Upload
intansavira
View
112
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
LOG BOOK CASES PENDIDIKAN KLINIK
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
Oleh:Hanifah Astrid Ernawati
G99131041
Pembimbing:
Widia Susanti, drg., M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2014
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi..........................................................................................................................2
I. Kelainan Genetik dan Kongenital..........................................................................3
A. Anodontia..................................................................................................3
B. Impacted Teeth..........................................................................................6
C. Malocclusion...........................................................................................12
D. Macrognotia dan Micrognotia.................................................................17
E. Labial dan Palate Cleft............................................................................21
II. Fokus Infeksi.......................................................................................................25
A. Debris.......................................................................................................25
B. Calculus...................................................................................................27
C. Plaque......................................................................................................30
D. Dental Decay...........................................................................................34
E. Pulpitis.....................................................................................................37
F. Periodontitis.............................................................................................41
G. Gingivitis.................................................................................................44
H. Candidiasis...............................................................................................46
I. Mouth Ulcer.............................................................................................52
J. Glossitis...................................................................................................58
III. Keganasan............................................................................................................61
A. Noncacerous Growth...............................................................................61
B. Leukoplakia.............................................................................................63
C. Oral Squamous Cell Carcinoma..............................................................66
IV. Sistem Kekebalan Rongga Mulut........................................................................71
A. Xerostomia...............................................................................................71
V. Temuan Kasus RSDM.........................................................................................76
A.
3
KELAINAN GENETIK DAN KONGENITAL
A. Anodontia
1. Definisi1,3
Anodontia atau anodontia vera (complete anodontia) merupakan kelainanyang
secara umum digambarkan dengan keadaan tidak tumbuhnya semua gigi, dan sangat
jarang terjadi dalam bentuk kelainan tunggal tanpa abnormalitas lain. Kelainan lain yang
jarang terjadi namun lebih umum daripada anodontia vera adalah anodontia parsial yang
terdiri dari hipodontia dan oligodontia. Hipodontia merupakan suatu kelainan genetik
yang melibatkan absennya 1 hingga 6 gigi. Sedangkan istilah oligodontia dipakai untuk
mendeskripsikan kondisi di mana lebih dari 6 gigi hilang/ tidak tumbuh.
Gambar 1. Hipodontia, Oligodontia, dan Anodontia
Kondisi ini dapat melibatkan gigi sulung dan gigi permanen, namun kebanyakan
kasus hanya terjadi pada gigi permanen. Fenomena ini sering dikaitkan dengan sindroma
non-progresif kulit dan saraf yang disebut ectodermal dysplasia. Anodontia, khususnya,
sering menjadi bagian dari gejala sindroma tersebut dan jarang terjadi sebagai satu
kondisi tunggal.
2. Etiologi2
Penyebab anodontia, baik complete maupun partial anodontia, secara garis besar
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetik. Kegagalan proliferasi sel
basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi (misal: rubella, osteomielitis),
trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau radioterapi. Mutasi beberapa
gen, seperti Msx1 atau Pax9 diketahui menyebabkan tidak tumbuhnya gigi permanen.
Anodontia sering terlihat sebagai bagian gejala dari sebuah sindroma, terutama yang
4
melibatkan anomali ektodermal (seperti sindroma ectodermal dysplasia), dan juga pada
beberapa kondisi non-sindrom seperti labioschisis dengan atau tanpa palatoschisis.
Agenesis gigi kemungkinan disebabkan oleh defek beberapa gen, yang secara sendiri-
sendiri atau bersamaan menyebabkan munculnya gejala.
3. Klasifikasi
1. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi.
2. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh.
3. Anodontia adalah keadaan dimana semua gigi tidak tumbuh, dan lebih sering
mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Anodontia diklasifikasikan
lagi menjadi :
a. Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada lagi gigi susu
maupun gigi tetap.
b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih
gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada gigi
susu.
4. Gambar
Anodontia Hipodontia bilateral
5
Oligodontia Radiografik panoramic anodontia
5. Diagnosis
Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk
memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus
hypodontia, pemeriksaan radiografik panoramik berguna untuk melihat benih gigi mana
saja yang tidak terbentuk.
6. Terapi
Terapi yang diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan dan pemasangan gigi
prostetik.
7. Daftar Pustaka
1. Institute of Dental and Craniofacial Research. 2011. Anodontia.
http://children.webmd.com/anodontia
2. Wu, C.C., Wong, R.W., Hagg, U. A review of hypodontia: the possible etiologies and
orthodontic, surgical and restorative treatment options—conventional and futuristic.
Hong Kong Dent J. Vol 4 No 2 December 2007
3. Ohno, K., Ohmori, I. Anodontia with hypohidrotic ectodermal dysplasia in a young
female: a case report. Pediatric Dentistry – 22:1, 2000
6
B. Impacted Teeth
1. Definisi1,2
Pengertian impacted teeth atau gigi impaksi telah banyak didefinisikan oleh para
ahli. Menurut Grace, gigi impaksi adalah gigi yang mempunyai waktu erupsi yang
terlambat dan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk erupsi secara klinis dan radiografis.
Menurut Londhe, gigi impaksi adalah keadaan dimana terhambatnya erupsi gigi yang
disebabkan karena terhambatnya jalan erupsi gigi atau posisi ektopik dari gigi tersebut.
Menurut Sid Kirchheimer, gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya
atau sebagian karena tertutup oleh tulang, jaringan lunak atau kedua-duanya.
2. Etiologi5
Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger, penyebab gigi
terpendam antara lain sebagai berikut.
a. Kausa Lokal
Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah
1) Posisi gigi yang abnormal
2) Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
3) Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4) Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
5) Persistensi gigi desidui (tidak mau tanggal)
6) Pencabutan prematur pada gigi
7) Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
8) Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses
9) Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.
b. Kausa Umur
Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa
lokal antara lain:
1) Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan “miscegenation”.
2) Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC, gangguan
kelenjar endokrin, dan malnutrisi.
7
3) Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleido cranial dysostosis, oxycephali, progeria,
achondroplasia, celah langit-langit.
3. Klasifikasi3
Ada berbagai macam klasifikasi impaksi gigi. Menurut George Winter, gigi
impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua.
Berikut adalah gambaran impaksi gigi menurut klasifikasi George Winter.
Vertical Impaction Soft Tissue Impaction Bony Vertical Impaction
Distal Impaction Mesial Impaction Horizontal Impaction
Klasifikasi impaksi gigi menurut George Winter
Sedangkan Pell dan Gregory menggolongkan impaksi molar bagian mandibula
menjadi 3 tipe:
a. Tipe A: berkaitan dengan hubungan gigi dengan ramus dan molar kedua.
1) Kelas I: cukup ruang untuk tumbuhnya gigi molar ketiga.
2) Kelas II: ruang untuk tumbuhnya molar ketiga kurang dari diameter mesiodistal
gigi.
3) Kelas III: seluruh atau sebagian besar gigi yang impaksi tertanam di rahang;
tidak ada tempat untuk tumbuh gigi molar tiga.
b. Tipe B: berkaitan dengan kedalaman molar ketiga dalam tulang rahang.
8
1) Posisi A: tinggi gigi impaksi sejajar dengan dataran oklusal gigi molar dua.
2) Posisi B: tinggi gigi impaksi diantara dataran oklusal dan leher gigi molar dua.
3) Posisi C: tinggi gigi dibawah leher gigi molar dua.
c. Tipe C: berkaitan dengan posisi aksis panjang gigi impaksi terhadap molar kedua
seperti klasifikasi yang dikemukakan George Winter (The American Dental
Association, 2004).
Klasifikasi impaksi gigi menurut Pell dan Gregory
Sumber: The American Dental Association, 2004
9
4. Gambar
Radiografik panoramik impaksi gigi
5. Diagnosis
Anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra
oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, yang perlu diperhatikan adalah adanya
pembengkakan, adanya pembesaran limfonodi (KGB) dan adanya parastesi. Pada
pemeriksaan intra oral, yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak,
adanya karies, perikoronitis, adanya parastesi, adanya abses gingival, posisi gigi tetangga,
hubungan dengan gigi tetangga, ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga
mandibula).
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan radiografik. Jenis
radiografi yang dapat digunakan, antara lain:
a. Periapikal, tomografi panoramik [atau oblique lateral] dan CT scan untuk gigi molar
tiga rahang bawah
10
b. Tomografi panoramik [atau oblique lateral, atau periapikal yang adekuat] untuk gigi
molar tiga rahang atas
c. Parallax film [dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal] untuk gigi
kaninus rahang atas
6. Terapi
Tabel Kriteria Perawatan Gigi Impaksi
Pencabutan gigi yang impaksi dengan pembedahan disebut odontektomi.
11
7. Daftar Pustaka
1. Universitas Sumatra Utara. 2011. Bab 2: Kaninus Impaksi. http://repository.usu.ac.id
2. SOP Odontektomi. 2011. Prosedur Standar Odontektomi Gigi Impaksi.
http://image.dentistalit.multiply.multiplycontent.com/
3. Paul, T. 2009. Management of Impacted Teeth.
http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impacted-teeth.pdf
4. Obiechina, A.E., Arotiba, J.T., Fasola, A.O. Third Molar Impaction: Evaluation of
the symptoms and pattern of impaction of mandibular third molar teeth in nigerians.
Odonto Stomatologie Tropicale 2001 – N093
5. Abdullah, W.A. Presentation Slide: Impacted Teeth.
http://www.scribd.com/doc/14186403/Impacted-Teeth
12
C. Malocclusion
1. Definisi1,2
Oklusi adalah kontaknya permukaan oklusal gigi geligi di rahang atas dengan
permukaan oklusal gigi geligi oklusal di rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang
bawah menutup. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal
system, dan muscular system.
Malocclussion (maloklusi) adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk
standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika gigi-
geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi dapat
berupa kondisi “bad bite” atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite), kontak
gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), adanya ruamg kosong antargigi
(spacing) posisi gigi maju ke depan (protusi).
2. Etiologi2
Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum
dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter, kelainan
kongenital, perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal,
malnutrisi, kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan
metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti
ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis, penyakit-penyakit infeksi.
Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi
berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran
gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui,
persistensi gigi desidui, jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi.
3. Klasifikasi2
Maloklusi digolongkan dalam 3 jenis, yaitu:
a. Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah
terhadap tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan.
13
b. Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah
terhadap tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan rahang.
c. Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul
gangguan saat dipakai untuk mengunyah
Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi ke dalam 3 kelas, antara lain:
a. Kelas I: Neutroklusi
Tonjolan mesiobukal molar 1 atas beroklusi dengan cekung bukal molar 1 bawah,
tetapi gigi-gigi lain terdapat masalah, seperti jarak gigi satu dengan yang lain terlalu
jarang, berjejalan, dan lain-lain.
b. Kelas II: Distoklusi
Gigi molar pertama rahang bawah terletak relative lebih ke distal dari posisi molar
pertama rahang atas. Dibagi dalam 2 divisi, yaitu:
c. Kelas III: Mesioklusi
Mesioklusi terjadi bila gigi depan bawah lebih menonjol keluar dibanding gigi depan
atas. Dalam kasus ini pasien sering memiliki rahang / mandibula yang besar dan
maksila yang lebih kecil.
14
Klasifikasi malocclusion: (A) Normal occlusion; (B) Class I malocclusion; (C) Class II
malocclusion; (D) Class III malocclusion
4. Gambar
Maloklusi
5. Diagnosis
Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu: kelengkungan gigi
yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil, kesulitan atau merasa tidak nyaman
ketika menggigit dan mengunyah makanan, susah berbicara/ pengucapan yang ganjil, dan
bernafas lewat mulut karena bibir yang sulit menutup.
