14
Cetacean Perairan Indonesia berfungsi sebagai daerah migrasi yang penting bagi lebih dari 30 spesies mamalia laut, terutama di bagian timur Indonesia. Lebih dari sepertiga dari seluruh spesies paus dan lumba-lumba yang telah dikenal (bersama-sama disebut cetacean) dapat dijumpai di laut Indonesia, termasuk Paus Biru yang langka dan terancam (Balaenoptera musculus). Ancaman utama terhadap spesies ini mencakup penangkapan yang tidak disengaja, terdampar, perburuan, dan rusaknya habitat laut mereka. Upaya konservasi cetacean kami saat ini memfokuskan pada kawasan laut Alor-Solor yang merupakan jalur (koridor) migrasi untuk mamalia laut. Kawasan Alor-Solor mencakup pesisir timur Flores, pulau-pulau Solor, Lembata, Pantar dan Alor, serta pulau-pulau kecil dan gunung-gunung di dalam laut. Sebuah ekspedisi ilmiah telah membuktikan bahwa kawasan ini amat penting untuk perlindungan paus, digambarkan dengan adanya tradisi turun- temurun untuk berburu penyu oleh penduduk setempat. Kami bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk memantau penangkapan pari manta dan paus. Sekaligus kami mengidentifikasi langkah-langhkah awal yang diperlukan untuk bekerjasama dengan pemerintah lokal dan regional, untuk mendukung pembentukan kawasan perlindungan laut, pembangunan perekonomian yang berkelanjutan, menghentikan tangkapan sampingan (by-catch) berupa satwa dilindungi oleh nelayan, dan meningkatkan mekanisme pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara keseluruhan. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/marine/howwework/ endangeredmarinespecies/marinemammals/ Dr. Benjamin Kan penggagas kebijakan nasional tentang area pengelolaan mamalia laut kiranya masih perlu banyak berjuang untuk merealisasikan hasil presentasi programnya. Pada hari

Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Cetacean

Perairan Indonesia berfungsi sebagai daerah migrasi yang penting bagi lebih dari 30 spesies mamalia laut, terutama di bagian timur Indonesia. Lebih dari sepertiga dari seluruh spesies paus dan lumba-lumba yang telah dikenal (bersama-sama disebut cetacean) dapat dijumpai di laut Indonesia, termasuk Paus Biru yang langka dan terancam (Balaenoptera musculus). Ancaman utama terhadap spesies ini mencakup penangkapan yang tidak disengaja, terdampar, perburuan, dan rusaknya habitat laut mereka.

Upaya konservasi cetacean kami saat ini memfokuskan pada kawasan laut Alor-Solor yang merupakan jalur (koridor) migrasi untuk mamalia laut. Kawasan Alor-Solor mencakup pesisir timur Flores, pulau-pulau Solor, Lembata, Pantar dan Alor, serta pulau-pulau kecil dan gunung-gunung di dalam laut. Sebuah ekspedisi ilmiah telah membuktikan bahwa kawasan ini amat penting untuk perlindungan paus, digambarkan dengan adanya tradisi turun-temurun untuk berburu penyu oleh penduduk setempat.

Kami bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk memantau penangkapan pari manta dan paus. Sekaligus kami mengidentifikasi langkah-langhkah awal yang diperlukan untuk bekerjasama dengan pemerintah lokal dan regional, untuk mendukung pembentukan kawasan perlindungan laut, pembangunan perekonomian yang berkelanjutan, menghentikan tangkapan sampingan (by-catch) berupa satwa dilindungi oleh nelayan, dan meningkatkan mekanisme pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara keseluruhan.

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/marine/howwework/endangeredmarinespecies/marinemammals/

Dr. Benjamin Kan penggagas kebijakan nasional tentang area pengelolaan mamalia laut kiranya masih perlu banyak berjuang untuk merealisasikan hasil presentasi programnya. Pada hari juma'at, 21 Maret 2003 bertempat di Ruang Rapat Adipura (Gd. B Lt.6) Kementrian Lingkungan Hidup.

