Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D DENGAN
DIAGNOSA MEDIS “ CEREBRO VASKULAR
ACCIDENT BLEEDING” DI RUANG
KRISSAN RSUD BANGIL
PASURUAN
Oleh :
SHELY MUJIDAH DILIANA RAHMADHANI
NIM. 1701030
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA
SIDOARJO
2020
ii
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D DENGAN
DIAGNOSA MEDIS “ CEREBRO VASKULAR
ACCIDENT BLEEDING” DI RUANG
KRISSAN RSUD BANGIL
PASURUAN
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)
Di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Oleh :
SHELY MUJIDAH DILIANA RAHMADHANI
NIM. 1701030
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA
SIDOARJO
2020
ii
iii
iv
v
MOTTO
DUNIA MEMANGLAH
SEGALANYA BAGI SELURUH
INSAN YANG FANATIK
TERHADAP EUFORIANYA.
HINGGA MEREKA LUPA
AKAN KESEHATAN YANG IA
MILIKI. MENCARI
KEHIDUPAN DI DUNIA
MEMANG PERLU, TAPI
MEMPERKUAT DAYA
TAHAN TUBUHLAH YANG
NOMOR SATU.
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
proposal dengan judul Asuhan Keperawatan pada Pasien Cerebral Vaskular
Acident Bleeding RSUD Bangil ini dengan tepat waktu.
Penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya saya dapat
menyelesaikan proposal ini dengan tepat waktu.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material
selama penulisan proposal ini.
3. Agus Sulistyowati S.Kep.,M.Kes, selaku Direktur Akademi Keperawatan
Kerta Cendekia Sidoarjo
vii
4. Meli Diana, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing pertama dalam
pembuatan proposal ini.
5. Marlita Dewi Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing kedua dalam
pembuatan pembuatan proposal ini.
6. Pihak-pihak yang turut berjasa dalam penyusunan proposal ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Penulis sadar bahwa proposal ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai
bekal perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca berkenan
memberikan masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi
kesempurnaan proposal ini. Penulis berharap proposal ini bermanfaat bagi
pembaca dan bagi keperawatan.
Sidoarjo, 10 September 2019
Penulis
viii
Daftar Isi
Surat Pernyataan i
Lembar Persetujuan ii
Kata Pengantar iii
Daftar isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Metode Penulisan 5
1.6 Sistematika penulisan 6
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Cerebral Vaskular Acident
2.1.1 Pengertian 8
2.1.2 Etiologi 9
2.1.3 Patofisiologi 10
2.1.4 Manifestasi Klinik 11
2.1.5 Klasifikasi 14
2.1.6 Diagnosa Banding 15
2.1.7 pemeriksaan Penunjang 15
2.1.8 Komplikasi 16
2.1.9 Penatalaksanaan....................................................................17
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian 18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 29
2.2.3 Intervensi Keperawatan 30
2.2.4 Implementasi Keperawatan 43
2.2.5 Evaluasi Keperawatan 45
2.3 Pathway 46
BAB 3 Tinjauan Kasus
3.1 Pengkajian 47
3.2 Diagnosa Keperawatan 62
3.3 Intervensi Keperawatan 66
3.4 Implementasi Keperawatan 69
3.5 Evaluasi Keperawatan 74
BAB 4 Pembahasan
4.1 Pengkajian 80
4.2 Diagnosa Keperawatan 89
4.3 Intervensi Keperawatan 90
4.4 Implementasi Keperawatan 91
4.5 Evaluasi Keperawatan 93
BAB 5 Penutup
5.1 Simpulan 95
ix
5.2 Saran 96
Daftar Pustaka
Lampiran
x
Daftar Tabel
No.Tabel Judul Tabel Hal
Tabel 2.1 Intervensi ketidakefektifan perfusi jaringan serebral 31
Tabel 2.2 Intervensi hambatan mobilisasi fisik 34
Tabel 2.3 Intervensi gangguan komunikasi verbal 37
Tabel 2.4 Intervensi ketidakefektifan bersihan jalan nafas 40
Tabel 2.5 Intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh 42
Tabel 2.6 Intervensi gangguan persepsi sensori 44
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium ............................................61
Tabel 3.2 Analisa data ...........................................................................64
Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan..........................................................68
Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan....................................................71
Tabel 3.5 Catatan Perkembangan...........................................................76
Tabel 3.6 Evaluasi Keperawatan............................................................80
xi
Daftar Gambar
No.Gambar Judul Gambar Hal
Gambar 2.1 Pathway cerebral vaskular accident 46
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke atau CVA (Cerebro vaskular Accident) merupakan kerusakan pada
otak yang terjadi ketika aliran darah atau suplai darah ke otak tersumbat, adanya
perdarahan atau pecahnya pembuluh darah. Perdarahan atau pecahnya pembuluh
darah pada otak dapat menimbukan terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi
ke otak (Fransiska, 2012).Pada keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu
sehingga mempengaruhi kinerja saraf di otak. Hal ini dapat menyebabkan
berbagai masalah diantaranya penurunan kesadaran dan kelemahan otot.
Penurunan kesadaran pada CVA (Cerebro vaskular Accident) dapat menyebabkan
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, penanganan dan perawatan yang tepat
pada pasien CVA (Cerebro vaskular Accident) diharapkan dapat menekan
serendah-rendahnya dampak negatif yang ditimbulkan (Hartikasari, 2015).
Masyarakat cenderung menilai stroke terjadi hanya yang memiliki riwayat
hipertensi saja dan umumnya hanya dialami oleh lansia, sedangkan mereka yang
tidak memiliki riwayat hipertensi tidak akan mengalami stroke (Maswar, 2012).
Ada beberapa mitos yang mengatakan bahwa pertolongan pertama pada penderita
stroke adalah dengan mengeluarkan darah korban dengan menggunakan jarum
yang telah dibakar atau disterilkan yang kemadian ditusukkan ke ujung setiap jari
masing-masing sampai darahnya keluar 1-2 tetes. Jika darahnya tidak keluar dapat
diurut sampai keluar, sesudah itu korban akan sadar setelah beberapa menit
kemudian. Jika korban mulutnya miring, tariklah kedua daun telinganya sampai
2
merah dan kemudian tusuk bagian bawah daun telinga dengan jarum steril sampai
darahnya keluar 2 tetes. Setelah korban sadar dan mulutnya sudah pulih kembali,
dibawa kedokter atau rumah sakit (Nilawaty, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, kasus
stroke diseluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta diantaranya
menderita kecacatan berat yang lebih memprihatinkan lagi 10% diantaranya yang
terserang stroke mengalami kematian (Fitriani, 2017). Setiap tahun, 15 juta orang
di seluruh dunia menderita stroke. Hampir 6 juta meninggal dan 5 juta yang
tersisa cacat permanen (Mungal,2017). American Heart Association (AHA)
menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada 1 orang yang di Amerika yang terkena
stroke. Stroke menduduki peringkat ke 3 setelah penyakit jantung dan kanker
(Sikawin, 2013).Di Amerika Serikat hampir 700.000 orang mengalami stroke, dan
hampir 150.000 berakhir dengan kematian (Medikastore, 2013). Berdasarkan hasil
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 di Indonesia stroke
menjadi urutan yang paling utama, dengan menunjukkan bahwa pravelansi stroke
di Indonesia sebesar 10,9% penduduk. Sedangkan di Jawa Timur prevalansi
stroke masih cukup tinggi yaitu sebesar 11,2% (badan penelitian dan
pengembangan kesehatan, 2018).
Stroke atau Cerebro Vaskular accident (CVA) dapat menyerang siapa saja
terutama penderita penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,
kadar kolestrol tinggi, penyempitan pembuluh darah, obesitas dan lain-lain. Tetapi
pada umumya stroke rentan terjadi pada penderita tekanan darah tinggi, untuk itu
penderita penyakit kronis haruslah mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya
serangan stroke. Penyakit stroke berkaitan dengan tekanan darah tinggi yang
3
mempengaruhi munculnya kerusakan dinding pembuluh darah sehingga dinding
pembuluh darah tidak merata. Akibatnya, zat-zat yang terlarut seperti kolestrol,
kalium dan lain sebagainya akan mengendap pada dinding pembuluh darah yang
dikenal dengan istilah penyempitan pembuluh darah. Apabila penyempitan
pembuluh darah terjadi dalam waktu lama, akan mengakibatkan suplai darah ke
otak berkurang, bahkan terhenti yang selanjutnya menmbulkan stroke (Pudiastuti,
2011).
Perawat berperan penting dalam pencegahan dan penanggulangan stroke
baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pada peran
promotif, perawat dapat membantu dengan mengadakan penyuluhan kesehatan
untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan tentang penyakit stroke atau CVA
(Cerebro Vaskular accident). Untuk preventif, perawat dapat memberikan
penjelasan bagaimana upaya pencegahan penyakit stroke, misalnya diet rendah
garam pada hipertensi, menganjurkan untuk olahraga agar dapat melatih dan
melenturkan otot-otot yang kaku. Untuk kuratif, perawat juga dapat memberikan
terapi maupun obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan
maupun dokter. Untuk upaya rehabilitatif hal ini untuk mencegah stroke berulang,
yang dapat memperburuk kondisi klien pasca stroke dan meminimalkan
kecacatan. Pasca stroke biasanya klien memerlukan rehabilitasi seperti terapi fisik,
wicara, okupasi. Rehabilitasi psikologi juga diperlukan, seperti berbagi rasa,
motivasi, terapi wisata dan sebagainya. Karena pasien pasca stroke biasanya
merasa kondisi tubuh yang cacat membuat penderita merasa tidak berguna dan
membebani keluarga (Maulana, 2009).
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diurangkan diatas dapat dirumuskan
masalah penelitian “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Ny. D dengan
diagnosa CVA (Cerebro vaskular Accident) Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten
Pasuruan?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa CVA
Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengkaji Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil
Kabupaten Pasuruan.
1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa
CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.3.2.3 Merencanakan tindakan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa
CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.3.2.4 Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa
CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.3.2.5 Mengevaluasi tindakan keperawatan Ny. D dengan diagnosa CVA
Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
1.3.2.6 Mendokumentasikan tindakan keperawatan klien dengan diagnosa
CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.
5
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi peneliti
Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan CVA Bleeding.
1.4.2 Bagi lahan penelitian/ Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk
Rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pada pasien dengan CVA Bleeding.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk mencapai
gelar Diploma Keperawatan. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai
pembelajaran di Prodi Keperawatan dalam penerapan asuhan keperawatan
pada pasien dengan CVA Bleeding.
1.4.4 Bagi penelitian selanjutnya
Hasil peneltian yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam
penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan CVA Bleeding.
1.5 Metode Penulisan
1.5.1 Metode
Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa
atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yaitu meliputi studi
kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan
studi pendekatan proses keperawatan dengan laangkah-langkah
pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
6
1.5.2 Teknik pengumpulan data
1.5.2.1 Wawancara
Data diambil melalui percakapan baik dengan klien, keluarga
maupun tim kesehatan lain.
1.5.2.2 Observasi
Data yang diambil melalui pengamatan pada klien.
1.5.3 Sumber Data
1.5.3.1 Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari klien.
1.5.3.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang
terdekat klien, catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan tim
kesehatan lain.
1.5.4 Studi kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan
dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.
1.6 Sistematika Penulisan
Supayalebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi
kasus ini secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.6.1 Bagian awal memuat halaman judul, persetujuan pembimbing,
pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
1.6.2 Bagian inti terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub
bab berikut ini :
7
Bab 1 : Pendahuluan, berisi latar beakang masalah, tujuan, manfaat
penelitian, sistematika penulisan studi kasus.
Bab 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis
dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa CVA Bleeding serta
kerangka masalah.
