Author
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
i
KAT A PENGANT AR
Plot STREK merupakan plot penelitian permanen yang hingga kini telah berumur
seperempat abad (25 tahun) menjadi salah satu aset penting bagi Badan Litbang
dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagai wahana
bagi berbagai tinjauan dan kajian bagi ilmu pengetahuan khususnya kehutanan
dan mampu sebagai jawaban bagi beberapa asumsi yang digunakan dalam
pengelolaan hutan alam produksi lestari sebelumnya. Hal ini menjadi salah satu
bentuk dukungan BLI untuk berperan serta dalam menghadapi isu-isu strategis
yang berkaitan dengan pengelolaan hutan alam produksi lestari khususnya dan
hutan alam pada umumnya.
Dengan keunggulan karakteristik dan ketersediaan data dari hasil monitoring
dan pengukuran ulang plot STREK yang bersifat jangka panjang, memungkinkan
untuk dilakukan berbagai kajian dan evaluasi bagi bentuk pengelolaan hutan
alam produksi. Status riset 25 tahun plot STREK sangat penting sebagai fakta
ilmiah dalam pemutakhiran informasi yang mencakup pemantauan dan penilaian
kondisi tegakan hutan alam produksi setelah penebangan yang mencakup
beberapa aspek sekaligus. Dan perlunya alih transformasi bentuk-bentuk kajian
ilmiah tersebut menjadi bentuk yang lebih implementatif
Sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dalam pengelolaan hutan alam produksi
yang mendukung sistem sertifikasi, dalam kajian buku ini berupaya untuk
meninjau bentuk hutan setelah penebangan berdasarkan aspek produktivitas &
ekologi konservasi. Dengan harapan, dapat teridentifikasinya bahan evaluasi
untuk pengelolaan hutan alam produksi terutama dalam penilaian kemampuan
pemulihan tegakan dalam rangka penyusunan kebijakan teknis untuk
peningkatan produktivitas hutan alam produksi yang lestari. Masukan, kritik dan
saran dari para nara sumber menjadi sangat peting terutama dalam meninjau
kebutuhan formulasi untuk redesain plot STREK kedepan sebagai media kajian
yang mempunyai nilai novelties bagi ilmu pengetahuan dan mampu bernilai lebih
implementatif bagi kebutuhan pengguna.
Semoga buku ini dapat bermanfaat.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Dr. Ir. Henry Bastaman, MES
ii
STATUS R ISET 25 T AH UN PLOT STREK
Dr. Farida Herry Susanty
Intisari
Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot STREK, proses kerjasama yang terjadi serta pengelolaannya hingga kini. Desain awal dan hasil-hasil kajian plot STREK yang telah diperoleh (manfaat). Teknik pengumpulan data di lapangan dan bentuk pengorganisasian data mempunyai struktur database yang bersifat permanen dan temporer yang mencakup data tegakan dan plot. Pendekatan Analisis menguraikan beberapa perangkat yang digunakan dalam analisis data. Status riset plot STREK mencakup beberapa aspek kajian. Model Struktur Tegakan pada hutan bekas tebangan baik dengan atau tanpa perlakuan pembebasan tegakan serta hutan primer. Pendekatan umum berdasarkan kerapatan tegakan dan bidang dasar tegakan yang lebih lanjut dilakukan berdasarkan penggelompokkan jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae. Fluktuasi tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan hutan alam setelah penebangan dan setelah pembebasan akan sangat bervariasi berdasarkan kelompok jenis. Perhitungan riap individu dan tegakan dengan pendekatan diameter pohon dan bidang dasar tegakan secara periodik. Kuantifikasi ekologis jenis meliputi: bentuk keragaman jenis, dominansi jenis, kekayaan jenis, kemerataan sebaran jenis dan model sebaran spasial jenis. Pendekatan diamensi statis dan dinamis dilakukan dalam rangka menyusun keragaan karakteristik biometrik tegakan dalam rangka menyusun formulasi penilaian pemulihan tegakan hutan setelah penebangan. Pendekatan ragam variabel penyusun karakteristik tegakan dilakukan berdasarkan identifikasi variabel penting dan menyusun formulasinya sebagai komponen utama penilaian pemulihan tegakan hutan alam bekas penebangan berdasarkan multi dimensi kuantitatif.
Intisari topik yang
disampaikan dalam kajian status riset 25
tahun Plot STREK
ii
STATUS R ISET 25 T AH UN PLOT STREK
Dr. Farida Herry Susanty
Intisari
Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot STREK, proses kerjasama yang terjadi serta pengelolaannya hingga kini. Desain awal dan hasil-hasil kajian plot STREK yang telah diperoleh (manfaat). Teknik pengumpulan data di lapangan dan bentuk pengorganisasian data mempunyai struktur database yang bersifat permanen dan temporer yang mencakup data tegakan dan plot. Pendekatan Analisis menguraikan beberapa perangkat yang digunakan dalam analisis data. Status riset plot STREK mencakup beberapa aspek kajian. Model Struktur Tegakan pada hutan bekas tebangan baik dengan atau tanpa perlakuan pembebasan tegakan serta hutan primer. Pendekatan umum berdasarkan kerapatan tegakan dan bidang dasar tegakan yang lebih lanjut dilakukan berdasarkan penggelompokkan jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae. Fluktuasi tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan hutan alam setelah penebangan dan setelah pembebasan akan sangat bervariasi berdasarkan kelompok jenis. Perhitungan riap individu dan tegakan dengan pendekatan diameter pohon dan bidang dasar tegakan secara periodik. Kuantifikasi ekologis jenis meliputi: bentuk keragaman jenis, dominansi jenis, kekayaan jenis, kemerataan sebaran jenis dan model sebaran spasial jenis. Pendekatan diamensi statis dan dinamis dilakukan dalam rangka menyusun keragaan karakteristik biometrik tegakan dalam rangka menyusun formulasi penilaian pemulihan tegakan hutan setelah penebangan. Pendekatan ragam variabel penyusun karakteristik tegakan dilakukan berdasarkan identifikasi variabel penting dan menyusun formulasinya sebagai komponen utama penilaian pemulihan tegakan hutan alam bekas penebangan berdasarkan multi dimensi kuantitatif.
Intisari topik yang
disampaikan dalam kajian status riset 25
tahun Plot STREK
iii
DAFTAR SINGKATAN
BD : Bidang dasar
CNV : Konvensional
CTR : Kontrol
D : Dipterocarpaceae
D-s : Dipterocarpaceae non Shorea
E : Indeks kemerataan jenis (Evenness) Pielou J’
H’ : Indeks keanekaragaman jenis Shannon
HBT : Hutan bekas tebangan
HP : Hutan primer
HSP : Hutan setelah pembebasan
I : Ingrowth
IM : Indeks Morisita
IS : Indeks similarity
J : Jumlah jenis
K : Kerapatan
KHDTK : Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
KKB : Keragaan karakteristik biometrik
M : Mortalitas
N1 : Kelimpahan jenis
nD : Non Dipterocarpaceae
P : Pembebasan
PPB : Pembebasan pohon binaan
PS : Pembebasan sistematik
R1 : Indeks kekayaan jenis (Richness) Margallef
rBD : Riap diameter tegakan rataan periodik
rD : Riap diameter individu rataan periodik
RIL 50 : Reduced Impact Logging 50 cm
RIL 60 : Reduced Impact Logging 60 cm
S : Shorea spp.
SD : Standar deviasi
SE : Standar error
SJ : Semua jenis
iii
DAFTAR SINGKATAN
BD : Bidang dasar
CNV : Konvensional
CTR : Kontrol
D : Dipterocarpaceae
D-s : Dipterocarpaceae non Shorea
E : Indeks kemerataan jenis (Evenness) Pielou J’
H’ : Indeks keanekaragaman jenis Shannon
HBT : Hutan bekas tebangan
HP : Hutan primer
HSP : Hutan setelah pembebasan
I : Ingrowth
IM : Indeks Morisita
IS : Indeks similarity
J : Jumlah jenis
K : Kerapatan
KHDTK : Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
KKB : Keragaan karakteristik biometrik
M : Mortalitas
N1 : Kelimpahan jenis
nD : Non Dipterocarpaceae
P : Pembebasan
PPB : Pembebasan pohon binaan
PS : Pembebasan sistematik
R1 : Indeks kekayaan jenis (Richness) Margallef
rBD : Riap diameter tegakan rataan periodik
rD : Riap diameter individu rataan periodik
RIL 50 : Reduced Impact Logging 50 cm
RIL 60 : Reduced Impact Logging 60 cm
S : Shorea spp.
