Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARYA TULIS ILMIAH
UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI
KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.)
DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
PADA TIKUS PUTIH
DISUSUN OLEH :
KARINA WULAN SARI
201605020
PRODI DIII FARMASI
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ii
UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI
KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.)
DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
PADA TIKUS PUTIH
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam mencapai gelar Ahli Madya Farmasi (Amd.Farm)
DISUSUN OLEH :
KARINA WULAN SARI
201605020
PRODI D3 FARMASI
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui oleh pembimbing dan
telah dinyatakan layak untuk mengikuti Ujian Sidang
KARYA TULIS ILMIAH
UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK HERBA
SELEDRI (Apium graveolens L.) DAN DAUN BINAHONG (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) PADA TIKUS PUTIH
Menyetujui,
Pembimbing I
(Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt)
NIS. 20150128
Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III Farmasi
(Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt)
NIS. 20150128
Menyetujui,
Pembimbing II
(Rahmawati Raising, M.Farm Klin., Apt)
NIS. 20180150
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Tugas Akhir (Karya Tulis Ilmiah)
dan dinyatakan telah memenuhi syarat memperoleh gelar A.Md.Farm
Pada Tanggal 19 September 2019
Dewan Penguji
1. Vevi Maritha, M.Farm., Apt :
Dewan Penguji
2. Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt :
Penguji 1
3. Rahmawati Raising, M.Farm Klin., Apt :
Penguji 2
Mengesahkan,
Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Zaenal Abidin, S.KM, M.Kes (Epid)
NIS.20160230
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun proposal karya tulis ilmiah
yang berjudul “Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Herba Seledri
(Apium graveolens L.) Dan Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Pada Tikus Putih” sehingga dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan besar
Nabi Muhammad ملسو هيلع هللا ىلص yang telah mengajarkan dengan sempurna kepada
manusia tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan yang bermartabat.
Salam dan doa juga terlimpah kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun, yang telah memberikan kesempatan untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Ibu Novi Ayuwardani, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi D-III
Farmasi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, yang telah memberikan
kesempatan untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Ibu Novi Ayuwardhani, M.Sc.,Apt selaku Pembimbing I dan Ibu
Rahmawati Raising, M.Farm.Klin.,Apt selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingannya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan.
4. Ibu Vevi Maritha, M.Farm., Apt selaku Dewan Penguji yang telah
memberi masukan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Kedua orangtua saya yang selalu memberikan dukungan baik secara moral
maupun material selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Teman-teman Program Studi D-III Farmasi yang memberikan dukungan
selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak yang
memanfaatkannya dengan baik.
Madiun, Januari 2019
Karina Wulan Sari
vi
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Karina Wulan Sari
NIM : 201605020
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam
memperoleh gelar ahli madya di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah
maupun belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan
daftar pustaka.
Madiun, Agustus 2019
Karina Wulan Sari
NIM. 201605020
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Karina Wulan Sari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal lahir : Ngawi, 17 Februari 1998
Agama : Islam
Alamat : Dsn. Blimbing, Ds. Dawu, Rt.004 Rw.002 Kec.
Paron, Kab. Ngawi
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 2002-2004 : TK Muslimat NU III Nawa Kartika
2004-2010 : SD Negeri Dawu 2
2010-2013 : SMP Negeri 1 Ngawi
2013-2016 : SMA Negeri 1 Tidore Kepulauan
Riwayat Pekerjaan : -
viii
UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK HERBA SELEDRI
(Apium graveolens L.) DAN DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) PADA
TIKUS PUTIH
Karina Wulan Sari
Program Studi Diploma III Farmasi, STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Email : [email protected]
ABSTRAK
Inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab
awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Tanaman yang diduga memiliki khasiat sebagai antiinflamasi adalah Herba Seledri (Apium
graveolens L.) yang termasuk famili Apiaceae dan Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) yang termasuk dalam famili Basellaceae. Yang berperan sebagai antiinflamasi pada herba
seledri dan daun binahong adalah flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
efek antiinflamasi kombinasi ekstrak Herba Seledri (Apium graveolens L.) dan Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap tikus jantan putih .
Ekstrak herba seledri dan daun binahong di ekstrak dengan menggunakan etanol 96%
dengan metode maserasi . Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan putih sebanyak 25 ekor
dengan berat badan 100-300 gram. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol
negatif (CMC 1%), kelompok kontrol positif (Natrium Diklofenak 50 mg), kelompok kombinasi
ekstrak herba seledri dan daun binahong dengan dosis 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB, 100
mg/kgBB : 300 mg/kgBB, 300 mg,kgBB : 100 mg/kgBB. Perlakuan 1 jam sebelum kaki tikus
diinduksi dengan karagenin secara subplantar pada kaki kiri belakang tikus jantan putih.
Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus diamati setiap 1 jam sekali selama 5 jam.
Hasil penelitian menunjukkan kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong
menunjukkan hasil yang tidak stabil, dimana pada jam ke-3 terjadi peningkatan volume
dilanjutkan pada jam ke-4 dan ke-5. Hasil persen udema pada kombinasi ekstrak herba seledri dan
daun binahong yaitu 49,13%, 44,66%, dan 45,92%. Rata-rata volume udem digunakan untuk
menghitung persen radang, hasil persen radang yang diperoleh untuk menghitung persen inhibisi.
Kata Kunci: Antiinflamasi, Apium graveolens L., Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
ix
TEST THE EFFECTIVENESS OF COMBINED EXTRACT antiinflammatory Herbs
CELERY (Apium graveolens L.) AND LEAVES binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) IN RAT WHITE
Karina Wulan Sari
Diploma III Program Pharmacy, STIKES Bhakti Mulia Husada Madiun
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Inflammation is a protective response that is intended to eliminate the initial cause cell
injury and cell discard and necrotic tissue caused by cell damage. Plants suspected of having anti-
inflammatory properties as is Herba Celery (Apium graveolens L.) which included family
Apiaceae and leaves Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) are included in the family
basellaceae. Which act as antiinflammatory herbs binahong celery and leaves are flavonoids. This
study aims to determine the effect of anti-inflammatory herb extract combination Celery (Apium
graveolens L.) and leaves Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) against a white male rats.
Herbal extract and leaf celery binahong extracted using 96% ethanol by maceration
method. Animal test used was a white male rats as much as 25 animals with body weight of 100-
300 grams. The test animals were divided into 5 groups: negative control group (CMC 1%), the
positive control group (Diclofenac Sodium 50 mg), group combination herbal extracts celery and
leaves binahong with a dose of 200 mg / kg: 200 mg / kg, 100 mg / kg: 300 mg / kg, 300 mg, kg:
100 mg / kg. Treatment 1 hour before the feet of mice induced by subplantar karagenin on the rear
left foot white male rats. Edema volume measurements on the soles of mice were observed every 1
hour for 5 hours.
The results showed a combination of herbal extracts and leaf celery binahong show stable
results, where the hour-3 increased volumes continued in the hours 4th and 5th. Results per cent
udema on a combination of herbal extracts and leaf celery binahong ie 49.13%, 44.66% and
45.92%. The average volume is used to calculate the percent edema inflammation, inflammation
percent results obtained to calculate the percent inhibition.
