52
KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN VIABILITAS USUS PADA INTUSUSEPSI PEDIATRIK DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR NIM : 167041090 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 Universitas Sumatera Utara

KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

VIABILITAS USUS PADA INTUSUSEPSI PEDIATRIK

DI RSUP H. ADAM MALIK

TESIS

ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR

NIM : 167041090

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

i

Universitas Sumatera Utara

Page 3: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

ii

ABSTRAK

Pendahuluan: Intususepsi adalah invaginasi suatu bagian dari usus halus ke

bagian lainnya. Intususepsi juga merupakan penyebab gawat abdomen akut dan

penyebab obstruksi kedua tersering pada kelompok anak. Adapun gejala trias

klasik yaitu muntah, nyeri kolik abdomen, dan feses berdarah. Namun, gejala trias

ini dilaporkan hanya terjadi pada <50% kasus. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gejala klinis, tanda-tanda vital dan viabilitas usus pada intususepsi

pediatrik.

Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain retrospektif,

dengan teknik pengambilan sampel secara total sampling.

Hasil: Berdasarkan karakteristik klinis, sebanyak 44,44% sampel mengalami

durasi gejala 2-3 hari. Lokasi ileocolic merupakan lokasi paling sering (77,78%).

Mayoritas sampel tidak mengalami trias gejala intususepsi (66,67%), mengalami

red currant jelly stool (62,96%), tidak ditemukan massa abdomen (59,26%),

mengeluhkan nyeri abdomen (70,37%), tidak mengalami distensi abdomen

(74,07%), tidak emesis (55,56%), letargi (59,26%), dan mempunyai viabilitas

usus yang baik (62,96%) orang sampel lainnya masih dengan viabilitas yang baik.

Dominan sampel mempunyai tanda vital yang normal.

Kesimpulan: Manifestasi intususepsi pada anak yang paling sering ditemukan

pada penelitian ini adalah nyeri abdomen, red currant jelly stool, letargi, dengan

viabilitas usus yang baik, lokasi ileocolic.

Kata kunci: Intususepsi, karakteristik, trias, viabilitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

iii

ABSTRACT

Introduction: Intussusception is a condition in which part of the intestine slides

into an adjacent part of the intestine. Intussusception is an important cause of an

acute abdomen and the second most common cause of bowel obstruction in

children. The classic triad of intussusception, including vomiting, abdominal colic

pain, and bloody stool. However, the triad has only been reported in <50% cases.

This study is aimed to evaluate the clinical manifestation, vital signs, and bowel

viability in pediatric intussusception.

Methods: This is an observational retrospective study with total sampling.

Results: Based on clinical characteristics, there were 44.44% subjects who had

manifestations for 2-3 days. Ileocolic was the most common location (77.78%).

Majority of the subjects did not have the classic triad (66.67%), had red currant

jelly stool (62.96%), did not have abdominal mass (59.26%), complained of

abdominal pain (70.37%), did not have abdominal distention (74.07%), did not

vomit (55.5%), was lethargic (59.26%), and had viable bowel (62.96%).

Conclusion: This study found that the most common manifestations of

intussusception in children were abdominal pain, red currant jelly stool, and

lethargy, with viable bowel and located at ileocolic.

Keywords: Intussusception, characteristics, triad, viability.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia, rahmat

kesehatan dan keselamatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan karya

tulis ini tepat pada waktunya. Laporan hasil penelitian ini berjudul

“KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

VIABILITAS USUS PADA INTUSUSEPSI PEDIATRIK DI RSUP H.

ADAM MALIK”. Penelitian ini disusun sebagai tugas akhir magister kedokteran

klinik (S-2) dan merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran

magister kedokteran klinik di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Dalam penulisan laporan hasil penelitian ini, peneliti telah banyak

menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung

ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan

rendah hati ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, DR. dr. Aldy

Safruddin Rambe, SpS(K) beserta jajarannya yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis menjadi peserta didik dalam pendidikan program

Magister Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Universitas Sumatera Utara, DR.

dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), SpM(K) atas bantuan dan

dukungan motivasi kepada penulis selama mengikuti proses pendidikan.

3. DR. dr. Adi Muradi Muhar, SpB-KBD selaku Kepala Departemen Ilmu

Bedah RSUP H. Adam Malik / Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

4. dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD selaku Ketua Program Studi Ilmu Bedah

RSUP H. Adam Malik / Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. DR. dr. Erjan Fikri, M.Ked(Surg), SpB, SpBA(K) selaku Dosen Pembimbing

yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

v

6. Prof. dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD, DR. dr. Kamal Basri Siregar,

M.Ked(Surg), SpB(K)Onk, DR. dr. Asrul, SpB-KBD, dr. Chairiandi Siregar,

SpB, SpOT(K), selaku dosen penguji.

7. Seluruh dosen dan staf di RSUP H. Adam Malik / Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

8. Teman dan juga keluarga saya, terima kasih untuk semua dukungan dan

semangat yang kalian berikan.

9. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini akibat keterbatasan ilmu

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Oleh karena itu, semua saran

dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan

karya tulis ini. Akhirnya peneliti mengharapkan semoga hasil karya tulis ini dapat

memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara kita Indonesia, serta

pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2020

Peneliti

dr. Erwin Sahat Hamonangana Siregar

Universitas Sumatera Utara

Page 7: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

ABSTRAK ..................................................................................................... ii

ABSTRACT ................................................................................................... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................... 3

1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5

2.1 Intususepsi ............................................................................... 5

2.1.1 Definisi ........................................................................ 5

2.1.2 Epidemiologi ............................................................... 6

2.1.3 Etiologi ........................................................................ 6

2.1.4 Patofisiologi ................................................................. 7

2.1.5 Patologi ........................................................................ 9

2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................ 9

2.1.7 Diagnosis ..................................................................... 11

2.1.8 Diagnosis Banding ....................................................... 13

2.1.9 Manajemen .................................................................. 14

2.1.10 Intususepsi Pasca Operatif ........................................... 19

2.1.11 Prognosis ..................................................................... 19

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................... 21

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 21

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 21

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 21

3.3.1 Populasi ....................................................................... 21

3.3.2 Sampel ......................................................................... 21

3.3.3 Besar Sampel ............................................................... 22

3.4 Teknik Pengambilan Sampel ................................................... 22

3.5 Definisi Operasional ................................................................ 22

3.6 Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 23

3.7 Kerangka Operasional .............................................................. 24

Universitas Sumatera Utara

Page 8: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 25

4.1.1 Distribusi Karakteristik Penelitian ............................... 25

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 29

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan .............................................................................. 33

6.2 Saran ........................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 34

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Page 9: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Intususepsi Ileosekal ................................................................... 5

Gambar 2 Gambaran USG Intususepsi pada potongan longitudinal

(pseudokidney sign) dan potongan transversal (target sign) ...... 12

Gambar 3 Gambaran massa seperti sosis pada abdomen dan gambaran

foto polos abdomen menunjukkan dilatasi kolon dan fossa

iliaka oleh gas ............................................................................. 13

Gambar 4 Gambaran Fluoroskopi dengan menggunakan Air Enema pada

intususepsi ileosekal ................................................................... 13

Gambar 5 Algoritme General Penatalaksanaan Intususepsi berdsarkan

Modalitas Terapi dan Outcome ................................................... 15

Gambar 6 Algoritme Manajemen pada Anak dengan Intususepsi ............... 16

Universitas Sumatera Utara

Page 10: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Penelitian .................................................... 25

Tabel 4.2. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Tanda Vital .................... 26

Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Klinis Sampel Penelitian ............................ 27

Universitas Sumatera Utara

Page 11: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Intususepsi adalah invaginasi suatu bagian dari usus halus ke bagian

lainnya. Intususepsi melibatkan tiga dinding silinder usus. Dinding silinder dalam

dan tengah merupakan bagian yang berinvaginasi, dan silinder luar merupakan

resipien dari usus yang terinvaginasi tersebut (Columbani et al, 2012).

Intususepsi merupakan salah satu keadaan gawat darurat pada abdomen

(Dabadie et al, 2018). Intususepsi juga merupakan penyebab gawat abdomen akut

dan penyebab obstruksi kedua tersering pada kelompok anak (Alhasani, 2016;

Loukas et al, 2011). Angka insidensi di seluruh dunia diperkirakan kurang dari

1/10.000 anak dan 1/1.000 kasus departemen emergensi (Dabadie et al, 2018;

Jiang et al, 2013).

Mayoritas kasus intususepsi bersifat idiopatik. Namun beberapa organisme

dan virus patogen, seperti adenovirus, pasca vaksinasi polio, diketahui

berhubungan dengan penyakit ini (Hazra et al, 2015). Etiologi intususepsi lainnya

yaitu hipertrofi peyer patch akibat infeksi adenovirus dan rotavirus

(Marsicovetere et al, 2017).

Keadaan yang paling sering terjadi, baik pada kasus dengan etiologi virus

maupun non virus adalah hipertrofi limfoid (Kapoor et al, 2007; Applegate, 2009;

Nylund et al, 2010; Okimoto et al, 2011). Gejala tipikal dapat dijelaskan oleh

keadaan patologis yang mendasari. Pada awal perjalanan penyakit, gejala klinis

berupa muntah, yang dijumpai pada 80% pasien, dan letargi diakibatkan robeknya

mesenteri. Pada saat ini belum terjadi obstruksi dan distensi abdomen. Nyeri

intermiten dan kolik yang disertai dengan penarikkan kaki ke arah abdomen mulai

terjadi saat adanya aktivitas peristaltik yang reguler (Waag, 2006).

Gejala yang ditimbulkan biasanya akibat kontraksi peristaltik yang terus-

menerus dari segmen yang bervaginasi terhadap obstruksi. Keadaan ini kemudian

akan menyebabkan edema, dan akhirnya aliran vaskular usus halus menjadi

terganggu dan mengalami iskemia (Marsicovetere et al, 2017). Apabila keadaan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

2

ini tidak segera ditangani, aliran darah pada titik obstruksi usus halus akan

terganggu, dan akhirnya menyebabkan nekrosis, gangren, perforasi, dan

peritonitis generalisata (Hazra et al, 2015).

