Kasus Orto

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fsdgfdhjk

Citation preview

I

I. Identitas pasien

Nama

: Tn. K

Usia

: 29 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Surakarta

Pekerjaan

: Tidak bekerjaSuku

: Jawa

Tanggal Pemeriksaan : 21-11-2012

II. Anamnesis

Keluhan utama : nyeri kaki kanan

Keluhan tambahan : gerakan kaki terbatasRiwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Gunung Jati pada tanggal 20 november 2012 dengan keluhan nyeri di paha kanan sampai kaki kanan. Pasien mengalami kecelakaan mobil dengan menabrak pohon. Pada saat itu pasien sedang mengendarai mobil berdua dengan temannya, pasien mnegaku bahwa lupa dengan kejadian kecelakaan tersebut. Pasien mengaku pingsan, mual muntah disangkal dan terasa pusing. Pasien hanya selalu mengaku bahwa kakinya sakit, terutama di daerah pinggang kanan sampai kaki kanan bawah.

III. Pemeriksaan fisik

3.1 Status generalis

Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E4V5M6)

Tanda vital

Tekanan darah: 130/90 mmHg

Nadi

: 99 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

; 35,8 C

Kepala

Normocephal

Mata

Konjungtiva anemis: tidak ada

Injeksi siliar

: tidak ada

Injeksi konjungtiva: tidak ada

Palpebra

: terdapat edema Pupil

: bulat, isokoria, 3mm

Refleks cahaya

: langsung +/+, tidak langsung +/+

Hidung

Tidak ada sekret

Bibir

Tidak tampak sianosis dan kering

Lidah

Tidak tampak deviasi, berwarna merah

Leher

Dalam batas normal

Thorax

Inspeksi

Dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis

Diameter ventrolateral : AP = 2 : 1

Iktus kordis terlihat

Palpasi

Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Tidak ada nyeri tekan maupun nyeri lepas di kedua hemithoraks

Fremitus taktil dan vokal simetris, tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal

Perkusi

Terdengar sonor di kedua lapang paru

Peranjakan paru positif, batas jantung kanan di ICS 5 linea sternalis dextra

Batas jantung kiri di ICS 6 linea midclavicularis sinistra

Batas pinggang jantung di ICS 3 line parasternalis dextra

Auskultasi

Bunyi jantung I/II reguler, tidak terdapat bunyi jantung tambahan

Terdengar vesikuler dan Rhonki di kedua lapang paru.

Abdomen

Inspeksi

tampak datar, simetris, tidak ada sikatrik

Auskultasi

Bising usus positif, pulsasi aorta abdominalis terdengar

Perkusi

Terdengar timpani di keempat kuadran abdomen

Palpasi

Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan maupun nyeri lepas

Ekstremitas

Akral hangat, tidak sianosis dan edema. Terdapat deformitas angulasi ke arah medial pada 1/3 medial regio antebrachii dextra.

3.2 Status lokalis

1. Regio femur dextra Inspeksi: tidak terdapat sikatrik, tidak terdapat edem, tidak terdapat hematom dan tampak deformitas.

Palpasi: teraba nyeri tekan dan penonjolan tulang di daerah pelvis, suhu kulit sama dengan sekitar, teraba arteri femoralis. Pergerakan : gerakan terbatas dan terasa nyeri.2. Regio cruris dextra

Inspeksi : terdapat banyak luka yang sudah dijahit, terdapat hematom, terdapat fraktur terbuka. Palpasi: teraba nyeri tekan dan penonjolan tulang di regio cruris, suhu kulit sama dengan sekitar, dan arteri dorsalis pedis teraba. Pergerakan : gerakan terbatas dan terasa nyeri.IV. Pemeriksaan penunjang

Dislokasi kaput femur ke arah posterior

Tampak diskontinuitas tulang berupa fraktur tibia 1/3 medial displaced dextraLaboratorium