Bab 3 : Tinjauan kasus berisi tentang deskripsi data hasil pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Bab 4 : Pembahasan berisi tentang perbandingan antara teori dengan
kenyataan yang ada dilapangan.
Bab 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari dafta pustaka dan lampiran.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab2 ini akan diuraikan secara teoritas mengenai konsep penyakit
dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa CVA Bleeding. Konsep penyakit
akan diuraikan definisi, etiologi dan cara penanganan secara medis. Asuhan
keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada CVA Bleeding
dengan melakukan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Menurut WHO CVA (Cerebro Vaskular Accident) ialah adanya
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
(Muttaqin, 2008).
Stroke atau CVA (Cerebro Vaskular Accident) hemoragik adalah
stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul
iskemik dan hipoksia dihilir. Penyebab CVA (Cerebro Vaskular Accident)
hemoragik antara lain : hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa dan biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat (Ria Artiani 2009).
9
2.1.2 Etiologi
Penyebab CVA (Cerebro Vaskular Accident) dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
2.1.2.1 Trombosis Serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral atau
penyebab utama thrombosis serebral penyebab yang paling umum dari
stroke. Thrombosis ditemukan 40% dari semua penyakit stroke yang telah
dibuktikan oleh ahli patoologi. Biasanya pada kaitannya dengan kerusakan
lokal dinding pembulih darah akibat ateroskleosis (Smeltzer, 2005).
2.1.2.2 Embolisme Serebri
Termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke,
penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan penderita
thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam
jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan penyakit jantung (Price, 2009).
2.1.2.3 Hemoragik
Hemoragik dapat terjadi di luar durameter (hemoragik ekstra dural
atau epidural) di bawah durameter (hemoragik subdural) di ruang sub
arachnoid (hemoragik subarachnoid) atau dalam substansial otak
(hemoragik intra serebral) (Price, 2009).
10
2.1.3 Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai
cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terlambat karena
thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan
otak. Kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gejala yang tidak
dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen
dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik
neuron-neuron. Area nekrotik kemudaian disebut infark. Kekurangan
oksigen pada awalnya mungkin akibat dari bekuan darah, udara, plaque,
atheroma flakmen lemak. Jika etiologi stroke maka hemoragik dan faktor
pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat
terjadi repture dan dapat menyebabakan hemoragik.
Pada CVA (Cerebro Vaskular Accident) thrombosis atau metabolik
maka otak akan mengalami iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang
dominan stroke akan meluas setelah serangan pertama hingga dapat terjadi
edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Tekanan
intracranial normalnya adalah ≤15 mm Hg. Gejala dari peningkatan tekanan
intrakranial ntara lain : tampak mengantuk, respon verbal melambat, sakit
kepala, mual muntah, gelisah, perubahan tekanan darah meningkat. Dan
kematian pada area yang luas. Prognosisnya tergantung pada daerah otak
yang terkena dan luasnya saat terkena.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja
didalam arteri yang membentuk sirkulasi Wilisi : arteri kerotis interna dan
11
system vestebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus, selama 15 sampai 20 menit akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu dilihat bahwa oklusi di suatu
arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh
arteri tersebut (Price 2005 dalam Wijaya, 2015).
Kondisi ini karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadahi
daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah atau dari
berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang mempengaruhi
otak. Patologinya terdapat :
2.1.3.1 Keadaan penyakit dalam pembuluh darah itu sendiri, seperti
arterosklerosis dan thrombosis robeknya dinding pembuluh
darah atau peradangan. Berkurangnya perfusi akibat gangguan
aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.
2.1.3.2 Gangguan aliran darah terdapat bekuan atau embolus infeksi
yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
2.1.3.3 Repture vaskular didalam jaringan atau ruang subarakhnoid.
2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.4.1 Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama. Hipertensi dapat disebabkan
anterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah
tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah atau
menimbulkan pendarahan.
12
2.1.4.2 Penyakit kardiovaskuler
Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit
arteri koronia, gagal jantung kongestif, hipertrofli ventrikel kiri. Pada
febrilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi darah ke
otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat
terjadi stroke.
2.1.4.3 Diabetes Mellitus
Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga
terjadi mikrovaskulerisasi dan terjadi aterosklerosis elastisitas pembuluh
darah menurun sehingga perfusi ke otak menurun juga dan akhirnya terjadi
stroke.
2.1.4.4 Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oeh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke.
2.1.4.5 Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran
darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral.
13
2.1.4.6 Peningkatan Kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis
dan terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke
otak, maka perfusi otak menurun.
2.1.4.7 Obesitas
Pada obesitas kadar kolesterol tinggi, terjadi gangguan pada
pembuluh darah, keadaan ini berkontribusi ada stroke.
2.1.4.8 Arterosklerosis
Pada arterosklerosis elastis pembuluh darah menurun, sehingga
perfusi otak menurun juga dan dapat menyebabkan stroke.
2.1.4.9 Kontrasepsi
2.1.4.10 Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keturunan keluarga yang pernah menderita penyakit stroke.
2.1.4.11 Usia (insiden meningkat sejalan dengan bertambahnya usia)
2.1.4.12 Stress Emosional
14
2.1.5 Klasifikasi
2.1.5.1 Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan intra serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intra
serebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke
dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena
hipertensi berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah
dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain
adalah stres fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan
oleh hipertensi (Junaidi, 2011).
2.1.5.2 Perdarahan ekstra serebral/ sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid
baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber
perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan
subarachnoid primer) (Junaidi 2011). Penyebab yang paling sering dari PSA
adalah robeknya aneurisma (51-5%) dan sekitar 90% berupa aneurisma
sakuler congenital, angioma, gangguan koagulaasi dan kelainan hematologi,
tumor, infeksi serta trauma kepala (junaidi, 2011). Sebagian kasus PSA
terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress
mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban,
menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan
intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).
15
2.1.6 Diagnosa Banding
Diagnosa banding menurut Setiono (2014) antara lain :
2.1.6.1 CVA Infark
2.1.6.2 Tumor otak
2.1.6.3 Abses otak
2.1.6.4 Meningitis
2.1.6.5 Enchepalitis
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7.1 Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruktif arteri, oklusi/nuptur.
2.1.7.2 Elektro Encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
2.1.7.3 Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawan
dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus
serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada perdarahan sub
arachnoid.
2.1.7.4 Itrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis/aliran
darah/muncul plaque/arterosklerosis).
16
2.1.7.5 CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
2.1.7.6 MRI
Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada thrombosis,
emboli dan TIA, tekanan meningkan dan cairan mengandung darah
menunjukkan hemoragi sub arachnoid/perdarahan intrakranial.
2.1.7.7 Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes 2000).
2.1.7.8 Pemeriksaan Laboratorium
1) Fungsi lumbal
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah
2.1.8 Komplikasi
2.1.8.1 Berhubungan dengan imobilisasi pada stroke
1) Infeksi pernafasan
2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan
3) Konstipasi
4) Tromboflebitis
2.1.8.2 Berhubungan dengan mobilisasi
1) Nyeri pada daerah punggung
2) Dislokasi sendi
17
3) Berhubungan dengan kerusakan otak
4) Epilepsi
5) Sakit kepala
6) Kraniotomi
7) Hidrosifalus
2.1.9 Penatalaksanaan
2.1.9.1 Penatalaksanaan umum
1) Posisi kepala dan badan diatas 20-30 derajat, posisi laateral
dekubitus bila disertai muntah.
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu
berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.
3) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
4) Suhu tubuh harus dipertahankan.
5) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan
baik, apabila terdapat gangguan menelan atau pasien yang
kesadaran menurun dianjurkan menggunakan NGT.
6) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.
2.1.9.2 Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer C.Suzanne (2002) dalam buku Asuhan Keperawatan
Neurologi (2017) :
1) Diuretic : manitol 20%
2) Hemorrhagea (pentoxifilyn)
3) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
4) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)
18
2.1.9.3 Penatalaksanaan Khusus
1) Atasi kejang (antikonvulsan)
2) Atasi tekanan intracranial yang meninggi (manitol, gliserol,
furosemide, intubasi, steroid, dll)
3) Atasi dekompresi (kraniotomi)
4) Untuk mengatasi penatalaksanaan faktor resiko
(1) Atasi hipertensi (anti hipertensi)
(2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)
(3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)
(Mahdian, 2010)
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Pengumpula Data
Pengkajian fisik menurut Brunner- Suddarth (2015) meliputi :
1) Identitas
Pada penderita CVA Bleeding, umur menjadi pengaruh dalam
munculnya serangan karena insiden meningkat sejalan dengan
meningkatnya umur, biasanya pada seseorang yang usia diatas 55
tahun, seorang yang obesitas biasanya mempunyai resiko lebih tinggi
karena memiliki kolesterol tinggi dan hipertensi, gaya hidup yang
buruk seperti merokok dan konsumsi alcohol juga berpengaruh dalam
terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan stroke. Biasanya
19
lebih banyak pria dari pada wanita yang terkena CVA Bleeding karena
faktor hormonal.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus CVA Bleeding
adalah nyeri kepala hebat disertai dengan penurunan kesadaran.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang biasanya mengalami penurunan kesadaran
gangguan persepsi, kehilangan komunikasi, kehilangan motoric,
merasa kesulitan melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis, merasa mduah lelah dan susah beristirahat.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah penderita mempunyai penyakit hipertensi,
riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat tinggi kolesterol dan diabetes
melitus karena merupakan faktor resiko terjadi stroke.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarganya ada yang pernah menderita
stroke, apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
hipertensi dan diabetes melitus karena merupakan faktor stroke.
6) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Perlu dikaji apakah penderita CVA Bleeding antara lain :
(1) Merokok
(2) Konsumsi terlalu banyak alcohol
20
(3) Penggunaan obat-obat terlarang
(Wijaya, 2013)
2.2.1.2 Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan (Breath)
Pada dada terbentuk normal, inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan, auskultasi didapatkan
bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun sering
didapatkan pada klien dengan penurunan tingkat kesadaran koma, pada
klien yang kesadaran compos mentis sering kali tidak didapati kelainan
pada system pernafasan.
2) Sistem kardiovaskuler (Blood)
Pada klien dengan CVA Bleeding tekanan darah cenderung meningkat,
denyut nadi nornal , CRT <3 detik, akral hangat, S1 dan S2 tunggal,
tidak ada suara tambahan.
3) Sistem persyarafan (Brain)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil,
unilateral, observasi tingkat kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai
defisit neurologi, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat) ukuran area perfusinya tidak adekuat, ada aliran darah
koleteral (sekunder dan asesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
21
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
focus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
(1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran pada klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tngkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem pernafasan. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisaran
dalam tingkat latargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. Penilaian GCS :
Penurunan kesadaran merupakan tanda utama trauma kapitis, saat
ini penurunan kesadaran dinilai menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS), dan merupakan keseharusan untu dikuasai oleh para
medik.
Nilai Normal Glasgow Scale
(1)) Menilai respon membuka mata (E)
4 : Spontan membuka mata
3 : Membuka mata dengan perintah
2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun
22
(2)) Menilai respon verbal/respon bicara (V)
5 : Berorientasi dengan baik
4 : Bingung berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu
3 : Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk kalimat
2 : Bisa mengeluarkan suara tanpa hati (mengerang)
1 : Tidak bersuara
(3)) Menilai respon motorik
6 : Mengikuti perintah
5 : Melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus
saat diberikan rangsangan nyeri)
4 : Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh
menjauh stimulus saat diberi rangsangan nyeri)
3 : Menjauhi rangsangan nyeri
2 : Okstensi spontan
1 : Tidak ada gerakan
(2) Pengkajian Defisit Neurologis
(1)) Defisit Lapang Penglihatan
Pada pasien deficit penglihatan ditemukan manifestasi klinis
berupa tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan
penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan
menilai jarak, kesulitan melihat pada malam hari, tidak
menyadari objek atau batas objek, penglihatan ganda.