Diagnosis intususepsi merupakan hal yang menantang, karena gejalanya

yang tidak spesifik dan luas. Adapun gejala trias klasik yaitu muntah, nyeri kolik

abdomen, dan feses berdarah. Namun, gejala trias ini dilaporkan hanya terjadi

pada < 50% kasus (Kapoor et al, 2007). Diagnosis biasa ditegakkan apabila

dijumpai temuan karakteristik berupa target (doughnut) sign dan/atau

pseudokidney sign pada pemeriksaan ultrasonografi (Guney et al, 2016; Munden

et al, 2007).

Intususepsi juga mempunyai beberapa modalitas terapi. Pengelompokkan

penyakit ini juga dilaporkan lebih bermanfaat jika diklasifikasikan berdasarkan

modalitas terapinya. Pembagian ini menghasilkan lima kategori yang dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok mayor yaitu kondisi yang memerlukan

reseksi, dimana usus tidak lagi viabel dan/atau dengan pathological lead point;

reduksi operatif, dimana usus viabel dan tanpa pathological lead point; dan

reduksi primer non operatif dengan usus viabel dan tanpa pathological lead point

(Bekdash et al, 2013).

Keterlambatan dalam diagnosis dan penatalaksanaan juga dapat

menyebabkan komplikasi yang serius, seperti hilangnya viabilitas usus, perforasi,

dan peritonitis (Yao et al, 2015). Pada durante operasi abdominal pun, viabilitas

usus harus dievaluasi secara berkala. Suplai darah yang sufisien memainkan peran

yang sangat penting dalam keberhasilan penyembuhan anastomosis dan untuk

menghindari iskemia dan nekrosis intestinal. Mikrosirkulasi yang insufisien pada

daerah anastomosis dapat mendorong terjadinya kebocoran anastomosis atau

striktur, yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas post-operatif yang

signifikan (Urbanavičius et al, 2011; Karliczek et al, 2010).

Beberapa publikasi laporan melaporkan bahwa pada kasus intususepsi

diamati bahwa tanda vital pasien dalam batas normal. Sebuah laporan kasus yang

melaporkan 3 kasus intususepsi mencatat tanda vital yang normal pada ketiga

pasien tersebut (Pineda & Hardasmalani, 2008). Sebuah laporan kasus mengenai

Universitas Sumatera Utara

Page 13: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

3

anak berusia 3 tahun dengan intususepsi ileo-ileal multipel juga melaporkan hal

yang serupa (Kizilyildiz et al, 2016). Namun adapun literatur menyatakan bahwa

pada awal presentasi, tanda vital dapat berada dalam rentang normal namun pada

keadaan yang lebih lanjut, pasien deapat menunjukkan tanda infeksi seperti

demam, hipotensi, dan takikardi (Bowker et al, 2018).

Sampai saat ini juga belum ada penelitian yang membahas hubungan

gejala klinis dan tanda-tanda vital dengan temuan intra operatif pada intususepsi

pediatrik. Seperti yang telah dijabarkan di atas, intususepsi pada anak mempunyai

gejala-gejala yang mengkarakteristikkan penyakit ini. Selain itu, dengan

mempertimbangkan seringnya kejadian intususepsi pada anak, dan pentingnya

viabilitas usus terhadap kesembuhan penyakit, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan gejala klinis dan tanda-tanda vital dengan temuan

intraoperatif pada intususepsi. Bila nantinya ada hubungan gejala klinis dan tanda-

tanda vital dengan viabilitas usus pada penelitian ini, diharapkan dapat membantu

ahli bedah untuk memprediksi temuan yang akan dijumpai dan bisa

mempersiapkan diri untuk persiapan yang lebih matang dalam menangani kasus

intususepsi yang akan dihadapi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin

mengetahui: “Karakteristik Gejala Klinis, Tanda-Tanda Vital dan Viabilitas Usus

pada Intususepsi Pediatrik di RSUP H. Adam Malik.”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gejala klinis, tanda-tanda vital dan viabilitas usus pada

intususepsi pediatrik.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gejala klinis pada intususepsi pediatrik

b. Untuk mengetahui tanda-tanda vital pada intususepsi pediatrik

c. Untuk mengetahui viabilitas usus pada intususepsi pediatrik

Universitas Sumatera Utara

Page 14: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

4

d. Untuk mengetahui distribusi lokasi kejadian intususepsi pediatrik

e. Untuk mengetahui distribusi lama gejala klinis kasus intususepsi

pediatrik

f. Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin pasien intususepsi pediatrik

g. Untuk mengetahui distribusi usia pasien intususepsi pediatrik

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai wawasan bagi peneliti untuk mengetahui gejala klinis, tanda-tanda

vital dan viabilitas usus pada intususepsi pediatrik.

1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang informasi dalam bidang ilmu

pengetahuan mengenai gejala klinis, tanda-tanda vital dan viabilitas usus pada

intususepsi pediatrik.

1.4.3 Bagi Pasien

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang manfaat dalam diagnosis dan

manajemen pasien intususepsi pediatrik.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intususepsi

2.1.1 Definisi

Intususepsi adalah suatu proses dimana segmen usus bervaginasi atau

masuk ke dalam usus distal yang berdekatan. Ini merupakan suatu konsep ketika

sebagian dari saluran pencernaan masuk ke saluran yang berdekatan lainnya.

Meskipun prosesnya bisa terjadi dimana saja, 90% dari kasus pada anak – anak

terjadi pada ileosekal. Usus proksimal yang tervaginasi disebut sebagai

intususeptum dan segmen usus distal penerima disebut sebagai intususipien.

Intususepsi merupakan penyebab paling sering dari obstruksi usus pada balita.

Kata intususepsi sendiri pertama disampaikan pada tahun 1674 oleh Paul Barbette

di Amsterdam, dan diperjelas oleh Treves pada tahun 1899, dan dilakukan operasi

secara sukses pada tahun 1873 oleh John Hutchinson (Fetis & Schmeling, 2014;

Holcomb et al, 2014).

Gambar 1. Intususepsi Ileosekal, pembuluh darah mesenterik tertekan

diantara intususeptum yang menyebabkan edema dan iskemia, dan bisa

berujung nekrosis (Fetis & Schmeling, 2014)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

6

2.1.2 Epidemiologi

Intususepsi merupakan penyebab paling umum dari obstruksi intestinal

pada usia antara 5 bulan hingga 3 tahun dan merupakan kegawatdaruratan

abdomen paling umum pada anak usia dibawah 2 tahun. 60% pasien intususepsi

berusia dibawah 1 tahun, dan 80% kasus terjadi dibawah 2 tahun; sedangkan

kasus ini jarang terjadi dineonatus. Insiden intususepsi berkisar antara 1 hingga 4

per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan rasio laki – laki dan perempuan adalah 3 : 1.

Beberapa intususepsi yang terjadi pada usus halus dan kolon dapat kembali secara

spontan. Namun, jika tidak diobati, intususepsi pada ileosekal ini dapat

menyebabkan iskemia dan infark intestinal, perforasi, peritonitis, dan kematian

(Holcomb et al, 2014; Kliegman et al, 2016).

2.1.3 Etiologi

Intususepsi pada dewasa dan anak mempunyai etiologi yang berbeda. Pada

dewasa, sekitar 90% kasus intususepsi disebabkan oleh kondisi patologi organik

dan hanya 10% yang bersifat idiopatik. Penyebab utama intususepsi pada dewasa

adalah neoplasma, adhesi, diare kronik, dan gangguan motilitas seperti penyakit

Hirschsprung. Neoplasma merupakan penyebab dari 65% kasus intususepsi.

Sementara pada anak, keadaan patologis yang menyebabkan intususepsi adalah

infeksi, polip, limfoma, sindrom malabsorpsi, divertikulum Meckel, fibrosis kistik,

duplikasi, hematoma intramural, dan adhesi (Acharya et al, 2017; Rutherford et al,

2013; Shehzad et al, 2013; Casiraghi et al, 2016; Blanco, 2018).

Mayoritas kasus intususepsi bersifat idiopatik pada anak – anak (90%).

Pada pasien ini, hiperplasia limfoid dihipotetiskan sebagai penyebab utama

(leading point). Kejadian ini biasanya terjadi pada musim gugur dan musim

dingin. Korelasi dengan infeksi adenovirus (tipe C) sebelumnya telah diperhatikan,

dan kasus ini biasanya merupakan komplikasi dari otitis media, gastroenteritis,

Henoch-Schonlein purpura, atau infeksi saluran pernafasan atas. Risiko

intususepsi meningkat pada bayi usia 1 tahun atau lebih muda setelah menerima

vaksin rotavirus tetravalen dalam 2 minggu setelah vaksinasi. Meskipun rotavirus

menghasilkan enterotoksin, namun tidak ada hubungan antara tipe rotavirus

Universitas Sumatera Utara

Page 17: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

7

terkait manusia dengan kejadian intususepsi. Oleh karena itu, vaksin rotavirus

yang disetujui sekarang tidak terkait dengan peningkatan risiko intususepsi (Fetis

& Schmeling, 2014; Kliegman et al, 2016).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa 85% kasus intususepsi pada anak

disebabkan oleh infeksi virus. Di antara kasus-kasus tersebut, 47% disebabkan

oleh adenovirus, 45% disebabkan oleh HHV-6, 23% disebabkan oleh rhinovirus,

13% disebabkan oleh CMV, 8% disebabkan oleh enterovirus, dan 6% disebabkan

oleh rotavirus (Lappalainen et al, 2012). Penelitian prospektif di Australia dan

Vietnam juga melaporkam bahwa intususepsi pada pada bayi berhubungan dengan

infeksi adenovirus pada kedua negara tersebut dan menyimpulkan bahwa

adenovirus mungkin memainkan peran penting dalam etiologi intususepsi (Bines

et al, 2006).

Anggapan baru menunjukkan bahwa infeksi pada sistem gastrointestinal

ataupun pengenalan makanan dengan kadar protein tinggi menghasilkan

pembengkakan pada peyer patches pada ileum terminal. Hiperplasia limfoid

nodular merupakan faktor risiko lainnya. Penonjolan dari jaringan limfatik akan

menyebabkan prolaps mukosa ileum ke dalam usus besar, sehingga menyebabkan

intususepsi. Dalam 2 – 8% pasien, poin utama (leading point) dari intususepsi

adalah divertikulum Meckel, polip usus, neurofibroma, kista, appendiks yang

terbalik, leiomioma, hamartoma, jaringan ektopik pankreas, jahitan yang

anastomosis, penyakit limpoproliferatif, hemangioma, atau kondisi ganas seperti

limfoma, atau sarkoma kaposi. Umumnya terjadi pada anak diatas usia 2 tahun.