Mr. Kan salah satu tenaga ahli dari APEX Environmental, kembali mempresentasikan proposalnya yang kedua dihadapan para para praktisi dan staf ahli lingkungan dan kelautan. Pada pertemuan itu yang hadir antara lain; Drs. Ismu Sutanto Suwiryo dari The Indonesian Wildlife Fund, Ir. Agus Dermawan, direktorat konservasi dan Taman Nasional Laut. Sedangkan dari DKP didampingi konsultan hukum kelautan Josen Parris. Mereka menanggapinya dengan serius hasil presentasi Mr. Kan.

Rapat kali ini masih membicarakan tentang kawasan mamalia laut yang dilindungi seperti whales, dugong, dolpin dan lain sebagainya yang banyak bermigrasi atau hidup disekitar kawasan Bali, NTT, NTB dan Sulawesi Utara. Perdebatan kali ini tidak berjalan mulus karena banyaknya produk hukum yang menghalangi terciptanya kawasan konservasi yang di inginkan.

Page 2: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Kawasan konservasi yang masuk di wilayah NKRI tidak mudah, semudah membalikan telapak tangan menjadikan satu kawasan konservasi berskala Internasional. Oleh sebab itu banyak pihak yang di undang pada rapat yang menghadirkan pakar kelautan dari APEX Environmental, antara lain dari Departemen luar Negeri dan Departemen dalam negeri.

Rapat kali ini kian seru karena hadirnya para ahli lingkungan yang berasal dari perguruan tinggi terutama Dr. Sadon silalahi dan Dr. Djoko Purwanto mereka berdua datang dari Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, IPB. Ia mempertanyakan jenis mamalia asli dan tidak asli yang dari Indonesia?, mamalia yang bermigrasi antar daerah NKRI maupun yang di luar NKRI?, Dimana mereka Hidup, mencari makan dan Berkembang?. Diketahui dari hasil persentasi Dr. Kan memang menjelaskan kawasan Indonesia tengah merupakan penghasil ikan terbesar dan jalur tempat bermigrasinya mamalia besar yang di lindungi tersebut.

Dari pihak Deplu menyoroti arogansi pemerintah daerah lewat produk undang-undang otonomi daerah, pembentukan kawasan taman nasional memang tanggung jawabnya diatur oleh pemerintah pusat, tetapi berbeda dengan pembentukan kawasan konservasi dan objek wisata laut, hal ini harus mempertimbangkan daerah. Hal senanda di sampaikan pula oleh wakil dari Departemen dalam negeri, yang memberi sinyal untuk turut serta melibatkan pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.

Rupanya perjuangan Dr. Benjamin Kan dengan proposal --"Indonesia Marine mammals Area"-- masih panjang, masih banyak rangkaian pertemuan yang harus dilalui hanya untuk melindungi hiu dan sejenisnya yang hampir punah. Mungkin binatang-binatang tersebut tidak pernah berfikir tentang zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan Mengenai asal usul mereka apalagi otonomi daerah. Rupanya rapat kali ini bukanlah rapat yang terakhir untuk Mr. Kan, LH sebagai fasilitator rapat masih mengagendakan pertemuan dengan memberi kesimpulan menjadi tiga bagian.

1. Mengkaji lebih dalam mengenai sisi hukumnnya, yang tugas dan tanggung jawabnya di berikan kepada DKP.

2. Tentang mamalia yang dilindungi terdiri dari; Jenis, Habitat dan lokasi. Menjadi tanggung jawab para ahli dari pemerintah, maupun perguruan tinggi.

3. Melibatkan dalam pertemuan wakil-wakil dari pemerintahan daerah terutama, wakil dari pemerintahan daerah Bali, NTT/NTB dan Sulawesi Utara. Itulah hasil pertemuan yang memakan waktu kurang lebih 3 jam tersebut. (RY)

http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=482%3AKawasan-Konservasi-Mamalia-Laut&catid=43%3Aberita&Itemid=73&lang=id

Duyung (Dugong dugon) Sang Mamalia Laut

Posted on 17 Oktober 2010 by alamendah

Page 3: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Duyung yang ini adalah sejenis ikan atau tepatnya mamalia laut yang bernama latin Dugong dugon. Dan bukan seorang putri cantik berambut panjang dengan kaki yang dapat berubah menjadi ekor ikan setiap kali kena air, yang kita kenal dalam dongeng Putri Duyung.