Leukosit: 16200 mm

Hb

: 10,9 g/Dl

HCT

: 11,6 %

Trombosit : 196000 mm

GDS

: 151 mg/dL

Ureum : 42,9 mg/dL

Kreatinin: 1,13 mg/dL

SGOT

: 80 U/l

SGPT

: 44 U/l

V. Resume

3. Pasien datang ke IGD RSUD Gunung Jati pada tanggal 20 november 2012 dengan keluhan nyeri di paha kanan sampai kaki kanan. Pasien mnegaku bahwa lupa dengan kejadian kecelakaan tersebut. Pasien mengaku pingsan, mual muntah disangkal dan terasa pusing. Pada pemeriksaan fisik inspeksi regio femur didapatkan deformitas, untuk regio cruris didapatkan terdapat banyak luka yang sudah dijahit, terdapat hematom, terdapat fraktur terbuka. Pada palpasi di regio femur didapatkan nyeri tekan dan penonjolan tulang di daerah pelvis, suhu kulit sama dengan sekitar, teraba arteri femoralis, untuk regio cruris didapatkan nyeri tekan dan penonjolan tulang, suhu kulit sama dengan sekitar dan arteri dorsalis pedis teraba. Gerakan terbatas dan terasa nyeri di regio femur dan cruris.VII. Diagnosis kerja

Dislokasi coxae dextra posterior dan fraktur terbuka tibia dextra 1/3 medial butterfly displaced grade IIVIII. Rencana penatalaksanaan

Debridement, Reduksi, metode bigelow, skin traksiIX. Prognosis

Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

DISLOKASI PANGGULDefinisiDislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah suatu keadaan keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

Anatomi SendiSendi merupakan hubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan. Dimana hubungan dua tulang disebut persendian (artikulasi).

Beberapa komponen penunjang sendi:

Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.

Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.

Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.

Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

Gambar 1. Persendian normal

Ada 5 macam sendi berdasarkan karakteristik masing-masing:

1. Sindesmosis : adalah sendi dimana dua tulang ditutupi oleh jaringan fibrosa. Misalnya sutura pada tulang tengkorak.

2. Sinkondrosis : adalah sendi dimana kedua tulang ditutupi oleh tulang rawan. Misalnya lempeng epifisis yang merupakan suatu sinkondrosis yang bersifat sementara yang menghubungkan antara epifisis dan metafisis dan memberikan kemungkinan pertumbuhan memanjang pada tulang.

3. Sinostosis : adalah bila sendi mengalami obliterasi dan terjadi penyambungan antara keduanya. Beberapa sindesmosis dan semua sinkondrosis bergabung, menjadi sinostosis.

4. Simfisis : adalah suatu jenis persendian dimana kedua permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin dan dihubungkan oleh fibrokartilago dan jaringan fibrosa yang kuat. Misalnya pada simfisis pubis dan sendi intervertebra.

5. Sendi sinovial : adalah sendi dimana permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin dan pinggirnya ditutupi oleh kapsul sendi berupa jaringan fibrosa dan di dalamnya mengandung cairan sinovial. Anatomi femur

Anatomi Pelvis

Keterangan :

(1) sacrum,

(2) ilium,

(3) ischium,

(4) pubis,

(5) pubic symphisis,

(6) acetabulum,

(7) obturator foramen,

(8) coccyx, (red dotted line) linea terminalis

Etiologi

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.

Cedera olahragaOlah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

TerjatuhTerjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin2. Kongenital

Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.3. Patologis

Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis tulang belakang. Dimana patologis: terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang.Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa sendi untuk bergerak lebih dari jangkauan normalnya, yang menyebabkan kegagalan tekanan, baik pada komponen tulang sendi, ligamen dan kapsula fibrous, atau pada tulang maupun jaringan lunak. Struktur-struktur tersebut lebih mudah terkena bila yang mengontrol sendi tersebut kurang kuat.KlasifikasiDislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:1. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.2. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.3. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:

Dislokasi Akut : Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. Dislokasi Kronik

Dislokasi Berulang : Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Diagnosis

Anamnesis : perlu ditanyakan tentang :

Rasa nyeri Adanya riwayat trauma

Mekanisme trauma

Ada rasa sendi yang keluar

Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurrens Pemeriksaan klinis

a. Deformitas

Hilangnya penonjolan tulang yang normal

Pemendekan

Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

b. Bengkakc. Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.Pemeriksaan diagnostik dengan cara pemeriksaan sinar X (pemeriksaan X-Rays).

KomplikasiKomplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :.

Komplikasi Dini: Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak Fraktur disloksiKomplikasi lanjut : Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid Kelemahan ototPenatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

Lakukan reposisi segera.

Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.

Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.Dislokasi Regio Panggul (Hip Dislocation)Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku. Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang terletak di belakang asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga mengalami cedera serius misalnya trauma benturan depan mobil akibat tabrakan mobil frontal. Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak dapat berdiri. Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi yang normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor dan pantat menonjol secara abnormal.

Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana komponen peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum. Sehingga penderita mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan pada tempatnya lagi.Epidemiologi:

Ras bukan merupakan faktor risiko untuk dislokasi hip. Dislokasi Hip lebih sering terjadi pada laki-laki muda dari pada orang yang karena cedera yang berhubungan dengan perilaku berisiko. Hip dislokasi akibat cedera traumatik (terutama MVCs) lebih umum pada mereka yang lebih muda dari 35 tahun dibandingkan orang tua. Hip dislokasi akibat jatuh lebih umum pada mereka dari 65 tahun lebih tua.

Pemeriksaan fisik:

Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi sangat penting primer. Selama survei sekunder, pemeriksaan dari korset panggul dan pinggul adalah wajib. Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi, aktif / pasif rentang gerak, dan pemeriksaan neurovaskular. - Inspeksi: Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah dengan adanya dislokasi atau fraktur-kelainan tulang lainnya

Posterior: hip adalah tertekuk, terputar ke dalam , dan adduksi.

Anterior: hip tertekuk minimal, terputar ke luar dan abduksi

Palpasi: Meraba panggul dan ekstremitas bawah untuk cacat tulang-langkah kotor atau off. Dalam sebuah dislokasi hip anterior, kadang-kadang pada femoralis teraba hematoma. Hal ini menunjukkan cedera vaskular.

Range of motion: Pasien dengan dislokasi hip memiliki jangkauan sangat terbatas gerak. Mengevaluasi apa pasien dapat dilakukan dengan nyaman. Jangan paksa melakukan berbagai gerakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir manipulasi normal,. Rentang nyeri gerak hampir tidak termasuk dislokasi hip. Pemeriksaan Neurovaskular: Tanda-tanda cedera nervus ischiadicus meliputi: Hilangnya sensasi di kaki belakang dan kaki

Kehilangan dorsiflexion (cabang peroneal) atau fleksi plantar (cabang tibial)

Kehilangan refleks tendon dalam (DTRs) di pergelangan kaki

Tanda-tanda cedera saraf femoralis adalah sebagai berikut:

Hilangnya sensasi atas paha

Kelemahan dari paha depan

Kehilangan DTRs di lutut

Tanda-tanda cedera vaskuler meliputi:

Hematoma

Loss of pulses

Muka pucat

Gambar 13. Dislokasi panggul

Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul:

Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi

Kaput femur dapat diraba pada panggul

Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri

Patofisiologi :Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya diakibatkan oleh abdukasi, ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul. Faktor yang sering menyebabkan resiko dislocation hip joint adalah pelvis yang mempunyai peluru/bola/caput yang kecil dengan diameter 22 mm, dan peluru/bola/caput yang memiliki leher/collum yang tebal.

Pengobatan Hip Dislokasi

Pengobatan untuk dislokasi hip termasuk:

Penurunan dislokasi hip:

Penataan kembali tulang

Bedah untuk patah tulang panggul

Istirahat:

Terapi fisik untuk hip dislokasi

Nonsteroidal anti-inflammatory obat untuk sakit

Ibuprofen ( Motrin Advil )

Naproxen ( Anaprox, Naprosyn, Aleve )

Ketoprofen ( Orudis )

Anti nyeri narkotika

Hip dislokasi uji klinis

Dislokasi panggul ada 3 macam, yaitu dislokasi panggul posterior, dislokasi panggul anterior, dan dislokasi panggul central.a. Dislokasi panggul posterior

Dislokasi posterior hip joint biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.Pemeriksaan pada penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum. Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi hip joint. Dislokasi panggul posterior biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.

