37
Modul Gastrointestinal Enterohepatik Pria 55 Tahun dengan Keluhan Nyeri Seluruh Perut KELOMPOK 5 03 011 011 Agnestia Selviani Tanic 03 011 021 Amydhea Garnetta 03 011 013 Akhmad 03 011 022 Anastasia Widha Sylviani 03 011 014 Akhta Yudistira 03 011 025 Andrian Valerius Chrono Dama 03 011 015 Aldisa Puspitasari 03 011 026 Andriany Chairunnisa 03 011 016 Alkithyar Adithyargio 03 011 027 Andry Dimas Dwi Putra 03 011 018 03 011 019 Amanda Nabila Faradina Amanda Shabrina Putri 03 011 028 03 011 029 Anggi Calapi Anggi Saputri 03 011 020 Amanda Ulfah Demili 03 011 030 Anggi Wulandari

kasus peritonitis

  • Upload
    bambo5

  • View
    90

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kasus peritonitis

Citation preview

Page 1: kasus peritonitis

Modul Gastrointestinal Enterohepatik

Pria 55 Tahun dengan Keluhan Nyeri Seluruh Perut

KELOMPOK 5

03 011 011 Agnestia Selviani Tanic 03 011 021 Amydhea Garnetta

03 011 013 Akhmad 03 011 022 Anastasia Widha Sylviani

03 011 014 Akhta Yudistira 03 011 025 Andrian Valerius Chrono Dama

03 011 015 Aldisa Puspitasari 03 011 026 Andriany Chairunnisa

03 011 016 Alkithyar Adithyargio 03 011 027 Andry Dimas Dwi Putra

03 011 018

03 011 019

Amanda Nabila Faradina

Amanda Shabrina Putri

03 011 028

03 011 029

Anggi Calapi

Anggi Saputri

03 011 020 Amanda Ulfah Demili 03 011 030 Anggi Wulandari

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta

Desember 2012

Page 2: kasus peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna

sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi

ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau

dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi

kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang

menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang

memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Dalam penulisan makalah ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis.

Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan

penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan

disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran

cerna atau perdarahan.

Page 3: kasus peritonitis

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri seluruh

perut. Penderita mengalami nyeri perut kanan atas 8 jam yang lalu dan mual. Penderita

kemudian berobat ke klinik dan mendapat obat mag, tetapi keluhan tidak berkurang. Nyeri

kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Sejak tiga jam yang lalu penderita merasakan

nyeri bertambah hebat dan meluas ke seluruh perut.

Penderita menderita DM sejak lima tahun yang lalu dan kurang teratur berobat.

Keadaan umum lemah, tampak kesakitan, dengan tanda-tanda dehidrasi. Pada

pemeriksaan fisik diagnostik ditemukan tanda-tanda rigiditas dan nyeri tekan seluruh tubuh.

Page 4: kasus peritonitis

BAB III

PEMBAHASAN

Identitas

Nama : -

Usia : 55 tahun

Kelamin : Laki-laki

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami nyeri perut kanan atas 8 jam yang lalu dan mual, nyeri kemudian menjalar

ke perut kanan bawah. Sejak 5 jam yang lalu pasien merasa nyeri bertambah hebat dan

meluas ke seluruh tubuh

Riwayat Pengobatan

Penderita kemudian berobat ke klinik dan mendapat obat maag, tetapi keluhan tidak

berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku menderita DM, dan kurang teratur berobat

Dari hasil amnanesis didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri di perut kanan atas 8

jam yang lalu dan mual, dari riwayat penyakit yang dialami pasien di perut kanan atas, maka

kami menduga bahwa pasien menderita kolesistitis, kolangitis, kolesistolitiasis,

choledoclithiasis ataupun hepatitis.

