22
159 PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014 Pelita Perkebunan 30(2) 2014, 159180 Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung Tambora, Sumbawa Characteristics of Quality Profile and Agribusiness of Robusta Coffee in Tambora Mountainside, Sumbawa Lya Aklimawati 1) , Yusianto 1) , dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia *) Corresponding author: [email protected] Abstrak Pengembangan kopi Indonesia melalui eksplorasi kekayaan daerah perlu dilakukan untuk menambah produk kopi sekaligus memperluas pasar kopi di dalam negeri dan luar negeri. Peluang ini harus dimanfaatkan sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu fisik dan profil citarasa kopi Robusta Tambora, serta untuk mengidentifikasi pola agribisnis kopi beserta permasalahannya. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu dan Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan observasi langsung dan wawancara. Data yang diambil di lapangan berupa data primer dan data sekunder. Responden penelitian berjumlah sembilan responden, yaitu tiga petani, dua pengurus kelompok tani, satu petugas lapang, satu petugas dinas, satu pedagang dan satu pengelola perkebunan besar yang diperoleh berdasarkan metode convenience sampling. Contoh kopi biji juga diambil sebanyak 11 contoh untuk dianalisis mutu fisik dan profil citarasanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu fisik kopi biji Robusta asalan yang dihasilkan petani di kawasan lereng gunung Tambora tergolong dalam kelas Mutu 4—6, adapun jumlah nilai cacat fisik terbanyak adalah biji pecah. Citarasa kopi Robusta dari lereng gunung Tambora cukup baik, sehingga kopi tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi fine robusta dengan melakukan perbaikan pada proses pascapanen. Usahatani kopi Robusta di lereng gunung Tambora dilakukan dengan pola monokultur. Rerata kepemilikan lahan seluas satu hektar per kepala keluarga dengan produktivitas rata-rata sekitar 900—1.000 kg/ha/tahun. Masalah teknis dan sosial di daerah tersebut utamanya adalah kurangnya pemeliharaan tanaman dan terbatasnya aksesibilitas terhadap modal, tenaga kerja, dan teknologi. Kata kunci: agribisnis, mutu fisik, citarasa, kopi Robusta, gunung Tambora Abstract Coffee development in Indomesia by means of optimalizing local resources needs to be done for increasing national coffee production as well as for expanding domestic and international markets. These opportunities must be used to gain benefit as a strategic action for raising farmer’s prosperity. This study was aimed to observe physical quality and flavor profile of Robusta coffee from Tambora mountainside, and to identify agribusiness coffee system applied by the farmers, including problem identification at farmer’s level. This research was carried out at Pekat Subdistrict (Dompu District) and Tambora Subdistrict (Bima District),

Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

159

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Pelita Perkebunan 30(2) 2014, 159—180

Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di LerengGunung Tambora, Sumbawa

Characteristics of Quality Profile and Agribusiness of Robusta Coffee inTambora Mountainside, Sumbawa

Lya Aklimawati1), Yusianto1), dan Surip Mawardi1)

1)Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia*) Corresponding author: [email protected]

Abstrak

Pengembangan kopi Indonesia melalui eksplorasi kekayaan daerah perludilakukan untuk menambah produk kopi sekaligus memperluas pasar kopi di dalamnegeri dan luar negeri. Peluang ini harus dimanfaatkan sebagai langkah strategisuntuk meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuimutu fisik dan profil citarasa kopi Robusta Tambora, serta untuk mengidentifikasipola agribisnis kopi beserta permasalahannya. Lokasi penelitian berada diKecamatan Pekat, Kabupaten Dompu dan Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima,Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini menggunakan metode survei denganobservasi langsung dan wawancara. Data yang diambil di lapangan berupa dataprimer dan data sekunder. Responden penelitian berjumlah sembilan responden,yaitu tiga petani, dua pengurus kelompok tani, satu petugas lapang, satu petugasdinas, satu pedagang dan satu pengelola perkebunan besar yang diperolehberdasarkan metode convenience sampling. Contoh kopi biji juga diambil sebanyak11 contoh untuk dianalisis mutu fisik dan profil citarasanya. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa mutu fisik kopi biji Robusta asalan yang dihasilkan petanidi kawasan lereng gunung Tambora tergolong dalam kelas Mutu 4—6, adapunjumlah nilai cacat fisik terbanyak adalah biji pecah. Citarasa kopi Robusta darilereng gunung Tambora cukup baik, sehingga kopi tersebut berpotensi untukdikembangkan menjadi fine robusta dengan melakukan perbaikan pada prosespascapanen. Usahatani kopi Robusta di lereng gunung Tambora dilakukan denganpola monokultur. Rerata kepemilikan lahan seluas satu hektar per kepala keluargadengan produktivitas rata-rata sekitar 900—1.000 kg/ha/tahun. Masalah teknisdan sosial di daerah tersebut utamanya adalah kurangnya pemeliharaan tanamandan terbatasnya aksesibilitas terhadap modal, tenaga kerja, dan teknologi.

Kata kunci: agribisnis, mutu fisik, citarasa, kopi Robusta, gunung Tambora

Abstract

Coffee development in Indomesia by means of optimalizing local resourcesneeds to be done for increasing national coffee production as well as for expandingdomestic and international markets. These opportunities must be used to gainbenefit as a strategic action for raising farmer’s prosperity. This study was aimedto observe physical quality and flavor profile of Robusta coffee from Tamboramountainside, and to identify agribusiness coffee system applied by the farmers,including problem identification at farmer’s level. This research was carriedout at Pekat Subdistrict (Dompu District) and Tambora Subdistrict (Bima District),

Page 2: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

160

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

West Nusa Tenggara Province. Direct observation and in-depth interviews wereconducted in this study. Data collected consisted of primary and secondary data,as well as 11 green coffee samples from farmers to be analysed its physicalquality and flavor profile. The number of respondents were nine stakeholdersconsisted of three farmers, two farmer group leaders, one field officer, one dutyofficer, one trader, and one large planter official. Respondents selection werebased on convenience sampling method. The results showed that physical qualityof coffee bean was belonged to Grade 4—6 (fair to poor quality), while brokenbeans shared the highest number of physical defects. Robusta coffee from Tamboramountainside performed good taste profile, that the coffee can be promoted tobe fine Robusta by improving post harvest handling. Robusta coffee farming at Tamboramountainside was characterized by monoculture cropping system, average of landownerships about 1 ha/household, and average productivity about 900—1,000 kggreen coffee/ha/year. Major problems on Robusta coffee farming at Tamboramountainside consisted of lack of coffee plant maintenance as well as limitedaccessibility to financing and technology.

Key words: agribusiness, physical quality, flavor, Robusta coffee, Tambora mountainside

Windiarti (2011) yang mengemukakanbahwa komoditas kopi dapat memberikankontribusi dalam hal perolehan nilai tambahbagi wilayah basis, sehingga komoditas inidapat mendukung pengembangan kegiatanperkebunan di Indonesia. Dalam lingkupmikro, usahatani kopi khususnya Robustaakan memberikan pendapatan sekitarRp9 juta/ha/tahun sedangkan usahatani kopiArabika dapat menghasilkan pendapatanmencapai Rp19 juta/ha/tahun (Ottaway,2007 cit. Saragih, 2010). Pada tahuntersebut, harga kopi Robusta Internasionalmencapai USD1,91/kg atau setaraRp17.950,-/kg, sedangkan harga kopiArabika sekitar USD2,72/kg atau setaraRp25.600,-/kg dengan nilai tukar sebesarRp9.400,-/USD (ICO, 2014). Kondisitersebut memperlihatkan bahwa pengusahaankopi dapat memberikan kontribusi yangcukup besar bagi perolehan pendapatanrumah tangga petani.

Berdasarkan wilayah pengembangannya,sentra penghasil kopi Robusta berada diwilayah Sumatera Selatan, Lampung,Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali,

PENDAHULUAN

Eksplorasi potensi pengembangan kopidi daerah sangat diperlukan guna mendukungpeningkatan kesejahteraan petani. Indone-sia mempunyai peluang yang besar dalamhal pengembangan komoditas kopi, karenaterdapat sumberdaya alam yang cukup banyaksebagai modal potensial untuk mengembang-kan komoditas tersebut. Kopi merupakankomoditas potensial yang secara luasdiusahakan oleh perkebunan rakyat danperkebunan besar. Ditinjau dari aktivitasekonominya, kopi dipandang sebagaikomoditas perkebunan yang memiliki nilaiekonomi yang tinggi dan strategis untukpemerataan pendapatan sehinggaberkontribusi cukup besar dalammeningkatkan kesejahteraan petani di daerahterpencil, menyediakan kesempatan kerja,dan memberikan pemasukan devisa negara(Budidarsono & Wijaya, 2004; Junaidi &Yamin, 2010). Dengan demikian, kopidapat dinilai sebagai komoditas perkebunanyang memberikan multiplier effect bagibeberapa sektor ekonomi lainnya. Hal tersebutdidukung dengan hasil penelitian Kusmiati &

Page 3: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

161

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Nusa Tenggara Timur dan Nusa TenggaraBarat. Sentra penghasil kopi Arabikasebagian besar diusahakan di Provinsi-provinsi Aceh, Jawa Timur, SulawesiSelatan, Bali, dan Nusa Tenggara Timur(Kusmiati & Windiarti, 2011).Pengembangan perkebunan kopi telahdigalakkan Pemerintah dengan tujuan utamauntuk meningkatkan pen-dapatan para petanikopi. Hasil penelitian Alam (2007)menyebutkan bahwa daerah Sulawesi Selatanmerupakan salah satu daerah yang memilikipeluang pengembangan yang menguntungkanbagi usahatani kopi baik kopi Robusta maupunkopi Arabika, sehingga komoditas tersebutdapat bersaing di pasar internasional. Potensipengembangan kopi Robusta dapat dilakukandi wilayah Sumatera Selatan dan Lampung,karena komoditas kopi pada kedua wilayahtersebut termasuk komoditas andalan bagipendapatan rumah tangga petani danmerupakan mata pencaharian utama sejaklebih dari satu abad yang lalu (Budidarsono& Wijaya, 2004; Junaidi & Yamin, 2010).