SD : Standar deviasi
SE : Standar error
SJ : Semua jenis
iv
DAFTAR ISTILAH
CNV : Penebangan konvensional (CNV) yaitu kegiatan penebangan dengan limit diameter 60 cm berdasarkan pengalaman para penebang
CTR : Plot tanpa perlakuan (kontrol)
Ingrowth : besarnya pertambahan pohon per hektar pada kelas diameter terkecil pengukuran selama periode waktu tertentu (2 tahun)
Mortalitas : banyaknya pohon yang mati pada satuan luas per hektar dalam periode waktu tertentu (2 tahun)
PPB : Pembebasan berdasarkan persaingan tajuk terhadap pohon binaan yaitu mematikan pohon jenis non komersial yang berdiameter ≥20 cm, yang merupakan penyaing di sekitar pohon jenis komersial (radius ±10 m). Sedangkan pohon non komersial berdiameter ≥40 cm dipertahankan. Pembebasan dilakukan dengan peracunan menggunakan Garlon/DMA dengan maksimal 35% dari total luas bidang dasar
PS : Pembebasan tegakan secara sistematis yang dilakukan pada semua pohon non komersial berdiameter ≥20 cm dengan dilakukan peracunan menggunakan Garlon/DMA. Rata-rata tegakan yang dimatikan tidak lebih dari 35% total luas bidang dasar.
RIL 50 : Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 50) yaitu pemungutan kayu dengan limit diameter 50 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta dilakukan pengawasan penebangan
RIL 60 : Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 60) yaitu pemungutan kayu dengan limit diameter 60 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta dilakukan pengawasan penebangan.
KKB : Keragaan karakteristik biometrik sebagai formulasi dan suatu pendekatan kuantitatif untuk penilaian pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan yang berbasis multi aspek
iv
DAFTAR ISTILAH
CNV : Penebangan konvensional (CNV) yaitu kegiatan penebangan dengan limit diameter 60 cm berdasarkan pengalaman para penebang
CTR : Plot tanpa perlakuan (kontrol)
Ingrowth : besarnya pertambahan pohon per hektar pada kelas diameter terkecil pengukuran selama periode waktu tertentu (2 tahun)
Mortalitas : banyaknya pohon yang mati pada satuan luas per hektar dalam periode waktu tertentu (2 tahun)
PPB : Pembebasan berdasarkan persaingan tajuk terhadap pohon binaan yaitu mematikan pohon jenis non komersial yang berdiameter ≥20 cm, yang merupakan penyaing di sekitar pohon jenis komersial (radius ±10 m). Sedangkan pohon non komersial berdiameter ≥40 cm dipertahankan. Pembebasan dilakukan dengan peracunan menggunakan Garlon/DMA dengan maksimal 35% dari total luas bidang dasar
PS : Pembebasan tegakan secara sistematis yang dilakukan pada semua pohon non komersial berdiameter ≥20 cm dengan dilakukan peracunan menggunakan Garlon/DMA. Rata-rata tegakan yang dimatikan tidak lebih dari 35% total luas bidang dasar.
RIL 50 : Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 50) yaitu pemungutan kayu dengan limit diameter 50 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta dilakukan pengawasan penebangan
RIL 60 : Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 60) yaitu pemungutan kayu dengan limit diameter 60 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta dilakukan pengawasan penebangan.
KKB : Keragaan karakteristik biometrik sebagai formulasi dan suatu pendekatan kuantitatif untuk penilaian pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan yang berbasis multi aspek
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
INTISARI ii
DAFTAR SINGKATAN iii
DAFTAR ISTILAH iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL xii
1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1 1.2. Kerangka Pikir 2 1.3. Ruang Lingkup, Tujuan dan Output 4 2 KEADAAN UMUM LOKASI 6
2.1. Risalah Plot STREK 6
2.2. Letak dan Aksesibiltas 8
2.3. Iklim dan Hidrologi 9
2.4. Topografi dan Kondisi Tanah 9
2.5. Vegetasi, Satwa dan Penutupan Lahan 10
2.6. Kondisi Sosial dan Ekonomi 11
2.7. Sarana dan Prasarana 12
3 DESAIN PLOT DAN KARAKTERISTIK DATA 13
3.1. Desain Plot STREK 13
3.2. Struktur dan Organisasi Data 16
3.3. Karakteristik Data 17
4 PENDEKATAN DAN KOMPONEN ANALISIS 19
4.1. Pendekatan Analisis Status Riset 19
4.2. Model Struktur Tegakan 20
4.3. Mortalitas dan Ingrowth 24
4.4. Riap Individu dan Tegakan 25
4.5. Analisis Kantitatif Ekologis 26
4.6. Formulasi Penilaian Pemulihan Tegakan Hutan 29
5 DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN 30
5.1. Tegakan Hutan Setelah Penebangan 31
5.2. Tegakan Hutan Setelah Pembebasan 35
5.3. Model Struktur Tegakan 39
6 MORTALITAS DAN ALIH TUMBUH (INGROWTH) 62
6.1. Mortalitas Tegakan 63
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
INTISARI ii
DAFTAR SINGKATAN iii
DAFTAR ISTILAH iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL xii
1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1 1.2. Kerangka Pikir 2 1.3. Ruang Lingkup, Tujuan dan Output 4 2 KEADAAN UMUM LOKASI 6
2.1. Risalah Plot STREK 6
2.2. Letak dan Aksesibiltas 8
2.3. Iklim dan Hidrologi 9
2.4. Topografi dan Kondisi Tanah 9
2.5. Vegetasi, Satwa dan Penutupan Lahan 10
2.6. Kondisi Sosial dan Ekonomi 11
2.7. Sarana dan Prasarana 12
3 DESAIN PLOT DAN KARAKTERISTIK DATA 13
3.1. Desain Plot STREK 13
3.2. Struktur dan Organisasi Data 16
3.3. Karakteristik Data 17
4 PENDEKATAN DAN KOMPONEN ANALISIS 19
4.1. Pendekatan Analisis Status Riset 19
4.2. Model Struktur Tegakan 20
4.3. Mortalitas dan Ingrowth 24
4.4. Riap Individu dan Tegakan 25
4.5. Analisis Kantitatif Ekologis 26
4.6. Formulasi Penilaian Pemulihan Tegakan Hutan 29
5 DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN 30
5.1. Tegakan Hutan Setelah Penebangan 31
5.2. Tegakan Hutan Setelah Pembebasan 35
5.3. Model Struktur Tegakan 39
6 MORTALITAS DAN ALIH TUMBUH (INGROWTH) 62
6.1. Mortalitas Tegakan 63
vi
DAFTAR ISI (lanjutan)
6.2. Alih Tumbuh (Ingrowth) Tegakan 71
6.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Mortalitas dan Ingrowth
78
7 RIAP PERIODIK TEGAKAN HUTAN 86
7.1. Riap Individu Periodik 87
7.2. Riap Tegakan Periodik 93
7.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Riap Individu dan Tegakan
99
8 DIMENSI KUANTITATIF EKOLOGI TEGAKAN 110
8.1. Komposisi Jenis 111
8.2. Indeks Nilai Penting Jenis 114
8.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kelimpahan Jenis (N1) 123
8.4. Indeks Kekayaan Jenis Margaleff (R1) 126
8.5. Indeks Kemerataan Jenis Pielou J ‘ (E) 127
8.6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS) 129
8.7. Pola Sebaran Spasial Kelompok Jenis (IM) 130
9 FORMULASI PENILAIAN PEMULIHAN TEGAKAN 134
9.1. Keragaan Karakteristik Biometrik (KKB) 134
9.2. Formulasi Penilaian Pemulihan 136
9.3. Komponen Utama Penilaian Pemulihan 141
10 PENUTUP 143
DAFTAR PUSTAKA 145
vi
DAFTAR ISI (lanjutan)
6.2. Alih Tumbuh (Ingrowth) Tegakan 71
6.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Mortalitas dan Ingrowth
78
7 RIAP PERIODIK TEGAKAN HUTAN 86
7.1. Riap Individu Periodik 87
7.2. Riap Tegakan Periodik 93
7.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Riap Individu dan Tegakan
99
8 DIMENSI KUANTITATIF EKOLOGI TEGAKAN 110
8.1. Komposisi Jenis 111
8.2. Indeks Nilai Penting Jenis 114
8.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kelimpahan Jenis (N1) 123
8.4. Indeks Kekayaan Jenis Margaleff (R1) 126
8.5. Indeks Kemerataan Jenis Pielou J ‘ (E) 127
8.6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS) 129
8.7. Pola Sebaran Spasial Kelompok Jenis (IM) 130
9 FORMULASI PENILAIAN PEMULIHAN TEGAKAN 134
9.1. Keragaan Karakteristik Biometrik (KKB) 134
9.2. Formulasi Penilaian Pemulihan 136
9.3. Komponen Utama Penilaian Pemulihan 141
10 PENUTUP 143
DAFTAR PUSTAKA 145
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Alur Pikir Penyusunan Status Riset 4
2. Lokasi KHDTK HP Labanan di Kalimantan Timur, Indonesia 7
3. Peta Situasi KHDTK HP Labanan 8
4. Distribusi Plot pada RKL-1 Plot STREK di Labanan 14
5. Distribusi Plot pada RKL-4 Plot STREK di Labanan 15
6. Desain plot penelitian permanen STREK 16
7. Pendekatan Analisis Status Riset Plot STREK 19
8. Kondisi tegakan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk semua jenis berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1) 32
9. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 33
10. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 34
11. Kondisi tegakan dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1) 36
12. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 37
13. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 38
14. Perbandingan model struktur tegakan untuk semua jenis pada (a) RIL 50; (b) RIL 60; (c) penebangan konvensional dan (d) hutan primer 39
15. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 41
16. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 42
17. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 43
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Alur Pikir Penyusunan Status Riset 4
2. Lokasi KHDTK HP Labanan di Kalimantan Timur, Indonesia 7
3. Peta Situasi KHDTK HP Labanan 8
4. Distribusi Plot pada RKL-1 Plot STREK di Labanan 14
5. Distribusi Plot pada RKL-4 Plot STREK di Labanan 15
6. Desain plot penelitian permanen STREK 16
7. Pendekatan Analisis Status Riset Plot STREK 19
8. Kondisi tegakan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk semua jenis berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1) 32
9. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 33
10. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 34
11. Kondisi tegakan dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1) 36
12. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 37
13. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 38
14. Perbandingan model struktur tegakan untuk semua jenis pada (a) RIL 50; (b) RIL 60; (c) penebangan konvensional dan (d) hutan primer 39
15. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 41
16. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 42
17. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 43
viii
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
18. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 44
19. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 45
20. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 46
21. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 47
22. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 48
23. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 49
24 Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 50
25. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 51
26. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 52
27 Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 53
28. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 54
viii
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
18. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 44
19. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 45
20. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 46
21. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 47
22. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 48
23. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 49
24 Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 50
25. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 51
26. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 52
27 Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 53
28. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 54
ix
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
29. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 55
30. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 55
31. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 56
32. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 56
33. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan terhadap nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar tegakan berdasarkan kelompok jenis 59
34. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan terhadap nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar berdasakan kelompok jenis 60
35. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda 65
36. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 66
37. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 67
38. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 68
39. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 69
40. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda 72
ix
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
29. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 55
30. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 55
31. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 56
32. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 56
33. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan terhadap nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar tegakan berdasarkan kelompok jenis 59
34. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan terhadap nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar berdasakan kelompok jenis 60
35. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda 65
36. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 66
37. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 67
38. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 68
39. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 69
40. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda 72
x
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
41. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 73
42. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 74
43. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 75
44. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 76
45. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan (HBT) dan hutan primer (HP) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 81
46. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan setelah pembebasan (HSP) dan kondisi kontrol (tanpa perlakuan) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 83
47. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer 100
48. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer 102
49. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol) 106
50. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol) 107
x
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
41. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 73
42. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 74
43. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 75
44. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 76
45. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan (HBT) dan hutan primer (HP) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 81
46. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan setelah pembebasan (HSP) dan kondisi kontrol (tanpa perlakuan) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 83
47. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer 100
48. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer 102
49. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol) 106
50. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol) 107
xi
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
51. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik RIL 50 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 115
52 Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik RIL 60 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 116
53. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik konvensional pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 117
54. Sepuluh jenis dominan berdasarkan indeks nilai penting tertinggi pada hutan primer pada kondisi (a) awal pengukuran (b) 1 tahun pengukuran dan (c) 23 tahun pengukuran 118
55. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan sistematis pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan 120
56. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan berbasis pohon binaan pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan 121
57. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan pada kondisi (a) 11 tahun setelah penebangan (b) 13 tahun setelah penebangan dan (c) 35 tahun setelah pembebasan 122
58. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah penebangan 138
59. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan 140
60. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan 142
xi
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
51. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik RIL 50 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 115
52 Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik RIL 60 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 116
53. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik konvensional pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 117
54. Sepuluh jenis dominan berdasarkan indeks nilai penting tertinggi pada hutan primer pada kondisi (a) awal pengukuran (b) 1 tahun pengukuran dan (c) 23 tahun pengukuran 118
55. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan sistematis pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan 120
56. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan berbasis pohon binaan pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan 121
57. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan pada kondisi (a) 11 tahun setelah penebangan (b) 13 tahun setelah penebangan dan (c) 35 tahun setelah pembebasan 122
58. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah penebangan 138
59. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan 140
60. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan 142
xii
DAFTAR TABEL
1 . Kondisi dan sebaran kelas kelerengan di KHDTK Labanan 10 2. Jenis tanah dan formasi geologi pada KHDTK HP Labanan 10 3. Kondisi dan sebaran tutupan lahan di KHDTK HP Labanan
tahun 2014 11 4. Persentase penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar Labanan 12 5. Risalah Perlakuan Plot STREK 15 6. Pengelompokkan jenis dalam plot STREK 17 7. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah
penebangan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 58
8. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 58
9. Risalah intensitas penebangan pada plot penelitian 64 10. Laju kematian (mortalitas) tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua
jenis 70 11. Laju ingrowth tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua jenis 77 12. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah
penebangan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 79
13. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 80
14. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK untuk semua jenis 88
15. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae 89
16. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis non Dipterocarpaceae 89
17. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Shorea spp. 90
18. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea
91
19. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk semua jenis
94
xii
DAFTAR TABEL
1 . Kondisi dan sebaran kelas kelerengan di KHDTK Labanan 10 2. Jenis tanah dan formasi geologi pada KHDTK HP Labanan 10 3. Kondisi dan sebaran tutupan lahan di KHDTK HP Labanan
tahun 2014 11 4. Persentase penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar Labanan 12 5. Risalah Perlakuan Plot STREK 15 6. Pengelompokkan jenis dalam plot STREK 17 7. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah
penebangan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 58
8. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 58
9. Risalah intensitas penebangan pada plot penelitian 64 10. Laju kematian (mortalitas) tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua
jenis 70 11. Laju ingrowth tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua jenis 77 12. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah
penebangan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 79
13. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 80
14. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK untuk semua jenis 88
15. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae 89
16. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis non Dipterocarpaceae 89
17. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Shorea spp. 90
18. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea
91
19. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk semua jenis
94
xiii
DAFTAR TABEL (lanjutan)
20. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae 95
21. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae 96
22. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Shorea spp. 97
23. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea 98
24. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 100
25. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 102
26. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 104
27. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar tegakan (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 105
28. Famili penyusun vegetasi tegakan hutan pada Plot STREK 111 29. Jenis-jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK 112 30. Rekapitulasi jumlah jenis pada plot STREK setelah penebangan
dan pembebasan 113
31. Indeks keanekaragaman jenis (H’) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan
124
32. Kelimpahan jumlah jenis (N1) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan
125
33. Indeks kekayaan jenis (R1) pada plot penelitian berdasarkan teknik penebangan dan teknik pembebasan
126
34. Indeks kemerataan jenis (E) pada plot STREK setelah penebangan dan setelah pembebasan 128
35. Indeks kesamaan komunitas (ISn) pada kondisi awal tegakan dan tegakan setelah penebangan dan pembebasan 129
36. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK 130
xiii
DAFTAR TABEL (lanjutan)
20. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae 95
21. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae 96
22. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Shorea spp. 97
23. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea 98
24. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 100
25. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 102
26. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 104
27. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar tegakan (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 105
28. Famili penyusun vegetasi tegakan hutan pada Plot STREK 111 29. Jenis-jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK 112 30. Rekapitulasi jumlah jenis pada plot STREK setelah penebangan
dan pembebasan 113
31. Indeks keanekaragaman jenis (H’) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan
124
32. Kelimpahan jumlah jenis (N1) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan
125
33. Indeks kekayaan jenis (R1) pada plot penelitian berdasarkan teknik penebangan dan teknik pembebasan
126
34. Indeks kemerataan jenis (E) pada plot STREK setelah penebangan dan setelah pembebasan 128
35. Indeks kesamaan komunitas (ISn) pada kondisi awal tegakan dan tegakan setelah penebangan dan pembebasan 129
36. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK 130
xiv
DAFTAR TABEL (lanjutan)
37. Pola sebaran spasial kelompok jenis non Dipterocarpaceae pada plot STREK 131
38. Pola sebaran spasial kelompok jenis Shorea spp. pada plot STREK 132
39. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea pada plot STREK 132
40. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah penebangan 137
41. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah pembebasan 139
xiv
DAFTAR TABEL (lanjutan)
37. Pola sebaran spasial kelompok jenis non Dipterocarpaceae pada plot STREK 131
38. Pola sebaran spasial kelompok jenis Shorea spp. pada plot STREK 132
39. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea pada plot STREK 132
40. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah penebangan 137
41. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah pembebasan 139
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1.1.