Pasien kemudian berobat ke klinik dan mendapat obat maag, tetapi keluhan tidak

mereda, obat maag berfungsi untuk menekan asam lambung, hal ini menandakan bahwa nyeri

yang dirasakan pasien bukan berasal dari asam lambing

Nyeri kemudian menyebar ke perut kanan bawah, kami mencurigai bahwa pasien

menderita appendicitis karena organ appendix terletak pada kuadran kanan bawah, dan

inervasi saraf yang sama antara umnilikus dan sekitar kuadran kanan atas serta kuadran kanan

bawah, maka nyeri itu akan menyebar.setelah itu nyeri bertambah hebat dan meluas ke

Page 5: kasus peritonitis

seluruh perut, menandakan bahwa appendix yang kita curigai mengalami rupture sehingga

dapat menyebabkan peritonitis yang nyerinya ke seluruh abdomen

Selain itu pasien pernah mengalami DM dan kurang teratur berobat, menandakan

bahwa sistem imun pasien menurun, sehingga proses infeksi pada saluran cerna gampang

terjadi

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesan sakit : tampak kesakitan

Sikap : tampak lemah

Didapatkan tanda-tanda dehidrasi.

Abdomen

Ditemukan tanda-tanda rigiditas dan nyeri tekan seluruh abdomen. Tanda rigiditas

merupakan tanda kekakuan seluruh abdomen, sedangkan nyeri tekan menandakan adanya

gangguan pada dinding abdomen.

Pemeriksaan penunjang

1. USG

Memiliki tingkat sensitivitas sekitar 85% dan spesitifitas lebih dari 90% dalam mendiagnosa

apendisitis.

2. CT scan

Menunjukan distensi edematosa dan gas pada usus halus dan mendukung diagnosis.

3. Pemeriksaan x-ray

Ileus merupakan penemuan yang khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar berdilatasi.

Udara bebas dapat memperlihatkan di kasus-kasus perforasi.

4. Tes darah lengkap

- Leukositosis (>20.000)

- Hb = untuk menilai apakah terjadi syok

Page 6: kasus peritonitis

Diagnosis Kerja

Peritonitis Generalisata et causa Apendisitis Akut

Pasien tampak payah, sakit berat (toksis), perforasi menjalar ke seluruh abdomen, perut nyeri dan tegang di seluruh abdomen walaupun punctum maximum mungkin di sebelah kanan. Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi, lalu nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney, nyeri tekan, nyeri lepas, dan defans muskuler.

Diagnosis Banding

1. Pankreatitis akut

Gejala yang ditimbulkan berawal dari nyeri pada ulu hati (midepigastrium) kemudian

menyebar ke seluruh abdomen sehingga pasien tidak dapat menentukan lokasinya. Hal ini

disebabkan oleh pankreas yang mengalami inflamasi dan menekan saraf-saraf disekitarnya

2. Kolesistitis akut

Gejala yang ditimbulkan adalah nyeri perut pada kuadran kanan bagian atas yang

tajam dan konstan. Nyeri dapat meyebar ke seluruh abdomen hingga ke punggung atau ujung

skapula.1

Penatalaksanaan

1. Rehidrasi: dengan NaCl, apabila Hb <7 dilakukan transfusi darah.

2. Nasogastric tube: untuk mengurangi distensi abdomen

3. Antibiotik spektrum luas

4. Tindakan bedah dilakukan setelah kondisi pasien stabil

Prognosis

1. Ad vitam : ad bonam

Apabila ditangani dengan penatalaksanaan yang baik dan benar

2. Ad fungsionam : ad bonam

Dikarenakan organ masih dapat berfungsi

3. Ad sanasionam : ad bonam

Dikarenakan pasien tersebut tidak akan menderita penyakit yang sama setelah melakukan

pembedahan apendiks

4. Ad kosmetikum.: Dubia ad malam

Dikarenakan setelah dilakukan pembedahan akan terdapat bekas luka)2

Page 7: kasus peritonitis

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

ABDOMEN adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas

dari drafragma sampai pelvis di bawah. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas

diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua

sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang

tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.

Abdomen dibagi menjadi 9 regio yang berisi sebagian besar dari saluran pencernaan

seperti pada gambar dibawah ini.

1. Lambung

Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di belakang iga-

iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia terletak di belakang tulang

rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung, mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga)

kelima kiri. Corpus, bagian terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang

Page 8: kasus peritonitis

menghubungkan corpus dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan pylorus disebut

antrum pyloricum.

Fungsi lambung :

a. Tempat penyimpanan makanan sementara.

b. Mencampur makanan.

c. Melunakkan makanan. 

d. Mendorong makanan ke distal.

e. Protein diubah menjadi pepton.

f. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan. 

g. Faktor antianemi dibentuk. 

h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum

2. Usus Halus

Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam

keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileokolika tempat

bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi usus

besar. 

Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :

a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.

b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.

c. Ileum adalah menempati tiga pertama akhir.

Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung isi duodenum.

3. Usus Besar

Usus halus adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokolik yaitu tempat

sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter.

Fungsi usus besar adalah :

a. Absorpsi air, garam dan glukosa.

b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.

c. Penyiapan selulosa.

d. Defekasi (pembuangan air besar)

4. Hati

Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam rongga

abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.

Page 9: kasus peritonitis

Fungsi hati adalah :

a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan

dan darah.

b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar matabolisme.

c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.

d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.

e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.

f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.

g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.

h. Membersihkan bilirubin dari darah.

5. Kandung Empedu

Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membran

berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai di

pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua belas centimeter. Kandung empedu

terbagi dalam sebuah fundus, badan dan leher. 

Fungsi kandung empedu adalah :

a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.

b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat.

6. Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip dengan

kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai dari duodenum sampai limpa. Pankreas

dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala pankreas yang terletak di sebelah kanan rongga

abdomen dan di dalam lekukan abdomen, badan pankreas yang terletak di belakang lambung

dalam di depan vertebre lumbalis pertama, ekor pankreas bagian yang runcing terletak di

sebelah kiri dan menyentuh limpa.

Fungsi pankreas adalah :

1. Fungsi eksokrine oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah pankreas dan

yang berisi enzim dan elektrolit.

2. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-kelompok kecil

sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.

Page 10: kasus peritonitis

3. Menghasilkan hormon insulin yang mengubah gula darah menjadi gula otot.

7. Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di sebelah kanan

dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat diperkirakan dari belakang, mulai

dari ketinggian vertebre thoracalis sampai vertebre lumbalis ketiga ginjal kanan lebih rendah

dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7½

centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. 

Fungsi ginjal adalah :

a. Mengatur keseimbangan air.

b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.

c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam.

8. Limpa

Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus ventrikuli dan

diafragma.

Fungsi limpa adalah :

a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit.

b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk homoglobin dan zat besi

bebas.

Selain dibagi menjadi regio-regio, dinding abdomen juga dibagi menjadi kuadran-kuadran

yang ditentukan oleh dua garis:

garis vertikal: Midline

garis horizontal: melalui umbilikus

Sehingga tercipta regio kanan atas, kanan bawah, kiri atas, dan kiri bawah. Kuadran-kuadran

ini digunakan secara klinis.

Page 11: kasus peritonitis

Struktur Histologi Umum Saluran Pencernaan3

Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri atas 4 lapisan

utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.

1. Lapisan mukosa

Terdiri atas epitel pembatas, lamina propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang

yang kaya akan pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang

mengandung juga kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid dan muskularis mukosa.

Fungsi utama epitel mukosa saluran pencernaan adalah:

a. Menyelenggarakan sawar (pembatas), bersifat permeabel selektif antara isi

saluran dan jaringan tubuh.

b. Mempermudah transpor dan pencernaan makanan

c. Meningkatkan absorpsi hasil-hasil pencernaan (sari-sari makanan). Sel-sel pada

lapisan ini selain menghasilkan mukus juga berperan dalam pencernaan atau

absorpsi makanan.

Page 12: kasus peritonitis

2. Submukosa

Terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah dan limfe, pleksus

saraf submukosa (Meissner), dan kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid.

3. Lapisan otot

a. Tersusun atas sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan

menurut arah utama sel-sel otot yaitu:

- sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler)

- sublapisan luar, umumnya memanjang (longitudinal).

b. Terdapat kumpulan saraf yaitu pleksus mienterik (Auerbach) yang terletak di antara 2

sublapisan otot dan berfungsi mengatur kontraksi otot

c. Terdapat pembuluh darah dan limfe.

4. Serosa

Lapisan tipis yang terdiri atas jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan

jaringan adipose, dan epitel gepeng selapis (mesotel).