Gejala klinis

Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum.

Gambar 15. Dislokasi panggul posterior

Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% persen dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar. Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan:Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.TipeII : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum.

Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.

Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi internal dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami fraktur, biasanya femur, cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret pelvis dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus mencakup panggul. Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera saraf ischiadikus. Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar mangkuknya dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang. Keadaan dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi dilaksanakan makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis merupakan metode yang lebih mudah. Pemeriksaan

Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi panggul. Pemeriksaan penunjang dengan pembuatan X ray foto, umumnya dengan proyeksi AP.

Gambar 16. X ray foto dislokasi panggul posterior

Penatalaksanaan

Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :1. Metode Allis : penderita dalam posisi terlentang di lantai, pembantu menahan panggul dan menekannya. Ahli bedah melakukan fleksi pada lutut sebesar 900 dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial. Lengan bawah ditempatkan dibawah lutut dan dilakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari bagian posterior asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati. Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera mungkin dan dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup. Pada tipe II setelah reposisi maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi. Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus direposisi dengan operasi. Pasca reposisi dilakukan traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.2. The Bigelow Maneuver : Tempatkan penderita di lantai (telentang). Amati (dislokasi) secara cermat dan suruh seorang asisten mendorongnya ke anterosuperior pada SIAS. Fleksikan lutut penderita dan panggulnya, dan rotasikan tungkainya pada posisi netral. Tarik tungkainya ke atas secara terus-menerus dengan lembut. Saat masih dilakukan traksi (penarikan) sesuai arah femur, rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi biasanya jelas dirasakan tetapi perlu didukung dengan sinar-X. Jika metode tersebut gagal mereduksi dislokasi, minta asisten meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS. Dengan lutut sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas. Fleksikan panggul perlahan hingga 90o dan rotasikan secara lembut ke internal dan eksternal untuk melepaskan kaput dari struktur-struktur yang menahannya. Kembalikan kaput pada tempatnya dengan rotasi interna dan eksterna lebih lanjut, atau rotasi eksterna dan ekstensi. Bila masih terpengaruh anestesi, periksa lutut, apakah terdapat ruptur ligamentum cruciatum posterior

Gambar 17. The Bigelow Maneuver

Segera setelah penderita dianestesi, tempatkan ia dengan wajah menghadap ke meja, sehingga paha yang cedera terkatung ke bawah dengan lututnya pada 90o dan kakinya bersandar pada lutut anda. Suruh seorang asisten memegang paha yang normal secara horizontal, agar pelvis tidak menjadi miring. Tekan terus menerus ke arah bawah pada lutut yang difleksikan hingga otot-ototnya berelaksas dan kaput femoris dapat masuk ke asetabulum. Jika perlu goyangkan lututnya. jika metode ini gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka.

Uji stabilitas, saat penderita masih diberi anestesi, fleksikan panggulnya sampai 90o dan lakukan pemeriksaan apakah kaput femoris mudah keluar dari asetabulum dari arah posterior ataukah tetap pada tempatnya. Jika dapat tergelincir dengan mudah, diduga ada fraktur pada tepi posteriorasetabulum.Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, dengan:

Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya, apakah menimbulkan sakit atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa sakit, maka tidak diperlukan traksi, karena itu lakukan pergerakan aktif di tempat tdur dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat ketiak dengan menahan beban berat parsial. Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan traksi ekstensi hingga nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan dengan menahan beban berat parsial sampaipenuh.

Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari asetabulum, maka lakukan pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya menunjukkan satu potongan tulang besar patah dari pinggir asetabulum, maka rujuk untuk perbaikan. Sebaliknya, lakukan traksi ekstensi dengan pen tibia. Jika reduksi dapat dikontrol, lanjutkan untuk menggunakan sekurang-kurangnya 6 minggu.KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu Lesi n. Ischiadicus

Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma

Artrosis degeneratif

Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik, kerusakan pada kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans, osteoartritis.

b. Dislokasi panggul anterior

Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan menggeserkan kaput femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur.Gejala klinis dan Pemeriksaan

Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur.Penatalaksanaan

Terapi dilakukan dengan membaringkan penderita di lantai, dan lakukan anestasi seperti pada penanganan dislokasi panggul posterior. Dengan melakukan pengamatan secara cermat, suruh seorang asisten menarik pelvisnya dengan kuat sepanjang manuver pada SIAS. Pegang tungkai penderita dan bengkokkan panggul dan lutut sampai 90o. Rotasikan tungkainya ke posisi netral. Hal ini akan mengubah dislokasi panggul anterior menjadi posterior. Tarik tungkai penderita terus menerus ke atas agar dapat mengangkat kaput femur ke dalam asetabulum.Jika panggul tidak dapat direduksi, turukan tungkainya ke lantai ketika sedang mempertahankan reduksi. Jika panggul masih tidak dapat direduksi, maka gunakan traksi sesuai dengan arah deformitas (fleksi dan adduksi). Saat mempertahankan traksi, angkat tungkainya pada posisi vertikal agar dapat membawa kaput femur pada tepi anterior asetabulum. Sekarang, dengan masih mempertahankan traksi, rotasikan tungkai ke internal dan turunkan pahanya menjadi posisi yang diekstensikan. Jika panggul masih tidak dapat direduksikan, suruh seorang asisten terus memegang pelvis dengan kuat. Suruh asisten kedua berdiri di depannya dan menarik dengan kuat sesuai dengan arah femur. Abduksikan panggul yang normal dan letakkan tumit anda tanpa sepatu pada tempat kaput femur yang anda pikirkan. Kemudian tekan ke arah posterolateral hingga kaput masuk ke dalam socket dengan bunyi debam. Jika gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka. Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, pertahankan penderita di tempat tidur hingga ia dapat mengontrol panggulnya kembali. Kemudian biarkan ia berdiri dan menahan beban berat. Amati kaput femur terhadap nekrosis aseptik, sama seperti dislokasi panggul posterior.c. Dislokasi panggul central / obturatorDislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator disebabkan karena gerakan abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari panggul yang normal yang disebabkan karena trokantor mayor bergerak berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput femur keluar dari asetabulum.Gejala Klinis dan pemeriksaanPanggul akan sangat terlihat dalam posisi abduksi dan tidak dapat dibawa ke posisi normal tanpa penyesuaian dari pelvis. Kelainan saraf sangat jarang terlihat pada kasus seperti ini.

Penatalaksanaan

Terapi pada dislokasi obturator, yang terjadi akibat sobeknya capsul inferior, adalah sangat memungkinkan untuk mengubah dislokasi ini menjadi dislokasi panggul anterior maupun posterior, dan kemudian dapat direduksi dengan cara yang tepat. Bagaimanapun juga traksi abduksi pada tungkai dengan traksi yang berlawanan dengan pelvis sangat diperlukan. Berikan tekanan kuat, lalu letakkan pada sisi medial kaput femur dengan melakukan sedikit gerakan internal dan eksternal rotasi. Adduksikan ke posisi normal. Selama kaput femur yang mengalami dislokasi tidak bergerak ke arah yang dapat mengganggu suplay darah, penderita dapat mulai berjalan dengan tongkat ketiak tanpa beban pada tungkainya setelah beristirahat di tempat tidur selama beberapa hari. Penderita harus berjalan dengan tongkat ketiak selama 6 minggu dan melakukan pemeriksaan dengan sinar-X dengan interval 2 sampai 3 bulan untuk tahun pertama dan 6 bulan untuk tahun kedua. Kemungkinan terjadi avascular necrosis sangat kecil karena arah dislokasi iniFRAKTUR TIBIA

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.1

INSIDEN

Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjut prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon. Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.2ETIOLOGI

Fraktur traumatik dapat terjadi karena trauma yang tiba-tiba.

Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat yang tertentu.

Fraktur patologis pula terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.

ANATOMI

Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan caputfibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus. Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebutplateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior; di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.

Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis terdapat insertio m.semimembranosus.

Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan untuk membrane interossea.

Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.

Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawahtibia terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada tibia.3

Gambar 2. Anatomi cruris.