Pada orang dewasa, poin utama ini hadir sebanyak 90%. Intususepsi pada

postoperatif biasanya terjadi pada operasi abdomen terutama pada bagian

ileosekal. Diagnostik kerja yang agresif untuk mengetahui penyebab patologis

utama harus diketahui jika terjadi intususepsi (Holcomb et al, 2014).

2.1.4 Patofisiologi

Ketidakseimbangan gaya longitudinal sepanjang dinding usus diyakini

sebagai penyebab intususepsi. Minimnya homogenitas gaya longitudinal

sepanjang dinding intestinal dapat disebabkan massa yang bertindak sebagai lead

Universitas Sumatera Utara

Page 18: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

8

point atau dapat menyebabkan pola peristaltik yang tidak terorganisasi.

Ketidakseimbangan kontraksi otot sirkular yang tegak lurus dengan aksis gaya

longitudinal menyebabkan bagian usus membelit sehingga membentuk suatu titik

tumpu lipatan dan mengakibatkan invaginasi ke usus distal sekitar (Hesse et al,

2011).

Bagian usus yang masuk bertindak sebagai apeks intususepsi,

intususeptum, dan dengan komplit berinvaginasi ke bagian distal dari usus yang

menerimanya, intususipien. Proses invaginasi berlanjut, intususeptum menarik

mesenteri dan dapat berlanjut sampai ke rektum. Seiring dengan intususeptum

berlanjut, aliran balik limfatik akan terhambat dan akhirnya drainase vena juga

terganggu sebagai peningkatan tekanan pada dinding usus halus. Hal ini

menyebabkan kongesti dan edema pada intususeptum (Hesse et al, 2011, Ignacio

& Fallat, 2010).

Alhasil, pada lumen akan terjadi blokade (oklusi) dan selanjutnya

menekan mesenterika sehingga terjadi strangulasi (Hesse et al, 2011), dan

mayoritas intususepsi tidak berstrangulasi pada 24 jam pertama (Kliegman et al,

2016).

Suplai darah arteri pada segmen usus ini akan terhambat. Pada awalnya,

membran mukosa, yang sangat sensitif terhadap iskemia, menjadi terkelupas dan

dikeluarkan sebagai feses berlendir. Mukosa iskemik akan berdarah ketika

mukosa terkelupas semakin dalam dan darah akan bercampur dengan mukus yang

menghasilkan gejala klasik "red currant jelly stools" (Kimia et al, 2017; Hesse et

al, 2011; Padilla & Moses, 2017).

Jika pembengkakan, edema, dan iskemia tidak segera diatasi, lumen usus

menjadi terhambat sepenuhnya, dan nekrosis transmural pada intususeptum akan

terjadi dan mengakibatkan sekuesterasi cairan, translokasi bakteri intestinal ke

kavitas peritoneum, perforasi usus, dan kemungkinan terjadinya peritonitis (Hesse

et al, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

9

2.1.5 Patologi

Tidak banyak penelitian yang melaporkan hasil pemeriksaan patologi

anatomi pada intususepsi. Sebuah penelitian yang memeriksa 151 spesimen

patologi kasus intususepsi pada anak yang diperoleh dari pembedahan, temuan

yang paling sering meliputi hiperplasia limfoid (35%), nekrosis atau infark (10%),

dan divertikulukm Meckel (10%) (Johnson et al, 2012).

Suatu artikel melaporkan suatu kasus intususepsi pada anak perempuan

berusia 7 tahun dengan riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan kerusakan aktif pada epitel dengan

ulserasi, granulasi, dan nekrosis. Permukaan epitelium juga terdapat sel yang

bertransformasi dengan nukleus smudgy membesar yang konsisten dengan inklusi

virus Cowdry tipe B. Pada pemeriksaan imunohistokimia dipastikan adanya

infeksi adenovirus (Abizu et al, 2014).

Gambaran proliferasi vaskular florid telah dilaporkan dalam beberapa

laporan dengan kasus intususepsi tanpa nekrosis. Secara mikroskopis, tampak

mass eksofitik polipoid dengan ulserasi yang ekstensif. Pada bagian superfisial

polip tampak gambaran piogenik seperti granuloma dan pada bagian lebih dalam

tampak proliferasi pembuluh darah kecil dengan ukuran kapiler yang berkumpul

dan permbuhan infiltratif dan perluasan ke musculus propria. Sel endotelial

terdapat nuklei ovoid dan menunjukkan nukleus atipia minimal tanpa multi-

layering (Gu et al, 2013).

Gambaran hiperplasia limfoid berhubungan dengan nekrosis dan

perdarahan pada intususepsi. Temuan histologis yang paling sering adalah

hiperplasi limfoid lokal pada leading edge, dengan formasi germinal sentral yang

jelas, terbatas pada mukosa dan submukosa yang terlibat (Montgomery et al,

1994).

2.1.6 Manifestasi Klinis

Dalam kasus yang khas, gejala yang tampak adalah anak tiba – tiba terjadi

serangan mendadak, dimana anak yang sebelumnya sehat, sekarang mengeluh

nyeri kolik berat yang berulang dengan interval yang sering dan disertai upaya

Universitas Sumatera Utara

Page 20: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

10

kaki tegang dan lutut tertekuk dan menangis keras. Bayi mungkin awalnya merasa

nyaman dan masih bisa bermain normal diantara fluktuasi rasa nyeri; tetapi jika

intususepsi ini tidak berkurang, lama kelamaan bayi akan menjadi semakin lemah

dan lesu. Nyeri perut intermiten yang parah terjadi pada 15 – 20 menit pada bayi

dan balita adalah ciri intususepsi dan tercatat 95% anak dengan diagnosis ini.

Anak biasanya akan tenang diantara episode kolik. Pada beberapa keadaan,

lesunya pasien tidak menunjukkan tanda perut yang nyeri. Namun, jika pada

keadaan anak terjadi syok, dengan demam dan peritonitis, bisa terjadi. Denyut

nadi menjadi lemah dan halus, laju pernafasan menjadi cepat dan dangkal, dan

anak merintih (Fetis & Schmeling, 2014; Holcomb et al, 2014).

Muntah merupakan gejala yang terjadi pada sebagian besar kasus dan

biasanya lebih sering terjadi pada fase awal. Pada fase selanjutnya, muntah akan

berwarna seperti cairan empedu. Kotoran pada awalnya juga masih tampak

normal dalam beberapa jam setelah gejala timbul. Setelah 1 – 2 hari, anak akan

mengeluarkan feses yang bercampur dengan lendir dan darah (red currant jelly

stool). Trias intususepsi yaitu adanya massa abdomen berbentuk sosis, feses

dengan lendir dan darah, dan nyeri abdomen. Gejala-gejala ini ditemukan pada <

30% pasien intususepsi dan kejadian muntah biasanya akan memberikan prediksi

nilai positif > 90%, dan meningkat dengan adanya perdarahan anus

(Marsicovetere et al, 2017; Kliegman et al, 2016).

Palpasi abdomen biasanya menunjukkan adanya massa abdomen yang

teraba lunak dan berbentuk sosis, yang biasanya dapat teraba jelas ketika anak

nyeri sekali. Pada kasus anak dibawah 2 tahun biasanya gejala kurang khas, dan

bahkan bisa membaik atau hilang tanpa pengobatan. Kejadian ini dapat rekuren

sebanyak 5-8% setelah reduksi hidrosatatik. Intususepsi yang bersifat kronis,

dengan gejala yang lebih ringan lebih sering terjadi setelah enteritis akut dan

dapat terjadi pada usia yang lebih tua (Holcomb et al, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

11

2.1.7 Diagnosis

Jika pada anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarah kepada diagnosis

intususepsi, maka pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mempertegas

diagnosis. Foto polos abdomen mungkin akan menunjukkan densitas lebih tinggi

pada area intususepsi. Skrining dengan menggunakan USG pada pasien terduga

intususepsi dapat menguatkan diagnostik dan mengurangi paparan radiasi yang

tidak perlu pada anak – anak jika hasilnya negatif. Temuan USG akan

menunjukkan gambaran massa tubular dan gambaran sandwich atau pseudokidney

pada potongan longitudinal dan gambaran donat atau target sign pada potongan

transversal. USG memiliki sensitivitas 98-10% dan spesifisitas 98% dalam

mendiagnosis intususepsi. Udara, salin hidrostatik, atau kontras enema telah

menggatikan pemeriksaan dengan menggunakan barium. Kontras enema biasanya

akan menunjukkan gambaran filling defect atau cupping yang terhambat karena

adanya intususepsi ini. Dengan menggunakan reduksi udara, akan mengurangi

komplikasi dan paparan radiasi yang lebih rendah daripada paparan teknik

hidrostatik kontras lama (Fetis & Schmeling, 2014; Levy et al, 2015).

Pemeriksaan radiologis sangat penting dalam mengevaluasi intususepsi.

Foto polos abdomen dapat dilakukan 2 posisi yaitu posisi telentang (supine) dan

posisi left lateral decubitus. Pola gas pada usus dalam perjalanan penyakit ini

awalnya dapat normal, namun dapat terjadi obstruksi jika gejala klinis menetap.

Temuan yang ada biasanya adalah kurangnya gas pada usus di daerah fossa iliaka

kanan. Temuan lainnya seperti adanya massa lunak pada kuadran kanan atas

abdomen. Jika dari gambaran foto polos abdomen mendukung suatu intususepsi,

maka harus dilanjutkan kepada pemeriksaan barium enema dengan memanfaatkan

reduksi hidrostatik untuk konfirmasi diagnosis (Kliegman et al, 2016; Levy et al,

2015).

CT Scan tidak memiiki peran dalam evaluasi diagnostik intususepsi.

