80
KARYA TULIS ILMIAH UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) PADA TIKUS PUTIH DISUSUN OLEH : KARINA WULAN SARI 201605020 PRODI DIII FARMASI STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2019

KARYA TULIS ILMIAH UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI …repository.stikes-bhm.ac.id/513/1/1.pdf · KARYA TULIS ILMIAH UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KARYA TULIS ILMIAH

    UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI

    KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.)

    DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

    PADA TIKUS PUTIH

    DISUSUN OLEH :

    KARINA WULAN SARI

    201605020

    PRODI DIII FARMASI

    STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

    2019

  • ii

    UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI

    KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.)

    DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

    PADA TIKUS PUTIH

    Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

    dalam mencapai gelar Ahli Madya Farmasi (Amd.Farm)

    DISUSUN OLEH :

    KARINA WULAN SARI

    201605020

    PRODI D3 FARMASI

    STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

    2019

  • iii

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Laporan Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui oleh pembimbing dan

    telah dinyatakan layak untuk mengikuti Ujian Sidang

    KARYA TULIS ILMIAH

    UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK HERBA

    SELEDRI (Apium graveolens L.) DAN DAUN BINAHONG (Anredera

    cordifolia (Ten.) Steenis) PADA TIKUS PUTIH

    Menyetujui,

    Pembimbing I

    (Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt)

    NIS. 20150128

    Mengetahui,

    Ketua Program Studi D-III Farmasi

    (Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt)

    NIS. 20150128

    Menyetujui,

    Pembimbing II

    (Rahmawati Raising, M.Farm Klin., Apt)

    NIS. 20180150

  • iv

    LEMBAR PENGESAHAN

    Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Tugas Akhir (Karya Tulis Ilmiah)

    dan dinyatakan telah memenuhi syarat memperoleh gelar A.Md.Farm

    Pada Tanggal 19 September 2019

    Dewan Penguji

    1. Vevi Maritha, M.Farm., Apt :

    Dewan Penguji

    2. Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt :

    Penguji 1

    3. Rahmawati Raising, M.Farm Klin., Apt :

    Penguji 2

    Mengesahkan,

    Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

    Zaenal Abidin, S.KM, M.Kes (Epid)

    NIS.20160230

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

    segala karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun proposal karya tulis ilmiah

    yang berjudul “Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Herba Seledri

    (Apium graveolens L.) Dan Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

    Pada Tikus Putih” sehingga dapat terselesaikan.

    Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan besar

    Nabi Muhammad ملسو هيلع هللا ىلص yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada

    manusia tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermartabat.

    Salam dan doa juga terlimpah kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya

    hingga akhir zaman.

    Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan

    terimakasih kepada:

    1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti

    Husada Mulia Madiun, yang telah memberikan kesempatan untuk

    menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

    2. Ibu Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi D-III

    Farmasi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, yang telah memberikan

    kesempatan untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

    3. Ibu Novi Ayuwardhani, M.Sc.,Apt selaku Pembimbing I dan Ibu

    Rahmawati Raising, M.Farm.Klin.,Apt selaku Pembimbing II yang telah

    memberikan bimbingannya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

    terselesaikan.

    4. Ibu Vevi Maritha, M.Farm., Apt selaku Dewan Penguji yang telah

    memberi masukan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    5. Kedua orangtua saya yang selalu memberikan dukungan baik secara moral

    maupun material selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

    6. Teman-teman Program Studi D-III Farmasi yang memberikan dukungan

    selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

    Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak yang

    memanfaatkannya dengan baik.

    Madiun, Januari 2019

    Karina Wulan Sari

  • vi

    HALAMAN PERNYATAAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Karina Wulan Sari

    NIM : 201605020

    Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya

    sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam

    memperoleh gelar ahli madya di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan

    lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah

    maupun belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan

    daftar pustaka.

    Madiun, Agustus 2019

    Karina Wulan Sari

    NIM. 201605020

  • vii

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Karina Wulan Sari

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat dan Tanggal lahir : Ngawi, 17 Februari 1998

    Agama : Islam

    Alamat : Dsn. Blimbing, Ds. Dawu, Rt.004 Rw.002 Kec.

    Paron, Kab. Ngawi

    Email : [email protected]

    Riwayat Pendidikan : 2002-2004 : TK Muslimat NU III Nawa Kartika

    2004-2010 : SD Negeri Dawu 2

    2010-2013 : SMP Negeri 1 Ngawi

    2013-2016 : SMA Negeri 1 Tidore Kepulauan

    Riwayat Pekerjaan : -

  • viii

    UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI

    (Apium graveolens L.) DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) PADA

    TIKUS PUTIH

    Karina Wulan Sari

    Program Studi Diploma III Farmasi, STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

    Email : [email protected]

    ABSTRAK

    Inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab

    awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.

    Tanaman yang diduga memiliki khasiat sebagai antiinflamasi adalah Herba Seledri (Apium

    graveolens L.) yang termasuk famili Apiaceae dan Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

    Steenis) yang termasuk dalam famili Basellaceae. Yang berperan sebagai antiinflamasi pada herba

    seledri dan daun binahong adalah flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya

    efek antiinflamasi kombinasi ekstrak Herba Seledri (Apium graveolens L.) dan Daun Binahong

    (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap tikus jantan putih .

    Ekstrak herba seledri dan daun binahong di ekstrak dengan menggunakan etanol 96%

    dengan metode maserasi . Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan putih sebanyak 25 ekor

    dengan berat badan 100-300 gram. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol

    negatif (CMC 1%), kelompok kontrol positif (Natrium Diklofenak 50 mg), kelompok kombinasi

    ekstrak herba seledri dan daun binahong dengan dosis 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB, 100

    mg/kgBB : 300 mg/kgBB, 300 mg,kgBB : 100 mg/kgBB. Perlakuan 1 jam sebelum kaki tikus

    diinduksi dengan karagenin secara subplantar pada kaki kiri belakang tikus jantan putih.

    Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus diamati setiap 1 jam sekali selama 5 jam.

    Hasil penelitian menunjukkan kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong

    menunjukkan hasil yang tidak stabil, dimana pada jam ke-3 terjadi peningkatan volume

    dilanjutkan pada jam ke-4 dan ke-5. Hasil persen udema pada kombinasi ekstrak herba seledri dan

    daun binahong yaitu 49,13%, 44,66%, dan 45,92%. Rata-rata volume udem digunakan untuk

    menghitung persen radang, hasil persen radang yang diperoleh untuk menghitung persen inhibisi.

    Kata Kunci: Antiinflamasi, Apium graveolens L., Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

  • ix

    TEST THE EFFECTIVENESS OF COMBINED EXTRACT antiinflammatory Herbs

    CELERY (Apium graveolens L.) AND LEAVES binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

    Steenis) IN RAT WHITE

    Karina Wulan Sari

    Diploma III Program Pharmacy, STIKES Bhakti Mulia Husada Madiun

    E-mail: [email protected]

    ABSTRACT

    Inflammation is a protective response that is intended to eliminate the initial cause cell

    injury and cell discard and necrotic tissue caused by cell damage. Plants suspected of having anti-

    inflammatory properties as is Herba Celery (Apium graveolens L.) which included family

    Apiaceae and leaves Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) are included in the family

    basellaceae. Which act as antiinflammatory herbs binahong celery and leaves are flavonoids. This

    study aims to determine the effect of anti-inflammatory herb extract combination Celery (Apium

    graveolens L.) and leaves Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) against a white male rats.

    Herbal extract and leaf celery binahong extracted using 96% ethanol by maceration

    method. Animal test used was a white male rats as much as 25 animals with body weight of 100-

    300 grams. The test animals were divided into 5 groups: negative control group (CMC 1%), the

    positive control group (Diclofenac Sodium 50 mg), group combination herbal extracts celery and

    leaves binahong with a dose of 200 mg / kg: 200 mg / kg, 100 mg / kg: 300 mg / kg, 300 mg, kg:

    100 mg / kg. Treatment 1 hour before the feet of mice induced by subplantar karagenin on the rear

    left foot white male rats. Edema volume measurements on the soles of mice were observed every 1

    hour for 5 hours.

    The results showed a combination of herbal extracts and leaf celery binahong show stable

    results, where the hour-3 increased volumes continued in the hours 4th and 5th. Results per cent

    udema on a combination of herbal extracts and leaf celery binahong ie 49.13%, 44.66% and

    45.92%. The average volume is used to calculate the percent edema inflammation, inflammation

    percent results obtained to calculate the percent inhibition.