Proses Pencernaan Makanan

a. Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat

Page 13: kasus peritonitis

Karbohidrat berupa kanji dan glikogen dari makanan diubah menjadi disakarida

maltosa melalui kerja amilase liur dan pankreas. Maltosa dan disakarida diet, yaitu laktosa

dan sukrosa, diubah menjadi monosakarida masing-masing oleh disakaridase (maltase,

laktase, dan sukrase) yang terdapat di brush border sel epitel usus halus. Monosakarida

glukosa dan galaktosa diserap ke dalam interior sel dan sakarida fruktosa diserap ke dalam

darah melalui mekanisme difusi terfasilitasi pasif.

b. Pencernaan dan Penyerapan lemak

Karena tidak larut dalam air, lemak harus menjalani serangkaian transformasi agar

dapat dicerna dan diserap. Lemak dalam makanan yang berada dalam bentuk trigliserida

diemulsikan oleh efek deterjen garam-garam empedu. Emulsi lemak ini mencegah penyatuan

butir-butir lemak, sehingga luas permukaan yang dapat diserang oleh lipase pankreas

meningkat. Lipase menghidrolisis trigliserida menjadi monogliserida dan asam lemak bebas.

Produk-produk yang tidak larut air ini diangkut di dalam misel yang larut air, yang dibentuk

oleh gatam empedu dan konstituen-konstituen empedu lainnya, ke permukaan luminel sel

epitel usus halus. Setelah meninggalkan misel dan berdifusi secara pasif menembus membran

luminal, monogliserida dan asam lemak bebas disintesis ulang menjadi trigliserida di sel

Page 14: kasus peritonitis

epitel. Trigliserida-trigliserida ini menyatu dan dibungkus oleh satu lapisan lipoprotein untuk

membentuk kilomikron yang larut dalam air. Kilomikron kemudian dikeluarkan melalui

membran basal sel secara eksositosis. Kilomikron tidak mampu menembus membran basal

kapiler, sehingga mereka masuk ke dalam pembuluh limfe, yaitu lakteal pusat.

c. Pencernaan dan Penyerapan Protein

Protein dari makanan dan protein endogen dihidrolisis menjadi konstituen-konstituen

asam amino mereka dan beberapa fragmen peptida kecil oleh pepsin lambung dan enzim

proteolitik pankreas. Asam amino diserap ke dalam sel epitel usus halus dan akhirnya masuk

ke dalam darah melalui mekanisme transportasi aktif sekunder yang bergantung pada Na+

dan energi. Berbagai asam amino diangkut oleh pembawa yang spesifik bagi mereka.

Peptida-peptida kecil yang diangkut oleh jenis pembawa yang berbeda, diuraikan menjadi

asam-asam amino oleh aminopeptidase yang terdapat di brush border sel epitel atau oleh

peptidase intrasel.

Page 15: kasus peritonitis

Anatomi Peritoneum

Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat, terletak

pada facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi menjadi peritoneum parietale,

peritoneum viscerale, dan cavum peritonei. Peritoneum viscerale adalah yang membungkus

permukaan organ abdominal, peritoneum parietale adalah yang menutupi dinding abdomen

dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum peritonei adalah rongga yang terletak di

antara kedua lapisan tersebut dan mengandung cairan sereus.Peralihan peritoneum parietale

menjadi paritoneum viscerale (reflexi peritoneum) dapat berupa lipatan (plica), lembaran

(omentum), atau alat penggantung viscera.

Reflexi peritoneum yang berupa lipatan antara lain adalah plica rectouterina dan plica

umbilicalis lateralis. Reflexi peritoneum yang berpa lembaran adalah omentum majus dan

omentum minus. Dan reflexi peritonei yang berupa penggantung adalah mesenterium,

mesocolon transversum, ligamentum hepatogastricum, dan ligamentum falciforme hepatis.

Cavum peritonei berisi cairan sereus, yang merupakan ruangan tertutup pada pria,

sedangkan pada wanita terdapat hubungan dengan dunia luar melalui Ostium tubae uterinae.

Nama lain dari cavum peritonei adalah Greater sac. Sedangkan Lesser sac merujuk kepada

bursa omentalis. Pintu masuk ke dalam bursa omentalis disebut foramen epiploicum

winslowi.

Greater sac (cavum peritonei) pada bagian anterosuperior terbagi menjadi pars sinister

dan pars dexter oleh ligamentum falciforme hepatis, dan pada bagian posteroinferior dibatasi

oleh perlekatan mesocolon transversum pada pancreas.