Keywords: Anti-inflammatory, Apium graveolens L., Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
x
DAFTAR ISI
Sampul Depan ....................................................................................................... i
Sampul Dalam ....................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ............................................................................................... iii
Lembar Pengesahan .............................................................................................. iv
Kata Pengantar ...................................................................................................... v
Halaman Pernyataan.............................................................................................. vi
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................. viii
Abstract ................................................................................................................. ix
Daftar Isi................................................................................................................ x
Daftar Tabel……………………………………………………………………..xiv
Daftar Gambar ....................................................................................................... xv
Daftar Lampiran………………………………………………………………....xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inflamasi .................................................................................................... 5
2.1.1 Mekanisme Terjadinya Inlamasi ................................................... 5
2.1.2 Tanda-Tanda Inflamasi .................................................................. 6
xi
2.2 Herba Seledri (Apium graveolens L.) ........................................................ 7
2.2.1 Klasifikasi ...................................................................................... 7
2.2.2 Deskripsi Tumbuhan ..................................................................... 8
2.2.3 Kandungan Seledri ........................................................................ 9
2.2.4 Khasiat dan Manfaat ...................................................................... 9
2.3 Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ......................................... 9
2.3.1 Spesifikasi...................................................................................... 10
2.3.2 Deskripsi Tumbuhan ..................................................................... 10
2.3.3 Kandungan Binahong .................................................................... 11
2.4 Ekstraksi Senyawa Aktif ........................................................................... 12
2.4.1 Ekstraksi ........................................................................................ 12
2.4.2 Maserasi ......................................................................................... 12
2.5 Obat-Obat Anti inflamasi ............................................................................ 13
2.5.1 Obat Antiinflamasi Golongan Steroid ........................................... 13
2.5.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid ................................................... 14
2.6 CMC .......................................................................................................... 14
2.7 Natrium Diklofenak ................................................................................... 15
2.8 Karagenan .................................................................................................. 16
2.9 Tikus Jantan Putih ..................................................................................... 16
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual ................................................................................ 18
3.2 Hipotesa Penelitian .................................................................................... 19
BAB IV METODE PENELITIAN
xii
4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 20
4.2 Populasi dan Sampel ................................................................................ 20
4.2.1 Populasi ........................................................................................ 20
4.2.2 Sampel .......................................................................................... 20
4.3 Teknik Sampling ....................................................................................... 21
4.4 Variabel Penelitian ................................................................................... 21
4.4.1 Variabel bebas .............................................................................. 21
4.4.2 Variabel terikat ............................................................................. 21
4.4.3 Variabel terkendali ....................................................................... 21
4.5 Lokasi dan Waktu penelitian .................................................................... 21
4.5.1 Waktu Penelitian .......................................................................... 21
4.5.2 Tempat Penelitian ......................................................................... 22
4.6 Instrumen Penelitian .................................................................................. 22
4.6.1 Instrumen alat ................................................................................ 22
4.6.2 Bahan Penelitian ............................................................................ 22
4.7 Kerangka Kerja ......................................................................................... 22
4.7.1 Determinasi Preparasi Sampel ....................................................... 22
4.7.2 Penyiapan Sampel ......................................................................... 23
4.7.3 Ekstraksi Dengan Pelarut Organik ................................................ 23
4.7.4 Uji Flavonoid ................................................................................. 23
4.7.5 Pembuatan Konsentrasi Perbandingan Ekstrak ............................. 24
4.7.6 Pembuatan Kontrol Negatif 1% ..................................................... 24
4.7.7 Pembuatan Kontrol Positif ........................................................... 24
xiii
4.7.8 Pembuatan Karagenin 1% ............................................................. 25
4.7.9 Induksi Peradangan ....................................................................... 25
4.7.10 Pengujian Efektivitas Antiinflamasi .............................................. 25
4.8 Analisis Data ............................................................................................. 26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 33
5.1.1 Hasil Determinasi ............................................................................. 33
5.1.2 Hasil Pembuatan Ekstrak ................................................................. 33
5.1.3 Uji Identifikasi Flavonoid ................................................................ 34
5.1.4 Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrrak Herba Seledri Dan
Daun Binahong ................................................................................ 34
5.2 Pembahasan ............................................................................................... 39
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 44
6.2 Saran .......................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45
LAMPIRAN .......................................................................................................... 49
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Flavonoid .................................................................. 34
Tabel 5.2 Persentase Udema Telapak Kaki Tikus Selama Lima Jam ................... 35
Tabel 5.3 Rata-rata Inhibisi Radang Setiap Jam (%) ............................................ 37
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Seledri................................................................................................... 8
Gambar 2 Tanaman Binahong .............................................................................. 10
Gambar 3 Struktur Carboxyl Methyl Cellul .......................................................... 15
Gambar 4 Grafik Persentase Radang Rata-rata Dari Masing-masing Kelompok
Perlakuan Terhadap Waktu .................................................................... 36
Gambar 5 Grafik Rata-rata Persentase Inhibisi Pada Masing-asing Kelompok ... 38
xvi
DFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman ............................................................. 50
Lampiran 2. Dosis Pemberian Secara Per Oral .................................................... 51
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen ..................................................................... 57
Lampiran 4. Proses Penyaringan Ekstrak.............................................................. 58
Lampiran 5. Proses Evaporasi ............................................................................... 58
Lampiran 6. Ekstrak Kental Herba Seledri dan Daun Binahong .......................... 59
Lampiran 7. Pembuatan Suspensi ......................................................................... 59
Lampiran 8. Identifikasi Flavonoid ....................................................................... 61
Lampiran 9. Mengukur Volume Kaki Tikus Dengan Plestimometer ................... 61
Lampiran 10. Pemberian Suspensi Secara Oral .................................................... 62
Lampiran 11. Induksi Karagenan Pada Telapak Kaki Tikus ................................ 62
Lampiran 12. Volume Pemberian ke Hewan Uji .................................................. 63
Lampiran 13. Volume Udem Kaki Tikus Setiap Waktu ....................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi adalah respon normal terhadap cedera. Ketika terjadi cedera, zat
seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta serotonin dilepaskan.
Pelepasan zat-zat di atas menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
dinding kapiler. Reseptor nyeri mengalami perangsangan, protein dan cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler (sel). Aliran darah ke tempat cedera
meningkat, sel fagosit (leukosit) migrasi ke tempat cedera untuk merusak zat-zat
yang dianggap berbahaya. Jika fagositosis berlebihan justru akan meningkatkan
inflamasi yang ditandai dengan kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan hilangnya
fungsi (Priyanto, 2008).
Obat modern yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi adalah obat
golongan AINS (Antiinflamasi Non Steroid). Selain memiliki efek terapeutik,
obat golongan ini umumnya memiliki efek samping, yaitu kecenderungan
menginduksi ulser lambung atau usus yang terkadang disertai dengan anemia
akibat kehilangan darah (Roberts dan Marrow, 2001). Sehingga perlu dicari
pengobatan alternatif untuk melawan dan mengendalikan rasa nyeri serta
peradangan dengan efek samping yang relatif lebih kecil.
Sebagai upaya untuk mengembangkan obat berbahan dasar herbal untuk
mengatasi inflamasi inilah perlu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam
yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Penggunaan obat-obat yang berbahan
2
dasar herbal mudah didapat dan mempunyai harga yang terjangkau, juga
mempunyai efek samping yang lebih rendah disbanding dengan obat kimia
(Setiawan, 2010).
Tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan inflamasi tersebut
secara tradisional diantaranya adalah seledri (Apium graveolens L.). Seluruh herba
seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), apigenin, isoquersetin, dan
umbeliferon (Agoes, 2010). Apigenin merupakan komponen flavonoid utama
pada seledri yang termasuk ke dalam golongan flavon. senyawa ini dikatakan
bermanfaat untuk digunakan sebagai agen antiinflamasi (Goodman,2008). Untuk
mengetahui adanya senyawa apigenin dilakukan uji flavonoid karena senyawa
tersebut merupakan komponen utama flavonoid. Ekstrak etanol herba seledri
dengan dosis 400 mg/kg BB memiliki daya hambat radang lebih baik
dibandingkan pada dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB (Desi et al, 2016)
Selain seledri, daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang
sering kita jumpai disekitar kita juga memiliki khasiat sebagai anttiinflamasi.
Penelitian yang dilakukan Rachmawati, (2008) mengungkap daun binahong
mengandung saponin triterpenoid, flavonoid dan minyak atsiri. Flavonoid
merupakan senyawa yang memiliki berbagai bioaktivitas, termasuk antiinflamasi
(Buhler, 2003). Quercetin, salah satu jenis flavonoid, dapat menghambat jalur
lipoksigenase dan siklooksigenase dalam metabolisme asam arakidonat sehingga
sintesis prostaglandin dan leukotrien menjadi terganggu (Grzanna et al., 2005). Di
lakukan uji Quercetin dengan KLT untuk mengetahi adanya senyawa tersebut di
dalam daun binahong. Ekstrak daun binahong dosis 400 mg/kg BB memiliki efek
3
antiinflamasi paling tinggi dibandingkan dengan dosis 100 mg/kg BB dan 200
mg/kg BB (Yuziani, 2015)
Herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) di ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan
pelarut 96% karena bersifat polar. Pada penelitian ini, metode yang digunakan
yaitu dengan pembutan edema buatan secara subplantar pada telapak kaki tikus
yang diinduksi karagenan. Karagenan merupakan turunan polisakarida yang
dianggap substansi asing setelah masuk ke dalam tubuh akan merangsang
pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan
prostaglandin sehingga menimbulkan pembentukan edema (Mitchell, 2008).
Pengujian dilakukan menggunakan hewan uji tikus jantan putih (Rattus
norvegicus), karena banyak gen tikus wistar yang relatif mirip dengan manusia
(Setiawan, 2010). Kontrol positif yang digunakan sebagai pembanding adalah
natrium diklofenak karena efek antiinflamasi natrium diklofenak sangat kuat dan
memiliki efek samping yang lebih rendah. Kontrol negatif yang digunakan adalah
CMC yang merupakan turunan dari selulosa. (Mitchell, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut kombinasi ekstrak herba seledri
(Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
sama-sama memiliki efek antiinflamasi. Tetapi penelitian terhadap kombinasi
keduanya belum pernah dilakukan sehingga peniliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengkombinasikan kedua tanaman tersebut. Kombinasi
keduanya diharapkan dapat menghasilkan efek yang sinergis untuk meningkatkan
efektivitas antiinflamasinya.
4
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana efektivitas antiinflamasi kombinasi ekstrak herba seledri
(Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) pada hewan uji tikus putih jantan?
1.2.2 Pada konsentrasi berapa kombinasi ekstrak herba seledri (Apium
graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
memiliki efek paling baik pada hewan uji tikus putih jantan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui efektivitas antiinflamasi yang ditimbulkan dari kombinasi
ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) pada hewan uji tikus putih jantan.
1.3.2 Mengetahui konsentrasi paling baik dari kombinasi ekstrak herba seledri
(Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) pada hewan uji tikus putih jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang alternatif
terapi yang telah diketahui efektifitasnya secara laboratorium bagi
masyarakat yang mengalami peradangan.