Merujuk pada wilayah pengembangankopi tersebut, daerah potensial lain untukpengembangan kopi utamanya kopi Robustaadalah Nusa Tenggara Barat. Sejalan denganarah pengembangan kopi Robusta olehpemerintah Nusa Tenggara Barat, kawasanlereng gunung Tambora merupakan daerahsasaran utama yang difokuskan untukmengembangkan kopi Robusta. Kawasan iniberpotensi tinggi untuk pengembangan kopiRobusta rakyat, sehingga dapat meningkatkanpendapatan petani melalui peningkatanproduktivitas dan mutu. Sebagian besarmasyarakat di kawasan tersebut, me-ngusahakan tanaman kopi Robusta sebagaikomoditas andalan yang menjadi sumberpendapatan utama keluarga di sampingusahatani tanaman semusim dan beternak.

Meskipun sebagian besar masyarakatsudah membudidayakan kopi cukup lamasecara turun-temurun, akan tetapi aplikasi

teknologi mulai dari teknis budidaya hinggapengolahan dan pemasaran yang efisien hasilkopi petani masih perlu ditingkatkan. Disamping banyak kendala yang dihadapipetani, terdapat pula potensi yang tinggiuntuk meningkatkan daya saing komoditaskopi yang dihasilkan petani. Dalam rangkapeningkatan daya saing kopi rakyat tersebut,perlu dilakukan sinkronisasi antara programpengembangan dengan sumberdaya setempatdan kearifan lokal agar dapat terciptakeunggulan komparatif dan kompetitif yangmendasarkan pada kekayaan alam lokal.Peningkatan daya saing kopi Robusta dikawasan tersebut merupakan upaya strategisuntuk memperluas pangsa pasar domestikdan internasional (Santoso, 2006; Soetriono,2009). Penelitian ini hendak mengungkappotensi sumberdaya alam dan karakteristikpetani kopi Robusta di kawasan Tamboradengan tujuan untuk mengetahui mutu fisikdan profil citarasa kopi Robusta Tamboraserta untuk mengidentifikasi pola agribisniskopi beserta permasalahannya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metodesurvei dengan cara melakukan observasilangsung di lapangan. Pengumpulan datapada survei ini mendasarkan pada prinsiptriangulasi meliputi analisis secara kualitatif,tabulasi silang, dan analisis isi. Aspek yangdilihat dalam penelitian ini lebih ditekankandalam mengangkat kasus yang spesifik secaramendalam (in-depth), bukan di-tekankanpada banyaknya contoh (sample). Untukmengetahui karakteristik agribisnis, mutu,serta masalah pada agribisnis kopi Robustarakyat, maka pengembangan analisis yangdilakukan adalah analisis dalam dan analisisluar. Analisis dalam ditujukan untukmengidentifikasi dan menjelaskan secaradeskriptif mengenai keragaan usahatanikopi, rantai pasok, kelembagaan petani,

Page 4: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

162

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

aksesibilitas terhadap faktor produksi danpermasalahan yang dihadapi petani. Analisisluar digunakan untuk menganalisis hubunganbeberapa aspek, di antaranya aspek sosialdan aspek teknis secara interdisipliner(Pattinama, 2005 cit. Pattinama, 2009).

Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lapangandilakukan dengan wawancara secaramendalam (in-depth interview) danpengamatan lapang untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Sumber databerasal dari data primer dan data sekunder.Teknik pengambilan responden untukmendapatkan data primer melaluipendekatan non-probability sampling denganmenggunakan metode convenience sampling(pemilihan contoh berdasarkan kemudahan).Penggunaan metode ini dapat memberikankebebasan bagi peneliti untuk memilih contohyang paling cepat dan mudah diwawancarai(Oktaviani & Suryana, 2006). Selanjutnya,penentuan responden sasaran didasarkan atasinformasi awal dari informan kunci dankondisi di lapangan. Data primer diperolehmelalui wawancara sebanyak tiga orangpetani, dua orang pengurus kelompok tani,satu orang petugas lapang, satu orangpetugas dinas, satu orang pedagang, dan satuorang pengelola perkebunan besar. Dataprimer dan informasi yang digali meliputikondisi pertanaman kopi, pengelolaan usahatanikopi, pengolahan pasca panen, sistemperdagangan, kelembagaan petani, sumber-sumber pendapatan petani, dan kebijakanpemerintah setempat terhadap komoditas kopi.Adapun data sekunder diperoleh melaluipengumpulan data statistik berupa luas lahan,produktivitas, kondisi wilayah, dan data lainnyadari instansi terkait berupa data luas tanamdan jumlah produksi, baik di tingkat ProvinsiNusa Tenggara Barat (NTB) maupun diKabupaten Dompu dan Kabupaten Bima.

Lokasi Penelitian

Lokasi survei dipilih dan ditentukansecara sengaja atas dasar pertimbangan bahwalokasi terpilih merupakan sentra produksikopi dan termasuk ke dalam programpengembangan kopi di wilayah NTB, yaitudi lereng gunung Tambora yang meliputiKabupaten Dompu dan Kabupaten Bima.Berdasarkan lokasi survei terpilih tersebutselanjutnya dilakukan penentuan lokasipengambilan contoh dan responden.Mengingat keterbatasan rentang wilayahriset, waktu dan tenaga, responden terpilihberada di Desa Tambora, Kecamatan Pekat,Kabupaten Dompu dan Kecamatan Tambora,Kabupaten Bima.

Pengambilan Contoh Kopi Biji Asalandan Analisis Mutu

Dalam penelitian ini, sampel kopi bijidiambil sebanyak 1 kg kopi biji asalan darimasing-masing petani dan pedagang. Contohkopi biji tersebut dianalisis mutu fisik dancitarasa di Laboratorium Mutu Kopi danKakao, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao In-donesia. Masing-masing contoh kopi bijidiberi kode sesuai dengan asal daerahnya.Kriteria penilaian mutu fisik biji kopimenggunakan standar SNI 01-2907-2008.Adapun analisis citarasa dilakukan oleh parapanelis ahli di Pusat Penelitian Kopi danKakao Indonesia dengan cara meng-identifikasi adanya cacat rasa dan komponen-komponen citarasa utama. Komponen-komponen citarasa kopi Robusta meliputifragrance dan aroma, flavor, body, rasiobitterness/sweetness, rasio acidy/salty, aftertaste, balance, cleanness, dan uniformity.Analisis citarasa dilakukan pada contoh kopiasalan (tanpa sortasi sama sekali) dan kopibiji yang telah dibuat dalam kelas mutu 1menurut SNI (jumlah nilai cacat fisik kurangdari 11). Proses sortasi contoh kopi asalan

Page 5: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

163

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

menjadi mutu 1 dilakukan di LaboratoriumMutu Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopidan Kakao Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pertanaman Kopi

Kebun kopi di kawasan Tambora beradadalam satu hamparan walaupun terbentangdi dua wilayah kabupaten, yaitu Dompu danBima. Pengelolaan kebun di kawasan inisebagian besar dilakukan oleh petani. Parapetani masih mengelola usahatani kopi secarasubsisten, sehingga hasil produksi yangdiperoleh hanya digunakan untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-hari. Pada kawasanini juga terdapat satu perkebunan besarswasta yang memiliki Hak Guna Usaha(HGU) seluas 500 ha, tetapi dalam keadaanterlantar karena pengelolaan kebun terhentipada tahun 2001. Pada akhirnya, kebuntersebut diambil pengelolaannya olehpemerintah Kabupaten Bima. Meskipun hakpengelolaan kebun dipegang pemerintahdaerah, namun masyarakat sekitar khususnyapetani dapat memanfaatkan dan mengelolakebun kopi tersebut sebagai sumberpendapatan mereka. Peran perusahaan swastatersebut cukup besar karena mengawalipenanaman kopi rakyat dan bertindak sebagaisumber bibit dan sumber teknologi bagimasyarakat petani di sekitar kebun.

Areal pertanaman kopi rakyat diKabupaten Dompu terpusat di KecamatanPekat dengan presentase sebesar 99,84%terhadap total luas areal tanaman. Sementaraitu, pertanaman kopi rakyat di KabupatenBima sebagian besar berada di KecamatanTambora dengan persentase sebesar 87,33%terhadap total luas areal tanaman kopi(Disbun NTB, 2011). Hal ini menunjukkanbahwa pada masing-masing kabupaten hanyaterdapat satu wilayah potensial untuk

mengembangkan komoditas kopi petani.Pemusatan kawasan pedesaan dan pertanamankopi yang berpotensi tinggi ini dapatmemudahkan dalam hal diseminasi teknologibaik pada aspek budidaya maupun aspekpemasaran. Diseminasi teknologi melaluipenyuluhan akan lebih efektif dan efisienapabila petani bermukim di daerah yangberdekatan.

Pengolahan Pascapanen

Aplikasi pemetikan buah kopi yangdilakukan petani masih sangat bervariasi,yaitu dengan cara petik racutan dan petikmerah. Meskipun petani menerapkan petikmerah, cara pemetikannya dapat dikatakanbelum optimal karena persentase buah merahberkisar 70% terhadap total produksigelondong segar dalam satu kali pemanenan.Dalam satu musim panen kopi, petanimelakukan pemanenan sebanyak 3 kali.Pengolahan pascapanen hulu yang diterapkanpetani pada lokasi penelitian adalahpengolahan kopi secara kering (dry process).Petani umumnya menyimpan buah kopi hasilpanen selama satu malam sebelum dilakukanpengolahan. Dalam pengolahan kopi secarakering, petani melakukan penjemuran dalambentuk kopi gelondong atau kopi pecahkulit. Sarana penjemuran yang digunakanberupa terpal atau kopi langsung dijemurdi atas tanah. Proporsi petani yangmelakukan penjemuran di atas tanah sekitar70%. Hal ini disebabkan adanya keterbatasandalam kepemilikan terpal dan lantai jemur.Lama penjemuran berlangsung dalam kurunwaktu sekitar 7 hari. Besarnya biayapengolahan kopi secara kering sekitarRp864,44,-/kg kopi biji.

