Upload
juanfrimus
View
471
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
tPENGGUNAAN STARTER BAKTERI ASAM ASETAT PADA FERMENTASI CUKA DARI NIRA AREN
Judith H. Mandei, Marjati Edam
RINGKASAN
Penelitian penggunaan starter bakteri asam asetat pada fermentasi cuka dari
nira aren telah selesai dilaksanakan. Penelitian inibertujuan untukmengoptimalkan
penggunaan starter bakteri asam asetat pada fermentasi asam cuka dari nira aren, dan
mendapatkan cuka nira aren dengan kadar asam asetat yang memenuhi syarat mutu
cuka makan (SNI 01-3711-1975).
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu percobaan pertama untuk mengetahui
masa inkubasi bakteri asam asetat yang sesuai digunakan untuk fermentasi cuka nira
aren. Percobaan kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan
jenis starter yaitu fermentasi alami / tanpa starter(A), starter bakteri asam asetat hasil
isolasi dari nira aren (B), dan starter dari cairan bibit cuka nira aren (C).
Hasil penelitian dari percobaan pertama ternyata bakteri asam asetat yang
sesuai digunakan untuk fermentasi cuka nira aren adalah bakteri dengan masa
inkubasi 8 jam. Hasil percobaan kedua ternyata jenis starter untuk menghasilkan cuka
dengan kadar yang paling tinggi yaitu starter dari cairan bibit cuka nira aren (C)
dengan kadar asam asetat 5,60% pada periode fermentasi 16 hari. Kadar asam asetat
dapat memenuhi syarat mutu cuka makan (SNI 01-3711-1975), khusus untuk cuka
meja.
Kata kunci : fermentasi cuka, starter bakteri asam asetat.
PENDAHULUAN
Tanaman AREN (Arenga pinnata, MERR.) merupakan salah satu jenis palma
yang banyak tumbuh dan didapati di berbagai daerah di Indonesia. Tanaman ini
tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi, dan kebanyakan tumbuh secara liar
dan ada juga yang dibudidayakan secara khusus. Di propinsi Sulawesi Utara,
tanaman ini tumbuh liar di hutan dan di tanah perkebunan tanpa memerlukan
perawatan yang khusus. Data potensi tanaman aren Sulawesi utara tahun 2006 yakni
luas areal sebesar 5787 Ha, dengan produksi 16.834,47 ton.
Dalam penggunaannya, sebagian besar tanaman ini bisa diolah. Khusus di
Sulawesi Utara pemanfaatan tanaman aren yang paling banyak diusahakan orang
yaitu pengambilan ijuknya sebagai bahan baku pembuatan sapu atau lidi dan air nira
(saguer) yang merupakan hasil sadapan dari tangkai bunga jantan. Di daerah ini nira
aren selain diminum segar, juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol,
gula merah dan gula semut serta asam cuka.
Nira aren segar setelah selesai disadap mudah sekali mengalami perubahan-
perubahan yang disebabkan adanya aktivitas mikroba terhadap gula yang dikandung
oleh nira aren. Menurut Gafar (1990), pada umumnya nira aren segar mengandung
sukrosa 8 – 21%, yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba,
terutama mikroba pembentuk asam asetat (Frazier, 1967). Asam asetat merupakan
bahan utama penyusun cuka, sedangkan bahan penyusun cuka yang lain sangat
bervariasi, tergantung pada bahan dasar pembuatannya. Secara tyeori cuka dapat
dihasilkan dari beberapa substansi (bahan baku) yang mengandung gula yang cukup
untuk difermentasi menjadi alkohol selanjutnya menjadi asam asetat (Suharto, 1977).
Menurut Pasteur seperti yang dilaporkan oleh Tjokroadikoesoemo (1986),
proses fermentasi asam cuka tidak akan berlangsung tanpa terlibatnya mikroba-
mikroba tertentu. Hal ini sesuai dengan penemuan Pearson yang menyatakan bahwa
transformasi alcohol menjadi asam cuka dilakukan oleh jasad renik yang
dinamakannya Acetobacter aceti.
