBAHAN ……………………………………………… vi

KATA PENGANTAR ……………………………………… vii

ABSTRAK ……………………………………………………… ix

DAFTAR ISI ……………………………………………………… x

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………… 1

A. LATAR BELAKANG ……………………… 1

B. RUMUSAN MASALAH ……………… 3

C. TUJUAN PENELITIAN ……………… 3

D. KEGUNAAN PENELITIAN ……………… 3

E. PENEGASAN ISTILAH ……………… 4

1. PengertianKearifanLokal ….................... 4

2. PengertianUpacaraKeagamaan ………. 4

F. METODE PENELITIAN ……………… 5

1. Pendekatan Dan JenisPenelitian ……… 5

2. KehadiranPeneliti .................................... 6

3. LokasiPenelitian .................................... 6

Page 7: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

xi

4. Sumber Data …………………….... 7

5. ProsedurPengumpulan Data ……… 7

6. Analisis Data .................................... 8

a. Reduksi Data .................................... 8

b. Pengkajian Data ……………… 8

c. Kesimpulan Dan Verifikasi ............ 8

7. PengecekanKeabsahanTemuan ………. 9

a. DerajatKepercayaan ........................ 9

b. Keteralihan .................................... 9

c. Kebergantungan ……………… 10

d. Kepastian .................................... 10

8. Tahap – TahapPenelitian ……………… 10

G. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI ……. 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ……………………… 13

A. PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL ……… 13

B. ISLAM DALAM BUDAYA LOKAL ............ 20

C. AKULTURASI ISLAM KE DALAM ADAT JAWA 24

1. SejarahTradisiUpacaraPertanian ……… 24

2. SejarahTradisiUpacaraKelahiran ……… 25

3. SejarahTradisiUpacaraKematian ……… 25

4. PelakuTradisiKeagamaan ........................ 32

5. TempatUpacaraKeagamaan ……… 32

6. HikmahTradisiKeagamaan ……………… 32

Page 8: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

xii

a. HikmahUpacaraPertanian ............ 33

b. HikmahUpacaraKelahiran............ 33

c. HikmahUpacaraKematian ………. 33

BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN… 34

A. GAMBARAN UMUM DESA JOGOYASAN .... 34

1. LetakGeografis ………………………… 34

2. KondisiKeagamaan ………………… 34

3. KondisiSosial ………………………… 34

B. SEJARAH TRADISI PERTANIAN ………....35

C. UPACARA KELAHIRAN ( KEHAMILAN )……. 39

D. UPACARA KEMATIAN ………………………… 40

a. UpacaraNgesur Tanah ( Geblag ) ………… 40

b. UpacaraTigangDinten ( 3 Hari ) ………… 42

c. UpacaraPitungDinten ( 7 Hari ) ………… 42

d. UpacaraSekawanDasaDinten ( 40 Hari )……. 43

e. UpacaraNyatus ( 100 Hari ) ………………… 43

f. UpacaraMendhakSepisan ( TahunPertama )... 44

g. UpacaraMendhakPindho( TahunKedua ) …. 44

h. UpacaraMendhakKatelu ( Nyewu/ 1000 Hari ) 44

i. Khol …………………………………………. 45

j. Nyadran …………………………………. 45

E. SAPARAN …………………………………. 46

Page 9: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

xiii

BAB IV: PEMBAHASAN ………………………………… 50

A. MENDIDIK CINTA KEPADA TUHAN …………. 50

B. MENDIDIK CINTA TERHADAP ALAM …. 51

C. KERUKUNAN BERMASYARAKAT …………. 51

D. MELATIH RASA SYUKUR …………………. 53

E. MENDIDIK SIKAP HORMAT ……………….. 53

F. MENDIDIK SIKAP OPTIMIS ……………….. 55

BAB V : PENUTUP ……………………………………….. 56

A. KESIMPULAN ……………………………….. 56

B. SARAN ……………………………………….. 57

C. PENUTUP ……………………………….. 57

DAFTAR PUSTAKA ……………………………….. 58

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Page 10: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kearifan lokal merupakan hasil – hasil pikiran yang muncul dan

perilaku budaya yang menyangkut keagamaan (Hadikusuma, 1993: 25) di

daerah setempat.

Sementara itu agama sebagai hasil rancang bangun dari akumulasi

konsep, pandangan, penafsiran, dan gagasan manusia melalui pedoman

teks sucinya (Roibin, 2009: 191). Agama juga sebagai sistem nilai yang

mana pada suatu saat akan mengalami proses akulturasi, kolaborasi,

bahkan sinkretisasi terhadap kemajemukan budaya sebagai hasil tindakan

manusia, atau kemajemukan budaya pada ranah pemikiran maupun sikap

manusia.

Bertitik tolak dari dasar di atas problem perbedaan pemahaman

antar intern umat beragama terhadap eksistensi agama itu terjadi. Pada

satu pihak, di antara mereka memiliki pemikiran untuk mengembalikan

agama dari kontaminasi-kontaminasi budaya yang sangat akut, seraya

menjaganya dari kemungkinan-kemungkinan bid’ah, khurafat, dan

tahayul.

Upacara keagamaan merupakan bentuk refleksi dari budaya agama,

di mana upacara keagamaan ini berfungsi sebagai sarana untuk

Page 11: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

2

mempertahankan atau memperkuat emosi keagamaan dan keyakinan atau

kepercayaannya terhadap sesuatu yang ghaib (Hadikusuma, 1993: 25).

Masyarakat Desa Jogoyasan mayoritas bermata pencaharian

sebagai petani dan seluruhnya beragama Islam. Sehingga dalam

kehidupannya saling berdampingan dan menunjukkan keharmonisan, tidak

pernah ada masalah signifikan yang terjadi di dalamnya. Mereka saling

menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan.

Sebagai objek penelitian, peneliti memilih masyarakat Desa

Jogoyasan dikarenakan pada masyarakat tersebut masih melakukan

upacara – upacara keagamaan. Selain itu masyarakat pedesaan merupakan

kelompok masyarakat yang masih mempercayai akan adanya kekuatan

lain selain Allah SWT, yaitu kekuatan ghaib atau mistik.

Page 12: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

3

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja upacara keagamaan pada masyarakat Desa Jogoyasan,

Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang?

2. Apa sajakah kearifan lokal yang terkandung dalam upacara

keagamaan masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui upacara keagamaan apa saja yang dilaksanakan

masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten

Magelang.

2. Untuk mengetahui kearifan lokal yang terkandung dalam upacara

keagamaan masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi akademik, hasil penelitian ini berguna untuk melestarikan nilai -

nilai budaya yang terdapat di Indonesia.

2. Bagi masyarakat, sebagai sumbangan informasi bagi segenap

masyarakat yang beragama Islam untuk tetap menjaga nilai Islam

yang terdapat pada upacara keagamaan.

Page 13: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

4

3. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan

wawasan dan sikap ilmiah serta sebagai bahan dokumen untuk

penelitian lebih lanjut.

E. Penegasan Istilah

1. Pengertian Kearifan Lokal

a. Kearifan

Berasal dari kata arif yang artinya cerdik, pandai, bijaksana,

kebijaksanaan akan segala hal (Poerwadarminto, 1984 : 57)

b. Lokal

Berarti setempat (Poerwadarminto, 1984 : 605)

Kearifan lokal berarti kebijaksanaan akan segala sesuatu hal yang

berkaitan dengan kebudayaan pada suatu wilayah.

2. Pengertian Upacara Keagamaan ( Upacara pertanian, kelahiran,

kematian )

a. Upacara

Berarti hal melakukan sesuatu perbuatan yang tentu

menurut adat kebiasan atau agama (Poerwadarminta, 1984: 1132)

b. Keagamaan

Berarti sifat-sifat yang terdapat dalam agama, segala

sesuatu mengenai agama (Poerwadarminta, 1984 :19)

Page 14: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

5

c. Pertanian

Segala sesuatu yang bertalian dengan tanam menanam

(Poerwadarminta, 1984: 1016)

d. Kelahiran

Segala sesuatu yang bertalian dengan perihal lahir

(Poerwadarminta, 1984 : 551)

e. Kematian

Perihal mati (Poerwadarminta, 1984 : 639)

Upacara keagamaan berarti suatu rangkaian kegiatan atau ritual

yang dilaksanakan seseorang dalam menjalankankan kehidupan

yang berhubungan dengan agama.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Metode ini dipandang sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang

ada saat sekarang dan melaporkannya seperti apa yang terjadi.

Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud kategori-

kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan bagus,

mencekam, menarik, membosankan, istimewa, dan sebagainya. Pada

hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial , psikis, dan budaya yang

mengaitkan makna dan interpretasi dalam bersikap dan bertingkah laku.

Page 15: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

6

Makna interpretasi itu sendiri dipengarui oleh lingkungan pendidikan

sekitar.

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian,

yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan

pengumpulan data, adapun karakteristik dalam penelitian ini adalah :

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistem wawancara

tidak berstruktur, peneliti memungkinkan melakukan hal tersebut

dengan latar belakang kebudayaan. Artinya peneliti memiliki

pengetahuan dasar tentang upacara pertanian, upacara kelahiran, dan

upacara kematian sehingga memungkinkan untuk mengembangkan

pertanyaan untuk wawancara secara mendalam di lapangan.