    Keywords: Anti-inflammatory, Apium graveolens L., Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

  • x

    DAFTAR ISI

    Sampul Depan ....................................................................................................... i

    Sampul Dalam ....................................................................................................... ii

    Lembar Persetujuan ............................................................................................... iii

    Lembar Pengesahan .............................................................................................. iv

    Kata Pengantar ...................................................................................................... v

    Halaman Pernyataan.............................................................................................. vi

    Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................... vii

    Abstrak ............................................................................................................. viii

    Abstract ................................................................................................................. ix

    Daftar Isi................................................................................................................ x

    Daftar Tabel……………………………………………………………………..xiv

    Daftar Gambar ....................................................................................................... xv

    Daftar Lampiran………………………………………………………………....xvi

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

    1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3

    1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Inflamasi .................................................................................................... 5

    2.1.1 Mekanisme Terjadinya Inlamasi ................................................... 5

    2.1.2 Tanda-Tanda Inflamasi .................................................................. 6

  • xi

    2.2 Herba Seledri (Apium graveolens L.) ........................................................ 7

    2.2.1 Klasifikasi ...................................................................................... 7

    2.2.2 Deskripsi Tumbuhan ..................................................................... 8

    2.2.3 Kandungan Seledri ........................................................................ 9

    2.2.4 Khasiat dan Manfaat ...................................................................... 9

    2.3 Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ......................................... 9

    2.3.1 Spesifikasi...................................................................................... 10

    2.3.2 Deskripsi Tumbuhan ..................................................................... 10

    2.3.3 Kandungan Binahong .................................................................... 11

    2.4 Ekstraksi Senyawa Aktif ........................................................................... 12

    2.4.1 Ekstraksi ........................................................................................ 12

    2.4.2 Maserasi ......................................................................................... 12

    2.5 Obat-Obat Anti inflamasi ............................................................................ 13

    2.5.1 Obat Antiinflamasi Golongan Steroid ........................................... 13

    2.5.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid ................................................... 14

    2.6 CMC .......................................................................................................... 14

    2.7 Natrium Diklofenak ................................................................................... 15

    2.8 Karagenan .................................................................................................. 16

    2.9 Tikus Jantan Putih ..................................................................................... 16

    BAB III KERANGKA KONSEPTUAL

    3.1 Kerangka Konseptual ................................................................................ 18

    3.2 Hipotesa Penelitian .................................................................................... 19

    BAB IV METODE PENELITIAN

  • xii

    4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 20

    4.2 Populasi dan Sampel ................................................................................ 20

    4.2.1 Populasi ........................................................................................ 20

    4.2.2 Sampel .......................................................................................... 20

    4.3 Teknik Sampling ....................................................................................... 21

    4.4 Variabel Penelitian ................................................................................... 21

    4.4.1 Variabel bebas .............................................................................. 21

    4.4.2 Variabel terikat ............................................................................. 21

    4.4.3 Variabel terkendali ....................................................................... 21

    4.5 Lokasi dan Waktu penelitian .................................................................... 21

    4.5.1 Waktu Penelitian .......................................................................... 21

    4.5.2 Tempat Penelitian ......................................................................... 22

    4.6 Instrumen Penelitian .................................................................................. 22

    4.6.1 Instrumen alat ................................................................................ 22

    4.6.2 Bahan Penelitian ............................................................................ 22

    4.7 Kerangka Kerja ......................................................................................... 22

    4.7.1 Determinasi Preparasi Sampel ....................................................... 22

    4.7.2 Penyiapan Sampel ......................................................................... 23

    4.7.3 Ekstraksi Dengan Pelarut Organik ................................................ 23

    4.7.4 Uji Flavonoid ................................................................................. 23

    4.7.5 Pembuatan Konsentrasi Perbandingan Ekstrak ............................. 24

    4.7.6 Pembuatan Kontrol Negatif 1% ..................................................... 24

    4.7.7 Pembuatan Kontrol Positif ........................................................... 24

  • xiii

    4.7.8 Pembuatan Karagenin 1% ............................................................. 25

    4.7.9 Induksi Peradangan ....................................................................... 25

    4.7.10 Pengujian Efektivitas Antiinflamasi .............................................. 25

    4.8 Analisis Data ............................................................................................. 26

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 33

    5.1.1 Hasil Determinasi ............................................................................. 33

    5.1.2 Hasil Pembuatan Ekstrak ................................................................. 33

    5.1.3 Uji Identifikasi Flavonoid ................................................................ 34

    5.1.4 Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrrak Herba Seledri Dan

    Daun Binahong ................................................................................ 34

    5.2 Pembahasan ............................................................................................... 39

    BAB VI PENUTUP

    6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 44

    6.2 Saran .......................................................................................................... 44

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 49

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Flavonoid .................................................................. 34

    Tabel 5.2 Persentase Udema Telapak Kaki Tikus Selama Lima Jam ................... 35

    Tabel 5.3 Rata-rata Inhibisi Radang Setiap Jam (%) ............................................ 37

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Seledri................................................................................................... 8

    Gambar 2 Tanaman Binahong .............................................................................. 10

    Gambar 3 Struktur Carboxyl Methyl Cellul .......................................................... 15

    Gambar 4 Grafik Persentase Radang Rata-rata Dari Masing-masing Kelompok

    Perlakuan Terhadap Waktu .................................................................... 36

    Gambar 5 Grafik Rata-rata Persentase Inhibisi Pada Masing-asing Kelompok ... 38

  • xvi

    DFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman ............................................................. 50

    Lampiran 2. Dosis Pemberian Secara Per Oral .................................................... 51

    Lampiran 3. Perhitungan Rendemen ..................................................................... 57

    Lampiran 4. Proses Penyaringan Ekstrak.............................................................. 58

    Lampiran 5. Proses Evaporasi ............................................................................... 58

    Lampiran 6. Ekstrak Kental Herba Seledri dan Daun Binahong .......................... 59

    Lampiran 7. Pembuatan Suspensi ......................................................................... 59

    Lampiran 8. Identifikasi Flavonoid ....................................................................... 61

    Lampiran 9. Mengukur Volume Kaki Tikus Dengan Plestimometer ................... 61

    Lampiran 10. Pemberian Suspensi Secara Oral .................................................... 62

    Lampiran 11. Induksi Karagenan Pada Telapak Kaki Tikus ................................ 62

    Lampiran 12. Volume Pemberian ke Hewan Uji .................................................. 63

    Lampiran 13. Volume Udem Kaki Tikus Setiap Waktu ....................................... 64

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Inflamasi adalah respon normal terhadap cedera. Ketika terjadi cedera, zat

    seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta serotonin dilepaskan.

    Pelepasan zat-zat di atas menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

    dinding kapiler. Reseptor nyeri mengalami perangsangan, protein dan cairan

    keluar dari pembuluh darah kapiler (sel). Aliran darah ke tempat cedera

    meningkat, sel fagosit (leukosit) migrasi ke tempat cedera untuk merusak zat-zat

    yang dianggap berbahaya. Jika fagositosis berlebihan justru akan meningkatkan

    inflamasi yang ditandai dengan kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan hilangnya

    fungsi (Priyanto, 2008).

    Obat modern yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi adalah obat

    golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Selain memiliki efek terapeutik,

    obat golongan ini umumnya memiliki efek samping, yaitu kecenderungan

    menginduksi ulser lambung atau usus yang terkadang disertai dengan anemia

    akibat kehilangan darah (Roberts dan Marrow, 2001). Sehingga perlu dicari

    pengobatan alternatif untuk melawan dan mengendalikan rasa nyeri serta

    peradangan dengan efek samping yang relatif lebih kecil.

    Sebagai upaya untuk mengembangkan obat berbahan dasar herbal untuk

    mengatasi inflamasi inilah perlu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam

    yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Penggunaan obat-obat yang berbahan

  • 2

    dasar herbal mudah didapat dan mempunyai harga yang terjangkau, juga

    mempunyai efek samping yang lebih rendah disbanding dengan obat kimia

    (Setiawan, 2010).

    Tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan inflamasi tersebut

    secara tradisional diantaranya adalah seledri (Apium graveolens L.). Seluruh herba

    seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), apigenin, isoquersetin, dan

    umbeliferon (Agoes, 2010). Apigenin merupakan komponen flavonoid utama

    pada seledri yang termasuk ke dalam golongan flavon. senyawa ini dikatakan

    bermanfaat untuk digunakan sebagai agen antiinflamasi (Goodman,2008). Untuk

    mengetahui adanya senyawa apigenin dilakukan uji flavonoid karena senyawa

    tersebut merupakan komponen utama flavonoid. Ekstrak etanol herba seledri

    dengan dosis 400 mg/kg BB memiliki daya hambat radang lebih baik

    dibandingkan pada dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB (Desi et al, 2016)

    Selain seledri, daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang

    sering kita jumpai disekitar kita juga memiliki khasiat sebagai anttiinflamasi.

    Penelitian yang dilakukan Rachmawati, (2008) mengungkap daun binahong

    mengandung saponin triterpenoid, flavonoid dan minyak atsiri. Flavonoid

    merupakan senyawa yang memiliki berbagai bioaktivitas, termasuk antiinflamasi

    (Buhler, 2003). Quercetin, salah satu jenis flavonoid, dapat menghambat jalur

    lipoksigenase dan siklooksigenase dalam metabolisme asam arakidonat sehingga

    sintesis prostaglandin dan leukotrien menjadi terganggu (Grzanna et al., 2005). Di

    lakukan uji Quercetin dengan KLT untuk mengetahi adanya senyawa tersebut di

    dalam daun binahong. Ekstrak daun binahong dosis 400 mg/kg BB memiliki efek

  • 3

    antiinflamasi paling tinggi dibandingkan dengan dosis 100 mg/kg BB dan 200

    mg/kg BB (Yuziani, 2015)

    Herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera

    cordifolia (Ten.) Steenis) di ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan

    pelarut 96% karena bersifat polar. Pada penelitian ini, metode yang digunakan

    yaitu dengan pembutan edema buatan secara subplantar pada telapak kaki tikus

    yang diinduksi karagenan. Karagenan merupakan turunan polisakarida yang

    dianggap substansi asing setelah masuk ke dalam tubuh akan merangsang

    pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan

    prostaglandin sehingga menimbulkan pembentukan edema (Mitchell, 2008).

    Pengujian dilakukan menggunakan hewan uji tikus jantan putih (Rattus

    norvegicus), karena banyak gen tikus wistar yang relatif mirip dengan manusia

    (Setiawan, 2010). Kontrol positif yang digunakan sebagai pembanding adalah

    natrium diklofenak karena efek antiinflamasi natrium diklofenak sangat kuat dan

    memiliki efek samping yang lebih rendah. Kontrol negatif yang digunakan adalah

    CMC yang merupakan turunan dari selulosa. (Mitchell, 2006).

    Berdasarkan uraian latar belakang tersebut kombinasi ekstrak herba seledri

    (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

    sama-sama memiliki efek antiinflamasi. Tetapi penelitian terhadap kombinasi

    keduanya belum pernah dilakukan sehingga peniliti tertarik untuk melakukan

    penelitian dengan mengkombinasikan kedua tanaman tersebut. Kombinasi

    keduanya diharapkan dapat menghasilkan efek yang sinergis untuk meningkatkan

    efektivitas antiinflamasinya.