Page 16: kasus peritonitis

Lesser sac (bursa omentalis) merupakan ruangan yang irreguler, berada di sebelah

dorsal lobus caudatus hepatis, omentum minus dan gaster, serta berada di dalam omentum

majus. Batas-batas bursa omentalis, di sebelah ventral berbatasan dengan peritoneum yang

membatasi lobus caudatus hepatis, omentum minus, peritoneum yang melapisi pars posterior

ventriculi, dan omentum majus, sementara di posterior berbatasan dengan omentum majus,

peritoneum yang meliputi colon transversum, mesocolon transversum, dan peritoneum yang

meliputi struktur di bagian posterior cavum abdominis (pancreas, gld. suprarenalis sinistra).

Foramen epiploicum winslowi dibatasi oleh processus caudatus hepatis di sebelah

cranial, oleh ligamentum hepatoduodenale di bagian ventral, oleh pars superior duodeni di

bagian caudal, dan oleh peritoneum parietale yang menutupi vena cava inferior di sebelah

dorsal.

Reflexi peritoneum merupakan penggantung organ viscera yang merupakan lapisan

ganda di dalam peritoneum yang menghubungkan organ-organ peritoneum ke bagian dorsal

dan ventral dari dinding tubuh. Fungsinya adalah untuk memfiksasi organ, menyimpan

lemak, dan sebagai jalur bagi nervus dan pembuluh darah. Mesenterium yang terletak di

ventral menghubungkan organ ke dinding abdomen anterior yaitu ligemntum falciform dan

omentum minus. Reflexi peritoneum yang terletak di dorsal menghubungkan organ

peritoneum ke dinding posterior abdomen, yaitu omentum majus, mesenterium propria,

mesocolon transversum, dan mesocolon sigmoideum.

Perbedaan organ peritoneum dan organ retroperitoneum. Organ-organ peritoneum

dikelilingi oleh cavum peritoneal, yaitu hepar, gaster, ileum, jejunum, kolon transversum,

dan kolon sigmoid. Organ-organ retroperitoneum terletak di belakang peritoneum,

yaitu kolon asendens, kolon desendens, pancreas, rectum, dan duodenum.

Fungsi Peritoneum :

1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.

2. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior

abdomen.

3. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap

infeksi.

4. Untuk mencegah terjadinya friksi satu organ dengan organ lain dan terhadap dinding

abdomen karena permukaan yang bebas dan selalu lembab, akibat keberadaan serum,

dan halus serta mengkilat.

Page 17: kasus peritonitis

5. Untuk membawa peredarah darah, limfatik, dan saraf ke organ.

Vaskularisasi dan Persarafan Peritoneum

Perdarahan traktus gastrointestinal yang berkembang berasal dari 3 cabang

retroperitoneal aorta abdominal. a. trunkus koliaka, a. mesentrika superior dan a. mesentrika

inferior menggunakan mesentrium dorsal untuk mencapai gastrointestinal yang berkembang

intraperitoneal.

Arteri (trunkus = batang) koliaka berikut cabang-cabangnya mendarahi turunan usus

mudigah bagian depan dan turunan yang berkaitan dengannya: esofagus akhir, lambung,

duodenum bagian proksimal, hati, pankreas dan limpa. A. mesentrika superior mendarahi

usus mudigah bagian tengah dan turunan-turunan dewasanya duodenum bagian distal,

yeyenum, ileum, apendiks, sekum, kolon asenden dan kolon transversum. A. mesentrika

inferior mendarahi usus mudigah bagian belakang dan turunan-turunan dewasanya: kolon

desenden, kolon sigmoideum dan rektum.

Aliran darah vena traktus gastrointestinal dan struktur-struktur yang terkait dengannya

adalah lewat v. Porta. V. Porta terbentuk oleh vena yang tidak berpasangan: yakni v.lienalis,

v. Mesentrika superior, dan v. Mesentrika inferior. V.mesentrika inferior beranostomosis

dengan v. Lienalis. Sewaktu v. Porta dan cabang-cabangnya terbentuk dan naik memasuki

hati, vena-vena ini terutama terletak intraperitoneal. Hati mengalirkan darah lewat vena-vena

hepatika ke dalam v. Kava inferior yang terletak retroperitoneal.