15
Biasanya kelainan oklusi ditemukan saat pemeriksaan rutin gigi. Dokter gigi akan
mengecek seberapa keadaan oklusi dari gigi atas dan bawah. Bila ditemukan kelainan,
akan dirujuk kepada ahli orthodonti untuk mendiagnosis dan menatalaksana. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan adalah radiografik gigi, kepala, dan wajah.
6. Terapi
Alat cekat gigi, lazim disebut kawat gigi, dapat digunakan untuk mengoreksi
posisi gigi. Jangka waktu penggunaan alat cekat bervariasi, dari 6 bulan sampai 2 tahun,
tergantung pada keparahan kasus. Pembedahan dilakukan pada kasus yang jarang,
terutama untuk memperbaiki posisi rahang, proses ini disebut bedah orthognatik.
Adalah penting untuk menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut setiap hari serta
kontrol rutin ke dokter gigi. Plak dapat terakumulasi pada alat cekat sehingga
meninggalkan tanda permanen di gigi dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan gigi
bila tidak ditangani. Setelah posisi gigi terkoreksi, alat cekat digantikan retainer untuk
mempertahankan posisi gigi yang baru.
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan alat cekat adalah kerusakan gigi,
ketidaknyamanan saat perawatan, iritasi mulut dan gusi karena alat cekat, dan susah
menelan atau berbicara selama penggunaan alat cekat.
16
Band: cincin logam kecil yang
ditempatkan di gigi untuk
mencengkeram kawat gigi.
Buccal tube: logam kecil yang dilas
pada facies bucal molar. Buccal tube
terdiri kawat melengkung (archwires),
lip bumper, facebows, dan alat-alat lain
untuk menggerakkan gigi.
Bracket: dibuat dari logam atau
porselen yang ditempelkan pada gigi
untuk mengencangkan kawat gigi (arch
wires).
Ligating module: karet plastik kecil
berbentuk lingkaran untuk
mencengkeram kawat di braket gigi.
Niti spring: kumparan pegas nitinol digunakan untuk mengoreksi masalah tulang rahang
pasien (untuk menambah panjang rahang pasien yang masih berusia muda).
Arch Wire: kawat logam yang menempel pada braket untuk menggerakkan gigi (Jenny,
2011).
7. Sumber Pustaka
1. Susanto C. 2010. Need dan Demand serta Akibat dari Maloklusi pada Siswi SMU
Negeri 1 Binjai. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
2. Gallois R. 2006. Classification of
Malocclusion.http://www.columbia.edu/itc/hs/dental/D5300/Classification%20of
%20Malocclusion%20GALLOIS%2006%20final_BW.pdf.
17
D. Macrognotia dan Micrognotia
MICROGNATHIA
1. Definisi1
Micrognathia merupakan istilah untuk menyebut rahang yang lebih kecil dari
ukuran normal. Dalam kasus ini baik maksila maupun mandibula dapat terkena. Biasanya
ditemukan bersamaan dengan microglossi (lidah kecil). Jika micrognathia, microglossi
dan celah pada pallatum molle terjadi bersamaan disebut Sindroma Pierre Robin. Secara
garis besar, micrognathia dibagi menjadi: (1) Apparent micrognathia; (2) True
micrognathia.
2. Etiologi1
Secara garis besar, etiologi micrognathia dibagi menjadi:
a. Kongenital: biasanya etiologi tidak diketahui secara pasti, namun diduga ada
hubungannya dengan kelainan kromosom, obat teratogenik dan sindrom genetik lain.
b. Didapat: tipe micrognathia dapatan biasanya terjadi pada trauma post natal dan sebagai
akibat dari gangguan area TM.Joint (Ankylosis)
3. Klasifikasi1
Micronagthia dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Micronagthia sejati (true micrognathia), adalah keadaan di mana rahang cukup kecil
yang terjadi akibat hipoplasia rahang.
b. Micronagthia palsu (apparent micrognathia), adalah keadaan jika terlihat salah satu
posisi rahang terletak lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan
mandibula.
18
4. Gambar
5. Diagnosa
Biasanya penderita micrognatia mengalami masalah dengan estetika, oklusi,
pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.
6. Terapi
Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk memperluas
maksila dan mandibula.
7. Sumber Pustaka
1. Patel, A. 2009. The Developmental Disturbences of Jaws.
http://www.scribd.com/doc/44674594/The-Developmental-Disturbences-of-Jaws
19
MACROGNATHIA
1. Definisi1
Istilah macrognathia mengarah pada kondisi di mana ukuran rahang lebih dari
normal. Macrognathia juga disebut dengan megagnitia.Macrognathia mengalami
gambaran klinis yaitu dagu berkembang lebih besar. Sebagian besar macrognatia tidak
menyebabkan terjadinya maloklusi.
2. Etiologi1
Macrognatia disebabkan oleh gigantisme pituitari, Paget’s disease pada tulang,
akromegali dan pada beberapa bentuk displasia fibrosa.
3. Gambaran Klinis1
Sering tampak mandibula lebih menonjol keluar karena adanya perbedaan ukuran
maksila dan mandibula. Mandibula sering lebih besar dari normal sehingga juga
menambah panjang dari mandibula. Ukuran ramus mandibula juga lebih besar dari
normal.
4. Gambar
5. Diagnosis
Biasanya penderita macrognatia mengalami masalah dengan estetika, oklusi,
pernapasan, dan pemberian makan pada bayi
20
6. Terapi
Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk mengecilkan
maksila dan mandibula.
7. Sumber Pustaka
1. Patel, A. 2009. The Developmental Disturbences of Jaws.
http://www.scribd.com/doc/44674594/The-Developmental-Disturbences-of-Jaws
21
E. Labial dan Palate Cleft
1. Definisi1
Bibir sumbing (labial cleft) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang
didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga
mulut (palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan
menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Sekitar 98,8% dari
facial cleft didominasi oleh labial cleft dengan atau tanpa palatecleft, bilateral maupun
unilateral. Sekitar 50-70% kasus labial dan palatal cleft berdiri sendiri tanpa ada sindrom
penyerta.
Labial dan palatal cleft dibandingkan dengan kondisi normal
2. Etiologi1
Secara garis besar, penyebab labial dan palatal cleft dibagi menjadi dua, genetik
dan lingkungan. Resiko seorang anak terkena labial dan palatal cleft sekitar 4% jika
salah satu orang tua atau salah satu saudara juga menderita labial dan palatal cleft.
Namun resiko ini meningkat menjadi 17% apabila keduanya (salah satu orang tua dan
salah satu saudara) terkena.Peningkatan resiko tersebut mengindikasikan adanya faktor
genetik sebagai salah satu komponen etiologi.
22
Faktor lingkungan di dalam kandungan juga berperan penting pada kejadian labial
dan palatal cleft. Defisiensi suplemen gizi maupun paparan zat teratogenik dapat
meningkatkan kejadian labial dan palatal cleft. Suplementasi gizi dengan vitamin B6 dan
asam folat selama trimester pertama kehamilan terbukti menurunkan resiko terjadinya
rekurensi pada wanita yang sebelumnya melahirkan anak dengan labial dan palatal cleft.
Teratogen yang dihubungkan dengan kejadian ini termasuk kortison, antikonvulsan
seperti fenitoin, salisilat, aminopterin, organik solvents, alkohol, merokok, diabetes
melitus maternal, rubela, dan usia dari orang tua. Merokok selama kehamilan merupakan
faktor resiko yang paling jelas pada kejadian labial dan palatal cleft. Merokok dapat
menyebabkan polimorfisme gen TGF-alfa yang kemudian dapat meningkatkan resiko
kejadian palatal cleft. Secara statistik, ditemukan peningkatan signifikan dari laktat
dehidrogenase dan kreatin fosfokinase pada cairan amnion fetus dengan labial/palatal
cleft.
3. Gambar
Labioschisis
4. Diagnosis
23
labiopalatoschisis
labioschisis
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit
rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI
karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan
dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus cleft palate
juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indicator
seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat
menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam
berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap
diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini
disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran
yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal
memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di
belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya
cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran
sementara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan
proses tumbuh kembang darigigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal
karena kurang berkembangnya rahang.
5. Terapi
Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir oleh tim dokter khusus yang
mencakup doktergigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi
bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi
anak. Operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi berusia
tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah
pada langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua
operasi tersebut dilakukan dengan bius total.
Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk
memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga
mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang).
24
Untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara, anak nantinya dapat menjalani terapi
bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat
memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan
tindakan-tindakan pencegahan agar tidak timbul kelainan-kelainan lain pada rongga
mulut.
6. Sumber Pustaka
1. Naidich, T., Blaser, S., Bauer, B., Armstrong, D., McLone, D., Zimmerman, R.
2003. Section I: Sinonasal Cavities. Mosby Anatomy Book. Mosby Inc.
25
FOKUS INFEKSI
A. Debris
1. Definisi
Debris merupakan materi lunak yang terdapat pada gigi yang terdiri dari biofilm,
materi alba, dan sisa makanan. Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan
yang mudah dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau
dengan menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara
gigi dan gusu, biasanya hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi atau
tusuk gigi).
2. Gambar
3. Diagnosis
Pemeriksaan debris menggunakan Debris Index yaitu skor dari endapan lunak
yang terjadi karena ada sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Gigi penentu
tersebut adalah: pada rahang atas terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1
kanan permukaan lingual, sedangkan pada rahang bawah terdiri dari gigi 6 kanan kiri
permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial.
Kriteria perhitungan Debris Index ini sebagai berikut :
a. Nilai 0, jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan sepertiga
cervical.
b. Nilai 1, jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi.
c. Nilai 2, jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga
permukaan gigi.
d. Nilai 3, jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi.
26
4. Terapi
Penatalaksaan dan pencegahan debris yakni menjaga kebersihan gigi. Ada
berbagai alat untuk membersihkan gigi. Alat yang utama yaitu sikat gigi. Hampir setiap
orang tentunya sudah mengetahui mengenai sikat gigi, baik bentuk maupun ukurannya.
Selain sikat gigi sebenarnya masih terdapat beberapa alat yang dapat dipakai untuk
membersihkan bagian-bagian tertentu dari gigi, sehingga dapat tercapai kebersihan gigi
yang optimal pada gigi khususnya serta kebersihan mulut pada umumnya. Alat bantu
pembersih gigi selain sikat gigi adalah benang gigi (dental floss).
Dental floss merupakan benang yang terbuat dari silk atau nilon dan dipergunakan
untuk membersihkan bagian gigi yang terletak di bawah kontak dua gigi. Seseorang yang
akan mempergunakan benang gigi harus diberi instruksi dulu mengenai cara
penggunaannya, agar tidak melukai gusi. Ada 2 macam benang gigi yaitu yang
menggunakan tangkai sebagai pemegang dan yang tanpa tangkai pemegang. Berikut
adalah teknik penggunaan benang gigi : jika benang giginya dengan tangkai pemegang
maka tangkainya dipegang lalu benang giginya dimasukkan perlahan-lahan di antara 2
gigi sampai ke bawah titik kontak, kemudian digerakkan ke depan dan ke belakang
setelah itu benang giginya dikeluarkan. Jika benang giginya tanpa tangkai pemegang,
maka benang gigi diambil lebih kurang 25 cm lalu ditekan pada ibu jari dan telunjuk jari
kanan untuk membersihkan gigi-gigi atas di kuadran kiri. Sedangkan untuk gigi-gigi atas
di kuadran kanan, jari-jari yang dipergunakan merupakan kebalikan dari yang kiri. Untuk
gigi-gigi bawah, baik kuadran kanan maupun kiri, tekanan benang gigi terletak pada
petunjuk jari kanan dan kiri. Kemudian benang gigi dimasukkan perlahan-lahan di antara
2 gigi dan untuk selanjutnya sama dengan yang mempergunakan tangkai pemegang.
Penggunaan benang gigi, apalagi yang tanpa tangkai pemegang, memang agak sulit.
