24
MODUL ORGAN TINDAKAN MEDIS DAN KEPERAWATAN BALITA DENGAN DEMAM DAN SESAK KELOMPOK IV 030.08.003 Adelina Dwi Putri 030.08.018 Almira Devina Gunawan 030.08.034 Anrico Muhammad 030.09.045 Bayu Permana 030.09.046 Bellinda Paterasari 030.09.048 Boy Sandy Sunardhi 030.09.051 Charisha Nadia 030.09.052 Chaterine Grace Tauran 030.09.053 Christopher P Siagian 030.09.054 Citra Indah Puspita Sari 030.09.055 Claudia Marisca 030.09.056 Cynthia Ayu Permatasari

kasus 1.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KASUS TINDAKAN MEDIK DAN KEPERAWATAN

Citation preview

Page 1: kasus 1.doc

MODUL ORGAN TINDAKAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

BALITA DENGAN DEMAM DAN SESAK

KELOMPOK IV

030.08.003 Adelina Dwi Putri

030.08.018 Almira Devina Gunawan

030.08.034 Anrico Muhammad

030.09.045 Bayu Permana

030.09.046 Bellinda Paterasari

030.09.048 Boy Sandy Sunardhi

030.09.051 Charisha Nadia

030.09.052 Chaterine Grace Tauran

030.09.053 Christopher P Siagian

030.09.054 Citra Indah Puspita Sari

030.09.055 Claudia Marisca

030.09.056 Cynthia Ayu Permatasari

030.09.057 Dani Fahma Qurani

030.09.058 Debby Adelayde

030.09.059 Debora Indah Angeli

Page 2: kasus 1.doc

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 7 MEI 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah

retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck

infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di

hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring.

Oleh karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 – 5 tahun, maka sebagian besar abses

retrofaring terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada orang dewasa.

Akhir – akhir ini abses retrofaring sudah semakin jarang dijumpai . Hal ini disebabkan

penggunaan antibiotik yang luas terhadap infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan mikrobiologi

berupa isolasi bakteri dan uji kepekaan kuman sangat membantu dalam pemilihan antibiotik

yang tepat. Walaupun demikian, angka mortalitas dari komplikasi yang timbul akibat abses

retrofaring masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat

dibutuhkan.1

Page 3: kasus 1.doc

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang bayi umur 2 tahun mengalami demam dan sesak napas sejak 5 hari yang lalu. NAfsu

makan berkurang, tangisnya melemah suaranya dan susah menelan.

Tujuh hari yang lalu bayi mengalami pilek dan batuk serta demam, kemudian diberi obat

flu/penurun panas.

Batuk pileknya berkurang namun bayi tetap panas dan susah menelan serta sesak napas.

Selama ini bayi mendapat ASI serta makanan tambahan sesuai dengan yang dianjurkan dari

PUSKESMAS. Riwayat kehamilan dan persalinan baik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

KU : Sakit sedang

Suhu 38°C

Nadi 90/m RR 24/m

Tanda-tanda vital dalam keadaan baik

Pada pemeriksaan THT didapatkan

AD/AS : LT lapang tenang

MT intak, mengkilat, tenang

Hidung : Rongga hidung lapang

Pada pemeriksaan lab terdapat :

- Hb : 13 g%

- Leukosit : 15000/ml

- Hitung Jenis : Ada, pergeseran ke kiri

Pada foto polos leher posisi lateral tampak penonjoloan dinding faring setinggi C4.

Page 4: kasus 1.doc

Septum lurus

Konka eutropis

Tenggorok : Tonsil T2/T2 tenang

Dinding faring belakang tampak agak menonjol

BAB III

PEMBAHASAN

I. Identitas Pasien

Nama : -

Usia : 2 tahun

Jenis Kelamin : -

Alamat : -

Pekerjaan : -

Pekerjaan Orang tua :

Ayah : -

Ibu : -

II. Keluhan utama

Demam dan sesak napas sejak 5 hari yang lalu

III. Hipotesis

Penyakit

Demam

Infeksi oleh bakteri :

- Tuberculosis

- Difteri

- Pneumonia

Infeksi oleh virus

Otitis Media Akut

Page 5: kasus 1.doc

Sesak Napas

Bronkiolitis

Obstruksi saluran napas atas akibat :