Teknologi pengolahan yang di-implementasikan petani masih sederhana,karena alat mesin pengupas kulit kopi(huller) dan mesin pembersih kulit ari(polisher) tergolong mesin dengan desain

Page 6: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

164

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

lama yang merupakan mesin buatanScotlandia. Kedua mesin tersebut tersusunatas unit pengupas kulit dan motor penggerakyang letaknya terpisah sehingga penggunaanbahan bakar lebih banyak dan tidak efisien.Unit pengupas dan motor penggerak dalamsatu mesin dihubungkan dengan belt trans-mission. Ketersediaan fasilitas pengolahanyang kurang memadai tersebut menyebabkanproses pengolahan biji kopi membutuhkankurun waktu yang relatif lebih lama sebagaiakibat rendahnya kinerja mesin. Di sisi lain,penggunaan mesin tersebut menyebabkanpersentase biji pecah dan kurang bersih darikulit relatif banyak.

Pada tahap penyimpanan, petanimenyimpan kopi dalam bentuk gelondongkering dan kopi biji. Penyimpanan dalambentuk gelondong kering dilakukan apabilalama penyimpanan lebih dari dua bulan,sedangkan penyimpanan dalam bentuk kopibiji ditujukan untuk memenuhi kebutuhanhidup sehari-hari. Kemasan yang digunakanpetani pada saat penyimpanan berupakarung plastik anyaman. Kondisipenyimpanan di gudang umumnyatumpukan kopi diatur sedemikian rupa diatas lantai semen tanpa menggunakan alaskayu. Tumpukan kopi menempel padadinding sehingga tidak ada jarak antaradinding dengan tumpukan kopi.

Selain pengolahan pasca panen hulu,terdapat kelompok tani yang telah mampumemproduksi produk hilir kopi dalam bentukkopi bubuk. Salah satu kelompok tanitersebut adalah kelompok tani “Lumba Sena”yang berlokasi di Desa Tambora, KecamatanPekat, Kabupaten Dompu. Fasilitaspengolahan hilir yang dimiliki kelompok tanitersebut berupa alat mesin sangrai dan mesinpembubuk kopi. Kopi bubuk hasil olahanpetani tersebut telah dikemas menggunakanalumunium foil dan dijual pada pasar lokal.Meskipun demikian, kelompok tani belum

memiliki merek dagang dalam memasarkanproduk kopi bubuknya.

Hasil Analisis Mutu Fisik dan Citarasa

Berdasarkan hasil analisis mutu fisikkopi Robusta, dapat dikatakan bahwa kopiasalan yang dihasilkan petani di lerenggunung Tambora sudah cukup kering. PadaTabel 1 tampak bahwa sebagian besar kopibiji petani memiliki kadar air di bawahambang maksimum kadar air sesuaiketentuan SNI 01-2907-2008 sebesar 12,5%.Kadar air yang melebihi batas maksimumSNI hanya 4 contoh, dengan kadar air antara13,1%—14,1%. Namun, nilai kadar airtersebut masih jauh lebih rendahdibandingkan dengan kopi Robusta asalandari kawasan produksi di Sumatera yangumumnya memiliki kadar air pada kisaran16%—18% sebagai akibat penundaan prosespengeringan (Buana & Hermansyah, 1990cit. Sri-Mulato et al., 1993). Pengeringanmerupakan salah satu tahapan pengolahanyang menjadi faktor penyebab dalammenurunkan mutu kopi biji (Widyotomo &Sri-Mulato, 2000). Salah satu faktor pentingyang mendukung tercapainya tingkatkekeringan kopi biji yang dihasilkan petanidi lereng gunung Tambora adalah kondisiwilayah, karena kawasan tersebut terletakdi daerah pegunungan yang beriklim kering.Musim panen kopi berlangsung pada bulanApril–Juli yang bersamaan dengan musimkering, sehingga para petani dapatmengeringkan kopi gelondong dengan baik.Dalam proses pengeringan, petani telahmenggunakan fasilitas penjemuran berupalantai jemur dan alas terpal. Ketersediaanfasilitas pengeringan yang kurang memadaiakan menyebabkan tidak terpenuhinya tigakriteria jaminan mutu produk akhir yangbaik berdasarkan aspek kenampakan, citarasa,dan kebersihan (Susila, 1994 cit.Atmawinata et al.,1997).

Page 7: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

165

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Kadar kotoran pada kopi Robusta asalantergolong tinggi yang berkisar antara 0,7%—3,1%, yang mana angka tersebut melebihibatas maksimum kadar kotoran sesuaiketentuan SNI. Akan tetapi, kadar kotorantersebut secara umum masih lebih rendahjika dibanding dengan kopi Robusta asalandari daerah lain yang mencapai sekitar 5%.Tingginya kadar kotoran pada kopi bijirakyat dapat disebabkan proses sortasi baikbuah kopi maupun kopi biji tidak dilakukanpetani. Hasil analisis jumlah nilai cacatcontoh kopi Robusta asalan berkisar antara86,0—221,2, sehingga kelas mutu berdasarketentuan SNI tergolong dalam mutu 4sampai dengan mutu 6. Berdasarkan datatersebut, dapat dikatakan bahwa mutu kopiRobusta asalan dari lereng Tambora termasukdalam kelas mutu yang cukup bagus, jikadibandingkan dengan mutu kopi Robustaasalan dari daerah penghasil utama diSumatra Bagian Selatan yang masih banyakmemiliki kelas mutu. Hal ini terutama karenapara petani telah menerapkan praktekbercocok tanam yang baik (GAP), carapetik, dan cara pengolahan pasca panen yangcukup baik.

Dalam analisis mutu fisik, jugadilakukan pengamatan terhadap ukuran kopibiji. Pengamatan ukuran kopi biji ber-dasarkan ketentuan SNI 01-2907-2008diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaituukuran besar (large), ukuran sedang (medium)dan ukuran kecil (small). Pada Tabel 2.dapat diketahui bahwa sebagian besar kopibiji dari kawasan lereng gunung Tamboratergolong dalam ukuran besar sebanyak18,4%, ukuran sedang sebanyak 42,3%, danukuran kecil sebanyak 25,8%. Kopi biji yangberukuran lebih kecil dari kriteria ukurankecil (lolos ayak dengan diameter 5,5 mm)sebanyak 13,5%, terdiri atas biji ukuransangat kecil dan biji pecah. Keseragamanukuran biji merupakan salah satu kriteriamutu umum yang menjadi pertimbangankonsumen untuk membeli kopi biji. Padaumumnya pemilahan ukuran biji inidilakukan dengan sortasi secara manualsehingga akan membutuhkan banyak tenagakerja dan biaya yang relatif tinggi. Keduafaktor tersebut yang menyebabkan petanitidak melakukan penyortiran terhadap kopibiji hasil produksinya.

Tabel 1. Hasil analisis mutu fisik dan kelas mutu kopi Robusta asalan dari kawasan lereng gunung Tambora

Table 1. Results of physical quality and grading analysis of unsorted Robusta coffee in Tambora mountainside

Garuda 1 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 13.1 2.1 174.6 5Garuda 2 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 13.0 0.7 143.2 6Garuda 3 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 14.1 1.1 143.2 5Garuda 4 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 13.7 2.7 218.1 6Bhineka 1 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.6 3.1 221.2 6Bhineka 2 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.5 2.8 213.1 6Pancasila 1 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.5 2.4 140.5 5Pancasila 2 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.2 2.2 86.0 4Siladarma 1 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.5 2.2 134.8 5Tambora 1 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.0 1.4 120.8 5Tambora 2 Tidak ada (None) Tidak ada (None) 11.3 2.2 151.5 5Syarat SNI Tidak ada (None) Tidak ada (None) Maks. 12.5 Maks. 0.5 - -

Kode contohSample code

Indikator mutu fisikPhysical quality indicator

Serangga hidupInsect

Biji berbaubusuk/kapang

Moldy

Kadar airMoisture content

(%)

Kadar kotoranDefect content

(%)

Jumlah nilai cacatValue of defects

Kelas mutuGrade

Page 8: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

166

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

Menurut klasifikasi jenis cacat sesuaiketentuan SNI, biji pecah dan kulit kopiternyata memberikan kontribusi utamaterhadap jumlah cacat fisik kopi Robustaasalan dari kawasan lereng gunungTambora. Kedua cacat tersebut jugaditemukan pada seluruh contoh yang diamati.Tingginya nilai cacat pada biji pecah dankulit kopi dapat diakibatkan kinerja mesinpengupas (huller machine) kurang baikterutama dalam hal pengaturan mesin dankomponen rusak. Disamping kurangefektifnya kinerja mesin, kedua cacattersebut disebabkan proses sortasi tidakdilakukan sehingga biji pecah banyakditemukan dan kulit kopi tidak dibersihkan(Mulato & Suharyanto, 2012). Hal tersebutjuga didukung informasi dari beberaparesponden yang mengungkapkan bahwakinerja beberapa mesin penggerbus kopigelondong kering yang ada di kawasan inikurang bagus, sehingga banyak dihasilkanbiji pecah, kurang bersih, dan lama. Mesinpenggerbus yang digunakan petani memilikikapasitas giling per hari hanya sekitar 500 kg.

