50
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. TRAUMA PADA MATA Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar trauma mata yang parah. Dewasa muda, terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma tembus mata. Kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma pada mata. Saat ini trauma mata akibat tembakan paintball meningkat. Penggunaan seat belt saat mengendarai mobil telah menurunkan angka kejadian trauma mata akibat benturan kaca depan mobil saat kecelakaan. Trauma mata yang berat dapat menyebabkan gangguan multipel pada kelopak mata, bola mata dan jaringan lunak. Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan timbulnya penyulit yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia serta trauma radiasi. Trauma dapat terjadi pada spektrum yang luas dari mata, yaitu bola mata, nervus optikus, dan adneksa. Kesemuanya dapat menyebabkan kelainan penampilan mata maupun tajam penglihatan mulai dari yang ringan sampai berat. Diagnosa yang sering digunakan pada praktik klinis: 1

Katarak traumatik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Katarak traumatik

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. TRAUMA PADA MATA

Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa

muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar trauma mata yang parah. Dewasa muda,

terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma tembus

mata. Kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera

akibat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering

menyebabkan trauma pada mata. Saat ini trauma mata akibat tembakan paintball meningkat.

Penggunaan seat belt saat mengendarai mobil telah menurunkan angka kejadian trauma mata

akibat benturan kaca depan mobil saat kecelakaan. Trauma mata yang berat dapat

menyebabkan gangguan multipel pada kelopak mata, bola mata dan jaringan lunak.

Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan

timbulnya penyulit yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada

mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola

mata, trauma kimia serta trauma radiasi.

Trauma dapat terjadi pada spektrum yang luas dari mata, yaitu bola mata, nervus

optikus, dan adneksa. Kesemuanya dapat menyebabkan kelainan penampilan mata maupun

tajam penglihatan mulai dari yang ringan sampai berat.

Diagnosa yang sering digunakan pada praktik klinis:

1

Page 2: Katarak traumatik

Klasifikasi

Klasifikasi trauma okuler dilakukan berdasarkan penampakan jejas pada mata pada

pemeriksaan awal. Terdapat empat sistem yang dijadikan sebagai parameter untuk

mengkategorikan trauma, yaitu:

1. Tipe, berdasarkan mekanisme trauma. Tipe trauma ditentukan berdasarkan riwayat

pasien atau saksi di sekitar tempat kejadian. Jika pasien tidak sadar, penentuan tipe

dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis.

2. Derajat, berdasarkan pengukuran tajam penglihatan (visus) yang dilakukan pada

pemeriksaan awal. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen

atau Rosenbaum di dekat kartu pada pasien yang menggunakan koreksi lensa.

Pemeriksaan dengan menggunakan pinhole juga penting pada penentuan derajat trauma.

3. Ada atau tidaknya relative afferent pupillary defect (RAPD) dengan memeriksa

refleks cahaya konsensual pada mata yang terjejas dengan menggunakan flashlight.

Adanya RAPD menunjukkan adanya aberansi nervus optikus dan/atau fungsi retina.

4. Zona jejas, yaitu lokasi luka pada cedera mata terbuka atau bagian paling posterior yang

terkena jejas pada cedera mata tertutup.

Klasifikasi cedera mata terbuka Klasifikasi cedera mata tertutup

Tipe

A. Ruptur

B. Penetrasi

C. Benda asing intraokular

D. Perforasi

E. Campuran

Tipe

A. Kontusio

B. Laserasi lamelar

C. Benda asing siperfisial

D. Cammpuran

Derajat (tajam penglihatan)

A. ≥ 20/40

B. 20/50 sampai 20/100

C. 19/100 sampai 5/200

D. 4/200 sampai persepsi cahaya

E. Tidak ada persepsi cahaya

Derajat (tajam penglihatan)

A. ≥ 20/40

B. 20/50 sampai 20/100

C. 19/100 sampai 5/200

D. 4/200 sampai persepsi cahaya

E. Tidak ada persepsi cahaya

Pupil

A. Positif, RAPD pada mata yang terjejas

B. Negatif, RAPD pada mata yang

terjejas

Pupil

A. Positif, RAPD pada mata yang terjejas

B. Negatif, RAPD pada mata yang terjejas

Zona Zona

2

Page 3: Katarak traumatik

I. Kornea dan limbus

II. Limbus sampai 5 mm posterior ke

sklera

III. Lebih dari 5 mm dari limbus sampai

ke posterior

I. Eksternal (terbatas pada konjungtiva

bulbi, sklera, kornea)

II. Segmen anterior (termasuk struktur

pada segmen anterior dan pars plicata)

III. Segmen posterior (seluruh struktur

internal posterior sampai kapsula

lensa posterior)

Klasifikasi trauma pada mata berdasar mekanisme:

Trauma mekanik

o Trauma pada palpebra

o Trauma pada sistem lakrimalis

o Laserasi konjungtiva

o Benda asing di kornea dan konjungtiva

o Laserasi kornea

o Trauma non-penetratif (trauma tumpul)

o Cedera ke dasar orbita (fraktur blowout)

o Trauma tembus (cedera bola mata terbuka)

o Cedera tombakan pada mata

Trauma kimia

o Trauma kimia asam

o Trauma kimia basa

Trauma fisika

o Trauma bakar

o Trauma radiasi

o Keratokonjungtivitis ultraviolet

Trauma tak langsung: angiopati retina traumatik transien (retinopati Purtscher)

Diagnosis

1. Anamnesis

Mekanisme trauma harus ditanyakan dengan detail dan lengkap

o Bentuk dan ukuran benda penyebab trauma.

o Asal dari objek penyebab trauma.

3

Page 4: Katarak traumatik

o Kemungkinan adanya benda asing pada bola mata dan atau pada orbita.

o Kemungkinan terjadinya trauma pada lokasi pembangunan atau pengolah

metal harus ditanyakan untuk mengarah kepada benda intraokular metal.

o Benda asing organik yang dapat menimbulkan infeksi.