Meskipun modalitas ini mampu menunjukkan intususepsi secara jelas, namun

tidak dipilih sebagai pilihan karena berpotensi membahayakan dari paparan

radiasi yang timbulkan (Fetis & Schmeling, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

12

Gambar 2. Gambaran USG Intususepsi pada potongan longitudinal

(pseudokidney sign) dan potongan transversal (target sign) (Fetis &

Schmeling, 2014; Levy et al, 2015)

Universitas Sumatera Utara

Page 23: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

13

Gambar 3. Gambaran massa seperti sosis pada abdomen dan gambaran foto

polos abdomen menunjukkan dilatasi kolon dan fossa iliaka oleh gas (Fetis &

Schmeling, 2014; Holcomb et al, 2014)

Gambar 4. Gambaran Fluoroskopi dengan menggunakan Air Enema pada

intususepsi ileosekal (Fetis & Schmeling, 2014)

2.1.8 Diagnosis Banding

Akan menjadi sulit dalam mendiagnosis intususepsi pada anak – anak

yang telah menderita gastroenteritis; yaitu dalam perubahan pola penyakit,

karakteristik nyeri, atau proses muntah dan perdarahan anus. Feses lendir berdarah

dan kram perut pada enterokolitis biasanya dapat dibedakan dengan intususepsi

Universitas Sumatera Utara

Page 24: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

14

karena nyeri pada enterokolitis akan lebih ringan dan tidak sering terjadi, dan

disertai diare, dan bayi akan lebih lesu diantara rasa nyeri yang timbul. Perdarahan

dari divertikulum Meckel biasanya tidak nyeri. Gejala pada sendi, purpura, atau

hematuria biasanya terjadi pada perdarahan usus yang disebabkan oleh Henoch –

Schonlein purpura. Karena intususepsi merupakan komplikasi dari setiap penyakit

ini, pemeriksaan USG diharapkan dapat meniadakan diagnosis banding ini untuk

menemukan diagnosis utamanya (Gluckman et al, 2017; Lin et al, 2017).

2.1.9 Manajemen

Reduksi dari intususepsi akut merupakan suatu prosedur emergensi dan

harus dilakukan secepatnya dengan persiapan operasi yang mendesak. Pada

pasisen dengan intususepsi berkepanjangan dengan gejala syok, iritasi peritoneal,

perforasi usus, atau pneumatosis intestinalis, reduksi hidrostatik tidak boleh

dilakukan. Angka kesuksesan dari reduksi hidrostatik dengan panduan USG dan

fluoroskopi adalah 80 – 95% pada intususepsi ileosekal. Reduksi spontan dari

intususepsi sebanyak 4 – 10% pasien. Kejadian perforasi usus sebanyak 0,5 –

2,5% dari penggunaan barium dan reduksi hidrostatik. Angka perforasi dengan

reduksi udara sebanyak 0,1 – 0,2%. Reduksi surgikal diindikasikan dengan

adanya syok, dicurigai nekrosis usus atau perforasi, peritonitis (Fetis & Schmeling,

2014; Holcomb et al, 2014; Kliegman et al, 2016).

Gambaran intususepsi ileosekal paling jelas dengan penggunaan USG

abdomen. Reduksi dengan agen kontras, salin, atau udara tidak dilakukan.

Intususepsi ini dapat berkembang secara tersembunyi setelah operasi usus, dan

memerlukan operasi ulang jika tidak secara spontan kembali. Jika operasi manual

tidak mungkin dilakukan, maka dilakukan reseksi intususepsi dengan anastomosis

ujung ke ujung (Marsicovetere et al, 2017; Holcomb et al, 2014).

2.1.9.1 Prinsip Manajemen Intususepsi

Terdapat suatu algoritme generic yang memandu modalitas

penatalaksanaan intususepsi. Pembagian ini menghasilkan lima kategori yang

dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok mayor yaitu kondisi yang

memerlukan reseksi, dimana usus tidak lagi viabel dan/atau dengan pathological

Universitas Sumatera Utara

Page 25: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

15

lead point; reduksi operatif, dimana usus viabel dan tanpa pathological lead point;

dan reduksi primer non operatif dengan usus viabel dan tanpa pathological lead

point (Bekdash et al, 2013) (Gambar 5).

Gambar 5. Algoritme General Penatalaksanaan Intususepsi berdasarkan

Modalitas Terapi dan Outcome (Bekdash et al, 2013). PLP: Pathological lead

point

Selain itu, adaspun algoritme manajemen intususepsi berdasarkan Global

Help (Gambar 6). Apabila fasilitas memungkinkan, reduksi non operatif

umumnya merupakan lini pertama penatalaksanaan intususepsi dan metode

pilihan ahli bedah anak. Jika tidak mungkin dilakukan, maka langkah selanjutnya

adalah manajemen operatif. Kontraindikasi manajemen reduksi non operatif yakni

peritonitis, pneumoperitoneum sekunder akibat perforasi usus, syok, distensi

abdomen yang jelas (kontraindikasi relatif), intususepsi usus halus yaitu ileo-ileal

atau ileo-ileokolik, dan durasi gejala yang lama sebelum datang ke rumah sakit (>

24 jam) (Hesse et al, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

16

Jika reduksi enema yang pertama gagal, maka direkomendasikan untuk

dilakukan usaha pengulangan dua sampai tiga kali lagi. Apabila usaha reduksi

masih gagal, maka alur penatalaksanaan beralih menjadi reduksi operatif/surgikal.

Operasi juga disarankan apabila terjadi kebocoran cairan ke kavum peritoneal

sebagi akibat perforasi usus (Hesse et al, 2011).

Apabila reduksi manual berhasil, maka alur penatalaksanaan berakhir di

sini. Namun apabila reduksi manual gagal akibat robeknya usus, atau jika

intususepsi dinilai bersifat gangrenous dari pengamatan inspeksi dari awal operasi,

atau jika ditemukan PLP, maka reseksi segmental perlu dilakukan yang diikuti

penyambungan kontinuitas usus dengan anastomosis end-to-end (Hesse et al,

2011).

Gambar 6. Algoritme Manajemen pada Anak dengan Intususepsi (Hesse et al,

2011). DRE: Direct rectal examination; EF: Examining finger

Universitas Sumatera Utara

Page 27: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

17

Metode operatif lainnya untuk reduksi intususepsi adalah secara

laparoskopik. Semua manuver yang dilakukan dengan metode terbuka dapat

dilakukan secara laparoskopik, termasuk reseksi dan anastomosis (Hesse et al,

2011).

2.1.9.2 Manajemen Non Operatif

Anak dengan intususepsi akan dehidrasi oleh karena muntah, kurangnya

asupan oral yang adekuat, dan hilangnya volume intravaskuler. Oleh sebab itu,

resusitasi cairan harus dimulai dari instalasi gawat darurat (Fetis & Schmeling,

2014; Holcomb et al, 2014).

Pemberian antibiotik intravena direkomendasikan sebelum dilakukan

reduksi. Anak dengan peritonitis atau adanya tanda perforasi harus diberikan

antibiotik intravena berupa piperacillin / tazobactam / ertapenem dan harus segera

dibawa ke meja operasi setelah dilakukan resusitasi cairan. Lini pertama terapi

untuk anak dengan intususepsi adalah upaya pneumatisasi atau reduksi hidrostatik

melalui anus yang dilakukan oleh seorang radiolografer pediatrik (Holcomb et al,

2014).

Teknik reduksi radiologis meliputi penembatan tabung rektum, atau

biasanya dapat menggunakan kateter Foley. Untuk memastikan aman dan

menjaga tekanan, tabung akan distabilisasi secara ketat pada daerah pantat. Dulu,

1m2 dari barium digunakan dengan angka keberhasilan sebanyak 70%. Terbaru ini,

reduksi pneumatisasi dengan udara dengan bantuan fluoroskopi dipilih sebagai

prosedur karena lebih mudah dan angka kesuksesannya tinggi (85%) dan dapat

mengurangi risiko perforasi. Pemberian udara ini juga memiliki keuntungan

kurangnya dosis radiasi bersamaan dengan pemantauan tekanan selama prosedur

berlangsung. Tekanan udara dijaga tetap dibawah 120 mmHg. Angka perforasi

minimal dilaporkan, sebanyak 1 – 3 %. Kesuksesan reduksi diartikan bahwa

massa dalam kolon terbebas atau adanya refluks ke ileum terminal. Setelah

reduksi, pemantauan tetap dilakukan pada anak mulai dari pemberian antibiotik

dan makanannya. Jika anak – anak dapat mentoleransi makanan dan tidak timbul

nyeri perut, maka dapat pulang ke rumah 23 jam setelah reduksi. Kejadian

Universitas Sumatera Utara

Page 28: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

18

intususepsi berulang dapat terjadi pada 15% anak – anak, dan harus dilakukan

reduksi berulang. Namun, perlu dipertimbangkan titik patologis utamanya

kembali (Fetis & Schmeling, 2014; Honjo et al, 2015; Ntoulia, 2016).

2.1.9.3 Manajemen Operatif

Operasi terbuka secara tradisional dilakukan melalui insisi pada sisi kanan

melintang pada infraumbilikal. Pertimbangan diperhatikan untuk melakukan insisi

pada garis tengah tubuh, dengan visualisasi lebih baik dan mudahnya menemukan

massa. Saat memasuki kavum peritoneum, massa dari intususeptum ditelusuri dan

dilakukan manuver reduksi manual dengan memeras lembut (taxis) pada

intususeptum mulai dari bagian ujung distal. Ini bisa ditambah dengan melalukan

traksi yang lambat dan lembut dengan menarik pada tepi proksimal ileum. Ahli

bedah anak disarankan untuk tidak melalukan traksi proksimal karena dapat

merobek usus yang bengkak. Baik operasi terbuk atau laparoskopi menunjukkan

bahwa aman untuk dilakukan. Penekanan yang kontinu pada dinding usus yang

bengkak diperlukan untuk secara manual mengeluarkan massa tersebut. Cairan

serosa mungkin akan keluar saat manuver ini dilakukan karena baik intususeptum

maupun intususipien sedang dalam keadaan edema. Setelah reduksi manual

berhasil, pastikan usus dalam keadaan viabel dan perfusinya baik dan perhatikan

ada atau tidaknya leading point, terutama divertikulum Meckel (Fetis &

Schmeling, 2014; Holcomb et al, 2014; Kliegman et al, 2016).