- ISPA

- Tonsillitis

- Abses retrofaring

SARS

Asthma

IV. Daftar Masalah

Masalah Dasar Masalah

Demam Akut Didahului Infeksi Saluran Napas Atas

Terjadi pada anak usia dibawah 4-5 tahun

Terjadi sejak 5 hari yang lalu

Sesak Napas Obstruksi jalan napas

Hipersekresi mukus

Sulit Menelan Penekanan esofagus

Anamnesis Tambahan

Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan timbul demam? Bagaimana sifat demam? Bagaimana pola makannya,apakah nafsu makan menurun? Apakah ada kesulitan menelan? Apakah bayi rewel (gelisah)? Sejak kapan sesak nafas yang dialami? Keadaan apa saja yang dapat memperburuk keadaan anak? Apa yang lebih dulu timbul apakah sesak nafas dulu atau demam dulu, atau bersamaan? Bagaimana riwayat pengobatan sebelumnya untuk anak ini? Bagaimana riwayat penyakit keluarga?

Page 6: kasus 1.doc

Bagaimana riwayat pemberian ASI pada anak? Bagaimana riwayat kehamilan ibu?

Otitis Media Akut

Apakah anak ini suka memegangi telinganya atau tidak?

Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA)

Apakah sesak nafas disertai oleh batuk?

Abses Peritonsil

Apakah nafasnya berbau? Apakah air liur sering menetes (drooling)? Apakah suara menjadi sengau dan timbul stridor?

Tuberkulosis Paru Anak

Apakah anak ini sering mengalami keringat pada malam hari? Bagaimana status gizi si anak? Bagaimana tumbuh kembang anak? Bagaimana riwayat kelahiran si anak? BBLR? Prematur?

Bronkiolitis

Apakah sesak nafas disertai bunyi mengi (wheezing)?

Difteri

Bagaimana kebersihan dari anak? Bagaimana riwayat imunisasi anak? Bagaimana suara nafas anak? (Khas Difteri: Serak dan Stridor)

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

I. Keadaan Umum

a. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran pasien compos mentis

b. Kesan Sakit

Kesan sakit pasien menunjukkan sakit sedang dan suara tangis melemah

Page 7: kasus 1.doc

c. Status AntropometriStatus antropometri tidak diketahui.

II. Tanda Vital

Status Lokalis

Pemeriksaan Hasil pemeriksaan

Mata Tidak diketahui

Telinga AD/AS : Liang telinga lapang

tenang

  Hasil Normal

Suhu 38o C 36,5 - 37,2 C

Denyut nadi 90x/menit 70-110 X/mnt

Irama denyut (tidak diketahui) teratur(reguler)

Tekanan darah - 95/65 mmHg(optimal)

Pernafasan 24x/menit 25-50 X/mnt

Page 8: kasus 1.doc

Kepala

Membran Timpani intak,

mengkilat, tenang

Hidung Rongga hidung lapang

Septum lurus

Konka eutropis

Mulut Tidak diketahui

Tenggorokan Tonsil T2/T2 tenang

Dinding faring belakang

tampak agak menonjol

Leher Tidak diketahui

Thorax

Cor -

Pulmo -

Abdomen

Usus -

Hepar

Tidak diketahui

Lien

Punggung Tidak diketahui

Ekstremitas -

Pada dinding faring posterior tampak agak menonjol hal ini semakin menguatkan

hipotesis mengenai abses retrofaringeal. Abses retrofaringeal terjadi pada anak usia dibawah 4-5

tahun dikarenakan kelenjar retrofaringeal belum mengalami atrofi sehingga sering mengalami

infeksi, biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas.

Pemeriksaan Penunjang

Page 9: kasus 1.doc

Pemeriksaan Laboratorium5

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi Rutin

Hemoglobin 13 11.5-13 g/dL

Leukosit 15 6-17 103/ml

Hitung Jenis Ada pergeseran ke kiri*

Hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri (shift to the left) menunjukkan adanya infeksi bakteri pada pasien.