Duyung, seperti mamalia laut lainnya, meskipun hidup di dalam air tetapi ikan duyung bernafas dengan paru-paru dan menyusui anaknya. Sayangnya, binatang inipun makin hari makin langka.

Ikan duyung dalam bahasa Inggris dikenal sebagai dugong atau sea cow. Dalam bahasa ilmiah (latin) mamalia yang hidup di air ini disebut sebagai Dugong dugon. Binatang yang bisa ditemui hampir di seluruh pesisir Indonesia ini termasuk binatang yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.

Diskripsi. Ikan duyung mempunyai tubuh yang besar. Panjang badan Duyung dewasa sekitar 2,5-3 meter dengan berat 225-450 kg. Kulit Duyung (Dugong dugon) tebal, keras dan licin dengan warna abu-abu agak kebiruan.

Ikan duyung (Dugong dugon)

Duyung memiliki kepala yang bulat dengan mata kecil dan lubang hidung di bagian atas moncong. Memiliki bulu yang terletak di bibir atas yang berguna untuk membantu menemukan makanan. Penglihatan duyung terbatas tetapi memiliki pendengaran yang tajam.

Duyung lebih banyak aktif di malam hari (nokturnal) terutama untuk mencari makanan berupa berbagai tumbuhan laut seperti rumput laut, lamun dan akar-akar tanaman lainnya.

Sebagaimana mamalia laut lainnya duyung (Dugong dugon) hidup berkelompok dengan anggota antara 5-10 ekor yang terdiri dari induk betina, duyung jantan dan anaknya meskipun terkadang menyendiri. Duyung termasuk binatang yang setia dengan pasangannya dan bersifat monogami.

Duyung mampu hidup hingga berusia 70 tahun. Namun perkembangbiakan ikan ini sangat lambat. Biasanya seekor duyung beranak dalam interval 3-7 tahun sekali dengan melahirkan seekor anak dalam setiap satu periode kehamilan.

Persebaran dan Konservasi. Persebaran duyung terdapat di pesisir dan perairan pulau tropis dan subtropis antara Afrika Timur himgga Pasifik bagian barat. Duyung hidup di perairan laut yang berair tenang dan dangkal dengan kedalaman sekitar 20 meter yang banyak ditumbuhi oleh lamun.

Negara-negara yang menjadi habitat duyung antara lain Australia bagian utara, Bahrain, Brunei Darussalam, China, Djibouti, India, Indonesia, Jepang, Jordania, Kaledonia Baru, Kamboja, Kenya, Kepulauan Solomon, Komoro, Madagaskar, Malaysia, Mayotte, Mesir, Mozambiq, Palau, Papua New Guinea, Pilifina, Qatar, Saudi Arabia, Singapora, Somalia, Sri Lanka, Sudan, Tanzania, Thailand, Timor Leste, Uni Emirat Arab, Vanuatu, Vietnam, dan Yaman.

Page 4: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Duyung didaftar dalam status konservasi “vulnerable” (rentan) oleh IUCN Redlist sejak tahun 1982. Dan terdaftar dalam CITES Apendiks I sehingga tidak boleh diperdagangkan secara bebas. Di Indonesia, mamalia laut yang semakin langka ini dilindungi dari kepunahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa.

Ancaman terhadap populasi dan kelestarian duyung (Dugong dugon) diakibatkan oleh rusaknya ekosistem lamun sebagai habitat duyung.

Jika Putri Duyung yang cantik dan seksi menjadi sebuah dongeng yang kerap diceritakan saat kita kecil, apakah duyung Sang Mamalia Laut ini pun harus menjadi ‘dongeng’ buat anak cucu kita?

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Sirenia; Famili: Dugongidae; Subfamili: Dugonginae; Genus: Dugong (Lacépède, 1799); Spesies: Dugong dugon (Müller, 1776).

Nama Ilmiah (latin): Dugong dugon. Nama Indonesia: Duyung.