Jika setelah beberapa menit setelah melakukan reduksi, tidak ada

perbaikan, maka harus dilakukan reseksi intususepsi. Untuk intususepsi ileosekal

akan dilakukan ileocecectomi atau hemikolektomi kanan. Operasi ini dilakukan

dengan mobilisasi kolon ke pleksura hepatika. Pendekatan yang paling dipilih

adalah dengan melakukan anastomosis dari ujung ke ujung jika batas reseksi jelas

dan edema minimal. Stoma yang temporer dipasang saat operasi, tapi tetap harus

dipantau karena untuk menilai apakah ada pemulihan usus yang lambat, dan

perfusi yang rendah dari batas reseksi, instabilitas hemodinamik, atau perforasi

dengan sepsis intraabdominal (Fetis & Schmeling, 2014; Kliegman et al, 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

19

Manajemen intususepsi yang terjadi pada apendiks masih bersifat

kontroversial dan belum ada konsensus yang mendukung. Sebelumnya, operasi

apendiks dilakukan untuk menghilangkan diagnosis banding tentang status

apendiks pada pasien dengan sayatan melintang sisi kanan (Fetis & Schmeling,

2014; Holcomb et al, 2014).

2.1.10 Intususepsi Pasca Operatif

Intususepsi pasca operasi merupakan suatu fenomena yang jarang.

Meskipun ada korelasi kuat dengan diseksi retroperitoneum, kejadian ini telah

diamati selama jalannya operasi. Etiologi dari intususepsi pasca operasi masih

belum diketahui. Penyebab yang sering disebutkan yaitu edema dari manipulasi

usus, ileus, jahitan atau garis operasi, ataupun adhesi postoperatif. Biasanya ini

meliputi usus haus dan terjadi pada dua minggu pertama pasca operasi. Insidennya

sangat kecil, yaitu 1% dan diagnosis dipantau dari tiap anak yang selesai operasi

apakah terdapat tanda obstruksi usus. Gejala yang timbul yaitu kerja usus pada

anak tidak bisa kembali normal dan terjadi obstruksi, seperti kembalinya gejala

nyer perut dengan distensi abdomen, muntah bilier, dan kolik. Diagnosis ini harus

dibandingkan dengan kejadian ileus adinamik. Jika anak diduga terjadi intususepsi

pasca operasi, maka USG dapat menjadi tes konfirmasi dengan sensitivitas

sebanyak 80%. Jika terdiagnosis demikian, maka perlu dilakukan reeksplorasi

kembali untuk reduksi manual. Kebanyakan akan dapat dilakukan reduksi dengan

traksi dan reseksi jarang diperlukan (Fetis & Schmeling, 2014; Holcomb et al,

2014).

2.1.11 Prognosis

Intususepsi yang tidak diobati pada bayi biasanya akan berujung fatal.

Pemulihan dari intususepsi bergantung pada durasi intususepsi sebelumnya

sebelum reduksi. Beberapa bayi akan sembuh sempurna pada 24 jam pertama.

Tingkat kekambuhan setelah reduksi sekitar 2 – 5%. Kebanyakan kekambuhan

terjadi dalam 72 jam setelah reduksi. Kortikosteroid dapat mengurangi frekeunsi

Universitas Sumatera Utara

Page 30: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

20

intususepsi berulang. Dengan manajemen bedah yang memadai, maka reduksi

laparoskopi dapat menurunkan angka kematian (Kliegman et al, 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain retrospektif

untuk mengetahui karakteristik gejala klinis, tanda-tanda vital dan viabilitas usus

pada intususepsi pediatrik di RSUP H. Adam Malik

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2018 sampai Mei 2019 di

Rumah Sakit Haji Adam Malik setelah mendapat persetujuan dari Komisi Etik

yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengolahan data dan

penulisan laporan penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien intususepsi di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sepanjang pengamatan peneliti, kasus

intususepsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sangat langka dimana

rerata hanya dijumpai 1 kasus tiap 3 bulan.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh pasien intususepsi yang dirawat di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sejak tahun 2014-2018, yang

memenuhi kriteria inklusi:

Kriteria inklusi:

a. Pasien menjalani pembedahan

b. Berusia < 18 tahun

c. Merupakan pasien pada tahun 2016-2018

Universitas Sumatera Utara

Page 32: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

22

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien intususepsi yang

dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sejak tahun 2014-2018

yang memuhi kriteria inklusi.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling, dimana

semua subjek yang memenuhi kriteria penelitian direkrut menjadi sampel

penelitian.

3.5 Definisi Operasional

1. Viabilitas usus

a. Definisi operasional: Temuan usus saat durante operasi dimana

usus terkait akan dihangatkan dengan heat pad selama 10 menit

dan selanjutnya dinilai peristaltik dan warna usus. Apabila

peristaltik dan warna usus tidak kembali normal maka usus dinilai

tidak viabel

b. Cara ukur: Pengumpulan data rekam medis

c. Hasil pengukuran: Viabel, tidak viabel

d. Skala pengukuran: Ordinal

2. Gejala klinis

a. Definisi operasional: Gejala trias intususepsi yang meliputi massa

abdomen berbentuk sosis, red currant jelly stool, dan nyeri

abdomen

b. Cara ukur: Pengumpulan data rekam medis

c. Hasil pengukuran: Ya, tidak

d. Skala pengukuran: Ordinal

3. Tanda vital

a. Definisi operasional: Pemeriksaan yang meliputi tekanan darah,

denyut nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh. Tanda vital dinilai

saat pertama kali masuk IGD. Bila saat awal masuk pasien disertai

Universitas Sumatera Utara

Page 33: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

23

dehidrasi, maka tanda vital dinilai kembali setelah dilakukan

resusitasi.

Denyut nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis

selama satu menit. Laju pernafasan dilakukan dengan observasi

gerakan dada atau perut selama satu menit. Suhu tubuh diukur

dengan menggunakan termometer digital sampai bunyi tanda

pengukuran telah selesai.

b. Cara ukur: Pengumpulan data rekam medis

c. Hasil pengukuran: Pengelompokkan tekanan darah, denyut nadi,

dan laju pernafasan dikelompokkan menjadi normal, di atas

normal, di bawah normal, berdasarkan rentang normal di bawah

ini.

Adapun pengelompokkan suhu tubuh yaitu: hipotermia (< 35ºC),

normal (36,5 - 37,5ºC), demam (>37,5 - 38,3ºC), hipertermia

(>38,3 - 40ºC), hiperpireksia (>40ºC).

d. Skala pengukuran: Ordinal

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data dikumpulkan, diolah dan dilakukan uji statistik secara

komputerisasi. Analisis data kuantitatif dilakukan secara bertahap, yaitu analisis

univariat (satu variabel).

a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi karakteristik sampel

penelitian yang meliputi: jenis kelamin; usia; durasi penyakit; gejala klinis

(massa abdomen berbentuk sosis, red currant jelly stool, dan nyeri abdomen);

Universitas Sumatera Utara

Page 34: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

24

lokasi terjadinya intususepsi; tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, laju

pernafasan, dan suhu tubuh); viabilitas usus (viable / non viable), pada kasus

intususespsi pediatrik akan dilakukan analisis univariat. Data disajikan dengan

menggunakan grafik atau tabel kemudian diinterpretasikan berdasarkan hasil

yang diperoleh.

3.7 Kerangka Operasional

Pasien intususepsi pediatrik

Sampel penelitian

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Pengambilan data penelitian

Analisis data

Universitas Sumatera Utara

Page 35: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

25

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Distribusi Karakteristik Penelitian

Seluruh pasien intususepsi yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik sejak tahun 2016-2018 yang memenuhi kriteria penelitian diambil

menjadi sampel dan diperoleh sebanyak 27 orang. Distribusi karakteristik sampel

penelitian tersebut disajikan dalam tabel.

Tabel 4.1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel penelitian. Dari 27

orang sampel penelitian, sebanyak 18 (66,67%) orang merupakan laki-laki dan 9

(33,33%) lainnya merupakan perempuan. Berdasarkan usia, paling banyak (11

orang; 40,73%) sampel berusia 4-6 bulan, diikuti dengan usia 7-12 bulan (8 orang;

29,63%), 0-3 bulan (4 orang; 14,81%), dan 13-24 bulan serta > 24 bulan (masing-

masing 2 orang; 7,41%). Dominan (12 orang; 44,44%) sampel merupakan pasien

tahun 2018, diikuti dengan 9 orang (33,33%) merupakan pasien tahun 2016, dan

paling sedikit sampel merupakan pasien tahun 2017, yaitu sebanyak 6 orang

(22,22%).

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Penelitian

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 18 66,67

Perempuan 9 33,33

Usia (bulan)

0-3 4 14,81

4-6 11 40,73

7-12 8 29,63

13-24 2 7,41

>24 2 7,41

Tahun register

2016 9 33,33

2017 6 22,22

2018 12 44,44

Universitas Sumatera Utara

Page 36: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

26

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi tanda vital sampel penelitian.

Berdasarkan distribusi tanda vital, mayoritas sampel penelitian mempunyai tanda

vital yang normal. Dua puluh (74,07%) orang sampel mempunyai tekanan darah

normal, dua puluh satu (77,78%) sampel dengan denyut nadi normal, dan 19

(70,37%) sampel dengan laju nafas normal. Sebanyak 21 (77,78%) orang sampel

mempunyai suhu tubuh dengan rentang normal, lima (18,52%) orang dengan

hipertermia, dan 1 (3,70%) orang dengan hiperpireksia.

Tabel 4.2. Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Tanda Vital

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Tekanan darah

Normal 20 74,07

Tinggi 7 25,93

Denyut nadi

Normal 21 77,78

Tinggi 6 22,22

Laju nafas

Normal 19 70,37

Tinggi 8 29,63

Temperatur

Normal 21 77,78

Hipertermia 5 18,52

Hiperpireksia 1 3,70

Distribusi karakteristik klinis sampel penelitian ditunjukkan pada Tabel

4.3. Hanya lima (18,52%) sampel yang datang dengan durasi gejala satu hari,

sedangkan jumlah sampel dengan durasi gejala 2-3 hari dan ≥4 hari hampir sama,

yaitu 12 (44,44%) orang dan 10 (37,04%) orang. Berdasarkan lokasi intususepsi,

ileocolic merupakan lokasi paling sering dengan jumlah sampel 21 (77,78%)

orang, dan diikuti dengan lokasi ileocaecal dengan jumlah 2 (7,41%) orang.