Keberadaan biji coklat dan biji hitamjuga merupakan penyebab cacat fisik yang

cukup penting. Biji coklat dapat disebabkanpemanenan buah kopi yang belum masak danadanya serangan hama pada saat buah muda.Sementara itu, biji hitam dapat disebabkanoleh buah kering di pohon buah merahterperam setelah petik, adanya seranganjamur, serangan hama pada saat buah muda.Secara umum, faktor penyebab biji coklatdan biji hitam tersebut berasal dari faktorkondisi kebun maupun akibat dari panen dinidan penundaan proses pengolahan (Boot,2005). Jumlah biji coklat dan biji hitamdapat dikurangi dengan cara memperbaikicara petik dan melakukan sortasi buah secaramanual.

Biji berlubang merupakan penyebab cacatfisik biji yang berperan cukup penting, baikberlubang satu maupun berlubang lebih darisatu. Biji berlubang tersebut disebabkanadanya serangan hama penggerek buah kopi(Hypothenemus hampei) sehingga kondisikebun merupakan faktor yang palingberpengaruh. Serangan hama tersebut dapatdikendalikan dengan cara sanitasi danpenurunan populasi. Sanitasi dapat dilakukandengan cara melakukan petik awal buahterserang, rampasan (memetik seluruh buah

Tabel 2. Ukuran biji kopi Robusta dari kawasan lereng gunung Tambora

Table 2. Robusta bean size from Tambora mountainside area

Keterangan (Note): Data biji ukuran sangat kecil (lolos ayakan 5,5 mm) tidak dicantumkan [Data of smallest bean size(5.5 mm sieve) are not included].

Kode contohSample code

Persentase ukuran biji , %Percentage of bean size, %

Besar (L)Large (L)

Sedang (M)Medium (M)

Kecil (S)Small (S)

Garuda 1 6.7 38.1 49.2Garuda 2 26.6 48.2 21.5Garuda 3 24.6 51.2 19.4Garuda 4 21.9 41.7 19.6Bhineka 1 14.7 43.5 25.4Bhineka 2 30.3 48.2 17.9Pancasila 1 6.7 33.8 33.6Pancasila 2 27.8 40.7 11.1Siladarma 1 7.5 28.6 33.0Tambora 1 19.1 42.6 29.3Tambora 2 16.6 48.6 23.8Rerata (Average) 18.4 42,3 25.8

Page 9: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

167

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

pada akhir panen), dan lelesan (mengambilseluruh buah jatuh di tanah pada akhir panen).Selain sebagai penyebab kopi biji berlubang,serangan hama penggerek buah juga dapatmenyebabkan jenis cacat berupa biji pecahkarena rapuh, dan biji hitam pecah terutamapada biji berlubang banyak. Jenis-jenis cacatutama yang sangat berpengaruh terhadap mutufisik kopi Robusta asalan dari lereng gunungTambora terlihat pada Tabel 3.

Dalam pengujian citarasa, kopi bijidikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu kopiRobusta asalan dan kopi Robusta mutu 1.Hasil uji citarasa menunjukkan bahwacitarasa antar contoh kopi Robusta asalanberbeda antara satu dengan yang lainnya.Nilai citarasa kopi Robusta asalan darikawasan lereng Tambora masih lebih rendahdibandingkan dengan nilai citarasa kopi JavaRobusta WIB (hasil olah basah) dari JawaTimur yang digunakan sebagai referensi.Pada Gambar 1. tampak bahwa hanyaterdapat dua contoh kopi (Garuda 2 danGaruda 3) yang memiliki citarasa jelek,sedangkan contoh lainnya memiliki citarasacukup. Tahap selanjutnya, kopi Robustaasalan tersebut disortasi dan dijadikan dalamkelas mutu 1 sesuai ketentuan SNI. Adanyaperubahan kelas mutu ini diketahui dapatmemperbaiki mutu citarasa secara signifikan,

yang semula memiliki citarasa jelek-cukupmenjadi citarasa cukup-baik. Pembuatankelas mutu 1 pada kopi Robusta asalantersebut dilakukan melalui sortasi dengancara menghilangkan biji pecah, kulit kopi,biji hitam, biji coklat, dan biji berlubanglebih dari satu. Perbaikan citarasa tersebutdapat dilihat pada Gambar 1.

Hal yang perlu mendapat perhatiandalam analisis citarasa ini adalah terdapat6 (enam) contoh kopi Robusta mutu 1 yangmemiliki citarasa sama atau melebihi citarasakopi Java Robusta WIB yang digunakansebagai referensi. Dalam hal ini, kopi JavaRobusta WIB telah lama dikenal sebagai fineRobusta coffee di pasar dunia. Dengandemikian, berdasarkan hasil analisis citarasaini dapat diketahui bahwa kopi biji darikawasan lereng gunung Tambora berpotensiuntuk menghasilkan fine Robusta.

Ditilik dari segi profil citarasa, unsur-unsur yang diamati dalam analisis ini adalahfragrance (bau serbuk kopi kering), aroma(bau kopi setelah diseduh), flavor (perpaduanantara bau dan rasa kopi setelah diseduh),body (rasa kental di mulut seduhan kopi),bitterness (rasa pahit), astringent (rasa kelat/sepat), after taste (sensasi pasca mencicip),cleanness (sensasi kebersihan seduhan kopi),dan balance (keseimbangan antar komponen-

Tabel 3. Jenis-jenis cacat yang paling mempengaruhi mutu fisik kopi biji dari kawasan gunung Tambora

Table 3. Type of defects which are most affecting the physical quality of coffee bean from Tambora mountainside area

Keterangan (Note): * Biji pecah ditemukan pada 11 contoh dari 11 contoh kopi biji, dst. (* Broken beans was found in 11samples out of 11 coffee beans samples, and so on).

Biji pecah (Broken beans) 34,4 11/11 100Kulit kopi (Husk coffee) 36,1 10/11 90,9Biji coklat (Brown beans) 9,8 7/11 63,6Biji hitam (Black beans) 9,1 6/11 54,5Biji berlubang 1 (Beans with one hole) 8,9 6/11 54,5Biji berlubang >1 (Beans with more than one hole) 7,8 4/11 36,4Biji hitam sebagian (Partly black beans) 8,1 3/11 27,3Biji hitam pecah (Broken black beans) 0,6 1/11 9,1

Jenis cacat fisikType of defects

Rerata nilai cacat fisikAverage value

of defects

Jumlah contoh *ditemukan jenis

cacat fisikNumber of

defected sample

Persen contohyang memilikijenis cacat fisikPercentage of

defected sample

Page 10: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

168

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

komponen bau dan rasa), serta preference(kesukaan) panelis. Pada Gambar 2 terlihatbahwa sebagian besar unsur-unsur citarasatersebut memiliki tanda positif, selain unsurastringent dan bitterness yang bertandanegatif. Unsur astringent yang bertandanegatif mengintepretasikan semakin tingginilai astringent di dalam diagram radar makarasanya semakin tidak kelat/sepat. Begitupula pada unsur bitterness, dapatdiinterpretasikan semakin tinggi angka bit-terness di dalam diagram radar maka rasakopi semakin tidak pahit.

Pada Gambar 2 juga menginterpretasikanbahwa perlakuan sortasi pada kopi asalanmenjadi mutu 1 akan memperbaiki unsur-unsur citarasa fragrance, aroma, flavor, aftertaste, cleanness, balance, dan preferencesecara nyata. Disamping itu, terdapat unsur-unsur citarasa yang relatif tetap antara lainastringent, body, dan bitterness. Hasil analisisini mengindikasikan bahwa ketiga sifattersebut merupakan karakter kopi Robusta dari

kawasan lereng gunung Tambora. Selainunsur-unsur citarasa yang digambarkan dalamdiagram radar tersebut, ditemukan pula sifat-sifat positif lain pada kopi Robusta mutu 1dari lereng gunung Tambora yang meliputimild (terasa halus), chocolate (sensasi rasacoklat), caramel (bau gula gosong), dan acidy(sensasi rasa asam rendah).

Pada kopi Robusta mutu 1 jugamemperlihatkan adanya variasi profil citarasaantar contoh yang meliputi citarasa terbaik,citarasa rata-rata dan citarasa terendah.Secara umum, perbedaan profil citarasapada contoh kopi dengan skor citarasatertinggi dan terendah secara kualitatifmeliputi unsur cleanness (kebersihan),balance (keseimbangan rasa), after taste(kesan citarasa pascacicip), dan preference(kesukaan panelis). Profil citarasa padacontoh kopi dengan skor citarasa sedang,terdapat perbedaan pada unsur bitterness(rasa pahit), astringent (rasa sepat/kelat),dan flavor (perisa). Meskipun terdapat

Bhi

neka

2

Sila

darm

a 1

Panc

asila

2

Gar

uda

4

Panc

asila

1

Bhi

neka

1

Tam

bora

2

Gar

uda

3

Gar

uda

2

Gar

uda

1

Rob

NT

B A

sala

n

Java

Rob

WIB

Kopi asalanUnsortedcoffee

Tam

bora

1

Kopi mutu 1Grade 1coffee

Nila

i ci

tara

sa (

Flav

or s

core

)

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

Keterangan (Notes):0 - 10 = Tidak layak minum (inconsumable), 11 - 30 = sangat jelek (very bad), 31 - 50 = jelek (bad),51 - 70 = cukup (neutral), 71 - 90 = baik (good), 91 - 100 = sangat baik (excellent).