Keadaan saat terjadinya trauma

o Waktu pasti terjadinya trauma.

o Lokasi terjadinya trauma.

o Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung.

o Aksesoris mata yang dapat melindungi atau berkontribusi pada trauma

akut.

o Keadaan miopia berat menyebabkan mata lebih rentan terhadap trauna

kompresi anterior-posterior.

Riwayat medis

o Riwayat mata

Operasi mata sebelumnya, dapat membuat jaringan lebih mudah

ruptur.

Penglihatan sebelum terjadinya trauma pada kedua mata.

Penyakit mata yang ada.

Medikasi yang sedang dijalani termasuk obat tetes mata dan alergi.

o Status tetanus

Gejala

o Nyeri

Nyeri dapat tersamar bila pasien memiliki trauma lain.

Nyeri dapat tidak langsung berat pada trauma tajam, baik dengan

atau tanpa benda asing.

o Penglihatan secara umum berkurang jauh

o Diplopia

Dapat terjadi akibat terjepitnya atau disfungsi otot ekstraokular

akibat trauma pada tulang orbita.

Akibat truma saraf kranial pada cedera kepala.

Monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.

2. Pemeriksaan fisik

4

Page 5: Katarak traumatik

o Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma

yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.

o Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan

mengidentifikasi dan melindungi mata.

o Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi

intraokular.

Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk dinilai

o Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masing-masing

mata.

o Periksa pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah

terjadi fraktur pada lantai orbita.

Orbita

o Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.

o Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus

dijaga hingga dilakukan pembedahan.

Palpebra

o Pelpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya trauma

yang dalam pada mata.

o Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan perforasi bola mata.

o Perbaikan palpebra ditunda hingga trauma bola mata ditentukan

penyebabnya.

Konjungtiva

o Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.

o Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola

mata.

Kornea dan sklera

o Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian dari

ruptur bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi.

o Dapat terjadi prolapse iris pada laserasi kornea penuh.

o Tekanan bola mata umumnya rendah, namun pengukuran merupakan

kontraindikasi untuk menghindari penekanan pada bola mata.

Pupil

5

Page 6: Katarak traumatik

o Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect

(APD).

o Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bola mata.

Segmen anterior

o Pada pemeriksaan dengan lampu sliIt, bisa ditemukan defek pada iris,

laserasi kornea, prolaps iris, hifema, dan kerusakan lensa.

o Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan

prognosis yang buruk.

o Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada

ekstrusi vitreous pada segmen posterior.

Temuan lain

o Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau

koroid, avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing.

o Robekan retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur

bola mata.

Pemeriksaan Penunjang

o Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita, sinus paranasal

dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi waters menampilkan

gambaran yang paling baik dari dasar orbita dan mendeteksi air-fluid level pada

sinus maksila. Proyeksi anteroposterior untuk melihat dinding medial orbita, dan

proyeksi lateral untuk visualisasi atap orbita, sinus maksila dan frontal, zygoma

dan sella tursika.

o CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi adanya benda

asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya atau derajat kerusakan

periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial misalnya perdarahan subdural.

o MRI sangat baik untuk menilai jaringan lunak dan membantu dalam melokalisasi

benda asing non metalik seperti kayu, yang pada CT Scan tampak sama dengan

jaringan lunak atau udara, tetapi pemeriksaan ini kontraindikasi pada trauma

akibat benda asing yang terbuat dari metal.

6

Page 7: Katarak traumatik

o USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan informasi

tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda asing intraokuler,

deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan koroid, ruptur sklera

posterior, ablasio retina, dan perdarahan sub retina.

Tatalaksana Awal Trauma Mata

Jaga pasien tetap tenang

Berikan anestesi topikal

Pemberian sikloplegik

Nilai kembali keluhan pasien (nyeri, visus, TIO, dll)

Pasang pelindung mata, hindarkan dari penekanan bola mata

Kompres dingin

Lakukan penanganan tetanus dan mencegah infeksi tetanus dengan injeksi serum

antitetanus (ATS) dan tetanus toksoid (TT)

Berikan antibiotik sistemik inisial, jangan topikal

Puasakan pasien

Rujuk ke dokter spesialis mata untuk operasi repair segera

Alur diagnosis dan tatalaksana trauma mata

7

Page 8: Katarak traumatik

8

Page 9: Katarak traumatik

II. TRAUMA TUMPUL

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak

keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat.

Gejala dan Tanda Trauma Tumpul

Hematoma Kelopak

Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di

bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palbebra. Hematoma kelopak

merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan

terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kacamata hitam yang sedang

dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kacamata. Hematoma kacamata adalah

keadaan sangat gawat. Hal tersebut dapat terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang

merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya a. Oftalmika maka darah masuk ke

dalam rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena

dibatasi septum orbita kelopak mata maka akan terbentuk gambaran hitam pada kelopak

seperti memakai kacamata.

Pada hematoma kelopak dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan

perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah

dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata.

Trauma Tumpul Konjungtiva

Edema Konjungtiva

Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap

kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan

konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat

mengakibatkan edema pada konjungtiva. Kemotik Konjungtiva yang berat dapat

mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap

konjungtiva. Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah

pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.

Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva

kemotik keluar melalui insisi tersebut.

9

Page 10: Katarak traumatik

Hematoma Subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat

pada / atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Jika

pembuluh darah di permukaan mata rusak, konjungtiva akan menjadi merah. Perdarahan

superfisial dapat tampak mengkhawatirkan tetapi sebenarnya tidak berarti banyak.

Perdarahan ini dapat sembuh tanpa diterapi. Area yang merah dapat menjadi agak hijau dan

lalu menjadi kuning dalam beberapa hari. Jejak perdarahan biasanya hilang dalam satu atau

dua minggu.

Pecahnya pembuluh darah ini akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii

(hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah.

Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose,

konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu.

Bila pendarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak

terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma

subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata.

Pemeriksaan funduskopi perlu pada setiap penderita dengan pendarahan subkonjungtiva

akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai dengan

penurunan ketajaman penglihatan dan hematoma subkonjungtiva, maka sebaiknya dilakukan

eksplorasi bola mata untuk mencari adanya kemungkinan bulbus olkuli.

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva adalah dengan kompres hangat.

Pendarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

Trauma Tumpul Kornea

Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema

kornea bahkan ruptur membran Descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan

penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang

dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido positif. Edema kornea yang berat dapat

mengakibatkan masuknya sebukan sel radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma

kornea. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan

garam hipertonik 2-8%, glukosa 40%, dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka akan diberikan asetazolamid.

Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan

10

Page 11: Katarak traumatik

lensa kontak lembek dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan

edema kornea. Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M. Descemet

yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa

sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme ireguler.

Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan

oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.

Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi

defek epitel tersebut.

Pada erosi pasian akan merasa sakit sekali karena erosi merusak kornea yang

mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,

fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan

terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau.

Pada erosi kornea perlu diperhatikan adanya infeksi yang timbul kemudian.

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa ketajaman penglihatan dan

menghilangkan rasa sakit yang hebat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk

menhilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karean dapat menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk mencegah

infeksi bakteri diberikan antibiotik seperti antibiotik spektrum luas seperti neosporin,

chloramfenikol, dan sulfasetamik tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme

siliar maka diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih

tertutup bila dibebatkan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali

setelah 48 jam.

Erosi Kornea Rekuren

Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal, atau tukak

metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali di waktu bangun pagi.

Terjadinya erosi kornea berulang disebabkan epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel

kornea. Sukarnya epitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran

basal epitel kornea, tempat duduknya epitel basal kornea. Biasanya membran basal yang

rusak akan kembali normal setelah 6 minggu.

Pengobatan terutama bertujuan melumaskan permukaan kornea sehingga regenerasi

epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya

11

Page 12: Katarak traumatik

dengan memberikan siklopledik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk

mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul . Antibiotik diberikan dalam bentuk

tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuhnya epitel baru dan tumbuhnya infeksi

sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder korne ayng mengenai seluruh

permukaan, maka kornea akan sembuh dalam tiga ahri. Pada erosi kornea tidak diberikan

antibiotik dengan kombinasi steroid.

Pemakaian lensa kontak lunak pada pasien dengan erosi rekuren sangat bermanfaat,

karena dapat mempertahankan epitel berada pada mata dan tidak dipengaruhi oleh kedipan

kelopak mata.

Trauma Tumpul Uvea

Iridoplegia

Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil atau

iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat

karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil.

Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler. Pupil

ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegi juga dapat muncul tanpa gangguan akomodasi.

Keadaan ini dapat menyebuh dengan bertahap.

Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu.Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya

kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.

Iridodialisis

Iridodialisis merupakan ruptur iris pada pangkalnya, bagian perifernya terlepas dari

prosesus siliaris. Hal ini merupakan akibat dari kontusio, peregangan iris dari dan pada

insersinya. Pasien dengan iridodialisis yang kecil bisa tidak terdapat keluhan. Sedangkan

pasien dengan iridodialisis yang relatif besar, keluhan yang dirasakan pasien umumnya

merasa pandangan ganda monokular, fotofobia, dan terlihat kilatan cahaya.

Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-

sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian, maka sebaiknya dilakukan

pembedahan pada pasien dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. Namun, jika

iridodialisis tidak memberikan keluhan, maka dilakukan tirah baring dan observasi. Mata

yang sakit dapat ditutup untuk mencegah cedera lebih lanjut.

12

Page 13: Katarak traumatik

Iritis Traumatik

Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iritis

atau iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, akibat

adanya darah di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil

dengan ketajaman penglihatan yang menurun. Iritis biasanya terjadi dengan cepat dan

unilateral. Berikut ini beberapa gejala dan tanda yang dapat ditemui:

Nyeri pada mata yang terkena. Bertambah ketika melihat cahaya terang (fotofobia)

Mata merah

Pupil yang kecil atau iregular

Pandangan kabur

Sakit kepala

Mata berair

Diagnosis iritis dengan melakukan pemeriksaan slit lamp. Pada pemeriksaan slit lamp

dapat ditemukan sel-sel darah putih (kumpulan sel radang) dan flare (partikel protein) pada

cairan aqueous humor.

Pada iritis dapat diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat tanda

radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. Iritis traumatik biasanya akan

menghilang dalam 1-2 minggu pengobatan.

Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang

merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora, dan blefarospasme. Penglihatan

pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema kan terlihat terkumpul di bagian

bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.

Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30

derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat

diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit, yaitu glaukoma.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan

demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk.

13

Page 14: Katarak traumatik

Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien

dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh

dan berwarna hita, atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi

pendarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih

hebat karena pendarahan akan lebih sukar hilang.

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar yang mengakibatkan

suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan

akan menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Trauma Tumpul Pada Lensa

Dislokasi Lensa

Trauma tumpul lensa dapat menyebabkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada

putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

Subluksasi Lensa

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa

berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita

kelainan pada zonola Zinn yang rapuh (sindrom marfan).

Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan

memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan pada zonula tidak ada

maka lensa yang elastis akan menjadi cembung dan mata akan menjadi lebih myopi. Lensa

yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup.

Bila sudut bilik mata menjadi sempit, pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.

Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut

bilik mata oleh lensa yang mencembung. Bila terjadi penyulit subluksasi lensa, seperti

glaukoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi

yang sesuai.

Luksasi Lensa Anterior

Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat

masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan, maka

14

Page 15: Katarak traumatik

akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma

kongestif akut dengan gejala-gejalanya.

Pasien akan mengeluh penglihatan turun mendadak disertai rasa sakit yang hebat,

muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea,

lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan

bola mata sangat tinggi.

Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien dikirim pada dokter mata untk

dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan

tekanan bola matanya.

Luksasi Lensa Posterior

Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terkjadi luksasi lensa posterior akibat

putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa terjatuh ke dalam

badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat lensa

mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien

akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris

tremulans.

Lensa yang terlalu lama pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat

degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa

telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.

Katarak Trauma

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi atau pun tumpul yang

terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat

katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katrak seperti

bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin

Vossius.

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan

menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.

Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat

disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang bercampur

makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik.

15

Page 16: Katarak traumatik

Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan

mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa

berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching.

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak,

sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah

ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.

Pada katarak trauma bila tidak terdapat penyulit, maka dapat ditunggu sampai mata

menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka

segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang

usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat

mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis

atau salah letak lensa.

Cincin Vossius

Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang

merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera

setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah

sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari. Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata

tersebut telah mengalami suatu trauma tumpul.

Trauma Tumpul Retina dan Koroid

Edema Retina dan Koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan

sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat

sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri

retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada kedaan ini

akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga

mengakibatkan edema makula, namun tidak terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema

Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga fundus okuli berwarna abu-

abu.

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi

penglihatan dapat berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel.

16

Page 17: Katarak traumatik

Ablasi Retina

Trauma dapat merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita

ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini,

seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya.

Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir

mengganggu lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam

penglihatan akan menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang brwarna abu-abu dengan

pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat

pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka

secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

Trauma Koroid

Ruptur Koroid

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat

ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar

konsentris di sekitar papil saraf optik.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea, maka tajam

penglihatan akan sangat menurun. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak

sukar dilihat kan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian ruptur

berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

Trauma Tumpul Saraf Optik

Avulsi Papil Saraf Optik

Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola

ata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya

tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk

untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula

pendarahan dan edema sekitar saraf optik.

17

Page 18: Katarak traumatik

Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil

tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan

penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu

sebelum menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata adalah trauma retina,

perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasma optik.

Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan memberi steroid.

Bila penglihatan memburuk setelah steroid aka perlu dipertimbangkan tindakan pembedahan.

Tatalaksana Trauma Tumpul

Saat 24-48 jam pertama kompres es dapat membantu mengurangi pembengkakan dan

nyeri pada hematoma. Jika pada kulit di sekitar mata atau kelopak mata terdapat luka terbuka

maka luka dapat dijahit. Jahitan yang dekat dengan pinggiran kelopak mata sebaiknya

dilakukan oleh dokter mata untuk meyakinkan tidak ada gangguan dalam penutupan kelopak

mata setelah penjahitan. Cedera yang mengenai duktus lakrimal juga harus diperbaiki oleh

dokter mata.

Cedera yang hanya mengenai konjungtiva umunya tidak membutuhkan operasi.

Cedera yang mengenai sclera biasanya membutuhkan jahitan. Obat-obatan biasanya

diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Tatalaksana perdarahan pada bilik mata depan adalah

tirah baring dengan elevasi kepala dan tetes mata untuk dilatasi pupil dan mengurangi

inflamasi dalam mata. Aspirin dan NSAID yang dapat mencetuskan perdarahan harus

dihindari selama beberapa minggu.

Jika terdapat luka penetrasi maka pasien diberi antibiotic intravena terlebih dahulu

kemudian dilanjutkan dengan antibiotic oral untuk mencegah infeksi dalam bola mata

(endoftalmitis). Obat tetes mata yang mendilatasi pupil dapat mencegah perdarahan dari iris.

Tetes mata kortikosteroid biasanya diberikan untuk mengurangi inflamasi.

Komplikasi

Dislokasi dan subluksasi lensa seringkali ditemukan bersama dengan katarak

traumatik. Komplikasi lain diantaranya glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, glaukoma

blok pupil, uveitis fakoanalfilakik, lepasnya retina, ruptur koroid, hifema, perdarahan

retrobulber, neuropati optik traumatik, dan ruptur bola mata.

Prognosis

18

Page 19: Katarak traumatik

Prognosis bergantung pada besarnya cedera. Dapat terjadi hilangnya penglihatan baik

total maupun parsial, bahkan setelah tatalaksana bedah. Setelah cedera yang hebat pada satu

mata maka pada mata yang lain dapat terjadi inflamasi (oftalmia simpatis/ sympathetic

ophthalmia) yang dapat berakibat pada perbutukan visus atau bahkan kebutaan, namun hal ini

jarang terjadi.

Edukasi

Penggunaan pelindung mata saat bekerja untuk mencegah cedera.

III. Katarak Traumatik

Katarak traumatik terjadi akibat sebab sekunder dari trauma mata tumpul ataupun

tajam (penetrating). Katarak traumatik juga dapat disebabkan oleh energi infrared (glass-

blower’s cataract), kejut listrik, dan radiasi ion. Katarak yang disebabkan oleh trauma tumpul

biasanya membentuk kekeruhan dengan gambaran stellate / rosette pada bagian posterior

yang dapat bersifat stabil ataupun progresif, sedangkan trauma tajam menyebabkan robekan

pada kapsul lensa sehingga mengakibatkan perubahan korteks yang dapat bersifat fokal jika

luka tersebut kecil ataupun dapat bersifat progresif secara cepat ke keseluruhan korteks

(selruh korteks menjadu keruh). Subluksasi dan dislokasi lensa, glaukoma sudut tertutup,

ablasi retina, rupture koroid, dan hyphema sering terjadi pada katarak traumatik.

Gambaran kekeruhan lensa berbentuk rosette

Epidemiologi

Di Amerika, angka kejadian trauma mata sebanyak 2,5 juta per tahun. Trauma adalah

penyebab utama kebutaan monookular pada orang usia <45 tahun. Hanya 85% pasien yang

19

Page 20: Katarak traumatik

menderita cedera mata bagian anterior yang mencapai ketajaman visus sebesar 20/40 atau

lebih baik, dan hanya 40% pasien penderita cedera mata bagian posterior yang mencapai

ketajaman visus sebesar 20/40 atau lebih baik.

Patofisiologi

Trauma tumpul menyebabkan cedera mata bersifat coup dan countercoup. Coup

merupakan cedera dengan dampak langsung, sedangkan countercoup merupakan cedera

dengan dampak berlawanan dari arah datangnya cedera yang disebabkan gelombang tekanan

sejajar dengan garis konkusio.

Saat permukaan depan mata terkena trauma tumpul, maka terjadi pemendekan

anterior-posterior yang berlangsung cepat diikuti dengan ekspansi ekuatorial. Peregangan

ekuatorial ini dapat merobek kapsul lensa, zonula, atau keduanya. Kombinasi dari coup dan

intercoup serta ekspansi ekuatorial berperan dalam pembentukan katarak traumatik yang

diakibatkan trauma tumpul.

Trauma tajam dapat langsung merusak kapsul lensa yang mengakibatkan kekeruhan

pada lokasi luka. Jika luka yang terjadi cukup besar, keseluruhan lensa mengeruh dengan

cepat, jika luka kecil, katarak korteks dapat terlokalisasi tanpa menyebar ke bagian korteks

lain.

Massa lensa yang terdapat di bilik mata depan juga menyebabkan terjadinya

inflamasi. Massa lensa akan bercampur dengan makrofag dan mengakibatkan endoftalmitis

fakoanalitik dan menyebabkan tampilan mata merah. Lensa dengan kapsul anterior saja yang

pecah akan menjerat korteks lensa sehinga mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin

Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi cepat akan terlihat mutiara Elsching.

Anamnesis

Pertanyaan yang dapat diajukan pada anamnesis trauma mata adalah:

Mekanisme cedera (tajam atau tumpul)

Riwayat penyakit mata sebelum trauma (riwayat operasi, glaukoma, ablasi retina,

penyakit mata diabetik)

Riwayat penyakit dahulu (diabetes, dan lainnya)

Keluhan penglihatan:

Tajam penglihatan menurun (katarak, subluksasi lensa, dislokasi lensa, neuropati

optik traumatik, perdarahan vitreus, ablasi retina)

20

Page 21: Katarak traumatik

Diplopia monocular (subluksasi lensa dengan penglihatan afakia atau parsial

afakia)

Diplopia binokular (fraktur orbita)

Nyeri (glaukoma sekunder karena hyphema, papillary block, partikel lensa, iritis)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan oftalmikus lengkap, mungkin didapat:

afferent puplillary defect (APD) (indikatif terhadap neuropati optik traumatik)

Dapat ditemukan fraktur orbita atau traumatic nerve palsy

Peningkatan tekanan intraokular

Pada bagian COA dapat ditemukan hyphema, iritis, sudut mata dangkal, dll

Pada lensa dapat ditemukan subluksasi, dislokasi, katarak, pembengkakan,

integritas kapsular anterior dan posterior.

Pada vitreus dapat ditemukan adanya perdarahan, dan ablasi vitreus posterior

Pada fundus dapat ditemukan ablasi retina, ruptur koroid, perdarahan preretina,

perdarahan intraretina, perdarahan subretina, dan avulse saraf optik.

Pemeriksaan Penunjang

Dapat dilakukan pemeriksaan CT-scan untuk mengetahui adanya fraktur orbita atau

benda asing yang masuk dan tertinggal di dalam mata.

Tatalaksana katarak traumatik

Alur tatalaksana katarak traumatik

21

Gambar Katarak traumatik

Page 22: Katarak traumatik

Tatalaksana non-bedah

Pada katarak traumatik diberikan antibiotik sistemik dan topikal dalam beberapa hari

untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis.

Pasien diberi sulfas atropin 1 % 1 tetes tiga kali sehari untuk menjaga pupil tetap

berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.

Jika terjadi glaukoma maka kontrol tekanan intraokular dengan medikasi standard.

Berikan kortikosteroid jika partikel lensa yang menjadi penyebab atau jika terdapat

iritis.

Tatalaksana bedah

Indikasi bedah

o Penurunan visus yang berat

o Tidak dapat melihat bagian posterior mata untuk menilai patologi pada bagian

posterior

o Inflamasi atau glaukoma yang diinduksi lensa

o Ruptur kapsular dengan pembengkakan lensa

o Adanya kelainan lain pada mata akibat trauma yang membutuhkan pembedahan

Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka operasi dapat ditunggu

sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lain

22

Page 23: Katarak traumatik

sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Apabila terjadi glaukoma selama

periode menunggu, bedah katarak jangan ditunda walupun masih terdapat radang.

Integritas kapsular dan stabilitas zonula harus diperiksa sebelum operasi

Fakoemulsifikasi dapat dilakukan jika kapsul lensa intak dan fungsi zonula zinii

dalam menyokong lensa baik. Ekstraksi intrakapsular dapat dipilih jika terjadi

dislokasi anterior atau terdapat instabilitas zonula zinii. Dislokasi lensa ke bilik mata

depan membutuhkan pembedahan segera untuk mengambil lensa karena dapat

menyebabkan glaukoma blok. Berikut ini 2 tabel dasar pemilihan teknik operasi pada

katarak traumatik:

IV. LASERASI DAN RUPTUR KORNEA

Laserasi dan ruptur kornea dapat terjadi secara full-thickness ataupun partial-

thickness. Kebanyakan laserasi dan semua ruptur bentuknya full-thickness (mengenai 5

23

Page 24: Katarak traumatik

lapisan kornea) dan biasanya terjadi pada trauma fasial, trauma periorbital, maupun trauma

intraocular.

Pengumpulan data anamnesis yang baik dapat membantu memperkirakan risiko

kedalaman penetrasi luka (adanya Intra Ocular Foreign Body / IOFB) dan risiko cedera pada

struktur intraokular. Pemeriksaan fisik dimulai dengan:

Inspeksi eksternal, mencari adanya benda asing pada wajah, kulit, atau kelopak mata

dan tanda lain yang jelas yang dapat membantu memperkirakan karakteristik agen

penyebab luka jika tidak dapat diperkirakan dari data anamnesis.

Kelopak mata dapat membengkak. Jika pasien tidak dapat membuka mata dan tidak

dapat dibuka pemeriksa,dapat dibantu dengan lid retractor

Semua pasien yang dicurigai terdapat laserasi atau ruptur kornea sebaiknya diperiksa

dengan slit lamp. Hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan ini adalah:

Hampir semua luka pada kornea dapat dilihat dengan mudah, namun dapat juga susah

dideteksi. Semua teknik iluminasi sebaiknya digunakan untuk mengidentifikasi

laserasi kornea yang kecil yang dapat menutup dengan sendirinya, yang

mengindikasikan adanya luka yang lebih dalam atau adanya IOFB. Tes seidel dapat

mengetahui adanya kebocoran akuos pada luka.

Gonioskopi yang hati-hati dapat dilakukan pada luka yang diperkirakan dapat

menutup sendiri.

Inspeksi adanya perubahan kedalaman atau kedangkalan bilik mata depan

Adanya defek transluminasi iris menandakan penetrasi yang tidak terlihat (occult

penetration)

Adanya kelainan transmisi cahaya dapat menandakan cedera yang dalam atau adanya

IOFB.

Tatalaksana ruptur kornea

Tatalaksana non-bedah

Pada luka yang minimal tanpa kerusakan intraokuler dan tidak ada prolaps, pasien

diberi terapi antibiotik sistemik dengan atau topikal dengan observasi. Bila luka

tembus dengan bilik mata normal maka diberikan obat-obatan supresi produksi aquos,

perban tekan, atau lensa kontak. Bila 3 hari tidak berhasil maka dilakukan penjahitan

kornea.

Tatalaksana bedah

24

Page 25: Katarak traumatik

Tujuan primer repair kornea adalah memperbaiki integritas bola mata. Tujuan

sekunder adalah untuk memperbaiki visus. Bila prognosis visus kurang baik dan

mempunyai resiko simpatis oftalmia, dilakukan enukleasi. Enukleasi primer lebih

baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari 14 hari untuk mencegah simpatis oftalmia.

Anestesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab anestesi retrobulber atau

atau peribulber akan meningkatkan bola mata.

Berikut berbagai tipe laserasi penanganannya

Laserasi kornea yang kecil dan dapat menutup sendiri, hanya perlu diberikan

antibiotik profilaksis.

Laserasi kornea yang besar dan dapat menutup sendiri, pemakaian bandage contact

lense atau cyanolacrilate tissue glue biasanya efektif. Penutupan secara operasi

dilakukan apabila terdapat risiko infeksi yang tinggi.

Flaps, dapat pada tempatnya atau tidak pada tempatnya

Flaps yang tidak pada tempatnya perlu direposisi dan diamankan dengan jahitan.

Jika waktu pemeriksaan dengan kejadian cukup lama, dan epitel telah tumbuh di

bawah flap, maka flap sebaiknya di diangkat.

Uka kornea yang full-thickness dan tidak dapat menutup sendiri memerlukan

perbaikan dalam ruang operasi dengan 10-0 atau 11-0 jahitan nylon.

Pelaksanaan penutupan luka kornea dengan operasi harus dilakukan sesegera mungkin karena

dengan keterlambatan, risiko infeksi menjadi semakin tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi

adalah:

Pembentukan jaringan parut, dapat diminimalisir dengan penutupan luka yang tepat

sesuai anatomi secara teliti.

Kehilangan jaringan kornea, jarang terjadi.

Kebocoran akuos melalui luka.

Infeksi, harus waspada munculnya keratitis atau endophtalmitis paska perbaikan luka.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh nonophthalmologist adalah:

Amankan mata dengan tutup yang rigid, untuk mencegah segala bentuk tekanan pada

mata

Rujuk pasien ke dokter spesialis mata

25

Page 26: Katarak traumatik

26

Page 27: Katarak traumatik

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Identitas

Nama : Tn. S

Usia : 32 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kampung Mangga, Jakarta Utara

Pekerjaan : Wiraswasta

No. Rekam medik : 329-69-06

Pasien datang ke IGD pada tanggal 8 April 2009.

Keluhan Utama

Mata kanan kabur dan merah sejak 3 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

3 jam SMRS mata kanan pasien terkena tang pada saat bekerja. Tang terpental dari

tangan saat pasien berusaha mengeluarkan baut dari besi tua, dengan kecepatan yang tidak

diketahui pasien, namun menurut pasien tang tersebut cukup keras mengenai mata pasien.

Tang tersebut mengenai mata kanan pasien dalam keadaan terbuka. Pasien tidak mengetahui

bagian mana dari tang yang mengenai mata kanannya. Sesaat setelah itu pandangan pasien

tiba-tiba menjadi kabur dan mata menjadi merah. Keluhan pingsan (-), muntah (-), mual (-),

dan nyeri kepala (-). Pasien mengatakan mata kanannya seperti diselimuti kabut. Riwayat

mata merah, pandangan kabur, dan sakit mata sebelumnya (-). Keluhan nyeri pada mata (+),

silau (+), berair (+), melihat halo (-), banyangan gelap pada penglihatan (-), dan pandangan

dobel (-). Sebelumnya pasien dibawa ke RS Pelabuhan, disana tidak dilakukan tindakan

apapun karena tidak ada dokter mata sehingga pasien dirujuk ke RSCM.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma sebelumnya (-).

Riwayat pemakaian kaca mata sebelumnya (-).

Riwayat sakit mata dan operasi mata sebelumnya (-).

27

Page 28: Katarak traumatik

Riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan alergi disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat yang sakit seperti pasien. Riwayat Diabetes (-), hipertensi (-),

riwayat sakit mata (-)

Riwayat Sosial

Saat ini pasien bekerja sebagai pegawai di bengkel. Pasien berobat dengan

pembiayaan sendiri dan pasien berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

Kesadaran : kompos mentis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 96x/menit

Frekuensi napas : 20x/menit

Suhu : afebris

Status Oftalmologis

OD OS

6/60 AV 6/6

Tidak diperiksa TIO Normal per palpasi

28

Page 29: Katarak traumatik

Baik Kedudukan bola mata Baik

Baik ke segala arah Pergerakan bola mata Baik ke segala arah

Sama dengan pemeriksa Uji konfrontasi Sama dengan pemeriksa

Tenang, laserasi (-), ptosis (-),

lagoftalmus (-)

Palpebra Tenang, laserasi (-), ptosis (-),

lagoftalmus (-)

Injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar

(+)

Konjungtiva bulbi Tenang

Ruptur kornea dengan luka bentuk Y

dengan ukuran 3 x 2,5 x 2 mm

parasentral dengan edema kornea

disekitar luka

Kornea Jernih

Jernih, Dalam Bilik mata depan Jernih, Dalam

Bulat, sentral, RCL (+)↓, RCTL (+)↓Iris

Bulat, sentral, RCL (+), RCTL (+) Pupil

Keruh + Lensa Jernih

Sulit dinilai Badan kaca Jernih

Sulit dinilai Funduskopi Papil bulat, batas tegas, CDR 0,3,

aa/vv = 2/3, refleks makula (+),

retina baik

Diagnosis

- Rupture kornea OD

- Katarak traumatika OD

Tata Laksana

- Pro repair dengan anestesi umum

- Injeksi ATS/TT

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 g

- Floxa tiap jam

- Sulfas atropine 1% 3x/hari

Rencana Pemeriksaan

- Uji Seidel

29

Page 30: Katarak traumatik

- Pemeriksaan slit lamp

- Pro USG OD

Prognosis

- Quo Ad Vitam : bonam

- Quo Ad Functionam : dubia

- Quo Ad Sanactionam : dubia ad bonam

30

Page 31: Katarak traumatik

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki 32 tahun datang dengan keluhan pandangan mata kanan kabur dan

merah sejak 3 jam SMRS. 3 jam SMRS mata kanan pasien terkena tang yang terpental dari

tangan dengan kecepatan yang tidak diketahui pada saat bekerja. Sesaat setelah itu pandangan

pasien tiba-tiba menjadi kabur dan mata menjadi merah. Pasien mengatakan mata kanannya

seperti diselimuti kabut. Riwayat mata merah, pandangan kabur, dan sakit mata sebelumnya

(-). Keluhan nyeri (+), silau (+), berair (+), melihat halo (-), dan pandangan dobel (-). Pada

pemeriksaan oftalmologis didapat visus mata kanan 6/60 dan mata kiri 6/6. Pada mata kanan

ditemukan injeksi konjungtiva, RCL (+) ↓, RCTL (+) ↓, ruptur kornea dengan luka berbentuk

Y dengan ukuran 3 x 2,5 x 2 mm di bagian parasentral dengan edema kornea di sekitar luka,

bilik mata depan jernih dan dalam, lensa keruh (+), badan kaca dan funduskopi sulit dinilai.

Pada anamnesis di dapatkan mata kanan pasien tiba-tiba menjadi kabur dan merah

setelah mata tersebut terkena tang. Pasien juga merasa pandangan mata kanannya seperti

diselimuti kabut, melihat silau, dan terasa nyeri. Kaburnya penglihatan pasien secara tiba-tiba

diikuti riwayat trauma tepat sebelum penurunan tajam penglihatan, dan tidak adanya riwayat

kelainan mata sebelumnya, mengarahkan kepada pemikiran visus yang turun diakibatkan

oleh trauma pada mata. Benda penyebab trauma pada pasien dapat dikategorikan sebagai

benda tumpul, sehingga trauma mata yang dialami pasien dikategorikan sebagai trauma

tumpul. Keluhan penurunan tajam penglihatan disebabkan adanya gangguan pada aksis

visual. Menurut literatur, trauma tumpul pada mata yang dapat menyebabkan penurunan

tajam penglihatan diantaranya, abrasi kornea, laserasi dan ruptur kornea, edema kornea,

hifema, uveitis traumatik, iridoplegia, iridodialisis, luksasi dan subluksasi lensa, katarak

traumatik, perdarahan vitreus, perdarahan retina dan koroid, edema retina dan koroid, edema

macula, ablasi retina, dan fraktur orbita yang menekan saraf optik.

Dari hasil pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya ruptur kornea berbentuk Y

dengan ukuran 3 x 2,5 x 2 mm di bagian parasentral dengan edema kornea di sekitar luka dan

kekeruhan pada lensa. Tidak adanya riwayat gangguan mata sebelumnya mengarahkan pada

diagnosis ruptur kornea OD dan katarak traumatik OD. Ruptur kornea ini dapat

mengakibatkan munculnya reaksi radang yang ditandai dengan injeksi silier. Injeksi

konjungtiva menunjukkan adanya reaksi radang akibat trauma tumpul yang mengenai mata

bagian anterior. Kemungkinan lain yang menyebabkan gejala penurunan visus pada pasien

adalah gangguan pada struktur mata di belakang lensa seperti yang telah disebutkan di atas.

31

Page 32: Katarak traumatik

Pada pasien kelainan-kelainan tersebut tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan funduskopi

akibat kekeruhan lensa, sehingga kemungkinan ini belum dapat disingkirkan. Untuk

memastikan ada/tidaknya gangguan tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu

USG.

Maka dari itu, diagnosis sementara yang dapat ditegakkan pada pasien adalah katarak

traumatik dan rupture kornea OD yang disebabkan oleh trauma tumpul pada mata. Katarak

traumatik dapat terjadi segera setetah maupun lama setelah trauma terjadi. Mekanisme yang

berperan pada terjadinya katarak traumatik pada trauma tumpul adalah dengan kombinasi

dari coup dan intercoup serta ekspansi ekuatorial. Saat permukaan depan mata terkena trauma

tumpul, maka terjadi pemendekan anterior-posterior yang berlangsung cepat diikuti dengan

ekspansi ekuatorial. Peregangan ekuatorial ini dapat merobek kapsul lensa, zonula, atau

keduanya. Peregangan ini juga merusak komponen protein pada lensa sehingga terjadi

kekeruhan lensa.

Selain USG orbita, pemeriksaan yang masih diperlukan adalah uji seidel untuk

melihat ada/tidaknya kebocoran akuos humor. Pemeriksaan foto roentgen dan CT-scan orbita

tidak dianjurkan karena trauma yang terjadi pada pasien adalah trauma tumpul.

Tatalaksana yang dapat dilakukan pada kasus trauma mata umumnya adalah menjaga

pasien tetap tenang, pemberian anestesi topikal untuk mengurangi nyeri, pemberian

sikloplegik, kompres dingin, injeksi serum antitetanus (ATS) dan tetanus toksoid (TT),

kortikoseteroid, dan antibiotik.

Pada kasus, pasien ditatalaksana dengan rencana repair ruptur kornea, injeksi

ATS/TT, injeksi ceftriaxon 1 x 1 g, dan ofloxacin topikal tiap jam. Rencana repair rupture

kornea dimaksud untuk mencegah infeksi dan komplikasi ruptur kornea. Pemberian injeksi

ATS/TT dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus pada pasien. Pemberian

injeksi ceftriaxon dimaksudkan sebagai profilaksis sistemik untuk mencegah terjadinya

infeksi pada mata. Pemilihan ceftriaxon berdasarkan antibiotik tersebut bersifat broad-

spectrum. Pemberian ofloxacin topikal juga dimaksudkan untuk mencegah infeksi pada mata

dengan sifat antibiotik yang juga broad-spectrum. Sulfas atropine diberikan untuk menjaga

pupil tetap berdilatasi sehingga mencegah pembentukan sinekia posterior dan mengurangi

resiko perdarahan dari iris.

Katarak traumatik pada pasien dapat ditatalaksana dengan pembedahan, dengan

teknik pilihan ekstraksi ekstrakapsular (ECCE) atau fakoemulsifikasi. Fakoemulsifikasi lebih

terpilih karena insisi yang lebih kecil sehingga kemungkinan komplikasi lebih kecil dan masa

rehabilitasi visual lebih pendek. Waktu pelaksanaan operasi katarak tergantung pada hasil

32

Page 33: Katarak traumatik

USG orbita. Jika ditemukan patologi lain pada bagian posterior mata maka gangguan tersebut

harus dievaluasi terlebih dahulu apakah tatalaksana gangguan tersebut dan tatalaksana

katarak dapat memperbaiki visus pasien. Jika tidak terdapat gangguan pada bagian posterior,

maka operasi dapat dilakukan segera setelah keadaan mata tenang.

Prognosis quo ad vitam pada kasus ini bonam karena tidak mengancam nyawa. Quo

ad functionam adalah dubia karena pada pasien terdapat ruptur kornea yang diduga melewati

lapisan epitel kornea, sehingga kemungkinan akan terbentuk jaringan parut pada tempat luka.

Prognosis katarak traumatik pada pasien cukup baik karena lebih dari 90% kasus katarak

dengan ekstraksi lensa akan secara definitif memperbaiki ketajaman penglihatan, namun

secara keseluruhan prognosis functionam pasien masih dubia karena belum diketahuinya

patologi pada bagian posterior mata pasien. Quo ad sanactionam dubia ad bonam karena

dengan edukasi yang baik pada pasien (untuk menggunakan pelindung mata saat bekerja)

dapat mengurangi risiko terjadinya trauma kembali pada mata.

33

Page 34: Katarak traumatik

DAFTAR PUSTAKA

Ainbinder DJ, et al. Occular trauma scales [materi elektronik]. Diunduh dari

www.bordeninstitute.army.mil/published_volume/opthalmic/OPHch6.pdf.

American Society of Ocular Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology System

(BETTS). Diunduh dari: http://www.asotonline.org/bett.html. Diakses tanggal 11

Februari 2007.

Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editor. Oftalmologi

umum. Edisi ke 14. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 1996. h.384-5.

Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prosedur Standar

Diagnostik dan Pnegobatan/Tindakan di Bagian IP Mata FKUI/RSCM. Jakarta: FKUI;

2000. Hal 28-31

Berson, FG. Ocular and Orbital Injuries. In: Basic Ophtalmology. 6th ed. American Academy

of Ophtalmology. 1993. p. 82-7

Graham RH. Traumatic cataract. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/

article/1211083-overview pada tanggal 14 April 2009 pukul 16.20 WIB.

Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit

FKUI. 2004.h.271-3

Kanski jj. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1999. Halaman

657-9.

Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. BETT: the terminology of ocular trauma. In: Kuhn F,

Pieramici DJ, editors. Ocular trauma: principles and practice. [materi elektronik]. New

York: Thieme Medical Publishers; 2002. p. 3-5.

Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular trauma: principles and practice. New York: Thieme Medical

Publishers; 2002. p. 102-5.

Mattox KL, Feliciano DV, Moore EE. Trauma. 4th ed. McGraw Hill: Singapore; 2000.

Halaman 401-12.

Raja SC, Pieramici DJ. Classification of ocular trauma. In: Kuhn F, Pieramici DJ, editors.

Ocular trauma: principles and practice. [materi elektronik]. New York: Thieme Medical

Publishers; 2002. p. 6-8

Vaughn D, Asbury T, Riordan P. General Ophthalmology. 15th ed. Appleton and Lange:

Amerika Serikat; 1999. Halaman 347-53.

34