1.4.2 Bagi tenaga kesehatan
Penelitian ini dapat sebagai pertimbangan dalam pengobatan selain
menggunakan obat kimia yang telah dipelajari oleh tenaga medis.
5
1.4.3 Bagi penulis
Penelitian ini memperoleh data ilmiah tentang efek antiinflamasi
kombinasi dari ekstrak seledri dan daun binahong sehingga
penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan dapat
menjadi dasar untuk penggunaan penemuan obat-obat baru dari bahan-
bahan alam lainnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inflamasi
Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat
yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti
yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan
untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan
nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004).
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan dimana tubuh
berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan perbaikan jaringan, ketika
proses inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskuler di mana cairan, elemen-
elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera
jaringan atau infeksi berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi
(Setyarini, 2009).
2.1.1 Mekanisme Terjadinya Inlamasi
Respon peradangan dimulai oleh antigen seperti virus, bakteri, protozoa,
atau fungus oleh trauma. Kerusakan sel yang menyertai peradangan menyebabkan
pelepasan enzim lisosom dari leukosit melalui kerja atas membrane sel, kemudian
asam arakidonat akan bebas dan diaktifkan oleh beberapa enzim yaitu
siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat
kedalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang
selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, prostaglandin, prostasiklin, dan
7
tromboksan. Dimana leukotrin dan prostaglandin ini bertanggung jawab terhadap
gejala-gejala peradangan (Katzung, 2004)
2.1.2 Tanda-Tanda Inflamasi
Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Tanda-tanda utama
proses inflamasi yang sudah dikenal ialah:
1. Warna kemerahan (rubor), Jaringan yang mengalami radang akut tampak
berwarna merah, seperti pada kulit terkena sengatan matahari, selulitas
karna infeksi bakteri atau konjungtivitas akut. Warna kemerahan ini akibat
adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami
kerusakan.
2. Panas (kalor), peningkatan suhu banyak tampak pada bagian perifer (tepi),
seperti pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh meningkatnya
aliran darah melalui daerah tersebut mengakibatkan system vaskuler
dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut. Demam
sistemik sebagai hasil dari beberapa mediator kimiawi, proses radang juga
ikut meningkatkan temperature lokal.
3. Pembengkakan (tumor), pembengkakan sebagai hasil adanya udema
merupakan suatu akumulasi cairan dalam rongga ekstrak vaskuler yang
merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam jumlah sedikit kelompok
sel radang yang masuk dalam darah tersebut.
4. Nyeri (dolor), pada radang akut rasa sakit merupakan salah satu gambaran
yang dikenal bai oleh penderita rasa sakit sebagian disebabkan oleh
8
regangan atau distori jaringan akibat udema dan terutama karena adanya
tekanan didalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang
akut termasuk, prostaglandin, dan serotonin diketahui juga menyebabkan
rasa sakit.
5. Gangguan fungsi (fungsiolaesa), merupakan konsekuensi dari suatu proses
radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik dilakukan secara
langsung atau reflek akan mengalami hambatan rasa sakit. Pembengkakan
yang hebat secara fisik mengakibatkan kurangnya gerak jaringan
(Setyarini, 2009).
Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang
dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor
kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel
fagosit ke daerah ini, terjadi lisis membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah.
Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator
kimiawi tersebut kecuali PG (Wilmana, 2007).
2.2 Seledri (Apium graveolens L.)
2.2.1 Klasifikasi
Tanaman seledri termasuk tanaman dikotil (berkeping dua) dan merupakan
tanaman setahun atau dua tahun yang berbentuk rumput atau semak. Tanaman
seledri tidak bercabang. Susunannya terdiri dari daun, tangkai daun, batang dan
akar (Haryoto, 2009).
9
Adapun spesifikasi tanaman seledri menurut Herbarium Medanense (2013)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L.
Gambar 1. Seledri (Dokumentasi Pribadi)
10
2.2.2 Deskripsi Tumbuhan
Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan yang banyak di tanam orang untuk
diambill daun, akar, dan buahnya. Batang tidak berkayu, beralus, beruas,
bercabang, tegak, dan berwarna hijau pucat. Daunnya tipis majemuk, daun muda
melebar atau meluas dari dasar, hijau mengilat, segmen dengan hijau pucat,
tangkai disemua atau kebanyakan daun. Daun bunga berwarna putih kehijauan
atau putih kekuningan, panjangnya sekitar ½-¼ mm. Bunganya tunggal dengan
tangkai jelas, sisi kelopak tersembunyi, daun bunga putih kehijauan dengan ujung
yang bengkok. Bunga betina majemuk tidak bertangkai atau bertangkai pendek,
sering mempunyai daun berhadapan atau berbatas dengan tirai bunga. Tangkai
bunga tidak lebih dari 2 cm panjangnya. Panjang buahnya sekitar 3 mm, batang
angular, berlekuk, sangat aromatic, dan akarnya tebal (Agoes, 2010).
2.2.3 Kandungan Seledri
Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon),
apigenin, isoquersetin, dan umbeliferon. Juga mengandung mannite, inosite,
asparagine, glutamine, choline, linamarose, pro-vitamin A, vitamin C, dan B.
Kandungan asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmiat, oleat, linoleat,
dan proteselinat (Agoes, 2010). Di dalam akar seledri mengandung asparagin,
manit, zat pati, lender, minyak atsiri, pentosan, glutamine, dan tirosin. Sedangkan
pada biji mengandung apiin, minyak menguap, apigenin dan alkaloid (Dalimartha,
2005).
11
2.2.4 Khasiat dan Manfaat
Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji aktivitas
farmakologi herba seledri baik terhadap buah dan biji atau seluruh bagian
tanamannya. Seledri memiliki efek antirematik, obat penenang ,diuretik ringan
dan antiseptik pada saluran kemih. Juga telah digunakan untuk radang sendi,
encok, dan terutama untuk rheumatoid arthritis (Barnes et al., 2002)
Dalam ilmu botani, seledri dikatakan memiliki kandungan flavonoid,
saponin, dan polifenol. Senyawa flavonoid yang siap diisolasi pula mengandung
senyawa aktif apigenin dan apiin. Kedua-dua senyawa ini dikatakan bermanfaat
untuk digunakan sebagai agen antiinflamasi. Seledri dikatakan mengandung
sejumlah besar bioflavonoid apigenin yaitu inhibitor COX-2 yang kuat, dimana ia
mampu untuk menghentikan peradangan sama seperti efektifnya obat anti-
inflamasi yang lain (Goodman, 2008).
2.3 Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
2.3.1 Spesifikasi
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis atau biasa dikenal dengan sebutan
binahong merupakan tanaman menjalar yang bersifat perenial (berumur lama).
Seperti herba lainnya, binahong memiliki berbagai sinonim dan sebutan nama
antara lain: Boussingaultia cordifolia (Ten), Boussingaultia gracilis Miers,
madeira vine (Inggris), dheng san chi (Cina), gondola (Indonesia). Panjang
tanaman bisa mencapai 5 meter (Utami dan Desty, 2013).
Tanaman binahong di Inggris dikenal dengan nama Heartleaf madeiravine
atau Madeira vine, sedangkan di Tiongkok tanaman ini disebut Teng san chi. Di
12
negara asalnya, Amerika Selatan, tanaman ini juga memiliki sinonim
Boussingaultia basselloides, Boussingaultia cordifolia, Boussingaultia gracilis,
Boussingaultia gracilis var. Pseudobaselloides (BPOM RI, 2008).
Seperti yang tercantum pada Direktorat Obat Asli Indonesia yang
dikeluarkan oleh BPOM RI (2008), spesifikasi tanaman binahong (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Basellaceae
Genus : Anredera
Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Gambar 2. Tanaman Binahong (BPOM RI, 2008).
13
2.3.2 Deskripsi Tumbuhan
Berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang, bisa mencapai panjang lebih
dari 6 m. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam
solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di
ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal,
bertangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung,
panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing,
pangkal berlekuk, tepi rata, permukaan licin dan bisa dimakan. Bunga majemuk
berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna
krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai
mahkota 0,5 - 1 cm, berbau harum. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak
(BPOM RI, 2008).
2.3.3 Kandungan Binahong
A. Flavonoid
Aktivitas flavonoid adalah sebagai antioksidan, anti atherosklerotik,
anti agregasi trombosit, antiulser, antiviral, antiinflamasi, antiartritis dan
antidiare (Patel, 2008). Flavonoid juga dilaporkan mempunyai aktivitas
antiinflamasi. Quercetin, salah satu jenis flavonoid, dapat menghambat
jalur lipoksigenase dan siklooksigenase dalam metabolisme asam
arakidonat sehingga sintesis prostaglandin dan leukotrien menjadi
terganggu (Grzanna et al., 2005)
14
B. Asam Oleanolik
Hammond (2006) menyatakan bahwa kandungan asam oleanolik
dalam daun binahong memiliki efek antiinflamasi yang dapat mengurangi
rasa nyeri pada luka bakar (Astuti et al, 2011).
C. Saponin
Saponin yang ditemukan dalam binahong memiliki beberapa aktivitas
farmakologis seperti antimikroba, antitumor, penurun kadar kolesterol,
immune potentiating dan antioksidan (Blumert dan Liu, 2003). Selain itu,
saponin juga potensial dalam proses pembentukan kolagen, protein yang
berperan dalam proses pemulihan luka (Isnaini, 2009).