Peneliti mengadakan komunikasi dengan objek penelitian

memakai bahasa Jawa, yang memungkinkan komunikasi lebih akrab

dan mudah dipahami sehingga akan terjalin baik antara peneliti dan

responden.

Peneliti mencatat dan mengumpulkan data secara terperinci

mengenai hal - hal yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang

diteliti.

3. Lokasi Penelitian

Difokuskan pada Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang. Karena masyarakat ini masih melaksanakan

Page 16: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

7

berbagai kegiatan keagamaan yang menjadi ciri khas dari tempat

tersebut.

4. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber data

lapangan. Sumber data lapangan adalah Kepala Desa, Warga Desa

sebagai pelaku budaya dan Ulama’ setempat. Sedangkan sumber

sekunder yaitu dokumen-dokumen yang merupakan hasil laporan, hasil

penelitian, serta buku-buku yang ditulis orang lain tentang pemahaman

ajaran Islam terhadap tradisi saparan di Dusun Temu Kidul, Desa

Jogoyasan,Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penilitian ini adalah

wawancara mendalam untuk menggali informasi lebih dalam mengenai

pikiran, serta perasaan responden, untuk mengetahui lebih jauh

bagamana responden memandang dunia berdasarkan perspektifnya.

Wawancara dilakukan dalam bentuk percakapan informal

dengan menggunakan lembaran berisi garis besar tentang apa-apa yang

ditanyakan, yaitu:

a. Pemahaman terhadap kearifan lokal masyarakat.

b. Pengalaman responden dalam upacara keagamaan

c. Pendapat, pandangan, tanggapan, tafsiran, atau pikiran responden

tentang upacara keagamaan

Page 17: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

8

d. Latar belakang responden mengenai pendidikan, pekerjaan, daerah

asal, keadaan sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

6. Analisis Data

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian

yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi,

dirangkum, dipilih hal - hal pokok, difokuskan pada hal - hal yang

penting dan berkaitan dengan masalah - masalah, sehingga memberi

gambaran yang lebih tajam tentang hasil wawancara. Reduksi dapat

membantu dalam memberikan kode kepada aspek - aspek yang

dibutuhkan.

b. Pengkajian Data

Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data - data yang telah

tereduksi dengan kajian ilmu yang berkaitan dengan tema penelitian.

Dalam hal ini peneliti menggunakan data- data ilmu pendidikan

Islam, data - data wawancara yang diperoleh di lapangan tentang

upacara keagamaan.

c. Kesimpulan dan Verifikasi

Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disususun secara

sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian

disimpulkan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun

kesimpulan itu masih bersifat sementara saja dan bersifat umum.

Supaya kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka

Page 18: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

9

diperlukan data yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di

awal tadi.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini dilaksanakan

berdasarkan beberapa kriteria tertentu, yang dibagi menjadi 4 kriteria

yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan keabsahan yaitu :

a. Derajat Kepercayaan ( Credibility )

Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti dari validitas

internal dalam penelitian kuantitatif. Kriteria kredibilitas ini

berfungsi untuk melakukan penelaahan data secara akurat agar

tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Adapun teknik dalam

menentukan kredibilitas ini adalah memperpanjang masa observasi,

menggunakan bahan referensi serta member check. Dalam hal ini

adalah informan lain yang memiliki keterkaitan dengan penelitian

atau pelaku budaya di Desa Jogoyasan.

b. Keteralihan ( Transferability )

Konsep ini merupakan pengganti dari validitas eksternal

dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal diperlukan dalam

penelitian kuantitatif untuk memperoleh generalisasi. Dalam

kualitatif generalisasi tidak dipastikan, ini bergantung pada pemakai,

apakah akan dipastikan lagi atau tidak, karena tidak akan terjadi

situasi yang sama. Transferability hanya melihat kemiripan sebagai

kemungkinan terhadap situasi - situasi yang berbeda. Teknik yang

Page 19: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

10

digunakan untuk transferabilitas ini dilakukan dengan uraian rinci

(Thick description).

c. Kebergantungan ( Dependendability )

Konsep ini merupakan pengganti dari konsep reabilitas

dalam penelitian kuantitatif, reabilitas tercapai bila alat ukur yang

digunakan secara berulang - ulang dan hasilnya sama. Teknik yang

digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu

pemeriksaan data yang sudah dipolakan.

d. Kepastian ( Confirmability )

8. Tahap – Tahap Penelitian

a. Kegiatan administratif yang meliputi pengajuan ijin operasional

untuk penelitian dari ketua STAIN Salatiga kepada pihak kepala

desa yaitu Bapak Ashari S.Ag, untuk menyusun pedoman

wawancara dan administrasi lainnya.

b. Kegiatan lapangan yang meliputi :

1). Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi

2). Memilih sejumlah warga dan pemangku adat sebagai informan

yang dilanjutkan dengan responden penelitian.

3). Melakukan observasi lapangan dengan melakukan wawancara

sejumlah responden maupun informan sebagai langkah

pengumpulan data.

4). Menyaji data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan

memudahkan dalam pengkajian data.

Page 20: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

11

5). Mereduksi data dengan cara membuang data- data yang lemah,

menyimpang, setelah mulai tampak adanya kekurangan data

sebagai akibat proses reduksi data.

6). Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan- kesimpulan

sebagai deskriptif temuan penelitian.

7). Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan .

Penelitian ini dilaksanakan dengan memakan waktu selama

90 hari.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan

penulisannya. Adapun tata urutannya sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan memuat: latar belakang nasalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.

BAB II : LANDASAN TEORI

Landasan teori berisi tentang teori - teori yang berhubungan

dengan variabel penelitian yaitu tradisi yang meliputi pengertian,

tata cara, dan hal - hal yang berhubungan dengan tradisi

keagamaan, pemahaman Islam yang meliputi pengertian dan

faktor yang berhubungan.

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Page 21: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

12

Paparan data berisi tentang keseluruhan penemuan penelitian,

sejarah, ritual, pelaku, waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan

tradisi keagamaan diantaranya upacara pertanian, upacara

kelahiran, upacara kematian dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan penelitian ini termasuk hasil pengamatan data - data

terkait.

BAB IV : PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menguraikan analisis tentang pandangan

masyarakat, pemuka adat, terhadap pemahaman Islam dan tradisi.

BAB V : PENUTUP

Berisi kesimpulan hasil penelitian, saran, penutup.

Page 22: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Kearifan Lokal

Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari

dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris

Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat,

sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum

maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-

gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai

baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Dalam disiplin Antropologi dikenal istilah local genius. Antara lain

Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural

identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa

tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak

dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara

Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur

budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji

kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.

Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius)

adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.

Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan

dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan

Page 23: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

14

budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.

Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara

terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi

nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.

Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah

sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan

diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman

mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.

Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakan pada

level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan

sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. Dalam kearifan

lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal

sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan

sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi

dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Perubahan adalah

keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi

bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan

budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan

fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena

kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak

untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai

manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu

mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan

Page 24: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

15

setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya.

Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan.

Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-

penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan

lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan

yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan

kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi

kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.

Ciri-cirinya adalah:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar,

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam

budaya asli,

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan,

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam

http://www. balipos.co.id, didownload 17/9/2003, mengatakan bahwa

kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau

ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-

nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal

terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun

kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk

budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan

Page 25: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

16

hidup. Meski pun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya

dianggap sangat universal.

S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg

Bali” dalam Iun, http://www.balipos.co.id mengatakan bahwa secara

konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan

manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan

perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai

yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang

lama dan bahkan melembaga.

Dalam penjelasan tentang „urf, Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret

2003 menjelaskan bahwa tentang kearifan berarti ada yang memiliki

kearifan (al- ‘addah al-ma’rifah), yang dilawankan dengan al-‘addah al-

jahiliyyah. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari

pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama.

Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai

baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-

ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan

tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami

penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara

sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang

tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa.

Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.

Page 26: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

17

Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem

pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems)

yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan

masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di

sekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep

yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu

bertujuan untuk pemecahan masalah sehari-hari (daily problem solving).

Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik

dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup

suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan

lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).

Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah) merupakan

istilah yang biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya dari

budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya lokal adalah

budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau

daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat

yang berada di tempat yang lain.

Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan

budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas atau

kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat

memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya

terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat

memenuhi kehidupan warga masyarakatnya”.

Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan

budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki

kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem

Page 27: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

18

pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,

sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.

Secara umum, kearifan lokal dianggap pandangan hidup dan ilmu

pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas

yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah

dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-pengertian

tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas

semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk

mewujudkan harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara

universal yang didamba-damba oleh manusia.

Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah sesuatu yang

berkaitan khusus dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup

suatu masyarakat tertentu, serta memiliki nilai-nilai tradisi atau ciri

lokalitas yang mempunyai daya-guna untuk mewujudkan harapan atau

nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba

oleh manusia yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan

lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam

mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu

sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari

generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul

lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan

juga aturan atau hukum setempat.

Page 28: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

19

Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika

masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima

dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan

cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

Jenis-jenis kearifan lokal, antara lain;

1. Tata kelola, berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur

kelompok sosial (kades).

2. Nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional

yang mengatur etika.

3. Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya

untuk melestarikan alam.

4. Pemilihan tempat dan ruang.

a. Kearifan lokal yang berwujud nyata, antara lain;

1. Tekstual, contohnya yang ada tertuang dalam kitab kono (primbon),

kalinder.