Gambar 1. Perbandingan citarasa antara kopi Robusta asalan dan mutu 1Figure 1. Flavor comparison between unsorted and grade 1 Robusta coffee

Page 11: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

169

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

perbedaan profil citarasa, diketahui pulabahwa beberapa contoh kopi secara umummempunyai kesamaan pada unsur citarasabody (kekentalan), fragrance (bau serbukkering), dan aroma (bau kopi diseduh).Variasi profil citarasa antar contoh kopitersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Berdasar pada cacat citarasa, hasilpengujian contoh-contoh kopi memiliki 9cacat citarasa, baik yang sifatnya mayormaupun minor. Cacat citarasa pada contohkopi dengan kategori mayor meliputi stinker,moldy, dan earthy. Cacat rasa stinker yangditemukan pada contoh kopi mempunyaifrekuensi yang sangat rendah. Hal ini dapatdisebabkan sebagian besar petani tidakmelakukan pemeraman buah. Prosespemeraman akan menyebabkan pembusukanpada kulit buah, sehingga menimbulkan baubusuk yang dapat terserap oleh biji kopi.Pemeraman dalam waktu singkat tanpaterjadi pembusukan kulit buah, maka dapat

menimbulkan cacat citarasa yang berupawiney. Cacat citarasa kategori mayor yanglain terutama moldy dan earthy, merupakancacat rasa yang disebabkan prosespenjemuran dan penyimpanan yang kurangbaik. Cacat rasa moldy dapat disebabkanketebalan biji yang terlalu tebal dankekurangan pembalikan pada prosespenjemuran, kurangnya sinar matahari padaproses pengeringan dan tingginya kadar airpada saat penyimpanan. Cacat rasa earthydapat diakibatkan penjemuran kopi di atastanah, banyak tercampur buah kering dipohon, dan penyimpanan yang kurang bersih(Boot, 2005).

Cacat citarasa minor yang ditimbulkancontoh-contoh kopi meliputi winey, grassy,harsh, woody, burn, rubbery. Cacat citarasagrassy dan harsh diduga merupakan karakterkopi Robusta dari lereng Tambora, karenacacat rasa tersebut tetap muncul meskipunkopi biji sudah dijadikan mutu 1. Namun,

Keterangan (Note): FRA: fragrance, ARO: aroma, FLA: flavor, BOD: body, BIT: bitterness, AST: astringent,ATS: after taste, CLE: cleanness, BAL: balance, PRE: preference.

Gambar 2. Spider web profil citarasa kopi Robusta asalan dan mutu 1 dari kawasan lereng TamboraFigure 2. Spider web of flavor profiles of unsorted and grade 1 Robusta coffee from Tambora

mountainside area

Asalan (Unsorted) Mutu (Grade) 1

BIT

BOD

FLA

ARO

FRA

PRE

BAL

CLE

ATS

AST

Page 12: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

170

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

penetapan unsur-unsur tersebut sebagaikarakter citarasa masih diperlukan penelitianuji citarasa yang lebih mendalam. Cacatcitarasa woody, burn, dan rubberydisebabkan banyaknya biji pecah dan kurangbersih yang terdapat pada kopi asalan. Akantetapi, cacat-cacat rasa tersebut menghilangpada saat pembuatan kopi biji asalan menjadimutu 1. Kurang bersihnya kopi biji asalantersebut terutama disebabkan kinerja mesinpenggerbus buah kering (huller) kurangbaik, penjemuran kurang baik, danpenyimpanan kopi biji dengan kadar airmasih tinggi (>14%).

Keragaan Usahatani Kopi Rakyat

Berdasarkan ketinggian tempat,perkebunan kopi milik petani di DesaTambora terletak pada ketinggian antara370—472 m dpl., sedangkan kebun kopieksperusahaan swasta berada pada ketinggiansekitar 650 m dpl. Kopi Robusta rakyatditanam pada tanah vulkanik hasil erupsi

gunung Tambora pada tahun 1815, adapunjenis tanahnya sebagian besar Andisol danUltisol. Tekstur tanahnya ringan dankesuburan tanahnya cukup baik. Kawasanini tergolong memiliki iklim kering denganjumlah bulan kering antara 7—8 bulan(Datin-P2MKT, 2013). Tanaman kopi yangditanam pada tanah vulkanik ini memberikandampak positif bagi pertumbuhan tanaman,karena jenis tanah tersebut merupakan hasilpelapukan materi dari letusan gunung berapiyang mengandung bahan organik/unsur haradan mineral tinggi sehingga menyuburkantanaman. Pada umumnya, jenis tanahvulkanik terdapat di sekitar lereng gunungberapi (Sudaryo & Sutjipto, 2009).Dipandang dari sistem pengelolaan usahatani,para petani membudidayakan kopi secaraturun temurun dengan cara yang masihsederhana. Profil usahatani yang dilakukanoleh petani di wilayah survei dapat dilihatpada Tabel 4.

Berdasarkan identifikasi keragaanusahatani di lokasi penelitian pada Tabel 4,

AST

ATS BIT

BOD

FLA

ARO

FRA

PRE

BAL

CLE

RerataAverage

TinggiHight

Keterangan (Note): FRA: fragrance, ARO: aroma, FLA: flavor, BOD: body, BIT: bitterness, AST: astringent,ATS: after taste, CLE: cleanness, BAL: balance, PRE: preference.

Gambar 3. Spider web keragaman profil citarasa kopi Robusta mutu 1 dari kawasan lereng gunung TamboraFigure 3. Spider web of flavor profiles variety of unsorted and grade 1 Robusta coffee from Tambora

mountaiside area

RendahLow

Page 13: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

171

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

diketahui bahwa sebagian besar para petanimenerapkan pola tanam dengan sistemmonokultur. Pola tanam ini diduga sebagaihasil adopsi teknologi yang dilakukan petanidari perkebunan besar swasta yang pernahada. Pola tanam monokultur sangat rentanterhadap risiko usahatani, khususnyakehilangan hasil sebagai akibat pengaruhfaktor iklim dan fluktuasi harga akibatadanya perubahan nilai tukar mata uang.Selain itu, pola monokultur ini juga akanberdampak pada pengurasan unsur-unsur haradi dalam tanah yang berlangsung lebih cepat,meskipun dalam implementasinya akanmemberikan produksi yang baik. Dengandemikian, petani yang menerapkan polamonokultur harus memberikan tambahanasupan hara berupa pupuk anorganik ataupupuk organik agar masa perolehan produksikopi yang tinggi menjadi lebih lama (Verbistet al., 2004).

Di samping menerapkan pola mono-kultur, sebagian besar petani hanyamenggunakan dadap (Erythrina sp.) sebagaitanaman penaung dan sebagian kecil petaniyang menggunakan gamal (Gliricidia sp.)dan lamtoro (Leucaena sp.). Ketiga tanaman

penaung tersebut merupakan tanaman yangtergolong dalam keluarga Leguminosae yangdiketahui memiliki manfaat dalammeningkatkan masukan bahan organik,menyerap unsur-unsur hara, menekan erositanah, dan dapat berfungsi sebagai pupukhijau yang berasal dari guguran seresahdaun. Pemilihan tanaman Leguminosaesebagai pelindung teknis dalam budidayakopi pada prinsipnya ditujukan untukmempertahankan kesuburan tanah(Abdoellah, 2013; Evizal et al., 2012a;Evizal et al., 2012b). Meskipun tanamanLeguminosae mempunyai kualitas tinggidalam memberikan masukan bahan organik,tetapi keberadaannya pada permukaan tanahrelatif singkat sehingga perlu dilakukanpengelolaan tanaman penaung yang baik(Hairiah et al., 2004).

Pada lokasi survei, keragaan tanamanpenaung yang ada di kebun petani padaumumnya berupa tanaman tua, diameter pohonbesar, dan tajuknya tinggi. Kondisi inimenyulitkan para petani untuk melaksanakanpengelolaan pohon penaung dengan baik.Populasi tanaman penaung juga relatif sedikityang berkisar antara 100—200 tanaman/ha.

Tabel 4. Profil usahatani kopi Robusta di kawasan lereng gunung Tambora

Table 4. Profile of Robusta coffee farming in Tambora mountainside areaProfil UsahataniFarming profile

KeteranganNote

Pendapatan utama (Main income) Usahatani kopi (Coffee farming)Usaha sampingan (Side income) Usahatani tanaman semusim (Annual crop farming),

Beternak (Animal husbandry)Kepemilikan lahan (Land ownership) 1 haPola tanam (Farming system) Sistem monokultur (Monoculture system)Umur tanaman (Crop age) >20 tahun (years), tetapi masih tergolong tanaman produktif (still

productive)Jarak tanam (Planting distance) 2,5 m x 2,5 m

3 m x 2 mPopulasi tanaman (Crop population) 1.600 pohon/ha (trees/ha)Jenis penaung (Shades trees) Erythrina sp., Gliricidia sp., Leucaena sp.Jenis pangkasan (Pruning type) Sistem batang tunggal (single stem)Serangan hama dan penyakit (Pest and disease) Hypothenemus hampei, penggerek cabang (stem borrer), gulma (wild)Good agricultural practices (GAP) Belum diterapkan secara optimal (Not optimally applied)

Page 14: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

172

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

Oleh karena itu, petani harus memperhatikanpengaturan komposisi, jumlah pohonpenaung, dan cara pengelolaannya secara baikkarena berkaitan dengan upaya untukmemelihara fungsi ekologi dan ekonomidalam usahatani kopi (Priyadarshini et al.,2011). Di sisi lain, penggunaan lamtorosebagai pohon penaung kurang diminatipetani karena menyebabkan tingginyaserangan hama kutu loncat. Persoalan lainyang dihadapi petani terkait dengan tanamanpenaung adalah serangan hama penggerekbatang dan ulat pemakan daun. Gangguanlain juga berasal dari ternak sapi karenamenyebabkan kurang berhasilnya penanamanpenaung baru, sebagai akibat budayamasyarakat setempat yang memelihara ternakdengan pola pemeliharaan diliarkan (tidakdikandangkan) (Santoso, 2006).

Ditinjau dari asal bibit kopinya,tanaman kopi milik petani umumnya berasaldari “bibit sapuan”, yaitu bibit yangdiperoleh dengan cara mencabut kecambahkopi yang terdapat di bawah pohon kopi.Saat ini sebagian besar petani masihmenanam bibit kopi cabutan sehinggamengindikasikan para petani responden masihbelum mengenal bibit kopi bersertifikat.Hasil wawancara menunjukkan bahwa bibitkopi yang ditanam petani berasal dari eks-perkebunan besar swasta yang pernah adasebelumnya. Berdasarkan kenampakanmorfologi tanamannya, populasi tanamankopi Robusta di lahan petani sangat miripdengan populasi tanaman yang terdapat diperkebunan eks-perkebunan besar swasta diwilayah tersebut. Populasi tanaman tersebutdiduga hasil keturunan varietas hibridaBP 42 x BP 358 dan BP 42 x SA 34 yangdiproduksi Puslitkoka.