Foto Polos Leher

Pada foto polos leher posisi lateral tampak penonjolan dinding faring setinggi C4. Hal ini

biasa ditemukan pada abses retrofaring.

Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukan pasien menderita Abses

Retrofaring. Hal ini juga didukung oleh pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen leher yang

menunjukan adanya massa pada ruang retrofaring di C4.

Patofisiologi

Infeksi Bakteri (faringitis)

Bakteri difagositosis makrofag dan APC

Demam

APC menuju ke KGB daerah retrofaring

Mengeluarkan sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-α, IL-6)

Reaksi tubuh menghancurkan bakteri

Proses supurasi jaringan Terbentuk pus

Pus yang menumpuk à terjadi abses di daerah retrofaring

Lokasi abses menonjol ke depan sehingga menutup sebagian jalan napas

Aliran udara terganggu

Timbul sesak napas Suara tangis melemah

Susah menelan

Page 10: kasus 1.doc

Penatalaksanaan 2

I. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat :

- Rawat Inap

- Posisi pasien supine dengan leher ekstensi

- Pemberian O2

- Intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik

- Trakeostomi / krikotirotomi

II. Medikamentosa

1. Antibiotik ( parenteral )

Pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu

hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob,

Page 11: kasus 1.doc

gram positip dan gram negatif. Dahulu diberikan kombinasi Penisilin G dan Metronidazole

sebagai terapi utama, tetapi sejak dijumpainya peningkatan kuman yang menghasilkan B –

laktamase kombinasi obat ini sudah banyak ditinggalkan. Pilihan utama adalah clindamycinyang

dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan dengan sefalosporin generasi kedua ( seperti

cefuroxime ) atau beta – lactamase – resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate,

piperacillin / tazobactam, ampicillin / sulbactam.Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama

lebih kurang 10 hari.

2. Simtomatis

3. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki keseimbangan cairan

elektrolit.

4. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.

III. Operatif :

a. Aspirasi pus ( needle aspiration )

b. Insisi dan drainase :

- Pendekatan intra oral ( transoral ) : untuk abses yang kecil dan terlokalisir.

Pasien diletakkan pada “posisi Trendelenburg”, dimana leher dalam keadaan

hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari bahu. Insisi vertikal dilakukan pada

daerah yang paling berfluktuasi dan selanjutnya pus yang keluar harus segera diisap

dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Lalu insisi diperlebar dengan

forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus.

- Pendekatan eksterna ( external approach ) baik secara anterior atau posterior :

untuk abses yang besar dan meluas ke arah hipofaring.

- Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti

garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara tulang hioid dan klavikula. Kulit

dan subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat

m.sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m.

sternokleidomastoideus. Dengan menggunakan klem erteri bengkok, m.

sternokleidomastoideus dan selubung karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses

terpapar dengan cunam tumpul abses dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan

insisi dapat diperluas dan selanjutnya dipasang drain ( Penrose drain ).

Page 12: kasus 1.doc

- Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m.

sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari abses.

Selanjutnya fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan.

Dengan diseksi tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.

Komplikasi 2

Komplikasi abses retrofaring dapat terjadi akibat :

a. Massa itu sendiri : obstruksi jalan nafas

b. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses paru

c. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya :

- inferior :edema laring,mediastinitis, pleuritis, empiema, abses mediastinum

- lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri karotis, abses parafaring

- posterior : osteomielitis dan erosi kollumna spinalis

d. Infeksi itu sendiri : necrotizing fasciitis, sepsis dan kematian.

Prognosis

Ad vitam : ad Bonam

Ad functionam : ad Bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Menurut kami dengan pengobatan yang adekuat pasien bisa sembuh total, tetapi

berdasarkan anatomis perkembangan anak, pada anak-anak masih banyak didapatkan kelenjar

limfe di bagian retrofaring sehingga besar kemungkinan dapat terjadi lagi abses retrofaring.

Kelenjar limfe tersebut akan atrofi pada usia 5 tahun atau lebih, memperkecil kemungkinan

terjadinya abses retrofaring.

Page 13: kasus 1.doc

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

ABSES RETROFARING3

Abses retrofaring adalah infeksi dalam ruang leher dalam yang dapat menimbulkan keadaan

darurat yang mengancam jiwa segera, dengan potensi terjadinya komplikasi pada saluran napas dan

komplikasi berat lainnya.