2. Tangible, contohnya bangunan yang mencerminkan kearifan lokal.

3. Candi borobodur, batik.

b. Kearifan lokal yang tidak berwujud;

1. Petuah yang secara verbal, berbentuk nyanyian seperti balamut.

Fungsi kearifan lokal, yaitu:

1. Pelestarian alam,seperti bercocok tanam.

2. Pengembangan pengetahuan.

3. Mengembangkan SDM.

Page 29: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

20

Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik

dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup

suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dan kalau budaya lokal itu

merupakan suatu budaya yang dimiliki suatu masyarakat yang menempati

lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh

masyarakat yang berada di tempat yang lain.

Kearifan lokal apabila diterjemahkan secara bebas dapat diartikan

nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini

berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita

harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam

wilayah tersebut.

B. Islam Dalam Budaya Lokal

Perkembangan Islam di penjuru Indonesia sangat erat korelasinya

dengan budaya setempat. Misi penyebaran Islam dahulu kala sangat

mempertimbangkan pola apresiasi, akomodasi, akulturasi, dengan budaya

lokal masyarakat Indonesia. Maka wajar adanya jika wajah Islam

Indonesia dalam batas dan ruang lingkup yang tidak fundamental, menjadi

sangat beragam, seplural konteks kulturalnya.

Bahkan secara historis kita dapat memahami bagaimana proses

dakwah ajaran Islam dilakukan secara bertahap, dengan pertimbangan

yang sangat matang pada pola akomodasi serta apresiasi konteks budaya

khas masyarakat Indonesia. Bahkan jejak- jejak budaya lokal tersebut tetap

Page 30: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

21

dipertahankan sebagai sebuah bentuk penghargaan agama Islam atas

konteks budaya. Budaya lokal menjadi media yang efektif bagi proses

penyebaran, perkembangan dan pertumbuhan agama Islam di Nusantara.

Dalam sejarah kita dapat melihat bahwa corak animistic-dynamistic dalam

konteks budaya setempat tidak serta merta dilarang secara keras. Sebab hal

itu tentu akan menimbulkan antipati serta penolakan masyarakat setempat.

Maka dari itu, pola pikir serta pemahaman kultural yang demikian

ditransformasikan secara gradual ke dalam bentuk pemahaman yang lain,

yang secara khas mencerminkan prinsip dan dasar ajaran keislaman.

Sehingga secara tidak langsung, dan tidak disadari masyarakat digiring

pada sebuah perubahan pola pikir keagamaannya. Inilah bentuk dakwah

yang kooperatif dan persuasif, dengan mengakomodir konteks budaya

lokal para pendakwah Islam khususnya, dan agama yang lain umumnya di

Indonesia dahulu kala.

Masuknya Islam ke Indonesia dengan cara merentas ke dalam

budaya, yang merupakan jantung dari komunitas manusia, membuat

budaya menjadi bagian penting dari keberislaman masyarakat Indonesia.

Sampai sekarang, meskipun sudah berabad-abad perkembangan Islam di

Indonesia kemelekatan Islam dengan budaya sangat sulit dilepaskan,

meskipun ada upaya untuk menghilangkannya oleh kalangan muslim

tertentu di Indonesia. Kalau kita mencoba melihat Islam yang hidup di

masyarakat sekarang maka kita akan melihat ekspresinya yang kental

dengan budaya lokal.

Page 31: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

22

Budaya lokal ini, meskipun sebagian kaum muslimin tidak

menyukainya karena diangap bid‟ah, namun memiliki banyak hal-hal

positif yang bermanfaat bagi perkembangan sosial ekonomi. Di dalamnya

ada perayaan-perayaan yang mampu menjadi media bagi masyarakat

untuk bersilaturahim dan menjalin hubungan social ekonomi lainnya.

Perekonomian dalam hal ini, secara sederhana terlihat berputar ketika

perayaan-perayaan di mana masyarakat berkumpul menciptakan hubungan

jual beli yang saling menguntungkan.

Benny Ridwan dalam buku berjudul Islam Etika Universal,

menyebutkan bahwa acara- acara yang memiliki kearifan lokal di pedesaan

Jawa seperti lelayu, slub- sluban, sowan, supitan, mitoni, aqiqahan,

rewang, merti dusun dan lain sebagainya menciptakan iklim persaudaraan

yang natural. Sikap kita sebagai warga dan juga makhluk Tuhan adalah

bersaudara. Hubungan sesama warga yang tercakup dalam kesatuan

hubungan yang dilandasi kesadaran akan adanya perbedaan dalam

masyarakat. Persaudaraan merupakan suatu simpul yang mutlak

diperlukan dalam masyarakat yang majemuk ini. Kemajemukan

merupakan kekayaaan, sekaligus ancaman bagi masyarakat itu sendiri,

yakni muara timbulnya konflik dan perpecahan. Acara-acara yang

memiliki kearifan seperti ini kerap dihadiri oleh mereka-mereka dari

berbagai macam agama dan usia. Jalinan komunikasi dalam pentas acara

tersebut menjadikan kerukunan umat beragama terjalin secara alamiah.

Page 32: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

23

Hukum sosial berlaku jika anggota masyarakat sangat minim

dalam partisipasi acaranya. Kearifan lokal ini jugalah yang menjadi

peredam dan tindakan preventif sebagai upaya pencegahan konflik dalam

pesta demokrasi tahun ini dalam sejarah Indonesia baru. Suksesnya pesta

demokrasi, tingkat kesadaran masyarakat semakin tinggi, tidak terjadinya

konflik menjelang dan pasca pemilu hendaknya berjalan paralel dengan

keinginan baik pemimpin terpilih untuk dapat membawa bangsa ini keluar

dari keterpurukan dan maju sejajar dengan bangsa yang lain.

Pentingnya pembauran agama dan budaya lokal dapat dilihat dari

penelitian thesis M. Jakfar Abdullah yang berjudul ” Diantara Agama dan

Budaya Suatu Analisis tentang Upacara Peusijuek di Nangroe Aceh

Darussalam”. Penelitian ini menunjukkan Upacara Peusijuek sebagai hasil

percampuran antara ajaran agama Islam dengan yang bukan Islam.

Sehingga menjadi suatu budaya yang sangat sukar untuk dipisahkan. Hal

ini terjadi karena upacara peusijuek senantiasa mengiringi setiap upacara,

sama pada upacara sosio kemasyarakatan seperti upacara perkawinan,

mendirikan bangunan maupun sosiokeagamaan seperti berkhitan, orang

yang hendak menunaikan ibadah haji, dan sebagainya.

Meskipun peusijuek diakui oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, dan

tokoh agama sebagai budaya peninggalan budaya dan agama Hindu,

namun mayoritas masyarakat. Aceh masih tetap mengamalkan peusijuek

sebagai amalan budaya. Di kampung- kampung, pelaksanaan peusijuek

lebih lebih banyak diadakan daripada dengan masyarakat Aceh yang

Page 33: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

24

bertempat tinggal dikota-kota. Di kampung, mereka yang tidak

melaksanakan peusijuek dianggap sebagai orang yang tidak punya adat

dan budaya. Di kota-kota, sebagian masyarakat Aceh sudah tidak

melakasanakan peusijuek lagi,dan ini menjadi suatu hal yang dianggap

biasa saja.

C. Akulturasi Islam ke dalam Adat Jawa

1. Sejarah Tradisi Upacara Pertanian

Tradisi keagamaan upacara pertanian ini telah berlangsung secara

turun temurun dari sesepuh atau nenek moyang terdahulu. Untuk

kapan pertama kali dilaksanakan tidak diketahui. Berikut penuturan

Bapak Bagio, petani setempat yang masih menjalankan tradisi

tersebut” Kapan tradisi keagamaan upacara pertanian dimulai, tidak

diketahui, kita melaksanakan upacara tersebut berdasarkan kebiasaan

turun temurun dari nenek moyang ”. Dari paparan pernyataan tersebut

dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tradisi upacara yang

dilaksanakan oleh petani telah berlangsung sejak lama, dan sebagai

wujud nyata dari kearifan lokal yang telah dijaga kelestariannya

hingga saat ini. Bahkan masyarakat beranggapan bahwa dengan

adanya tradisi upacara pertanian tersebut, hasil panen yang akan

diperoleh lebih banyak dan lebih memuaskan meski sebenarnya

mereka juga yakin bahwa yang memberikan baik tidaknya hasil

pertanian tersebut adalah Allah SWT.

Page 34: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

25

2. Sejarah Tradisi Upacara Kelahiran

Upacara kelahiran yang dilaksanakan dalam masyarakat yang

sering dilaksanakan adalah mitoni, yaitu upacara yang dilaksanakan

ketika usia kehamilan memasuki usia ke tujuh. Secara antropologis,

kehamilan adalah simbol fertilitas dan penanda lahirnya sebuah

generasi baru yang harus disambut dengan seksama. Dan Kebudayaan

Tujuh Bulanan ini selalu dilakukan oleh masyarakat Jawa pada

umumnya dan masyarakat Jawa Tengah khususnya. Pelaksanaan

Tujuh Bulanan ini diambil dari Kalender Islam atau Kalender Masehi,

dimana upacara adat ini biasanya diselenggarakan pada atau setelah

usia kehamilan memasuki usia ketujuh yang menurur kepercayaan

agar si jabang bayi yang dilahirkan mendapatkan keselamatan,

keberkahan, juga menjadi anak yang soleh/ solehah, dan menjadi anak

yang berbakti dan patuh terhadap kedua orang tuanya. Dan tradisi

seperti itu ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon

kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin, dunia dan akhirat.