  • 4

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1 Bagaimana efektivitas antiinflamasi kombinasi ekstrak herba seledri

    (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

    Steenis) pada hewan uji tikus putih jantan?

    1.2.2 Pada konsentrasi berapa kombinasi ekstrak herba seledri (Apium

    graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

    memiliki efek paling baik pada hewan uji tikus putih jantan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Mengetahui efektivitas antiinflamasi yang ditimbulkan dari kombinasi

    ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan binahong (Anredera

    cordifolia (Ten.) Steenis) pada hewan uji tikus putih jantan.

    1.3.2 Mengetahui konsentrasi paling baik dari kombinasi ekstrak herba seledri

    (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

    Steenis) pada hewan uji tikus putih jantan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Bagi masyarakat

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang alternatif

    terapi yang telah diketahui efektifitasnya secara laboratorium bagi

    masyarakat yang mengalami peradangan.

    1.4.2 Bagi tenaga kesehatan

    Penelitian ini dapat sebagai pertimbangan dalam pengobatan selain

    menggunakan obat kimia yang telah dipelajari oleh tenaga medis.

  • 5

    1.4.3 Bagi penulis

    Penelitian ini memperoleh data ilmiah tentang efek antiinflamasi

    kombinasi dari ekstrak seledri dan daun binahong sehingga

    penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan dapat

    menjadi dasar untuk penggunaan penemuan obat-obat baru dari bahan-

    bahan alam lainnya.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Inflamasi

    Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat

    yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti

    yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan

    untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan

    nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004).

    Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan dimana tubuh

    berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada

    tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan perbaikan jaringan, ketika

    proses inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler di mana cairan, elemen-

    elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera

    jaringan atau infeksi berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi

    (Setyarini, 2009).

    2.1.1 Mekanisme Terjadinya Inlamasi

    Respon peradangan dimulai oleh antigen seperti virus, bakteri, protozoa,

    atau fungus oleh trauma. Kerusakan sel yang menyertai peradangan menyebabkan

    pelepasan enzim lisosom dari leukosit melalui kerja atas membrane sel, kemudian

    asam arakidonat akan bebas dan diaktifkan oleh beberapa enzim yaitu

    siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat

    kedalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang

    selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan

  • 7

    tromboksan. Dimana leukotrin dan prostaglandin ini bertanggung jawab terhadap

    gejala-gejala peradangan (Katzung, 2004)

    2.1.2 Tanda-Tanda Inflamasi

    Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya

    permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Tanda-tanda utama

    proses inflamasi yang sudah dikenal ialah:

    1. Warna kemerahan (rubor), Jaringan yang mengalami radang akut tampak

    berwarna merah, seperti pada kulit terkena sengatan matahari, selulitas

    karna infeksi bakteri atau konjungtivitas akut. Warna kemerahan ini akibat

    adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami

    kerusakan.

    2. Panas (kalor), peningkatan suhu banyak tampak pada bagian perifer (tepi),

    seperti pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh meningkatnya

    aliran darah melalui daerah tersebut mengakibatkan system vaskuler

    dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut. Demam

    sistemik sebagai hasil dari beberapa mediator kimiawi, proses radang juga

    ikut meningkatkan temperature lokal.

    3. Pembengkakan (tumor), pembengkakan sebagai hasil adanya udema

    merupakan suatu akumulasi cairan dalam rongga ekstrak vaskuler yang

    merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam jumlah sedikit kelompok

    sel radang yang masuk dalam darah tersebut.

    4. Nyeri (dolor), pada radang akut rasa sakit merupakan salah satu gambaran

    yang dikenal bai oleh penderita rasa sakit sebagian disebabkan oleh

  • 8

    regangan atau distori jaringan akibat udema dan terutama karena adanya

    tekanan didalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang

    akut termasuk, prostaglandin, dan serotonin diketahui juga menyebabkan

    rasa sakit.

    5. Gangguan fungsi (fungsiolaesa), merupakan konsekuensi dari suatu proses

    radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik dilakukan secara

    langsung atau reflek akan mengalami hambatan rasa sakit. Pembengkakan

    yang hebat secara fisik mengakibatkan kurangnya gerak jaringan

    (Setyarini, 2009).

    Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang

    dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor

    kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel

    fagosit ke daerah ini, terjadi lisis membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah.

    Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator

    kimiawi tersebut kecuali PG (Wilmana, 2007).

    2.2 Seledri (Apium graveolens L.)

    2.2.1 Klasifikasi

    Tanaman seledri termasuk tanaman dikotil (berkeping dua) dan merupakan

    tanaman setahun atau dua tahun yang berbentuk rumput atau semak. Tanaman

    seledri tidak bercabang. Susunannya terdiri dari daun, tangkai daun, batang dan

    akar (Haryoto, 2009).

  • 9

    Adapun spesifikasi tanaman seledri menurut Herbarium Medanense (2013)

    adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Kelas : Dicotyledoneae

    Ordo : Apiales

    Famili : Apiaceae

    Genus : Apium

    Spesies : Apium graveolens L.

    Gambar 1. Seledri (Dokumentasi Pribadi)

  • 10

    2.2.2 Deskripsi Tumbuhan

    Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan yang banyak di tanam orang untuk

    diambill daun, akar, dan buahnya. Batang tidak berkayu, beralus, beruas,

    bercabang, tegak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya tipis majemuk, daun muda

    melebar atau meluas dari dasar, hijau mengilat, segmen dengan hijau pucat,

    tangkai disemua atau kebanyakan daun. Daun bunga berwarna putih kehijauan

    atau putih kekuningan, panjangnya sekitar ½-¼ mm. Bunganya tunggal dengan

    tangkai jelas, sisi kelopak tersembunyi, daun bunga putih kehijauan dengan ujung

    yang bengkok. Bunga betina majemuk tidak bertangkai atau bertangkai pendek,

    sering mempunyai daun berhadapan atau berbatas dengan tirai bunga. Tangkai

    bunga tidak lebih dari 2 cm panjangnya. Panjang buahnya sekitar 3 mm, batang

    angular, berlekuk, sangat aromatic, dan akarnya tebal (Agoes, 2010).

    2.2.3 Kandungan Seledri

    Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon),

    apigenin, isoquersetin, dan umbeliferon. Juga mengandung mannite, inosite,

    asparagine, glutamine, choline, linamarose, pro-vitamin A, vitamin C, dan B.

    Kandungan asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmiat, oleat, linoleat,

    dan proteselinat (Agoes, 2010). Di dalam akar seledri mengandung asparagin,

    manit, zat pati, lender, minyak atsiri, pentosan, glutamine, dan tirosin. Sedangkan

    pada biji mengandung apiin, minyak menguap, apigenin dan alkaloid (Dalimartha,

    2005).

  • 11

    2.2.4 Khasiat dan Manfaat

    Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji aktivitas

    farmakologi herba seledri baik terhadap buah dan biji atau seluruh bagian

    tanamannya. Seledri memiliki efek antirematik, obat penenang ,diuretik ringan

    dan antiseptik pada saluran kemih. Juga telah digunakan untuk radang sendi,

    encok, dan terutama untuk rheumatoid arthritis (Barnes et al., 2002)

    Dalam ilmu botani, seledri dikatakan memiliki kandungan flavonoid,

    saponin, dan polifenol. Senyawa flavonoid yang siap diisolasi pula mengandung

    senyawa aktif apigenin dan apiin. Kedua-dua senyawa ini dikatakan bermanfaat

    untuk digunakan sebagai agen antiinflamasi. Seledri dikatakan mengandung

    sejumlah besar bioflavonoid apigenin yaitu inhibitor COX-2 yang kuat, dimana ia

    mampu untuk menghentikan peradangan sama seperti efektifnya obat anti-

    inflamasi yang lain (Goodman, 2008).

    2.3 Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

    2.3.1 Spesifikasi

    Anredera cordifolia (Ten.) Steenis atau biasa dikenal dengan sebutan

    binahong merupakan tanaman menjalar yang bersifat perenial (berumur lama).

    Seperti herba lainnya, binahong memiliki berbagai sinonim dan sebutan nama

    antara lain: Boussingaultia cordifolia (Ten), Boussingaultia gracilis Miers,

    madeira vine (Inggris), dheng san chi (Cina), gondola (Indonesia). Panjang

    tanaman bisa mencapai 5 meter (Utami dan Desty, 2013).

    Tanaman binahong di Inggris dikenal dengan nama Heartleaf madeiravine

    atau Madeira vine, sedangkan di Tiongkok tanaman ini disebut Teng san chi. Di

  • 12

    negara asalnya, Amerika Selatan, tanaman ini juga memiliki sinonim

    Boussingaultia basselloides, Boussingaultia cordifolia, Boussingaultia gracilis,

    Boussingaultia gracilis var. Pseudobaselloides (BPOM RI, 2008).

    Seperti yang tercantum pada Direktorat Obat Asli Indonesia yang

    dikeluarkan oleh BPOM RI (2008), spesifikasi tanaman binahong (Anredera

    cordifolia (Ten.) Steenis) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Kelas : Dicotyledoneae

    Ordo : Caryophyllales

    Famili : Basellaceae

    Genus : Anredera

    Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

    Gambar 2. Tanaman Binahong (BPOM RI, 2008).

  • 13

    2.3.2 Deskripsi Tumbuhan

    Berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang, bisa mencapai panjang lebih

    dari 6 m. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam

    solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di

    ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal,

    bertangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung,

    panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,

    pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin dan bisa dimakan. Bunga majemuk

    berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna

    krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai

    mahkota 0,5 - 1 cm, berbau harum. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak

    (BPOM RI, 2008).