Diperlukan latihan yang terus-menerus untuk membiasakan dalam penggunaannya.
5. Sumber Pustaka
1. Purba, TR. 2011. Perilaku kebersihan gigi dan perbedaan status oral higiene murid
kelas V SD di daerah rural Kecamatan Pantai Cermin dan daerah urban Kecamatan
Medan Barat. Medan : USU.
27
B. Calculus
1. Definisi
Karang gigi yang disebut juga kalkulus atau tartar adalah lapisan kerak berwarna
kuningyang menempel pada gigi dan terasa kasar, yang dapat menyebabkan masalah
pada gigi. 1
2. Patogenesis
Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam waktu
yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut,
karenaterlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi plak
juga dapatmenyebabkan iritasi dan inflamasi gusi yang gingivitis. Jika akumulasi plak
terlalu berat,maka dapat menyebabkan periodontis. Maka plak, sering disebut juga
sebagai penyebabprimer penyakit periodontis. Sementara, kalkulus pada gigi membuat
dental plak melekat padagigi atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu
pertumbuhan plak selanjutnya.Karena itu kalkulus disebut juga sebagai penyebab
sekunder periodontis.1
Kalkulus dapat terbentuk di atas gusi atau supragingival, atau pada sulcus, yaitu
saluranantara gusi dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang
terkandung didalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang
dapat hidup dilingkungan penuh oksigen. Plak subgingival, terutama terdiri dari bakteri
anaerobik, yaitubakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan yang mengandung
oksigen. Bakteri anaerobic inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringana yang
menempel pada gigi, yang menimbulkanperiodontis. Pada umumnya, orang yang
mengalami periodontis memiliki deposit kalkulussubgingival.1
3. Derajat Calculus
28
CalculusdihitungmenggunakanCalculus Index Simplified (CI-S). Gigi yang diperiksa
sama dengan pemeriksaan debris.
Kriteria perhitungan sebagai berikut:
a. Nilai 0, jika tidak terdapat calculus
b. Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada 1/3 permukaan gigi.
c. Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari 1/3 tetapi tidak lebih dari dua
pertiga permukaan gigi atau terdapat titik calculus subginggiva pada cervical gigi.
d. Nilai 3, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari dua pertiga permukaan gigi
atau terdapat calculus subginggiva disepanjang cervical gigi.
Menghitung Calculus Indeks (CI-S)
CI –S = Jumlah nilai calculus/ Jumlahgigi yang diperiksa
Kriteria CI adalah sebagai berikut :
0,0-0,6 = Baik
0,7-1,8 = Sedang
1,9-3,0 = Buruk
Calculus Indeks Simplified (CI-S) dihitung bersama dengan Debris Indeks Simplified
(DI-S) untuk menentukan kebersihan mulut seseorang atau biasa disebut Oral
Hygiene Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion.
OHI-S = DI-S + CI-S
Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dapat dikategorikan sebagai
berikut :
0,0-1,2 = Baik
29
1,3 -3,0 = Sedang
3,1-6,0 = Buruk
4. Terapi
Untuk menghilangkan dental plak dan kalkulus perlu dilakukan scaling atau root
planing,yang merupakan terapi periodontal konvensional atau non-surgikal. Terapi ini
selainmencegah inflamasi juga membantu periodontium bebas dari penyakit. Prosedur
scalingmenghilangkan plak, kalkulus, dan noda dari permukaan gigi maupun akarnya.
Prosedur lainadalah root planing, terapi khusus yang menghilangkan cementum dan
permukaan dentin yangditumbuhi kalkulus, mikroorganisme, serta racun-racunnya.
Scalling dan root planningdigolongkan sebagai deep cleaning, dan dilakukan dengan
peralatan khusus seperti alatultrasonik, seperti periodontal scaler dan kuret. 1
5. Daftar Pustaka
1. Calculus. http://Mayoclinic.com.
30
C. Plaque
1. Definisi1
Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi terdiri dari
biofilm bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit, makrofag, matriks ekstraseluler
yang terbentuk dari produk bakteri dan saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium
dan fosfor yang terdapat pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk
kalkulus. Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau gangguan
periodontal seperti ginggivitis dan periodontitis.
2. Etiologi1
Plaque merupakan kumpulan dari koloni bakteri dan mikroorganisme lainnya yang
bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan. Metabolisme
anaerob menghasilkan asam yang menyebabkan :
a. Demineralisasi permukaan gigi
b. Iritasi gusi di sekitar gigi ginggivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)
c. Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan
pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan pematangan
plak. Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan
glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan
sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel
glikoprotein.
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam
didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus sanguins,
Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius, Actinomyces viscosus
dan Actinomyces naeslundii.Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan
adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri.
Pada tahap kolonisasi sekunder dan pematangan plak, plak akan meningkat
jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme terpisah, yaitu
multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi dan multiplikasi serta
perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru.
31
3. Gambar
4. Diagnosis
Alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada permukaan gigi dinamakan
indeks plak. Salah satu indeks plak gigi adalah indeks plak Loe and Silness yang
dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan sonde
halfmoon, dengan cara menggoreskan sonde halfmoon pada permukaan gigi. Penilaian
indeks plak setiap area diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai dari keempat
permukaan setiap gigi. Jumlah nilai indeks plak setiap area dibagi empat, maka diperoleh
indeks plak untuk gigi. Sedangkan nilai indeks plak setiap orang diperoleh dengan cara
menjumlahkan nilai indeks plak setiap gigi kemudian dibagi dengan banyaknya gigi yang
diperiksa.
Skor plak gigi (Loe and Silness, 1964):
0 : tidak ada plak
32
1 : plak tidak terlihat mata (terdapat selapis plak pada daerah ginggiva yang dapat
diketahui dengan cara menggoreskannya dengan sonde atau disclosing sollution).
2 : penimbunan plak dalam jumlah sedang yang dapat terlihat dengan jelas.
3 : penimbunan plak dalam jumlah besar yang mengisi daerah antara permukaan gigi
dan tepi ginggiva.
Kategori skor plak Loe and Silness:
0 : sangat baik
0,1 - 0,9 : baik
1,0 - 1,9 : sedang
2,0 - 3,0 : buruk
5. Terapi
Cara yang paling umum dan murah adalah sikat gigi dengan pasta gigi yang
mengandung flouride, minimal 2 kali dalam sehari. Cara lain untuk menghindari plaque
adalah dengan mengatur pola makan misalnya dengan mengurangi konsumsi makanan
seperti roti dan coklat.
6. Daftar Pustaka
1. Rifki A. 2010. Perbedaan Efektifitas Menyikat Gigi dengan Metode Roll dan
Horizontal Pada Anak Usia 8 dan 10 Tahun di Medan. Medan, Universitas Sumatera
Utara. Skripsi.
33
D. Dental Decay (Karies)
1. Definisi
Dental decay atau karies gigi adalah proses demineralisasi jaringan keras gigi
(enamel, dentin dan sementum) hingga destruksi substansi organik gigi oleh asam yang
diproduksi dari pencernaan bakteri terhadap sisa sisa makanan yang tertinggal di gigi.
Penyakit ini ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit,
fissure, daerah interproksimal) hingga meluas ke arah pulpa.
2. Etiologi1
Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor/komponen yang saling berinteraksi yaitu:
a. Komponen dari gigi dan air ludah
(saliva) yang meliputi : Komposisi gigi,
morphologi gigi,posisi gigi, Ph Saliva,
Kuantitas saliva, kekentalan saliva
b. Komponen mikroorganisme yang ada
dalam mulut yang mampu
menghasilkan asam melaluiperagian
yaitu ; Streptococcus, Laktobasillus,
Staphilococcus
c. Komponen makanan, yang sangat
berperan adalah makanan yang mengandung
karbohidratmisalnya sukrosa dan glukosa
yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam
d. Komponen waktu
3. Epidemiologi
Diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan
sebagian besarorang dewasa pernah menderita karies. Prevalensi karies tertinggi
terdapat di Asia dan AmerikaLatin. Prevalensi terendah terdapat di Afrika. Di Amerika
Serikat, karies gigi merupakan penyakitkronis anak-anak yang sering terjadi dan
tingkatnya 5 kali lebih tinggi dari asma. Kariesmerupakan penyebab patologi primer
34
Hubungan 4 komponen terhadap kejadian karies gigi
atas penanggalan gigi pada anak-anak. Antara 29% hingga59% orang dewasa dengan
usia lebih dari limapuluh tahun mengalami karies. 2
Jumlah kasus karies menurun di berbagai negara berkembang, karena adanya
peningkatankesadaran atas kesehatan gigi dan tindakan pencegahan dengan terapi
florida. 3
4. Klasifikasi Karies Gigi
Bisa diklasifikasikan melalui berdasarkan lokasi, kedalaman
a. Karies berdasarkan lokasi permukaan kunyah dapat dibagi : 1
1) Karies oklusal
2) Karies labial
3) Karies bukal
4) Karies palatal/lingual
5) Karies aproksimal
6) Karies kombinasi (Mengenai semua permukaan)
b. Karies berdasarkan lokasi dengan pembagian yang lain :
1) Karies yang ditemukan di permukaan halus
Ada tiga macam karies permukaan halus:
a) Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi. Tipe ini kadang tidak
dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi. Karies
proksimal ini memerlukan pemeriksaan radiografi.
b) Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi dan biasanya terbentuk ketika
permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini
tidak akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri.
Permukaan akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel
atau email karena sementumnya demineraliasi pada pH 6,7, di mana lebih
tinggi dari enamel. Karies akar lebih sering ditemukan di permukaan fasial,
permukaan interproksimal, dan permukaan lingual. Gigi geraham atas
merupakan lokasi tersering dari karies akar.
c) Tipe ketiga karies ini terbentuk pada permukaan lainnya
2) Karies di celah atau fisura gigi.
35
Celah dan fisura adalah tanda anatomis gigi. Fisura terbentuk saat
perkembangan alur, dan tidak sepenuhnya menyatu, dan membuat suatu turunan
atau depresio yang khas pada strutkur permukaan email. Tempat ini mudah sekali
menjadi lokasi karies gigi. Celah yang ada daerah pipi atau bukal ditemukan di
gigi geraham. Karies celah dan fisura terkadang sulit dideteksi. Semakin
berkembangnya proses perlubangan akrena karies, email atau enamel terdekat
berlubang semakin dalam. Ketika karies telah mencapai dentin pada pertemuan
enamel-dental, lubang akan menyebar secara lateral. Di dentin, proses
perlubangan akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi.
c. Karies Berdasarkan kedalamannya :
1) Karies Superfisial yaitu karies yang hanya mengenai email
2) Karies Media yaitu karies yang mengenai email dan telah mencapai setengah
dentin
3) Karies Profunda yaitu karies yang mengenai lebih dari setengah dentin dan
bahkanmenembus pulpa
Karies Superfisial Karies media Karies profunda
5. Diagnosis karies gigi dan penanganannya 1
a. Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis,
berupabercak putih setempat pada email
1) Anamnesis
Terdapatnya bintik putih pada gigi
36
2) Pemeriksaan Objektif
Ekstra oral ; tidak ada kelainan
Intra oral ; Kavitas (-) , lesi putih (+)
3) Terapi
Pembersihan gigi, diulas dengan flour
Edukasi pasien/ Dental Health Education
b. Karies dini/karies email dengan cavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai
lanjutan dari karies dini
1) Anamnesis
Gigi bisa terasa ngilu
2) Pemeriksaan Objektif
Ekstra oral ; tidak ada kelainan
Intra oral ; Kavitas (+) baru mengenai email
3) Terapi
4) Dengan penambalan
c. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif yaitu peningkatan sensitive
akibatterbukanya dentin
1) Anamnesis
Kadang-kadang rasa ngilu waktu kemasukan makanan
Waktu minum dingin, asam dan asin
Rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan
Tidak ada rasa sakit spontan
2) Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan ekstraoral tidak ada kelainan
Pemeriksaan intraoral : kavitas baru mengenai email
3) Terapi
Dengan penambalan
6. Daftar Pustaka
1. Samad F. Karies Gigi. FK-UNRI. RSUD AA. Pekanbaru, 2008.
2. Karies Gigi. http://id.wikipedia.org/wiki/karies gigi.
37
38
E. Pulpitis
1. Definisi
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri. Pulpa
terdiri dari pembuluh darah dan jaringan saraf, sehingga peradangan pulpa akan
menimbulkan hiperemia / peningkatan aliran darah ke gigi.