Untuk dapat mengerti mengenai infeksi ruang dalam, maka diperlukan pengetahuan anatomi dari

fasia – fasia dalam leher. Walaupun tipikalnya fasia menempel dengan struktur yang sejajar dengannya,

namun ruang potensial dapat terbentuk ketika ada infeksi yang saling berkolerasi antara lapisan – lapisan

fasia dan membentuk ruang yang sebenarnya, dengan penyebaran inflamasi yang cepat dan pus di dalam

ruang antar fasia. Ruang retrofaring terletak posterior dari faring (nasofaring, orofaring, hipofaring),

laring, dan trakea. Fasia viseral (bukofaringeal), yang mengelilingi faring, trakea, esofagus, dan tiroid,

membentuk batas anterior dari ruang retrofaring. Pada bagian posterior, ruang retrofaring berbatasan

dengan fasia alaris, pada bagian lateral berbatasan dengan carotid sheaths dan ruang parafaring. Ruang

retrofaring ini meluas secara superior sampai ke dasar tulang tengkorak dan secara inferior ke arah

mediastinum sampai pada level dari bifurkasio trakea.

Page 14: kasus 1.doc

Dua ruang potensial lainnya (ruang berbahaya dan ruang prevertebralis) terletak proksimal dari

ruang retrofaring. Bagian anterior dari ruang berbahaya (danger space) dibentuk oleh fasia alaris dan

posteriornya oleh fasia prevertebralis. Ruang prevertebralis dibatasi anterior oleh fasia prevertebralis dan

posterior oleh m. colli longus dari tulang belakang. Ruang berbahaya meluas ke bawah mediastinum

sampai ke level diafragma, sedangkan ruang prevertebralis berlanjut sampai insersio dari otot – otot

psoas. Hubungan anatomic ini dapat menyebabkan infeksi ruang retrofaring menyebar sampai ke

mediastinum sehingga menimbulkan mediastinitis.

Sumber infeksi dapat berasal dari faringitis, tonsillitis, adenoiditis, adenitis, otitis, sinusitis, dan

infeksi lainnya. Degenerasi atai supurasi dari nodul – nodul ini akan membentuk abses. Sumber infeksi

seperti osteomyelitis dari tulang belakang juga dapat menyebar langsung ke anterior dari ruang

prevertebralis. Yang penting untuk diketahui adalah kelompok nodul – nodul lateral dari retrofaring yang

terletak pada dasar tulang tengkorak yang dinamakan nodul Rouviere. Nodul ini secara klinis tidak begitu

bermakna, namun sebagai drainase limfa yang utama dari nasofaring, peranan mereka dapat menjadi

signifikan pada kasus kanker nasofaring. Nodul ini juga berkaitan dengan abses retrofaring karena dapat

bernanah dan menyebabkan abses.

Komplikasi dari abses retrofaring timbul akibat sekunder dari efek massa, rupturnya abses, atau

penyebaran infeksinya. Komplikasi yang paling cepat terjadi adalah perluasan abses ke daerah faring atau

trakea yang menyebabkan kompresi jalan napas. Ruptur abses menyebabkan aspirasi dari pus sehingga

timbul asfiksia atau pneumonia. Infeksi dapat menyebar sehingga mengakibatkan inflamasi dan destruksi

Page 15: kasus 1.doc

dari jaringan yang terkena. Penyebaran infeksi ke mediastinum dapat menimbulkan mediastinitis,

perikarditis purulenta dan tamponade, pyoneumothoraks, pleuritis, empyema, atau erosi bronchial.

Penyebaran infeksi ke lateral dapat menyerang carotid sheath dan menyebabkan thrombosis vena

jugularis atau ruptur arteri karotid. Infeksi secara posterior menimbulkan osteomyelitis dan erosi dari

kolumna spinalis yang menyebabkan subluksasio vertebra dan cedera korda spinalis.

Gejala – gejala yang dapat ditemukan pada penderita abses retrofaring antara lain:

Demam, menggigil, kurang nafsu makan, malaise, gelisah.