Hasil penelitian Adihardjo dkk (1977) mendapatkan bahwa media dengan
kandungan alkohol 10 – 13% merupakan media yang paling baik untuk menghasilkan
asam asetat. Media yang sudah mengandung asam asetat sebagai starter paling baik
untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter aceti. Kandungan gula dari produk yang
akan difermentasi menjadi asam asetat tidak boleh kurang dari 8% dan tidak boleh
lebih dari 20%. Bila diperlukan dapat ditambahkan nutrisi (sebagai makanan bakteri)
seperti potassium atau ammonium fosfat, tergantung bahan baku (Kirk-Othmer,
1970). Selanjutnya dikatakan bahwa fermentasi asam asetat dipengaruhi oleh udara,
suhu, pH dan nutrisi yang ditambahkan. PH optimal untuk asetifikasi (kultur
terendam) yakni 3,9 – 5, suhu pada kisaran 76 - 82°C dengan aliran udara 20 L/jam.
Sedangkan menurut Richardson dalam Kirk-Othmer, suhu optimal untuk fermentasi
asam asetat adalah 80°F (27°C).
Menurut Suharto (1997), pada saat merancang suatu fermentasi enzim, hal
penting untuk diketahui ialah mulai menggunakan strain mikroorganisme yang paling
aktif yang tersedia. Bilamana sebuah strain mikroorganisme yang baik telah
diperoleh, parameter-parameter fermentasi harus diatur sampai titik optimal untuk
memaksimumkan pertumbuhan dan produksi enzim. Parameter yang penting ialah
suhu, pH, dan transfer oksigen. Hal penting lainnya yakni nutrien untuk
mikroorganisme, khususnya senyawa yang mengandung karbon, nitrogen, fosfor,
sulfur dan garam-garam mineral. Bilamana fermentasi dilaksanakan dengan system
kultur batch, urutan-urutan siklus pertumbuhan yang mengandung konsentrasi enzim
yang tinggi haruslah diketahui. Pada beberapa kasus, produksi enzim dengan cepat
menghilang setelah mencapai aktivitas puncaknya. Kebanyakan enzim umumnya
diproduksi selama fase pertumbuhan tetapi selanjutnya menjadi tertekan bilamana
produk terbentuk dalam konsentrasi yang tinggi.
Secara teori, 1 gram glukosa menghasilkan 0,5114 gram alkohol(85 – 90%)
dan fermentasi guka menjadi alkohol bias mencapai efisiensi 90% (85 – 90%).
Sedangkan 1 gram alkohol menghasilkan 1,304 gram asam asetat, tetapi fermentasi
alkohol menjadi asam asetat efisiensinya lebih rendah yaitu hanya sekitar 77 – 84%.
Hal ini karena sebagian asam asetat dan alkohol berkurang karena penguapan
(Adihardjo dkk, 1977). Sedangkan menurut Allen (1976), untuk setiap 100 bagian
gula yang terkandung dalam larutan bergula di bawah kondisi yang sesuai dapat
diperoleh 50 – 55 bagian asam asetat. Jadi untuk memperoleh cuka dengan
kandungan asam asetat 5%, maka kandungan gula dari media untuk memulai suatu
fermentasi paling kurang harus 10%.
Penelitian pembuatan cuka dari nira aren sudah banyak dilakukan namun hasil
yang diperoleh belum optimal. Sehubungan dengan hal ini, maka dilakukan
penelitian penggunaan starter bakteri asam asetat pada fermentasi cuka dari nira aren
dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan starter bakteri asam asetat, dan
mendapatkan cuka nira aren dengan kadar asam aetat yang memenuhi syarat mutu
cuka makan (SNI 01-3711-1995).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : nira aren (diperoleh
langsung dari penyadap nira aren di Kelurahan Tingkulu Manado), gula pasir (merek
gulaku), bakteri asam asetat (hasil isolasi dari nira aren), kain saring, dan bahan
penolong lain serta bahan-bahan untuk analisis kimia seperti NaOH, fenolftalein,
KOH, KI, Na2S2O3, kanji, H2SO4, HCl, larutan luff-schroorl dan air suling.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yakni wadah fermentasi, jergen
plastik, ember plastik, gelas ukur, timbangan, botol, alat penutup botol, pengaduk,
dan peralatan untuk analisis kimia.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode percobaan. Percobaan terdiri dari dua
tahap yaitu percobaan pertama dan percobaan kedua. Percobaan pertama dilakukan
untuk mempelajari kurva pertumbuhan bakteri asam asetat, pada fase pembiakan
mana dan umur pertumbuhan berapa bakteri ini menghasilkan enzim dan bekerja
optimal menghasilkan asam asetat. Percobaan kedua menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan perlakuan Jenis Starter, yaitu :
A. Fermentasi alami
B. Bakteri asam asetat hasil isolasi dari nira aren
C. Cairan bibit cuka nira aren (30%)
Penelitian diulang 3 (tiga) kali, kemudian dilakukan pengamatan (analiisis
laboratorium) setiap periode waktu fermentasi, 0, 4, 8, dan 12 hari.