D. Alkaloid
Alkaloid merupakan zat yang terdistribusi luas dalam tanaman dan
memiliki kemampuan sebagai antimikroba (antibakteri, antifungi dan
antiviral). Alkaloid juga memiliki aktivitas antitumor, antihiperglikemik,
antipiretik serta digunakan untuk mengobati edema, asites dan hordeolum
(Fattorusso dan Taglialatela-Scafati, 2008).
E. Asam Ursolat
Menurut Lim et al (2007), asam ursolat dapat menstimulasi
diferensiasi keratinosit epidermal sehingga binahong dapat digunakan
untuk membantu pemulihan luka (Yuliani et al, 2012).
15
2.4 Ekstraksi Senyawa Aktif
2.4.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan substansi dari campuran dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Pada umumnya yang perlu dilakukan dalam
mengekstraksi adalah membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya
oksidasi atau hidrolisis oleh enzim. Di samping itu, metode ekstraksi berguna
untuk melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke
dalam pelarut yang dipakai untuk ekstraksi tersebut (Kristanti, 2008).
2.4.2 Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel dalam pelarut organic
yang digunakan pada temperature ruangan. Penekanan utama pada maserasi
adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang
akan diekstraksi. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi bahan alam
karena dalam perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang
dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan bahan alam dalam pelarut tersebut
(Guenther, 2011).
16
2.5 Obat-Obat Antiinflamasi
Terapi penderita dengan peradangan mencangkup dua sasaran utama, yaitu
meredakan nyeri yang seringkali merupakan gejala yang membuat pasien berobat
dan keluhan utama yang berkelanjutan dari penderita, dan perlambatan atau
penghentian yang berkelanjutan dari penderita, dan perlambatan atau penghentian
proses kerusakan jaringan. Berdasarkan terapeutiknya maka obat antiinflamasi
dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non-steroid
(Katzung, 2010).
2.5.1 Obat Antiinflamasi Golongan Steroid
Merupakan kelompok utama agen hormonal yang dikenal memilik sifat
linfolisis. Glukokortikoid menghambat produksi mediator inflamasi termasuk
leukotriene, prostaglandin, histamin, dan bradikinin. Secara in vivo obat-obat
kortikosteroid menghambat pengeluaran prostaglandin bedanya dengan obat
golongan steroid menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga pembentukan asam
arakhidonat yang merupakan substrat bagi enzim COX dan lipooksigenase
menjadi terhambat dengan demikian pelepasan mediator inflamasi juga terhambat.
Golongan obat ini digunakan terutama untuk menekan reaksi imunitas pada
arthritis karena gangguan imunitas (Katzung, 2004)
2.5.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid
Obat-obat antiinflamasi non steroid merupakan suatu grup obat yang
secara kimiawi tidak sama yang berbeda aktifitas antipiretik, analgesik, dan
antiinflamasinya. Obat obat ini terutama berkerja dengan jalan menghambat
enzim cyclooksigenase tetapi tidak bekerja pada enzim lipoksigenase. Mekanisme
17
kerja efek antipiretik dan antiinflamasi salisilat terjadi karena penghambatan
sintesis prostaglandin di pusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer di
daerah target. Lebih lanjut, dengan menurunkan sintesis prostagalandin, salisilat
jug mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan
kimiawi. Efek obat AINS mempunyai tiga efek terapi utama, yaitu mengurangi
inflamasi (antiinflamasi), rasa sakit (analgesik), dan penurun panas (antipiretik)
(Mycek, 2001).
2.6 CMC
CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sering merupakan bagian komposisi
minuman yakni berperan sebagai zat pengental. Struktur CMC (Carboxyl Methyl
Cellulose) merupakan rantai polimer yang terdiri dari unit molekul sellulosa.
Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus hidroksil dan bebrapa atom
hydrogen dari gugus hidroksil dan beberapa atom hydrogen dari gugus hidroksil
tersebut disubtitusi oleh carboxylmethyl. CMC memiliki sifat mudah larut dalam
air dingin maupun air panas, stabil terhadap lemak dan tidak larut dalam pelarut
organic, baik sebagai bahan penebal, sebagai zat inert, sebagai pengikat CMC
yang sering digunakan adalah yang memiliki nilai degree of substitution sebesar
0,7 atau sekitar 7 gugus Carboxymethyl per 10 unit anhidroglukosa karena
memiliki sifat sebagai zat pengental cukup baik. CMC merupakan molekul primer
berantai panjang dan karakteristiknya bergantung pada panjang rantai atau derajat
polimerisasi (Kamal, 2010).
18
Gambar 4. Struktur Carboxyl Methyl Cellul (Kamal, 2010).
2.7 Natrium Diklofenak
Mekanisme kerja natrium diklofenak yaitu bila membrane sel mengalami
kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim
fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat.
Asam lemak poli-tak jenuh ini kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim
siklooksigenase terdiri dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxam 1 dan
prostacyclin) dan COX-2 (prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di
jarinagn, antara lain dipelat-pelat darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam
keadaan normal tidak terdapat dijaringan tetapi dibentuk selama proses
peradangan oleh sel-sel radang. Penghambatan COX-2 yang memberikan efek
anti radang dari obat NSAID. NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2
(peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung) (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Obat ini adalah penghambat sikloogsigenase yang relative nonselektif dan
kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakidonat. Natrium diklofenak
19
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan disebabkan karena
penghambatan pembentukan prostaglandin dan asam arakidonat pada enzim
sikloogsigenase (Tjay dan Rahardja, 2002).
Natrium diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan sempurna setelah
pemberian oral, konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam.
Pemberian bersama makanan akan memperlambat laju absorbsi tetapi tidak
mengubah jumlah yang di absorbi (Wilmana, 2007).
2.8 Karagenan
Karagenan adalah ekstrak chondrus menyebabkan inflamasi jika
diinjeksikan intraplantar pada kaki tikus. Karagenan merupakan suatu polisakarida
sulfat bermolekul besar sebagai inductor inflamasi. Penggunaan karagenan
sebagai penginduksi radang yang memiliki beberapa keuntungan antara lain tidak
meninggalkan bekas, dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibandingkan
senyawa iritan lainnya. Pada proses pembentukan udema, karagenan akan
menginduksi cedera sel dengan melepaskan mediator yang mengawali proses
inflamasi. Udem yang disebabkan oleh injeksi karagenan diperkuat oleh mediator
inflamasi terutama PGE 1 dan PGE 2 dengan cara menurunkan permeabilitas
vaskuler dimana bila permeabilitas vaskuler menurun maka protein-protein
plasma akan dapat menuju ke jaringan yang terjadi luka sehingga terjadi udem.
Udem yang terjadi dapat bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang
dalam waktu 24 jam (Corsini et al, 2005)
20
2.9 Tikus Jantan Putih
Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang digunakan di dalam berbagai
penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus
(Rattus norvegicus L.). Hal ini disebabkan karena secara genetik, manusia dan
kedua hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Jenis mencit dan
tikus yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan
galur Wistar. Kedua jenis hewan tersebut sering digunakan sebagai hewan uji
dalam penelitian (Adiyati, 2011).
Jika dibandingkan dengan tikus betina, tikus jantan lebih banyak
digunakan sebab tikus jantan menunjukkan periode pertumbuhan yang lebih lama.
Adapun taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan
uji penelitian diantaranya perkembangbiakan cepat, memiliki ukuran yang lebih
besar dari mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino,
kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibanding badannya, pertumbuhannya
21
cepat dan cukup tahan terhadap perlakuan. Berat dewasa rata-rata tikus adalah
200-250 gram (Akbar, 2010).
22
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Induksi karagenan 1% secara
subplantar pada kaki kiri
Pengukuran volume edema telapak
kaki dengan plestimometer
Uji Antiinflamasi Pada Tikus Jantan
Putih Galur Wistar
Kelompok I
Pemberian
kontrol
negatif
(-)
CMC 1%
Kelompok II
Pemberian
kontrol positif
(+)
Natrium
Diklofenak 4,5
mg/kgBB
Kelompok III
Pemberian
kombinasi
ekstrak herba
seledri dan daun
binahong dengan
perbandingan
dosis
(200 mg/kg BB
: 200 mg/kg BB)
Kelompok IV
Pemberian
kombinasi
ekstrak herba
seledri dan daun
binahong dengan
perbandingan
dosis
(100 mg/kg BB :
300 mg/kg BB)
Kelompok V
Pemberian
kombinasi
ekstrak herba
seledri dan daun
binahong dengan
perbandingan
dosis
(300 mg/kg BB :
100 mg/kg BB
Uji kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun
binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sebagai Antiinflamasi
Analisis Data
23
3.2 Hipotesa Penelitian
3.2.1 Kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) memiliki efektivitas antiinflamasi
pada hewan uji tikus jantan putih
3.2.1 Kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) sebagai antiinflamasi memiliki
perbedaan pada masing-masing konsentrasi.
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium.
Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam herba
seledri dan daun binahong adalah dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol 96%. Uji efektivitas antiinflamasi dilakukan dengan mengukur volume
udema yang sebelumnya lima kelompok hewan uji telah diberikan perlakuan per
oral. Dimana dua kelompok sebagai kontrol yaitu CMC Na dan Natrium
Diklofenak, dan tiga kelompok sebagai uji ekstrak kombinasi herba seledri
(Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba seledri (Apium
graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dari
wilayah magetan.
4.2.2 Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah herba seledri (Apium
graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).
25
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah pengambilan sampel secara acak (probabilitas sampling).
Probabilitas sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama untuk tiap unsur pada populai untuk dapat dipilih menjadi
anggota sampel penelitian. Pemilihan sampel teknik ini tidak bersifat subjektif
artinya sampel terpilih bukan merupakan pemilihan berdasarkan keinginan dari
peneliti sehingga setiap unsur dalam populasi memiliki hak yang sama untuk
menjadi sampel penelitian (Fathur, 2016).
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efektivitas antiinflamasi dengan
perlakuan penambahan kombinasi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.)
dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dengan perbandingan
dosis 200 mg/kg BB : 200 mg/kg BB, 100 mg/kg BB : 300 mg/kg BB, 300 mg/kg
BB : 100 mg/kg BB.
4.4.2 Variabel terikat
Volume udem pada kaki tikus putih jantan galur wistar.
4.4.3 Variabel terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah perlakuan kontrol negatif
CMC dan kontrol positif menggunakan natrium diklofenak.
26
4.5 Lokasi dan Waktu penelitian
4.5.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2019.
4.5.2 Tempat Penelitian
Proses pembuatan kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong
dilakukan di laboratorium Fitokimia dan perlakuan pada hewan uji dilakukan di
Labolatorium Farmakologi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun, sedangkan
proses determinasi tanaman dilakukan di Balai besar Penelitian Tanaman Obat
dan Obat Tradisional Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
4.6 Instrumen Penelitian
4.6.1 Instrumen alat
Alat yang digunakan padapenelitian ini adalah rotary evaporator (IKA),
timbangan analitik (SHIMATZU), beaker glass (IWAKI), batang pengaduk, gelas
ukur (IWAKI), erlenmeyer (IWAKI), corong, jarum oral (sonde), kain flanel, dan
injection spuit.
4.6.2 Bahan Penelitian
Simplisia herba seledri, simplisia daun binahong, etanol 96%, tikus jantan,
natrium diklofenak, karagenan, dan aquadest.
27
4.7 Kerangka Kerja
4.7.1 Determinasi Preparasi Sampel
Langkah ini bertujuan untuk memastikan sampel dengan mencocokkan
ciri-ciri morfologi yang ada pada tanaman herba seledri (Apium graveolens L.)
dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap kepustakaan
yang dibuktikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional, Tawangmangu, Kranganyar, Jawa Tengah.
4.7.2 Penyiapan Sampel
Sampel seledri dan daun binahong disortir basah, kemudian di timbang
masing-masing sampel basah untuk seledri sebanyak 4 kg dan daun binahong
sebanyak 3 kg. Kemudian dicuci menggunakan air mengalir sebanyak tiga kali
untuk menghilangkan sisa kotoran yang menempel. Setelah dicuci, herba seledri
dipotong kecil-kecil, untuk daun binahong diiris tipis-tipis kemudian secara
terpisah ditempatkan diatas tampah atau nampan secara merata. Digunakan teknik
pengeringan secara langsung dibawah sinar matahari yang diatasnya dilapisi kain
warna hitam lalu diangin-anginkan hingga kering. Untuk herba seledri
memerlukan waktu selama enam hari sampai kering sedangkan untuk daun
binahong dibutuhkan waktu selama empat hari sampai kering.
Alternatif pengeringan dengan cara lain yang dapat digunakan yaitu,
pengeringan menggunakan oven pada suhu 30˚C. Lama pengeringan disesuaikan
menurut Hernani dan Nurdjanah (2009), bahwa kandungan flavonoid yang
tertinggi dihasilkan dari lama pengeringan suhu oven selama 1 hari. Setelah
28
kering ditimbang, untuk herba seledri diperoleh sebanyak 320 gr sedangkan untuk
daun binahong diperoleh sebanyak 250 gr.
4.8 Ekstraksi Dengan Pelarut Organik
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
96%. Secara terpisah, sebanyak 300 gr seledri dan 300 gr daun binahong yang
sudah kering direndam dengan pelarut etanol 96% (1:10) sebanyak 3 liter atau
sampai simplisia terendam semua, selama 5 hari sambil berulang kali diaduk.
Setelah 5 hari, sampel disaring menggunakan kain flanel. Selanjutnya ekstrak cair
yang dihasilkan masing-masing di evaporasi menggunakan rotary evaporator
hingga diperoleh ekstrak kental yang kemudian dipanaskan pada waterbath untuk
menguapkan pelarut yang masih terkandung dalam ekstrak pada suhu 40˚C .
4.9 Uji Flavonoid
Uji flavonoid dilakukan pada ekstrak herba seledri. Terdapat tiga metode
yang digunakan. Pertama, beberapa tetes FeCl₃ 1% kedalam beberapa bagian
larutan ekstrak. Warna hijau kehitaman menunjukkannya adanya flavonoid.
Kedua, beberapa tetes larutan asam asetat 10% ditambahkan kedalam beberapa
bagian ekstrak. Endapan kuning menandakan adanya flavonoid. Ketiga, sejumlah
ekstrak dilarutkan dalam metanol, ditambahkan sedikit serbuk Mg dan 1 mL HCl
pekat dari sisi tabung. Terbentuknya warna jingga adanya flavonoid (Rajendra,
2011).
29
4.10 Konsentrasi Ekstrak Herba Seledri dan Daun Binahong
Kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong dibuat dengan tiga
macam dosis perbandingan, yaitu :
1. Dosis 200 mg : 200 mg
Ekstrak herba seledri yang dibutuhkan sebanyak 1000 mg
Ekstrak daun binahong yang dibutuhkan sebanyak 1000 mg
2. Dosis 100 mg : 300 mg
Ekstrak herba seledri yang dibutuhakan sebanyak 1500 mg
Ekstrak daun binahong yang dibutuhkan sebanyak 500 mg
3. Dosis 300 mg : 100 mg
Ekstrak herba seledri yang dibutuhkan sebanyak 500 mg
Ekstrak daun binahong yang dibutuhkan sebanyak 1500 mg
Masing-masing kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong yang
digunakan pada penelitian ini kemudian dibuat menjadi suspensi dengan
ditambahkan CMC ad 20 ml aquadest. Uji antiinflamasi secara per oral dilakukan
dengan volume pemberian 2 ml.
4.11 Pembuatan Kontrol Negatif 1%
Membuat CMC sebanyak 1 gram dimasukkan dalam mortir ditaburkan ad
mengembang dengan aquadest panas 100 ml digerus halus ad homogen dan
kental, kemudian dimasukkan dalam beker glass. Volume pemberian per oral
yaitu 2 ml.
30
4.12 Pembuatan Kontrol Positif
Kontrol positif yang digunakan yaitu natrium diklofenak dengan dosis 4,5
mg/kgBB. Cara pembuatannya yaitu menimbang natrium diklofenak sebanyak 9
mg digerus di dalam mortir dibuat suspensi dengan ditambahkan dengan CMC ad
20 ml aquadest hangat digerus sampai homogen.
4.13 Pembuatan Karagenin 1%
Ditimbang sejumlah 0,5 gram karagenin kemudian dilarutkan dengan
larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) sehingga didapat volume 5 ml.
4.14 Induksi Peradangan
Kaki tikus yang sudah ditandai kemudian diinduksi dengan karagenin
sebanyak 0,1ml secara subplantar (di bawah kulit telapak kaki tikus).
4.15 Pengujian Efektivitas Antiinflamasi
1. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan
berat dewasa rata-rata tikus adalah 200 - 250 gram sebanyak 25 ekor,
semua hewan uji dipelihara dalam kondisi yang sama.
2. Tikus dipuasakan selama (12-18) jam sebelum perlakuan, namun air
minum tetap diberikan ( ad libitum) (Parveen et al., 2007; Rajavel et al,
2007)
3. Setiap tikus ditandai dengan spidol pada sendi kaki belakang kiri agar
pemasukan kaki ke dalam pletismometer air raksa setiap kali selalu sama.
31
Kemudian berat badan tiap tikus ditimbang dan dikelompokkan menjadi 5
kelompok secara acak, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor tikus.
4. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran
volume kaki kiri belakang masing-masing tikus dengan plestismometer.
Hasil pengukuran dicatat sebagai volume awal.
5. Tikus pada masing-masing kelompok diberi perlakuan sebagai berikut:
a. Kelompok I : Pemberian suspensi CMC 1 % secara peroral
(kontrol negatif)
b. Kelompok II : Pemberian suspensi natrium diklofenak dengan
dosis 4,5 mg/kg BB secara peroral
c. Kelompok III : Pemberian kombinasi ekstrak dengan dosis 200
mg/kg BB : 200 mg/kg BB secara peroral
d. Kelompok IV : Pemberian kombinasi ekstrak dengan dosis 100
mg/kg BB : 300 mg/kg BB secara peroral
e. Kelompok V : Pemberian kombinasi ekstrak 300 mg/kg BB : 100
mg/kg BB secara peroral
6. Pada menit ke-60 disuntikkan sediaan karagen 1% pada telapak kaki kiri
belakang tikus secara subplantar sebanyak 0,1 ml.