Lokasi ileoileal, ileocolocolic, dan colocolic masing-masing dengan jumlah

sampel 1 (3,70%) orang. Intususepsi pada dua lokasi ditemukan pada 1 (3,70%)

orang, yaitu pada ileocolic dan colocolic.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

27

Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Klinis Sampel Penelitian

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Durasi (hari)

1 5 18,52

2-3 12 44,44

≥4 10 37,04

Lokasi

Ileocolic 21 77,78

Ileocaecal 2 7,41

Ileoileal 1 3,70

Ileocolocolic 1 3,70

Colocolic 1 3,70

Ileocolic + colocolic 1 3,70

Trias

Ya 9 33,33

Tidak 18 66,67

Red currant jelly stool

Ya 17 62,96

Tidak 10 37,04

Massa pada palpasi

Ya 11 40,74

Tidak 16 59,26

Nyeri abdomen

Ya 19 70,37

Tidak 8 29,63

Distensi abdomen

Ya 7 25,93

Tidak 20 74,07

Emesis

Ya 12 44,44

Tidak 15 55,56

Letargi

Ya 16 59,26

Tidak 11 40,74

Viabilitas usus

Ya 17 62,96

Tidak 10 37,04

Sembilan (33,33%) sampel mempunyai trias gejala, dan 18 (66,67%)

orang lainnya tidak mengalami trias gejala intususepsi. Tujuh belas (62,96%)

sampel melaporkan adanya red currant jelly stool, sedangkan 10 (37,04%) orang

sisanya tidak. Pada pemeriksaan palpasi abdomen, massa dijumpai pada 11

(40,74%) orang sampel, dan tidak ditemukan pada 16 (59,26%) orang. Sembilan

Universitas Sumatera Utara

Page 38: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

28

belas (70,37%) sampel mengeluhkan nyeri abdomen dan sebagian kecil (29,63%)

tidak mengalami gejala tersebut.

Distensi abdomen hanya dijumpai pada sebagian kecil (25,93%) sampel

sedangkan 20 (74,07%) orang lainnya tidak disertai distensi abdomen. Jumlah

pasien yang mengalami emesis hampir mencapai setengah, yaitu 12 (44,44%)

orang. Gejala tambahan berupa letargi dijumpai pada 16 (59,26%) sampel. Pada

temuan operatif, usus yang tidak viabel ditemukan pada 11 (40,74%) orang

sampel, dan temuan pada 16 (59,26%) orang sampel lainnya masih dengan

viabilitas yang baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

29

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian

Intususepsi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada

anak. Intususepsi biasanya merupakan kasus gawat darurat dan perubahan

patofisiologi yang berat dapat terjadi pada keadaan lebih lanjut. Jika intususepsi

tidak ditangani, aliran darah pada titik obstruktif akan terganggu, dan akhirnya

dapat terjadi nekrosis, ganggren, atau peritonitis (Annigeri et al, 2017). Pada

penelitian ini, peneliti mengkaji karakteristik gejala klinis, tanda vital, dan

viabilitas usus pada kasus-kasus intususepsi pediatrik di RSUP H. Adam Malik

Medan.

Berdasarkan manifestasi klinis, temuan yang paling banyak dijumpai pada

penelitian ini adalah nyeri abdomen (70,37%), disusul dengan red currant jelly

stool (62,96%). Sementara yang paling sedikit adalah dijumpai massa abdomen

(40,74%).

Hasil penelitian Fernandes et al (2016) melaporkan bahwa gejala klinis

yang paling banyak ditemukan adalah muntah (89,4%), disusul dengan feses

dengan darah (75,5%), dan distensi abdomen (71,8%). Persentase gejala feses

berdarah hampir serupa dengan temuan penelitian ini yaitu 63%, namun gejala

muntah dan distensi abdomen hanya ditemukan pada 44% dan 26% dari sampel

penelitian.

Adapun perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini yang

dapat menyebabkan perbedaan hasil penelitian, yakni pada penelitian Fernandes et

al (2016), sampel penelitian hanya terbatas pada anak berusia < 1 tahun. Selain

itu, sebagian dari sampel penelitian mereka diambil pada masa vaksin rotavirus

telah luas diberikan pada anak < 1 tahun (85,1%-86,3%) (Steele et al, 2012;

Lloyd-Johnsen et al, 2012; Khumjui et al, 2009), dimana diketahui bahwa

rotavirus merupakan penyebab utama infeksi gastrointestinal pada anak yang

dapat berkomplikasi menjadi intususepsi (Grzybowska-Chlebowczyk, 2015).

Sebaliknya, vaksin rotavirus di Indonesia bukan merupakan salah satu vaksin

Universitas Sumatera Utara

Page 40: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

30

wajib dalam program pemerintah, dan ketaatan pemberian imunisasi juga tidak

diketahui (Kemenkes RI, 2017).

Tanda vital yang dinilai dengan empat parameter, yakni tekanan darah;

denyut nadi; laju nafas; dan temperatur, ditemukan normal pada mayoritas sampel

(70,37% - 77,78%). Peneliti tidak dapat membandingkan temuan ini dengan

penelitian lainnya, karena berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, tidak

ada penelitian yang melampirkan temuan tanda vital pada intususepsi anak.

Akan tetapi, adapun temuan dari beberapa laporan kasus yang sejalan

dengan temuan penelitian ini. Tanda vital kasus intususepsi dilaporkan normal

pada rangkaian dari 3 laporan kasus Pineda & Hardasmalani (2008), begitu pula

dengan laporan kasus oleh Tajik & Goudarzian (2018), Percy et al (2017), dan

Gunawan (2018). Selain itu, kajian literatur juga menyatakan bahwa pada awal

perjalanan intususepsi, tanda vital anak biasanya normal. Seiring dengan

memburuknya obstruksi dan intususeptum menjadi semakin iskemik, anak dapat

menjadi demam, hipovolemik, dan takikardi. Perburukan gejala ini biasanya

terjadi pada tahap yang lebih lanjut (Padilla & Moses, 2017; Bowker & Rascati,

2018).

Sebanyak 37,04% dari sampel penelitian mempunyai usus yang tidak

viabel. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung, dimana nekrosis usus ditemukan pada 14 dari 32 sampel

penelitian tersebut (Kusmaheidi et al, 2015). Akan tetapi, hasil ini berlawan

dengan temuan Johnson et al (2012), dimana hanya 10% dari spesimen patologi

penelitian tersebut yang ditemukan nekrosis/infark.

Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan populasi penelitian

Johnson et al yang hanya dilakukan pada anak berusia 1-12 bulan. Selain itu,

perbedaan juga dapat dikaitkan dengan durasi gejala. Pada penelitian ini,

sebanyak 44,44% sampel mempunyai durasi gejala 2-3 hari, dan 37,04% sampel

mempunyai durasi gejala ≥ 4 hari. Literatur sebelumnya menyatakan bahwa

nekrosis iskemik mulai terjadi sejak 72 jam pada sebagian besar kasus

(Columbani & Scholz, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 41: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

31

Mayoritas kasus intususepsi anak pada penelitian ini berada pada ileocolic.

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Usang et al (2013) (68%), Rengarajan

et al (2017) (72/74), dan Caruso et al (2017) (93%). Pada penelitian ini juga

ditemukan hanya 3,7% sampel dengan intususepsi yang berada di dua lokasi.

Intususepsi dengan dua lokasi atau lebih memang jarang ditemukan pada anak-

anak, dan hanya terdapat beberapa laporan (Shiu et al, 2010; Kızılyıldız et al,

2016).

Terdapat juga perbedaan lokasi intususepsi yang paling sering antara anak-

anak dan dewasa. Pada anak-anak lokasi yang paling sering adalah ileocolic,

sedangkan pada dewasa yang paling sering adalah entero-enteral (Medina et al,

2015; Cakir et al, 2013).

Durasi dari onset gejala sampai sampel mencari pertolongan medis adalah

2-3 hari (44,44%) dan ≥ 4 hari (37,04%). Hal ini sesuai dengan temuan

sebelumnya, Singh & Singh (2015) juga melaporkan hanya 13,6% sampel

intususepsi pada anak dengan durasi gejala 24-48 jam, 33,6% lainnya dengan

durasi 48-72 jam, dan 52,72% dengan durasi > 72 jam. Penelitian Ogundoyin et al

(2015) melaporkan durasi gejala intususepsi anak pada penelitian mereka

bervariasi dari 1-21 hari, dengan mean 4 hari. Namun penelitian Soldatenkova et

al (2016) melaporkan mayoritas (75%) sampel penelitian mereka mempunyai

durasi gejala < 24 jam.

Lamanya durasi gejala sampai pasien intususepsi mencari pertolongan

medis mungkin dapat berhubungan dengan usia populasi sampel yang masih

merupakan anak-anak. Anak yang belum mampu berbicara tidak dapat

mengungkapkan gejala yang dirasakan. Selain itu, apabila anak mengalami nyeri

abdominal, nyeri khas pada intususepsi bersifat hilang timbul. Nyeri dapat timbul

setiap 10-30 menit dan dapat hanya berlangsung beberapa detik. Di antara

serangan nyeri, anak tidak menangis maupun berteriak dan dapat bermain seperti

keadaan normal (Hesse et al, 2011).

Mayoritas sampel penelitian ini merupakan laki-laki. Annigeri et al (2017)

dalam penelitian mereka selama 7 tahun melaporkan rasio laki-laki terhadap

perempuan dalam intususepsi pediatrik adalah 2:1, dimana 102 dari 150 sampel

penelitian mereka merupakan laki-laki. Pada penelitian Muhsen et al (2014), juga

Universitas Sumatera Utara

Page 42: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

32

diperoleh persentase jumlah laki-laki sebesar 62.6%. Pada pedoman Jepang untuk

intususepsi pada anak, disebutkan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 2:1

(Ito et al, 2012), dan pada 3 penelitian epidemiologi skala besar diperoleh rasio

1,6:1 sampai 2,1:1 (Chang et al, 2001; Fischer et al, 2004; Buettcher et al, 2007).

Meski dengan rasio yang berbeda-beda, semua penelitian mengindikasikan

predisposisi jenis kelamin laki-laki pada intususepsi pediatrik (Singh et al, 2014).

Akan tetapi, tidak diketahui mengapa keadaan ini lebih sering terjadi pada laki-

laki.