Dari segi praktek budidaya yang baik(GAP), petani belum mengimplementasikanGAP secara optimal. Namun, sebagian besarpetani telah melakukan pemangkasan tanaman

dengan baik terutama pelaksanaan wiwilkasar, wiwil halus, dan pangkas lepas panenyang dilakukan secara rutin. Akan tetapi,keterampilan petani dalam hal teknikpemangkasan masih perlu ditingkatkankarena pemangkasan akan mempengaruhibesarnya produksi tanaman kopi. Kaitannyadengan pengendalian organisme pengganggutanaman, petani telah melakukan pengendaliangulma dengan baik karena kenampakan kebunkopi petani memperlihatkan gangguan gulmatergolong kategori ringan. Serangan hamaseperti penggerek buah kopi (Hypothenemushampei), penggerek cabang, kutu, dan hamalain juga tergolong pada batas yang dapatdikendalikan. Dengan demikian, seranganhama dan penyakit tanaman kopi yangmenimbulkan kerugian secara signifikanmasih belum pernah ditemukan. Dari aspekkegiatan pemupukan, petani tidak meng-gunakan pupuk anorganik dan sangat jarangmelakukan pemupukan dengan pupukorganik. Kondisi ini mencerminkan bahwapetani masih sangat mengandalkan padakesuburan alamiah dalam menjaga per-tumbuhan tanaman kopinya. Selain pupuk,petani juga tidak menggunakan inputproduksi lain yang berupa insektisida,pestisida maupun zat perangsang tumbuh.Ciri kearifan lokal dalam pengelolaanusahatani tanpa penggunaan input produksi,juga ditemui pada hasil penelitian yangdilakukan Santoso (2006). Untuk kategorilahan berlereng seperti kondisi lahan dilokasi survei, perlu dilakukan pengelolaanlahan yang mengarah pada kegiatankonservasi tanah dan air dengan perbaikanporositas tanah dan infiltrasi air tanah.Namun, petani belum berinisiatif untukmelakukan konservasi sumberdaya tanah danair. Metode konservasi yang dapat dilakukanadalah metode vegetatif yang meliputipenanaman pohon penaung, pengaturan jaraktanam dan penataan tanaman sejajar kontur,pemangkasan, pemberian pupuk organik, dan

Page 15: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

173

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

pembuatan rorak (Abdoellah, 2013; Evizalet al., 2012b).

Nilai Produksi Usahatani Kopi

Besarnya produksi yang tercatat dalampenelitian ini merupakan hasil wawancaradengan petani dan pedagang, serta kondisipertanaman kopi di lapangan. Pertimbanganyang dilihat dari kondisi tanaman terhadapbesarnya produksi meliputi indikator-indikator populasi tanaman, kesehatantanaman, potensi cabang, dan buku untukmenghasilkan primordia bunga. Berdasarkanpertimbangan tersebut, produktivitas kopiRobusta rata-rata pada kisaran 900—1.000kg/ha/th. Namun demikian, terdapatbeberapa kebun kopi petani yang memilikiproduktivitas lebih dari 1.000 kg/ha/th dandapat mencapai produktivitas sebesar 3.500kg/ha/th. Tercapainya produktivitas yangtinggi di kebun petani, disebabkan olehkondisi pertanaman kopi yang bagus denganpopulasi tanaman yang lengkap. Berdasarkanproduktivitas tersebut, rerata produktivitastanaman sebesar 900 kg/ha/tahun sehingganilai produksi yang diperoleh petani sebesarRp16.200.000,- ha/tahun. Besarnya nilaiproduksi kopi tersebut memberikankontribusi sebesar 75% dari total pendapatanrumah tangga petani.

Permasalahan Usahatani Kopi

Dalam mengelola usahatani kopi,peluang pengembangan di kawasan lerenggunung Tambora masih terbuka lebar apabiladilihat dari kondisi sumber daya alam danaspek sosial ekonomi di daerah setempat.Namun perlu diketahui bahwa petani masihmenghadapi berbagai permasalahan terkaitdengan pengelolaan usahatani kopi.

Dari aspek permodalan, hal yang perludiperhatikan adalah keterbatasan aksesibilitas

petani terhadap modal akan mendorongpetani untuk melakukan penghematan biayaproduksi terutama penggunaan inputproduksi. Terbatasnya ketersediaan modaltersebut juga akan memotivasi petani untukmeminjam sejumlah uang kepada pedagangpengumpul, sehingga petani terjerat sistemijon dan sistem gadai. Praktek sistem ijondan sistem gadai tersebut merupakan sistempinjaman yang dapat merugikan petaniterutama tingginya beban hutang yang harusdi-bayarkan kepada pemberi pinjaman. Padaakhirnya, praktek sistem pinjaman tersebutakan mengurangi nilai pendapatan yangdiperoleh petani.

Di samping itu, petani juga belummenerapkan menajemen pengelolaanusahatani dengan optimal. Hal tersebutditunjukkan melalui kapasitas petani yangbelum mampu mengalokasikan faktor-faktorproduksi yang terbatas untuk memperolehproduksi yang tinggi dan pendapatan yangmaksimal. Kondisi ini dapat disebabkan olehkurang intensifnya kegiatan pembinaan danrendahnya diseminasi teknologi. Penyebablain yang mengakibatkan manajemenpengelolaan usahatani belum optimal antaralain penggunaan dan alokasi faktor-faktorproduksi kurang memadai, keterbatasantenaga kerja, keterbatasan peralatan danteknologi terkait teknis budidaya danpengolahan, keterbatasan akses informasipasar dan jaringan pasar, usaha tani yangbelum berorientasi pasar, pemasaran hasilsecara individual, dan kurangnya kegiatanpelatihan (Wahyunindyawati et al., 2003).

Menilik kearifan lokal masyarakatsetempat terkait pola budidaya danpemeliharaan ternak, kondisi sosial tersebutdapat memberikan dampak negatif bagipertanaman kopi karena petani melakukaneksploitasi sumber daya alam yang tersediasecara terus-menerus tanpa memperhatikanupaya konservasi.

Page 16: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

174

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

Pada aspek pola budidaya, sebagianbesar petani menerapkan sistem monokulturdengan pemeliharaan tanaman yang kurangintensif. Hal tersebut dapat dilihat darikegiatan pemupukan dan pengendalian hamapenyakit yang jarang dilakukan. Petani jugakurang memperhatikan upaya konservasi airdan tanah di areal pertanaman kopinya.Sementara itu, kenyataan di lapangmenunjukkan bahwa ketersediaan air untukbudidaya dan pengolahan kopi masihterbatas. Dari sisi pemeliharaan ternak,masyarakat masih menerapkan polapemeliharaan ternak diliarkan sehingga dapatberpotensi untuk merusak pertanaman kopi.Beberapa kearifan lokal tersebut perludibenahi agar masyarakat dapat mengelolausaha produktif dengan mengandalkanpotensi sumber daya alam sekitar, tanpamerusak kelestarian lingkungan dan tatanansosial yang telah ada. Oleh karena itumasyarakat petani di daerah tersebut harusbertindak sebagai penyangga sosial (socialbuffer) dalam melaksanakan kegiatan yangmengarah pada konservasi air dan kesuburantanah, serta kelestarian sumber daya alamsetempat (Santoso, 2006).

Rantai Pasok

Dalam sistem produksi dan operasi,pengetahuan mengenai rantai pasok (supplychain) dapat memberikan gambaran danmenggali suatu potensi sumberdaya, sertamengidentifikasi faktor-faktor yang memilikiperan besar dalam keberhasilan suatupersaingan. Dari sisi produksi, responspenawaran secara cepat dalam rantai pasoksangat diperlukan agar dapat memenuhipermintaan konsumen berdasarkan volume,kualitas, harga dan waktu yang telahdisepakati (Oktaviani et al., 2010). Untukmencapai rantai pasokan yang efisien, faktorkritis yang perlu diperhatikan adalahpembelian karena termasuk salah satu

kegiatan ekonomi yang diarahkan untukmenyeleksi pemasok dan materialnya, sertaupaya menjalin hubungan yang salingmenguntungkan di antara kedua belah pihak.Dalam aktivitas rantai pasok, pelaku pasarakan memperhatikan kelancaran arus material(kopi biji) dari mata rantai satu menujumata rantai berikutnya agar memperolehkeuntungan yang diinginkan. (Kalakota,2000). Hasil survei menunjukkan bahwa hasilproduksi kopi biji petani dijual kepadapedagang pengumpul tingkat dusun ataupedagang pengepul tingkat desa secaralangsung. Pedagang pengepul tersebutbiasanya mempunyai beberapa pedagangpengumpul (tengkulak) untuk mengumpul-kan kopi biji petani dari berbagai dusun/desa. Pedagang pengumpul ini akanmendatangi petani secara langsung dalammelakukan pembelian kopi biji. Petani tidakpernah melakukan penjualan kopi bijinya dipasar-pasar kopi, karena mereka menganggapbahwa akses pemasaran kepada pedagangpengumpul lebih mudah. Keterbatasanpengetahuan petani terhadap informasi pasardan akses jaringan pemasaran, mendorongpetani untuk melakukan penjualan kopi bijihanya kepada tengkulak.

Aliran produk kopi biji yangmelibatkan beberapa pelaku pasar di lokasisurvei dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitusebagai berikut :

I. Petani kopi — Pedagang pengumpultingkat dusun — Pedagang pengumpultingkat desa — Pedagang besar diSumbawa Besar — Eksportir dan pabrikandi Surabaya.