    2.3.3 Kandungan Binahong

    A. Flavonoid

    Aktivitas flavonoid adalah sebagai antioksidan, anti atherosklerotik,

    anti agregasi trombosit, antiulser, antiviral, antiinflamasi, antiartritis dan

    antidiare (Patel, 2008). Flavonoid juga dilaporkan mempunyai aktivitas

    antiinflamasi. Quercetin, salah satu jenis flavonoid, dapat menghambat

    jalur lipoksigenase dan siklooksigenase dalam metabolisme asam

    arakidonat sehingga sintesis prostaglandin dan leukotrien menjadi

    terganggu (Grzanna et al., 2005)

  • 14

    B. Asam Oleanolik

    Hammond (2006) menyatakan bahwa kandungan asam oleanolik

    dalam daun binahong memiliki efek antiinflamasi yang dapat mengurangi

    rasa nyeri pada luka bakar (Astuti et al, 2011).

    C. Saponin

    Saponin yang ditemukan dalam binahong memiliki beberapa aktivitas

    farmakologis seperti antimikroba, antitumor, penurun kadar kolesterol,

    immune potentiating dan antioksidan (Blumert dan Liu, 2003). Selain itu,

    saponin juga potensial dalam proses pembentukan kolagen, protein yang

    berperan dalam proses pemulihan luka (Isnaini, 2009).

    D. Alkaloid

    Alkaloid merupakan zat yang terdistribusi luas dalam tanaman dan

    memiliki kemampuan sebagai antimikroba (antibakteri, antifungi dan

    antiviral). Alkaloid juga memiliki aktivitas antitumor, antihiperglikemik,

    antipiretik serta digunakan untuk mengobati edema, asites dan hordeolum

    (Fattorusso dan Taglialatela-Scafati, 2008).

    E. Asam Ursolat

    Menurut Lim et al (2007), asam ursolat dapat menstimulasi

    diferensiasi keratinosit epidermal sehingga binahong dapat digunakan

    untuk membantu pemulihan luka (Yuliani et al, 2012).

  • 15

    2.4 Ekstraksi Senyawa Aktif

    2.4.1 Ekstraksi

    Ekstraksi merupakan proses pemisahan substansi dari campuran dengan

    menggunakan pelarut yang sesuai. Pada umumnya yang perlu dilakukan dalam

    mengekstraksi adalah membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya

    oksidasi atau hidrolisis oleh enzim. Di samping itu, metode ekstraksi berguna

    untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke

    dalam pelarut yang dipakai untuk ekstraksi tersebut (Kristanti, 2008).

    2.4.2 Maserasi

    Maserasi merupakan proses perendaman sampel dalam pelarut organic

    yang digunakan pada temperature ruangan. Penekanan utama pada maserasi

    adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang

    akan diekstraksi. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi bahan alam

    karena dalam perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan

    membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga

    metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik

    dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang

    dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas

    yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan bahan alam dalam pelarut tersebut

    (Guenther, 2011).

  • 16

    2.5 Obat-Obat Antiinflamasi

    Terapi penderita dengan peradangan mencangkup dua sasaran utama, yaitu

    meredakan nyeri yang seringkali merupakan gejala yang membuat pasien berobat

    dan keluhan utama yang berkelanjutan dari penderita, dan perlambatan atau

    penghentian yang berkelanjutan dari penderita, dan perlambatan atau penghentian

    proses kerusakan jaringan. Berdasarkan terapeutiknya maka obat antiinflamasi

    dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non-steroid

    (Katzung, 2010).

    2.5.1 Obat Antiinflamasi Golongan Steroid

    Merupakan kelompok utama agen hormonal yang dikenal memilik sifat

    linfolisis. Glukokortikoid menghambat produksi mediator inflamasi termasuk

    leukotriene, prostaglandin, histamin, dan bradikinin. Secara in vivo obat-obat

    kortikosteroid menghambat pengeluaran prostaglandin bedanya dengan obat

    golongan steroid menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga pembentukan asam

    arakhidonat yang merupakan substrat bagi enzim COX dan lipooksigenase

    menjadi terhambat dengan demikian pelepasan mediator inflamasi juga terhambat.

    Golongan obat ini digunakan terutama untuk menekan reaksi imunitas pada

    arthritis karena gangguan imunitas (Katzung, 2004)

    2.5.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid

    Obat-obat antiinflamasi non steroid merupakan suatu grup obat yang

    secara kimiawi tidak sama yang berbeda aktifitas antipiretik, analgesik, dan

    antiinflamasinya. Obat obat ini terutama berkerja dengan jalan menghambat

    enzim cyclooksigenase tetapi tidak bekerja pada enzim lipoksigenase. Mekanisme

  • 17

    kerja efek antipiretik dan antiinflamasi salisilat terjadi karena penghambatan

    sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer di

    daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostagalandin, salisilat

    jug mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan

    kimiawi. Efek obat AINS mempunyai tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi

    inflamasi (antiinflamasi), rasa sakit (analgesik), dan penurun panas (antipiretik)

    (Mycek, 2001).

    2.6 CMC

    CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sering merupakan bagian komposisi

    minuman yakni berperan sebagai zat pengental. Struktur CMC (Carboxyl Methyl

    Cellulose) merupakan rantai polimer yang terdiri dari unit molekul sellulosa.

    Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus hidroksil dan bebrapa atom

    hydrogen dari gugus hidroksil dan beberapa atom hydrogen dari gugus hidroksil

    tersebut disubtitusi oleh carboxylmethyl. CMC memiliki sifat mudah larut dalam

    air dingin maupun air panas, stabil terhadap lemak dan tidak larut dalam pelarut

    organic, baik sebagai bahan penebal, sebagai zat inert, sebagai pengikat CMC

    yang sering digunakan adalah yang memiliki nilai degree of substitution sebesar

    0,7 atau sekitar 7 gugus Carboxymethyl per 10 unit anhidroglukosa karena

    memiliki sifat sebagai zat pengental cukup baik. CMC merupakan molekul primer

    berantai panjang dan karakteristiknya bergantung pada panjang rantai atau derajat

    polimerisasi (Kamal, 2010).

  • 18

    Gambar 4. Struktur Carboxyl Methyl Cellul (Kamal, 2010).

    2.7 Natrium Diklofenak

    Mekanisme kerja natrium diklofenak yaitu bila membrane sel mengalami

    kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim

    fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat.

    Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim

    siklooksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxam 1 dan

    prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di

    jarinagn, antara lain dipelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam

    keadaan normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses

    peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 yang memberikan efek

    anti radang dari obat NSAID. NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2

    (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung) (Tjay dan

    Rahardja, 2002).

    Obat ini adalah penghambat sikloogsigenase yang relative nonselektif dan

    kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakidonat. Natrium diklofenak

  • 19

    digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan disebabkan karena

    penghambatan pembentukan prostaglandin dan asam arakidonat pada enzim

    sikloogsigenase (Tjay dan Rahardja, 2002).

    Natrium diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan sempurna setelah

    pemberian oral, konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam.

    Pemberian bersama makanan akan memperlambat laju absorbsi tetapi tidak

    mengubah jumlah yang di absorbi (Wilmana, 2007).

    2.8 Karagenan

    Karagenan adalah ekstrak chondrus menyebabkan inflamasi jika

    diinjeksikan intraplantar pada kaki tikus. Karagenan merupakan suatu polisakarida

    sulfat bermolekul besar sebagai inductor inflamasi. Penggunaan karagenan

    sebagai penginduksi radang yang memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak

    meninggalkan bekas, dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan sehingga

    memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibandingkan

    senyawa iritan lainnya. Pada proses pembentukan udema, karagenan akan

    menginduksi cedera sel dengan melepaskan mediator yang mengawali proses

    inflamasi. Udem yang disebabkan oleh injeksi karagenan diperkuat oleh mediator

    inflamasi terutama PGE 1 dan PGE 2 dengan cara menurunkan permeabilitas

    vaskuler dimana bila permeabilitas vaskuler menurun maka protein-protein

    plasma akan dapat menuju ke jaringan yang terjadi luka sehingga terjadi udem.

    Udem yang terjadi dapat bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang

    dalam waktu 24 jam (Corsini et al, 2005)

  • 20

    2.9 Tikus Jantan Putih

    Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang digunakan di dalam berbagai

    penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus

    (Rattus norvegicus L.). Hal ini disebabkan karena secara genetik, manusia dan

    kedua hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Jenis mencit dan

    tikus yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan

    galur Wistar. Kedua jenis hewan tersebut sering digunakan sebagai hewan uji

    dalam penelitian (Adiyati, 2011).

    Jika dibandingkan dengan tikus betina, tikus jantan lebih banyak

    digunakan sebab tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama.

    Adapun taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Divisi : Chordata

    Kelas : Mammalia

    Ordo : Rodentia

    Famili : Muridae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus norvegicus

    Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan

    uji penelitian diantaranya perkembangbiakan cepat, memiliki ukuran yang lebih

    besar dari mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino,

    kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibanding badannya, pertumbuhannya

  • 21

    cepat dan cukup tahan terhadap perlakuan. Berat dewasa rata-rata tikus adalah

    200-250 gram (Akbar, 2010).

  • 22

    BAB III

    KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konseptual

    Induksi karagenan 1% secara

    subplantar pada kaki kiri

    Pengukuran volume edema telapak

    kaki dengan plestimometer

    Uji Antiinflamasi Pada Tikus Jantan

    Putih Galur Wistar

    Kelompok I

    Pemberian

    kontrol

    negatif

    (-)

    CMC 1%

    Kelompok II

    Pemberian

    kontrol positif

    (+)

    Natrium

    Diklofenak 4,5

    mg/kgBB

    Kelompok III

    Pemberian

    kombinasi

    ekstrak herba

    seledri dan daun

    binahong dengan

    perbandingan

    dosis

    (200 mg/kg BB

    : 200 mg/kg BB)

    Kelompok IV

    Pemberian

    kombinasi

    ekstrak herba

    seledri dan daun

    binahong dengan

    perbandingan

    dosis

    (100 mg/kg BB :

    300 mg/kg BB)

    Kelompok V

    Pemberian

    kombinasi

    ekstrak herba

    seledri dan daun

    binahong dengan

    perbandingan

    dosis

    (300 mg/kg BB :

    100 mg/kg BB

    Uji kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun

    binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sebagai Antiinflamasi

    Analisis Data

  • 23

    3.2 Hipotesa Penelitian

    3.2.1 Kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong

    (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) memiliki efektivitas antiinflamasi

    pada hewan uji tikus jantan putih

    3.2.1 Kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong

    (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sebagai antiinflamasi memiliki

    perbedaan pada masing-masing konsentrasi.