(2)) Deficit Motorik
23
Pada pasien deficit motorik ditemukan manifestasi klinis
kelemahan wajah, lengan, kaki pada sisi yang sama, paralisis
wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama, berjalan tidak
mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
berdiri yang luas, kesulitan dalam membentuk kata, kesulitan
dalam menelan.
(3)) Defisit Sensori
Pada pasien deficit sensori ditemukan manifestasi klinis kebas
dan kesemutan pada bagian tubuh, kesulitan dalam
propriosepsi.
(4)) Defisit Verbal
Pada pasien deficit verbal ditemukan manifestasi klinis tidak
mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata-tunggal, tidak mampu
memahami kata yang dibicarakan mampu bicara tapi tidak
masuk akal, kombinai baik afasia reseptif dan ekspresif.
(5)) Defisit Kognitif
Pada pasien deficit kognitif ditemukan manifestasi klinis
kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan
lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
(6)) Defisit Emosional
Pada pasien deficit emosiaonal ditemukan manifestasi klinis
kehilangan control diri, labilitas emosional, penurunan toleransi
24
pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri,
rasa takut, bermusuhan, dan marah, perasaan isolasi.
(Brunner&Suddarth, 2015)
(3) Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial 1-12
(1)) Olfaktorius
Untuk mendeteksi adanya gangguan menghirup, selain itu
untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh
gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Cara pemeriksaan :
Sebelunya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk
mencium aroma yang tidak merangsang.
Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan penutup
lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
(2)) Optikus
Membandingkan ketajaman penglihatan dengan menggunakan
kartu snallen, pasien diminta untuk melihat huruf dan dengan
jarak tertentu.
25
(3)) Okulomotorius
Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata
externa, levator palpebral dan konstriktor pupil.
(4)) Trokhlearis
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter
kecil.
(5)) Trigemunus
Merupakan saraf yang mempersyarafi sensoris wajah dan otot
pengunyah, alat yang digunakan seperti kapas, jarum, bojangka
dan botol berisi air panas, kuliper dan garpu penala.
(6)) Abdusen
Fungsinya otot bola mata dengan keenam arah utama yaitu
lateral.
(7)) Fasialis
Dengan memberikan sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian
depan seperti gula, garam dan kina.
(8)) Vestibulokoklearis
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
26
(9)) Gloso faringius
Cara memeriksa dengan menyentuh tongspatel ke posterior
faring pasien.
(10)) Vagus
Pasien disuruh membuka mulut lebar dan disuru berkata “aaa”
kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi ke hidung.
(11)) Aksesorius
Dengan menyuruh pasien menengok ke satu sisi melawan
tangan pemeriksa, pemeriksa mempalpasi otot wajah.
(12)) Hipoglosus
Pasien disuruh menjalurkan lidah dan menarik lidak kembali,
dilakukan berulang kali.
4) Sistem Perkemihan (Bladder)
Pada klien dengan CVA Bleeding didapatkan incontensia urine
tetapi pada bladder terkadang penuh. Biasanya klien menggunakan
selang kateter.
5) Sistem Pencernaan (Bowel)
Pada perut terdapat kembung dan juga terdapat penurunan
peristaltic usus, adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa
kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun, mual muntah pada fase
akut. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus.
27
6) Sistem Integumen & Muskuloskeletal (Bone)
Adanya kelemahan, kelupuhan dan menurunnya persepsi/kognitif
akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan
koordinasi/control otot. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah
biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot, perabahan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. (Setiono, 2014)
(1)) Pengkajian Sistem Motorik
CVA (Cerebro Vaskuler Accident) adalah penyakit saraf motorik
yang mengakibatkan kehilangan kontrol vounter terhadap gerakan
motorik. Oleh karena itu gangguan kontrol vounter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada sisi perlawanan dari
otak.
1) Inspeksi Umum
Didapatkan hemiplegi (pralisis pada satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan, hemiperesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh adalah tanda lain.
2) Fasikulasi, didapatkan pada otot-otot ekstremitas
3) Tonus otot, didapatkan meningkat.
4) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapat tingkat 0.
Tingkat kekuatan otot pada sisi sakit :
28
Skala 0 : Otot tidak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika
telapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti telapak tangan
dan jari tetap saja ditempat walau sudah diperintah untuk bergerak.
Skala 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan
gerakan pada pesendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
Skala 2 : Dapat menggerakkan otot tau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau harus
bengkok tetapi jika di tahan sedikit saja sudah tidak mampu
bergerak.
Skala 3 : Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dengan jari.
Skala 4 : Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang
ringan.
Skala 5 : Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal (normal)
7) Sistem Penginderaan
Biasanya penglihatan klien terjadi gangguan penglihatan atau
kekaburan, pada hidung klien biasanya simetris dan ketajaman
penciuman normal, pada telinga klien biasanya simetris kanan kiri dan
tes pendengaran normal, pada indra perasa terkadang tidak bisa
merasakan atau membedakan pahit, manis, asin, asam. Pada indera
peraba biasanya hanya terjadi kelumpuhan saja yang tdak teraba.
29
8) Sistem Endokrin
Biasanya klien tidak terjadi pembesaran kelenjar apapun dan
biasanya tidak memiliki luka gangrene.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam
pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar
belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan.
Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan data
dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien. (Nurhassanah, 2013)
2.2.2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah : gangguan oklusif, hemoragi, basospasme serebral, edema serebral.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid, atau paralisis hipotonik
(awal).
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot
fasial/oral.
4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.
30
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan
mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera seerbrovaskuler.
6) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas
(trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang
perseptual).
(Doenges, 2009)
2.2.3 Perencanaan
2.2.3.1 Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema
serebral
Tabel 2.1 intervensi gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema
serebral
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan klien
menunjukkan perfusi
jaringan serebral yang
adekuat, dengan kriteria
hasil :
1. Gelisah tidak ada
2. Tingkat kesadaran
membaik
3. Tidak ada
1.Tentukan faktor yang
berhubungan dengan
keadaan tertentu atau
yang menyebabkan
koma/penurunan perfusi
serebral dan potensial
terjadinya peningkatan
TIK
2.Pantau/catat status
neurologis sesering
mungkin dan bandingkan
1.Mempengaruhi
penetapan intervensi
apakah klien memerlukan
tindakan pembedahan
ataukah harus dipindah
ke ruang ICU
2. Mengetahui
kecenderungan tingkat
kesadaran dan potensial
31
Tujuan/Kriteria Hasil
peningkatan TIK
4. Orientasi baik
5. Perbaikan respon
sensorik/motoric
6. Nadi dalam batas
normal (60-
100x/menit)
7. Tekanan darah
dalam batas
normal, sistolik
(90-140 mmHg)
diastolic (60-90
mmHg)
Intervensi
dengan nilai standar
(GCS)
3. Pantau tanda-tanda
vital seperti : adanya
hipertensi/hipotensi ,
frekuensi dan irama nadi,
pola dan irama
pernafasan
4. Evaluasi pupil, catat
ukuran, bentuk kesamaan
dan reaksi terhadap
cahaya
5. Catat perubahan dalam
penglihatan,seperti
adanya kebutaan,
gangguan lapang
pandang/kedalaman
persepsi
6. Kaji fungsi yang lebih
tinggi, seperti fungsi
bicara jika klien sadar
Rasional
peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas
kerusakan SSP
3. variasi mungkin terjadi
oleh tekanan/trauma
serebral pada daerah
vasomotor otak.
Hipertensi/hipotensi
postural dapat menjadi
faktor pencetus
4. Berguna dalam
menentukan apakah
batang otak masih baik
5. Gangguan penglihatan
yang spesifik
mencerminkan daerah
otak yang terkena
6. Perubahan dalam isi
kognitif dan bicara
merupupakan
32
Tujuan/ Kriteria Hasil
Intervensi
7. Letakkan kepala
dengan posisi agak tinggi
dan dalam posisi
anatomis (netral)
8. Pertahankan keadaan
tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang,
batasi pengunjung atau
aktivitas klien sesuai
indikasi. Berikan istirahat
secara periodic antara
aktivitas dan perawatan
9. Cegah terjadinya
mengejan saat defekasi
dan pernafasan yang
memaksa (batuk terus
menerus)
10. Kaji rigiditas nukal,
kedutan, kegelisahan
Rasional
7. Menurunkan tekanan
arteri dengan
meningktakan drainase
dan sirkulasi
8. Aktivitas yang kontinu
dapat meningkatkan TIK.
Istirahat total dan
ketenangan mungkin
diperlukan untuk
pencegahan terhadap
perdarahan
9. Maneuver valsava
dapat meningkatkan TIK
dan memperbesar resiko
perdarahan
10. Merupakan indikasi
adanya iritasi meningeal.
33
Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi
yang meningkat, peka
rangsang dan serangan
kejang
11. Berikan oksigen
sesuai indikasi
12. Berikan obat sesuai
indikasi misal
antikoagulasi,
antifibrolitik, vasodilatasi
perifer, fenitoin, pelunak
veses
13. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai
indikasi
Rasional
Kejang dapat
mencerminkan adanya
peningkatan TIK
11. Menurunkan hipoksia
yang dapat menyebabkan
vasodilatasi serebral
12. Meningkatkan/
memperbaiki aliran darah
dan mencegah
pembekuan, mencegah
lisis bekuan yang
terbentuk dan perdarahan
berulang
13. Memberikan
informasi tentang
keefektifan pengobatan
34
2.2.3.2 Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid atau paralisis hipotonik
(awal)
Tabel 2.2 Intervensi hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid atau paralisis hipotonik (awal)
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan gangguan
mobilitas fisik teratasi,
dengan kriteria hasil :
1. Kebutuhan klien
terhapat pergerakan
terpenuhi
2. Klien dapat
bermobilisasi
3. Kesadaran membaik
4. Mempertahankan
posisi dan fungsi
optimal
5. Mempertahankan
integritas kulit
1.Kaji kemampuan secara
fungsional/ luasnya
kerusakan awal secara
teratur
2. Ubah posisi minimal
setiap 2 jam (terlentang
atau miring) dan jika
memungkinkan bisa lebih
sering jika diletakkan
dalam posisi bagian yang
terganggu
3. Letakkan pada posisi
telungkup 1x atau 2x
sehari jika klien dapat
mentolerir
4. Anjurkan melakukan
1. Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan dan
memberi informasi
tentang pemulihan
2. Menurunkan resiko
terjadinya trauma
jaringan dan perburukan
sirkulasi yang akan
menumbulkan kerusakan
pada kulit atau decubitus
3. Membantu
mempertahankan ekstensi
pinggul fungsional tetapi
kemungkinan akan
meningkatkan ensietas
4. Meminimalkan atrofi
35
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
latihan rentang gerak
aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat
masuk
5. Sokong ekstremitas
pada posisi fungsional,
gunakan papan kaki
selama periode paralisis
flaksid, pertahankan
posisi kepala netral
6. Tempelkan bantal
dibawah aksila untuk
melakukan abduksi pada
tangan
7. Pertahankan kaki
dalam posisi netral
dengan gulungan atau
bantalan trokanter
8. Konsultasikan dengan
ahli fisioterapi secara
aktif, latihan dan
ambulasi klien
9. Berikan obat relaksasi
Rasional
otot, meningkatkan
sirkulasi, menurunkan
terjadinya osteoporosis
5. Mencegah kontra
paralisis flaksid dapat
mengganggu kemapuan
untuk menyangga kepala
6. M/encegah adduksi
bahu dan fleksi siku
7. Mencegah rotasi
eksternal pada panggul
8. Untuk memenuhi
kebutuhan mobilitas,
koordinasi dan kekuatan
pada ekstermitas
9. Menghilangkan
36
otot, antispasmodic
sesuai indikasi
spastisitas ekstermitas
yang terganggu
2.2.3.3 Diagnosa 3 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus otot
fasial/oral, kelemahan umum
Tabel 2.3 Intervensi gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus otot fasial/oral,
kelemahan umum
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
kerusakan komunikasi
verbal teratasi, dengan
kriteria hasil :
1. Klien dapat
mengidentifikasi
pemahaman tentang
masalah
2. Klien dapat membuat
metode komunikasi
dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
3. Klien dapat
menggunakan sumber-
sumber
1.Kaji tipe/derajat
disfungsi, seperti
pasien tidak tampak
memahami kata atau
mengalami kesulitan
bicara
2. Bedakan antara
afasia dengan disarteia
3. Perhatikan kesalahan
dalam komunikasi dan
berikan umpan balik
1. Membantu
menentukan daerah dan
derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan
kesulitan klien dalam
beberapa proses
komunikasi
2. Intervensi yang dipilih
tergantung pada tipe
kerusakannya
3. Klien mungkin
kehilangan kemampuan
untuk memantau ucapan
yang keluar dan tidak
menyadai bahwa
komunikasi yang diucap
tidak nyata
37
Tujuan/KriteriaHasil
Intervensi
4. Minta klien untuk
mengikuti perintah
sederhanaseperti buka
mata, ulangi dengan
kata/kalimat yang
sederhana
5. Minta klien untuk
menulis nama/kalimat
yang pendek. Jika tidak
bisa menulis mintalah
klien untuk membaca
kalimat yang pendek
6. Bicaralah dengan
nada normal dan
hindari percakapan
yang cepat
7. Anjurkan
pengunjung atau orang
terdekat
mempetahankan
usahanya untuk
berkomunikasi dengan
klien
Rasional
4. Melakukan penilaian
terhadap adanya
kerusakan sensorik
5. Menilai kemampuan
menulis (agrafia) dan
kekurangan dalam
membaca yang benar
6. Mencegah marah pada
klien dan frustasi klien
7. Mengurangi isolasi
sosial klien dan
meningkatkan
penciptaan komunikasi
efektif
38
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
8. Diskusikan
mengenai hal-hal yang
dikenal klien seperti
pekerjaan, keluarga,
hobi
9. Hargai kemampuan
pasien sebelum terjadi
penyakit dan hindari
percakapan yang
merendahkan pada
klien
10. Konsultasikan
dengan/rujuk kepada
ahli terapi wicara
Rasional
8. Meningkatkan
percakapan yang
bermakna
9. Menjaga kemampuan
klien untuk
mempertahankan harga
diri
10. Pengkajian secara
individual kemampuan
bicara dan sensori,
motoric, kognitif
berfungsi untuk
mengidentifikasi
kekurangan dan
kebutuhan terapi
(Doenges, 2009)