Peritoneum parietal dan peritoneum viseral dan berkembang dari lapisan

somatopleura dan splenikopleura masing-masing berasal dari mesoderm. Peritoneum parietal

di perdarahi oleh cabang pembuluh darah interkostalis, subkostalis, lumbalis, dan iliaka

sedangkan peritoneum viseralis dari pembuluh darah splanikus.4

Vena-vena pada dinding abdomen dibagi menjadi superfisial dan profunda. Pada

permukaan depan abdomen vena membentuk jala venous yang berada dibawah subkutis.

Bagian atas abdomen mengalirkan darahnya ke vena thoracoepigastrica. Pada bagian bawah

abdomen darah dialirkan ke falsm vena epigastrika superficialis ke bawah untuk selanjutnya

masuk ke vena saphena magna lalu ke vena femoralis.

Persarafan peritoneum

Page 18: kasus peritonitis

Persarafan peritoneum parietal adalah sensitif sedangkan peritoneum viseral tidak sensitif.

Saraf ini melintas sebagai berikut:

1. dari bagian-bagian tengah diafragma lewat n. frenikus (Se3-5); rangsangan mekanik langsung pada daerah ini menyebabkan rasa nyeri yang dialihkan oleh saraf supraklavikular (Se 3,4) ke bagian bawah tepi anterior m. Trapesius;

2. dari bagian-bagian tepi diafragma lewat saraf interkostal dan subkostal (T7-12)

Rangsangan menyebabkan rasa nyeri yang dialihkan melalui saraf yang sama ke kulit dinding perut;

3. dari peritoneum parietal lewat lagi saraf yang sama (T7-12) dan L1.

Rangsangan dengan tepat terlokasi pada titik rangsangan

4. mesenterium usus halus dan usus besar adalah sensitif mulai dari pangkalnya sampai di dekat usus, sedangkan omentum mayus dan peritoneum viseral tidak sensitif terhadap rangsang mekanik

Peritonitis

Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel, dan pus

serta sering disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi,

muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-

kecilan). Namun apabila terjadi kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,

resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, hal tersebut

merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.5

Berdasarkan asal penyebabnya, peritonitis dibagi menjadi peritonitis primer dan

sekunder. Pada peritonitis primer tidak ada proses penyakit lain yang bertanggung jawab

terhadap kontaminasi bakteri. Infeksi terjadi akibat hematogen atau limfogen ke peritoneum

dari sumber tempat lain. Sedangkan pada peritonitis sekunder terdapat proses penyakit lain

dalam rongga peritoneum sebagai sumber infeksi/inflamasi. Berdasarkan perluasannya,

peritonitis dibagi menjadi peritonitis lokal dan difus (generalisata). Berdasarkan

penyebabnya, peritonitis dibagi menjadi peritonitis infeksi dan non infeksi. Peritonitis infeksi

contohnya perforasi organ berongga, ruptur atau kerusakan peritoneum karena trauma dan

operasi, peritonitis bakteri spontan, dan infeksi sistemik seperti peritonitis TBC. Peritonitis

Page 19: kasus peritonitis

non infeksi contohnya karena kebocoran cairan tubuh yang steril ke dalam rongga peritoneum

dan penyakit non infeksi seperti SLE.

Manifestasi klinik

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan tanda - tanda

rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans

muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik

usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis

bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita

tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang

menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu

penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri

jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

Diagnosis

Diagnosis peritonitis biasanya secara klinis. Anamnesis yang perlu ditanyakan

termasuk riwayat operasi abdomen, peristiwa sebelum peritonitis, penggunaan obat

immunosuppresif, dan adanya penyakit lain seperti IBD, diverticulitis, peptic ulcer dan lain-

lain yang mungkin menjadi predisposisi untuk infeksi intra abdomen.

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis

organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran

klinis yang biasa terjadi pada peritonitis primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri

lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada

peritonitis sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan

pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh

bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan

penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri,

pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok

(hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan

rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau

menghilang.

Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan pada pasien peritonitis antara

lain leukositosis, peningkatan hematokrit, dan asidosis metabolik. Pada peritonitis dilakukan

foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral). Gambaran radiologis pada

Page 20: kasus peritonitis

peritonitis yaitu adanya kekaburan pada kavum abdomen, prepetonial fat dan psoas line

menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.6

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada peritonitis antara lain gangguan keseimbangan

cairan, syok hipovolemik, gagal ginjal akut, sepsis, abses peritoneal, gangguan respirasi

karena distensi abdomen dan ileus adhesi.