  • 24

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium.

    Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam herba

    seledri dan daun binahong adalah dengan metode maserasi menggunakan pelarut

    etanol 96%. Uji efektivitas antiinflamasi dilakukan dengan mengukur volume

    udema yang sebelumnya lima kelompok hewan uji telah diberikan perlakuan per

    oral. Dimana dua kelompok sebagai kontrol yaitu CMC Na dan Natrium

    Diklofenak, dan tiga kelompok sebagai uji ekstrak kombinasi herba seledri

    (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

    4.2 Populasi dan Sampel

    4.2.1 Populasi

    Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba seledri (Apium

    graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dari

    wilayah magetan.

    4.2.2 Sampel

    Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah herba seledri (Apium

    graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

  • 25

    4.3 Teknik Sampling

    Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pada

    penelitian ini adalah pengambilan sampel secara acak (probabilitas sampling).

    Probabilitas sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan

    peluang yang sama untuk tiap unsur pada populai untuk dapat dipilih menjadi

    anggota sampel penelitian. Pemilihan sampel teknik ini tidak bersifat subjektif

    artinya sampel terpilih bukan merupakan pemilihan berdasarkan keinginan dari

    peneliti sehingga setiap unsur dalam populasi memiliki hak yang sama untuk

    menjadi sampel penelitian (Fathur, 2016).

    4.4 Variabel Penelitian

    4.4.1 Variabel bebas

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efektivitas antiinflamasi dengan

    perlakuan penambahan kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.)

    dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dengan perbandingan

    dosis 200 mg/kg BB : 200 mg/kg BB, 100 mg/kg BB : 300 mg/kg BB, 300 mg/kg

    BB : 100 mg/kg BB.

    4.4.2 Variabel terikat

    Volume udem pada kaki tikus putih jantan galur wistar.

    4.4.3 Variabel terkendali

    Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah perlakuan kontrol negatif

    CMC dan kontrol positif menggunakan natrium diklofenak.

  • 26

    4.5 Lokasi dan Waktu penelitian

    4.5.1 Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2019.

    4.5.2 Tempat Penelitian

    Proses pembuatan kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong

    dilakukan di laboratorium Fitokimia dan perlakuan pada hewan uji dilakukan di

    Labolatorium Farmakologi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun, sedangkan

    proses determinasi tanaman dilakukan di Balai besar Penelitian Tanaman Obat

    dan Obat Tradisional Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.

    4.6 Instrumen Penelitian

    4.6.1 Instrumen alat

    Alat yang digunakan padapenelitian ini adalah rotary evaporator (IKA),

    timbangan analitik (SHIMATZU), beaker glass (IWAKI), batang pengaduk, gelas

    ukur (IWAKI), erlenmeyer (IWAKI), corong, jarum oral (sonde), kain flanel, dan

    injection spuit.

    4.6.2 Bahan Penelitian

    Simplisia herba seledri, simplisia daun binahong, etanol 96%, tikus jantan,

    natrium diklofenak, karagenan, dan aquadest.

  • 27

    4.7 Kerangka Kerja

    4.7.1 Determinasi Preparasi Sampel

    Langkah ini bertujuan untuk memastikan sampel dengan mencocokkan

    ciri-ciri morfologi yang ada pada tanaman herba seledri (Apium graveolens L.)

    dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap kepustakaan

    yang dibuktikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan

    Obat Tradisional, Tawangmangu, Kranganyar, Jawa Tengah.

    4.7.2 Penyiapan Sampel

    Sampel seledri dan daun binahong disortir basah, kemudian di timbang

    masing-masing sampel basah untuk seledri sebanyak 4 kg dan daun binahong

    sebanyak 3 kg. Kemudian dicuci menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali

    untuk menghilangkan sisa kotoran yang menempel. Setelah dicuci, herba seledri

    dipotong kecil-kecil, untuk daun binahong diiris tipis-tipis kemudian secara

    terpisah ditempatkan diatas tampah atau nampan secara merata. Digunakan teknik

    pengeringan secara langsung dibawah sinar matahari yang diatasnya dilapisi kain

    warna hitam lalu diangin-anginkan hingga kering. Untuk herba seledri

    memerlukan waktu selama enam hari sampai kering sedangkan untuk daun

    binahong dibutuhkan waktu selama empat hari sampai kering.

    Alternatif pengeringan dengan cara lain yang dapat digunakan yaitu,

    pengeringan menggunakan oven pada suhu 30˚C. Lama pengeringan disesuaikan

    menurut Hernani dan Nurdjanah (2009), bahwa kandungan flavonoid yang

    tertinggi dihasilkan dari lama pengeringan suhu oven selama 1 hari. Setelah

  • 28

    kering ditimbang, untuk herba seledri diperoleh sebanyak 320 gr sedangkan untuk

    daun binahong diperoleh sebanyak 250 gr.

    4.8 Ekstraksi Dengan Pelarut Organik

    Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

    96%. Secara terpisah, sebanyak 300 gr seledri dan 300 gr daun binahong yang

    sudah kering direndam dengan pelarut etanol 96% (1:10) sebanyak 3 liter atau

    sampai simplisia terendam semua, selama 5 hari sambil berulang kali diaduk.

    Setelah 5 hari, sampel disaring menggunakan kain flanel. Selanjutnya ekstrak cair

    yang dihasilkan masing-masing di evaporasi menggunakan rotary evaporator

    hingga diperoleh ekstrak kental yang kemudian dipanaskan pada waterbath untuk

    menguapkan pelarut yang masih terkandung dalam ekstrak pada suhu 40˚C .

    4.9 Uji Flavonoid

    Uji flavonoid dilakukan pada ekstrak herba seledri. Terdapat tiga metode

    yang digunakan. Pertama, beberapa tetes FeCl₃ 1% kedalam beberapa bagian

    larutan ekstrak. Warna hijau kehitaman menunjukkannya adanya flavonoid.

    Kedua, beberapa tetes larutan asam asetat 10% ditambahkan kedalam beberapa

    bagian ekstrak. Endapan kuning menandakan adanya flavonoid. Ketiga, sejumlah

    ekstrak dilarutkan dalam metanol, ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCl

    pekat dari sisi tabung. Terbentuknya warna jingga adanya flavonoid (Rajendra,

    2011).

  • 29

    4.10 Konsentrasi Ekstrak Herba Seledri dan Daun Binahong

    Kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong dibuat dengan tiga

    macam dosis perbandingan, yaitu :

    1. Dosis 200 mg : 200 mg

    Ekstrak herba seledri yang dibutuhkan sebanyak 1000 mg

    Ekstrak daun binahong yang dibutuhkan sebanyak 1000 mg

    2. Dosis 100 mg : 300 mg

    Ekstrak herba seledri yang dibutuhakan sebanyak 1500 mg

    Ekstrak daun binahong yang dibutuhkan sebanyak 500 mg

    3. Dosis 300 mg : 100 mg

    Ekstrak herba seledri yang dibutuhkan sebanyak 500 mg

    Ekstrak daun binahong yang dibutuhkan sebanyak 1500 mg

    Masing-masing kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong yang

    digunakan pada penelitian ini kemudian dibuat menjadi suspensi dengan

    ditambahkan CMC ad 20 ml aquadest. Uji antiinflamasi secara per oral dilakukan

    dengan volume pemberian 2 ml.

    4.11 Pembuatan Kontrol Negatif 1%

    Membuat CMC sebanyak 1 gram dimasukkan dalam mortir ditaburkan ad

    mengembang dengan aquadest panas 100 ml digerus halus ad homogen dan

    kental, kemudian dimasukkan dalam beker glass. Volume pemberian per oral

    yaitu 2 ml.

  • 30

    4.12 Pembuatan Kontrol Positif

    Kontrol positif yang digunakan yaitu natrium diklofenak dengan dosis 4,5

    mg/kgBB. Cara pembuatannya yaitu menimbang natrium diklofenak sebanyak 9

    mg digerus di dalam mortir dibuat suspensi dengan ditambahkan dengan CMC ad

    20 ml aquadest hangat digerus sampai homogen.

    4.13 Pembuatan Karagenin 1%

    Ditimbang sejumlah 0,5 gram karagenin kemudian dilarutkan dengan

    larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) sehingga didapat volume 5 ml.

    4.14 Induksi Peradangan

    Kaki tikus yang sudah ditandai kemudian diinduksi dengan karagenin

    sebanyak 0,1ml secara subplantar (di bawah kulit telapak kaki tikus).

    4.15 Pengujian Efektivitas Antiinflamasi

    1. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan

    berat dewasa rata-rata tikus adalah 200 - 250 gram sebanyak 25 ekor,

    semua hewan uji dipelihara dalam kondisi yang sama.

    2. Tikus dipuasakan selama (12-18) jam sebelum perlakuan, namun air

    minum tetap diberikan ( ad libitum) (Parveen et al., 2007; Rajavel et al,

    2007)

    3. Setiap tikus ditandai dengan spidol pada sendi kaki belakang kiri agar

    pemasukan kaki ke dalam pletismometer air raksa setiap kali selalu sama.

  • 31

    Kemudian berat badan tiap tikus ditimbang dan dikelompokkan menjadi 5

    kelompok secara acak, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor tikus.

    4. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran

    volume kaki kiri belakang masing-masing tikus dengan plestismometer.

    Hasil pengukuran dicatat sebagai volume awal.