39
2.2.3.4 Diagnosa 4 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.
Tabel 2.4 Intervensi ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan bersihan
jalan nafas klien efektif,
dengan kriteria hasil :
1. Menunjukkan
bersihan jalan nafas
yang efektif
2. Menunjukkan status
pernafasan
kepatenan jalan
nafas yang
dibuktikan oleh
indicator
3. Kemudahan bernafas
4. Frekuensi dan irama
pernafasan baik
5. Pergerakan sputum
1.Pemantauan
pernafasan pasien dan
tanda-tanda vital
2. Manajemen jalan
nafas
3. Berikan udara atau
oksigen
4. Pengaturan posisi,
mengubah posisi pasien
5. Lakukan dan bantu
dalam terapi nebulizer
6. Intruksikan kepada
pasien tentang batuk
1.Untuk memastikan
kepatenan jalan nafas
dan pertukaran gas yang
adekuat
2. Memfasilitasi
kepatenan jalan nafas
3. Membantu jalan nafas
4. Untuk memfasilitasi
kesejahteraan fisiologis
dan psikososial serta
memudahkan
mengeluarkan sekret
5. Mengencerkan secret
untuk mempermudah
pernafasan
6. Memudahkan untuk
pengeluaran sekret
40
Tujuan/Kriteria Hasil
keluar dari jalan
nafas
6. Pergerakan
sumbatan keluar dari
jalan nafas
Intervensi
dan tekhnik napas
dalam
7. Lakukan suction
8. Kolaborasi
pemberian obat
Rasional
7. Untuk menghilangkan
sekret
8. Untuk perawatan paru
2.2.3.5 Diagnosa 5 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan,
kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera
serebrovaskuler.
Tabel 2.5 Intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan
mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera seerbrovaskuler.
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nafsu
makan pasien kembali
normal, dengan kriteria
hasil :
1.Kaji adanya alergi
makanan
2. Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake Fe, protein dan
1. Untuk mengetahui
kekurangan nutrisi
pasien
2. Agar dapat diberikan
intervensi dalam
pemberian makanan atau
41
Tujuan/Kriteria Hasil
1. Adanya peningkatan
berat badan sesuai
tujuan
2. BB idel sesuai
dengan tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi
5. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi
penurunan BB
Intervensi
vitamin C
3. Beriikan substansi
gula
4. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. monitor jumlah
nutrisi dan kandungan
kalori
6. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
7. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
8. Kolaborasi dengan
ahli gizi
Rasional
obat-obatan pada pasien
3. Dengan pengetahuan
yang baik tentang nutrisi
akan meningkatkan
pemenuhan nutrisi
4. Untuk memudahkan
proses makan
5. Untuk meningkatkan
selera makan pasien
6. Untuk dapat
meningkatkan nafsu
makan
7. dokumentasikan
masukan oral selama 24
jam, riwayat makanan,
jumlah kalori dengan
tepat
8. Jelaskan pentingnya
makanan bagi proses
penyembuhan
42
2.2.3.6 Diagnosa 6 : Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi,
integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan
lapang perseptual).
Tabel 2.6 Intervensi gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi,
integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang
perseptual).
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam, diharapkan gangguan
persepsi teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Menunjukkan tanda
dan gejala persepsi
dan sensori baik
penglihatan,
pendengaran,
makan, dan minum
baik.
2. Mampu
mengungkapkan
fungsi persepsi dan
sensori dengan tepat.
1.Kaji derajat sensori
atau gangguan persepsi
dan bagaimana hal
tersebut mempengaruhi
penurunan penglihatan,
pendengaran
2. Anjurkan memakai
kacamata atau alat
bantu dengar sesuai
kebutuhan
3. Pertahankan
hubungan orientasi
realita
1. Keterlibatan otak
memperlihatkan masalah
yang bersifat asimetris
menyebabkan klien
kehilangan kemampuan
pada salah satu sisi
tubuh
2. Meningkatkan
masukan sensori,
membatasi atau
menurunkan kesalahan
interpretasi stimulasi
3. Menurunkan
kekacauan mental dan
meningkatkan koping
terhadap frustasi karena
salah presepsi dan
43
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
4. Ajarkan strategi
mengatasi stres
5. Libatkan dalam
aktifitas sesuai indikasi
dengan keadaan
tertentu, seperti satu ke
satu pengunjung
Rasional
disorientasi
4. menurunkan
kebutuhan akan
halusinasi
5. Memberi kesempatan
terhadap stimulasi
partisipasi dengan orang
lain
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi klien saat itu
(Sulisyowati, 2009).
Dalam menyelesaikan diagnosakeperawatan perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah maka
tindakan perawat antara lain, memantau status neurologis dan tanda-tanda
vital setiap 2 jam sekali untuk mengetahui adanya peningkatan TIK,
perawat meletakkan kepala dengan posisi agak tinggi 30 derajat untuk
menurunkan tekanan arteri, kemudian perawat juga mencegah terjadinya
mengejan agar mengurangi resiko perdarahan.
44
Dalam menyelesaikan diagnosa keperawatan kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskular maka tindakan
perawat antara lain, merubah posisi klien setiap 2 jam sekali agar
menurunkan resiko terjadinya luka decubitus, perawat membantu klien
untuk melatih gerak aktif (jika pasien sadar) dan memberikan latihan gerak
pasif (jika pasien tidak sadar) pada semua ektremitas klien agar
meminimalkan terjadinya atrofi atau pengerutan otot, perawat juga
mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang kebutuhan mobilitas
klien.
Dalam menyelesaikan diagnosa keperawatan kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular maka
tindakan perawat antara lain, meminta klien untuk mengikuti perintah
sederhana, menunjukkan obyek dan minta klien untuk menyebutkan nama
benda tersebut, meminta klien menulis nama atau kalimat yang pendek
untuk mengetahui penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik atau
motorik klien, perawat akan memenuhi kebutuhan klien untu menurunkan
frustasi klien, perawat juga menghargai kemampuan klien dan
menghindari percakapan dengan nada tinggi untuk mempertahankan harga
diri klien dan mencegah terjadinya frustasi pada klien.
45
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lain. Dalam hal ini
diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (Lismidar, 1990 dalam Padilah 2012).
46
2.3 Kerangka Masalah
Faktor-faktor atau penyebab
Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi
Penimbunan lemak atau kolesterol yang meningkat dalam darah
Menjadi kapur/mengandung
kolesterol dengan infiltasi limfosit
Suplai darah dan oksigen
ke otak menurun
Proses metabolisme
dalam otak terganggu
Pembuluh darah menjadi
kaku dan kurang elastis Stroke hemoragik
Kerusakan neurologis
defisit N. I
(Olfaktorius), N. II
(Optikus), N. III
(Troklearis), N. XII
(Hipoglosus)
Kerusakan neuro
serebrospinal N. VII
(Fasialis)
Disfusi N. XI
(Assesorius)
Penurunan fungsi N.
X (Vagus), N. IX
(Glosofaringeus)
Gangguan perfusi jaringan serebral
Penurunan fungsi
motorik anggota
gerak muskuloskeletal Kontrol otot fasialis
atau oral lemah
Kehilangan tonus
otot fasial/oral
Ketidakmampuan
berbicara dan
menyebut kata
Kelemahan
anggota gerak
Gangguan
komunikasi
verbal
Hambatan
mobilitas fisik
Gangguan
perubahan persepsi
sensori
Ketidakmampuan
melihat, pembau,
mengecap
Perubahan ketajaman
sensori, pembau,
penglihatan, pengecap
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Intake nutrisi
tidak adekuat
Anoreksia
Proses menelan
tidak efektif
Immobilitas
Reflek batuk
menurun
Auskultasi secret di paru Bersihan jalan nafas tidak efektif
Gambar 2.1 Kerangka Masalah Pada Klien dengan CVA Bleeding (Nurarif&Kusuma 2015)
47
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Ny. D (64 tahun), sudah menikah, suku jawa, beragama islam, tidak
sekolah, bekerja sebagai penjahit dirumah, alamat gedang klutuk pasuruan
dan no. register 00413xxx. Klien dirawat dengan diagnosa medis CVA
(Cerebro Vaskular Accident) Bleeding.
3.1.2 Keluhan Utama
Klien mengatakan badannya lemas.
3.1.3 Riwayat Kesehatan
3.1.3.1 Riwayat Keperawatan Sekarang
Anak klien mengatakan ibunya saat mencuci mukenah dibelakang
tiba-tiba pingsan sebentar lalu siuman karena kecapekan, pada pukul 09:30
WIB. Lalu dibawa ke RS Masitoh dan dirujuk di RSUD Bangil sekitar
pukul 11:00 WIB langsung dibawa ke IGD dan dipindahkan ke Ruang
Krissan pukul 12:30 WIB. Pada saat pengkajian klien tampak lemas dan
terpasang kateter.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.2 Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Anak klien mengatakan ibunya memiliki riwayat penyakit darah
tinggi (Hipertensi) sudah lama.
48
3.1.3.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak klien mengatakan keluarga memiliki riwayat penyakit
hipertensi.