Nyeri tenggorok, disfagia, odinofagia, trismus, tortikolis. Pada anak kecil dengan tortikolis

cenderung menahan leher mereka pada posisi non-netral dan tidak memutar leher mereka dari sisi

satu ke sisi yang lain.

Sesak napas dapat dikeluhkan apabila terdapat obstruksi jalan napas.

Tanda – tanda yang dapat ditemukan antara lain:

Suhu febris.

Limfadenopati servikal unilateral.

Jarak gerak leher dan rahang berkurang atau nyeri saat digerakkan.

Terdapat massa lunak pada leher.

Pada pasien dapat ditemukan “hot potato” voice.

Pada inspeksi kavum oral dapat ditemukan tonjolan pada dinding faring posterior. Trismus sering

ditemukan pada pasien.

Faktor risiko terjadinya abses retrofaring adalah rendahnya status sosioekonomi, kebersihan mulut yang

buruk, gangguan sistem imun (HIV, diabetes, dan obat – obatan imunosupresan).

Pemeriksaan laboratorium yang penting untuk dilakukan antara lain: hitung sel darah putih, pengukuran

c-reactive protein, foto polos lateral leher, dan CT-scan.

Page 16: kasus 1.doc

Pewarnaan Gram dan kultur dari pus dapat dilakukan untuk menentukan organism penyebab yang

dominan. Hal ini berguna untuk penentuan pemberian antibiotik dan membantu dalam menentukan

lamanya pemberian dan rute pemberiannya. Setelah didapatkan hasil hitung leukosit dan kultur darah,

maka dapat dilakukan terapi secara empirik. Sebaiknya berikan antibiotik spektrum luas, dalam hal ini

klindamisin merupakan terapi lini pertama. Seiring meningkatnya frekuensi bakteri yang resisten, maka

klindamisin dapat dikombinasikan dengan sefoksitin atau penisilin betalaktamase resisten, seperti

tikarsilin/ klavulanat, piperasilin/ tazobaktam, atau ampisilin/ sulbaktam.

Kebanyakan pasien memerlukan tindakan operasi drainase untuk mengeluarkan abses. Prognosis dengan

dilakukannya operasi ini adalah sangat baik.

Algoritma diagnosis dan rencana terapi4

Page 17: kasus 1.doc
Page 18: kasus 1.doc

BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik menunjukan

pasien menderita Abses Retrofaring. Dilihat dari manifestasi klinisnya, keluhan demam dan

sesak napas pada anak ini didahului oleh ISPA dan pada pemeriksaan THT ditemukan kelainan

pada tenggorokan yaitu tonsil membesar dan terdapat penonjolan pada dinding faring belakang

sehingga memperkuat diagnosis kelompok kami abses retrofaring. Hal ini juga didukung oleh

pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen leher yang menunjukan adanya massa pada ruang

retrofaring di C4.

Penatalaksanaan abses retrofaring dilakukan secara medikamentosa dan operatif . Secara

medikamentosa dapat diberikan antibiotika dengan dosis tinggi. Selain itu dilakukan pungsi dan

insisi abses retrofaring yang dapat dilakukan secara intra oral atau pendekatan eksternal

bergantung dari luasnya abses. Pada umumnya abses retrofaring mempunyai prognosis yang baik

apabila didiagnosis secara dini dan dengan penanganan yang tepat sehingga komplikasi tidak

terjadi.

Page 19: kasus 1.doc

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Medicastrore. Abses Retrofaring. Available at

http://medicastore.com/penyakit/936/Abses_Retrofaringeal.html. Accessed on Mei 5,

2012

2. Repository USU. Abses Retrofaring. Available at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3464/1/tht-andrina2.pdf. Accessed on

Mei 5, 2012

3. Medscape reference. Pediatric Retropharyngeal Abscess. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/995851. Accessed on Mei 5, 2012

4. Philpott CM, Selvadurai D, Banerjee AR. Paediatric retropharyngeal abscess. J

Laryngol Otol. 2004;118:919-926

5. Normal Laboratory Values for Children. Available at

www.pediatriccareonline.org/pco/ub/view/Pediatric-Drug-Lookup/153930/0/

normal_laboratory_values_for_children. Accessed on May 4, 2012.