Terapi

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang

dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna

dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau

penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan

menghilangkan nyeri.

Terapi antibiotika harus diberikan segera setelah diagnosis peritonitis bakteri dibuat.

Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah

hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai

menjadi penyebab.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi

laparotomi. Laparotomi biasanya dilakukan melalui upper atau lower middle incision

bergantung pada dugaan lokasi patologis.

Tujuan dari laparotomi adalah mencari penyebab peritonitis, mengontrol sumber

sepsis dengan membuang organ yang meradang atau iskemik, dan melakukan pencucian

kavum peritoneum yang efektif.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan

larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak

terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika (misal sefalosporin) atau antiseptik (misal

povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak

dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria

menyebar ketempat lain.6,7

Apendisitis

Appendisitis adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara

akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti,

Page 21: kasus peritonitis

namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung

panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam

pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada

apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi

dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria

apendikularis yang merupakan end-artery.

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun

terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang

terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena

adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing,

parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering

menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit

Terjadinya apendisitis akut umumnya karena bakteri. Namun, terdapat banyak sekali

faktor pencetus terjadinya hal itu. Tanda patogenetik primer diduga karena adanya timbunan

tinja yang keras (fekalit). Sumbatan dari lumen apendiks yang menghambat pengeluaran

mukus akan mengakibatkan pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Tumor apendiks juga

dianggap memiliki andil terhadap munculnya apendisitis . Penelitian terakhir menemukan

bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal

terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan

lumen. Makanan rendah serat juga memiliki kemungkinan menimbulkan apendisitis. Tinja

yang keras pada akhirnya akan menyebabkan konstipasi yang akan meningkatkan tekanan

didalam sekum sehingga akan mempermudah timbulnya penyakit itu.

Mekanisme Apendisitis

1. Impuls nyeri yang berasal dari appendix akan melewati serabut-serabut nyeri viseral saraf

simpatik dan selanjutnya akan masuk ke medulla spinalis kira-kira setinggi thorakal X sampai

thorakal XI dan dialihkan ke daerah sekeliling umbilikus (menimbulkan rasa pegal dan kram)

2. Dimulai di peritoneum parietal tempat appendix meradang yang melekat pada dinding

abdomen. Ini menyebabkan nyeri tajam di peritoneum yang teriritasi di kuadran kanan bawah

abdomen.

Page 22: kasus peritonitis

Gejala

Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar (nyeri

tumpul) di daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,

kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada

apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney. Nyeri perut ini akan bertambah sakit apabila

terjadi pergerakan seperti batuk, bernapas dalam, bersin, dan disentuh daerah yang sakit.

Nyeri yang bertambah saat terjadi pergerakan disebabkan karena adanya gesekan

antara visera yang meradang sehingga menimbulkan rangsangan peritonium. Selain nyeri,

gejala apendisitis akut lainnya adalah demam derajat rendah, mulas, konstipasi atau diare,

perut membengkak dan ketidakmampuan mengeluarkan gas. Gejala-gejala ini biasanya

memang menyertai apendisitis akut namun kehadiran gejala-gejala ini tidak terlalu penting

dalam menambah kemungkinan apendisitis dan begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini

tidak akan mengurangi kemungkinan apendisitis.

Pada kasus apendisitis akut yang klasik, gejala-gejala permulaan antara lain rasa nyeri

atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus (nyeri tumpul). Beberapa jam kemudian nyeri

itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik

McBurney. Rasa sakit semakin meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan

merasakan sakit yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk pada saat

berjalan. Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak apendiks, apakah di rongga

panggul atau menempel dikandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi meningkat.

Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh penderita bila bergerak, bernapas dalam,

berjalan, batuk, dan mengejan.

Nyeri saat batuk dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen. Muntah,

mual, dan tidak ada nafsu makan.Secara umum setiap radang yang terjadi pada sistem saluran

cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai muntah. Meskipun pada kasus apendisitis

ini, tidak ditemukan mekanisme pasti mengapa dapat merangsang timbulnya muntah.Demam

ringan (37,5° C – 38,5° C) dan terasa sangat lelah .Proses peradangan yang terjadi akan

menyebabkan timbulnya demam, terutama jika kausanya adalah bakteri. Inflamasi yang

terjadi mengenai seluruh lapisan dinding apendiks. Demam ini muncul jika radang tidak

segera mendapat pengobatan yang tepat. Peradangan pada apendiks dapat merangsang

peningkatan peristaltik dari usus sehingga dapat menyebabkan diare.