3.1.3.4 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Tidak ada perilaku yang mempengaruhi kesehatan.
3.1.3.5 Lingkungan rumah dan komunitas
Keluarga mengatakan lingkungan rumahnya bersih dan ada ventilasi
depan, samping dan tempat pembuangan sampah jauh dari rumah.
3.1.3.5 Persepsi dan Pengetahuan tentang penyakit dan Penatalaksanaannya
Keluarga pasien mengatakan sudah paham apa yang dijelaskan
oleh Dokter saraf dan bagaimana cara memperbaiki pola hidup dan makanannya.
Dengan cara, mengurangi makanan asin, santan dan berlemak dan melakukan
olahraga ringan istirahat tidur yang cukup.
3.1.4 Status Cairan dan Nutrisi
Tabel 3.1 Status Cairan dan Nutrisi pada Ny. D dengan diagnosa medis
CVA Bleeding
Status Cairan &
Nutrisi
Sebelum Sakit Saat Sakit
Nafsu makan Baik Baik
Pola makan 3x sehari porsi habis 3x sehari porsi habis
Minum : Jenis :
Jumlah :
Air mineral, teh hangat
>1500 Cc/hari
Air mineral
1200 Cc/hari
Pantangan makan Santan, garam Makanan yang kasar
Menu makanan Nasi, lauk pauk, sayur Bubur + lauk
Berat badan
Keluhan lain : tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
49
3.1.5 Genogram
Keterangan : = Laki-Laki
= Perempuan
= Klien
= Meninggal
----- = Satu Rumah
Gambar 3.1 Genogram pada Ny. D
50
3.1.6 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : klien tampak lemah
Tanda vital :
Tensi : 150/90 mmHg
Suhu : 36,2 oC (Lokasi pengukuran : temporalis)
Nadi : 82x /menit (Lokasi perhitungan : radialis)
Respirasi : 20x /menit
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6.1 Sistem pernafasan :
1) Bentuk dada : Simetris
2) Susunan ruas tulang belakang : Normal
3) Irama nafas : Teratur
4) Jenis : Reguler
5) Retraksi otot bantu nafas : Tidak ada retraksi otot bantu nafas
6) Perkusi thorax : Sonor
7) Alat bantu nafas : Terpasang nasal kanul 3 lpm
8) Vocal vermitus : Kanan kiri sama
9) Suara nafas : Vesikuler
10) Nyeri dada saat bernafas : tidak ada
11) Batuk : Tidak
12) Produksi sputum : Tidak
13) Warna sputum : Tidak ada sputum
14) Lain-lain : Tidak ada
51
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6.2 Sistem kardiovaskuler :
1) Nyeri dada : Tidak
2) Irama jantung : Teratur
3) Ictus cordis : Kuat
Posisi : ICS V midclavikula sinistra, Ukuran : 2 Cm
4) Bunyi jantung: S1 : Tunggal S2 : Tunggal
5) Cianosis : Tidak
6) Clubbing finger : Tidak
7) JVP : Tidak ada pembesaran vena jugularis
8) Lain- Lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6.3 Sistem persyarafan :
1) Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
2) Orientasi : Baik, sadar waktu, tempat dan orang
3) Kejang : Tidak , Jenis : Tidak ada
4) Kaku kuduk : Tidak
5) Brudzinky : Tidak
6) Nyeri Kepala : Tidak , Pusing : Tidak ada
7) Istirahat/Tidur: Siang: 4jam /hari , Malam : 8-9jam /hari
8) Kelainan Nervus kranialis : Terdapat kelainan nervus ke VII & 12
yaitu Nervus Fasialis karena klien tampak tidak bisa atau sulit
52
membentuk kalimat dan bibir klien sedikit miring (pelo) dan Nervus
Hipoglosus karena lidah klien sulit untuk digerakkan.
9) Pupil : Isokor Reflek cahaya : Normal
10) Lain-lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : 1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
2. Hambatan komunikasi verbal
3.1.6.4 Sistem perkemihan :
1) Bentuk alat kelamin : Normal
2) Kebersihan alat kelamin : Bersih
3) Frekuensi berkemih : Klien menggunakan kateter, Teratur
Jumlah : 1000cc /24 jam
Bau : Khas
Warna : Kuning pekat
Tempat yang di gunakan : Urine bag
4) Alat bantu yang digunakan : Kateter
5) Lain-lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6.5 Sistem pencernaan :
1) Mulut : Simetris
2) Mukosa bibir : Lembab
3) Bentuk bibir : Normal
53
4) Gigi : Bersih
Kebiasaan gosok gigi : selama di rumah 3xsehari, Selama diRS tidak
pernah gosok gigi
5) Tenggorokan : Baik
6) Abdomen : Tidak ada nyeri abdomen
7) Kebiasaan BAB : 4 hari sekali
Warna : Kuning
Bau : Khas
Tempat yang di gunakan : Pampers
Peristaltik usus : 15x /menit
8) Masalah eliminasi alvi : Tidak ada
9) Pemakaian obat pencahar : Tidak ada
10) Lavement : Tidak ada
11) Lain-lain : Anak klien mengatakan ibunya
selama diRS belum BAB sama sekali karena biasanya dirumah rutin
4-5 hari sekali.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6.6 Sistem Muskuloskeletal & Integumen :
1) Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM) : Bebas
2) Kekuatan otot :
5 5
4 4
3) Fraktur : Tidak ada
54
4) Dislokasi : Tidak
5) Luka : Tidak ada
6) Akral : Hangat, kering, merah
7) Turgor : Baik , CRT : <3 detik
8) Oedema : tidak ada oedema
9) Kebersihan kulit : Bersih di seka 2 x/sehari oleh keluarganya
10) Kemampuan melakukan ADL : Total
Keterangan : Klien hanya tidur dan miring kanan kiri
Lain-lain : ADL klien dibantu sepenuhnya oleh keluarganya
Masalah Keperawatan : Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur
3.1.6.7 Sistem penginderaan :
1) Mata :
Konjungtiva : Tidak Anemis
Sklera : Tidak Ikterik
Palpebra : Normal
Strabismus : Tidak ada
Ketajaman penglihatan : Baik
Alat bantu yang digunakan : Tidak ada alat bantu seperti kacamata
Lain-lain : tidak ada
3) Hidung : Normal
Mukosa hidung : Lembab
Sekret : Tidak ada secret
Ketajaman penciuman : Normal
55
Kelainan lain : Tidak ada masalah
4) Telinga : Bentuk : Simetris kanan dan kiri
Keluhan : Tidak ada keluhan
Ketajam pendengaran : Baik
Alat Bantu : Tidak menggunakan alat bantu
5) Perasa : Manis Pahit Asam Asin
6) Peraba : Baik
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6.8 Sistem Endokrin & Kelenjar Limfe :
1) Pembesaran kelenjar thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
2) Pembesaran limfe : Tidak ada pembesaran limfe
3) Pembesaran kelenjar paritis : tidak ada pembesaran kelenjar paratis
4) Lain-Lain :
5) Luka gangrene : Tidak ada
Karakteristik luka gangrene : Tidak ada luka
Lokasi : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
56
Data Psikososial :
1) Gambaran Diri / Citra diri :
Tanggapan tentang tubuhnya : Anak klien mengatakan
merasakan banyak bersyukur tekah diberi tubuh yang
normal
Bagian tubuhnya yang disukai : Anak klien mengatakan
tidak tau
Bagian tubuh yang kurang disukai : Anak klien mengatakan
tidak ada
Persepsi terhadap kehilangan bagian tubuh : Tidak terkaji
2) Identitas :
Status pasien dalam keluarga : Pasien mengatakan sebagai
ibu
Kepuasan pasien terhadap status dalam keluarga : Pasien hanya
mengangguk
Kepuasan pasien terhadap jenis kelamin : Anak klien
mengatakan puas
Peran :
Tanggapan pasien tentang perannya : Tidak terkaji
Kemampuan / Kesanggupan pasien terhadap melaksanakan
perannya : Pasien mengatakan sangat mampu
melaksanakan perannya (mengangguk).
57
3) Ideal Diri :
Harapa pasien terhadap :
Tubuhnya : Anak klien mengatakan ibunya ingin sembuh
dan bisa beraktivitas kembali
Posisi (dalam pekerjaan) : Penjahita
Status ( Dalam keluarga) : Pasien sebagai ibu rumah tangga
Tugas/Pekerjaan : Anak klien mengatakan sebelum sakit
ibunya seorang penjaht
Harapan pasien terhadap lingkungan :
Sekolah : Pasien tidak sekolah
Keluarga : Anak pasien mengatakan ibu dan bapaknya tidak
tinggal serumah
Masyarakat : Anak pasien mengatakan ibunya diterima
didesanya
Tempat/lingkungan : Anak pasien mengatakan ibunya tidak
bekerja diluar rumah
Harapan pasien tentang penyakit yang diderita dan tenaga
kesehatan : Anak Pasien mengatakan berharap penyakit
yang diderita ibunya akan segera sembuh dan berharap agar
para tenaga kesehatan sabar merawatnya .
Harga diri :
Tanggapan pasien terhadap harga dirinnya : Tidak terkaji
Data sosial :
Hubungan pasien dengan keluarga : Baik
58
Hubungan pasien dengan pasien lain : Baik
Dukungan keluarga terhadap pasien :Keluarga
pasien sangat mendukung
Reaksi pasien saat interaksi : Kooperatif
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Data Spiritual :
Konsep tentang penguasa kehidupan : Anak pasien
mengatakan tidak ada penguasa kehidupan selain Allah
SWT
Sumber kekuatan / harapan saat sakit : pasien selalu berdoa
Ritual agama yang bermakna / berarti / harapan saat ini :
Berdoa dan sabar
Sarana / peralatan /orang yang diperlukan untuk melakukan
ritual : Mukenah
Keyakinan terhadapa kesembuhan penyakit : Anak pasien
yakin penyakit ibunya akan sembuh
Persepsi terhadap penyakit : Tidak terkaji
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah kepewatan
59
3.1.7 Pemeriksaan penunjang
3.1.7.1 Laboratorium (Januari 2020)
Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium pada Ny. D dengan diagnosa
medis CVA (Cerebro Vaskular Accident) Bleeding di Ruang
Krissan RSUD Bangil Pasuruan
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah lengkap
Leukosit (WBC)
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil %
Limfosit %
Monosit %
Eosinofil %
Basifil %
Eritrosit (RBC)
Hemaglobin (HGB)
Hematokrit (HCT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
PLT
MPW
5,64
3,6
1,44
0,4
1387
0,04
63,5
25,5
H 7,8
2,5
0,7
L 3,442
L 10,71
L 30,5
88,45
31,12
35,18
12,32
185
7,686
%
%
%
%
%
g/dL
%
fL
pg
%
%
fL
4,4 – 11
1,5 – 8,5
1,1 – 5,0
0,14 – 0,66
0 – 0,33
0 – 0,4
35 – 66
24 – 44
3 – 6
0 – 3
0 – 1
4 – 5,2
12 – 16
33 – 51
80 – 100
26 – 34
32 – 36
11,5 – 13,1
150 – 450
6,90 – 10,6
KIMIA KLINIK
Gula darah
Glukosa darah sewaktu 105 Mg/dL <200
60
3.1.7.2 Hasil Pemeriksaan Radiologi
TS, Yth, Hasil pemeriksaan MSCT Scan kepala tanpa kontras :
Tampak lesi hiperdens, berdensitas darah di corona radiata sampai thalamus
kanan
Tampak densitas darah mengisi ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III dan IV
(volume total :+/- 8,22 cc)
Sulci dan gyri tampak baik
System ventrikel dan cistema normal
Pons dan cerebelium normal
Tak tampak midline shift
Ttak tampak kalsifikasi abnormal
Orbita, mastoid dan sinus paranasales kanan kiri normal
Calvaria normal
Kesan :
ICH corona radiata sampai thalamus kanan
IVH
(volume total :+/- 8,22 cc)
61
3.1.8 Terapi
3.1.8.1 Inf. Asering 500 Cc/ 24 jam 7 tpm : untuk mengatasi kebutuhan
karbohidrat, cairan dan elektrolit
3.1.8.2 Inj. Antrain 1 ampul 3x1 gr : untuk meredakan nyeri
3.1.8.3 Inj. Omeprazole 40 mg 1x40 mg : sebagai antibiotik
3.1.8.4 Inj. Citicoline 250 mg 2x250 mg : untuk meningkatkan aliran darah dan
konsumsi oksigen diotak
3.1.8.5 Inj. Kalmeco 1 ampul 1x500 mg : untuk menjaga kesehatan sistem saraf
3.1.8.6 Inj. Furosemide 40 mg 40 mg-0-0 : untuk mengobati tekanan darah tinggi
Bangil, Januari 2020
Mahasiswa
Shely Mujidah Diliana R
62
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Analisa Data
Tabel 3.2 Analisa data pada Ny. D dengan diagnosa medis CVA Bleeding di
Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan
No Data Etiologi Masalah
1.