Tahapan Pekerjaan
1. Percobaan Pertama
Bakteri asam asetat hasil isolasi dari nira aren diinokulasikan dalam media
pertumbuhan lactose broth yang mengandung 1% glukosa, kemudian
diinkubasi selama 0, 4, 8, dan 12 jam. Setiap waktu inkubasi diukur
absorbance menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 660
nm. Bakteri dengan umur pertumbuhan optimal digunakan sebagai starter
dalam percobaan kedua.
2. Percobaan Kedua
Fermentasi tahap 1 : gula – alkohol
a. Nira aren disaring dengan kain saring, kemudian dipasteurisasi.
(Dianalisis kadar gula, pH, dan kadar alkohol).
b. Dinginkan nira sampai suhu 37 - 40°C (hangat), kemudian tambahkan
kalium ammonium fosfat 0,4% sebagai nutrient ragi.
c. Nira difermentasi secara anaerob dalam suatu wadah fermentasi yang
dilengkapi dengan penutup. PH mula-mula ± 6,0, fermentasikan pada
suhu kamar selama 2 (dua) hari. (Dianalisis perubahan pH, kadar alkohol
dan kadar gula).
Fermentasi tahap 2 : alkohol – asam asetat
Sebanyak 10% starter untuk perlakuan B (bakteri asam asetat hasil isolasi
dari nira aren dengan umur pertumbuhan optimal), digunakan untuk satu
fermentor nira aren, diaduk rata, kemudian difermentasi secara batch dan
aerobik pada suhu kamar, pH mula-mula 3,9 – 5. Fermentasikan selama
periode waktu fermentasi 0, 4, 8, dan 12 hari.
Variabel Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap kadar gula, kadar etanol, kadar asam asetat,
dan absorbance (untuk kurva pertumbuhan bakteri).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varians. Bila variabel
pengamatan dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan yang dicoba, dilakukan
pembedaan dengan uji BNT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Pertama
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk melihat kurva pertumbuhan dari
bakteri asam asetat. Adapun kurva pertumbuhan dari bakteri asam asetat dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Bakteri Asam Asetat Hasil Isolasi dari Nira aren
Menurut Sa’id (1987), bilamana fermentasi dilaksanakan secara kultur batch,
maka urutan-urutan siklus pertumbuhan yang mengandung konsentrasi enzim yang
tinggi haruslah diketahui. Enzim yang dihasilkan oleh mikroba berperan/bekerja
untuk merubah suatu reaksi sehingga didapat suatu produk hasil fermentasi. Dari
gambar di atas dapat dilihat bahwa pada 4 jam pertama merupakan fase awal atau
suatu periode adaptasi. Pada fase ini, masa sel berubah tanpa adanya suatu perubahan
jumlah sel. Pada fase inkubasi antara 4 – 8 jam, pertumbuhan bakteri asam asam
asetat mengalami fase logaritmik, dimana pada periode ini keadaan pertumbuhan
seimbang atau mantap, dengan laju pertumbuhan spesifik. Pada waktu inkubasi 8
jam, bakteri asam asetat menghasilkan enzim yang optimal yang akan berperan
mempercepat suatu reaksi perubahan daam menghasilkan asam asetat. Setelah fase
logaritmik, terjadi fase stasioner karena seluruh sel berhenti membagi diri, atau
bilamana sel-sel hidup telah mencapai keseimbangan dengan sel-sel mati. Menurut
Fardiaz 1988), hal ini terjadi akibat berkurangnya nutrient, atau karena adanya
penumpukan produk-produk inhibitor. Selanjutnya terjadi fase menuju kematian,
dan fase kematian yang terjadi setelah waktu inkubasi 8 jam.