    5. Tikus pada masing-masing kelompok diberi perlakuan sebagai berikut:

    a. Kelompok I : Pemberian suspensi CMC 1 % secara peroral

    (kontrol negatif)

    b. Kelompok II : Pemberian suspensi natrium diklofenak dengan

    dosis 4,5 mg/kg BB secara peroral

    c. Kelompok III : Pemberian kombinasi ekstrak dengan dosis 200

    mg/kg BB : 200 mg/kg BB secara peroral

    d. Kelompok IV : Pemberian kombinasi ekstrak dengan dosis 100

    mg/kg BB : 300 mg/kg BB secara peroral

    e. Kelompok V : Pemberian kombinasi ekstrak 300 mg/kg BB : 100

    mg/kg BB secara peroral

    6. Pada menit ke-60 disuntikkan sediaan karagen 1% pada telapak kaki kiri

    belakang tikus secara subplantar sebanyak 0,1 ml.

    7. Kemudian setiap selang 1 jam diukur volume udem kaki tikus setelah

    penyuntikan karagen selama 5 jam, volume kaki kiri belakang tikus diukur

    menggunakan plestismometer air raksa dengan cara mencelupkan telapak

    kaki kiri belakang tikus ke dalam alat tersebut sampai tanda yang telah

  • 32

    dibuat dan hasilnya dicatat. Perlakuan dilakukan replikasi sebanyak empat

    kali.

    4.16 Analisis Data

    Analisa data dilakukan dengan menghitung persen udem dengan rumus

    sebagai berikut (Swathy et al., 2010) :

    Ket :

    Vt = Volume telapak kaki pada waktu t (setelah diinduksi karagenan)

    V0 = Volume telapak kaki tikus pada waktu 0 (sebelum diinduksi

    karagenan)

    Dan rumus persen inhibisi radang (Kalabharathi et al., 2011)

    Ket :

    A : % udem pada kelompok hewan control

    B : % udem pada kelompok perlakuan

  • 33

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil Penelitian

    5.1.1 Hasil Determinasi

    Herba seledri dan daun binahong merupakan tumbuhan yang dengan mudah

    ditemukan di lingkungan sekitar. Herba seledri dan daun binahong diperoleh dari

    daerah Magetan. Sebelum penelitian tumbuhan seledri dan binahong

    dideterminasi di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balai Besar

    Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BPTO)

    daerah Tawangmangu dengan nama species (Apium graveolens L.) dan (Anredera

    cordifolia (Ten.) Steenis)

    5.1.2 Hasil Pembuatan Ekstrak

    Herba seledri dan daun binahong yang sudah dibersihkan kemudian

    dikeringkan dibawah sinar matahari pada bagian atas ditutupi menggunakan kain

    hitam, lama pengeringan untuk herba seledri adalah selama 6 hari sedangkan

    untuk daun binahong dibutuhkan selama 4 hari. Setelah kering kemudian

    dihaluskan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk masing-masing

    diperoleh sebanyak 320 gram untuk herba seledri dan 250 gram untuk daun

    binahong. Herba seledri dan daun binahong diekstraksi menggunakan metode

    maserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 3,2 liter untuk serbuk herba seledri

    dan 2,5 liter untuk serbuk daun binahong, kemudian hasil maserasi dipisahkan

    dari pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 70˚C. Ekstrak kental herba

  • 34

    seledri sebanyak 32,9 gram dan hasil rendemen sebanyak 10,96% dan ekstrak

    kental daun binahong diperoleh sebanyak 22,7 gram dan hasil rendemen sebanyak

    9,08%.

    5.1.3 Uji Identifikasi Flavonoid

    Identifikasi pada ekstrak herba seledri dan daun binahong untuk mengetahui

    bahwa ekstrak yang digunakan mengandung senyawa flavonoid. Cara uji

    flavonoid pada ekstrak herba seledri dan daun binahong yaitu beberapa tetes

    FeCl₃ 1% kedalam beberapa bagian larutan ekstrak. Warna hijau kehitaman

    menunjukkan adanya flavonoid.

    Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Flavonoid

    Tanaman Pereaksi Perubahan Warna Hasil

    Herba Seledri FeCl₃

    Larutan berwarna

    hijau kehitaman

    Positif

    Daun Binahong Positif

    5.1.4 Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Herba Seledri dan Daun Binahong

    Hasil uji efektivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak

    herba seledri dan daun binahong belum efektiv dalam menurunkan volume udem

    pada telapak kaki tikus pada jam-jam terakhir. Uji ini dilakukan dengan membuat

    ekstrak kental herba seledri dan daun binahong dengan dosis yaitu 200 mg/kgBB :

    200 mg/kgBB, 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB, dan 300 mg/kgBB : 100 mg/kgBB.

    Volume udem pada telapak kaki kiri tikus diukur dengan alat plestimometer setiap

    60 menit selama 5 jam, dari data volume udema dapat dihitung nilai persentase

    udema. Nilai persentase menggambarkan besarnya udema yang terbentuk pada

    telapak kaki tikus, setelah diinduksi karagenan dapat dilihat pada tabel berikut :

  • 35

    Tabel 5.2 Persentase udema telapak kaki tikus selama lima jam

    Perlakuan

    Rata-rata udem jam ke- (%)

    1 2 3 4 5

    Kelompok I

    Kontrol Negatif

    CMC 1%

    45,52 51,46 64,30 74,38 78,64

    Kelompok II

    Kontrol Positif

    Natrium

    Diklofenak

    18,75 28,33 24,69 21,37 21,84

    Kelompok III

    Kombinasi Ekstrak

    Dosis 200 mg :

    200 mg

    24,16 38,24 36,06 33,39 33,83

    Kelompok IV

    Kombinasi Ekstrak

    Dosis 100 mg :

    300 mg

    26,89 29,82 37,64 42,75 39,38

    Kelompok V

    Kombinasi Ekstrak

    Dosis 300 mg :

    100 mg

    33,01 37,63 34,42 39,45 32,82

    Dari tabel 5.2 terlihat bahwa kelompok kontrol negatif memiliki

    persentase udema terbesar dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Hal ini

    disebabkan karena kelompok kontrol negative tidak mengandung zat aktif yang

    dapat menghambat pembentukan udema. Peningkatan rerata persentase udema

  • 36

    seluruh kelompok uji dilihat dari jam ke-1 hingga jam ke-5. Pada kontrol negatif

    udema terbentuk maksimal pada jam ke-4 dan ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa

    karagenan konsentrasi 1% merupakan agen penginduksi udema yang baik dan

    dapat menimbulkan peradangan yang signifikan.

    Gambar 5.1 Grafik persentase radang rata-rata dari masing-masing kelompok

    perlakuan terhadap waktu

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    1 2 3 4 5

    Perse

    nta

    se (

    %)

    Waktu (Jam)

    Kontrol Negatif

    Kontrol Positif

    Kombinasi Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun

    Binahong Dosis 200 mg :

    200 mg

    Kombinasi Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun

    Binahong Dosis 100 mg :

    300 mg

    Kombinasi Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun

    Binahong Dosis 300 mg :

    100 mg

  • 37

    Besarnya nilai penghambatan udema yang dihasilkan oleh senyawa uji

    disebut dengan persen inhibisi udema (radang) dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 5.3 Rata-rata inhibisi radang setiap jam (%)

    Perlakuan

    Rata-rata inhibisi udema jam ke- (%)

    1 2 3 4 5

    Kelompok I

    Kontrol Negatif

    CMC 1%

    0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

    Kelompok II

    Kontrol Positif

    Natrium Diklofenak

    59,30 52,48 60,35 70,61 71,61

    Kelompok III

    Kombinasi Ekstrak Dosis

    200 mg : 200 mg

    43,89 37,28 45,43 54,19 52,19

    Kelompok IV

    Kombinasi Ekstrak Dosis

    100 mg : 300 mg

    39,31 51,39 41,70 41,72 48,42

    Kelompok V

    Kombinasi Ekstrak Dosis

    300 mg : 100 mg

    28,46 39,18 45,07 45,49 51,20

    Berdasarkan hasil perhitungan persentase inhibisi radang, kelompok uji

    yang memiliki persen inhibisi terbesar adalah dosis kombinasi ekstrak herba

    seledri dan daun binahong 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB yakni sebesar 54,19%

    pada jam ke-4 dan 52,19% pada jam ke-5. Penghambatan udema dosis kombinasi

    ekstrak 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB dimulai pada jam ke-2. Dibandingkan dosis

  • 38

    kombinasi ekstrak 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB dosis uji 100 mg/kgBB : 300

    mg/kgBB memiliki persentase inhibisi radang paling kecil yakni 41,72% pada jam

    ke-4 dan 48,42% pada jam ke-5. Selanjutnya dosis uji 300 mg/kgBB : 100

    mg/kgBB mampu menghambat udema sebesar 45,49% di jam ke-4 dan 51,20%

    pada jam ke-5.

    Gambar 5.2 Grafik rata-rata persentase inhibisi pada masing-masing kelompok

    terhadap waktu

    Dari gambar 5.2 dapat dilihat penghambatan udema pada kontrol positif

    pada jam ke-2 dan mulai mengalami peningkatan pada jam ke-3 sampai jam ke-5

    terus mengalami peningkatan. Sedangkan kombinasi ekstrak herba seledri dan

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    1 2 3 4 5

    Per

    sen

    tase

    (%

    )

    Waktu (Jam)

    Kontrol Negatif

    Kontrol Positif

    Kombinasi Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun

    Binahong Dosis 200 mg :

    200 mg

    Kombinasi Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun

    Binahong Dosis 100 mg :

    300 mg

    Kombinasi Ekstrak Herba

    Seledri dan Daun

    Binahong Dosis 300 mg :

    100 mg

  • 39

    daun binahong dosis 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB terjadi peningkatan pada jam

    ke-3 sampai jam ke-4 dan mengalami penurunan pada jam ke 5. Pada kombinasi

    ekstrak herba seledri dan daun binahong dosis 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB

    mengalami peningkatan pada jam ke-2, jam ke-3 dan jam ke-4 mengalami

    penurunan tapi pada jam ke-5 terjadi peningkatan nilai persentase inhibisi. Lalu,

    pada dosisi 300 mg/kgBB : 100 mg/kgBB mulai mengalami peningkatan pada jam

    ke-2 dan terus meningkat hingga jam ke-5 ini.