Referensi:

www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/6909/0; animals.about.com/od/mammals/p/dugong.htm;

en.wikipedia.org/wiki/Dugong

gambar duyung: ph2otos.free.fr/cpg1410/displayimage.php?album=12&pos=12

gambar peta duyung: www.iucnredlist.org

http://alamendah.wordpress.com/2010/10/17/duyung-dugong-dugon-sang-mamalia-laut/

Page 5: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Konservasi Paus Lamalera

Pemerintah Republik Indonesia berencana menetapkan kawasan Laut Sawu menjadi Kawasan Konservasi khusus untuk melindungi Ikan Paus sebagaimana pernyataan  Agus Dermawan, Direktur Konservasi dan Taman Laut Nasional yang rencananya akan dideklarasikan bersamaan dengan berlangsungnya "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado bulan Mei 2009. (Antara.Com Februari 12, 2009 - laut Sawu Siap Dideklarasikan sebagai Kawasan Konservasi Paus). Rencana tersebut kemudian menimbulkan polemik dikalangan Masyarakat Lefo Lamalera baik yang berada di Lefo Lamalera maupun yang berada di luar Lefo Lamalera.

Lefo lamalera, adalah sebuah komunitas sederhana terletak diujung Pulau Lembata. Komunitas ini memiliki keunikan sebagai salah satu komunitas didunia yang masih mempertahankan tradisi menangkap Ikan Paus dengan menggunakan perahu dan peralatan - peralatan tradisional. Tradisi menangkap Ikan Paus sampai saat ini masih bertahan bersama kearifan - kearifan lokal yang kalau ditinjau lebih mendalam adalah merupakan konsep konservasi itu sendiri. Konsep konservasi dengan berlandaskan kearifan lokal tersebut sampai saat ini masih bertahan yang diperkirakan bermula sejak sekitar abad 16 dan langgeng bertahan sekalipun tidak memiliki sebuah hukum tertulis sekalipun. Komunitas sederhana ini sangat terkenal khususnya di dunia Internasional ketimbang di Negeri sendiri Indonesia.

Lefo Lamalera sebagai pewaris tradisi Lefa dan Ola Nue (tradisi menangkap Ikan Paus) kemudian menyerahkan kepada kami, warga turunan Lefo Lamalera yang berada di perantauan khususnya di Jakarta untuk menyampaikan protes mereka kepada Pemerintah Republik Indonesia. Kami kemudian membentuk sebuah forum yang menjadi wadah sekaligus sebagai sarana untuk menyampaikan protes tersebut. Forum tersebut dinamakan sebagai FORUM MASYARAKAT PEDULI TRANDISI PENANGKAPAN IKAN PAUS. Dan lewat berbagai cara, baik itu media massa maupun protes yang disampaikan langsung kepada Pemerintah. Kemudian dalam sebuah dialoq yang berlangsug di Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil pada tanggal 21 April 2009, tercapai kesepakatan bersama sebagai berikut :

1. Persamaan persepsi dan pemahaman bahwa konservasi sumberdaya ikan, adalah mencakup upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatn berkelanjutan sumberdaya ikan. Sehingga, konservasi bukan hanya larangan semata, tetapi mencakup aspek pemanfaatan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat

2. Forum Masyarakat Peduli Tradisi Penangkapan Ikan Paus Lamalera menuntu agar zona II (wilayah perairan laut Lembata dan sekitarnya) pada draft awal usulan pencadangan sebagian perairan Laut Sawu dikeluarkan dari Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Laut Sawu, guna melestarikan tradisi, adat dan kebudayaan Masyarakat Lamalera yang sudah turun temurun.

Page 6: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

3. Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Laut Sawu yang akan dideklarasikan pada saat berlangsungnya World Ocean COnference pada bulan Mei 2009 di Manado tidak memasukan wilayah perairan Lembata dan sekitarnya (zona II pada draft awal), sehingga KKPN Laut Sawu hanya mencakup wilayah perairan Selat Sumba dan sekitarnya serta wilayah perairan Pulau Sabu - Rote - Tomir - Batek dan sekitarnya, dengan luas +/- 3.5 juta hektar.