Dari hasil tersebut di atas, maka bakteri asam asetat yang akan digunakan
dalam penelitian lanjutan adalah bakteri dengan umur/masa inkubasi 8 jam.
Percobaan Kedua
1. Kadar Etanol
Hasil analisis kadar etanol selama fermentasi nira aren menjadi asam cuka
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Etanol Selama Fermentasi Cuka dari Nira Aren
PerlakuanKadar Etanol pada Periode Fermentasi……. Hari
0 4 8 12
A
B
C
0
0
0
3,92a
10,71b
3,65a
2,21a
4,17b
4,24b
0
0
0
BNT 1%=2,690 BNT 1%=0,482
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa bahan baku nira aren sebelum difermentasi
(0 hari) belum memiliki kandungan alkohol. Setelah fermentasi 4 hari terjadi
pembentukan alkohol untuk semua perlakuan (A, B, dan C) karena aktivitas dari ragi
Saccharomyces cereviseae yang memecah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Pada
fermentasi 8 hari, kadar alkohol nira aren untuk perlakuan A dan B mengalami
penurunan karena sebagian alkohol diubah menjadi asam asetat, sedangkan untuk
perlakuan C kadar alkohol nira aren masih mengalami peningkatan. Pada periode
fermentasi 12 hari, kandungan alkohol dari cuka nira aren sudah habis difermentasi
menjadi asam asetat. Setelah dianalisis statistik, perlakuan jenis starter memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap kadar alkohol cuka nira aren, baik pada periode
fermentasi 4 hari maupun 8 hari. Histogram pengaaruh jenis starter terhadap kadar
alkohol asam cuka nira aren dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Histogram Pengaruh Jenis Starter Terhadap Kadar Alkohol Asam Cuka Nira Aren
Kadar alkohol tertinggi terdapat pada asam cuka yang diperoleh
menggunakan starter bakteri hasil isolasi nira aren (B), pada fermentasi 4 hari dengan
kadar 10,71%. Kadar alkohol yang dihasilkan menggunakan perlakuan B berbeda
sangat nyata dengan perlakuan A dan C, sedangkan kadar alkohol menggunakan
perlakuan A dan C tidak berbeda nyata. Pada fermentasi 8 hari, kadar alkohol asam
cuka nira aren untuk perlakuan B turun dari 10,71% menjadi 4,17%. Perlakuan ini
tidak berbeda nyata dengan perlakuan C, yang kadar alkoholnya naik dari 3,65%
menjadi 4,24%. Perbedaan yang terjadi antara perlakuan B dengan perlakuan A, dan
C pada fermentasi 4 hari disebabkan oleh pengaruh suhu lingkungan (suhu ruang
fermentasi), karena pada waktu fermentasi nira aren menjadi alkohol menggunakan
starter hasil isolasi nira aren (B), suhu ruang yang terukur adalah sekitar 26°C (hujan),
sedangkan pada waktu perlakuan A, dan C dibuat, suhu ruang yang terukur sekitar
30°C. Menurut Sa’id (1987), suhu yang baik untuk fermentasi alkohol adalah di
bawah 30°C. Makin rendah suhu fermentasi makin tinggi alkohol yang dihasilkan,
karena pada suhu rendah fermentasi akn lebih komplit, dan kehilangan alkohol karena
terbawa oleh gas CO2 akan lebih sedikit. Temperatur terbaik untuk beberapa strain
Sacchaomyces ialah antara 75 - 80°F (24 – 27,5°C, Allen, 1976). Pada fermentasi 8
hari, fermentasi sudah dilaksanakan secara aerobik sehingga kadar alkohol menurun
karena terjadi perubahan alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat
(Acetobacter aceti).