DS : Pasien mengatakan
lemas
DO :
- K/u lemah
- Kesadaran conpos
mentis E4V5M6
- Terpasang kateter
- Tonus otot lemah
- Kekuatan otot 5 5
4 4
- TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 82x /menit
S : 36,2 ºC
RR : 20x /menit
Peningkatan TIK
Kelemahan dan
ketidakberdayaan
tonus otot
Keterbatasan gerak
Hambatan mobilitas
fisik
Hambatan
mobilitas fisik
ditempat tidur
63
No Data Etiologi Masalah
2. DS : Anak pasien
mengatakan ibunya
jika berbicara agak
pelat/ tidak jelas
DO :
- K/u lemah
- E4V5M6
- Pasien hanya berucap
kata tidak kalimat
- Mulut pasien sedikit
miring
- Adanya kelainan nervus
fasialis
- Lidah pasien sulit untuk
digerakkan, adanya
kelainan nervus
hipoglosus
- Berbicara berbisik,
tidak keras
- TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 82x /menit
S : 36,2 ºC
RR : 20x/ menit
Kerusakan neuro
serebral nervus ke VII
dan XII
Otot fasialis lemah
Kehilangan tonus otot
fasialis dan hipoglosus
Ketidakmampuan
berbicara/ membuat
kalimat
Hambatan komunikasi
verbal
Hambatan
komunikasi verbal
64
Data Etiologi Problem
3.
DS : Anak pasien
mengatakan ibunya
memiliki hipertensi
DO :
- K/u pasien lemah
- Kesadaran compos
mentis
- E4V5M6
- Tekanan darah pasien
cenderung tinggi
- TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 82x /menit
S : 36,2 ºC
RR : 20x /menit
Gangguuan sirkulasi
otak
Suplai O2 otak
menurun
Sinkop
Ketidakefektfan
perfusi jaringan
serebral
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
65
3.2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan
3.3.1.1 Hambatan mobilitas fisik ditempat tidur berhubungan dengan kelemahan
otot
3.3.1.2 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus otot
fasialis
3.3.1.3 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK
3.2.3 Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
3.3.2.1 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK
3.3.2.2 Hambatan mobilitas fisik ditempat tidur berhubungan dengan kelemahan
otot
66
3.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 3.3 Intervensi keperawatan pada Nn. D dengan diagnosa medis CVA
Bleeding di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan
No
Dx
Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
1.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi
ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
Kriteria hasil :
- Tekanan systol dan
diastol dalam rentang
yang diharapkan
- Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
(tidak lebih 15
mmHg)
- TTV dalam batas
normal (systol <150
mmHg diastol <90
mmHg)
- Tidak ada penurunan
kesadaran
1. Jelaskan pada
keluarga tentang
penyakit pasien saat
ini
2. Observasi GCS
3. Obsevasi TTV
terutama tekanan
darah
4. Ajarkan keluarga
pasien untuk
membatasi
penggunaan garam,
santan dan makanan
yang kasar pada
pasien
5. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
1. Menambah informasi pada
keluarga pasien
2. Untuk mengetahui
penurunan kesadaran pada
pasien
3. Mengetahui setiap
perubahan yang terjadi
pada pasien secara dini
4. Untuk mengurangi
terjadinya peningkatan
TIK
5. Untuk memenuhi
pemenuhan farmakologi
67
2.
Tujuan/Kriteria Hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan hambatan
mobilitas ditempat tidur
berkurang.
Kriteria hasil :
- Pasien mampu
memahami manfaat
melakukan aktivitas
mandiri
- Pasien melaporkan
dapat memenuhi
aktivitas dengan
bantuan minim
- Pasien mampu
mendemonstrasikan
tekhnik ambulasi
Intervensi
pemberian obat
6. Berika posisi
semifowler 15-30º
1. Jelaskan pada
pasien dan keluarga
tentang manfaat
mobilitas fisik dan
kelemahan otot
2. Ajarkan pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan secara
mandiri sesuai
kemampuan
3. Ajarkan tekhnik
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
pasien
4. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
Rasional
6. Supaya tidak terjadi
pusing, sakit kepala
dan merasa nyaman
1. Menambah informasi pada
keluarga pasien
2. Memberikan atau
mengajarkan pemenuhan
kebutuhan
3. Melatih pasien untuk
memenuhi kebutuhan
pasien
4. Mencegah terjadinya
dekubitus
68
secara mandiri
- Pasien dapat merubah
Tujuan?Kriteria Hasil
posisi dengan sedikit
bantuan keluarga
- Kekuatan otot dalam
batas normal 55,55
Intervensi
diperlukan
Rasional
69
3.4 Implementasi Keperawatan
Tabel 3.4 Implementasi keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa medis CVA
Bleeding di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan
No
Dx
Tanggal Jam Implementasi Nama/Tanda
tangan
1.
07-01-
2020
07.30
12.00
12.00
12.10
1. Menjelaskan pada keluarga tentang
penyakit pasien saat ini
Respon : keluarga pasien paham apa
yang sudah dijelaskan oleh petugas
dan dapat mengulangi kembali
2. Mengobservasi GCS
Respon : kesadaran compos mentis
GCS 456
3. Mengobservasi TTV
TD : 170/110 mmHg
N : 72x / menit
S : 36,4ºC
RR : 16x /menit
4. Menganjurkan keluarga pasien
tentang pantangan makan hipertensi
Respon : anak pasien mampu
melakukan dan menerapkan
pembatasan garam dan makanan
kasar
70
08-01-
2020
09.00
09.30
08.00
12.00
09.00
Implementasi
5. Berkolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat
Respon : Citicoline 250mg (iv)
6. Memberikan posisi semifowler
Respon : bed pasien sudah diatur
posisi persis seperti semifowler
2. Mengobservasi GCS pasien
Respon : kesadaran pasien compos
mentis dengan GCS 456
3. Mengobservasi TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 83x /menit
S : 36,3ºC
RR : 19x /menit
5. Berkolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat
Respon : Citicoline 250mg (iv)
TTD
71
2.
09-01-
2020
07-01-
2020
16.30
14.30
14.10
14.15
Implementasi
3.Mengobservaasi TTV
TD : 150/100 mmHg
N : 84x /menit
S : 36,2ºC
RR : 18x /menit
5.Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat
Respon : Citicoline 250mg (iv)
1. Menjelaskan pada klien dan keluarga
tentang penyebab kelemahan otot
Respon : anak pasien mengatakan
sudah faham karena faktor
penyakitnya dan dapat mengulangi
informasi yang diberikan petugas
2. Mengajarkan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan secara mandiri
Respon : pasien mampu mengikuti
Implementasi
instruksi dengan tangan dan kaki
diangkat semaksimal mungkin
TTD
72
08-01-
2020
14.30
15.00
15.10
Kekuatan otot 5 5
4 4
3. Mengajarkan tekhnik ambulasi sesuai
dengan kebutuhan pasien
Respon : pasien mampu
mendemostrasikan miring kanan kiri
meskipun sedikit sulit
4. Mengajarkan pasien bagaimana
merubah posisi
Respon : keluarga pasien tampak
membantu kebutuhan posisi yang
diinginkan pasien
2.Menganjurkan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan secaea mandiri
Respon : pasien mampu
mendemonstrasikan perintah yang
diberikan oleh petugas medis
Kekuatan otot : 5 5
5 5
TTD
73
09-01-
2020
05.00
12.00
Implementasi
4.Menganjurkan pasien bagaimana
merubah posisi
Respon : pasien mampu miring kanan
kiri dengan sendirinya
4.Memantau pasien bagaimana merubah
posisi
Respon : pasien mampu miring kanan
kiri secara mandiri bahkan bisa
langsung duduk tanpa bantuan
keluarga
TTD
74
3.5 Evaluasi
3.5.1 Catatan Perkembangan
Tabel 3.5 Catatan perkembangan pada Ny. D dengan diagnosa medis CVA
Bleeding di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan
Tanggal Diagnosa keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
07-01-
2020
08-01-
2020
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan
peningkatan TIK
S : Pasien mengatakan
badannya lemas
O :
Keadaan umum lemah
Kesadaran copos mentis
GCS 456
Wajah pasien tampak lesu
Tidak ada pusing
TTV
TD : 170/110 mmHg
N : 72x / menit
S : 36,4ºC
RR : 16x /menit
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
(2,3,4,5)
S : anak pasien mengatakan
ibunya sering tertidur
O :
75
07-01-
2020
Hambatan mobilitas fisik
ditempat tidur
berhubungan dengan
kelemahan otot
Pasien tampak tertidur
Kesadaran compos mentis
GCS 456
TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 83x /menit
S : 36,3ºC
RR : 19x /menit
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
(3,5)
Pasien rencana pulang
S : pasien mengatakan
badannya lemas
O :
Keadaan umum lemah
Kesadaran compos mentis
Pasien mudah melakukan
instruksi dari petugas tetapi
ekstremitas bagian bawah
masih sedikit lemah
Kekuatan otot : 5 5
4 4
76
08-01-
2020
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
(2,3)
S : Pasien mengatakan
badannya sudah berkurang
lemasnya
O :
Keadaan umum lemas
Kesadaran compos mentis
Pasien sudah mau miring
kanan kiri
Pasien mampu memenuhi
kebutuhan secara mandiri dan
sedikit dibantu oleh keluarga
Pasien mudah melakukan
instruksi yang diberikan
petugas
Kekuatan otot : 5 5
4 4
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan (3)
Pasien rencana pulang
77
3.5.2 Evaluasi Akhir
Tabel 3.6 Evaluasi keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa medis CVA
Bleeding di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf
09-01-
2020
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan
peningkatan TIK
S : Pasien mengatakan tidak
ada keluhan dan keluarga
pasien mengatakan pasien
sudah sering miring kanan
kiri bahkan duduk
O :
Pasien tampak rileks dan
bersih
Kesadaran compos mentis
Keadaan umum baik
Tidak ada keluhan pusing
atau sakit kepala
TTV
TD : 150/100 mmHg
N : 84x /menit
S : 36,2ºC
RR : 18x /menit
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dihentikan,
karena pasien pulang
HE :
78
09-01-
2020
Hambatan mobilitas fisik
ditempat tidur berhubungan
dengan kelemahan otot
1. Menjelaskan pada pasien
dan keluarga pasien
tentang hipertensi
2. Menjelaskan tentang
pantangan makanan
selama dirumah
3. Menganjurkan istirahat
yang cukup dan tidak
banyak fikiran
4. Menganjurkan untuk
kontrol sesuai
tanngalnya
S : Pasien mengatakan tidak
ada keluhan dan keluarga
pasien mengatakan pasien
sudah sering miring kanan
kiri bahkan duduk.