Page 23: kasus peritonitis

Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus sehingga

secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui peningkatan

peristaltik. Selain itu, apendisitis dapat juga terjadi karena adanya feses yang keras ( fekolit ).

Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit

didiagnosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih parah.8

Patofisiologi Nyeri

1. Nyeri viseral:

Terjadi karena rangsangan pada peritoneum viseral. Nyeri dirasakan apabila terjadi

spasme otot polos, tarikan, dan regangan. Lokalisasi nyeri viseral sesuai dengan letak organ

di dalam rongga peritoneum dan asal organ secara embriologi sehingga pasien tidak dapat

menunjukan secara tepat lokalisasi nyeri  atau digambarkan dengan memakai seluruh telapak

tangan. 

a. Foregut: esofagus, lambung, duodenum, saluran empedu, pankreas

lokasi: epigastrium

b. Midgut: jejunum sampai kolon transversum

lokasi: periumbilikal

c. Hindgut: kolon distal

lokasi: infraumbilikal

d. Retroperitoneal: ginjal, ureter

lokasi: pinggang, lipat paha

e. Pelvis: adneksa

lokasi: di pinggang, suprapubik

2. Nyeri somatik

Terjadi karena rangsangan di peritoneum parietal yang di persarafi oleh saraf tepi

diteruskan ke susunan saraf pusat sehingga rasa nyeri dapat ditujukan dengan tepat oleh

pasien. Nyeri dirasakan apabila diraba, tekanan,  proses peradangan. Pergeseran antara organ

Page 24: kasus peritonitis

viseral yang meradang dengan peritoneum parietal akan menim ulkan nyeri, baik karena

peradangannya maupun gesekan antara kedua peritoneum. Lokalisasi nyeri somatik biasanya

berasal dari organ di dekatnya, nyeri dapat lokal maupun merata pada seluruh perut.9

BAB V

KESIMPULAN

Page 25: kasus peritonitis

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan pasien menderita peritonitis

generalisata et causa appendicitis acute dengan perforasi dan tentunya diperlukan lagi

pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain untuk memperkuat diagnosis. Pasien ini harus

dirawat inap karena appendicitis yang dialaminya sudah menimbulkan komplikasi peritonitis

dan mendapatkan penanganan secepatnya. Sebagai dokter umum tindakan kita adalah

merujuk ke dokter bedah secepatnya. Selain itu, memasangkan infus untuk memasukkan

nutrisi, memberikan antibiotik, antipiretik, dan analgesik secara IV sebelum dilakukannya

laparatomi, dan memberikan pengarahan kepada pasien untuk berpuasa sebelum pembedahan

sebagai persiapan pre-operatif. Prognosis untuk pasien ini adalah dubia ad bonam apabila

segera ditangani dengan tindakan dan penatalaksanaan yang baik dan benar.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: kasus peritonitis

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed.IV. Jakarta: FKUI; 2007. p. 477- 478

2. Snell R S. Clinical anatomy by sistem. 7th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins;

2003. p. 332

3. Junqeira, L.C. & Jose Carneiro. Basic Histology. California: Lange Medical Publications; 1980.

4. Standring, S. Gray’s Anatomy. USA: Elsevier Churchill Livingstone; 2005. p. 1127-38

5. Sjamsuhidajat R, Dahlan, Murnizal, dan Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Buku Ajar Ilmu

Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2011.

6. Schrock, T.R. Peritonitis dan Massa Abdominal. In: Lukmanto P, editor. Ilmu Bedah. Edisi

7. Jakarta: EGC; 2000.

7. Schwartz, S.J, Shires, S , Spencer F.C. Peritonitis dan Abses Intraabdomen. In: Laniyati,

editor. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2000.

8. Doenges, M. Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC; 2000.

9. Pusponegoro A, Kartono D, Hutagalung E, Sumardi R, Luthfia C, Ramli M, et al.

Abdomen Akut. In: Soelarto, editor. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa

Aksara; 1995. p. 52-4