3. Sejarah Tradisi Upacara Kematian

Perintis, pelopor dan pembuka pertama penyiaran serta

pengembangan Islam di Pulau Jawa adalah para ulama/mubaligh yang

berjumlah sembilan, yang populer dengan sebuatan Wali Songo

(http://www.akhirzaman.com) . Atas perjuangan mereka, berhasil

mendirikan sebuah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang

berpusat di Demak, Jawa Tengah.

Page 35: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

26

Para ulama yang sembilan dalam menyiarkan dan

mengembangkan Islam di tanah Jawa yang mayoritas penduduknya

beragama Hindu dan Budha mendapat kesulitan dalam membuang

adat istiadat upacara keagamaan lama bagi mereka yang telah masuk

Islam.

Para ulama yang sembilan (Wali Songo) dalam menangguangi

masalah adat istiadat lama bagi mereka yang telah masuk Islam

terbagi menjadi dua aliran yaitu ALIRAN GIRI dan ALIRAN

TUBAN.

ALIRAN GIRI adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Raden

Paku (Sunan Giri) dengan para pendukung Raden Rahmat (Sunan

Ampel), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan lain-lain.Aliran ini dalam

masalah ibadah sama sekali tidak mengenal kompromi dengan ajaran

Budha, Hindu, keyakinan animisme dan dinamisme. Orang yang

dengan suka rela masuk Islam lewat aliran ini, harus mau membuang

jauh-jauh segala adat istiadat lama yang bertentangan dengan syari'at

Islam tanpa reserve. Karena murninya aliran dalam menyiarkan dan

mengembangkan Islam, maka aliran ini disebut ISLAM PUTIH.

Adapun ALIRAN TUBAN adalah suatu aliran yang dipimpin

oleh R.M. Syahid (Sunan Kalijaga) yang didukung oleh Sunan

Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Djati. Aliran

ini sangat moderat, mereka membiarkan dahulu terhadap pengikutnya

yang mengerjakan adat istiadat upacara keagamaan lama yang sudah

Page 36: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

27

mendarah daging sulit dibuang, yang penting mereka mau memeluk

Islam. Agar mereka jangan terlalu jauh menyimpang dari syari'at

Islam. Maka para wali aliran Tuban berusaha agar adat istiadat Budha,

Hindu, animisme dan dinamisme diwarnai keislaman. Karena

moderatnya aliran ini maka pengikutnya jauh lebih banyak

dibandingkan dengan pengikut aliran Giri yang "radikal". aliran ini

sangat disorot oleh aliran Giri karena dituduh mencampur adukan

syari'at Islam dengan agama lain. Maka aliran ini dicap sebagai aliran

Islam abangan.

Musyawarah Para Wali

Pada masa para wali dibawah pimpinan Sunan Ampel, pernah

diadakan musyawarah antara para wali untuk memecahkan adat

istiadat lama bagi orang yang telah masuk Islam. Dalam musyawarah

tersebut Sunan Kali Jaga selaku Ketua aliran Tuban mengusulkan

kepada majelis musyawarah agar adat istiadat lama yang sulit

dibuang.

Usulan tersebut menjadi masalah yang serius pada waktu itu

sebab para ulama (wali) tahu benar bahwa upacara kematian adat lama

dan lain-lainnya sangat menyimpang dengan ajaran Islam yang

sebenarnya.Mendengar usulan Sunan Kali Jaga yang penuh diplomatis

itu, Sunan Ampel selaku penghulu para wali pada waktu itu dan

sekaligus menjadi ketua sidang/musyawarah mengajukan pertanyaan

sebagai berikut :

Page 37: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

28

"Apakah tidak dikhawatirkan dikemudian hari?, bahwa adat

istiadat lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran Islam,

sehingga kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan

menjadikan bid'ah"?.Pertanyaan Sunan Ampel tersebut

kemudian dijawab oleh Sunan Kudus sebagai berikut :

"Saya sangat setuju dengan pendapat Sunan Kali Jaga"

Sekalipun Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Drajat sangat

tidak menyetujui, akan tetapi mayoritas anggota musyawarah

menyetujui usulan Sunan Kali Jaga, maka hal tersebut berjalan sesuai

dengan keinginannya. Mulai saat itulah secara resmi berdasarkan hasil

musyawarah, upacara dalam agama Hindu yang bernama Pinda Pitre

Yajna dilestarikan oleh orang-orang Islam aliran Tuban yang

kemudian dikenal dengan nama nelung dino, mitung dina, matang

puluh, nyatus, dan nyewu.

Dari akibat lunaknya aliran Tuban, maka bukan saja upacara

seperti itu yang berkembang subur, akan tetapi keyakinan animisme

dan dinamisme serta upacara-upacara adat lain ikut berkembang

subur. Maka dari itu tidaklah heran muridnya Sunan Kali Jaga sendiri

yang bernama Syekh Siti Jenar merasa mendapat peluang yang sangat

leluasa untuk mensinkritismekan ajaran Hindu dalam Islam. Dari hasil

olahannya, maka lahir suatu ajaran klenik/aliran kepercayaan yang

berbau Islam. Dan tumbuhlah apa yang disebut "Manunggaling

Kawula Gusti" yang artinya Tuhan menyatu dengan tubuhku. Maka

tatacara untuk mendekatkan diri kepada Allah lewat shalat, puasa,

zakat, haji dan lain sebagainya tidak usah dilakukan.Sekalipun Syekh

Siti Jenar berhasil dibunuh, akan tetapi murid-muridnya yang cukup

Page 38: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

29

banyak sudah menyebar dimana-mana. Dari itu maka kepercayaan

seperti itu hidup subur sampai sekarang.

Keadaan umat Islam setelah para wali meninggal dunia semakin

jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya. Para Ulama aliran Giri yang

terus mempengaruhi para raja Islam pada khususnya dan masyarakat

pada umumnya untuk menegakkan syari'at Islam yang murni

mendapat kecaman dan ancaman dari para raja Islam pada waktu itu,

karena raja-raja Islam mayoritas menganut aliran Tuban. Sehingga

pusat pemerintahan kerajaan di Demak berusaha dipindahkan ke

Pajang agar terlepas dari pengaruh para ulama aliran Giri.

Pada masa kerajaan Islam di Jawa, dibawah pimpinan raja

Amangkurat I, para ulama yang berusaha mempengaruhi keraton dan

masyarakat, mereka ditangkapi dan dibunuh/dibrondong di lapangan

Surakarta sebanyak 7.000 orang ulama. Melihat tindakan yang

sewenang-wenang terhadap ulama aliran Giri itu, maka Trunojoyo,

Santri Giri berusaha menyusun kekuatan untuk menyerang

Amangkurat I yang keparat itu.

Pada masa kerajaan dipegang oleh Amangkurat II sebagai

pengganti ayahnya, ia membela, dendam terhadap Truno Joyo yang

menyerang pemerintahan ayahnya. Ia bekerja sama dengan VOC

menyerang Giri Kedaton dan semua upala serta santri aliran Giri

dibunuh habis-habisan, bahkan semua keturunan Sunan Giri dihabisi

pula. Dengan demikian lenyaplah sudah ulama-ulama penegak Islam

Page 39: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

30

yang konsekwen. Ulama-ulama yang boleh hidup dimasa itu adalah

ulama-ulama yang lunak (moderat) yang mau menyesuaikan diri

dengan keadaan masyarakat yang ada. maka bertambah suburlah adat-

istiadat lama yang melekat pada orang-orang Islam, terutama upacara

adat Pinde Pitre Yajna dalam upacara kematian.

Keadaan yang demikian terus berjalan berabad-abad tanpa ada

seorang ulamapun yang muncul untuk mengikis habis adat-istiadat

lama yang melekat pada Islam terutama Pinda Pitre Yajna. Baru pada

tahun 1912 M, muncul seorang ulama di Yogyakarta bernama K.H.

Ahmad Dahlan yang berusaha sekuat kemampuannya untuk

mengembalikan Islam dari sumbernya yaitu Al Qur'an dan As Sunnah,

karena beliau telah memandang bahwa Islam dalam masyrakat

Indonesia telah banyak dicampuri berbagai ajaran yang tidak berasal

dari Al Qur'an dan Al Hadits, dimana-mana merajalela perbuatan

khurafat dan bid'ah sehingga umat Islam hidup dalam keadaan

konservatif dan tradisional.

Munculnya K.H. Ahmad Dahlan bukan saja berusaha mengikis

habis segala adat istiadat Budha, Hindu, animisme, dinamisme yang

melekat pada Islam, akan tetapi juga menyebarkan fikiran-fikiran

pembaharuan dalam Islam, agar umat Islam menjadi umat yang maju

seperti umat-umat lain. Akan tetapi aneh bin ajaib, kemunculan beliau

tersebut disambut negatif oleh sebagian ulama itu sendiri, yang

ternyata ulama-ulama tersebut adalah ulama-ulama yang tidak setuju

Page 40: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

31

untuk membuang beberapa adat istiadat Budha dan Hindu yang telah

diwarnai keislaman yang telah dilestarikan oleh ulama-ulama aliran

Tuban dahulu, yang antara lain upacara Pinda Pitre Yajna yang diisi

nafas Islam, yang terkenal dengan nama upacara nelung dina, mitung

dina, matang dina, nyatus, dan nyewu.