Fisiologi tulang

Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik, tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh periosteum pada bagian luamya sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum.

Tibia sendiri termasuk tulang panjang , dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Tulang tibia turut membentuk rangka badan, sebagai pengumpil dan tempat melekat otot, berfungsi juga sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, dan menjadi tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam.

.()Gambar 3. Struktur tulang dan aktivitas osteoblast serta osteoclast pada tulang.

Osteoblast merupakan satu jenis sel hasil diferensiasi sel masenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblast dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblast dikelilingi oleh substansi organik intraseluller, disebut osteosit dimana keadaan ini terjadi dalam lakuna.

Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi reabsorbsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoclast. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoclasis yang menghilangkan matriks organik dan kalsium bersamaan dan disebut deosifikasi.

PATOFISIOLOGI

Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan dengan sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium.Terbentuk lapisan tebal (callus) di sekitar lokasi fraktur.Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoclast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang sementara.6DIAGNOSIS

Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian pergelangan kaki.

Fraktur Diafisis Tibia

Mekanisme trauma

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Gambar 8. Fraktur diafisis tibia.

Klasifikasi fraktur

Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam menjalankan penatalaksanaannya.

Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masingmasing grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.

B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.

C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.

Gambar 9. Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma Association (OTA).

Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem Gustilo sebagai berikut:

Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.

Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas.

Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi, contohnya: luka tembak.

Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.

Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.

Gambar 10. (A)Fraktur OTA tipe B.Ini adalah fraktur terbuka Gustilo tipe IIIb. (B) Fraktur ini dipasang dengan locked intramedullary nail. Foto lateral menunjukkan OTA tipe II dengan hilangnya tulang. Fraktur tidak menyatu, dan pertukaran nailing dilakukan 5 bulan setelah kecederaan.(C) 4 bulan setelah pertukanran nailing, fraktur menyatu dan area yang hilang tulang telah terisi tanpa bone grafting.

Gambaran klinis

Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit. Sindroma kompartemen bisa muncul di awal cedera maupun kemudian. Sehingga perlu pemeriksaan serial dan perhatian pada ekstremitas yang mengalami cidera.Sindroma kompartemen terdiri dari: pain, pallor, paralysis, paresthesia, pulselessness.

Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada transversal, spiral oblik atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral. CT tidak diperlukan.

Gambar 11. Fraktur diafisis tibia dan fibula dengan pergeseran lateral 100%.

Gambar 12. (A) Fraktur stress pada seorang atlit muda.(B) Perhatikan sklerosis and pelebaran cortical berikut penyembuhan tulang.

(dikutip dari kepustakaan 8)

Pengobatan

Konservatif

Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk immobilisasi, dipasang sampai diatas lutut.

Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada angulasi dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanya sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.

Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan mereda atau terjadi union secara fibrosa.

Operatif

Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur tidak stabil dan adanya nonunion.Metode pengobatan operatif adalah sama ada pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-mata atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia:

Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang

Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)

Gambar 13. (A) Fraktur OTA tipe A. Ini adalah fraktur bifokal, di mana terdapat fraktur bimaleolus pergelangan kaki selain fraktur diafisis; 5% dari fraktur tibia adalah bifokal, dan kombinasi dari pergelangan kaki dan fraktur diafisis yang paling biasa terjadi. (B) Fraktur diafisis ditangani dengan pemasangan locked intramedullary nail, dan fraktur pergelangan kaki ditangani dengan teknik AO konvensional.

(dikutip dari kepustakan 8)

Komplikasi

Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi, delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartmen anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal komunis dan gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

Daftar Pustaka

Apley A, Graham & Solomon, Louis. Buku AjarOrtopedi&FrakturSistem Apley Edisi VII. 1995. Jakarta: Widya Medika.

De Jong, Wim.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. 2005. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCEbnezar, John. Textbook of Orthopaedics Second Edition. 2005. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publisher.

Price, Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. 2006. Jakrta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Puts, R. danR. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1 Edisi 22. 2006. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC.Rasjad,Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Cetakan keenam. 2009. Jakarta: Penerbit PT. YarsifWatampone.

Salter, Robert. B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System Second Edition. 1984. Amerika Serikat : William & Wilkins.