Kelompok usia penderita intususepsi pada penelitian ini adalah 4-6 bulan

disusul dengan kelompok 7-12 bulan. Hasil ini serupa dengan penelitian Ahmad et

al (2016), dimana 68% dari sampel intususepsi pada penelitian mereka merupakan

anak berusia 6-12 bulan. Penelitian Kusmaheidi et al (2015) yang dilakukan di

Bandung, melaporkan bahwa kelompok terbanyak penderita intusepsi pada anak

adalah kelompok usia < 1 tahun. Namun hasil temuan penelitian ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhsen et al (2014), dimana kelompok

anak berusia 6-11 bulan hampir mencapai setengah (40%) dari jumlah sampel

dengan intususepsi.

Literatur juga menyebutkan 75% kasus intususepsi terjadi pada usia

sebelum 2 tahun, dan 90% terjadi pada usia sebelum 3 tahun. Tidak diketahui

dengan pasti mengapa kecenderungan terjadi pada rentang usia tersebut

(Columbani & Scholz, 2012).

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini hanya

dilakukan di satu pusat pelayanan kesehatan. Selain itu, RSUP H. Adam Malik

merupakan rumah sakit tipe A, sehingga variasi kasus yang diperoleh mungkin

terbatas. Penatalaksanaan kasus-kasus penelitian ini juga terbatas, dimana tidak

ada kasus yang ditangani dengan open reduction. Terdapat juga variabel yang

dalam penilaiannya dapat menimbulkan bias, seperti informasi nyeri yang tidak

dapat diketahui secara pasti dari hasil anamnesis dengan orang tua pasien.

Penelitian selanjutnya mungkin dapat dilakukan dengan desain yang lebih baik,

yaitu secara prospektif, melibatkan jumlah sampel yang lebih banyak, dan bersifat

multi-centred.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

33

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pelaksanaan penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yakni:

a. Manifestasi intususepsi pada anak yang ditemukan pada penelitian ini

diurutkan berdasarkan banyaknya frekuensi adalah: nyeri abdomen, red

currant jelly stool, letargi, emesis, massa pada abdomen, dan distensi

abdomen.

b. Mayoritas pasien intususepsi anak mempunyai tanda vital dalam batas normal.

c. Sebagian besar (62,96%) sampel mempunyai usus yang masih viabel.

d. Sebanyak 77,78% kasus intususepsi anak berada pada lokasi ileocolic.

e. Proporsi durasi gejala yang paling banyak adalah 2-3 hari (44,44%).

f. Sebanyak 66,67% sampel penelitian merupakan anak laki-laki,

g. Kelompok usia dengan frekuensi paling tinggi adalah 4-6 bulan (40,73%).

6.2 Saran

Penelitian ini mempunyai beberapa kekurangan, sehingga penelitian

selanjutnya mungkin dapat dilakukan dengan rancangan yang lebih baik, seperti

desain prospektif, bersifat multi-centred, melibatkan jumlah sampel yang lebih

banyak.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

34

DAFTAR PUSTAKA

Abizu RA, Aljomah G, Kozielski R, Baker SS, Baker RD, 2014. Intussusception

Associated With Adenovirus. JPGN, 59(5): E41.

Acharya I, Das S, 2017. An Intestinal Lipoma Presenting as a Case of

Intussusception. International Journal of Anatomy, Radiology and Surgery,

6(4): RC10-RC12.

Ahmad MM, Wani MD, Dar HM, Mir IN, Wani HA, Raja AN, 2016. An

experience of ultrasound-guided hydrostatic reduction of intussusception at a

tertiary care centre. S Afr J Surg, 54(1): 10-13.

Alhasani AA, 2016. Assessment of intraoperative manual reduction of

Intussusception in children. Bas J Surg, 22: 69-76.

Annigeri VM, Dasar S, Gadgade B et al, 2017. Childhood intussusception: a 7

years prospective analysis of data in a single center. Int J Health Sci Res,

7(1):34-38.

Applegate KE, 2006. Intussusception in Children: Diagnostic Imaging and

Treatment. In: Evidence-Based Imaging. New York: Springer. 475-492.

Applegate KE, 2009. Intussusception in children: evidence-based diagnosis and

treatment. Pediatric Radiology, 39: 140–3.

Bekdash B, Marven SS, Sprigg A, 2013. Reduction of intussusception: defining a

better index of successful non-operative treatment. Pediatr Radiol, 43: 649–

656.

Bines JE, Liem NT, Justice FA et al, 2006. Risk Factors for Intussusception in

Infants in Vietnam and Australia: Adenovirus Implicated, But Not Rotavirus.

JPediatr, 149: 452-60.

Blanco F, 2018. Intussusception. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview.

Bowker B, Rascati S, 2018. Intussusception. JAAPA, 31(1): 48-49.

Buettcher M, Baer G, Bonhoeffer J, Schaad UB, Heininger U, 2007. Three-year

surveillance of intussusception in children in Switzerland. Pediatrics, 120:

473–80.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

35

Cakir M, Tekin A, Kucukkartallar T, Belviranli M, Gundes E, Paksoy Y, 2013.

Intussusception: As the Cause of Mechanical Bowel Obstruction in Adults.

Korean J Gastroenterol, 61(1): 17-21.

Caruso AM, Pane A, Scanu A et al, 2017. Intussusception in children: not only

surgical treatment. J Pediatr Neonat Individual Med, 6(1): e060135.

Casiraghi T, Masetto A, Beltramo M, Girlando M, Di Bella C, 2016. Intestinal

obstruction caused by ileocolic and colocolic intussusception in an adult

patient with cecal lipoma. Case Reports in Surgery, 3519606.

Chang HG, Smith PF, Ackelsberg J, Morse DL, Glass RI, 2001. Intussusception,

rotavirus diarrhea, and rotavirus vaccine use among children in New York

State. Pediatrics, 108: 54–60.

Columbani PM, Scholz S. Intussusception. In: Coran AG, Caldamone A, Adzick

NS et al. Pediatric Surgery E-Book: Expert Consult - Online and Print, 7th

ed.

US: Elsevier Saunders; 2012. 1093-1110.

Dabadie A, Petit P. Acute Intestinal Intussusception. In: Avni FE, Petit P, eds.

Imaging Acute Abdomen in Children. US: Springer International Publishing;

2018. 167-177.

Ein SH, Daneman A, 2006. Intussusception. In: Grosfeld JL, O’Neill JA, Coran

AG, Fonkalsrud EW, editors. Pediatric surgery, 6th ed. Philadelphia: Mosby

Elsevier. 1313–41.

Fernandes EG, Leshem E, Patel M et al, 2016. Hospital-based surveillance of

intussusception among infants. J Pediatr (Rio J), 92(2): 181-187.

Fetis BA and Schmeling DJ. Intussusception. In: Ziegler MM, Azizkhan RG, von

Allmen D, Weber TR. Operative Pediatric Surgery, 2nd

ed. Mc Graw-Hill

Education; 2014. 592-596.

Fischer TK, Bihrmann K, Perch M et al, 2004. Intussusception in early childhood:

a cohort study of 1.7 million children. Pediatrics, 114: 782–5.

Gluckman S, Karpelowsky J, Webster AC, and McGee RG, 2017. Management

for Intussuseption in Children. Cochrane Database of Systematic Reviews,

6(1): 1-54.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

36

Grzybowska-Chlebowczyk U, Kałużna-Czyż M, Kalita B et al, 2015.

Intussusception as a complication of rotavirus infection in children. Pediatria

Polska, 90: 464-469.

Gu MJ, Choi JH, Kim SH, 2013. Atypical florid vascular proliferation in

appendix: a diagnostic dilemma. Diagnostic Pathology, 8: 12.

Gunawan PY, 2018. Pediatric Ileocolic Intussusception Caused by Introducing

Solid Food Before 6 Months Old: A Case Report. Pediatr Ther, 8(1): 343.

Guney LH, Fakioglu E, Acer T et al, 2016. Is every intussusception treatment an

emergency intervention or surgery? Ulus Travma Acil Cerrahi Derg, 22(2):

139–144.

Hazra NK, Karki OB, Verma M, Rijal D, De Abhijit, Nath B, 2015.

Intussusception in Children: A Short-Term Analysis in a Tertiary Care

Hospital. American Journal of Public Health Research, 3(4A): 53-56.

Hesse AAJ, Abantanga FA, Lakhoo K, 2011. Intussusception. In: Ameh E,

Bickler S, Lakhoo K, et al. Paediatric Surgery: A Comprehensive Text For

Africa. Seattle: Global Help Organization. 404-411.

Holcomb GW, Murphy PJ, and Ostie DJ. Aschcraft’s Pediatric Surgery 6th

edition. Elsevier Saunders. 2014; 38(6):.

Honjo H, Mike M, Kusanagi H, and Kano N, 2015. Adult Intussusception: A

Retrospective Review. World J Surg, 39: 134–138.

IgnacioRC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP. Ashcraft's

Pediatric Surgery, 5th

ed. Phildelphia: Saunders; 2010. 508-516, 531–538.

Ito Y, Kusakawa I, Murata Y et al, 2012. Japanese guidelines for the management

of intussusception in children, 2011. Pediatrics International, 54, 948–958,

e35–e42.

Jiang J, Jiang B, Parashar U et al, 2013. Childhood intussusception: a literature

review. PLoS One, 8(7): e68482.

Johnson B, Gargiullo P, Murphy TV, Parashar UD, Patel MM, 2012. Factors

Associated With Bowel Resection Among Infants With Intussusception in the

United States. Pediatric Emergency Care, 28(6): 529-532.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

37

Kapoor T, McGee RG, Karpelowsky J, Su M, Webster AC, 2007. Surgical and

non-surgical management for intussusception in children. Cochrane Database

of Systematic Reviews, 2: CD006476.

Karliczek A, Benaron DA, Baas PC, Zeebregts CJ, Wiggers T, van Dam GM,

2010. Intraoperative assessment of microperfusion with visible light

spectroscopy for prediction of anastomotic leakage in colorectal anastomoses.

Colorectal Dis, 12: 1018-1025.

Kemenkes RI, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12

tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.

Khumjui C, Doung-ngern P, Sermgew T, Smitsuwan P, Jiraphongsa C, 2009.

Incidence of intussusception among children 0-5 years of age in Thailand,

2001-2006. Vaccine, 27: F116-9.

Kimia AA, Williams S, Hadar PN, Landschaft A, Porter J, Bachur RG, 2018.