Pada tahun 1926 para ulama Indonesia bangkit dengan

didirikannya organisasi yang diberi nama "Nahdhatul Ulama" yang

disingkat NU. Pada muktamarnya di Makasar NU mengeluarkan suatu

keputusan yang antara lain :

"Setiap acara yang bersifat keagamaan harus diawali dengan bacaan

tahlil yang sistimatikanya seperti yang kita kenal sekarang di

masyarakat".

Keputusan ini nampaknya benar-benar dilaksanakan oleh orang

NU. Sehingga semua acara yang bersifat keagamaan diawali dengan

bacaan tahlil, termasuk acara kematian. Mulai saat itulah secara

lambat laun upacara Pinda Pitre Yajna yang diwarnai keislaman

berubah nama menjadi tahlilan sampai sekarang.

Sesuai dengan sejarah lahirnya tahlilan dalam upacara kematian,

maka istilah tahlilan dalam upacara kematian hanya dikenal di Jawa

saja. Di pulau-pulau lain seluruh Indonesia tidak ada acara ini.

Seandainya ada pun hanya sebagai rembesan dari pulau Jawa saja.

Apalagi di negara-negara lain seperti Arab, Mesir, dan negara-negara

Page 41: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

32

lainnnya diseluruh dunia sama sekali tidak mengenal upacara tahlilan

dalam kematian ini.

Dengan sudah mengetahui sejarah lahirnya tahlilan dalam

upacara kematian yang terurai diatas, maka kita tidak akan lagi

mengatakan bahwa upacara kematian adalah ajaran Islam, bahkan kita

akan bisa mengatakan bahwa orang yang tidak mau membuang

upacara tersebut berarti melestarikan salah satu ajaran agama Hindu.

Orang-orang Hindu sama sekali tidak mau melestarikan ajaran Islam,

bahkan tidak mau kepercikan ajaran Islam sedikitpun. Tetapi kenapa

kita orang Islam justru melestarikan keyakinan dan ajaran mereka.

4. Pelaku tradisi keagamaan

Pelaku tradisi keagamaan yang meliputi upacara pertanian,

upacara kelahiran dan upacara kematian dalam penelitian ini adalah

masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten

Magelang. Dan seluruh penduduknya beragam Islam.

5. Tempat Upacara Keagamaan

Upacara pertanian dilaksanakan di Desa Jogoyasan, khususnya

pada rumah warga yang akan melaksanakan penanaman pada sawah –

sawah mereka.

Sedangkan untuk upacara kelahiran dan kematian upacara

dilaksanakan pada rumah masyarakat dimana didalamnya terdapat

salah satu keluarganya yang melahirkan maupun mati.

6. Hikmah Tradisi Keagamaan

Page 42: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

33

a. Hikmah Upacara Pertanian

Dengan diadakannya upacara pertanian ini dapat kita ambil

suatu hikmah antara lain :

1. Meningkatkan ketakwaan terhadap Allah SWT

2. Meningkatkan rasa solidaritas antar warga masyarakat

3. Mempererat tali silaturahmi antar warga

b. Hikmah Upacara Kelahiran

1. Meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT

2. Meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah SWT

3. Lebih mengerti tentang arti kehidupan

4. Menambah nilai keimanan terhadap Allah SWT

5. Hikmah Upacara Kematian

1. Mengetahui siklus kehidupan

2. Meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT

3. Meningkatkan rasa introspeksi diri

4. Meningkatkan rasa solidaritas terhadap sesama

5. Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

Page 43: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

34

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Desa Jogoyasan

1. Letak Geografis

Desa Jogoyasan merupakan daerah atau wilayah Kecamatan

Ngablak, Kabupaten Magelang. Dengan luas wilayah 173.630 ha, yang

terbagi dalam 5 dusun dan terdiri atas 1875 jiwa. Selain itu Desa

Jogoyasan berbatasan langsung dengan:

a. Sebelah Utara : Desa Keditan Kecamatan Ngablak

b. Sebelah Selatan : Desa Girirejo Kecamatan Ngablak

c. Sebelah Timur : Desa Pandean Kecamatan Ngablak

d. Sebelah Barat : Desa Pagergunung Kecamatan Ngablak

2. Kondisi Keagamaan

Berdasarkan data kependudukan yang didapat dari Kantor Kepala

Desa Jogoyasan 2010 telah diketahui bahwa, seluruh warga masyarakat

Desa Jogoyasan berkeyakinan atau beragama Islam, sehingga

masyarakatnya juga hidup secara berdampingan dan harmonis dalam

menjalankan kegiatan keagamaan.

3. Kondisi Sosial

Kondisi sosial ekonomi Desa Jogoyasan dapat digambarkan

sebagai berikut:

a. PNS : 15 orang

Page 44: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

35

b. Pegawai Swasta : 31 orang

c. Wiraswasta : 25 orang

d. Petani : 854 orang

e. Buruh : 126 orang

f. Tukang Kayu : 11 orang

g. Tukang Batu :29 orang

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari

penduduk bermata pencaharian sebagai petani.

B. Sejarah Tradisi Upacara Pertanian

Upacara pertanian dilaksanakan sebelum petani menanam segala sesuatu

pada sawah – sawah mereka. Yang pertama kali dilakukan adalah dengan

penentuan hari dan waktu. Setelah hari dan waktu ditentukan maka petani

tersebut mencari benih yang hendak ditanam, misalnya kubis, tomat, cabe

ataupun yang lainnya. Kemudian ketika waktu yang dimaksud telah tiba maka

petani tersebut harus menanamkan benih tersebut, dan apabila waktu yang

terpilih mendekati sore ataupun malam, maka petani boleh melanjutkan

peneneman tersebut di kemudian hari dengan syarat sudah menanamkan benih

tersebut pada waktu yang telah ditentukan tersebut meski hanya satu benih.

Petani biasa menyebut hal tersebut dengan sebutan Kacir. Setelah semua benih

tertanam maka petani tersebut mengadakan selamatan di rumah dengan

menggunakan bubur merah.

Page 45: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

36

Kebudayaan Jawa telah mengajarkan kepada kita untuk selalu bersukur

dan menjaga keharmonisan dengan alam. Memaknai dan memberi warna

istimewa terhadap hasil yang telah diperoleh. Memanfaatkannya untuk

kepentingan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun

keluarga adalah presentasi kebudayaan Jawa yang senantiasa diselaraskan

dengan alam dan kaya makna dalam ranah kehidupan sosial.

Kebudayaan Jawa yang sering kali kita dapat bedakan melalui dua kultur

masyarakat yang berbeda, little tradition (kebudayaan tradisional petani) dan

great tradition (peradaban masyarakat kota) ini dapat diafiliasikan maknanya

dalam tradisi selametan sebelum mulai tanam atau panen padi yang sering kali

disebut dengan upacara wiwitan. Upacara ini merupakan bagian integral dalam

pola pertanian masyarakat Jawa yang sampai saat ini masih dipertahankan

meski gempuran arus modernisasi merambah lini-lini kebudayaan tradisional

kita.

Upacara wiwitan ini adalah hasil implementasi dari tiga fase

perkembangan kebudayaan Jawa, mulai dari fase mistis, mistis-religius dan

fase rasional-religion. Ini juga bisa dikatakan sebagai pandangan dunia (word

view) terhadap pandangan masa depan keselamatan dan hasil panen yang

berlimpah ruah. Perkembangan budaya mistis Jawa yang dulunya bersandarkan

kepada kekuatan diluar diri mereka atau keteraturan alam numen dan numinous

kepola pemikran yang lebih rasional telah mengilhami pertanian modern yang

lebih mendasarkan diri kepada akal budi.

Page 46: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

37

Perkembangan ini tidak lain karena pola pikir masyarakat yang semakin

maju dalam dunia pertanian. Terutama Jawa yang memiliki dua kultur

pertanian berbeda yakni petani lahan kering dan lahan basah. Di mana petani

lahan kering lebih banyak mengembangkan komoditas tanaman keras atau

perkebunan, sejenis tanaman kayu dan buah-buahan. Sedangkan petani lahan

basah lebih banyak membudidayakan tanaman padi dan beraneka ragam sayur-

sayuran atau tanaman palawija.

Hal ini sangat kontradiktif sekali dengan falsafah Jawa yang mengajarkan

untuk mencintai alam ini. Sebagaimana upacara wiwitan yang dilakukan kaum

petani Jawa, yang diselenggarakan sebagai ucapan terimakasih, puji dan sukur

kepada Tuhan, pencipta alam semesta. Sebuah tradisi yang biasanya dilakukan

untuk menandai dimulainya waktu masa tanam padi atau panen.

Dalam tradisi tersebut seakan mengharuskan pemilik sawah menyediakan

jamuan makan bagi tetangga, biasanya berupa nasi megana dan seekor ayam

ingkung. Nasi Magana yang disajikan digelar di atas daun pisang yang ditaruh

di atas meja, ingkung akan dibagi dengan diiris-iris sesuai undangan yang

datang. Sebelum menyantap hidangan seorang kiai kampung akan

membacakan doa keselamatan dan rasa syukur atas dimulainya menanam dan

memanen padi. Setelah usai berdoa, sisa makanan akan dibawakan tamu

undangan. Tradisi ini bahkan tidak hanya dilakukan di rumah karena wiwitan

terkadang juga dilakukan di tengah sawah.

Upacara wiwitan ini tidak hanya menjadi upacara sewaktu akan

menanam atau memanen padi, tetapi juga sebagai salah satu perekat tali

Page 47: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

38

persaudaraan antara warga desa, khusunya kaum petani. Lebih-lebih upacara

ini merupakan khazanah budaya yang memiliki dimensi sosial sangat tinggi.

Karena di dalamnya menanamkan rasa persaudaraan dan solidaritas atar

sesama manusia. Biasanya saat menanam dan memanen padi para petani itu

saling membantu petani yang menyelenggarakan upacara wiwitan. Ini

merupakan aksi solidaritas yang kaya dengan falsafah Jawa “mikul duwur

mendem jero.” Untuk lebih memeriahkan upacara ini warga terkadang juga

menggelar kesenian gejon lesung dengan tembang-tembang Jawa yang berisi

tentang kemakmuran para petani.

Di samping sebagai wujud syukur tradisi wiwitan ini digelar sebagai

bentuk untuk melestarikan ritual budaya yang hampir punah dikalangan petani

Jawa. Apalagi di tengah zaman yang kini sekat-sekat sosial kian menonjol.

Tradisi wiwitan layak terus dikembangkan oleh petani di desa-desa agar

hubungan sosial warga tidak semakin pudar tetapi terus merekat sepanjang

zaman. Niat yang tulus akan diberkahi oleh alam. Alam punya intelegensi luar

biasa yang mampu memahami niat dan isi hati kita tanpa batasan dan cara.

Maukah kita mencoba mensyukuri berkah yang telah lama kita lupakan ini,

bukan dengan doa yang diucapkan sembarang karena reflek, tetapi dengan

setiap kata yang dihayati. Memandang nasi yang kita makan hari ini bak

kumpulan mutiara putih yang berharga. Memandang mereka sebagai hasil

perkawinan alam yang telah dilimpahkan kepada kita, hingga menjadi

gugusan-gugusan yang membangun tubuh dan jiwa.

Page 48: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

39

C. Upacara Kelahiran ( Kehamilan)

Sudah menjadi takdir seorang wanita mengalami masa – masa yang

penuh keajaiban, yaitu masa ketika janin telah tumbuh dalam rahim seorang

ibu. Dari fase ke fase janin terus tumbuh menjadi besar. Dalam proses tersebut

kita sebagai manusia tidak ada salahnya jika kita mengadakan berbagai upacara

mulai dari ngapati sampai mitoni.

Upacara ngapati diadakan ketika usia kehamilan memasuki usia 4 bulan.

Hal tersebut berdasarkan keyakinan bahwa pada masa ini ruh telah ditiupkan

ke janin. Dengan diadakan doa bersama sebagai sikap syukur, ketundukan, dan

kepasrahan. Selain itu kita juga sebaiknya mengajukan permohonan kepada

Allah SWT supaya agar nanti anak yang lahir sebagai manusia yang utuh

sempurna, sehat, yang dianugerahi rizki yang baik dan lapang, berumur

panjang yang penuh nilai- nilai ibadah, beruntung di dunia dan akhirat.

Setelah usia kehamilan memasuki usia ketujuh, pada masyarakat Desa

Jogoyasan telah mengadakan upacara mitoni atau tingkeban. Yang

dilaksanakan pada hari Sabtu Wage. Adapun waktunya yaitu pukul 03.00.

ritual diadakan dirumah dan juga di tempat di mana ibu hamil tersebut mandi.

Ritual yang diadakan dirumah yaitu dengan mengadakan kenduri yang di

dalamnya disiapkan nasi golong dan telur ayam kampung yang jumlahnya 7

buah yang diletakkan di atas tampah . Kenduri dilaksanakan di depan pintu

rumah, dan tidak diperbolehkan diadakan di dalam rumah. Jumlah orang yang

diundang dalam upacara tersebut juga berjumlah 7 orang. Setelah kenduri

dilaksanakan, si ibu mandi kembang pada air yang mengalir dengan membawa

Page 49: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

40

sapu lidi, tikar dan tampah yang telah selesai digunakan. Hal tersebut dipercaya

masyarakat dapat mempermudah kelahiran sang bayi, dan setelah itu si ibu

tinggal menunggu hingga waktu kelahiran si jabang bayi tersebut.

Upacara kelahiran dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur ataupun

sambutan atas lahirnya anggota baru dalam keluarga. Akan tetapi bentuk

ataupun perwujudan dalam menyambut kelahiran atas putra – putri mereka

berbeda – beda. Ada yang dilaksanakan secara sederhana, dan ada pula yang

dilaksanakan secara mewah.

D. Upacara Kematian

Penghormatan ala Jawa bagi orang yang telah meninggal

Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu

sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Oleh

karena itu kita sering mendengar istilah selametan yang dilakukan untuk orang

yang telah meninggal. Berikut diantaranya ritual yang dilakukan menurut adat

istiadat Jawa.

1. Upacara ngesur tanah (geblag)

Upacara ngesur tanah merupakan upacara yang diselenggarakan

pada saat hari meninggalnya seseorang. Upacara ini diselenggarakan pada

sore hari setelah jenazah dikuburkan. Istilah sur tanah atau ngesur tanah

berarti menggeser tanah (membuat lubang untuk penguburan mayat).

Makna sur tanah adalah memindahkan alam fana ke alam baka dan wadag

Page 50: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

41

semula yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah juga.

Bahan yang digunakan untuk kenduri terdiri atas:

a. Nasi gurih (sekul wuduk)

b. Ingkung (ayam dimasak utuh)

c. Urap (gudhangan dengan kelengkapannya)

d. Cabai merah utuh

e. Krupuk rambak

f. Kedelai hitam

g. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya

h. Bunga kenanga

i. Garam yang telah dihaluskan

j. Tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi

(tumpeng ungkur-ungkuran) yang memiliki makna bahwa mayat telah

berpisah antara jasmani dan ruhnya.

Dalam prosesi pemakaman, sering kita jumpai masyarakat

menggunakan bunga yang dirangkai dan dikalungkan pada keranda yang

dibawa untuk mengangkut mayat ke pemakaman. Bunga memiliki makna

penghormatan kepada jenazah dan untuk mengenang kebaikan-kebaikan

yang dilakukan selama hidupnya dan suatu upaya keluarga untuk

mendoakan agar arwahnya diterima disisi Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Selain bunga, perangkat yang selalu digunakan dalam prosesi

pemakaman yaitu payung. Payung ini memiliki makna tanda belas kasih,

Page 51: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

42

cinta sanak keluarga terhadap orang yang baru saja meninggal itu tidak

kehujanan dan kepanasan selama di liang kubur.

2. Upacara tigang dinten (tiga hari)

Upacara ini merupakan upacara kematian yang diselenggarakan

untuk memperingati tiga hari meninggalnya seseorang. Peringatan ini

dilakukan dengan kenduri dengan mengundang kerabat dan tetangga

terdekat. Bahan untuk krnduri biasanya terdiri atas: Takir pontang yang

berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan sudi-sudi yang berisi

kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi, bawang merah yang telah

diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue apem putih, uang, gantal

dua buah. Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng,

lauk-pauk kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah. Adapun

makna dari sesajen tersebut adalah untuk menyempurnakan 4 perkara yang

disebut anasir yaitu bumi, api, angin, dan air.

3. Upacara pitung dinten (tujuh hari)

Upacara ini untuk memperingati tujuh hari meninggalnya

seseorang. Bahan yang digunakna untuk kenduri biasanya terdiri atas: Kue

apem yang di dalamnya diberi uang logam, ketan, kolak (semuanya

diletakkan dalam satu takir) Nasi asahan tiga tampah, daging goreng,

pindang merah yang dicampur dengan kacang panjang yang diikat kecil-

kecil, dan daging jeroan yang ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut

(conthong), serta pindang putih. Sesajen tersebut maksudnya untuk

Page 52: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

43

menyempurnakan pembawaan dari ayah dan ibu berupa darah, daging,

sungsum, jeroan (isi perut), kuku, rambut, tulang, dan otot.

4. Upacara sekawan dasa dinten (empat puluh hari)

Upacara ini untuk memperingati empat puluh hari meninggalnya

seseorang. Biasanya peringatannya dilakukan dengan kenduri. Bahan

untuk kenduri biasanya sama dengan kenduri pada saat memperingati

tujuh hari meninggalnya, namun ada tambahan sebagai berikut:

a. Nasi wuduk

b. Ingkung

c. Kedelai

d. Cabai merah utuh

e. Rambak kulit

f. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya

g. Garam

h. Bunga kenanga

Sesajen tersebut mempunyai maksud untuk menyempurnakan

semua yang bersifat badan wadag (jasad)

5. Upacara nyatus (seratus hari)

Upacara ini untuk memperingati seratus hari meninggalnya

seseorang. Tata cara dan bahan yang digunakan untuk memperingati

seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan

peringatan empat puluh hari.

Page 53: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

44

6. Upacara mendhak pisan (setahun pertama)

Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang diselenggarakan

ketika orang meninggal pada setahun pertama. Tata cara dan bahan yang

diigunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya

sama dengan ketika melakukan peringatan seratus hari.Hal tersebut

dilaksanakan dengan maksud untuk menyempurnakan kulit, daging, dan

organ dalamnya.

7. Upacara mendhak pindho (tahun kedua)

Upacara mendhak pindho merupakan upacara terakhir untuk

memperingati meninggalnya seseorang. Tata cara dan bahan yang

digunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya

sama dengan ketika melakukan peringatan mendhak pisan. Hal tersebut

dilaksanakan dengan maksud untuk menyempurnakan semua kulit, darah,

dan semacamnya yang tinggal hanyalah tulangnya saja.

8. Upacara mendhak katelu (nyewu)

Merupakan peringatan seribu hari bagi orang yang sudah

meninggal. Peringatan dilakukan dengan mengadakan kenduri yang

diselenggarakan pada malam hari. Bahan yang digunakan untuk kenduri

sama dengan bahan yang digunakan pada peringatan empat puluh hari.

ditambah dengan: daging kambing/domba becek bagi yang belum

mengadakan aqiqah. Hal tersebut bermaksud supaya kambing tersebut

nantinya dapat dijadikan kendaraan bagi si mayat untuk menuju ke

hadapan Tuhan. Sedangkan peringatan mendhak katelu ini dimaksudkan

Page 54: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

45

untuk menyempurnakan semua rasa dan bau hingga semua rasa dan bau

sudah lenyap.

9. Kol(kol kolan)

Kol merupakan peringatan yang dilakukan untuk orang yang sudah

meninggal setelah seribu hari. Ngekoli diselenggarakan bertepatan dengan

satu tahun setelah nyewu. Saat peringatan ini harus bertepatan dengan hari

dan bulan meninggalnya. Ngekoli dilakukan dengan kenduri dengan bahan

kenduri: kue apem, ketan, dan kolak. Semuanya diletakkan dalam satu

takir. Pisang raja satu tangkep, uang “wajib”, dan dupa.

10. Nyadran

Nyadran adalah hari berkunjung ke makam para leluhur/kerabat

yang telah mendahului. Nyadran ini dilakukan pada bulan Ruwah atau

bertepatan dengan saat menjelang puasa bagi umat Islam. untuk

memperjelas lagi sedikit arti/makna sesajinya dan unsur- unsur upacarnya:

Sesajen upacara ngesur tanah : bermakna memindahkan roh jenazah dari

alam fana ke alam baka. Kematian tersebut didoakan oleh para ahli waris

dengan berbagai sesajen yang tujuannya mengharap keselamatan bagi

orang yang meninggal dan mendapat ampunan dari Tuhan.

Budaya Jawa terkenal mudah untuk menyerap budaya dari luar

yang masuk tanpa kehilangan identitasnya. Suatu misal, dengan masuknya

agama Islam, ritual selametan biasanya ditambahi dengan pembacaan ayat-

ayat Al-Qur’an, seperti Surat Yasiin dan Tahlil. Meski bagi sebagian

masyarakat yang memahami Islam secara murni hal ini dapat

Page 55: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

46

dikategorikan sebagai bid’ah, namun bagi masyarakat yang masih

memegang teguh tradisi leluhur hal ini sulit untuk ditinggalkan.

Karena hal ini merupakan wujud dari sikap hormat terhadap orang tua,

serta sebagai bentuk pengejawantahan anak yang sholeh yang selalu

mendoakan orang tuanya dalam kepercayaan Islam.

E. Saparan

Mayoritas masyarakat Desa Jogoyasan bermata pencaharian sebagai

petani. Dimana pada setiap tahunnya masyarakat mengadakan upacara- upacara

yang berkaitan dengan masa tanam atau yang dikatakan sebagai wiwitan dan

ada masa panen. Pada masyarakat ini ungkapan rasa syukur atas hasil panen

yang melimpah tersebut tidak pasti dilaksanakan setelah masa panen tersebut

berlangsung. Akan tetapi sebagai ungkapan rasa syukur tersebut masyarakat

telah mengadakan tradisi sendiri yang dinamakan Saparan. Yang mana tradisi

tersebut dilaksanakan setiap bulan Sapar. Sehingga dapat dikatakan Saparan

berhubungan erat dengan tradisi pertanian.

Pelaksanaan tradisi ini dilaksanakan tidak berdasarkan tanggal

tertentu akan tetapi menurut hari yang dipercaya warga masyarakat desa itu

sendiri yaitu hari Sabtu Legi. Hari Sabtu Legi diambil berdasarkan kepercayaan

dari sesepuh desa yang mempercayai bahwa hari sabtu Legi itulah hari jadi

Desa Jogoyasan.

Tiga atau dua hari sebelum acara tersebut dilaksanakan para warga

saling bergotong royong bersama- sama mengadakan kerja bakti untuk

Page 56: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

47

membersihkan desa dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Pada

hari malam Jum’at sebelum hari sabtu legi, para warga mengadakan doa

bersama yang diadakan yang dilaksanakan di rumah kepala dusun yang

dipimpin oleh ulama setempat.

Pada Jum’at pagi para warga bersama- sama mengadakan Nyadran.

Nyadran adalah bersih – bersih makam pada makam leluhur mereka. Mereka

saling membantu satu sama lain untuk membersihkan makam sehingga dari

kebiasaan tersebut terlihat adanya keharmonisan dalam kehidupan

bermasyarakat mereka.

Kemudian pada hari Sabtu Legi dari setiap warga masyarakat mengundang

para saudara atau kerabat dari desa lain untuk berkunjung ke rumah mereka

dengan berbagai suguhan istimewa. Baik berupa makanan ataupun pertunjukan

seni yang diadakan di desa tersebut. Pada hari inilah disuguhkan beberapa jenis

makanan yang memiliki makna simbolik:

a. Ingkung Ayam

Ingkung ayam adalah ayam yang sudah dimasak dan masih utuh.

melambangkan pengorbanan selama hidup, cinta kasih terhadap sesama juga

melambangkan hasil bumi (hewan darat)

b. Tumpeng

Tumpeng adalah nasi yang dibentuk lancip dan menyerupai kerucut.

Melambangkan ketuntasan dan kesempurnaan. Artinya, jika melakukan

sesuatu harus dengan tuntas dan tidak setengah-setengah. Sedangkan

Page 57: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

48

tumpeng berasal dari kata tumungkulo sing mempeng, artinya jika kita ingin

selamat, hendaknya kita selalu rajin beribadah.

c. Jajan Pasar

Jajan pasar adalah makanan yang terdiri dari berbagai macam jajanan

yang ada di pasar. Misalnya : tape, kacang, buah - buahan, cethil ( makanan

yang terbuat dari ketela pohon ) dan yang lainnya. Melambangkan

kerukunan walaupun ada perbedaan, tenggang rasa.

Kecenderungan upacara tradisi dalam saparan, khususnya warga

masyarakat Jogoyasan cukup menarik. Meskipun ada kesulitan penulis

untuk memahami tradisi saparan. Mungkin hasil dari pengamatan yang kami

dapatkan baik secara langsung di masyarakat atau dengan wawancara

dengan warga akan bisa memaparkan tentang tradisi sparan. Hasil

wawancara dari salah satu warda dusun pagertengah tentang pandangan

tradisi saparan, sebagaimana diungkapkan Saudara Parli:

’’Sebenarnya acara saparan itu sendiri bagus, tujuannya pun jelas yaitu :

Syukuran dusun atau memperingati cikal-bakal adanya dusun istilahnya

dalam bahasa Jawa (merti dusun), itu juga sama halnya seperti syukuran

yang diadakan setiap hari kemerdekaan tanggal 17 agustus. Mungkin yang

perlu ditinjau kembali adalah dalam pelaksanaannya’’.

Warga masyarakat Pagertengah mempunyai cara pandang sendiri

terhadap tradisi saparan. Salah satu tokoh warga masyarakat dusun

Pagertengah tentang apa saja acara yang ada di dalamnya, yang di

ungkapkan Bapak Tarjo:

“Saparan itu memang dari dulu sudah ada sejak zaman nenek moyang, kalau

cikal-bakalnya atau pertama kali muncul kurang begitu jelas, entah itu

datangnya pada masa transisi dari Hindu-Budha ke agama Islam, sebelum

itu atau bahkan sesudah Islam menyebar”.

Page 58: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

49

Dengan acara Saparan masyarakat dapat melengkapi pemenuhan

kebutuhannya akan sarana pengungkapan persaan mereka akan aspek-aspek

pengalaman hidup mereka.

Page 59: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

50

BAB IV

PEMBAHASAN

Kearifan lokal memiliki peran penting dalam memahami siklus

kehidupan. Adapun fungsi kearifan lokal dalam bidang pendidikan yaitu:

A. MendidikCintaKepadaTuhan

Sebagaiinsan yang

beragamasudahsepantasnyakitadapatmengambilhikmahakanartipesan yang

disampaikandariberbagaikegiatankeagamaan yang

dilakukanpadamasyarakattersebut. Denganadanyarangkaiankegiatan yang

dilaksanakan di dalam ritual upacarakeagamaan, misalnyamanakiban,

tahlilan,

yasinandapatdijadikanperantarakomunikasikitasebagaiumatmanusiakepada

Allah SWT.Dan denganadanya ritual

tersebutdiharapkankitadapatmencapaikeridhoanNyadalammenjalanihidup.

Karena yang terlibatdalamacaratersebuttidakhanya orang tuasaja,

melainkandarianak – anaksampaidewasa,

makasecaratidaklangsungmelaluiacaratersebuttelahmengajarkandanmendid

ikanakuntukmerefleksikanperasaancintakepadaTuhan Yang MahaEsa.Dan

denganmelibatkananakdalamkegiatantersebutsecaratidaklangsunganaktela

hdiperkenalkandengantradisikeagamaan yang

telahterjadisecaraturuntemurun.Dan

anakterdidikuntukmelaksanakanibadahsecarabertahapdariamalan – amalan

yang telahdijalankan.

Page 60: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

51

Page 61: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

52

B. MendidikCintaTerhadapAlam

Aspekreligiusitasmasyarakatlokalsangatsederhanadanlogis,

bahkancarakeberagamaannyatidakberhentipadaaspek ritual danformalistik,

akantetapimerekalebihmenghayatidalamsetiapdetikkehidupansebagaibagai

andariaspekkedekatanmerekadengan Sang penciptadanalamsemesta.

Denganlandasanlocal wisdomtersebut,

perlumenumbuhkanpandangankeislaman universal yang

mempunyaikomitmenkuatterhadapbudayalokal, sehingga proses

transformasimasyarakattidaktercerabutdariakarnya. Hal

inisangatpentingdalamrangkamenggalikearifanlokal (local wisdom) yang

selamainitertimbunolehbudaya-budaya lain.

UpacaraPertanianadalahsebuahsaranapendidikancintalingkunganhi

dup.Di sinimasyarakatmenghayatilagihubunganeratmerekadenganbumidan

air.Dimanajikasalahsatunyatidakterpenuhimakahasilpertanianjugatidakaka

nmaksimal. Misalnyaadatanamannamuntidakdiberikanpengairan yang

cukup, makatanamantersebutakanlayuataumati.

Bahkankalaupuntanamantersebuttumbuh,

makapertumbuhannyaakanterhambat.

C. Kerukunanbermasyarakat

Aspek local wisdom yang mendidikkerukunanmasyarakatterjadi di

setiapupacakeagamaan,

dimanamerekadiarahkanolehtradisimerekasendiriuntukmenyadaribahwame

Page 62: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

53

rekasalingmembutuhkansatusamalain.Sikap rukun merupakan suatu sikap

yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan, kita tidak menginginkan suatu

permusuhan ataupun pertengkaran dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai

mana yang telah tercantum dalam surat asy – Syu’ara ayat 15 berikut ini :

Selain ayat tersebut, sikap rukun tertuang dalam

surat Al- Hujurat ayat 12 sebagai berikut :

Artinya :Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-

sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu

dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan

janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang

diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang

sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha

Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Sikap rukun yang tercermin dari tradisi saparan yaitu adanya kerja sama

antara warga satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat kita lihat dari prosesi

demi prosesi yang dilaksanakan. Misalnya upacara kematian , dari kegiatan

tersebut kita bisa melihat kebersamaan yang terjalin dengan harmonis, dimana

secara bersama- sama membersihkan makam, kemudian dalam pelaksanaannya

para warga saling bahu membahu untuk mengumpulkan segala sesuatu yang

diperlukan misalnya : pemasangan tratak, lampu, kursi dan lain sebagainya.

D. Melatih Rasa Syukur

Page 63: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

54

Sudah selayaknya kita mempunyai rasa syukur kepada Allah SWT

atas rahmat yang dilimpahkan kepada kita. Karena syukur merupakan

cermin dari pribadi yang mempunyai ketakwaan kepada Allah. Orang

yang mempunyai rasa syukur hatinya akan senantiasa tentram dan jiwanya

juga tenang,tidak mudah terhasut oleh orang lain.

Berikut dalil tentang perlunya rasa syukur :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki

yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan

bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya

kamu menyembah.

E. Mendidik Sikap Hormat

Sikap hormat pada tradisi upacarakeagamaan dapat diwujudkan

dalam bentuk silaturrahmi yaitu dengan mendatangkan sanak saudara.

Tidak hanya itu, tamu yang datang juga disuguhi jamuan istimewa. Maka

tidak mengherankan jika acara keagamaan tersebut menghabiskan dana

yang cukup besar. Disamping jamuan istimewa para tamu disuguhi

berbagai rangkaianrangkaian ritual yang dilaksanakan,

terutamadalamupacarakelahiran.

Perwujudan sikap hormat ini diterangkan dalam surat An-Nahl ayat

90 dan surat Ar-Rum ayat 38:

Page 64: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

55

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang

dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi

pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Artinya: Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya,

demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam

perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang

mencari keridhaan Allah; dan mereka Itulah orang-orang

beruntung.

Selain itu, perwujudan sikap hormat juga tercantum dalam surat

Al-Isra’ ayat 26 berikut:

Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan

haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan

dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara

boros.

F. MendidikSikap Optimis

Perwujudansikapoptimisartinyapercayadiriyaitusuatusikap yang

menaruhharapanbesarakantercapainyakeberhasilanbagidirinya.

Sikapoptimismembuatseseorangtidakragu -

ragudalambertindakataumelangkah.

Page 65: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

56

Sikapoptimisterwujuddalamkesungguhanuntukmelaksanakansertakeyakina

n yang

beranggapanbahwaTuhanakanmemberikanlimpahanrizkidankarunia.

Bilamanabanyaktamu yang datangmakaakanbanyak pula rizki yang

datang. Keyakinan yang

sedemikianrupamerupakanperwujudansikapoptimismasyarakatDesaJogoya

san, sebagaisalahsatufungsi yang

dapatdiungkapkandaripelaksanaantradisikeagamaandimaksud.

Page 66: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada yang telah diuraikan dalam analisis, pembahasan

masalah, landasan teori, data dan wacana yang berkembang maupun untuk

memenuhi tujuan penelitian ini, peneliti berkesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa benar masyarakat di Desa Jogoyasan memiliki pemahaman yang

baik terhadap tradisi keagamaan, terbukti dari beberapa jawaban

responden, hampir seluruhnya memiliki jawaban yang sama, disamping

itu dari data pengamatan peneliti masyarakat di Desa Jogoyasan

memahami makna tiap kegiatan yang mereka jalani mulai dari makna

keagamaan, tatacara upacara, hingga silaturahmi.

2. Bahwa benar tradisi saparan memiliki muatan religius atau keagamaan

yang sangat kental dan alami, dari data terdahulu diungkapkan bahwa

dalam setiap kegiatan yang dilakukan, keseluruhan mengandung makna

keagamaan yang sangat kental yaitu tiga unsur yang meliputi : amal,

ikhlas dan syukur.

3. Bahwa tradisi keagamaan yang meliputi upacara pertanian, kelahiran,

dan kematian serta saparan di Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang merupakan salah satu tradisi Islam Jawa yang

bersifat sosial religius dan masih hidup sampai sekarang, sebagai

inventarisasi salah satu kekayaan budaya Jawa yang perlu dilestarikan.

Page 67: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

57

B. Saran

1. Upacara pertanian, upacara kelahiran, kematian dan Saparan

merupakan budaya nenek moyang atau leluhur yang harus dijaga dan

dilestarikan, untuk itu diharapkan masyarakat Desa Jogoyasan

melakukan sebuah dokumentasi agar tradisi keagamaan ini lestari

sampai anak cucu dari masyarakat itu sendiri.

2. Bagi masyarakat Desa Jogoyasan, jadikan tradisi keagamaan ini

sebagai aset pendidikan spiritual bagi masyarakat Desa Jogoyasan dan

sekitarnya.

C. Penutup

Demikian skripsi ini saya buat dengan sesungguhnya, mohon maaf

apabila terdapat kesalahan. Karena sesungguhnya manusia hanya bisa

berusaha, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.

Page 68: KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/675/1/46.pdfKEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

58

DAFTAR PUSTAKA

WiyasaBratawijaya, Thomas.

MengungkapdanMengenalBudayaJawa.CetakanPertama. Jakarta: PT

PradnyaParamita. 1997.

Ali, Mukti. BeberapaPersoalan AgamaDewasaIni. Jakarta: CV. Rajawali. 1987

R Woodward, Mark.Islam JawaKesalehanNormatifVersusKebatinan.

CetakanPertama. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. 1999.

Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama Bagian 1 (

PendekatanBudayaterhadapAliranKepercayaan, Agama Hindu, Budha,

Kong Hu Cu, di Indonesia ). Bandung: PT. Citra AdityaBakti. 1993.

Mubaraq, Zulfi. Sosiologi Agama. Malang: UIN Maliki Press. 2010.

Poerwadarminta, WJS. KamusBesarBahasa Indonesia. Jakarta: PT. Raja

GrafindoPersada. 1994

Roibin.RelasiAgamadanBudayaMasyarakatKontemporer. Malang: UIN Malang

Press. 2009.

Agus, Bustanudin. Agama DalamKehidupanManusiaPengantarAntropologi

Agama.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada. 2006.

Chafidh, Afnandkk.TradisiIslamiPanduanProsesiKelahiranPerkawinanKematian.

Surabaya: Khalista. 2006.

Hariyadi, Rahmaddan M. Ghufron.Islam Etika Universal, BudayaLokal.

CetakanPertama. Salatiga: STAIN Salatiga Press.2006.

Perta.KetikaSarjana Muslim Membaca Islam.

Abdul Fattah, Munawir. Tradisi Orang – Orang NU. Yogyakarta:

PustakaPesantren. 2006.

Khalil, Ahmad. Islam JawadalamEtikadanTradisiJawa. Malang: UIN Malang

Press. 2008.

Departemen Agama RepublikIndonesia.Al Qur’an danTerjemahnya. Bandung:

LubukAgung. 1989.