II. Petani kopi — Pedagang pengumpultingkat desa — Pedagang besar diSumbawa Besar — Eksportir dan pabrikandi Surabaya.

Bagan alur rantai pasok (supply chain)kopi Robusta di lereng gunung Tamboratersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 17: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

175

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Merunut pola pergerakan harga, besarnyaharga kopi biji di tingkat petani mengalamifluktuasi dari waktu ke waktu. BerdasarkanTabel 5, tampak bahwa kopi Robusta asalandi tingkat petani Tambora memiliki harga yanglebih mahal dibanding dengan harga di tingkatpetani di Lampung. Diketahui bahwa hargakopi Robusta asalan di tingkat petani diLampung lebih rendah antara Rp300,00—Rp600,00 per kg dibandingkan dengan hargabasis, yang didasarkan pada kriteria mutu danjarak tempuh ke Bandar Lampung. Dengandemikian, diduga bahwa perbedaan harga yangterjadi disebabkan adanya pengaruh kriteriamutu fisik kopi Robusta yang dihasilkan olehpara petani di lereng Tambora sudah cukupbaik dengan kelas mutu antara mutu 4 sampai

dengan mutu 6, dan kadar air yang rendahdengan kisaran antara 11—14%.

Pedagang pengepul di tingkat desa yangsudah memasok kopi biji dari petani danpengumpul, akan menjual kopinya kepedagang besar yang berada di Sumbawa.Pedagang pengepul umumnya melakukanpembelian kopi biji sejumlah 200—600 tonyang tergantung pada target volume pembeliandari pedagang besar dan eksportir/pabrikan.Selanjutnya, pengepul melakukan pengirimanke pedagang besar di Sumbawa sekitar 10 tonper pengiriman, dengan frekuensi tiga kalipengiriman dalam seminggu. Komponenbiaya pemasaran yang ditanggung pedagangpengepul dan besarnya keuntungan pedagangdapat dilihat pada Tabel 6.

Petani

Pengumpul Tingkat Dusun

Pengepul Tingkat Desa

Pedagang Besar (Sumbawa Besar)

Eksportir (Surabaya)

Pabrikan (Surabaya)

Gambar 4. Rantai pasok kopi Robusta di lereng gunung TamboraFigure 4. Supply chain of Robusta coffee in Tambora mountaiside area

Pengumpul Tingkat Dusun

Kampong level collector

PetaniFarmer

Pengepul Tingkat DesaVillage level collector

PEDAGANG BESAR

Big trader (SUMBAWA BESAR)

EKSPORTIR

Exporter(SURABAYA)

EKSPORTIR

Exporter(SURABAYA)

Page 18: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

176

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

Komponen biaya pemasaran paling besaryang ditanggung pedagang adalah biayatransportasi karena kopi biji bersifat kamba(voluminous). Pada kondisi ini, pengepulmenanggung risiko usaha dan finansial yangmeliputi penyusutan berat kopi biji,penurunan mutu, risiko yang terjadi selamapengiriman dan penyediaan modal usahayang cukup besar. Besarnya marjinpemasaran yang diperoleh pedagang akanberpengaruh secara langsung terhadappenetapan harga kopi biji di tingkat petani.Menurut informasi pedagang pengepul, matarantai pemasaran kopi biji berikutnya adalahdari pedagang besar ke ekspotir atau industridi Jawa terutama Surabaya. Adapun marjinpemasaran yang diperoleh antara Rp300—Rp500 per kg. Pedagang besar ini jugamenanggung biaya pengolahan lanjutan danbiaya transportasi. Dari sisi akses informasi

harga, pedagang pengepul memperolehinformasi dari pedagang besar maupuneksportir/pabrikan. Pengepul akan melakukanpembelian kopi dari pedagang pengumpuldan petani berdasar informasi harga daripedagang besar dan eksportir/pabrikan.

Kelembagaan Petani

Ditinjau dari sisi kelembagaan, diperolehinformasi bahwa para petani telah membentukkelompok tani yang memiliki strukturkelembagaan formal yang terdiri dari ketua,sekretaris, bendahara, dan anggota. Padaumumnya setiap kelompok tani beranggotakansekitar 25—30 orang (Tabel 7). Meskipuntelah ter-bentuk kelompok tani, eksistensi dankinerja sebagian besar kelompok tani masihbelum berkesinambungan. Hal ini dapatdilihat pada beberapa kelompok tani yang

Tabel 5. Perbandingan harga kopi biji di tingkat petani di Tambora, harga kopi Robusta Internasional dan harga kopiRobusta basis di Bandar Lampung

Table 5. Coffee price comparison on farm gate price in Tambora, international Robusta coffee prices and Robusta coffeeprices in Bandar Lampung

Keterangan (Note): * Harga kopi Robusta internasional sebesar USD1,82/kg dengan nilai tukar sebesar Rp9.500,00/USD(International Robusta coffee prices was USD1.82/kg with an exchange rate about Rp9,500.00/USD)

Harga kopi pembandingCoffe price

Harga kopi biji (Rp/kg)Coffee bean prices (Rp/kg)

Biji tingkat petani di Tambora tahun 2012 (Tambora farmer gate in 2012) 19,000 – 20,000Biji tingkat petani di Tambora bulan Oktober 2013 (Tambora farmer gate in October 2013) 17,500 – 18,000Robusta Internasional bulan Oktober 2013* (International Robusta in October 2013) 17,250Robusta basis di Gudang eksportir di Bandar Lampung bulan Oktober 2013 15,500 – 16,500Robusta at exporter store in Bandar Lampung in October 2013

Tabel 6. Marjin pemasaran dan keuntungan pedagang pengepul kopi biji di Dusun Pancasila, Desa Tambora, KecamatanPekat

Table 6. Marketing and profit margin collector in Pancasila, Tambora Village, Pekat Sub-district

Pedagang pengepul Harga beli (Buying price) 17,500Colecting treader

Harga jual (Selling price) 18,100Marjin (Margin) 600Biaya (Cost):- Trasportasi (Tranport) 300- Penjemuran, pengarungan dan bongkar-muat 250

Drying, packing, load/unloadKeuntungan (Profit) 50

Lembaga pemasaranMarketing agent

KomponenComponent

Jumlah (Rp/kg)Amount (Rp/kg)

Page 19: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

177

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

hanya terdaftar secara administratif, karenaaktivitas kelompok tani dalam menjalankanperan dan fungsinya belum dapat dilakukandengan baik. Diketahui bahwa kelompok tani“Dahudihido” belum dapat melaksanakanperan dan fungsi kelembagaannya denganoptimal, karena kelompok ini belum pernahmengadakan pertemuan rutin untuk bertukarinformasi mengenai usahatani kopi.

Di lain pihak, kelompok tani “TunasHarapan” telah mempunyai pengurus yangdapat menggerakkan organisasi petani melaluipelaksanaan aktivitas ekonomi yang berupapenyediaan jasa pengolahan kopi danpemasaran hasil produksi secara berkelompokkepada para anggota kelompoknya. Kelompoktani “Lumba Sena” juga telah menjalankanbeberapa aktivitas ekonomi di antaranyaadalah produksi dan pemasaran kopi bubukmeskipun usaha ini masih dalam tahap awal.Keberadaan dan eksistensi kelompok tanisangat penting karena kelembagaan petanidiperlukan dalam melakukan pengelolaanusahatani mulai dari pengadaan faktor-faktorproduksi, proses produksi, pengolahan hinggapemasaran hasil. Peranan kelembagaan petanidalam sistem agribisnis ini akan menentukankeberhasilan pembangunan dan pengembanganusahatani karena berkaitan dengan proses alihteknologi baru (Anantanyu, 2011; Suradisastra,2008). Dengan demikian, upaya-upaya

pemberdayaan kelembagaan kelompok taniperlu dilakukan dalam rangka pengembanganagribisnis kopi Robusta di kawasan Tambora.

Modal, Tenaga Kerja, dan Teknologi

Dalam usahatani, peranan modal, tenagakerja, dan teknologi sangat penting terutamadalam mempengaruhi keberlangsungan dankeberlanjutan usahatani. Modal, tenagakerja, dan teknologi merupakan faktorproduksi yang dapat mendukung dalampeningkatan produksi dan kesejahteraanpetani. Sebagian besar petani kopi diTambora masih menerapkan usahatani kopisecara subsisten, karena hasil pendapatan dariusahatani kopi lebih ditujukan untukmemenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Konsekuensi dari penerapan pola usahatanisecara subsisten adalah petani terdoronguntuk meminimalkan penggunaan faktor-faktor produksi.

Pada umumnya sumber modal kerjaberasal dari modal sendiri karena petanibelum memiliki akses modal ke lembagakeuangan. Ketersediaan modal akanmempengaruhi ketepatan waktu dan takarandalam penggunaan input produksi, sertapemberian upah tenaga kerja. Bagi petanisubsisten, modal merupakan salah satu syaratkeberhasilan usahatani dalam menopang

Tabel 7. Keragaan kelompok tani Dahudihido, Tunas Harapan, dan Lumba Sena di Kecamatan Pekat

Table 7. Performance of Dahudihido, Tunas Harapan, and Lumba Sena farmer group in Pekat Sub-district

AD/ART (Statutes and roles) - - -Pengurus (Management) X X XTempat/ruang pertemuan (Meeting room) - - -Tabungan kelompok (Farmer group saving) - - -Jadwal pertemuan (Meeting schadule) - - XFasilitasi kegiatan pengolahan (Fasilities for processing activities) - X XPemasaran hasil secara berkelompok (Marketing in groups) - X XProduksi dan pemasaran kopi bubuk (Coffee produks and marketing - - X

Keragaan kelompok taniFarmer group performance

Kelompok taniFarmer group

Dahudihido Tunas Harapan Lumba Sena

Page 20: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

178

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

kegiatan produksi dan keberlanjutan usaha.Modal akan digunakan petani untukpengadaan input produksi dan pembayaranupah tenaga kerja. Untuk pedagang pengepul,sumber modal berasal dari modal sendirimaupun pinjaman dari pedagang besar.