Pernyataan tersebut ditandatangain di Jakarta pada tanggal 21 April 2009 oleh Sdr. Agus Dermawan, Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut mewakili Pemerintah Republik Indonesia dan Sdr. Bona Beding, Juru Bicara Forum yang mewakili Masyarakat Lefo Lamalera.

http://www.roabaca.com/rilis/konservasi-paus-lamalera.html

Laut Sawu Menjadi Kawasan Konservasi Paus

Inilah jenis paus yang terdampar di hutan bakau Denpasar, yakni jenis paus pemandu sirip pendek (Short-finned pilot whale/Globicephala macrorhynchus).

BOGOR, JUMAT - Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) direncanakan akan dideklarasikan sebagai kawasan konservasi nasional untuk perlindungan mamalia laut, khususnya paus. Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean ConEfrence and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

"Laut seluas 4,5 juta hektar tersebut akan menjadi satu-satunya kawasan konservasi nasional yang khusus melindungi ikan paus," kata Agus Dermawan, Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Agus Dermawan, di sela acara seminar nasional "Moluska II: Peluang Bisnis dan Konservasi" di Bogor, Kamis (12/2).

Page 7: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Dijelaskannya, rencana tersebut saat ini masih dalam pembahasan, menyusul diterbitkannya UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Nantinya setelah dideklarasi, pengelolaannya akan berbagi peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat.

"Gubernur NTT mendukung rencana tersebut," katanya. Laut Sawu dipilih menjadi kawasan konservasi nasional karena laut antara Provinsi NTT dan Australia tersebut merupakan tempat habitat terbesar paus.

Menurut dia, masyarakat setempat menjadikan ikan paus tersebut sebagai satwa buru sehingga jika tidak segera dilindungi maka ikan paus jenis langka bisa punah. Laut Sawu, kata Agus, merupakan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk jenis langka, yakni ikan paus biru (Balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus).

http://sains.kompas.com/read/2009/02/13/21025162/laut.sawu.menjadi.kawasan.konservasi.paus

UGM Tekuni Konservasi Lumba-Lumba

YOGYAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan konservasi ikan lumba-lumba dan hewan mamalia air. Konservasi ini bekerja sama dengan PT Wersut Seguni Indonesia (WSI).

 Kerja sama ditandai dengan adanya penandatangan kerja sama kedua belah pihak. Direktur utama PT Wersut Seguni Indonesia Dheni Charso menegaskan, kerja sama yang dilakukan terutama dengan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM meliputi bidang pendidikan, penelitian, praktik lapangan, pemagangan, bantuan keahlian, pemanfataan sarana dan prasarana penelitian, dan pendidikan berkelanjutan.

 “Ini dimaksudkan untuk melakukan konservasi dan kesehatan hewan mamalia air seperti ikan lumba-lumba yang selama ini telah dikebangkan oleh PT WSI sebagai salah satu tujuan obyek wisata pantai di daerah Kendal, Jawa Tengah,” kata Dheni di UGM, Selasa (27/4/2010)

Page 8: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

 Dia menjelaskan, sejauh ini hambatan konservasi ikan lumba-lumba terutama dalam keterbatasam pengetahuan kesehatan dan perawatannya. Oleh karena itu, pihaknya menggandengkan tim peneliti dari UGM yang memiliki pengetahuan di bidang itu. Kerja sama dengan FKH UGM juga akan melakukan penelitian gen dan penangkaran ikan lumba-lumba melalui perkawinan silang antarspesies lumba-lumba baik spesis lokal dan lumba-lumba dari luar yang melakukan migrasi.

 “Selain itu kami juga sudah memperkenakankan ke masyarakat tentang pemanfaatan ikan lumba-lumba untuk terapi kesehatan dan kesenangan. Dengan tiga hingga lima kali berkunjung, ada penderita autis yang telah sembuh dengan terapi ini,” paparnya.

 Sementara itu Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi, M.Eng, Ph.D mengatakan, dirinya sangat antusias dan menyambut baik kerja sama penelitian terapi kesehatan lewat ikan lumba-lumba.

 Menurut Sudjarwadi dengan pengalaman ikan lumba-lumba berhasil mengobati penyakit penderita autis menandakan banyak pengetahuan yang belum diungkapkan oleh ilmuwan.

 “Tugas UGM sebagai universitas riset mengubah hal yang belum diketahui menjadi diketahui,” papar Sudjarwadi.

(Satria Nugraha/Trijaya/rhs)

 http://news.okezone.com/read/2010/04/28/372/327097/ugm-tekuni-konservasi-lumba-lumba

Dugong Indonesia : Konservasi yang jalan di   tempat

Oleh: Ma’ruf Kasim

Page 9: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Dugong merupakan hewan mamalia laut yang sangat jarang dapat di temukan lagi pada habitat aslinya khususnya di sekitar perairan .  Penyebaran dugong di perairan dunia di catat pada longitude 30°E sampai 170°E dan antara latitude 30°N sampai 30°S. Kawasan ini mencakup Australia, Teluk Persian dan laut merah, pantai Afrika, Sri Lanka, Indonesia, Philipina, Malaysia, Thailand dan di sekitar kepulauan Pacific.

Di Indonesia sendiri, populasi dugong sangat sedikit.  Dilaporkan tahun 1970 populasi dugong mencapai 10.000 ekor dan tahun 1994 di perkirakan popluasinya hanya sekitar 1000 ekor. Penyebaran dugong di Indonesia laporkan berada di kawasan timur Indonesia mencakup Sulawesi (Bunaken, Wakatobi Takabonerate), Nusa Tenggara Timur (Sumba, Lembata, pulau Flores, Teluk Kupang Kepulauan Komodo), Maluku Pulau Aru Pulau Lease seram dan Halmahera) Perairan papua (Pulau Biak, sorong dan Fakfak) dan sebagian kecil pada perairan Sumatra (Riau, Bangka dan Pulau Belitung), Jawa (ujung Kulon, pantai Cilacap, Cilegon, labuhan dan Segara Anakan) dan Bali. Informasi tentang keberadaan dugong hanya di peroleh dari beberapa nelayan yang kebetulan secara tidak sengaja menangkap atau melihat dugong itu sendiri. Ataupun oleh pengamatan beberapa NGO yang kebetulan survey dan pengamatan tentang dugong di .

Masih sangat minimnya penelitian yang dilakukan terhadap ekologi dugong yang merupakan hambatan utama bagi upaya konservasi dugong itu sendiri. Ini karena memang sangat langka untuk dapat menemukan dugong secara langsung.  Pernah pula di laporkan, pada bulan October 1999, Nelayan Cilegon menangkap dugong dan langsung di bawa ke Oceanarium (Taman Impian Jaya Ancol). Dan saat itu pun Oceanarium telah mempunyai dugong sejak tahun 1984.

Page 10: Kawasan an Dan Upaya Pelestarian Mamalia Laut

Sebagai mamalia laut, dugong sangat tergantung pada lamun (seagrass) yang merupakan habitat dan makanan alaminya. Dugong hanya memakan lamun, itupun hanya beberapa jenis di antaranya  Halodule sp., Halophile sp. dan Syringodium sp. Sementara penyebaran lamun ini hanya ada pada kawasan-kawasan tertentu, yang saat sekarang pun telah terjadi pengrusakan dan degradasi yang cukup serius.Sejak di keluarkannya Peraturan pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Konservasi Flora dan Fauna yang dalam hal ini termasuk perlindungan Dogong dugon dan lamun (seagrass). Upaya perlindungan terus berjalan tidak maksimal.

Banyak hal yang menghambat upaya konservasi itu sendiri di tambah dengan kurangnya infomasi tentang biologi dan ekologi dugong di Indonesia seakan membiarkan dengan pasti hilangnya dugong dari perairan Indonesia.  Sekarang pun dugong Indonesia laksana sejarah yang kita hanya dapat mendengarkannya dari cerita nelayan-nelayan dulu dan atau hanya melihatnya berenang statis pada gambar dan foto-foto di museum.

http://maruf.wordpress.com/tag/konservasi-dugong/