Hutan hujan tropika dataran rendah merupakan hutan alam dengan karakteristik
tegakan yang khas dengan keragaman jenis yang terbesar di dunia (Richards 1964;
Whitmore 1990), tingkat perkembangan dan variasi dimensi tegakan (Prodan 1968). Tingkat
keragaman jenis suatu vegetasi merupakan hasil dari proses ekofisiologis yang dinamis yaitu
mempunyai korelasi dengan kondisi iklim setempat, kondisi hara, rentang toleransi jenis,
faktor biogeografi atau sebaran jenis dan variasi kondisi ekologi hutan (Lee et al. 2002).
Hutan tropika dataran rendah di Asia Tenggara didominasi oleh famili Dipterocarpaceae
sehingga sering disebut sebagai hutan Dipterocarpaceae campuran (Richards 1964; Whitmore
1990) atau hutan Dipterocarpaceae (Ashton 1982). Hutan Dipterocarpaceae campuran di wilayah
Malesia Barat merupakan tipe hutan tropis paling produktif berdasarkan nilai kayunya
(FAO 2001). Di Indonesia, famili Dipterocarpaceae mempunyai kontribusi terbesar (lebih dari
25%) sebagai kayu komersial hutan alam dengan volume antara 50-100 m3 ha-1 terutama
untuk wilayah hutan di Kalimantan (Nicholson1979; Pinard dan Putz 1996; Sist et al.1998
diacu dalam Sist et al. 2003).
Pengelolaan hutan hujan tropika yang sangat beragam memerlukan pengetahuan
dan keahlian tentang karakteristik dan dinamika tegakan hutan. Variasi karakteristik tegakan
akan menimbulkan tantangan dalam pengelolaan hutan hujan tropika sekaligus resiko yang
menyangkut segi teknis, produksi, ekonomi dan keseimbangan ekologis yang beragam
(Baker et al. 1987; Whitmore 1990). Kegiatan penebangan hutan menyebabkan penurunan
kuantitas famili Dipterocarpaceae, sehingga metode pengaturan hasil sangat penting untuk
kelestarian produksi maupun aspek konservasi. Ragam kondisi hutan primer dan hutan
bekas tebangan menunjukkan perbedaan struktur, komposisi jenis dan nilai potensi (Ishida
et al. 2005), serta variasi kerapatan tegakan, laju kematian (mortalitas) dan laju alih tumbuh
(ingrowth) (Lewis et al. 2004). Hutan bekas tebangan mempunyai variasi dalam struktur,
kerapatan tegakan, laju kematian dan laju ingrowth. Aspek-aspek tersebut merupakan
variabel input utama dalam berbagai analisis populasi tegakan hutan dan dalam
mendeskripsikan dinamika hutan tropis (Swaine et al. 1987; Hartshorn 1990; Phillips dan
Gentry 1994; Phillips et al. 1994; Phillips 1996; Phillips et al. 2004 diacu dalam Lewis et al.
2004). Pemulihan pertumbuhan tegakan hutan akan berjalan seiring waktu (Smith dan
Nichols 2005), dengan pertumbuhan tegakan yang beragam, sehingga lamanya waktu
pemulihan akan beragam, tergantung pada tingkat kerusakan hutan dan daya dukung
lingkungannya (Muhdin et al. 2008). Sistem tebang pilih yang diterapkan masih memberikan
pertimbangan yang minimal terhadap aspek ekologi terutama dalam perkembangan
regenerasi setelah penebangan (Sist et al. 2003).
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1.1.
Hutan hujan tropika dataran rendah merupakan hutan alam dengan karakteristik
tegakan yang khas dengan keragaman jenis yang terbesar di dunia (Richards 1964;
Whitmore 1990), tingkat perkembangan dan variasi dimensi tegakan (Prodan 1968). Tingkat
keragaman jenis suatu vegetasi merupakan hasil dari proses ekofisiologis yang dinamis yaitu
mempunyai korelasi dengan kondisi iklim setempat, kondisi hara, rentang toleransi jenis,
faktor biogeografi atau sebaran jenis dan variasi kondisi ekologi hutan (Lee et al. 2002).
Hutan tropika dataran rendah di Asia Tenggara didominasi oleh famili Dipterocarpaceae
sehingga sering disebut sebagai hutan Dipterocarpaceae campuran (Richards 1964; Whitmore
1990) atau hutan Dipterocarpaceae (Ashton 1982). Hutan Dipterocarpaceae campuran di wilayah
Malesia Barat merupakan tipe hutan tropis paling produktif berdasarkan nilai kayunya
(FAO 2001). Di Indonesia, famili Dipterocarpaceae mempunyai kontribusi terbesar (lebih dari
25%) sebagai kayu komersial hutan alam dengan volume antara 50-100 m3 ha-1 terutama
untuk wilayah hutan di Kalimantan (Nicholson1979; Pinard dan Putz 1996; Sist et al.1998
diacu dalam Sist et al. 2003).
Pengelolaan hutan hujan tropika yang sangat beragam memerlukan pengetahuan
dan keahlian tentang karakteristik dan dinamika tegakan hutan. Variasi karakteristik tegakan
akan menimbulkan tantangan dalam pengelolaan hutan hujan tropika sekaligus resiko yang
menyangkut segi teknis, produksi, ekonomi dan keseimbangan ekologis yang beragam
(Baker et al. 1987; Whitmore 1990). Kegiatan penebangan hutan menyebabkan penurunan
kuantitas famili Dipterocarpaceae, sehingga metode pengaturan hasil sangat penting untuk
kelestarian produksi maupun aspek konservasi. Ragam kondisi hutan primer dan hutan
bekas tebangan menunjukkan perbedaan struktur, komposisi jenis dan nilai potensi (Ishida
et al. 2005), serta variasi kerapatan tegakan, laju kematian (mortalitas) dan laju alih tumbuh
(ingrowth) (Lewis et al. 2004). Hutan bekas tebangan mempunyai variasi dalam struktur,
kerapatan tegakan, laju kematian dan laju ingrowth. Aspek-aspek tersebut merupakan
variabel input utama dalam berbagai analisis populasi tegakan hutan dan dalam
mendeskripsikan dinamika hutan tropis (Swaine et al. 1987; Hartshorn 1990; Phillips dan
Gentry 1994; Phillips et al. 1994; Phillips 1996; Phillips et al. 2004 diacu dalam Lewis et al.
2004). Pemulihan pertumbuhan tegakan hutan akan berjalan seiring waktu (Smith dan
Nichols 2005), dengan pertumbuhan tegakan yang beragam, sehingga lamanya waktu
pemulihan akan beragam, tergantung pada tingkat kerusakan hutan dan daya dukung
lingkungannya (Muhdin et al. 2008). Sistem tebang pilih yang diterapkan masih memberikan
pertimbangan yang minimal terhadap aspek ekologi terutama dalam perkembangan
regenerasi setelah penebangan (Sist et al. 2003).
2
Menurut Chertov et al. (2005), adanya paradigma baru dalam mencapai pengelolaan
hutan yang lestari membutuhkan prediksi pertumbuhan tegakan hutan yang efektif dengan
melibatkan aspek dinamika karakteristik ekologi. Salah satu pendekatan kuantitatif dalam
mempelajari kondisi pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan adalah dengan
tinjauan karakteristik biometrik. Prodan (1968) menyatakan bahwa karakteristik biometrik
hutan merupakan pendekatan kuantitatif yang mempelajari sifat atau ciri-ciri tegakan hutan
dalam ukuran (metrik) untuk suatu dimensi biologi spesifik sebagai identitas pengenal (skala
rasio dan interval). Dalam pengelolaan hutan terutama aspek perencanaan, model-model
kuantitatif diperlukan untuk meningkatkan nilai akurasi dan validitas dalam mencapai
pengelolaan yang berkelanjutan (Phillips et al. 2002). Penilaian kuantitatif berdasarkan
sampling floristik umumnya ditujukan dalam konteks perencanaan dan interpretasi
penelitian ekologi yang sangat penting dalam konservasi dan manajemen hutan tropis (Mani
dan Parthasarathy 2006). Untuk menurunkan adanya gap antara kegiatan eksploitasi hutan
dan upaya konservasi yang diperlukan untuk hutan alam, maka diperlukan informasi yang
lebih banyak tentang biologi dan ekologi, sebagai dasar ilmiah dalam kebijakan manajemen
hutan yang efektif (Naito et al. 2008).
Pembangunan dan monitoring Plot STREK (Silvicultural Tehnique for the Regeneration
of Logged Over Forest in East Kalimantan) merupakan salah satu upaya untuk memperoleh
informasi karakteristik biometrik tegakan hutan alam setelah penebangan dengan berbagai
kondisi dan perlakuan sebagai input teknik silvikultur. Tujuan utama pada pembangunan
awal plot STREK adalah untuk memperoleh informasi teknik silvikultur dan aturan
pengelolaan hutan produksi yang sesuai dengan kondisi setempat maupun yang mempunyai
karakteristik sejenis sehingga pengelolaan hutan dapat direncanakan dengan baik dan lestari.
Rekomendasi yang dihasilkan dari tujuan tersebut adalah:
a) Memberikan kontribusi dalam evaluasi sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia); b) Menilai dampak dari teknik Reduced Impact Logging terhadap tegakan hutan; c) Evaluasi teknik silvikultur yang sesuai dengan kondisi tegakan hutan setelah
penebangan dalam rangka peningkatan produktifitas hutan.
Manfaat yang telah diberikan berupa masukan dalam beberapa kebijakan teknis terkait
alternatif teknik silvikultur dari hasil penelitian maupun pengalaman teknis di lapangan.
Kerangka Pikir 1.2.
Sebagian besar penelitian awal dalam biometrik hutan terutama pemodelan
pertumbuhan hutan ditujukan pada hutan tanaman atau hutan temperate, yang tidak
mempunyai kompleksitas seperti pada hutan tropis (Vanclay 2003). Perkembangan
pemodelan dinamika hutan dalam berbagai studi kuantitatif sering mengalami hambatan
heterogenitas dan kompleksitas terhadap hutan itu sendiri (berupa keragaman tegakan dan
2
Menurut Chertov et al. (2005), adanya paradigma baru dalam mencapai pengelolaan
hutan yang lestari membutuhkan prediksi pertumbuhan tegakan hutan yang efektif dengan
melibatkan aspek dinamika karakteristik ekologi. Salah satu pendekatan kuantitatif dalam
mempelajari kondisi pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan adalah dengan
tinjauan karakteristik biometrik. Prodan (1968) menyatakan bahwa karakteristik biometrik
hutan merupakan pendekatan kuantitatif yang mempelajari sifat atau ciri-ciri tegakan hutan
dalam ukuran (metrik) untuk suatu dimensi biologi spesifik sebagai identitas pengenal (skala
rasio dan interval). Dalam pengelolaan hutan terutama aspek perencanaan, model-model
kuantitatif diperlukan untuk meningkatkan nilai akurasi dan validitas dalam mencapai
pengelolaan yang berkelanjutan (Phillips et al. 2002). Penilaian kuantitatif berdasarkan
sampling floristik umumnya ditujukan dalam konteks perencanaan dan interpretasi
penelitian ekologi yang sangat penting dalam konservasi dan manajemen hutan tropis (Mani
dan Parthasarathy 2006). Untuk menurunkan adanya gap antara kegiatan eksploitasi hutan
dan upaya konservasi yang diperlukan untuk hutan alam, maka diperlukan informasi yang
lebih banyak tentang biologi dan ekologi, sebagai dasar ilmiah dalam kebijakan manajemen
hutan yang efektif (Naito et al. 2008).
Pembangunan dan monitoring Plot STREK (Silvicultural Tehnique for the Regeneration
of Logged Over Forest in East Kalimantan) merupakan salah satu upaya untuk memperoleh
informasi karakteristik biometrik tegakan hutan alam setelah penebangan dengan berbagai
kondisi dan perlakuan sebagai input teknik silvikultur. Tujuan utama pada pembangunan
awal plot STREK adalah untuk memperoleh informasi teknik silvikultur dan aturan
pengelolaan hutan produksi yang sesuai dengan kondisi setempat maupun yang mempunyai
karakteristik sejenis sehingga pengelolaan hutan dapat direncanakan dengan baik dan lestari.
Rekomendasi yang dihasilkan dari tujuan tersebut adalah:
a) Memberikan kontribusi dalam evaluasi sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia); b) Menilai dampak dari teknik Reduced Impact Logging terhadap tegakan hutan; c) Evaluasi teknik silvikultur yang sesuai dengan kondisi tegakan hutan setelah
penebangan dalam rangka peningkatan produktifitas hutan.
Manfaat yang telah diberikan berupa masukan dalam beberapa kebijakan teknis terkait
alternatif teknik silvikultur dari hasil penelitian maupun pengalaman teknis di lapangan.
Kerangka Pikir 1.2.
Sebagian besar penelitian awal dalam biometrik hutan terutama pemodelan
pertumbuhan hutan ditujukan pada hutan tanaman atau hutan temperate, yang tidak
mempunyai kompleksitas seperti pada hutan tropis (Vanclay 2003). Perkembangan
pemodelan dinamika hutan dalam berbagai studi kuantitatif sering mengalami hambatan
heterogenitas dan kompleksitas terhadap hutan itu sendiri (berupa keragaman tegakan dan
3
variasi kondisi) dan keterbatasan atau ketiadaan data yang bersifat jangka panjang (Vanclay
1990, 1991, 1994a, Alder 1995, 1996, Gourlet-Fleury dan Houllier 2000 diacu dalam
Kariuki et al. 2006). Begitu pula dalam studi penilaian karakteristik dimensi tegakan dengan
pendekatan spasial menunjukkan kebutuhan memperoleh data pengamatan atau
pengukuran dengan waktu yang cukup lama untuk dapat memberikan valuasi yang lebih
tepat (Gullison dan Bourque 2001; Susilawati dan Jaya 2003; Mulyanto dan Jaya 2004).
Kegiatan pemantauan (monitoring) tegakan hutan dalam rangka penilaian pemulihan hutan,
menjadi sangat penting dalam mempelajari berbagai dimensi penting yang berperan secara
simultan dan komprehensif membentuk kondisi pemulihan tegakan hutan. Dalam
pemantauan dimensi tegakan hutan alam tanah kering pada plot permanen hasil kajian
menunjukkan bahwa periode optimal pengukuran adalah 2 tahun untuk tegakan yang
dipelihara dan 3 tahun untuk tegakan yang tanpa perlakuan (Suhendang 1997).
Kajian dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan (Phillips et al. 2002; Vanclay
2003; Bunyavejchewin et al. 2003; Gourlet-Fleury et al. 2005; Bischoff et al. 2005; Mex 2005;
Hardiansyah et al. 2005; Kariuki et al. 2006; Kurinobu et al. 2006; Muhdin 2012; Setiawan
2013) menunjukkan bahwa pengetahuan karakteristik biometrik tegakan hutan alam masih
bersifat parsial, baik pada aspek produktivitas maupun ekologi konservasinya. Dalam kajian
status riset ini mencakup berbagai dimensi kuantitatif tegakan secara bersama-sama meliputi
dimensi statis (nilai kuantitatif pada suatu waktu) dan dimensi dinamis (nilai kuantitatif yang
mendeskripsikan fungsi waktu) pada variasi kondisi tegakan hutan alam produksi
berdasarkan runtun waktu (time series).
Beberapa pertanyaan yang ingin dijawab pada kajian Plot STREK setelah dibangun
25 tahun adalah:
(1) Bagaimana laju pertumbuhan pada tegakan hutan alam setelah penebangan dengan
beberapa input perlakuan pemeliharaan tegakan dan teknik penebangan yang berbeda?
(2) Bagaimana dinamika pertumbuhan tegakan hutan alam setelah penebangan dalam hal
laju rekruitmen dan kematian (mortality)?
(3) Bagaimana dampak yang dialami tegakan sepanjang pemulihan tegakan setelah
penebangan dan seberapa cepat tegakan akan pulih?
(4) Apa saja karakteristik biometrik dimensi tegakan hutan yang bersifat statis maupun
dinamis yang dapat dipergunakan sebagai penciri untuk menggambarkan
kecenderungan arah perkembangan hutan setelah penebangan?
(5) Bagaimanakah rumusan variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan?
Pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan dapat dijawab melalui monitoring plot dari waktu ke
waktu, dengan memberikan peluang adanya kajian aspek lainnya yang dapat dipelajari dari
data monitoring tegakan hutan alam pada plot STREK. Dalam alur kajian ini dimensi
tegakan yang dimaksud meliputi (a) dimensi statis tegakan yaitu nilai kuantitatif pada suatu
waktu yang meliputi: kerapatan tegakan, bidang dasar tegakan, indeks nilai penting jenis,
3
variasi kondisi) dan keterbatasan atau ketiadaan data yang bersifat jangka panjang (Vanclay
1990, 1991, 1994a, Alder 1995, 1996, Gourlet-Fleury dan Houllier 2000 diacu dalam
Kariuki et al. 2006). Begitu pula dalam studi penilaian karakteristik dimensi tegakan dengan
pendekatan spasial menunjukkan kebutuhan memperoleh data pengamatan atau
pengukuran dengan waktu yang cukup lama untuk dapat memberikan valuasi yang lebih
tepat (Gullison dan Bourque 2001; Susilawati dan Jaya 2003; Mulyanto dan Jaya 2004).
Kegiatan pemantauan (monitoring) tegakan hutan dalam rangka penilaian pemulihan hutan,
menjadi sangat penting dalam mempelajari berbagai dimensi penting yang berperan secara
simultan dan komprehensif membentuk kondisi pemulihan tegakan hutan. Dalam
pemantauan dimensi tegakan hutan alam tanah kering pada plot permanen hasil kajian
menunjukkan bahwa periode optimal pengukuran adalah 2 tahun untuk tegakan yang
dipelihara dan 3 tahun untuk tegakan yang tanpa perlakuan (Suhendang 1997).
Kajian dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan (Phillips et al. 2002; Vanclay
2003; Bunyavejchewin et al. 2003; Gourlet-Fleury et al. 2005; Bischoff et al. 2005; Mex 2005;
Hardiansyah et al. 2005; Kariuki et al. 2006; Kurinobu et al. 2006; Muhdin 2012; Setiawan
2013) menunjukkan bahwa pengetahuan karakteristik biometrik tegakan hutan alam masih
bersifat parsial, baik pada aspek produktivitas maupun ekologi konservasinya. Dalam kajian
status riset ini mencakup berbagai dimensi kuantitatif tegakan secara bersama-sama meliputi
dimensi statis (nilai kuantitatif pada suatu waktu) dan dimensi dinamis (nilai kuantitatif yang
mendeskripsikan fungsi waktu) pada variasi kondisi tegakan hutan alam produksi
berdasarkan runtun waktu (time series).
Beberapa pertanyaan yang ingin dijawab pada kajian Plot STREK setelah dibangun
25 tahun adalah:
(1) Bagaimana laju pertumbuhan pada tegakan hutan alam setelah penebangan dengan
beberapa input perlakuan pemeliharaan tegakan dan teknik penebangan yang berbeda?
(2) Bagaimana dinamika pertumbuhan tegakan hutan alam setelah penebangan dalam hal
laju rekruitmen dan kematian (mortality)?
(3) Bagaimana dampak yang dialami tegakan sepanjang pemulihan tegakan setelah
penebangan dan seberapa cepat tegakan akan pulih?
(4) Apa saja karakteristik biometrik dimensi tegakan hutan yang bersifat statis maupun
dinamis yang dapat dipergunakan sebagai penciri untuk menggambarkan
kecenderungan arah perkembangan hutan setelah penebangan?
(5) Bagaimanakah rumusan variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan?
Pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan dapat dijawab melalui monitoring plot dari waktu ke
waktu, dengan memberikan peluang adanya kajian aspek lainnya yang dapat dipelajari dari
data monitoring tegakan hutan alam pada plot STREK. Dalam alur kajian ini dimensi
tegakan yang dimaksud meliputi (a) dimensi statis tegakan yaitu nilai kuantitatif pada suatu
waktu yang meliputi: kerapatan tegakan, bidang dasar tegakan, indeks nilai penting jenis,
4
indeks keanekaragaman jenis, tingkat kelimpahan, indeks kekayaan jenis, indeks kemerataan,
indeks kesamaan komunitas dan pola distribusi spasial jenis, dan (b) dimensi dinamis yaitu
nilai kuantitatif yang mendeskripsikan fungsi waktu yang meliputi: riap tegakan, tingkat
kematian/mortalitas dan ingrowth). Pengetahuan keragaan karakteristik biometrik hutan alam
setelah penebangan berdasarkan variasi kondisi tegakan di areal hutan alam produksi yaitu
variasi teknik penebangan dan variasi teknik pembebasan. Kerangka pikir dalam
penyusunan status riset ini disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur Pikir Penyusunan Status Riset
Ruang Lingkup, Tujuan dan Output 1.3.
Ruang lingkup kajian plot STREK merupakan representasi areal hutan hujan
dataran rendah tanah kering bekas tebangan di wilayah Kalimantan khususnya yang
merupakan areal hutan alam produksi dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI). Tegakan hutan didominasi oleh pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae
yang sering pula disebut sebagai hutan dipterokarpa campuran dataran rendah (lowland mixed
dipterocarp forest). Data yang dikumpulkan dari plot sangat bermanfaat sebagai input dalam
penyusunan strategi dan alternatif pada pemilihan teknik silvikultur dan panjang rotasi
untuk pemanenan selanjutnya. Kebutuhan data dan informasi terkini mengenai dinamika
pertumbuhan tegakan hutan alam produksi setelah penebangan secara periodik dan jangka
panjang, menjadi sangat penting baik untuk tinjauan riset maupun kebijakan.
Data & Informasi
Ragam Hutan Perencanaan dan
Pengelolaaan Hutan
Hutan Alam Produksi
Karakteristik
Biometrik
- Ragam Kondisi Hutan
- Struktur, komposisi jenis, potensi,
mortalitas, ingrowth (Lewis et al.
2004; Ishida et al. 2005)
Pengelolaan Hutan
Lestari
Penyediaan Perangkat
Manajemen Kuantitatif
Dimensi Kuantitatif
(Statis & Dinamis)
4
indeks keanekaragaman jenis, tingkat kelimpahan, indeks kekayaan jenis, indeks kemerataan,
indeks kesamaan komunitas dan pola distribusi spasial jenis, dan (b) dimensi dinamis yaitu
nilai kuantitatif yang mendeskripsikan fungsi waktu yang meliputi: riap tegakan, tingkat
kematian/mortalitas dan ingrowth). Pengetahuan keragaan karakteristik biometrik hutan alam
setelah penebangan berdasarkan variasi kondisi tegakan di areal hutan alam produksi yaitu
variasi teknik penebangan dan variasi teknik pembebasan. Kerangka pikir dalam
penyusunan status riset ini disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1. Alur Pikir Penyusunan Status Riset
Ruang Lingkup, Tujuan dan Output 1.3.
Ruang lingkup kajian plot STREK merupakan representasi areal hutan hujan
dataran rendah tanah kering bekas tebangan di wilayah Kalimantan khususnya yang
merupakan areal hutan alam produksi dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI). Tegakan hutan didominasi oleh pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae
yang sering pula disebut sebagai hutan dipterokarpa campuran dataran rendah (lowland mixed
dipterocarp forest). Data yang dikumpulkan dari plot sangat bermanfaat sebagai input dalam
penyusunan strategi dan alternatif pada pemilihan teknik silvikultur dan panjang rotasi
untuk pemanenan selanjutnya. Kebutuhan data dan informasi terkini mengenai dinamika
pertumbuhan tegakan hutan alam produksi setelah penebangan secara periodik dan jangka
panjang, menjadi sangat penting baik untuk tinjauan riset maupun kebijakan.
Data & Informasi
Ragam Hutan Perencanaan dan
Pengelolaaan Hutan
Hutan Alam Produksi
Karakteristik
Biometrik
- Ragam Kondisi Hutan
- Struktur, komposisi jenis, potensi,
mortalitas, ingrowth (Lewis et al.
2004; Ishida et al. 2005)
Pengelolaan Hutan
Lestari
Penyediaan Perangkat
Manajemen Kuantitatif
Dimensi Kuantitatif
(Statis & Dinamis)
5
Tujuan penyusunan buku dari kajian Plot STREK ini adalah untuk mendapatkan
gambaran fakta ilmiah dalam mengukur tingkat keterpulihan hutan alam setelah penebangan
menuju bentuk hutan alam primer (kondisi sebelum penebangan) dengan berbagai variasi
kondisi penebangan (sebagai representasi tingkat kerusakan) dan bentuk pembebasan
(sebagai representasi input teknik silvikultur pemeliharaan tegakan hutan). Beberapa
sasaran yang dicakup dalam kajian ini meliputi hal sebagai berikut:
1) Memperoleh bentuk karakteristik dimensi statis tegakan hutan alam setelah
penebangan berdasarkan runtun waktu (time series) yang mencakup: kerapatan tegakan,
dominansi jenis, keanekaragaman jenis tegakan, kekayaan atau kelimpahan jenis,
kemerataan, kesamaan dan pola sebaran spasial jenis tegakan.
2) Memperoleh karakteristik bentuk dimensi dinamis tegakan hutan alam stelah
penebangan berdasarkan runtun waktu (time series) mencakup: model struktur tegakan,
riap/increment individu periodik, riap bidang dasar tegakan periodik, tingkat
kematian/mortality dan alih tumbuh/ingrowth.
3) Memperoleh variabel penting dalam penilaian pemulihan tegakan hutan alam setelah
penebangan yang dapat menjelaskan kecenderungan arah perkembangan struktur
tegakan menuju ke arah kondisi tegakan awal sebelum penebangan.
Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi pemutakhiran informasi penting dalam
ilmu pengetahuan kehutanan yang mencakup pemantauan dan penilaian kondisi tegakan
hutan alam setelah penebangan ditinjau dari aspek produktivitas dan ekologi konservasi.
Sehingga dapat teridentifikasi bahan evaluasi pengelolaan hutan alam produksi yang
berhubungan dengan penilaian kemampuan tegakan hutan alam untuk pulih dan menjadi
bahan pertimbangan kebijakan teknis yang diterapkan dalam peningkatan produktivitas
hutan alam berupa teknik silvikultur yang diperlukan dalam rangka pengelolaan hutan alam
produksi lestari. Dan yang tidak kalah penting adalah upaya formulasi untuk redesain plot
STREK kedepan untuk memberikan kajian yang mempunyai nilai novelties bagi ilmu
pengetahuan dan mampu bernilai lebih implementatif bagi kebutuhan pengguna.
5
Tujuan penyusunan buku dari kajian Plot STREK ini adalah untuk mendapatkan
gambaran fakta ilmiah dalam mengukur tingkat keterpulihan hutan alam setelah penebangan
menuju bentuk hutan alam primer (kondisi sebelum penebangan) dengan berbagai variasi
kondisi penebangan (sebagai representasi tingkat kerusakan) dan bentuk pembebasan
(sebagai representasi input teknik silvikultur pemeliharaan tegakan hutan). Beberapa
sasaran yang dicakup dalam kajian ini meliputi hal sebagai berikut:
1) Memperoleh bentuk karakteristik dimensi statis tegakan hutan alam setelah
penebangan berdasarkan runtun waktu (time series) yang mencakup: kerapatan tegakan,
dominansi jenis, keanekaragaman jenis tegakan, kekayaan atau kelimpahan jenis,
kemerataan, kesamaan dan pola sebaran spasial jenis tegakan.
2) Memperoleh karakteristik bentuk dimensi dinamis tegakan hutan alam stelah
penebangan berdasarkan runtun waktu (time series) mencakup: model struktur tegakan,
riap/increment individu periodik, riap bidang dasar tegakan periodik, tingkat
kematian/mortality dan alih tumbuh/ingrowth.
3) Memperoleh variabel penting dalam penilaian pemulihan tegakan hutan alam setelah
penebangan yang dapat menjelaskan kecenderungan arah perkembangan struktur
tegakan menuju ke arah kondisi tegakan awal sebelum penebangan.
Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi pemutakhiran informasi penting dalam
ilmu pengetahuan kehutanan yang mencakup pemantauan dan penilaian kondisi tegakan
hutan alam setelah penebangan ditinjau dari aspek produktivitas dan ekologi konservasi.
Sehingga dapat teridentifikasi bahan evaluasi pengelolaan hutan alam produksi yang
berhubungan dengan penilaian kemampuan tegakan hutan alam untuk pulih dan menjadi
bahan pertimbangan kebijakan teknis yang diterapkan dalam peningkatan produktivitas
hutan alam berupa teknik silvikultur yang diperlukan dalam rangka pengelolaan hutan alam
produksi lestari. Dan yang tidak kalah penting adalah upaya formulasi untuk redesain plot
STREK kedepan untuk memberikan kajian yang mempunyai nilai novelties bagi ilmu
pengetahuan dan mampu bernilai lebih implementatif bagi kebutuhan pengguna.
BAB 2
KEADAAN
UMUM LOKASI
BAB 2
KEADAAN
UMUM LOKASI
6
2 KEADAAN UMUM LOKAS I
2. 1. Risalah Plot STREK
Plot STREK berada dalam kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) hutan
penelitian (HP) Labanan, yang merupakan kawasan hutan untuk tujuan utama penelitian
dan pengembangan (UU No 41 tahun 1999). Pembangunan KHDTK HP Labanan diawali
dengan berdirinya stasiun hutan penelitian Labanan yang semula merupakan areal konsesi
IUPHHKA PT. Inhutani I Unit Labanan. Stasiun hutan penelitian tersebut merupakan
hasil proyek kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, lembaga
The Centre de Coopération Internationale en Recherce Agronomique poue le Développement(CIRAD-
Forét) Perancis dan PT Inhutani I pada September 1989 yaitu dengan pembangunan plot
STREK (Silvicultural Tehnique for the Regeneration of Logged Over Forest in East Kalimantan). Pada
awal pembangunan hutan penelitian mempunyai luas areal ± 72 ha, beserta luas hutan
penyangga (buffer zone) seluas 700 ha.
Berdasarkan dokumen kesepakatan Konferensi International Tropical Forest Action
Program (TFAT) yang diadakan di Yogyakarta, dengan berakhirnya proyek kerjasama
tersebut pada tahun 1996 maka proyek kerjasama dilanjutkan oleh Berau Forest Manegement
Project (BFMP), Uni Eropa. Sesuai SK. Menteri Kehutanan Nomor: 866/Kpts-X/1999
menyatakan kerjasama dimulai sejak 1996-2002 dengan kesepakatan Ditjen Pengusahaan
Hutan ditunjuk sebagai executing agency, sedangkan Badan Litbang Kehutanan dan PT.