7. Kemudian setiap selang 1 jam diukur volume udem kaki tikus setelah
penyuntikan karagen selama 5 jam, volume kaki kiri belakang tikus diukur
menggunakan plestismometer air raksa dengan cara mencelupkan telapak
kaki kiri belakang tikus ke dalam alat tersebut sampai tanda yang telah
32
dibuat dan hasilnya dicatat. Perlakuan dilakukan replikasi sebanyak empat
kali.
4.16 Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan menghitung persen udem dengan rumus
sebagai berikut (Swathy et al., 2010) :
Ket :
Vt = Volume telapak kaki pada waktu t (setelah diinduksi karagenan)
V0 = Volume telapak kaki tikus pada waktu 0 (sebelum diinduksi
karagenan)
Dan rumus persen inhibisi radang (Kalabharathi et al., 2011)
Ket :
A : % udem pada kelompok hewan control
B : % udem pada kelompok perlakuan
33
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Hasil Determinasi
Herba seledri dan daun binahong merupakan tumbuhan yang dengan mudah
ditemukan di lingkungan sekitar. Herba seledri dan daun binahong diperoleh dari
daerah Magetan. Sebelum penelitian tumbuhan seledri dan binahong
dideterminasi di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BPTO)
daerah Tawangmangu dengan nama species (Apium graveolens L.) dan (Anredera
cordifolia (Ten.) Steenis)
5.1.2 Hasil Pembuatan Ekstrak
Herba seledri dan daun binahong yang sudah dibersihkan kemudian
dikeringkan dibawah sinar matahari pada bagian atas ditutupi menggunakan kain
hitam, lama pengeringan untuk herba seledri adalah selama 6 hari sedangkan
untuk daun binahong dibutuhkan selama 4 hari. Setelah kering kemudian
dihaluskan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk masing-masing
diperoleh sebanyak 320 gram untuk herba seledri dan 250 gram untuk daun
binahong. Herba seledri dan daun binahong diekstraksi menggunakan metode
maserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 3,2 liter untuk serbuk herba seledri
dan 2,5 liter untuk serbuk daun binahong, kemudian hasil maserasi dipisahkan
dari pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 70˚C. Ekstrak kental herba
34
seledri sebanyak 32,9 gram dan hasil rendemen sebanyak 10,96% dan ekstrak
kental daun binahong diperoleh sebanyak 22,7 gram dan hasil rendemen sebanyak
9,08%.
5.1.3 Uji Identifikasi Flavonoid
Identifikasi pada ekstrak herba seledri dan daun binahong untuk mengetahui
bahwa ekstrak yang digunakan mengandung senyawa flavonoid. Cara uji
flavonoid pada ekstrak herba seledri dan daun binahong yaitu beberapa tetes
FeCl₃ 1% kedalam beberapa bagian larutan ekstrak. Warna hijau kehitaman
menunjukkan adanya flavonoid.
Tabel 5.1 Hasil Identifikasi Flavonoid
Tanaman Pereaksi Perubahan Warna Hasil
Herba Seledri FeCl₃
Larutan berwarna
hijau kehitaman
Positif
Daun Binahong Positif
5.1.4 Uji Efektivitas Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Herba Seledri dan Daun Binahong
Hasil uji efektivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak
herba seledri dan daun binahong belum efektiv dalam menurunkan volume udem
pada telapak kaki tikus pada jam-jam terakhir. Uji ini dilakukan dengan membuat
ekstrak kental herba seledri dan daun binahong dengan dosis yaitu 200 mg/kgBB :
200 mg/kgBB, 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB, dan 300 mg/kgBB : 100 mg/kgBB.
Volume udem pada telapak kaki kiri tikus diukur dengan alat plestimometer setiap
60 menit selama 5 jam, dari data volume udema dapat dihitung nilai persentase
udema. Nilai persentase menggambarkan besarnya udema yang terbentuk pada
telapak kaki tikus, setelah diinduksi karagenan dapat dilihat pada tabel berikut :
35
Tabel 5.2 Persentase udema telapak kaki tikus selama lima jam
Perlakuan
Rata-rata udem jam ke- (%)
1 2 3 4 5
Kelompok I
Kontrol Negatif
CMC 1%
45,52 51,46 64,30 74,38 78,64
Kelompok II
Kontrol Positif
Natrium
Diklofenak
18,75 28,33 24,69 21,37 21,84
Kelompok III
Kombinasi Ekstrak
Dosis 200 mg :
200 mg
24,16 38,24 36,06 33,39 33,83
Kelompok IV
Kombinasi Ekstrak
Dosis 100 mg :
300 mg
26,89 29,82 37,64 42,75 39,38
Kelompok V
Kombinasi Ekstrak
Dosis 300 mg :
100 mg
33,01 37,63 34,42 39,45 32,82
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa kelompok kontrol negatif memiliki
persentase udema terbesar dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Hal ini
disebabkan karena kelompok kontrol negative tidak mengandung zat aktif yang
dapat menghambat pembentukan udema. Peningkatan rerata persentase udema
36
seluruh kelompok uji dilihat dari jam ke-1 hingga jam ke-5. Pada kontrol negatif
udema terbentuk maksimal pada jam ke-4 dan ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa
karagenan konsentrasi 1% merupakan agen penginduksi udema yang baik dan
dapat menimbulkan peradangan yang signifikan.
Gambar 5.1 Grafik persentase radang rata-rata dari masing-masing kelompok
perlakuan terhadap waktu
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5
Perse
nta
se (
%)
Waktu (Jam)
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Kombinasi Ekstrak Herba
Seledri dan Daun
Binahong Dosis 200 mg :
200 mg
Kombinasi Ekstrak Herba
Seledri dan Daun
Binahong Dosis 100 mg :
300 mg
Kombinasi Ekstrak Herba
Seledri dan Daun
Binahong Dosis 300 mg :
100 mg
37
Besarnya nilai penghambatan udema yang dihasilkan oleh senyawa uji
disebut dengan persen inhibisi udema (radang) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3 Rata-rata inhibisi radang setiap jam (%)
Perlakuan
Rata-rata inhibisi udema jam ke- (%)
1 2 3 4 5
Kelompok I
Kontrol Negatif
CMC 1%
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kelompok II
Kontrol Positif
Natrium Diklofenak
59,30 52,48 60,35 70,61 71,61
Kelompok III
Kombinasi Ekstrak Dosis
200 mg : 200 mg
43,89 37,28 45,43 54,19 52,19
Kelompok IV
Kombinasi Ekstrak Dosis
100 mg : 300 mg
39,31 51,39 41,70 41,72 48,42
Kelompok V
Kombinasi Ekstrak Dosis
300 mg : 100 mg
28,46 39,18 45,07 45,49 51,20
Berdasarkan hasil perhitungan persentase inhibisi radang, kelompok uji
yang memiliki persen inhibisi terbesar adalah dosis kombinasi ekstrak herba
seledri dan daun binahong 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB yakni sebesar 54,19%
pada jam ke-4 dan 52,19% pada jam ke-5. Penghambatan udema dosis kombinasi
ekstrak 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB dimulai pada jam ke-2. Dibandingkan dosis
38
kombinasi ekstrak 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB dosis uji 100 mg/kgBB : 300
mg/kgBB memiliki persentase inhibisi radang paling kecil yakni 41,72% pada jam
ke-4 dan 48,42% pada jam ke-5. Selanjutnya dosis uji 300 mg/kgBB : 100
mg/kgBB mampu menghambat udema sebesar 45,49% di jam ke-4 dan 51,20%
pada jam ke-5.
Gambar 5.2 Grafik rata-rata persentase inhibisi pada masing-masing kelompok
terhadap waktu
Dari gambar 5.2 dapat dilihat penghambatan udema pada kontrol positif
pada jam ke-2 dan mulai mengalami peningkatan pada jam ke-3 sampai jam ke-5
terus mengalami peningkatan. Sedangkan kombinasi ekstrak herba seledri dan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5
Per
sen
tase
(%
)
Waktu (Jam)
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Kombinasi Ekstrak Herba
Seledri dan Daun
Binahong Dosis 200 mg :
200 mg
Kombinasi Ekstrak Herba
Seledri dan Daun
Binahong Dosis 100 mg :
300 mg
Kombinasi Ekstrak Herba
Seledri dan Daun
Binahong Dosis 300 mg :
100 mg
39
daun binahong dosis 200 mg/kgBB : 200 mg/kgBB terjadi peningkatan pada jam
ke-3 sampai jam ke-4 dan mengalami penurunan pada jam ke 5. Pada kombinasi
ekstrak herba seledri dan daun binahong dosis 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB
mengalami peningkatan pada jam ke-2, jam ke-3 dan jam ke-4 mengalami
penurunan tapi pada jam ke-5 terjadi peningkatan nilai persentase inhibisi. Lalu,
pada dosisi 300 mg/kgBB : 100 mg/kgBB mulai mengalami peningkatan pada jam
ke-2 dan terus meningkat hingga jam ke-5 ini.