O :
Keadaan umum baik
Pasien tampak lebih rileks
dan bersih
Wajah pasien tampak segar
79
Disorientasi baik
Tidak ada kelemahan pada
ekstremitas
Kekuatan otot : 5 5
4 4
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan,
pasien pulang
HE :
1. Mengajarkan paada
pasien tentang
mobilisasi dini
2. Menganjurkan pasien
untuk melatih otot
tangan, kaki.
3. Menganjurkan untuk
olahraga ringan untu
melatih kekuatan otot.
80
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab IV akan dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan
pada pasien Ny. D dengan diagnosa medis CVA (Cerebro Vaskular Accident)
Bleeding di ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan yang dilaksanakan mulai
tanggal 06 Januari 2020 sampai 09 Januari 2020. Melalui pendekatan studi kasus
untuk mendapatkan kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan. Pembahasan
terhadap proses asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
4.1 Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian pada Ny. D dengan melakukan anamnesa
pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data
dari pemeriksaan penunjang medis. Pembahasan akan dimulai dari :
1.1.1 Identitas
Data yang didapatkan Ny. D berusia 64 tahun, sudah menikah, berjenis
kelamin perempuan, pendidikan terakhir SD, pekerjaan seorang penjahit di
rumah. Biasanya pada seseorang yang usia diatas 55 tahun, seorang yang
obesitas biasanya mempunyai resiko lebih tinggi karena memiliki kolesterol
tinggi dan hipertensi, gaya hidup yang buruk seperti merokok dan konsumsi
alcohol juga berpengaruh dalam terbentuknya aterosklerosis yang akan
81
mengakibatkan stroke. Biasanya lebih banyak pria dari pada wanita yang
terkena CVA Bleeding karena faktor hormonal (Brunner- Suddarth, 2015).
1.1.2 Riwayat kesehatan
1.1.2.1 Riwayat kesehatan sekarang
Pada riwayat kesehatan sekarang klien tidak terjadi kesenjangan
antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, klien datang dengan
keluhan badannya lemas dan sempat pingsan saat mencuci mukenah
dirumah. Menurut Brunner Suddarts (2015), pingsan disebabkan karena
aliran darah pada sebagian otak berkurang atau terhenti, yang kemudian
menyebabkan pasokan okigen ke otak berkurang sehingga memicu
kematian sel otak dan dapat mengganggu fungsi otak secara permanen.
1.1.2.2 Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu klien tidak terjadi kesenjangan antara
tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, keluarga klien mengatakan
menderita hipertensi sudah lama dan keluarganya juga banyak yang
hipertensi dan keluarga klien paham bagaimana cara menghindari
makanan untuk orang hipertensi. Menurut Brunner & Suddarts (2015),
perlu dikaji apakah penderita mempunyai penyakit hipertensi, riwayat
penyakit kardiovaskuler, riwayat tinggi kolesterol dan diabetes melitus
karena merupakan faktor resiko terjadi stroke.
1.1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga klien tidak terjadi kesenjangan
antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, keluarga klien
mengatakan anggota keluarga juga banyak yang memiliki hipertensi.
82
Menurut Brunner- Suddarth(2015), Perlu dikaji apakah dalam
keluarganya ada yang pernah menderita stroke, apakah ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit hipertensi dan diabetes melitus
karena merupakan faktor stroke.
1.1.2.4 Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Pada kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan terjadi kesenjangan
antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus, keluarga mengatakan klien
biasanya mengkonsumsi makanan yang mengandung santan atau
berlemak. Menurut Riskesdas (2013), mengkonsumsi makanan yang
berminyak atau berlemak juga memicu terjadinya stroke karena mampu
mengeblok atau menyumbat saluran pembuluh darah, meningkatkan
konsentrasi lipid (lemak) dan kolesterol jahat dalam darah.
1.1.3 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan beberapa masalah yang bisa dipergunakan
sebagai data dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang aktual maupun
resiko. Adapun pemeriksaan dilakukan berdasarkan persistem yaitu :
1.1.3.1 (B1) Breathing :
Pada tinjauan pustaka didapatkan Pada dada terbentuk normal,
inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
pernafasan, auskultasi didapatkan bunyi nafas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun sering didapatkan pada klien dengan penurunan tingkat
kesadaran koma, pada klien yang kesadaran compos mentis sering kali
83
tidak didapati kelainan pada system pernafasan (Brunner- Suddarth,
2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan bentuk dada normal chest, susunan
ruas tulang belakang normal, pola nafas teratur dengan jenis reguler,
tidak ada retraksi otot bantu nafas intercosta, perkusi thorax sonor, alat
bantu nafas O2 nasal kanul 3 lpm, vokal fremitus kanan dan kiri
sama, suara nafas vesikuler pada seluruh paru, tidak ada nyeri dada
saat bernapas, tidak terdapat batuk dengan sputum dan pernafasan 20
x/menit.
Pada sistem pernafasan ada kesenjangan antara tinjauan pustaka
dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak ditemukan masalah
pada sistem pernapasan apabila klien tidak memiliki komplikasi pada
sistem pernapasan karena paru paru masih bekerja secara normal dan
dapat menampung udara dengan baik.
1.1.3.2 (B2) Blood :
Pada tinjauan pustaka didapatkan pada klien dengan CVA Bleeding
tekanan darah cenderung meningkat, denyut nadi nornal , CRT <3 detik,
akral hangat, S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara tambahan (Brunner-
Suddarth, 2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan tidak ada nyeri dada, irama jantung
teratur dengan pulsasi kuat posisi midclavicula sinistra v ukuran 2 cm,
bunyi jantung : S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan,
tidak ada cianosis, tidak ada clubbing finger, jugular venous pressure
84
norml, tekanan darah 150/90 mmHg dan denyut nadi : 82 x/menit dan
denyutan kuat (lokasi penghitungan: arteri radialis).
Pada sistem kardiovaskuler tidak terdapat kesenjangan antara
tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus ditemukan
tekanan darah 150/90 mmHg. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh
darah menyempit, bocor, pecah atau tersumbat. Hal ini dapat mengganggu
aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak, jika hal ini terjadi
sel-sel dan jaringan otak pun akan mati dan menyebabkan terjadinya
stroke.
1.1.3.2 (B3) Brain
Pada tinjauan pustaka didapatkan pada CVA Bleeding, perlu dikaji
adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil, unilateral,
observasi tingkat kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologi, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat) ukuran area perfusinya tidak adekuat, ada aliran darah koleteral
(sekunder dan asesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan
lebih lengkap dibandingkan dengan pemeriksaan lain (Brunner Suddarts,
2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan kesadaran composmentis, GCS : 4-
5-6, orientasi baik, klien kooperatif, tidak ada kejang, tidak ada kaku
kuduk, tidak ada brudzinky, tidak ada nyeri kepala, tidak ada pusing,
istirahat/tidur: siang ± 4 jam/hr, malam ± 8-9 jam/hr, terdapat kelainan
nervus cranialis ke VII dan XII yaitu Nervus Fasialis karena klien tampak
85
tidak bisa atau sulit membentuk kalimat dan bibir klien sedikit miring
(pelo) dan Nervus Hipoglosus karena lidah klien sulit untuk digerakkan.,
pupil isokor, reflek cahaya : +/+ (normal).
Pada sistem persyarafan tidak ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus ditemukan klien
terdapat gangguan pada nervus cranialis ke VII dan XII yaitu Nervus
Fasialis karena klien tampak tidak bisa atau sulit membentuk kalimat dan
bibir klien sedikit miring (pelo) dan Nervus Hipoglosus karena lidah klien
sulit untuk digerakkan. Karena pada saraf kranialis yaitu fasialis dengan
memberikan sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan seperti gula,
garam dan kina klien tidak mampu, pada pemeriksaan hipoglosus Pasien
tidak dapat menjulurkan lidah dan menarik lidak kembali, dilakukan
berulang kali.
1.1.3.3 (B4) Bladder :
Pada tinjauan pustaka didapatkan klien dengan CVA Bleeding
didapatkan incontensia urine tetapi pada bladder terkadang penuh.
Biasanya klien menggunakan selang kateter (Brunner Suddarts. 2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan bentuk alat kelamin normal, alat
kelamin bersih, frekuensi berkemih tidak terkaji karena klien
menggunakan kateter, jumlah 1000 /24 jam, bau khas, warna kuning pekat,
tempat yang digunakan urine bag, alat bantu yang digunakan kateter.
Pada sistem perkemihan tidak ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus klien mengalami
kelemahan pada kedua kakinya. Stroke mungkin mengalami inkontinensia
86
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang (Muttaqin, 2012).
1.1.3.4 (B5) Bowel :
Pada tinjauan pustaka didapatkan pada perut terdapat kembung dan
juga terdapat penurunan peristaltic usus, adanya kesulitan menelan,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun,
mual muntah pada fase akut. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltic usus (Brunner Suddarts, 2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan mulut bersih, mukosa bibir lembab,
bentuk bibir normal, gigi bersih, kebiasaan gosok gigi selama di RS tidak
pernah gosok gigi, tidak ada nyeri abdomen, kebiasaan bab 4 hari sekali,
konsistensi lembek, warna kuning, bau khas, tempat yang biasa digunakan
toilet, peristaltik 15x/menit, tidak ada masalah eliminasi alvi, nafsu makan
sebelum sakit baik (3 x sehari), saat sakit baik (3 x sehari porsi habis),
jenis minuman sebelum sakit air putih sebanyak 1500cc/hari dan saat sakit
juga air putih sebanyak 1200cc/hari.
Pada sistem pencernaan ada kesenjangan antara tinjauan pustaka
dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus ditemukan bising usus klien
normal dikarenakan intake cairan dan nutrisi masih adekuat tidak
mengalami penurunan nafsu makan yang drastis, karena klien juga tidak
ada kelainan pada tenggorokan atau kerongkongan maka dari itu klien juga
tidak mengalami disfagia (susah menelan).
87
1.1.3.5 (B6) Muskuloskeletal dan integumen :
Pada tinjauan pustaka didapatkan Adanya kelemahan, kelupuhan
dan menurunnya persepsi/kognitif akibat adanya kelemahan pada salah
satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi/control otot. Adanya kesukaran
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi, mudah lelah biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, perabahan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstremitas yang sakit. (Setiono, 2014)
Pada tinjauan kasus didapatkan klien terbaring ditempat tidur,
terpasang infus di tangan kanan, kemampuan pergerakan sendi dan tungkai
(rom) bebas, kekuatan otot : 5/5 4/4, tidak ada fraktur, tidak ada dislokasi,
akral hangat, lembab, turgor baik, CRT ≤ 3 detik, tidak ada oedema, kulit
bersih, kemampuan melakukan ADL total, warna kulit sawo matang, suhu
: 36,2 oc (lokasi pengukuran: temporalis).
Pada sistem muskuloskeletal dan integumen tidak ada kesenjangan
antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus
ditemukan klien mengalami kelemahan otot pada ekstremitas bawah
sehingga klien membutuhkan bantuan dari keluarga untuk melaksanakan
aktivitas sehari-hari.
1.1.3.6 (B7) Penginderaan :
Pada tinjauan pustaka mata biasanya penglihatan klien terjadi
gangguan penglihatan atau kekaburan, pada hidung klien biasanya simetris
dan ketajaman penciuman normal, pada telinga klien biasanya simetris
kanan kiri dan tes pendengaran normal, pada indra perasa terkadang tidak
88
bisa merasakan atau membedakan pahit, manis, asin, asam. Pada indera
peraba biasanya hanya terjadi kelumpuhan saja yang tdak teraba (Brunner
Suddarts, 2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan konjungtiva tidak anemis, sklera
normal putih tidak ikterik, tidak ada palpebra, tidak ada strabismus,
ketajaman penglihatan normal, tidak menggunakan alat bantu penglihatan,
hidung normal, mukosa hidung lembab, tidak ada sekret, ketajaman
penciuman normal, tidak ada kelainan, telinga berbetuk simetris, tidak ada
keluhan, ketajaman pendengaran normal, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, perasa manis, pahit, asam, asin, peraba normal.