Selain modal, ketersediaan tenaga kerjajuga berpengaruh besar terutama dalampencapaian efisiensi teknis usahatani kopi,sebab tenaga kerja bertindak sebagaipengelola input-input dan fasilitas produksiuntuk mencapai efisiensi. Kebutuhan tenagakerja yang paling banyak untuk usahatani kopiterdapat pada kegiatan pemeliharaan tanamandan pemanenan. Sebagian besar curahantenaga kerja untuk kegiatan produksi berasaldari tenaga kerja dalam keluarga. Sementaraitu, tenaga kerja luar keluarga digunakanuntuk kegiatan pemetikan pada saat musimpanen. Ketersediaan tenaga kerja jumlahnyaterbatas dengan upah yang relatif mahal.

Dalam mencapai keberhasilan usahatani,peran teknologi juga tidak kalah pentingdengan faktor-faktor produksi lainnya.Implementasi teknologi secara baik dapatmendorong terjadinya peningkatan produksidan pendapatan usahatani. Identifikasi dilapang menunjukkan bahwa petani masihmelakukan pengelolaan usahatani denganteknologi yang terbatas dan bersifat turunmenurun. Penanganan usahatani kopi yangdilakukan petani masih menerapkan metodelama yang berasal dari orang tua merekamaupun perusahaan swasta yang pernahberoperasi di daerah tersebut. Teknologibudidaya dari perusahaan swasta tersebutdiadopsi oleh petani dan diterapkan dalammengelola kebun kopi milik mereka.Diseminasi teknologi teknis budidaya,pengolahan hingga pemasaran hasil masihbelum sampai ke tingkat petani. Hal inidibuktikan dengan belum adanya pelatihanmengenai cara budidaya kopi yang baik(Good Agriculture Practices) dan carapengolahan kopi dengan baik. Keadaan ini

juga serupa dengan kondisi penangananusahatani yang diungkapkan oleh Wijayanti(2009).

KESIMPULAN

1. Mutu fisik kopi biji Robusta asalan yangdihasilkan petani di kawasan lerenggunung Tambora tergolong dalam kelasmutu 4-6. Jumlah nilai cacat fisikterbanyak adalah biji pecah.

2. Citarasa kopi Robusta dari lereng gunungTambora cukup baik, sehingga kopitersebut berpotensi untuk dikembangkanmenjadi fine Robusta dengan melakukanperbaikan pada proses pascapanen.

3. Usahatani kopi Robusta di lereng gunungTambora diterapkan dengan polamonokultur. Rerata kepemilikan lahanseluas satu hektar per KK denganproduktivitas rata-rata sekitar 900-1.000kg/ha/tahun. Masalah teknis dan sosialdi daerah tersebut utamanya adalahkurangnya pemeliharaan tanaman danterbatasnya aksesibilitas terhadap modal,tenaga kerja dan teknologi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasihkepada Dinas Perkebunan Provinsi NusaTenggara Barat, Dinas PerkebunanKabupaten Dompu dan Dinas PerkebunanKabupaten Bima yang telah membantupendanaan dan pelaksanaan kajian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, S. (2013). Pengelolaan nutrisitanaman terpadu. Review PenelitianKopi dan Kakao, 1, 24-39.

Alam, S. (2007). Kelayakan pengembangan kopisebagai komoditas unggulan di ProvinsiSulawesi Selatan. Socioeconomic ofAgriculture and Agribusiness, 7, 1—14.

Page 21: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

Karakteristik mutu dan agribisnis kopi Robusta di lereng gunung Tambora Sumbawa

179

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Anantanyu, S. (2011). Kelembagaan petani: perandan strategi pengembangan kapasitasnya,SEPA, 7, 102—109.

Atmawinata, O.; Sri-Mulato; Yusianto &K. Abdullah (1997). Pengembanganbangunan tembus cahaya untukpengeringan buah kopi. PelitaPerkebunan, 13, 188—198.

Boot, W. (2005). Cupping for flavor vs defects.Roast Magazine, p. 1—4. Broadway,Portland, United State.

Budidarsono, S. & K. Wijaya (2004). Praktekkonservasi dalam budidaya kopi Robustadan keuntungan petani. Agrivita, 26,107—117.

Datin-P2MKT (2013). Paket informasi kawasanKTM Tambora Kabupaten Bima ProvinsiNusa Tenggara Barat. DirektoratJenderal Pembinaan PengembanganMasyarakat dan Kawasan Transmigrasi.Kementerian Tenaga Kerja danTransmigrasi RI. Jakarta.

Disbun NTB (2011). Buku Statistik PerkebunanProvinsi Nusa Tenggara Barat Tahun2011. Nusa Tenggara Barat.

Evizal, R.; Tohari; I.D. Prijambada & J. Widada(2012a). Peranan pohon pelindung dalammenentukan produktivitas kopi. JurnalAgrotropika, 17, 19—23.

Evizal, R.; Tohari; I.D. Prijambada &J. Widada (2012b). Peranan seresahterhadap sumbangan N dan P padaagroekosistem kopi. Agrotrop, 2, 177—183.

Hairiah, K.; D. Suprayogo; Widianto; Berlian;E. Suhara; A. Mardiastuning; R.H. Widodo;C. Prayogo & S. Rahayu (2004). Alih gunalahan hutan menjadi lahan agroforestriberbasis kopi: ketebalan seresah, populasicacing tanah dan makroporositas tanah.p. 68—80. World Agroforestry Centre,ICRAF S.E. Asia, Bogor.

International Coffee Organization (2014).Coffee Prices. International CoffeeOrganization, London.

Junaidi, Y. & M. Yamin (2010). Faktor-faktoryang mempengaruhi adopsi polausahatani diversifikasi dan hubungannya

dengan pendapatan usahatani kopi diSumatera Selatan. Jurnal PembangunanManusia, 4, 9 hal.

Kalakota, R. (2000). Next generation B2Bsolutions. Supply Chain ManagementReview, 4, 74—79.

Kusmiati, A. & R. Windiarti (2011). Analisiswilayah komoditas kopi di Indonesia.Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 5,47—58.

Oktaviani, R.W. & R.N. Suryana (2006).Analisis kepuasan pengunjung danpengembangan fasilitas wisata agro(Studi kasus di Kebun WisataPasirmukti, Bogor). Jurnal AgroEkonomi, 24, 41—58.

Oktaviani, R.; Widyastutik & S. Amaliah(2010). Dampak Free Trade Arrangements(FTA) terhadap ekonomi makro,sektoral, regional, dan distribusipendapatan di Indonesia. Jurnal IlmuPertanian Indonesia, 15, 192—204.

Pattinama, M.J. (2009). Pengentasan kemiskinandengan kearifan lokal (Studi kasus diPulau Buru-Maluku dan Surade-JawaBarat). Makara, Sosial Humaniora, 13,1—12.

Priyadarshini, R.; K. Hairiah; D. Suprayogo;& J.B. Baon (2011). Keragaman pohonpenaung pada kopi berbasis agroforestridan pengaruhnya terhadap layananlingkungan. Berkala Penelitian Hayati7F, 81—85.

Santoso, I. (2006). Eksistensi kearifan lokal padapetani tepian hutan dalam memeliharakelestarian ekosistem sumber dayahutan. Jurnal Wawasan, 11, 10—20.

Saragih, J.R. (2010). Kinerja produksi kopiArabika dan prakiraan sumbangannyadalam pendapatan wilayah KabupatenSimalungun. Visi, 18, 98—112.

Soetriono (2009). Strategi peningkatan dayasaing agribisnis kopi robusta denganmodel daya saing tree five. SeminarNasional Peningkatan Daya SaingAgribisnis Berorientasi KesejahteraanPetani, p. 1—21. Jakarta, Indonesia.

Page 22: Karakteristik Mutu dan Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung

180

PELITA PERKEBUNAN, Volume 30, Number 2, Edition August 2014

Aklimawati et al.

Sri-Mulato; Hermansyah & Lalang Buana(1993). Pengering tenaga mataharidengan penggerak fotovoltaik untukpengeringan buah kopi. PelitaPerkebunan, 9, 47—55.

Sri-Mulato & E. Suharyanto (2012). Kopi,Seduhan & Kesehatan. Cetakan I. PusatPenelitian Kopi dan Kakao Indonesia,Jember.

Sudaryo & Sutjipto (2009). Identifikasi danpenentuan logam pada tanah vulkanikdi daerah Cangkringan KabupatenSleman dengan metode analisis aktivasineutron cepat. Seminar Nasional V SDMTeknologi Nuklir, p. 715—722.Yogyakarta, Indonesia.

Suradisastra, K. (2008). Strategi pemberdayaankelembagaan petani. Forum PenelitianAgro Ekonomi, 26, 82—91.

Verbist, B.; A.E. Putra & S. Budidarsono (2004).Penyebab alih guna lahan dan akibatnyaterhadap fungsi daerah aliran sungai(DAS) pada lansekap agroforestriberbasis kopi di Sumatera. Agrivita, 26,29—38.

Wahyunindyawati, F.; Kasijadi & Heriyanto(2003). Tingkat adopsi teknologi usahatanipadi lahan sawah di Jawa Timur: suatukajian model pengembangan ”CooperativeFarming”. Jurnal Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian, 6,40—49.

Widyotomo, S. & Sri-Mulato (2000). Kinerjapengering tipe vis dengan aliranudara paksaan untuk pengeringan bijikopi Robusta. Pelita Perkebunan, 16,52—64.

Wijayanti, T. (2009). Peranan prima taniterhadap tingkat penerapan teknologipertanian (Studi kasus pada usahatanipadi sawah di Desa Suliliran Baru),EPP, 6, 24—29.

**0**