5.2 Pembahasan
Pada penelitian uji efek antiinflamasi digunakan kombinasi ekstrak kental
herba seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis), kedua tanaman tersebut diperoleh dari daerah Magetan. Sebelum
dilakukan pengujian, herba seledri dan daun binahong terlebih dahulu dilakukan
determinasi untuk mengidentifikasi kebenaran simplisia, dan hasilnya
menunjukkan bahwa simplisia yang digunakan adalah seledri spesies Apium
graveolens L. dari family Apiaceae dan binahong spesies Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis dari family Basellaceae. (Lampiran 1)
Proses pembuatan ekstrak kental kombinasi herba seledri (Apium
graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dilakukan
dengan metode maserasi menggunakan pelarut 96% yang disimpan ditempat gelap
dan sekali-kali diaduk, kemudian larutan disaring dan dipekatkan menggunakan
rotary evaporator sehingga menghasilkan ekstrak. Karena ekstrak yang dihasilkan
belum terlalu kental maka ekstrak dipanaskan diatas waterbath untuk menguapkan
etanol yang masih terdapat didalam padatan ekstrak.Dari hasil ekstraksi diperoleh
40
rendemen herba seledri dan daun binahong sebanyak 10,96% dan 9,08%.
Rendemen ekstrak dihitung dengan membandingkan berat ekstrak kental yang
diperoleh terhadap jumlah serbuk simplisia yang digunakan dalam ekstraksi.
Metode yang digunakan untuk pengujian antiinflamasi adalah pembentukan
udema buatan pada telapak kaki kiri belakang tikus putih jantan dengan induksi
karagenan. Metode ini dipilih karena merupakan metode paling umum yang
digunakan dalam penelitian uji antiinflamasi dan mudah dalam pengerjaannya
serta hasil yang diperoleh valid. Karegenan dipilih karena merupakan induktor
udema yang paling peka dibandingkan dengan induktor lain pada metode
pembentukan udema buatan, selain itu pembentukan udema dengan karagenan
tidak menimbulkan kerusakan permanen pada jaringan sekitar inflamsi. Dalam
penelitian ini menggunakan 0,1 ml suspensi karagenan 1% pada telapak kaki tikus
secara subplantar.
Pada saat pengukuran volume udema menggunakan alat plestimometer hal-
hal yang harus diperhatikan saat menggunakan alat ini adalah volume air raksa
harus sama pada setiap kali pengukuran, tanda pada pergelangan kaki hewan uji
harus jelas dan dipastikan pada saat mencelupkan telapak kaki hewan uji harus
tercelup sempurna sampai tanda batas yang telah ditentukan, serta ketelitian pada
saat pengukuran volume kaki hewan uji. Hal ini bertujuan untuk mendapat data
yang konstan pada tiap waktu dan dalam kondisi yang sama.
Hewan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan galur
Wistar dengan berat badan 100-300 gram. Pemilihan jenis kelamin jantan lebih
didasarkan pada pertimbangan hewan tikus jantan tidak memiliki hormone
41
estrogen, kalupun ada hanya dalam jumlah relatif sedikit serta kondisi hormonal
pada jantan relatif stabil jika dibandingkan dengan betina karena pada tikus betina
mengalami perubahan hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa siklus
estrus, masa kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat
mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut. Selain itu tingkat stress
tikus betina lebih tinggi dibandingkan dengan tikus jantan yang mungkin dapat
mengganggu saat pengujian (Suhendi, et al, 2011).
Perlakuan dimulai dengan mengadaptasikan hewan uji yang berjumlah 25
ekor terhadap lingkungan sekitar, setelah itu hewan uji dipuaskan selama (12-18)
jam sebelum perlakuan, dengan pemberian air minum (Parveen et al., 2007;
Rajavel et al, 2007). Kemudian dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor hewan uji, pada pergelangan kaki kiri belakang
ditandai menggunakan spidol agar setiap kali saat memasukkan kaki hewan uji ke
dalam plestimometer air raksa selalu sama. Masing-masing kelompok diberi
perlakuan berbeda untuk melihat pengaruh volume udema yang terbentuk pada
kaki hewan uji, tapi sebelum diberi perlakuan hewan uji ditimbang dan diukur
volume kaki dan dicatat sebagai volume awal. Selanjutnya hewan uji diinjeksi
secara per oral dengan kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong satu
jam sebelum diinduksi karagenan 1%. Dosis yang digunakan adalah 200
mg/kgBB : 200 mg/kgBB, 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB, 300 mg/kgBB : 100
mg/kgBB. Kontrol negatif yang digunakan adalah CMC sedangkan untuk kontrol
positif menggunakan natrium diklofenak 4,5 mg/kgBB.
42
Dari penelitian ini diperoleh hasil pada kelompok kontrol negatif memiliki
volume udema yang terbesar, hal ini disebabkan karena kontrol negatif tidak
mengandung zat aktif yang dapat menghambat pembentukan udema. Kelompok
kontrol positif persentase inhibisi udema terjadi penurunan pada jam ke 2 yaitu,
sebesar 52,48% dan terjadi peningkatan dari jam ke-3 sampai jam ke-5. Perlakuan
kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong dosis 200 mg/kgBB : 200
mg/kgBB menunjukkan penurunan persen inhibisi pada jam ke-2 yaitu, sebesar
37,28% setelah itu meningkat pada jam ke-3 dan pada jam ke-5 mengalami
penurunan. Kombinasi dosis 100 mg/kgBB : 300 mg/kgBB menunjukkan hasil
peningkatan pada jam ke-2 sebesar 51,39% kemudian pada jam ke-3 terjadi
penurunan tapi pada jam ke- 4 dan ke-5 terjadi peningkatan. Kombinasi dosis 300
mg/kgBB : 100 mg/kgBB terjadi peningkatan dari jam ke-2 yaitu, sebesar 39,18%
dan terus mengalami peningkatan sampai jam ke-5.
Dari pengolahan data penelitian menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis
kombinasi ekstrak herba seledri dan daun binahong yang digunakan menunjukan
nilai persentase inhibisi udema yang tidak stabil seperti yang sudah dijelaskan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuziani (2015) dimana efek
antiinflamasi ekstrak etanol daun binahong (Anrederacordifolia) dosis 100
mg/kgBB, 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB yang diberikan secara oral dapat
mengurangi volume udema pada tikus putih galur Wistar. Berbeda juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Desi, et al., (2016) menunjukkan ekstrak etanol
herba seledri (Apium graveolens L.) terhadap tikus Wistar jantan memiliki
aktivitas inflamasi dengan dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB.
43
Dalam penelitian ini nilai persentase inhibisi udema yang naik turun dapat
disebabkan oleh karena kekurangtelitian peneliti dalam mengamati kenaikan
volume udema pada alat plestimometer, selain itu dapat juga disebabkan oleh
adanya hewan uji yang pada waktu penelitian sulit ditenangkan sehingga saat
pengukuran volume udem tidak tepat. Menurut Darwis, et al., (2012) pada
masing-masing ekstrak terdapat senyawa antagonis yang juga dapat mengganggu
atau menghambat kerja dari senyawa antiinflamasi.
44
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian efektivitas antiinflamasi kombinasi ekstrak herba
seledri (Apium graveolens L.) dan daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)
Steenis) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Uji efektivitas dalam menghambat udema pada telapak kaki kiri tikus
putih jantan tidak dapat diambil kesimpulan karena tidak stabilnya hasil
persentase inhibisi udema jam ke-1 sampai jam ke-5 pada masing-masing
kelompok perlakuan.
2. Pada konsentrasi kombinasi ekstrak tidak dapat diambil kesimpulan karena
persentase inhibisi udema hanya bertahan selama 2 jam dari waktu yang
digunakan yaitu selama 5 jam.
6.2 Saran
1. Saran untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukannya isolasi dan
pemisahan senyawa flavonoid untuk hasil yang lebih optimal.
2. Melakukan pengontrolan terhadap hewan uji yang digunakan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A., 2010. Tanaman Obat Indonesia, Salemba Medika, Jakarta.
Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas, Adabia Press, Jakarta.
Astuti S.M, Sakinah A.M, Andayani B.M, Risch A., 2011. Determination of
saponin compound from Anredera cordifolia (Ten) Steenis plant (binahong)
to potential treatment for several diseases, Journal of Agricultural Science.
Volume 3 No.4:224–32.
Barnes, J., Anderson L., dan A, Philipson J. D., 2002. Herbal Medicines (second
edition), 102-109, Pharmaceutical Press, London.
Blumert, M., dan Liu J., 2003. Jiaogulan (Gynostemma pentaphyllum), China’s
Immortality Herb 3rd ed, Badger, Torchlight Publishing.
BPOM, 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Jakarta, Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Buhler, 2003. Anti Oxidant Activities of Flavonoids, Departement of
enviromental and Molecular Toxicology Oregon Stete University.
Calzado, Y.R., Cuevas, V., Polli, J.E., Zhang, H., Amidon, G.L., Junginger, H.E.,
Shah, K.K.V.P., Stavchansky, S., Dressman, J.B., Barends, D.M., 2009.