    5.2 Pembahasan

    Pada penelitian uji efek antiinflamasi digunakan kombinasi ekstrak kental

    herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia

    (Ten.) Steenis), kedua tanaman tersebut diperoleh dari daerah Magetan. Sebelum

    dilakukan pengujian, herba seledri dan daun binahong terlebih dahulu dilakukan

    determinasi untuk mengidentifikasi kebenaran simplisia, dan hasilnya

    menunjukkan bahwa simplisia yang digunakan adalah seledri spesies Apium

    graveolens L. dari family Apiaceae dan binahong spesies Anredera cordifolia

    (Ten.) Steenis dari family Basellaceae. (Lampiran 1)

    Proses pembuatan ekstrak kental kombinasi herba seledri (Apium

    graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dilakukan

    dengan metode maserasi menggunakan pelarut 96% yang disimpan ditempat gelap

    dan sekali-kali diaduk, kemudian larutan disaring dan dipekatkan menggunakan

    rotary evaporator sehingga menghasilkan ekstrak. Karena ekstrak yang dihasilkan

    belum terlalu kental maka ekstrak dipanaskan diatas waterbath untuk menguapkan

    etanol yang masih terdapat didalam padatan ekstrak.Dari hasil ekstraksi diperoleh

  • 40

    rendemen herba seledri dan daun binahong sebanyak 10,96% dan 9,08%.

    Rendemen ekstrak dihitung dengan membandingkan berat ekstrak kental yang

    diperoleh terhadap jumlah serbuk simplisia yang digunakan dalam ekstraksi.

    Metode yang digunakan untuk pengujian antiinflamasi adalah pembentukan

    udema buatan pada telapak kaki kiri belakang tikus putih jantan dengan induksi

    karagenan. Metode ini dipilih karena merupakan metode paling umum yang

    digunakan dalam penelitian uji antiinflamasi dan mudah dalam pengerjaannya

    serta hasil yang diperoleh valid. Karegenan dipilih karena merupakan induktor

    udema yang paling peka dibandingkan dengan induktor lain pada metode

    pembentukan udema buatan, selain itu pembentukan udema dengan karagenan

    tidak menimbulkan kerusakan permanen pada jaringan sekitar inflamsi. Dalam

    penelitian ini menggunakan 0,1 ml suspensi karagenan 1% pada telapak kaki tikus

    secara subplantar.

    Pada saat pengukuran volume udema menggunakan alat plestimometer hal-

    hal yang harus diperhatikan saat menggunakan alat ini adalah volume air raksa

    harus sama pada setiap kali pengukuran, tanda pada pergelangan kaki hewan uji

    harus jelas dan dipastikan pada saat mencelupkan telapak kaki hewan uji harus

    tercelup sempurna sampai tanda batas yang telah ditentukan, serta ketelitian pada

    saat pengukuran volume kaki hewan uji. Hal ini bertujuan untuk mendapat data

    yang konstan pada tiap waktu dan dalam kondisi yang sama.

    Hewan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan galur

    Wistar dengan berat badan 100-300 gram. Pemilihan jenis kelamin jantan lebih

    didasarkan pada pertimbangan hewan tikus jantan tidak memiliki hormone

  • 41

    estrogen, kalupun ada hanya dalam jumlah relatif sedikit serta kondisi hormonal

    pada jantan relatif stabil jika dibandingkan dengan betina karena pada tikus betina

    mengalami perubahan hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa siklus

    estrus, masa kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat

    mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut. Selain itu tingkat stress

    tikus betina lebih tinggi dibandingkan dengan tikus jantan yang mungkin dapat

    mengganggu saat pengujian (Suhendi, et al, 2011).

    Perlakuan dimulai dengan mengadaptasikan hewan uji yang berjumlah 25

    ekor terhadap lingkungan sekitar, setelah itu hewan uji dipuaskan selama (12-18)

    jam sebelum perlakuan, dengan pemberian air minum (Parveen et al., 2007;

    Rajavel et al, 2007). Kemudian dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing

    kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji, pada pergelangan kaki kiri belakang

    ditandai menggunakan spidol agar setiap kali saat memasukkan kaki hewan uji ke

    dalam plestimometer air raksa selalu sama. Masing-masing kelompok diberi

    perlakuan berbeda untuk melihat pengaruh volume udema yang terbentuk pada

    kaki hewan uji, tapi sebelum diberi perlakuan hewan uji ditimbang dan diukur

    volume kaki dan dicatat sebagai volume awal. Selanjutnya hewan uji diinjeksi

    secara per oral dengan kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong satu

    jam sebelum diinduksi karagenan 1%. Dosis yang digunakan adalah 200

    mg/kgBB : 200 mg/kgBB, 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB, 300 mg/kgBB : 100

    mg/kgBB. Kontrol negatif yang digunakan adalah CMC sedangkan untuk kontrol

    positif menggunakan natrium diklofenak 4,5 mg/kgBB.

  • 42

    Dari penelitian ini diperoleh hasil pada kelompok kontrol negatif memiliki

    volume udema yang terbesar, hal ini disebabkan karena kontrol negatif tidak

    mengandung zat aktif yang dapat menghambat pembentukan udema. Kelompok

    kontrol positif persentase inhibisi udema terjadi penurunan pada jam ke 2 yaitu,

    sebesar 52,48% dan terjadi peningkatan dari jam ke-3 sampai jam ke-5. Perlakuan

    kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong dosis 200 mg/kgBB : 200

    mg/kgBB menunjukkan penurunan persen inhibisi pada jam ke-2 yaitu, sebesar

    37,28% setelah itu meningkat pada jam ke-3 dan pada jam ke-5 mengalami

    penurunan. Kombinasi dosis 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB menunjukkan hasil

    peningkatan pada jam ke-2 sebesar 51,39% kemudian pada jam ke-3 terjadi

    penurunan tapi pada jam ke- 4 dan ke-5 terjadi peningkatan. Kombinasi dosis 300

    mg/kgBB : 100 mg/kgBB terjadi peningkatan dari jam ke-2 yaitu, sebesar 39,18%

    dan terus mengalami peningkatan sampai jam ke-5.

    Dari pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis

    kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong yang digunakan menunjukan

    nilai persentase inhibisi udema yang tidak stabil seperti yang sudah dijelaskan.

    Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuziani (2015) dimana efek

    antiinflamasi ekstrak etanol daun binahong (Anrederacordifolia) dosis 100

    mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB yang diberikan secara oral dapat

    mengurangi volume udema pada tikus putih galur Wistar. Berbeda juga dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Desi, et al., (2016) menunjukkan ekstrak etanol

    herba seledri (Apium graveolens L.) terhadap tikus Wistar jantan memiliki

    aktivitas inflamasi dengan dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB.

  • 43

    Dalam penelitian ini nilai persentase inhibisi udema yang naik turun dapat

    disebabkan oleh karena kekurangtelitian peneliti dalam mengamati kenaikan

    volume udema pada alat plestimometer, selain itu dapat juga disebabkan oleh

    adanya hewan uji yang pada waktu penelitian sulit ditenangkan sehingga saat

    pengukuran volume udem tidak tepat. Menurut Darwis, et al., (2012) pada

    masing-masing ekstrak terdapat senyawa antagonis yang juga dapat mengganggu

    atau menghambat kerja dari senyawa antiinflamasi.

  • 44

    BAB VI

    PENUTUP

    6.1 Kesimpulan

    Berdasarkan penelitian efektivitas antiinflamasi kombinasi ekstrak herba

    seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)

    Steenis) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

    1. Uji efektivitas dalam menghambat udema pada telapak kaki kiri tikus

    putih jantan tidak dapat diambil kesimpulan karena tidak stabilnya hasil

    persentase inhibisi udema jam ke-1 sampai jam ke-5 pada masing-masing

    kelompok perlakuan.

    2. Pada konsentrasi kombinasi ekstrak tidak dapat diambil kesimpulan karena

    persentase inhibisi udema hanya bertahan selama 2 jam dari waktu yang

    digunakan yaitu selama 5 jam.

    6.2 Saran

    1. Saran untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukannya isolasi dan

    pemisahan senyawa flavonoid untuk hasil yang lebih optimal.

    2. Melakukan pengontrolan terhadap hewan uji yang digunakan.

  • 45

    DAFTAR PUSTAKA

    Agoes, A., 2010. Tanaman Obat Indonesia, Salemba Medika, Jakarta.

    Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi

    Sebagai Bahan Antifertilitas, Adabia Press, Jakarta.

    Astuti S.M, Sakinah A.M, Andayani B.M, Risch A., 2011. Determination of

    saponin compound from Anredera cordifolia (Ten) Steenis plant (binahong)

    to potential treatment for several diseases, Journal of Agricultural Science.

    Volume 3 No.4:224–32.

    Barnes, J., Anderson L., dan A, Philipson J. D., 2002. Herbal Medicines (second

    edition), 102-109, Pharmaceutical Press, London.

    Blumert, M., dan Liu J., 2003. Jiaogulan (Gynostemma pentaphyllum), China’s

    Immortality Herb 3rd ed, Badger, Torchlight Publishing.

    BPOM, 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Jakarta, Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Republik Indonesia.

    Buhler, 2003. Anti Oxidant Activities of Flavonoids, Departement of

    enviromental and Molecular Toxicology Oregon Stete University.

    Calzado, Y.R., Cuevas, V., Polli, J.E., Zhang, H., Amidon, G.L., Junginger, H.E.,

    Shah, K.K.V.P., Stavchansky, S., Dressman, J.B., Barends, D.M., 2009.