2. Kadar Asam Asetat
Hasil analisis kadar asam asetat selama fermentasi nira aren menjadi asam
cuka dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Asam Asetat Selama Fermentasi Asam Cuka Nira Aren
PerlakuanKadar Asam Asetat (%) pada Fermentasi ……. Hari
0 4 8 12 16 20
A
B
C
0,86
0,85
0,86
1,90a
1,95a
3,83b
3,55a
4,47c
4,05b
4,22a
4,12a
5,54b
2,30a
2,11a
5,60b 4,93
BNT 1% = 0,726
BNT 1% = 0,168
BNT 1% = 0,447
BNT 1% = 0,358
Dari Tabel 2 terlihat bahwa untuk perlakuan A, kadar asam asetat optimal
yaitu 4,22% diperoleh pada periode waktu fermentasi 12 hari, perlakuan B kadar
asam asetat optimal yaitu 4,47% dicapai pada periode waktu fermentasi 8 hari, dan
untuk perlakuan C kadar asam asetat optimal yaitu 5,60% dicapai pada periode waktu
fermentasi 16 hari. Setelah dianalisis varians, penggunaan jenis starter berpengaruh
nyata terhadap kadar asam asetat cuka nira aren mulai periode waktu fermentasi 4 –
16 hari. Setelah dilanjutkan dengan uji BNT, pada periode fermentasi 4, 12, dan 16
hari, kadar asam asetat cuka nira aren yang dihasilkan menggunakan starter cairan
bibit (C) berbeda sangat nyata dengan cuka nira aren yang menggunakan starter
bakteri hasil isolasi nira aren (B), dan cuka hasil fermentasi alami (A). Sedangkan
perlakuan A, dan B tidak berbeda nyata. Pada periode waktu fermentasi 8 hari,
terdapat perbedaan yang sangat nyata antara ke-3 perlakuan. Histogram pengaruh
penggunaan jenis starter terhadap kadar asam asetat cuka nira aren dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Pengaruh Penggunaan Jenis Starter terhadap Kadar Asam Asetat Cuka Nira Aren
Dari Gambar 3 terlihat bahwa penggunaan starter cairan bibit (C) menghasilkan asam
cuka dengan kadar asam asetat yang lebih tinggi dibandingkan dengan cuka hasil
fermentasi alami (A), dan yang menggunakan starter bakteri hasil isolasi nira aren
(B), kecuali pada periode waktu fermentasi 8 hari. Belum optimalnya kadar asam
asetat cuka nira aren yang dihasilkan menggunakan bakteri hasil isolasi nira aren
sebagai starter, disebabkan karena aktifitas dari bakteri ini lebih cepat dari bakteri
yang ada pada cairan bibit. Starter bakteri hasil isolasi bersifat lebih murni
sedangkan starter cairan bibit mengandung mikroba yang lebih kompleks yang hidup
bersama pada cairan bibit. Cepatnya aktivitas dari bakteri hasil isolasi nira aren ini
dapat dilihat dari data pada Tabel 2. Pada fermentasi 0 – 4 hari sudah dihasilkan
asam asetat walaupun masih dengan kadar yang rendah, yaitu 1,95%. Pada
fermentasi 8 – 12 hari fermentasi alkohol – asam asetat optimal. Dengan kata lain
periode waktu optimal terdapat pada waktu periode fermentasi antara 8 – 12 hari. Jika
dihubungkan dengan perubahan kadar alkohol (Tabel 1), dapat dilihat bahwa pada
periode fermentasi 8 hari, kandungan alkohol untuk perlakuan B masih cukup tinggi
yaitu 4,17 %. Secara teori demgam kadar alkohol demikian, masih bisa diperoleh
asam asetat dengan kadar sekitar 4,19 % dari perhitungan 1 gr alkohol menghasilkan
1,304 gr asam asetat dengan efisiensi 77%.
Pada fermentasi nira aren menjadi asam cuka dengan menggunakan starter
cairan bibit, terlihat bahwa pada fermentasi tahap 1, glukosa – alkohol, sudah
terbentuk asam asetat dengan kadar yang cukup tinggi yaitu 3,83%. Karena itu
pembentukan alkohol pada tahap ini cukup rendah yaitu 3,65% (lihat Tabel 1). Hal
ini diduga terjadi karena keadaan dari wadah fermentasi yang tidak tertutup rapat
sehingga bakteri Acetobacter aceti yang secara alami sudah terdapat pada nira aren
sudah mulai melakukan aktifitasnya membentuk asam asetat, karena adanya udara
pada wadah fermentasi. Pada fermentasi tahap berikutnya, mulai fermentasi 4 hari
terjadi kenaikan kadar asam secara perlahan hingga hari ke- 16 mencapai 5,60% dan
mulai turun pada fermentasi hari ke-20. Aktivitas dari bakteri asam asetat yang ada
pada cairan bibit terlihat bekerja dengan perlahan namun semakin lama semakin baik
dalam merubah alkohol menjadi asam asetat. Hal ini terjadi karena bakteri asam
asetat yang ada dalam cairan bibit terdapat bersama dengan beberapa jenis bakteri
yang lain. Dengan demikian karena media fermentasi diatur untuk pertumbuhan
bakteri asam asetat, maka bakteri ini dengan sendirinya terdorong secara perlahan-
lahan mengalahkan bakteri yang lain dalam persaingan untuk tumbuh dan merubah
substanf / media menjadi salah satu produk yang dikehendaki. Dwidjojoseputro
(1981) mengatakan bahwa dalam persaingan untuk tumbuh, maka bakteri yang
menang dalam persaingan akan mengalami pertumbuhan yang subur. Kadar asam
asetat cuka nira aren memenuhi syarat mutu cuka makan (SNI 01 – 3711 – 1995)
khusus untuk cuka meja.
3. Kadar Gula
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Gula selama Fermentasi Asam Cuka Nira Aren.
PerlakuanKadar Gula (%) pada Periode Fermentasi ….. Hari
0 4 8
A
B*
C*
6,36
12,96
12,91
0
0,64
3,21
0
0
0
* Penambahan gula pasir 10 % (b/v)
Tabel 3 memperlihatkan bahwa kadar gula awal dari nira aren segar tanpa
penambahan gula (untuk fermentasi alami/perlakuan A ), adalah sebesar 6,36% dan
gula ini habis difermentasi menjadi alkohol pada hari ke- 4, untuk perlakuan B dan C,
nira aren segar sebelum difermentasi ditambahkan gula pasir sebesar 10 % (b/v).
Setelah ditambahkan gula pasir, kadar gula dari nira aren untuk ke- 2 perlakuan
tersebut menjadi 12,96 % dan 12,91 %. Untuk perlakuan B, kadar gula ini setelah
difermentasi selama 4 hari turun menjadi 0,64% karena gula ini hampir semuanya
habis difermentasi /diubah menjadi alkohol. Sedangkan untuk perlakuan C, sampai
fermentasi hari ke- 4 masih tersisa kadar gula sebesar 3,21 % atau gula yang ada
belum seluruhnya diubah menjadi alkohol. Semua gula habis difermentasi/diubah
setelah difermentasi selama 8 hari.
KESIMPULAN.
1. Bakteri asam asetat yang sesuai digunakan pada fermentasi cuka nira aren
adalah bakteri dengan umur / masa inkubasi 8 jam.
2. Penggunaan starter cairan bibit cuka nira aren menghasilkan cuka dsengan
kadar asam asetat tertinggi yaitu 5,6% pada periode fermentasi 16 hari.
3. Kadar asam asetat cuka nira aren memenuhi syarat mutu cuka makan
SNI 01 – 3711 – 1995, khusus untuk cuka meja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1995. Standar Mutu Cuka Makan (SNI 01-3711-1995). Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
Anonim. 1996. Komposisi Campuran Rempah-rempah untuk Mutu Minuman Saledo sebagai Komoditi Eksport. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Manado.
Allen, W. P. 1976. Industrial Fermentations. J. J. Little and Ives Company. New York.
Adihardjo, A., H. S. Yauna, dan T. Soefian. 1977. Penelitian Pembuatan Asam Asetat dengan Cara Fermentasi Molasse (Proceedings Teknologi Pangan III). Balai Penelitian Kimia Bogor.
Frazier, W. C. 1967. Food Microbiology. Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd. New Delhi.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.
Kirk-Othmer. 1970. Encyclopedia of Chemical Technology (Vol. 21). United States of America.
Sa’id Gumbira. 1987. Penerapan Teknologi Fermentasi. PT Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Sanchez, P. C., S. H. Atih., E. Basrah, P. K. Thampan. 1996. Coconut Processing Technology . Asian Pasific Coconut Community.
Suharto, J. S. 1997. Coconut Vinegar. Cocoinfo International Vol. 4.
Tjokroadikoesoemo, S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia. Jakarta.