Inhutani I ditunjuk sebagai participating agencies dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Ruang
lingkup kegiatan bukan hanya pada plot STREK tetapi diperluas ke aspek sosial, ekonomi
dan ekologi, dengan luas areal proyek dikembangkan menjadi 147.691 ha. Berdasarkan Peta
Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur yang merupakan
lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001,
kawasan hutan Labanan berfungsi sebagai Hutan Produksi tetap dan telah dibebani Ijin
Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) an. PT. Inhutani I Unit
Labanan yang bermitra kerja dengan Perusahaan Umum Daerah PT. Hutan Sanggam
Labanan Lestari.Kerja sama dengan BFMP berakhir pada bulan Juni 2002, yang kemudian
dilanjutkan oleh Berau Forest Bridging Project (BFBP) hingga Juni 2004. Sejak Juni 2004
hingga sekarang, pengelolaan dan monitoring plot STREK dilakukan oleh Badan Litbang
Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (dulu: Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Kalimantan).
Hutan Penelitian Labanan ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 121/Menhut-
II/2007 tanggal 2 April 2007 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas ±
6
2 KEADAAN UMUM LOKAS I
2. 1. Risalah Plot STREK
Plot STREK berada dalam kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) hutan
penelitian (HP) Labanan, yang merupakan kawasan hutan untuk tujuan utama penelitian
dan pengembangan (UU No 41 tahun 1999). Pembangunan KHDTK HP Labanan diawali
dengan berdirinya stasiun hutan penelitian Labanan yang semula merupakan areal konsesi
IUPHHKA PT. Inhutani I Unit Labanan. Stasiun hutan penelitian tersebut merupakan
hasil proyek kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, lembaga
The Centre de Coopération Internationale en Recherce Agronomique poue le Développement(CIRAD-
Forét) Perancis dan PT Inhutani I pada September 1989 yaitu dengan pembangunan plot
STREK (Silvicultural Tehnique for the Regeneration of Logged Over Forest in East Kalimantan). Pada
awal pembangunan hutan penelitian mempunyai luas areal ± 72 ha, beserta luas hutan
penyangga (buffer zone) seluas 700 ha.
Berdasarkan dokumen kesepakatan Konferensi International Tropical Forest Action
Program (TFAT) yang diadakan di Yogyakarta, dengan berakhirnya proyek kerjasama
tersebut pada tahun 1996 maka proyek kerjasama dilanjutkan oleh Berau Forest Manegement
Project (BFMP), Uni Eropa. Sesuai SK. Menteri Kehutanan Nomor: 866/Kpts-X/1999
menyatakan kerjasama dimulai sejak 1996-2002 dengan kesepakatan Ditjen Pengusahaan
Hutan ditunjuk sebagai executing agency, sedangkan Badan Litbang Kehutanan dan PT.
Inhutani I ditunjuk sebagai participating agencies dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Ruang
lingkup kegiatan bukan hanya pada plot STREK tetapi diperluas ke aspek sosial, ekonomi
dan ekologi, dengan luas areal proyek dikembangkan menjadi 147.691 ha. Berdasarkan Peta
Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur yang merupakan
lampiran Keputusan Menteri Kehutanan No. 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001,
kawasan hutan Labanan berfungsi sebagai Hutan Produksi tetap dan telah dibebani Ijin
Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) an. PT. Inhutani I Unit
Labanan yang bermitra kerja dengan Perusahaan Umum Daerah PT. Hutan Sanggam
Labanan Lestari.Kerja sama dengan BFMP berakhir pada bulan Juni 2002, yang kemudian
dilanjutkan oleh Berau Forest Bridging Project (BFBP) hingga Juni 2004. Sejak Juni 2004
hingga sekarang, pengelolaan dan monitoring plot STREK dilakukan oleh Badan Litbang
Kehutanan melalui Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (dulu: Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Kalimantan).
Hutan Penelitian Labanan ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 121/Menhut-
II/2007 tanggal 2 April 2007 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas ±
7
7.900 ha di Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur. Penataan batas di lapangan telah
dilakukan dan penandatangananBerita Acara Tata Batas dilakukan oleh Panitia Tata Batas
Kawasan Hutan Kabupaten Berau yang tertuang dalam Keputusan Bupati Berau Nomor
407/2007 tanggal 27 Agustus 2007 seluas 7.959,10 ha (sebagaimana Berita Acara Tata Batas
tanggal 25 Agustus 2009). Selanjutnya pemantapan kawasan melalui Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: SK. 64/Menhut-II/2012 tanggal 3 Februari 2012 tentang Penetapan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk Hutan Penelitian Labanan yang terletak di
Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur seluas 7.959,10 Hektar. Pengelolaan
KHDTK HP Labanan diserahkan kepada Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD)
sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor: SK.
90/Kpts/VIII/2007 pada tanggal 25 Mei 2007. Hingga kini, KHDTK HP Labanan
merupakan KHDTK terluas yang dimiliki Badan Litbang dan Inovasi dengan karakteristik
hutan tropika basah dengan kondisi aksesibilitas yang cukup baik.
Gambar 2. Lokasi KHDTK HP Labanan di Kalimantan Timur, Indonesia
7
7.900 ha di Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur. Penataan batas di lapangan telah
dilakukan dan penandatangananBerita Acara Tata Batas dilakukan oleh Panitia Tata Batas
Kawasan Hutan Kabupaten Berau yang tertuang dalam Keputusan Bupati Berau Nomor
407/2007 tanggal 27 Agustus 2007 seluas 7.959,10 ha (sebagaimana Berita Acara Tata Batas
tanggal 25 Agustus 2009). Selanjutnya pemantapan kawasan melalui Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: SK. 64/Menhut-II/2012 tanggal 3 Februari 2012 tentang Penetapan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk Hutan Penelitian Labanan yang terletak di
Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur seluas 7.959,10 Hektar. Pengelolaan
KHDTK HP Labanan diserahkan kepada Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD)
sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor: SK.
90/Kpts/VIII/2007 pada tanggal 25 Mei 2007. Hingga kini, KHDTK HP Labanan
merupakan KHDTK terluas yang dimiliki Badan Litbang dan Inovasi dengan karakteristik
hutan tropika basah dengan kondisi aksesibilitas yang cukup baik.
Gambar 2. Lokasi KHDTK HP Labanan di Kalimantan Timur, Indonesia
8
2.2. Letak dan Aksesibilitas
Secara geografis, KHDTK HP Labanan terletak antara 117°10'22"-117°15'35"
Bujur Timur dan 1°52'43"-1°57'34" Lintang Utara. Berdasarkan wilayah administrasi
pemerintahan, terletak di Desa Labanan dalam wilayah Kabupaten Berau Provinsi
Kalimantan Timur. Di sebelah utara, barat dan selatan KHDTK HP Labanan berbatasan
dengan wilayah konsesi Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Hutan
Sanggam Labanan Lestari dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kuasa
Pertambangan PT. Berau Coal. Berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan, KHDTK HP
Labanan terletak di tiga wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sambaliung, Teluk Bayur dan
Segah. Sedangkan berdasarkan wilayah Daerah Aliran Sungai, kawasan KHDTK HP
Labanan termasuk ke dalam DAS Berau, Sub DAS Segah.
Kondisi aksesibilitas menuju lokasi berjarak ±51 km dari Tanjung Redeb (ibu kota
Kabupaten Berau). Jarak darat dari kota Samarinda ke Desa Labanan ± 500 km,
dimanamenuju kawasan dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu:
• Jalur darat : Samarinda – Labanan ditempuh dalam waktu ±14 jam. • Jalur udara : BandaraTemindung (Samarinda) - Bandara Kalimarau (Tanjung Redeb) –
dilanjutkan jalan darat ke Hutan Penelitian Labanan kurang lebih ± 2 jam.
Gambar 3. Peta Situasi KHDTK HP Labanan
8
2.2. Letak dan Aksesibilitas
Secara geografis, KHDTK HP Labanan terletak antara 117°10'22"-117°15'35"
Bujur Timur dan 1°52'43"-1°57'34" Lintang Utara. Berdasarkan wilayah administrasi
pemerintahan, terletak di Desa Labanan dalam wilayah Kabupaten Berau Provinsi
Kalimantan Timur. Di sebelah utara, barat dan selatan KHDTK HP Labanan berbatasan
dengan wilayah konsesi Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Hutan
Sanggam Labanan Lestari dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kuasa
Pertambangan PT. Berau Coal. Berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan, KHDTK HP
Labanan terletak di tiga wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sambaliung, Teluk Bayur dan
Segah. Sedangkan berdasarkan wilayah Daerah Aliran Sungai, kawasan KHD