    Biowaver Monograps for Immediate Release Splid Oral Dosage Forms:

    Diclofenac Kalium and Diclofenac Potassium, Journal Pharmacy Science,

    Volume.98 No.4:1206-19

    Corsini, E., Paola R.D., Viviani, B., Genovese, T., Mazzon, E., Lucchi, L., Galli,

    C.L., and Cuzzorcrea S., 2005. Increased Carragenan-Induced Acute Lung

    Inflamation in OldRats,Immunology,115(2):253-261.

    Darwis, W., Hafiedzani, M., dan Astuti, R.R.S., 2012. Efektivitas Ekstrak Akar

    dan Daun Pecut Kuda Stachytarpetha jamaicensis (L) Vahl Dalam

    Manghambat Pertumbuhan Jamur Candida albicans Penyebab Kandidiasis

    Vaginalis, Journal Konservasi Hayati, Volume.8 No.2:1-6

    Fattorusso, Ernesto & Orazio Taglialatela-Scafati, 2008. Modern Alkaloids:

    Structure, Isolation, Synthesis, and Biology, Weinheim : WILEY-VCH

    Verlag GmbH & Co. KgaA.

    Goodman, G., 2008. The Pharmacological basis and therapeutics, Bandung,

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

  • 46

    Grzanna, Reinhard, Linmark, L., Frondoza, C.G., 2005. Review: Ginger An

    Herbal Medicinal Product with Broad Anti-Inflamatory Actions. Journal of

    Medicinal Food, 8(2): 125-32.

    Guenther, E., 2011. Minyak Atsiri, Jakarta, UI Press .

    Haryoto, 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik, Kanisius, Yogyakarta.

    Herbarium Medanense, 2013. Hasil Identifikasi, Medan: Herbarium Medanense

    Sumatera Utara

    Hernani dan R. Nurdjanah, 2009. Aspek Pengeringan dalam Mempertahankan

    Kandungan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Obat, Balai Besar

    Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

    Isnaini, H., 2009. Uji Aktivitas Salep Extract Daun Binahong (Anredera cordifolia

    (Ten) Steenis) Sebagai Penyembuhan luka Bakar Pada Kulit Punggung

    Kelinci. Skripsi. Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

    Kamal, N, 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxy Methyl Cellulosa)

    Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa, Jurnal Teknologi,

    1(17): 78-84.

    Kalabharathi, H.L., Suresha, R.N., Pragathi, B., Pushpa, V.H., & Satish, A.M.,

    2011. Anti inflammatory activity of fresh tulsi leave (Ocimum Sanctum) in

    albino rats. International Journal of Pharma and Bio Sciences, Volume.2

    No.4:45-50

    Katzung, B.G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi ke-1, Salemba

    Medika, Jakarta.

    Katzung, B.G., 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 10, EGC, Jakarta.

    Kristanti, A.N, Aminah, N.S, Tanjung, M, Kurniai, B., 2008. Buku Ajar

    Fitokimia, Surabaya : Universitas Airlangga.

    Manoi, F., 2009. Binahong (Anredera cordifilia) sebagai obat, Warta penelitian

    dan pengembangan, Volume.15 No.1:3-6.

    Mitchell et al., 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, EGC, Jakarta.

    Mycek, M.J., 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika, Jakarta.

    Parveen, Z., Deng, Y., Saeed, M.K., Dai, R., Ahamad, W., Yu, Y.H., 2007.

    Antiinflamatory and Analgesic Activities of Thesium chinense Turez

  • 47

    Extracts and Its Mayor Flavonoids, Kaempferol and kaempferol 3-O-

    Glucoside. Journal of the Pharmaceutical Society of Japan Yakugaku Zassh

    Patel JM, 2008. A review of potential health benefit of flavonoids. Lethbridge

    Undergraduate Research Journal, Volume.3 No.2:1-5.

    Priyanto, 2008. Farmakoterapi & Terminologi Medis, Depok, Penerbit Lembaga

    Studi dan Konsultasi Farmakologi (Leskonfi).

    Rachmawati, S., 2008. Study Macroscopic dan Skrining Fitokimia Daun

    Anredera cordifolia (Ten) Steenis, Surabaya : Airlangga University.

    Rajavel, R., Sivakumar, T., Jagadeeswaran, M., and Malliga, P., 2007. Evaluation

    of Analgesic and Antiinflammatory Activities of Oscillatoria willei in

    Experimental Animal Models. Journal of medicinal plant research .

    Robbins, 2004. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1, Penerbit Buku

    Kedokteran EGC, Jakarta.

    Roberts, L.J., and Morrow, J.D., 2001. Senyawa Analgesik-Antipiretik dan

    Antiradang serta Obat-Obat Yang Digunakan Dalam Penanganan Pirai,

    dalam Goodman & Gilman, Dasar Farmakologi Terapi, edisi 10, 666-709,

    Penerbit Buku Kedokteran, Bandung.

    Setiawan, R., 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela

    (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih

    (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Solo, Fakultas

    Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

    Setyarini, H., 2009. Uji Daya Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol Jahe 10%

    (Zingiber officinale Roscoe) Yang Diberikan Topikal Terhadap Udem Kaki

    Tikus Yang Diinduksi Karagenin . Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi,

    Universitas Muhammadiyah Surakarta.

    Swathy, B., Lakshmi, S.M., & Kumar, A.S., 2010. Evaluation of analgesic and

    antiinfammatory Properties of chloris barbata (sw.). International Journal

    of Phytopharmacology, Volume 1 No.2:92-96

    Tjay, T., dan Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan

    Efek Sampingnya, edisi VI, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

    Wilmana, P.F., dan Sulistia G.G., 2007. Analgesik-antipiretik, analgesic-

    antiinflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam, Sulistia G.G,(ed.), 2007,

    Farmakologi dan Terapi, ed 5. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia.

  • 48

    Yuliani, S.H., Fudholi, A., Pramono, S., dan Marchaban, 2012. Physical

    Properties of Wound Healing Gel of Ethanolic Extract of Binahong

    (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) during Storage, Indonesian Jounal

    Pharmacy, 23(4): 203-8

    Yuziani, 2015. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Binahong

    (Anrederacordifolia) Secara Oral, Jurnal Pendidikan Kimia. Volume 7

    No.1:102-11

  • 49

  • 50

    Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman

  • 51

    Lampiran 2. Dosis Pemberian Secara Oral

    Diketahui :

    Berat Tikus = 200 g

    Dosis 1x pemakaian natrium diklofenak = 50 mg

    Konversi dosis manusia pada tikus 200 g = 0,018

    1. Konversi dosis untuk tikus = 50 mg x 0,018 = 0,9 mg

    2. Dosis untuk tikus=

    3.

    2ml = 0,2 x 4,5 mg/kg / konsentrai (mg/ml)

    = 0,45 mg/ml

    Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan suspensi sebanyak 20 ml,

    sehingga senyawa uji yang ditimbang sebanyak 9 mg.

    4. Pembuatan suspensi natrium diklofenak

    Berat tablet (gram) :

    1. 0,24

    2. 0,24

    3. 0,23

    4. 0,23

    5. 0,23

    6. 0,24

    7. 0,23

    8. 0,24

    9. 0,24

    10. 0,24

    Berat rata-rata tablet =

    =

  • 52

    = 0,236 gr

    = 236 mg

    Pengambilan serbuk

    CMC 1% = 1 gram ad 100 ml

    = 0,2 gram ad 20 ml

    Menimbang CMC 0,2 gram 2 ml, lalu tambahkan serbuk natrium

    diklofenak sebanyak 0,0424 gram.

    Ditambah aqua dest ad 20 ml = 20 ml – (0,2 + 2 + 0,0424)

    = 17,7 ml

    Kontrolnegatif CMC 1 %

    CMC 1 % = 1 gram dalam 100 ml aquadest

    = 0,2 gram dalam 20 ml

    Menimbang CMC 0,2 gr ditambah aqua panas 2 ml (10 x CMC)

    Aqudest ad 20 ml = 20 – (0,2+2)

    = 17,8 ml

  • 53

    Perhitungan konsentrasi ekstrak herba seledri dan daun binahong

    Pembuatan konsentrasi ekstrak herba seledri dan daun binahong 200

    mg/kgBB : 200 mg/kgBB

    1. Dosis herba seledri 200 mg/kgBB

    Dosis Pemberian = 200 mg/kgBB x 289,5 gram

    = 200 mg/kgBB x 0,2895 kg

    = 57,9 mg

    Larutan Stok = 57,9 mg/ml

    = 1150 mg/20 ml

    2. Dosis daun binahong 200 mg/kgBB

    Dosis Pemberian = 200 mg/kgBB x 289,5 gram

    = 200 mg/kgBB x 0,2895 kg

    = 57,9 mg

    Larutan Stok = 57,9 mg/ml

    = 1150 mg/20 ml

    3. Pembuatan suspense ekstrak

    CMC1 % = 1 gram dalam 100 ml aquadest

    = 0,2 gram dalam 20 ml

    Menimbang CMC 0,2 gram ditambah air panas 2 ml (10 x CMC)

    Tambahkan ekstrak kental herba seledri 1150 mg dan ekstrak kental

    daun binahong 1150 mg

    Ditambah aquadest ad 20 ml = 20 – (0,2 + 2 + 1150 mg + 1150 mg)

    = 15,5 ml

  • 54

    Pembuatan konsentrasi ekstrak herba seledri dan daun binahong 100

    mg/kgBB : 300 mg/kgBB

    1. Dosis herba seledri 100 mg/kgBB

    Dosis Pemberian = 100 mg/kgBB x 289,5 gram

    = 100 mg/kgBB x 0,2895 kg

    = 20,95 mg

    Larutan Stok = 20,95 mg/ml

    = 579 mg/20 ml

    2. Dosis daun binahong 300 mg/kgBB

    Dos