Pada sistem pengindraan terdapat kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus ditemukan tidak adanya
gangguan pada penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba,
karena klien terdapat kelainan pada nervus tersebut.
1.1.3.7 (B8) Endokrin :
Pada tinjauan pustaka biasanya klien tidak terjadi pembesaran kelenjar
apapun dan biasanya tidak memiliki luka gangrene (Brunner Suddarts,
2015).
Pada tinjauan kasus didapatkan tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar parotis, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada luka gangren.
Pada sistem endokrin tidak ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus ditemukan tidak ada
89
pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar parotis, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe dan tidak ada luka gangren.
4.2 Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (2009), pada tinjauan pustaka ditemukan delapan
diagnosa keperawatan, yaitu :
4.2.1 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, basospasme serebral, edema
serebral.
4.2.2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid, atau paralisis hipotonik
(awal).
4.2.3 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot
fasial/oral.
4.2.4 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.
4.2.5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan,
kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera
seerbrovaskuler.
4.2.6 Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas
(trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang
perseptual).
90
Pada tinjauan kasus ditemukan tiga diagnosa keperawatan yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK,
hambatan mobilitas fisik ditempat tidur berhubungan dengan kelemahan otot, dan
hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan tonus otot fasialis.
Pada diagnosa keperawatan ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan
tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus tidak muncul diagnosa keperawatan antara
lain ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret, hal ini disebabkan karena reflek batuk normal sehingga tidak mengalami
penumpukan sekret. Diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek
menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera
seerbrovaskuler juga tida muncul karena intake nutrisinya adekuat dan diagnosa
keperawatan gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas
(trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang
perseptual) tidak muncul dikarenakan klien tidak ada masalah gangguan
psikologisnya dan tidak stress.
4.3 Intervensi keperawatan
Pada perumusan perencanaan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus
biasanya terjadi kesenjangan yang cukup berarti karena perencanaan pada tinjauan
kasus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan TIK ada kesenjangan antara tinjauan pustaka
dengan tinjuan kasus, yaitu pada tinjauan kasus ditambahkan rencana tindakan
bina hubungan saling percaya dan jelaskan tentang penyebab dan cara mencegah
91
hipertensi dan mengobservasi penurunan kesadaran dan yang berguna untuk
meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat dan klien tidak cemas tentang
kondisinya.
Pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik ditempat
tidur berhubungan dengan kelemahan otot terjadi kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjuan kasus, yaitu pada tinjauan kasus ditambahkan rencana
tindakan jelaskan tentang manfaat mobilitas fisik ditempat tidur dan kelemahanan
otot agar klien dan keluarga klien juga memahami manfaatnya supaya mengurangi
angka terjadinya dekubitus ,beserta mengajarkan pemenuhan kebutuhan secara
mandiri sesuai kemampuan klien.
4.4 Implementasi keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari perencanaan yang telah disusun.
Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat diwujudkan karena hanya
membahas teori asuhan keperawatan. Sedangkan pada tinjauan kasus pelaksanaan
telah disusun dan diwujudkan pada pasien dan ada pendokumentasian serta
intervensi keperawatan.
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial, semua perencanaan
tindakan keperawatan telah dilakukan seperti membina hubungan saling
percaya (mengucapkan salam dengan sopan, perkenalan diri, menanyakan
nama dan memberitahukan tujuan pertemuan), Menjelaskan pada keluarga
tentang penyakitnya saat ini.
Respon : keluarga pasien paham apa yang sudah dijelaskan oleh petugas dan
dapat mengulangi kembali. Mengobservasi GCS Respon : kesadaran compos
92
mentis GCS 456. Mengobservasi TTV : TD : 170/110 mmHg, N : 72x / menit,
S : 36,4ºC, RR : 16x /menit. Mengajarkan keluarga pasien tentang pantangan
makan hipertensi Respon : anak pasien mampu melakukan dan menerapkan
pembatasan garam dan makanan kasar. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat Respon : Citicoline 250mg 2x250 mg (iv). Membantu pasien
dalam melakukan kebutuhannya Respon : pasien tampak terlihat bersih dan
diseka oleh keluarganya.
Pada diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik ditempat tidur
berhubungan dengan kelemahan otot, semua perencanaan tindakan keperawatan
telah dilakukan seperti Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang penyebab
kelemahan otot Respon : anak pasien mengatakan sudah faham karena faktor
penyakitnya dan dapat mengulangi informasi yang diberikan petugas.
Mengajarkan pasien dalam pemenuhan kebutuhan secara mandiri ,Respon : pasien
mampu mengikuti instruksi dengan tangan dan kaki diangkat semaksimal
mungkinKekuatan otot 5/5/4/4. Mengajarkan tekhnik ambulasi sesuai dengan
kebutuhan pasien, Respon : pasien mampu mendemostrasikan miring kanan kiri
meskipun sedikit sulit. Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi, Respon :
keluarga pasien tampak membantu kebutuhan posisi yang diinginkan pasien.
93
4.5 Evaluasi keperawatan
Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat dilaksanakan karena merupakan
kasus semu sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilaksanakan karena
dapat diketahui keadaan pasien dan masalahnya secara langsung.
Pada akhir evaluasi diagnosa keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK disimpulkan bahwa
masalah keperawatan pasien tidak terjadi karena sudah sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan oleh perawat yaitu tekanan darah relatif turun, kesadaran klien compos
mentis dan klien direncakan pulang. Hal ini sesuai dengan teori menurut Nur Arif
& Kusuma (2015), bahwa tujuan keperawatan dari diagnosa resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
klien sudah tidak ada peningkatan tekanan intra kranial dan keadaan klien baik
tidak pusing atau sakit kepala.
Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik ditempat tidur berhubungan
dengan kelemahan otot disimpulkan bahwa masalah keperawatan pasien teratasi
karena klien sudah mampu untu melakukan ADL secara parsial dan klien sudah
bisa miring kanan kiri bahkan bisa duduk dengan sendiri. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Nurarif & Kusuma (2015), bahwa klien sudah mampu melakukan
ADL secara parsial baik mandiri.
Hasil evaluasi pada Ny. D masih ada yang belum sesuai dengan harapan
karena ada satu masalah yang teratasi sebagian tetapi kondisi Tn. T suduh cukup
baik dari sebelumnya sehingga Tn. T dianjurkan untuk KRS. Pada saat persiapan
pemulangan pasien perawat memberikan edukasi meliputi :
1. Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien tentang hipertensi
94
2. Menjelaskan tentang pantangan makanan selama dirumah
3. Menganjurkan istirahat yang cukup dan tidak banyak fikiran
4. Menganjurkan untuk kontrol sesuai tanngalnya
5. Mengajarkan paada pasien tentang mobilisasi dini
6. Menganjurkan pasien untuk melatih otot tangan, kaki.
7. Menganjurkan untuk olahraga ringan untu melatih kekuatan otot.
95
BAB 5
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan
keperawatan secara langsung pada klien dengan diagnosa medis CVA Bleeding
diruang krissan RSUD Bangil Pasuruan, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu
asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis CVA Bleeding.
5.1 Simpulan
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan pada
Ny. D dengan diagnosa medis CVA Bleeding, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1 Fokus pengkajian pada Ny. D yaitu pada system persyarafan didapatkan
kesadaran composmentis, GCS : 4-5-6, orientasi baik, klien kooperatif, tidak ada
kejang, tidak ada kaku kuduk, tidak ada brudzinky, tidak ada nyeri kepala, tidak
ada pusing, istirahat/tidur: siang ± 4 jam/hr, malam ± 8-9 jam/hr, terdapat kelainan
nervus cranialis ke VII dan XII yaitu Nervus Fasialis karena klien tampak tidak
bisa atau sulit membentuk kalimat dan bibir klien sedikit miring (pelo) dan
Nervus Hipoglosus karena lidah klien sulit untuk digerakkan., pupil isokor, reflek
cahaya : +/+ (normal).
5.1.2 Diagnosa keperawatan prioritas pada pasien meliputi : Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK, Hambatan mobilitas fisik ditempat tidur berhubungan
dengan kelemahan otot.
96
5.1.3 Pada kedua diagnosa prioritas yang muncul pada klien dilakukan melalui
dua jenis tindakan yaitu tindakan mandiri keperawatan dan tindakan kolaborasi
dengan dokter dan ahli gizi.
5.1.4 Implementasi keperawatan dilaksanakan selama tiga hari dan semua
tindakan yang diimplementasikan kepada klien berdasarkan pada rencana
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan oleh perawat.
5.1.5 Dari kesua diagnosa prioritas yang terjadi pada Ny. D didapatkan satu
masalah teratasi, satu masalah teratasi sebagian. Kondisi Ny. D suduh cukup baik
dari sebelumnya sehingga NY. D dianjurkan untuk KRS.
5.2 Saran
Penulis memberikan saran sebagai berikut :
5.2.1 Untuk pencapaian hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan
yang baik dan keterlibatan klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
5.2.2 Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya selalu
meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya.
97
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2013),. Stroke Penyebab Kematian Ketiga dan Penyebab Cacat Utama,
http://medicastrore.com/stroke.html. Diakses 9 Januari 2014 jam 23.36
WIB.
Artiani, Ria.2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan System
Persyarafan. Jakarta : EGC.
Batticaca, Fransiska.(2012). Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan
system persyarafan. Salemba Medika, jakarta.
Brunner & suddarth. (2015). Buku Ajar keperawatan Medical-Bedah Vol 3 Edisi
8. Jakarta : EGC
Doenges,M.E.(2009). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3th ed.).
Jakarta : EGC.
Fibriani, Fitria. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Diagnosa medis
CVA Bleeding Di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan. Akper Kerta
Cendekia Sidoarjo.
Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI
Mahdian. 2010. Stroke dan Bedah Saraf. http://mitrakeluarg.com . Diakses pada
tanggal 12 agustus 2017 pukul 14.15 WIB
Maulana, H. D. J.(2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 3 (Revisi Jil). Yogyakarta :
Medication.
Nurhassanah, Dewi. 2013. Klasifikasi, Analisis, Dan Diagnosa Data
Keperaawatan. http://dewinurhasanah.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 10 Agustus 2017 pukul 13.00 WIB.
Pudiastuti, Ratna D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: nuha medika.
RISKESDAS. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) 2018.
Jakarta.
Sikawin, C. A., Mulyadi., & Palandeng. H. (2013). Pengaruh Latihan Range Of
Motion (ROM) Terhadap kekuatan Otot Pada Pasien Strokedi Irina F
Neurologi Blue RSUP Prof. Dr. R. D. Kandoumanado. Ejurnal
Keperawatan (E-Kp), I (1), 1-7
98
Setono, Wiwing. 2014. Laporan Pendahuluan Stroke
Hemoragik.http://lpkeperawatan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14
Agustus 2017 pukul 14.00 WIB
Smeltzer, Suzanne.2005. Buku Ajar Keperawatan Medekal Bedah. Jakarta : EGC.
Sulistyowati, Ririn. 2009. Pengertian Proses
Kepeawatan.http://proseskeperawatan.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 14 Agustus 2017 pukul 20.00 WIB
Wijaya. A. S. S.Kep & Putri. Y. M. S.Kep (2013). Keperawatan Medikak Bedah.
Yogyakarta.
World Health Organization, 2015. Stroe, cerebrovascular accident. Diunduh dari
www.who.int/topies/cerebrovascular_accident/en/ tanggal 11 Januari
2015.