Biowaver Monograps for Immediate Release Splid Oral Dosage Forms:
Diclofenac Kalium and Diclofenac Potassium, Journal Pharmacy Science,
Volume.98 No.4:1206-19
Corsini, E., Paola R.D., Viviani, B., Genovese, T., Mazzon, E., Lucchi, L., Galli,
C.L., and Cuzzorcrea S., 2005. Increased Carragenan-Induced Acute Lung
Inflamation in OldRats,Immunology,115(2):253-261.
Darwis, W., Hafiedzani, M., dan Astuti, R.R.S., 2012. Efektivitas Ekstrak Akar
dan Daun Pecut Kuda Stachytarpetha jamaicensis (L) Vahl Dalam
Manghambat Pertumbuhan Jamur Candida albicans Penyebab Kandidiasis
Vaginalis, Journal Konservasi Hayati, Volume.8 No.2:1-6
Fattorusso, Ernesto & Orazio Taglialatela-Scafati, 2008. Modern Alkaloids:
Structure, Isolation, Synthesis, and Biology, Weinheim : WILEY-VCH
Verlag GmbH & Co. KgaA.
Goodman, G., 2008. The Pharmacological basis and therapeutics, Bandung,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
46
Grzanna, Reinhard, Linmark, L., Frondoza, C.G., 2005. Review: Ginger An
Herbal Medicinal Product with Broad Anti-Inflamatory Actions. Journal of
Medicinal Food, 8(2): 125-32.
Guenther, E., 2011. Minyak Atsiri, Jakarta, UI Press .
Haryoto, 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik, Kanisius, Yogyakarta.
Herbarium Medanense, 2013. Hasil Identifikasi, Medan: Herbarium Medanense
Sumatera Utara
Hernani dan R. Nurdjanah, 2009. Aspek Pengeringan dalam Mempertahankan
Kandungan Metabolit Sekunder Pada Tanaman Obat, Balai Besar
Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Isnaini, H., 2009. Uji Aktivitas Salep Extract Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Ten) Steenis) Sebagai Penyembuhan luka Bakar Pada Kulit Punggung
Kelinci. Skripsi. Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kamal, N, 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxy Methyl Cellulosa)
Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa, Jurnal Teknologi,
1(17): 78-84.
Kalabharathi, H.L., Suresha, R.N., Pragathi, B., Pushpa, V.H., & Satish, A.M.,
2011. Anti inflammatory activity of fresh tulsi leave (Ocimum Sanctum) in
albino rats. International Journal of Pharma and Bio Sciences, Volume.2
No.4:45-50
Katzung, B.G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi ke-1, Salemba
Medika, Jakarta.
Katzung, B.G., 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 10, EGC, Jakarta.
Kristanti, A.N, Aminah, N.S, Tanjung, M, Kurniai, B., 2008. Buku Ajar
Fitokimia, Surabaya : Universitas Airlangga.
Manoi, F., 2009. Binahong (Anredera cordifilia) sebagai obat, Warta penelitian
dan pengembangan, Volume.15 No.1:3-6.
Mitchell et al., 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, EGC, Jakarta.
Mycek, M.J., 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika, Jakarta.
Parveen, Z., Deng, Y., Saeed, M.K., Dai, R., Ahamad, W., Yu, Y.H., 2007.
Antiinflamatory and Analgesic Activities of Thesium chinense Turez
47
Extracts and Its Mayor Flavonoids, Kaempferol and kaempferol 3-O-
Glucoside. Journal of the Pharmaceutical Society of Japan Yakugaku Zassh
Patel JM, 2008. A review of potential health benefit of flavonoids. Lethbridge
Undergraduate Research Journal, Volume.3 No.2:1-5.
Priyanto, 2008. Farmakoterapi & Terminologi Medis, Depok, Penerbit Lembaga
Studi dan Konsultasi Farmakologi (Leskonfi).
Rachmawati, S., 2008. Study Macroscopic dan Skrining Fitokimia Daun
Anredera cordifolia (Ten) Steenis, Surabaya : Airlangga University.
Rajavel, R., Sivakumar, T., Jagadeeswaran, M., and Malliga, P., 2007. Evaluation
of Analgesic and Antiinflammatory Activities of Oscillatoria willei in
Experimental Animal Models. Journal of medicinal plant research .
Robbins, 2004. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Roberts, L.J., and Morrow, J.D., 2001. Senyawa Analgesik-Antipiretik dan
Antiradang serta Obat-Obat Yang Digunakan Dalam Penanganan Pirai,
dalam Goodman & Gilman, Dasar Farmakologi Terapi, edisi 10, 666-709,
Penerbit Buku Kedokteran, Bandung.
Setiawan, R., 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela
(Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih
(Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Solo, Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Setyarini, H., 2009. Uji Daya Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol Jahe 10%
(Zingiber officinale Roscoe) Yang Diberikan Topikal Terhadap Udem Kaki
Tikus Yang Diinduksi Karagenin . Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Swathy, B., Lakshmi, S.M., & Kumar, A.S., 2010. Evaluation of analgesic and
antiinfammatory Properties of chloris barbata (sw.). International Journal
of Phytopharmacology, Volume 1 No.2:92-96
Tjay, T., dan Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek Sampingnya, edisi VI, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Wilmana, P.F., dan Sulistia G.G., 2007. Analgesik-antipiretik, analgesic-
antiinflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam, Sulistia G.G,(ed.), 2007,
Farmakologi dan Terapi, ed 5. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
48
Yuliani, S.H., Fudholi, A., Pramono, S., dan Marchaban, 2012. Physical
Properties of Wound Healing Gel of Ethanolic Extract of Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) during Storage, Indonesian Jounal
Pharmacy, 23(4): 203-8
Yuziani, 2015. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Binahong
(Anrederacordifolia) Secara Oral, Jurnal Pendidikan Kimia. Volume 7
No.1:102-11
49
50
Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman
51
Lampiran 2. Dosis Pemberian Secara Oral
Diketahui :
Berat Tikus = 200 g
Dosis 1x pemakaian natrium diklofenak = 50 mg
Konversi dosis manusia pada tikus 200 g = 0,018
1. Konversi dosis untuk tikus = 50 mg x 0,018 = 0,9 mg
2. Dosis untuk tikus=
3.
2ml = 0,2 x 4,5 mg/kg / konsentrai (mg/ml)
= 0,45 mg/ml
Senyawa uji dibuat dalam bentuk sediaan suspensi sebanyak 20 ml,
sehingga senyawa uji yang ditimbang sebanyak 9 mg.
4. Pembuatan suspensi natrium diklofenak
Berat tablet (gram) :
1. 0,24
2. 0,24
3. 0,23
4. 0,23
5. 0,23
6. 0,24
7. 0,23
8. 0,24
9. 0,24
10. 0,24
Berat rata-rata tablet =
=
52
= 0,236 gr
= 236 mg
Pengambilan serbuk
CMC 1% = 1 gram ad 100 ml
= 0,2 gram ad 20 ml
Menimbang CMC 0,2 gram 2 ml, lalu tambahkan serbuk natrium
diklofenak sebanyak 0,0424 gram.
Ditambah aqua dest ad 20 ml = 20 ml – (0,2 + 2 + 0,0424)
= 17,7 ml
Kontrolnegatif CMC 1 %
CMC 1 % = 1 gram dalam 100 ml aquadest
= 0,2 gram dalam 20 ml
Menimbang CMC 0,2 gr ditambah aqua panas 2 ml (10 x CMC)
Aqudest ad 20 ml = 20 – (0,2+2)
= 17,8 ml
53
Perhitungan konsentrasi ekstrak herba seledri dan daun binahong
Pembuatan konsentrasi ekstrak herba seledri dan daun binahong 200
mg/kgBB : 200 mg/kgBB
1. Dosis herba seledri 200 mg/kgBB
Dosis Pemberian = 200 mg/kgBB x 289,5 gram
= 200 mg/kgBB x 0,2895 kg
= 57,9 mg
Larutan Stok = 57,9 mg/ml
= 1150 mg/20 ml
2. Dosis daun binahong 200 mg/kgBB
Dosis Pemberian = 200 mg/kgBB x 289,5 gram
= 200 mg/kgBB x 0,2895 kg
= 57,9 mg
Larutan Stok = 57,9 mg/ml
= 1150 mg/20 ml
3. Pembuatan suspense ekstrak
CMC1 % = 1 gram dalam 100 ml aquadest
= 0,2 gram dalam 20 ml
Menimbang CMC 0,2 gram ditambah air panas 2 ml (10 x CMC)
Tambahkan ekstrak kental herba seledri 1150 mg dan ekstrak kental
daun binahong 1150 mg
Ditambah aquadest ad 20 ml = 20 – (0,2 + 2 + 1150 mg + 1150 mg)
= 15,5 ml
54
Pembuatan konsentrasi ekstrak herba seledri dan daun binahong 100
mg/kgBB : 300 mg/kgBB
1. Dosis herba seledri 100 mg/kgBB
Dosis Pemberian = 100 mg/kgBB x 289,5 gram
= 100 mg/kgBB x 0,2895 kg
= 20,95 mg
Larutan Stok = 20,95 mg/ml
= 579 mg/20 ml
2. Dosis daun binahong 300 mg/kgBB
Dos