2. Etiologi
Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pembusukan gigi, trauma gigi, pengeboran gigi selama proses perawatan gigi.
2. Paparan cairan yang men-demineralisasi gigi, pemutih gigi, asam pada makanan dan
minuman.
3. Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang berasal dari abses
gigi.
3. Klasifikasi
Ada dua jenis pulpitis, yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel. Pulpitis
reversible adalah radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang, dapat sembuh bila
penyebab pulpitis telah dihapus dan gigi diperbaiki. Obat-obatan tertentu dapat
digunakan selama prosedur restorative dalam upaya untuk mempertahankan gigi tetap
vital (hidup).
Pulpitis ireversibel dicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangan terhadap dingin
atau panas. Radang pulpa yang ringan atau telah berlangsung lama ditandai nyeri spontan
/ dirasakan terus menerus. Terjadi kerusakan saraf sehingga membutuhkan perawatan
saluran akar.
39
4. Gambar
5. Diagnosis dan Terapi
1. Pulpitis reversibel/ hiperemi pulpitis/ pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal
sampai sedang akibat rangsangan.
Anamnesa:
a. Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin
b. Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus
c. Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan
Pemeriksaan Objektif:
a. Ekstra oral : Tidak ada pembengkakan.
b. Intra oral :
1) Perkusi tidak sakit
2) Karies mengenai dentin/karies profunda
3) Pulpa belum terbuka
4) Sondase (+)
5) Chloor etil (+)
Terapi: dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu
untuk membentuk dentin sekunder.
2. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah
berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi :
40
a. Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru ditandai dengan
rasa nyeri akut yang hebat.
Anamnesa
1) Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang
telinga
2) Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit
Pemeriksaan Objektif
1) Ekstra oral : tidak ada kelainan
2) Intra oral :
a) Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan
b) Pulpa terbuka bisa juga tidak
c) Sondase (+)
d) Khlor ethil (+); Perkusi bisa (+) bisa (-)
Terapi
1) Menghilangkan rasa sakit
2) Dengan perawatan saluran akar
b. Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung lama.
Anamnesa ;
1) Gigi sebelumnya pernah sakit.
2) Rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan.
3) Nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti; panas, dingin, asam,
manis.
4) Penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit.
Pemeriksaan Objektif
1) Ekstra oral ; tidak ada pembengkakan
2) Intra oral ;
a) Karies profunda, bisa mencapai pulpa bisa tidak
b) Sondase (+)
c) Perkusi (-)
c. Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung
pada seluruh atau sebagian yang terlibat.
41
Anamnesa:
1) Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
2) Bau mulut, gigi berubah warna.
3) Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah
satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
Pemeriksaan Objective:
1) Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
2) Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-)
3) Terdapat lubang gigi yang dalam
Terapi : perawatan saluran akar dan restorasi. Bila apeks gigi lebar/ terbuka
dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai, saluran akar diisi
dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dari ujung akar dan ditumpat tetap. Evaluasi
secara berkala 3-6 bulan sampai terjadi penutupan apeks (dengan menggunakan
pemeriksaan radiografik).
6. Sumber Pustaka
1. Kidd, Edwina A.M. 1992. Dasar-Dasar Karies. Jakarta : EGC.
42
F. Periodontitis
1. Definisi
Periodontitis terjadi jika gingivitis menyebar ke struktur penyangga gigi.
Periodontitismerupakan salah satu penyebab utama lepasnya gigi pada dewasa dan
merupakan penyebabutama lepasnya gigi pada lanjut usia. 1
2. Etiologi
Sebagian besar periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan karang
gigi(tartar) diantara gigi dan gusi. 1
3. Patogenesis
Pada periodontitis akan
terbentuk kantong diantara gigi
dan gusi dan meluas ke
bawahdiantara akar gigi dan
tulang dibawahnya. Kantong ini
mengumpulkan plak dalam
suatulingkungan bebas oksigen,
yang mempermudah
pertumbuhan bakteri. Jika
keadaan ini terusberlanjut, pada akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang
dirusak sehingga gigilepas. Kecepatan tumbuhnya periodontitis berbeda pada orang-
orang yang memiliki jumlahtartar yang sama. Hal ini mungkin karena plak dari masing-
masing orang tersebutmengandung jenis dan jumlah bakteri yang berbeda, dan karena
respon yang berbeda terhadapbakteri. 1
4. Faktor Predisposisi
Beberapa keadaan medis yang bisa mempermudah terjadinya periodontitis:1
a. Diabetes melitus
b. Sindroma Down
c. Penyakit crohn
43
d. Kekurangan sel darah putih
e. AIDS
5. Gambar
6. Gejala Klinis
Gejala-gejala dari periodontitis adalah: 1
a. Perdarahan gusi
b. Perubahan warna gusi
c. Bau mulut (halitosis)
Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna
merahkeunguan.Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong
yang melebardi gusi. Dengan kedalaman kantong dalam gusi dengan suatu alat tipis dan
dilakukan rontgengigi untuk mengetahui jumlah tulang yang keropos. Semakin banyak
tulang yang keropos,maka gigi akan lepas dan berubah posisinya. Gigi depan seringkali
menjadi miring ke luar.
Pada pemeriksaan intra oral dapat dijumpai perkusi yang positiv, dalam keadaan
biasa,periodontitis tidak menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat longgar sehingga
ikut bergerakketika mengunyah atau jika terbentuk abses (pengumpulan nanah/piore).1
7. Pengobatan
Membersihkan kantong sampai kedalaman 0,5 cm dengan alat khusus, yang
dapatmembuang seluruh karang gigi dan permukaan akar gigi yang sakit. Untuk
44
kantong yangdalamnya mencapai 0,6 cm atau lebih, seringkali diperlukan pembedahan.
Dapat jugamengangkat sebagian gusi yang terpisah sehingga gusi yang tertinggal bisa
direkatkan lagidengan lebih erat ke gigi dan penderita bisa membersihkan plaknya di
rumah. 11
Jika terbentuk abses, diberikan antibiotik. Ke dalam kantong yang dalam bisa
dimasukkanfilamen yang mengandung antibiotik, sehingga obat bisa mencapai daerah
yang sakit dalamkonsentrasi yang tinggi. Abses periodontal menyebabkan serangan
pengrusakan tulang tetapipengobatan segera dengan pembedahan dan antibiotik
memungkinkan tulang yang rusakuntuk tumbuh kembal. Jika setelah pembedahan
timbul luka terbuka di mulut, diberikan obatkumur klorheksidin selama 1 menit, 2
kali/hari untuk sementara waktu, menggantikan gosokgigi dan pemakaian benang gigi.1
8. Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah menjaga kebersihan mulut dan gigi. 1
9. Daftar Pustaka
1. Periodontitis. http://www.indonesian.com
45
G. Gingivitis
1. Definisi
Gingivitis merupakan penyakit periodontal stadium awal berupa peradangan pada
gingiva,termasuk penyakit paling umum yang sering ditemukan pada jaringan mulut.1
2. Prevalensi
Gingivitis yang ringan umumnya tidak segera mendapatkan perhatian karena
tidakmenimbulkan rasa sakit atau gangguan fungsi, akan tetapi jika keadaan ini
dibiarkan,gingivitis dapat menjadi bentuk yang destruktif. Prevalensi gingivitis dapat
berkurang denganbertambah baiknya status oral higienis, pasok flour yang memadai,
diet yang baik, perawatanpemeliharaan kesehatan dan kebiasaan hidup. Dalam
penelitian ini prevalensi gingivitis yangdijumpai adalah tinggi (92,7 %) dengan
distribusi gingivitis ringan yaitu 58,1 %, gingivitis sedang 32,3% dan gingivitis berat
2,4%, sedangkan anak yang bebas dari gingivitis hanya7,3% Berdasarkan jenis kelamin,
secara umum persentase gingivitis pada anak laki-lakisedikit lebih tinggi dibandingkan
anak perempuan. 1
3. Gejala Klinis
Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang
gusi(gingivitis).Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah
terang, danmudah berdarah dengan sentuhan ringan. 1
4. Patogenesis
Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang
buruk,penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan efek samping dari obat-obatan
tertentu yangdiminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara
seksama menjaditempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan
mineral dari air liur, plak akanmengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi
dapat terletak di leher gigi dan terlihatoleh mata sebagai garis kekuningan atau
kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkanhanya dengan menyikat gigi.
Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (sakugusi/poket). Kalkulus adalah
46
tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapatmenyebabkan radang gusi
sehingga gusi mudah berdarah. 1
5. Penatalaksanaan dan Pencegahan2,3
Kondisi medis yang
menyebabkan atau
memperburuk
gingivitis harus
diatasi.
Kebersihanmulut yang
buruk, caries serta
adanya cavitas pada
gigi akan menjadi
predisposisi
untukterjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi.
Dengan sikat gigiyang lunak dan perlahan, anjuran kumur-kumur dengan antiseptic
yang mengandung klorheksidin 0,2% untuk mengendalikan plak dan mencegah
infeksi mulut. Pembersihankarang gigi supraginggiva dapat dilakukan bertahap.3, 4
6. Daftar Pustaka
2. Gingivitis. http:Mayoclinic.com
3. Gingivitis. http://www.medicastore.com
4. Gingivitis. http://anukp.wordpress.com/2008/06/05/leukemia/
5. Periodontitis. http://www.indonesian.com
47
Gingivitis dapat diperburuk oleh adanya plak
H. Candidiasis
1. Definisi
Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi
merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana Kandida
albikan merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Candida adalah anggota
flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernafasan,
vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Di tempat-tempat ini ragi
dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologik ketika daya tahan
tubuh menurun baik secara lokal maupun sistemik.
2. Etiologi
1. Faktor Lokal
a. Perubahan epitel pada barier mukosa oral seperti atrofi, hiperplasi atau displasia
b. Kondisi saliva: penurunan kualitas dan kuantitas saliva (misal pada pasien dengan
DM, kemoterapi, dan radioterapi), perubahan pH saliva.
c. Penurunan sistem fagosit di pertahanan mukosa (misal pada pasien dengan AIDS
dan candidiasis mukokutaneus kronik
d. Morfogenesis mikroorganisme: bentuk hifa lebih invasif dan patogenik terhadap
host.
2. Faktor Sistemik
a. Individu yang imunokompromis: DM, HIV, leukemia, limfoma
b. Individu dengan gangguan nutrisi: defisiensi besi, defisiensi vitamin
3. Faktor Iatrogenik
a. Terapi antibiotik
b. Terapi kortikosteroid
c. Radioterapi dan kemoterapi
d. Merokok
48
3. Klasifikasi
1. Bentuk Primer Candidosis Oral
a. Candidosis Pseudomembranous akut
Candidosis pseudomembranous akut tampak sebagai lesi putih pada
mukosa oral yang dapat dihilangkan dengan kerokan halus dan meninggalkan
permukaan mukosa yang eritematous.Pada pemeriksaan histologis tampak sel ragi
dan hifa di antara epitel desquamasi.Infeksi jenis ini sering terjadi pada bayi baru
lahir yang sistem imunnya masih belum matang.Pada individu yang lebih dewasa,
candidosis pseudomembranous akut sering terjadi pada individu dengan gizi
kurang, supresi lokal sistem imun (misal pada pemberian steroid inhaler pada
pasien asma), atau penyakit dasar lain seperti infeksi HIV dan AIDS.
b. Candidosis Eritematous akut
Bentuk candidosis eritematous akut ini sering terjadi pada pemberian
antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan penurunan populasi bakteri dalam
mulut sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan spesies Candida.Jenis infeksi ini
dapat terjadi pada mukosa buccal, namun paling sering timbul sebagai lesi
kemerahan di dorsum lidah dan juga palatum.Candidosis eritematous akut adalah
satu-satunya bentuk candidosis oral yang menimbulkan nyeri terus-
menerus.Resolusi spontan dapat terjadi dengan menghentikan pemberian
antibiotik spektrum luas.
c. Candidosis Eritematous kronik
Candidosis eritematous dapat terjadi secara kronik.Lesi termasuk lesi
atrofik yang sering dikaitkan dengan keilitis angular dan denture stomatitis.
Candidosis eritematous kronik sering terjadi pada individu dengan HIV positif
dan pasien AIDS.
d. Candidosis Hiperplastik kronik
Candidosis hiperplastik kronik (kadang disebut sebagai candidal
leukoplakia) dapat timbul pada semua permukaan mukosa mulut baik sebagai lesi
homogen atau lesi putih noduler.Tidakseperti lesi candidosis pseudomembranous,
lesi candidosis hiperplastik kronik tidak dapat dihilangkan dengan kerokan
halus.Lesi paling sering muncul bilateral pada regio komisura mukosal buccal
49
dengan prevalensi paling tinggi pada laki-laki setengah baya yang merokok.Hal
yang penting diketahui dari bentuk infeksi ini adalah hubungannya dengan
perubahan ke arah keganasan.Secara in vitro, sel ragi terbukti dapat menghasilkan
nitrosamin karsinogenik, N-nitrosobenzylmethylamine dari molekul prekursor.
2. Bentuk Sekunder
a. Keilitis Angular
Keilitis angular adalah kondisi di mana lesi timbul pada sudut mulut dan
secara mikrobiologis sampel lesi menunjukkan adanya C.albicans, sering bersama
dengan bakteri S.aureus.Peranan Candida pada bentuk ini masih belum jelas,
namun penting diperhatikan bahwa keilitis angular sering terjadi pada pasien
dengan candidosis oral di mana jumlah spesies Candida meningkat.
b. Median Rhomboid Glossitis
Median rhomboid glossitis merupakan kondisi kronik yang muncul
sebagai lesi berbentuk kristal di posterior midline dorsum lidah. Didapatkan
jumlah spesies Candida yang tinggi dari lesi tersebut.Kondisi ini sering dikaitkan
dengan individu yang sering menggunakan steroid inhaler atau individu yang
merokok.
50
4. Gambar
Gambaran klinis bentuk primer candidosis oral: candidosis pseudomembranous akut (kiri atas),
candidosis eritematous kronik (kanan atas), candidosis eritematous akut (kiri bawah)
dan candidosis hiperplastik kronik (kanan bawah).
5. Diagnosis
Diagnosa yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti. Diagnosa candidiasis
oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaaan
penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, metode kultur swab, uji saliva, dan
biopsi.
Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai keadaan rongga
mulut yang dialami pasien.Pasien yang menderita candidiasis oral bisa mempunyai
keluhan terhadap keadaan rongga mulutnya, namun ada juga yang tidak menyatakan
adanya keluhan pada rongga mulutnya.Keluhan yang bisa terjadi pada candidiasis oral
seperti adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih pada rongga
mulut.Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi yang terdapat
pada rongga mulut.Gambaran klinis candidiasis oral yang terlihat bisa berbeda-beda
51
sesuai dengan tipe candidiasis yang terjadi pada rongga mulut pasien. Di samping itu,
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva,
dan biopsi sangat diperlukan dalam mendukung diagnosa candidiasis oral.
6. Terapi4
Pengobatan farmakologis kandidiasis oral dikelompokkan dalam tiga kelas agen
antifungal yaitu: polyenes, azoles, dan echinocandins. Antifungal Polyenes mencakup
Amphotericin B dan Nystatin. Amphotericin B dihasilkan oleh Streptomyces nodosus dan
memiliki aktivitas antijamur yang luas. Di samping keuntungannya, antifungal ini dapat
menimbulkan efek nefrotoksik. Obat antifungal lain yang sekarang banyak digunakan
adalah Nystatin. Azoles dibagi dalam dua kelompok yaitu imidazoles dan triazoles. Azoles
akan menghambat ergosterol yang merupakan unsur utama sel membran jamur.
Sedangkan, Caspofungin termasuk golongan antifungal echinocandins yang digunakan
untuk pengobatan terhadap infeksi jamur Kandida dan spesies aspergillus.
Obat anti jamur dapat diberikan secara topikal maupun sistemik, dengan syarat
pemakaiannya harus sesuai dengan tipe kandidiasis yang akan dirawat. Obat - obat anti
jamur yang dapat diberikan secara topikal berupa : clotrimazole lozenge, nystatin
pastiles, dan nystatin suspensi oral, sedangkan obat anti jamur yang dapat dibenkan
secara sistemik yaitu : ketoconazole tablet, itraconazole tablet, fluconazole tablet. Hal
yang sangat penting dilakukan oleh pasien adalah menjaga kebersihan rongga mulut,
sehingga kandida albikans yang merupakan mikroorganisme komensal dan flora normal
di rongga mulut tidak berubah menjadi agen infeksius opportunistik penyebab kandidiasis
oral.Pasien juga harus menghindari faktor - faktor predisposisi yang dapat menimbulkan
kandidiasis.
7. Sumber Pustaka
1. Wyk, C.V., Steenkamp, V. Review: Host factor affecting oral candidiasis. South Afr J
Epidemiol Infect 2011;26(1):18-21
2. Scully, C. 2010. Candidiasis, Mucosal. http://emedicine.medscape.com/article/
1075227-overview#showall
52
3. Williams, D., Lewis, M. Pathogenesis and treatment of oral candidosis. Journal of
Oral Microbiology 2011, 3: 5771
4. Andryani, Suli. 2010. Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada akibat
pemakaian antibiotik dan steroid (laporan kasus. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatra Utara. Medan.
53
I. Mouth Ulcer
1. Definisi
Mouth ulcer adalah menghilangnya atau adanya erosi pada bagian membran
mukosa rongga mulut (pipi atau bibir sebelah dalam, lidah dan bawah lidah, gusi, langit-
langit).
Gambaran sariawan itu sendiri berupa suatu luka yang terdapat pada selaput
lendir atau mukosa rongga mulut (pipi atau bibir sebelah dalam, lidah dan bawah lidah,
gusi, langit-langit) yang terkadang dapat dilapisi dengan suatu lapisan putih.
Terdapat 2 tipe dari mouth ulcer yaitu : aphtous ulcers (canker sores) dan cold
sores(yang disebabkan oleh herpes simplex virus).
Terdapat tiga jenis mouth ulcer : minor, mayor, dan herpetiform.Tipe minor
adalah aphtoues yang sering kita jumpai sehari-hari, bisa satu atau multipel berukuran
kurang dari 1 cm dan luka tidak terlalu dalam. Tipe mayor luka lebih besar dan lebih
dalam (biasanya keganasan, gizi buruk). Bentuk herpetiform berupa gelembung-
gelembung bergerombol seperti buah anggur (biasanya pada infeksi herpes simplex
virus).
2. Etiologi
Penyebab dari mouth ulcer sendiri sebetulnya belum dapat diketahui secara pasti.
Namun diduga ada beberapa proses yang menyebabkan terjadinya mouth ulcers. Pada
beberapa kasus, mouth ulcer dapat timbul pada saat seseornag mengalami stress.
Perubahan hormonal yang teradi pada menstruasi diduga menjadi penyebab terjadinya
mouth ulcer.
Berikut beberapa faktor yang dapat memicu teradinya mouth ulcer:
a. Trauma
1) Minor physical injury
Trauma yang terjadi pada mulut merupakan penyebab yang umum terjadinya
mouth ulcer. Cedera seperti bergesekan dengan ggi palsu atau kawat gigi, tergores
dari sikat gigi yang keras, bergesekan dengan gigi yang tajam, dll.
2) Chemical injury
Bahan-bahan kimia seperti aspirin dan alkohol dapat menyebabkan mukosa oral
menjadi nekrosis yang akan menyebabkan mouth ulcer. Sodium lauryl sulphate,
54
bahan utama yang terdapatpada kebanyakan pasta gigi, juga meningkatkan
insiden terjadinya mouth ulcer.
b. Infeksi
1) Viral
Yang paling umum adalah Herpes simplex virus yang menyebabkan herpetiform
ulcerations yang berulang
2) Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya mouth ulcer antara lain
Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum (sifilis).
3) Jamur
Coccidoides immitis (demam lembah), Cryptococcus noformans (kriptokokosis),
Blastomyces dermatitidis diduga menyebabkan teradinya mouth ulcer.
4) Protozoa
Entamoeba histolytica terkadang menyebabkan mouth ulcer.
c. Imun system
Peneliti menemukan bahwa mouth ulcer merupakan produk akhir dari suatu penyakit
yang diperantarai oleh system imun.
a. Immunodeficiency
Adanya mouth ulcer yang terjadi secara berulang merupakan indikasi adanya
immunodeficiency. Kemoterapi, HIV, dan mononucleosis adalah penyebab
immunodeficiency pada mouth ulcer yang menjadi manifestai umum.
b. Autoimun
Autoimun juga merupakan penyebab mouth ulcer. Pemphigoid membrane
mukosa, reaksi autoimmune epitel membrane basal, menyebabkan desquamation/
ulserasi dari mukosa oral.
c. Alergi
d. Diet
Defisiensi vitamin B12, zat besi, dan asam folat diduga penyebab terjadinya mouth
ulcer.
e. Kanker pada mulut
55
3. Manifestasi Klinis
Mouth ulcer biasanya didahului oleh adanya sensasi terbakar. Kemudian setelah beberapa
hari membentuk sebuah titik merah atau benjolan, diikuti oleh luka terbuka. Mouth ulcer
muncul dengan lingkaran atau oval berwarna putih atau kuning dengan tepi merah
meradang. Ulkus yang terbentuk sering sekali sangat perih terutama saat berkumur atau
menyikat gigi, atau juga ketika ulkus teriritasi dengan makanan asin, pedas, atau asam.
Selain itu juga bisa ditemukan adanya pembesaran dari kelenjar getah bening pada
submandibula. Berkurangnya nafsu makan biasa ditemukan pada pasien mouth ulcer.
4. Diagnosis
Penting untuk menetapkan penyebab mouth ulcer. Beberapa pemeriksaan meliputi :
a. Pemeriksaan fisik : tergantung pada berat ringannya penyakit tersebut.
Sebagai contoh, jika luka besar dan kuning, itu kemungkinan besar
disebabkan oleh trauma. Cold sores di dalam mulut cenderung sangat banyak
dan tersebar di sekitar gusi, lidah, tenggorokan dan bagian dalam pipi. Demam
menandakan jika dapat disebabkan oleh infeksi herpes simplex virus.
b. Darah turin : untuk memeriksa tanda-tanda infeksi
c. Biopsi kulit : jaringan dari ulkus diambil dan diperiksa di laboratorium.
5. Klasifikasi
Klasifikasi lesi ulkus di mukosa mulut:
a. Lesi Multipel Akut
Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
56
Eritema Multiformis
Stomatitis Alergika
Stomatitis Viral Akut
Infeksi virus herpes simpleks primer
Infeksi virus coxsackie
Infeksi virus varicella zoster
Ulkus oral karena kemoterapi kanker
b. Ulkus Oral Rekuren
Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
o aphtae minor berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa disertai
pembentukan jaringan parut.
o Aphtae mayor berdiameter lebih dari 1 cm dan membentuk jaringan parut
jika sembuh.
o ulkus herpetik formis bermanifestasi sebagai suatu kumpulan ulkus kecil
rekuren yang banyak yang timbul di seluruh mulut.
57
Sindrom Behcet’s
Infeksi virus herpes simpleks rekuren
c. Lesi Multipel Kronik
Pemphigus Vulgaris
Pemphigus Vegetan
Pemphigoid Bulosa
Pemphigoid Sikatrik
Lichen Planus Bulosa Erosif
d. Ulkus Tunggal
Histoplamosis
Blastomikosis
Mucormikosis
Infeksi virus herpes simplex kronis
6. Terapi
Pada kebanyakan kasus, mouth ulcer dapat sembuh sendiri pada beberapa hari.
Namun ada beberapa cara yang sederhana untuk mengurangi rasa sakit dan kesulitan
makan :
Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas
Hindari minuman soda atau air jeruk
Pakai sedotan waktu minum
Berkumur dengan air garam
Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit
Mengganti pasta gigi dengan pasta gigi yang tidak mengandung sodium lauryl sulfat
Obat kumur chlorhexidine dapat mengurangi rasa sakit. Mungkin juga membantu
luka untuk sembuh lebih cepat. Hal ini juga membantu untuk mencegah luka menjadi
terinfeksi.Biasanya digunakan dua kali sehari.
58
Talidomi sudah dibuktikan sebagai obat yang sangat efektif untuk ulcer. Obat ini
tidak boleh dipakai pada perempuan hamil atau yang akan hamil. Talidomid dapat
menyebabkan cacat lahir yang parah.
Mouth ulcer perlu penanganan lebih serius bila :
a. Berlangsung lebih dari dua minggu
b. Membuat tidak bisa makan atau minum sama sekali
c. Disertai demam
d. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e. Gangguan saluran cerna
f. Nyeri sendi (arthritis)
g. Gangguan membrane mukosa seperti ada peradangan di uvea (mata)
7. Daftar Pustaka
1. Akintoye SO, Greenberg MS. Recurrent aphtous stomatitis. Dent Clin North Am
2005;49:31-47.
2. Scully C, Gorsky M, Lozada- Nur F. The diagnosis and managemen of recurrent
aphtous stomatitis. J Am Dent Assoc 2003;134:200-207.
3. Shulman JD. An exploration of point, annual, and lifetime prevalence in
characterizingrecurrent aphtous stomatitis in an US adult population. Oral Dis
2004;10:335-345.
59
J. Glossitis
1. Definisi
Glositis adalah suatu peradangan pada lidah. Glossitis bisa terjadi akut atau
kronis. Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan
cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah. Glossitis dapat
menyerang semua lapisan usia. Penyakit ini sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
pada perempuan.
Glossitis biasanya merupakan respon yang baik terhadap pengobatan jika
penyebab peradangan akan dihilangkan. Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau
dapat menyebabkan ketidaknyamanan lidah dan mulut.Dalam beberapa kasus, glossitis
dapat mengakibatkan pembengkakan lidah parah yang menghalangi jalan napas, sebuah
darurat medis yang membutuhkan perhatian segera.
2. Etiologi
Penyebab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik. Penyebab glossitis
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penyebab Lokal
a. bakteri dan infeksi virus,
b. trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi
c. iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun
makan yang berbumbu,
d. alergi dari pasta gigi dan obat kumur.
2. Penyebab Sistemik
a. kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik,
b. keadaan kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu kurangnya asupan vitamin B,
c. penyakit kulit seperti oral lichen planus, erythema multiforme, aphthous ulcers,
and pemphigus vulgaris,
d. infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV).
60
3. Gambar
4. Diagnosis
Gejala dan tanda dari glossitis bervariasi oleh karena penyebab yang bervariasi
pula dari kelainan ini, tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah menjadi berubah
warnanya dan terasa nyeri.Warna yang dihasilkan bervariasi dari gelap merah sampai
dengan merah terang. Lidah yang terkena mungkin akan terasa nyeri dan menyebabkan
sulitnya untuk mengunyah, menelan atau untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai
kelainan ini permukaannya akan terlihat halus. Terdapat beberapa ulserasi atau borok
yang terlihat pada lidah ini.
Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan menunjukkan lidah
bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah (papila) mungkin
tidak ada. Tes darah bisa mengkonfirmasi sistemik penyebab gangguan tersebut.
5. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan biasanya
tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik kebersihan mulut
perlu, termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari, dan flossing
sedikitnya setiap hari.
61
Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi peradangan
glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur prednison yang tidak
ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid ditelan
atau disuntikkan.
Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan jika
penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan,
sering dengan perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti
makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan
ketidaknyamanan.
6. Sumber Pustaka
1. Zieve D., Juhn G., Eltz D.R. 2009. Glossitis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm.
62
KEGANASAN
A. Noncacerous Growth
1. Definisi
Ada banyak tipe pertumbuhan non-kanker pada rongga mulut, dan dapat terjadi
pada semua orang di semua umur. Pertumbuhan massa dapat berasal dari kista yang
berisi cairan, pertumbuhan tulang yang berlebihan, atau jaringan yang fibrosis. Semua itu
dapat disebabkan oleh faktor etiologi yang berbeda-beda seperti iritasi, pertumbuhan
tulang berlebih, atau infeksi. Beberapa pertumbuhan non-kanker tidak menimbulkan
masalah, namun demikian massa rongga mulut di lokasi tertentu dan dengan ukuran yang
cukup besar dapat menyebabkan nyeri atau gangguan makan.
2. Macam-macam Noncancerous growth
Massa rongga mulut yang biasa terjadi termasuk di dalamnya adalah sariawan.
Tipe lain dari massa pada rongga mulut termasuk papiloma, lipoma, dan fibroma.
Mukokel, torus palatinus dan kandidiasis yang juga disebut sebagai oral trush, juga
merupakan tipe lain dari massa non kanker di rongga mulut.
3. Etiologi
Noncancerous growth di rongga mulut dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Misalnya peningkatan pertumbuhan C.albicans yang menyebabkan candidiasis oral,
menyebabkan suatu growth yang disebut trush. Sariawan sering disebabkan oleh trauma
di area mulut. Fibroma dan mukokel sering disebabkan bibir atau bukal yang tidak
sengaja tergigit. Jenis lain seperti torus palatinus tidak diketahui penyebabnya.
63
4. Gambar
Papiloma
Epulis fibromatosa
Torus palatinus
5. Daftar Pustaka
1. De Pietro, M.A. 2010. A Non-Cancerous Growth in the
Mouth.www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growth-in-the-mouth
64
B. Leukoplakia
1. Definisi
Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa
mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan.
2. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dari leukoplakia digolongkan menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik.
1. Faktor lokal terdiri dari tembakau, alkohol, iritasi mekanis dan kemis, reaksi
elektrogalvanik dan kandidiasis. Penggunaan rokok merupakan faktor risiko utama
penyebab leukoplakia, karena unsur resin dan tar di dalamnya mudah mengiritasi
mukosa.
2. Faktor sistemik terdiri dari defisiensi vitamin A, vitamin B kompleks, sifilis tertier
dan anemia siderofenik. Keadaan ini disertai dengan glossitis atrofik sehingga
pasien-pasien ini mudah sekali terkena leukoplakia dan karsinoma mulut.
Perubahan patologis mukosa mulut menjadi Leukoplakia terdiri dari dua
tahap.Yaitu tahap praLeukoplakia dan tahap Leukoplakia.Pada tahap praLeukoplakia
mulai terbentuk warna plak abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus
dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap Leukoplakia ditandai dengan pelebaran lesi ke
arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih putih,
berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan mukosa
sekitarnya.
3. Klasifikasi
Burket (1994), berdasarkan bentuk klinisnya, menggolongkan leukoplakia dalam
3 jenis:
1. Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks)
Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola yang
relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis halus,
keriput atau papilomatous.
2. Nodular leukoplakia (bintik-bintik)
65
Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil
tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplakik) dari mukosa.Dua pertiga dari kasus
menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada pemeriksaan
histopatologik.
3. Verrucous leukoplakia
Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti
papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada dorsum lidah.
4. Gambar
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan klinis
rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan perubahan-
perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang terakhir dengan
pemeriksaan biopsi.
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu diketahui usia, jenis kelamin, pekerjaan,
kesehatan umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol,
mengunyah sirih dan menyuntil tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi
oleh usia lanjut akibat penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih
didominasi oleh usia muda akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan
wanita adalah seimbang karena sudah banyak wanita yang merokok.
66
2. Gambaran Klinis
Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih
keruh.Selanjutnya plak meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur.Lesi
berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih, menunjukkan
anya pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah pembentukan
ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang didasar muluy)
cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular, speckled dan erosiva
mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai displasia berat. Bentuk-bentuk
lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi ganas adalah bentuk verukosa dan
bentuk nodular.
3. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan pewarnaan
rutin Hematoksilin-Eosin (HE).
4. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
Digunakan untuk menegakkan diagnosa keganasan.Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini mungkin dan
merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari biopsi yang tidak
perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan adalah lokasi dan jenis lesi,
ketebalan lapisan keratin atau keadaan hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang
mengalami diskeratosis sulit untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.
6. Terapi
Pencegahan leukoplakia adalah dengan menghindari faktor predisposisi seperti
rokok dan alkohol, menghindari iritasi kronik seperti akibat paparan kontinu bagian tajam
dari gigi. Biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemberian beta karoten dapat
memperlambat perkembangan penyakit.
7. Daftar Pustaka
2. Rangkuti N.H. 2007. Pebedaan Leukoplakia dan Hairy Leukoplakia di Rongga Mulut.
Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
67
3. Patterson Dental Supply. 2004. Leukoplakia.
http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf.
C. Oral Squamous Cell Carcinoma
1. Definisi1
Oral squamous cell carcinoma atau karsinoma sel skuamosa merupakan kanker
ganas pada rongga mulut yang paling sering terjadi, yakni sekitar 97%, disusul dengan
adenokarsinoma (2-3%) dan melanoma maligna (1%).
Karsinoma sel skuamosa pada pria didapat kira-kira 4% dan 2% pada wanita.
Namun dewasa ini terdapat pergeseran bermakna dari rasio tersebut di mana angka
kejadian karsinoma sel skuamosa pada pria dan wanita menjadi 3:1 oleh karena
kemungkinan peningkatan pria yang merokok. Data insidensi keseluruhan meliputi kira-
kira 2% dari kanker yang menyebabkan kematian pada pria dan 1% pada wanita, dengan
jumlah kematian tiap tahun mencapai 9500 orang.
2. Etiologi
Faktor etiologi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain
sebagai berikut:
1. Tembakau
Dari semua faktor etiologi penyebab kanker rongga mulut, tembakau
merupakan faktor yang paling erat kaitannya dengan kejadian kanker ini, baik untuk
merokok atau dikunyah.Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa resiko terkena
kanker rongga mulut untuk seorang yang merokok satu bungkus sehari kira-kira 4
kali dari yang tidak merokok.
Tembakau mengandung zat-zat karsinogenik seperti nikotin, yang salah
satunya merupakan zat adiktif paling kuat di samping polisiklik aromatik
hidrokarbon, nitrosodietanolamin, nitrosoprolin dan polonium.
2. Alkohol
Identifikasi alkohol saja sebagai faktor karsinogenik tunggal sangat sulit
dibuktikan karena kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol keduanya ada
pada sebagian besar penderita kanker rongga mulut.Alkohol dan tembakau
memberikan efek sinergis yang menyebabkan perubahan displastik pada
68
mukosa.Orang yang merokok dan minum alkohol dalam jumlah yang berlebihan
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kanker mulut daripada orang yang
meminum alkohol saja atau yang mengkonsumsi tembakau saja.
Daerah mukosa yang paling sering terkena oleh alkohol mempunyai resiko
paling tinggi untuk berkembangnya kanker.Alkohol dapat mempengaruhi keutuhan
sistem kekebalan pasien yang memungkinkan kanker tumbuh dan berkembang.
3. Faktor pendukung lain
Faktor pendukung lain yang dimaksudkan di sini antara lain adalah faktor
penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, dan faktor
lingkungan.
a. Penyakit kronis
Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya
keganasan. Penyakit tersebut antara lain sifilis dan liken planus. Ditemukan bukti
bahwa 20-30% dari semua pasien laki-laki dengan kanker mulut di Amerika
Serikat adalah penderita sifilis kronis. Liken planus dapat dianggap sebagai
penyebab terjadinya kanker rongga mulut, walaupun penyebab langsung dan
hubungan yang jelas belum diketahui. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa
penderita kanker rongga mulut mempunyai riwayat liken planus.
b. Faktor gigi dan mulut
Tingkat oral higiene yang rendah, restorasi yang tidak tepat, tepi gigi
geligi yang tajam, gesekan gigi tiruan yang longgar, bersama faktor-faktor lain
diperkirakan sebagai salah satu faktor penyebab berkembangnya keganasan
dalam rongga mulut. Jika etiologi kanker dimulai oleh sebab lain, faktor-faktor
ini dapat memperhebat proses yang sudah terjadi.
c. Defisiensi nutrisi
Beberapa defisiensi zat makanan seperti defisiensi riboflavin dan anemia
defisiensi besi telah dihubungkan dengan kejadian karsinoma rongga
mulut.Defisiensi riboflavin menyebabkan perubahan displastik mukosa
oral.Sebagian dijelaskan hubungannya dengan alkohol yang menyebabkan
defisiensi riboflavin dan kanker rongga mulut. Anemia defisiensi besi dengan
sindroma Plummer-Vinson, yang paling sering diamati pada wanita, juga dapat
69
menyebabkan displasia mukosa oral dan faring. Perubahan-perubahan tersebut
menyebabkan insidensi kanker mulut dan orofaring pada kelompok ini
meningkat.
d. Jamur
Organisme oportunistik ini dalam rongga mulut mempengaruhi
patogenesis dari kanker mulut.Penelitian telah membuktikan bahwa terdapat
metaplasia sel skuamosa dan kecenderungan proliferatif epitel dari embrio anak
ayam yang terinfeksi oleh C.albicans.
e. Virus
Virus dipercaya dapat menginduksi kanker dengan mengubah struktur
DNA dan kromosom yang diinfeksi.Virus Herpes simplex tipe 1 (HSV-1) dan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) memgang peranan dalam patogenesis
karsinoma sel skuamosa.
f. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti sengatan sinar matahari, karsinogen alami,
ataupun polusi pabrik mempengaruhi insiden kanker mulut dan menyebabkan
adanya variasi dalam distribusi kanker di dalam rongga mulut.
3. Gambar
70
Oral squamous cell carcinoma
4. Diagnosis
Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan klinis
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
1) Status general
2) Status lokalis
Dengan cara : inspeksi dan palpasi bimanual
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan
palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan dengan menggunakan
lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir
sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan
memasukkan 1-2 jari ke salam rongga mulut. Untuk menentukan dalamnya
lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu- dua jari tangan kanan atau kiri
dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnyameraba lesi ari
luar mulut.
Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah
diberi kasa 2x2 inchdipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar
rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat
permukaandorsal, vemtral, dan lateral lidah, dasar mulut, dan orofaring.
Inspeksi bisa lebih baik lagi jira menggunakan cermin pemeriksa. Tentukan
71
lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besar dalam sentimeter,
berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabelitasnya.
3) Status regional
Palpasi apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening
leheripsilateral atau contra latera. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya,
jumlahnya, ukurannya, dan mobilitassnya
2. Pemeriksaan radiografi
X-foto polos
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk
menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
4. Pemeriksaan patologi
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga sebagai kanker rongga
mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.
5. Terapi
Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisiplin yang
melibatkan beberapa bidang spesialis, yaitu
1. Oncologic surgeon
2. Plastic and reconstructive surgeon
3. Radiation oncologist
4. Medical oncologist
5. Dentist
6. Rehabilitation specialists
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut
ialah dengan eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut serta aspek
kosmetik/penampilan penderita.
6. Daftar Pustaka
72
1. Syafriza, D. 2000. Skripsi: Diagnosa dini karsinoma sel skuamosa di rongga mulut.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan
SISTEM KEKEBALAN RONGGA MULUT
A. Xerostomia
1. Definisi2
Xerostomia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari mulut kering yang
disebabkan oleh penurunan produksi saliva. Xerostomia adalah kondisi yang
berhubungan dengan penurunan penghasilan saliva dan perubahan dalam komposisi
saliva seperti saliva menjadi kental. Xerostomia juga berkaitan dengan gangguan
mengunyah, gangguan bicara, gangguan pengecapan, halitosis, dan meningkatnya infeksi
oral.
2. Etiologi1,2
Xerostomia merupakan suatu kondisi kekeringan dalam mulut yang dapat
disebabkan beberapa faktor, yaitu :
1. Obat-obatan
Xerostomia adalah efek samping yang sering dan signifikan dari obat-obatan
yang banyak diresepkan.Obat-obatan yang mempunyai efek antikolinergik seperti
antidepresan, antipsikotik, antiretroviral, dan muscle relaxants dapat menyebabkan
xerostomia. Banyak obat-obatan yang mempengaruhi sekresi saliva dengan cara
mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi dari sistem saraf autonom secara
langsung bereaksi pada proses yang diperlukan untuk salivasi. Dapat juga secara tidak
langsung dengan mengubah cairan dan elektrolit atau dapat juga dengan
mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.Obat antidepresan bekerja dengan jalan
menghambat reuptake serotonin dan noradrenalin di ujung-ujung saraf otak dan
dengan demikian memperpanjang masa waktu tersedianya neurotransmiter
tersebut.Obat antidepresan bekerja menghambat histaminik, kolinergik, dan reseptor
α-1-adrenergik.Efek samping obat antidepresan salah satunya adalah efek
antikolinergik akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan xerostomia.
73
Saliva dihasilkan oleh kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual serta
ratusan kelenjar saliva minor yang terdistribusi dalam mulut.Sistem saraf parasimpatis
dan simpatis menginervasi kelenjar saliva.Stimulasi saraf parasimpatis menyebabkan
sekresi yang lebih cair, sedangkan saraf simpatis memproduksi aliran yang lebih
sedikit dan kental.
Sekresi saliva dapat terjadi atas dua fase yaitu fase yang berhubungan dengan
asinus dan fase yang berhubungan dengan saluran pembuangan(duktus striated).
Asinus, proses ini terjadi di lumen melalui sel eksositositas dan terjadi akibat stimulus
yang diterima.Stimulus yang diterima oleh asinus dapat berupa adrenergik (α dan β)
dan kolinergik. Seksresi β-adrenergik terjadi akibat rangsangan membran sel, dimana
bagian dalam sel membentuk cAMP yang dapat mengaktifkan fosforilasekinase
sehingga menyebabkan fosforilase mikrofilamen berkontraksi dan granula sekresi
diangkut ke membran plasma luminal. Kemudian membran granula melebur dengan
membran plasma. Ludah primer berisi granula akan terus berjalan ke lumen untuk di
transport melalui muara pembuangan. Rangsangan β-adrenergik menghasilkan sekresi
saliva yang pekat, kaya protein dan berbusa. Sedangkan pada rangsangan kolinergik
neurotransmiter asetilkolin dapat menghasilkan sekresi air yang banyak dengan kadar
protein yang rendah.
2. Usia
Xerostomia umumnya terjadi pada orang yang sudah tua. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan
pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah
komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi
perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang
yang digantikan oleh jaringan ikat dan lemak, lining sel duktus intermediate
mengalami atropi.Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva.
3. Terapi radiasi leher dan kepala
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah
terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai
derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi.Jumlah kerusakan
kelenjar saliva tergantung dari jumlah dosis radiasi yang diberikan selama terapi
74
radiasi.Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva parotis
dibandingkan dengan kelenjar saliva sublingualis.Tingkat perubahan kelenjar saliva
setelah radiasi yaitu, untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu
minggu terjadi penyusutan parenkim sehingga terjadi pengecilan kelenjar saliva dan
penyumbatan.Selain berkurangnya volume saliva, terjadi perubahan lainnya pada
saliva, dimana viskositas menjadi lebih kental dan lengket, pH menjadi turun dan
sekresi Ig A berkurang.Waktu untuk mengembalikan kecepatan sekresi saliva menjadi
normal kembali tergantung pada individu dan dosis radiasi yang telah
diterima.Kerusakan permanen sering terjadi dengan dosis yang tinggi, tetapi dengan
dosis yang rendah kelenjar saliva dapat kembali dalam 6-12 bulan.Dosis yang lebih
besar dari 30 Gy bisa mengakibatkan kerusakan permanen pada kelenjar saliva.
4. Gangguan pada kelenjar saliva
Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan
menyebabkan berkurangnya aliran saliva.Sialodenitis kronis lebih sering
mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis.Penyakit ini menyebabkan
degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus.Kista-kista dan tumor kelenjar
saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkanpenekanan pada struktur-
struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi
saliva.Sindroma Sjogren ialah kondisi autoimun yang berkaitan dengan infiltrasi
limfositik dari kelenjar saliva.Sindroma Sjogren merupakan penyakit autoimun
jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar saliva dan kelenjar airmata.Sel-sel
asini kelenjar saliva
rusak karena infiltrasi
limfosit sehingga
sekresinya berkurang.
Xerostomia
5. Keadaan fisiologis
75
Pada saat berolah raga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya
aliran saliva sehingga mulut terasa kering.Dalam keadaan gangguan emosional seperti
stres, putus asa dan rasa takut dapat merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari
sistem saraf autonom dan menghalangi sistem saraf parasimpatik sehingga sekresi
saliva menjadi menurun menyebabkan mulut menjadi kering. Bernafas melalui mulut
juga akan memberikan pengaruh mulut kering.
3. Diagnosis
Diagnosa dapat ditetapkan dengan menanamnesa pasien, melihat gambaran atau
tanda klinis paa daerah rongga mulut pasien, dan hasil pemeriksaan tambahan.
1. Anamnesa
Pasien xerostomia sering mengeluhkan adanya rasa tidak enak pada mulut, halitosis
(bau mulut), sakit pada lidah, sulit berbicara, sulit untuk memakai gigi tiruan, sulit
mengunyah, sulit menelan, dan hilang pengecapan.
2. Gejala dan tanda klinis
Produksi saliva yang berkurang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis, seperti :
kering dan pecah-pecah pada lidah dan bibir, pipi kering, lidah berlapis, gingivitis,
candidiasis dan merah pada mukosa bibis, lidah dan pipi, adanya karies rampan.
3. Pemeriksaan tambahan
Penting untuk membuktikan secara objektif jumlah saliva yang dihasilkan.
Pembuktian ini dapat dilakukan dengan tes Curry. Mulut kering selanjutnya dapat
dibedakan apakah sejati atau palsu. Tes Curry tersebut merupakan studi terhadap
aliran partis dan dapat menunjukan jumlah produksi saliva yang normal.
Ada beberapa alat untuk mengumpulkan saliva dan dapat membantu dalam
menegakkan diagnosa terhadap pasien xerostomia, di antaranya : Proflow Sialometri,
Salivette, Lashley Cup dan Slurp Collection Cuip.
Selain menggunakan alat-alat tersebut, kondisi mulut pasien juga dapat dinilai
dengan menggunakan kaca mulut yang ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca menempel
dapat dipastikan pasien menderita xerostomia. Saliva yang kental yang menempel pada
kaca mulut jika ditarik juga menandakan keadaan xerostomia pada pasien.
76
4. Terapi
Pada penderita xerostomia dicari penyebab utama terjadi nya xerostomia. Terapi
utama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab seperti obat-obatan, gangguan
sekresi saliva, dan gangguan organ terkait.
5. Daftar Pustaka
1. Anggarini V.R. 2010. Hubungan Penggunaan Obat Antidepresan Terhadap
Terjadinya Xerostomia pada Pasien Poli Psikiatri RSUD Dr. Ahmad Mochtar
Bukittinggi. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
2. Fox P.C. 2008. Xerostomia: Recognotion and Management.
http://www.adha.org/downloads/Acc0208Supplement.pdf.
77
TEMUAN KASUS RSDM
A. Pasien Poli Gigi dan Mulut RSDM
KASUS BARU
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. SR
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Grobogan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Pemeriksaan : 19 Desember 2014
2) Status Medis/ Anamnesis sistemik
Alergi : (-)
Riwayat penyakit herediter : (-)
Riwayat penyakit dahulu : (-)
Riwayat mondok : (-)
3) Status Oral
Extra oral:
a. Maxilla : tidak ada kelainan
b. Mandibular : tidak ada kelainan
c. Bibir : tidak ada kelainan
Intra oral:
a. Lingua : tidak ada kelainan
b. Left buccal : tidak ada kelainan
c. Upper gingival : tidak ada kelainan
d. Palatum : tidak ada kelainan
e. Right buccal : tidak ada kelainan
f. Lower gingival : tidak ada kelainan
Oral hygiene : Sedang
78
4. Dental Formula (Permanen teeth)
C
a
Ca
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1
1
12 1
3
14 15 16
32 31 30 2
9
28 2
7
26 25 2
4
23 2
2
21 2
0
19 18 17
C C I
Subjective
1. Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan sakit kepala dibagian
belakang kepala
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien sekarang merasakan sakit kepala
3. Riwayat penyakit dahulu :pasien datang dengan keluhan sakit kepala sejak lebih
dari 5 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 minggu
yang lalu. Pasien tidak pernah berobat ke dokter
maupun ke dokter gigi, sehari –hari pasien hanya
mengkonsumsi obat warung apabila sakit kepala. 3 hari
yang lalu pasien berobat ke dokter saraf dan disarankan
untuk foto rontgen gigi dan berobet ke dokter gigi. Saat
ini pasien sedang hamil 10 minggu
Objective
1. Element : 17, 32 terdapat gigi terpendam, mahkota tidak tampak sama sekali
(ada foto rontgen panoramic)
2. Sondasi : tidak dilakukan
3. Palpasi : tidak dilakukan
4. Perkusi : tidak dilakukan
5. Chlor etil : tidak dilakukan
6. Inspeksi lain:
Rontgen : Ro Panoramic
Laboratorium : (-)
79
Assesment : 17, 32 impacted
Therapy : 17, 32 pro odontectomy post partus
80
KASUS BARU
1. Identitas Pasien
Nama : Bp. AAA
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Boyolali
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 22 Desember 2014
2. Status Medis/ Anamnesis sistemik
Alergi : (-)
Riwayat penyakit herediter : (-)
Riwayat penyakit dahulu : (-)
Riwayat mondok : (-)
3. Status Oral
Extra oral:
a. Maxilla : tidak ada kelainan
b. Mandibular : tidak ada kelainan
c. Bibir : tidak ada kelainan
Intra oral:
a. Lingua : tidak ada kelainan
b. Left buccal : tidak ada kelainan
c. Upper gingival : tidak ada kelainan
d. Palatum : tidak ada kelainan
e. Right buccal : tidak ada kelainan
f. Lower gingival : tidak ada kelainan
Oral hygiene : buruk
81
4. Dental Formula (Permanen teeth)
I Ca Ca C
a
Ca C
a
Ca Ca C
a
Ca Ca C
a
Ca R Ca I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1
4
15 16
3
2
31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 1
9
18 17
M Ca Ca C
a
Ca C
a
Ca Ca C
a
Ca Ca C
a
Ca C Ca I
Subjective
1. Keluhan utama : Pasien ingin memeriksakan gigi belakang kanan atas,
kiri atas dan kiri bawah
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien tidak merasakan nyeri pada giginya
3. Riwayat penyakit dahulu :Pasien merupakan rujukan dari RS Yarsis dengan
keterangan gigi impaksi. Pasien kadang merasakan
nyeri pada gigi belakangnya sejak 1 tahun yang lalu.
Objective
1. Element : 1, 16, 17 tampak gigi terpendam, mahkota terlihat 1/3 bagian
2. Sondasi : tidak dilakukan
3. Palpasi : tidak dilakukan
4. Perkusi : tidak dilakukan
5. Chlor etil : tidak dilakukan
6. Inspeksi lain:
Rontgen : Ro panoramic
Laboratorium : darah rutin, PT, APTT, GDS, HbsAg, Ureum, Kreatinin, SGOT,
SGPT
Assesment : 1, 16, 17 multiple impacted
Therapy : 1, 16, 17 pro odontectomy dengan general anestesi
82
KONSULAN
1. Identitas Pasien
Nama : Bp. S
Usia : 85 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Mojosongo Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan TNI
Tanggal Pemeriksaan : 22 Desember 2014
2. Status Medis/ Anamnesis sistemik
Alergi : (-)
Riwayat penyakit herediter : (-)
Riwayat penyakit dahulu : hipertensi, osteoartritis, spondylolisthesis
Riwayat mondok : (-)
3. Status Oral
Extra oral:
a. Maxilla : tidak ada kelainan
b. Mandibular : tidak ada kelainan
c. Bibir : tidak ada kelainan
Intra oral:
a. Lingua : tidak ada kelainan
b. Left buccal : tidak ada kelainan
c. Upper gingival : tidak ada kelainan
d. Palatum : tidak ada kelainan
e. Right buccal : tidak ada kelainan
f. Lower gingival : tidak ada kelainan
Oral hygiene : buruk
83
4. Dental Formula (Permanen teeth)
M M M M C M Ca Ca M Ca Ca M M Ca M M
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1
5
16
32 3
1
30 29 2
8
27 26 25 2
4
23 22 21 20 19 1
8
17
M M M M M C M M M M C M M M M M
Subjective
1. Keluhan utama : Pasien datang dari poliklinik Saraf (hipertensi,
osteoartritis, spondylolisthesis) dengan keluhan nyeri
pada gigi kiri atas belakang yang dirasakan kadang-
kadang
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien sekarang tidak merasakan nyeri
3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien datang ingin mencabut gigi kiri atas belakang
karena kadang-kafdang merasakan nyeri pada gigi
tersebut. Nyeri muncul sejak kurang lebih 6 bulan yang
lalu.
Objective
1. Element : gigi 14 tampak extruded
2. Sondasi : (-)
3. Palpasi : (-)
4. Perkusi : (+)
5. Chlor etil : (-)
84
6. Inspeksi lain:
Rontgen : Ro panoramic
Laboratorium : Darah rutin, PT, APTT, GDS, HbsAg
Assesment : 14 Periodontitis
Therapy : 14 pro exo
PASIEN BANGSAL
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. KI
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Weru Sukoharjo
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswi
Bangsal : Melati Anggrek 2 / 1C
Tanggal masuk : 24 Desember 2014
Tanggal periksa : 24 Desember 2014
No. RM : 01281306
2. Anamnesis
Keluhan utama : gigi kiri belakang kadang terasa nyeri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada gigi bagian belakang sejak kurang
lebih 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul dan memberat 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Saat nyeri pasien hanya minum obat pereda nyeri yang beli di
warung. Pasien kemudian berobat ke dokter gigi dan dikatakan bahwa gigi belakangnya
tumbuh miring. Pasien kemudian dirujuk ke RS Dr. Moewardi.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi/ DM/ penyakit jantung/ penyakit ginjal/ asma/ alergi disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi/ DM/ penyakit jantung/ penyakit ginjal/ asma/ alergi disangkal
85
Riwayat kebiasaan :
Perilaku sex tidak aman/ tatto/ konsumsi alkohol/ penggunaan narkoba disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
Kondisi umum : compos mentis (GCS E:4,V:5,M:6), kesan sakit ringan, gizi kesan cukup
Vital sign : TD 120/70, nadi 78x/menit, RR 20x/menit, temp 36,5oC
Kulit : kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), petechie (-), turgor
kulit dalam batas normal, akral hangat
Kepala : normocephal, rambut warna hitam tidak mudah rontok, luka (-)
Mata : conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, sekret (-/-), tragus pain (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), deviasi septum (-/-),
deformitas (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah, sianosis (-), mukosa pucat (+), gusi
berdarah (-), stomatitis (-), oral thrust (+), papil lidah atrofi (-)
Tenggorokan : tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, KGB membesar, tiroid
tidak membesar dan tidak nyeri tekan, tortikolis (-)
Thorax : normothorax, simetris, retraksi intercostal, suprasternal, subcostal (-), tipe
pernafasan thoracoabdominal
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC 5 linea mid
clavicularis sinistra 2 cm ke medial
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi (statis) : permukaan dada kanan kiri simetris
Inspeksi (dinamis) : pengembangan dada kanan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba kanan kiri sama
Perkusi : sonor (+/+)
86
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), dinding supel, hepar lien tidak membesar
ORAL STATUS
o Extra oral:
Maxilla : tak ada kelainan
Mandibula : tak ada kelainan
Lips : tak ada kelainan
o Intra Oral:
Palatum : tak ada kelainan
Lingua : tak ada kelainan
Upper ginggiva : tak ada kelainan
Lower ginggiva : tak ada kelainan
Left Bucal : tak ada kelainan
Right Bucal : tak ada kelainan
o Oral higiene: Sedang
Dental Formula
Permanen Teeth
I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17
I I
Element : gigi 16, 17, 32 terdapat gigi terpendam, mahkota tampak 1/3 bagian
Sondation : tidak dilakukan
Palpation : tidak dilakukan
Percution : tidak dilakukan
Chlor etil : tidak dilakukan
87
4. Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Rutin
Hb 13.7 13.5-17.5 gr/dL
Hct 38 33-45 %
AL 11.2 4.5-11.0 ribu/ul
AT 290 150-450 ribu/ul
AE 4.73 4.50-5.90 juta/ul
Index Eritrosit
MCV 80.5 80.0-96.0 /um
MCH 29.0 28.0-33.0 Pg
MCHC 36.0 33.0-36.0 g/dl
Hitung Jenis
Eosinofil 5.40 0.00-4.00 %
Basofil 0.30 0.00-2.00 %
Neutrofil 61.60 55.00-80.00 %
Limfosit 27.10 22.00-44.00 %
Monosit 2.80 0.00-7.00 %
Hemostasis
PT 12.3 10.0 – 15.0 Detik
APTT 26.8 20.0 – 40.0 Detik
INR 0.930
Kimia Klinik
GDS 91 60-140 mg/dl
SGOT 21.95 0-35 u/l
SGPT 23.4 0-45 u/l
Kreatinin 0.95 0.9-1.3 mg/dl
Ureum 17.3 <50 mg/dl
Elektrolit
Na 139 136-145 mmol/l
88
K 4.1 3.3-5.1 mmol/l
Cl 99 98-106 mmol/l
Serologi Hepatitis
HbsAg Non reactive Non reactive
Pemeriksaan Hasil
Rontgen Panoramic Impacted 16, 17, 32
5. Assessment
Multiple impacted
6. Terapi
Pro multiple odontectomy dengan general anestesi tanggal 26/12/2014
Konsul Anestesi
Diet Normal
Intruksi pre-op : Inj. Ceftriaxon 1gr (1 jam sebelum operasi, skin test)
89