Positive guaiac and bloody stool are poor predictors of intussusception. Am J

Emerg Med, 36(6): 931-934.

Kızılyıldız BS, Beger B, Sönmez B, Karaman K, 2016. Multiple Ileo-ileal

Intussusceptions in a 3-Year-Old Child. Eur J Gen Med, 13(2): 152–154.

Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, and Schor NF. Nelson Textbook of

Pediatrics, 20th

edition. USA: Elsevier Saunders; 2016. 1812–1814.

Kusmaheidi S, Diposarosa R, Nugraha HG, 2015. Pattern of Intussusceptions on

Infants and Children in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from

2009 to 2011. AMJ, 2(3): 458–62.

Lappalainen S, Ylitalo S, Arola A, Halkosalo A, Rasanen S, Veskari T, 2012.

Simultaneous presence of human herpesvirus 6 and adenovirus infections in

intestinal intussusception of young children. Acta Pædiatrica, 101: 663–670.

Levy AD, Mortele KJ, and Yeh BM, 2015. Gastrointestinal Imaging. Oxford

University Press, 26(1) : 156 – 159.

Lin X, Xia Q, Huang X, Han Y, He G, and Zheng N, 2017. Clinical

Characteristics of Intussusception Secondary to Pathologic Lead Points in

Children : A Single Center Experience With 65 Cases. Springer- Verlag

GmbH Germany, 1: 1-5.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

38

Lloyd-Johnsen C, Justice F, Donath S, Bines JE, 2012. Retrospective hospital

based surveillance of intussusception in children in a sentinel paediatric

hospital: benefits and pitfalls for use in post-marketing surveillance of

rotavirus vaccines. Vaccine, 30: A190-5.

Loukas M, Pellerin M, Kimball Z, de la Garza-Jordan J, Tubbs RS, Jordan R,

2011. Intussusception: An Anatomical Perspective With Review of the

Literature. Clinical Anatomy, 24: 552–561.

Marsicovetere P, Ivatury J, White B, Holubar SD, 2017. Intestinal

Intussusception: Etiology, Diagnosis, and Treatment. Clin Colon Rectal Surg,

30: 30–39.

Medina CAC, Jiménez HC, Cardona SM, 2015. Clinical case presentation:

Diagnosis and treatment of idiopathic intussusception in adults. Rev Col

Gastroenterol, 30 (4): 470-474.

Montgomery EA, Popek EJ, 1994. Intussusception, Adenovirus, and Children: A

Brief Reaffirmation. Human Pathology, 25(2): 169-174.

Muhsen K, Kassem E, Efraim S, Goren S, Cohen D, Ephros M, 2014. Incidence

and risk factors for intussusception among children in northern Israel from

1992 to 2009: a retrospective study. BMC Pediatrics, 14: 218.

Munden MM, Bruzzi JF, Coley BD, Munden RF, 2007. Sonography of pediatric

small-bowel intussusception: differentiating surgical from nonsurgical cases.

AJR Am J Roentgenol, 188: 275–9.

Ntoulia A, Tharakan S, Reid J, and Mahboubi S, 2016. Failed Intussusception

Reduction in Children: Correlation Between Radiologic, Surgical, and

Pathologic Findings. Oxford University Press, 207: 424–433.

Nylund CM, Denson LA, Noel JM, 2010. Bacterial enteritis as a risk factor for

childhood intussusception: a retrospective cohort study. Journal of Pediatrics,

156(5):761–5.

Ogundoyin OO, Olulana DI, Lawal TA, 2015. Childhood intussusception - A

prospective study of management trend in a developing country. Afr J

Paediatr Surg, 12(4): 217–220.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

39

Okimoto S, Hyodo S, Yamamoto M, Nakamura K, Kobayashi M, 2011.

Association of viral isolates from stool samples with intussusception in

children. International Journal of Infectious Diseases, 15(9): 641–5.

Padilla BE, Moses W, 2017. Lower Gastrointestinal Bleeding & Intussusception.

Surg Clin N Am, 97: 173–18.

Percy KD, Federico MD, Mellick LB, 2017. Ultrasonographic diagnosis of

intussusception in the emergency department. Emerg Med Open J, 3(1): 11-

13.

Pineda C, Hardasmalani M, 2008. Pediatric intussusception: A Case Series and

Literature Review. The Internet Journal of Pediatrics and Neonatology, 11(1):

1–7.

Rengarajan R, Venkatesa MN, Alex Jc, Raghul M, 2017. Intussusception in

Children - Pearls in Nonsurgical Management. IOSR-JDMS, 16(4):1-5.

Rutherford CL, Alkhaffaf B, Massa E, Turner P, 2013. Colo-colic intussusception

secondary to lipomatous polyp in an adult. BMJ Case Rep, 2013:

bcr2012008037.

Shehzad KN, Monib S, Ahmad OF, Riaz AA, 2013. Submucosal lipoma acting as

a leading point for colo-colic intussusception in an adult. J Surg Case Rep,

2013(10): pii: rjt088.

Shiu JR, Chao HC, Chen CC, Chi CY, 2010. Rare Concurrent Ileoileal and

Ileocolic Intussusceptions in a Child Presenting with Painless Hematochezia.

Pediatr NeonatoL, 51(6): 359−362.

Singh IK, Singh LC, 2015. A clinical study of intussusception in children. IOSR-

JDMS, 14(12): 61-64.

Singh JV, Kamath V, Shetty R et al, 2014. Retrospective surveillance for

intussusception in children aged less than five years at two tertiary care

centers in India. Vaccine, 32S: A95–A98.

Soldatenkova K, Laizans P, Zviedre A, Petersons A, 2017. In J. Zeimanis, Ed.

Collection of Scientific Papers: Research articles in medicine and pharmacy,

2017. Riga: Riga Stradins University, 11 -19.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

40

Steele AD, Patel M, Cunliffe NA, Bresee JS, Borgstein E, Parashar UD, 2012.

Workshop on intussusception in African countries - meeting report. Vaccine,

30: A185-9.

Tajik P, Goudarzian AH, 2018. Intussusception of the rectum in children: a rare

case report. Gastroenterol Hepatol Bed Bench, 11(2): 169-171.

Ukarapol N, Khamrin P, Khorana J, Singhavejsakul J, Damrongmanee A,

Maneekarn N, 2016. Adenovirus Infection: A Potential Risk for Developing

Intussusception in Pediatric Patients. J Med Virol, 9999: 1–6.

Urbanavičius L, Pattyn P, Van de Putte D, Venskutonis D, 2011. How to assess

intestinal viability during surgery: A review of techniques. World J

Gastrointest Surg, 3(5): 59-69.

Usang UE, Inah GB, Inyang AW, Alice AT, 2013. Intussusception in children:

Comparison between ultrasound diagnosis and operation findings in a tropical

developing country. Afr J Paediatr Surg, 10:87-90.

Waag KL. Intussusception. In: Puri P, Höllwarth ME. Pediatric Surgery. Berlin:

Springer; 2006. pp. 313-320.

Yao XM, Chen XL, Shen DL et al, 2015. Risk factors for pediatric

intussusception complicated by loss of intestine viability in China from June

2009 to May 2014: a retrospective study. Pediatr Surg Int, 31: 163–166.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

Lampiran 1

Data Sampel

No JKUsia

(bulan)

TD

(mmHg)HR RR T

Durasi

(hari)Lokasi Trias

Red

currant

jelly stool

MassaNyeri

abdomen

Distensi

abdomenEmesis Letargi

Viabilitas

usus

1 P 36 90/60 148 35 38.0 6 Ileocolic Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Viabel

2 L 3 90/50 160 50 36.6 4 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak

3 P 4 90/70 160 30 37.6 3 Ileocolic Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Viabel

4 P 4 100/70 180 32 36.5 1 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Viabel

5 L 12 90/60 190 60 36.3 4 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

6 L 5 100/50 98 55 36.8 3 Ileocolic Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Viabel

7 P 6 110/60 130 26 37.0 1 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

8 L 4 110/70 148 54 37.1 1 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

9 P 8 90/60 100 30 37.8 3 Ileoileal Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Viabel

10 L 3 80/50 130 40 37.5 2 Ileocolic Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

11 P 3 90/60 132 36 37.0 1 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Tidak

12 L 7 100/70 124 32 36.7 3 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak

13 L 6 90/60 128 56 37.8 3 Ileocaecal Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Viabel

14 L 10 110/80 144 55 37.3 4 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya Viabel

15 L 11 110/70 180 58 39.0 3 Ileocaecal Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Viabel

16 L 5 100/50 142 34 37.9 4 IleocolocolicTidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak

17 L 19 100/60 110 24 36.7 7 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Viabel

18 P 6 100/70 120 32 36.9 3 Ileocolic Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Viabel

19 L 43 110/90 134 32 37.0 5 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Viabel

20 L 7 110/70 128 53 37.2 6 Ileocolic + colocolicYa Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak

21 L 4 80/50 112 28 37.0 1 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Viabel

22 L 4 90/60 112 24 36.8 3 Colocolic Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Viabel

23 P 3 80/50 168 49 37.2 5 Ileocolic Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

24 L 10 100/70 132 42 37.4 3 Ileocolic Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Viabel

25 L 4 80/50 142 38 37.1 4 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Viabel

26 P 15 110/80 112 42 37.4 2 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Viabel

27 L 7 100/60 126 40 37.3 3 Ileocolic Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Viabel

Universitas Sumatera Utara

Page 52: KARAKTERISTIK GEJALA KLINIS, TANDA-TANDA VITAL DAN

Lampiran 2

Analisis Data

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

TRIAS .423 27 .000 .597 27 .000

VIABILITAS USUS .404 27 .000 .614 27 .000

a. Lilliefors Significance Correction

TRIAS * VIABILITAS USUS Crosstabulation

VIABILITAS USUS

Total Tidak Ya

TRIAS Ya Count 7 2 9

% within TRIAS 77.8% 22.2% 100.0%

Tidak Count 3 15 18

% within TRIAS 16.7% 83.3% 100.0%

Total Count 10 17 27

% within TRIAS 37.0% 63.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 9.609a 1 .002

Continuity Correctionb 7.167 1 .007

Likelihood Ratio 9.839 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .004

Linear-by-Linear Association 9.253 1 .002

N of Valid Cases 27

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara