18
KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP HUTAN PADA DAS KRITIS DAN TIDAK KRITIS: STUDI KASUS DI DAS BATURUSA DAN DAS CIDANAU ( ) Characteristics of Ecology and Social Economics of Forest Landscape in a Critical and a Non Critical Watershed: Case Study Baturusa and Cidanau Watersheds Mimi Salminah, Iis Alviya, Virni Budi Arifanti & Retno Maryani Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No.5 Bogor, 16610, Indonesia e-mail: [email protected] iterima 3 Maret 2014, direvisi 22 April 2014, disetujui 1 Mei 2014 Hutan memiliki peran penting baik dalam pembangunan lingkungan dan pembangunan ekonomi. Untuk mewujudkan kelestarian tersebut, sistem pengelolaan hutan harus memperhatikan karakteristik lanskap hutan itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik ekologi dan sosial ekonomi DAS kritis dan tidak kritis. Pengetahuan tentang karakteristisk tersebut sangat penting untuk menentukan kebijakan sistem pengelolaan lanskap hutan yang lestari pada suatu wilayah DAS. DAS Cidanau dan DAS Baturusa dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan keduanya mewakili DAS tidak kritis dan kritis. Data yang dianalisa adalah data tahun 2009 dengan menggunakan metode analisa GIS dan deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik ekologi DAS Cidanau lebih baik dibandingkan DAS Baturusa. Sebaliknya, karakteristik ekonomi DAS Baturusa lebih baik dibandingkan DAS Cidanau. Berdasarkan karakteristik sosial, kedua DAS tersebut menunjukan kondisi yang hampir sama. Kegiatan yang dapat memberikan dampak positif terhadap karakteristik lanskap hutan adalah mekanisme jasa lingkungan hulu hilir serta sosialisasi atau penyuluhan tentang pentingnya konservasi hutan kepada masyarakat secara intensif Hutan, lanskap. ekologi, sosial, ekonomi D . Kata kunci: ABSTRACT Forests play a vital role in both environmental and economic development. They maintain not only ecological sustainability, but also provide economic resources such as wood and non wood products. To create its sustainability, the forest management must be conducted on the basic of landscape characteristics of the forest itself. This research aims to analyze characteristics of ecology and social economics of the forest landscape in a critical and a non critical watershesds. Understanding of the characteristics is crucial to set a policy for a sustainable forest landscape management system. The Baturusa and the Cidanau watersheds were chosen as research locations based on representation of the critical and the non critical watershed areas. The data from 2009 were analyzed by the GIS and the qualitative descriptive methods. The result showed that ecological characteristics of the Cidanau watershed were better than those of the Baturusa watershed. However, the economic characteristics of the Baturusa watershed were better than those of the Cidanau watershed. In addition, both areas have similar condition in social characteristics. The programs that have positive impacts on the forest landscape characteristics are a payment environmental service mechanism and intensive campaign to the community regarding the importance of forest conservation. Forest, landscape, social economics, ecology Keywords: ABSTRAK 119 Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah ( ) et al. I. PENDAHULUAN Pengelolaan hutan di Indonesia pada dasarnya adalah untuk melestarikan sumber daya hutan dengan mengoptimalkan berbagai fungsinya sehingga mampu mendukung pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 sektor kehutanan dituntut untuk memiliki peran, baik dalam pembangunan ekonomi maupun pembangunan lingkungan. Dari sisi pembangun an ekonomi, sektor kehutanan diharapkan dapat -

KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP HUTANPADA DAS KRITIS DAN TIDAK KRITIS: STUDI KASUS DI DAS BATURUSA

DAN DAS CIDANAU(

)

Characteristics of Ecology and Social Economics of Forest Landscapein a Critical and a Non Critical Watershed: Case Study Baturusa and

Cidanau Watersheds

Mimi Salminah, Iis Alviya, Virni Budi Arifanti & Retno MaryaniPusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Jl. Gunung Batu No.5 Bogor, 16610, Indonesiae-mail: [email protected]

iterima 3 Maret 2014, direvisi 22 April 2014, disetujui 1 Mei 2014

Hutan memiliki peran penting baik dalam pembangunan lingkungan dan pembangunan ekonomi. Untukmewujudkan kelestarian tersebut, sistem pengelolaan hutan harus memperhatikan karakteristik lanskap hutan itusendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik ekologi dan sosial ekonomi DAS kritis dan tidakkritis. Pengetahuan tentang karakteristisk tersebut sangat penting untuk menentukan kebijakan sistem pengelolaanlanskap hutan yang lestari pada suatu wilayah DAS. DAS Cidanau dan DAS Baturusa dipilih sebagai lokasi penelitiandengan pertimbangan keduanya mewakili DAS tidak kritis dan kritis. Data yang dianalisa adalah data tahun 2009dengan menggunakan metode analisa GIS dan deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa karakteristikekologi DAS Cidanau lebih baik dibandingkan DAS Baturusa. Sebaliknya, karakteristik ekonomi DAS Baturusa lebihbaik dibandingkan DAS Cidanau. Berdasarkan karakteristik sosial, kedua DAS tersebut menunjukan kondisi yanghampir sama. Kegiatan yang dapat memberikan dampak positif terhadap karakteristik lanskap hutan adalahmekanisme jasa lingkungan hulu hilir serta sosialisasi atau penyuluhan tentang pentingnya konservasi hutan kepadamasyarakat secara intensif

Hutan, lanskap. ekologi, sosial, ekonomi

D

.

Kata kunci:

ABSTRACT

Forests play a vital role in both environmental and economic development. They maintain not only ecological sustainability,but also provide economic resources such as wood and non wood products. To create its sustainability, the forest management must beconducted on the basic of landscape characteristics of the forest itself. This research aims to analyze characteristics of ecology and socialeconomics of the forest landscape in a critical and a non critical watershesds. Understanding of the characteristics is crucial to set a policyfor a sustainable forest landscape management system. The Baturusa and the Cidanau watersheds were chosen as research locations basedon representation of the critical and the non critical watershed areas. The data from 2009 were analyzed by the GIS and the qualitativedescriptive methods. The result showed that ecological characteristics of the Cidanau watershed were better than those of the Baturusawatershed. However, the economic characteristics of the Baturusa watershed were better than those of the Cidanau watershed. Inaddition, both areas have similar condition in social characteristics. The programs that have positive impacts on the forest landscapecharacteristics are a payment environmental service mechanism and intensive campaign to the community regarding the importance of forestconservation.

Forest, landscape, social economics, ecologyKeywords:

ABSTRAK

119Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

I. PENDAHULUAN

Pengelolaan hutan di Indonesia pada dasarnyaadalah untuk melestarikan sumber daya hutandengan mengoptimalkan berbagai fungsinyasehingga mampu mendukung pembangunan

nasional. Dalam Rencana Pembangunan JangkaMenengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014sektor kehutanan dituntut untuk memiliki peran,baik dalam pembangunan ekonomi maupunpembangunan lingkungan. Dari sisi pembangunan ekonomi, sektor kehutanan diharapkan dapat

-

Page 2: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

120JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

bukan merupakan daerah banjir, pengaturanpemakaian air ditentukan oleh pola drainase, danjenis vegetasi pada umumnya merupakan tegakanhutan. DAS bagian hilir merupakan daerahpemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,kelerengan rendah (dibawah 8%), pada beberapatempat merupakan daerah banjir, pengaturanpemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi,dan jenis vegetasi didominasi oleh tanamanpertanian kecuali daerah estuaria yang didominasihutan bakau/gambut. DAS bagian tengahmerupakan daerah transisi dari kedua karakteristikbiogeofisik yang berbeda tersebut (Asdak, 2010).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) Kementerian Kehutanan tahun 2010 -2014 menyebutkan sebanyak 108 DASdikategorikan dalam kondisi kritis. Tingkatkekritisan tersebut ditunjukkan oleh menurunnyavegetasi lahan permanen serta meluasnya lahankritis, yang berakibat pada menurunnyakemampuan DAS dalam menyimpan air.

Karakteristik lanskap hutan di DAS kritis dannon kritis penting dikaji untuk menentukan sistemperencanaan dan pengelolaan lanskap hutan yangberkelanjutan. Penggolongan DAS kritis dan nonkritis saat ini masih didasarkan hanya padakarakteristik ekologi. DAS kritis ditandai denganmenurunnya kemampuan DAS dalam menyimpanair, selanjutnya berdampak pada berkurangnyadebit air, terjadinya banjir, longsor pada musimhujan dan kekeringan pada musim kemarau(Departemen Kehutanan, 2009). Sedangkan DASnormal atau tidak kritis didefinisikan melaluibeberapa indikator, yaitu koefisien air larianberfluktuasi normal, angka (CV)debit aliran lebih kecil dari 10%, angka koefisienregim sungai normal, tidak banyak terjadiperubahan koefisien arah pada kurva kadar lumpurterhadap debit sungai (Q), debit aliran kecilmenunjukan kecenderungan meningkat sertatinggi permukaan air tanah tidak berfluktuasisecara mencolok. Sedangkan indikator DAS yangsudah terganggu apabila koefisien air lariancenderung terus naik, angka koefisien varians debitaliran lebih besar dari 10%, angka koefisien regimsungai terus naik, kurva Cs terhadap Q semakinta jam, deb i t a l i r an kec i l menunjukankecenderungan menurun serta tinggi permukaanair tanah berfluktuasi secara ekstrim (Asdak, 2010).Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisbesarnya perbedaan karakteristik lanskap hutan

coeficient varians

memberikan kontribusi dalam penyediaan lapangankerja, kesempatan berusaha, pendapatan negara,dan perolehan devisa secara nyata. Dari sisi pembangunan lingkungan, sektor kehutanan baiklangsung maupun tidak langsung, dituntut untukdapat memberikan dukungan untuk terselenggaranya pembangunan sektor lain (pertanian danpangan, pertambangan dan energi, perindustrian,perdagangan, tenaga kerja, keuangan/perbankan,infrastruktur pekerjaan umum, pariwisata, dan lain -lain) secara berkelanjutan

Jennings . (2002) menyatakan bahwa hutanmemiliki minimal dua peran penting, yaitu (1) untukmemberikan jasa lingkungan dalam situasi kritis( )seperti perlindungan DAS dan pengontrol erosi,serta (2) untuk memenuhi kebutuhan dasar darimasyarakat lokal ( ).Hutan yang telah berperan optimal dalam dua haltersebut, disebut hutan dengan nilai konservasiyang tinggi atau(HCVF).

Pengelolaan hutan pada tingkat lanskap denganmengacu pada prinsip HCVF merupakan upayauntuk menjembatani perbedaan kepentinganterhadap lahan yang saling berseberangan. Konsepmanajemen lanskap mengintegrasikan proses sosialekonomi dan ekologi pada tingkat tapak untukmenjaga keseimbangan antara kelestarianlingkungan dan pemenuhan kebutuhan manusia.

Forman dan Godron (1986) mendefinisikanlanskap sebagai area lahan heterogen yang terdiridari sekelompok interaksi ekosistem-ekosistem yang berulang pada bentuk yang samapada setiap bagian. Sedangkan lanskap hutandidefinisikan sebagai bentang alam yang didominasioleh adanya hutan yang wilayahnya meliputi daerahhulu hingga bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai(DAS) (Maryani . 2010). Dengan demikian,DAS menjadi unit analisis perencanaan sertapengelolaan lanskap hutan secara holistik.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatuwilayah daratan yang merupakan kesatuanekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainyayang dibatasi oleh topografi yang berfungsimenampung air yang berasal dari curah hujan dansumber air lainnya untuk dialirkan melalui sungaiutama yang bermuara di laut atau danau secara alami(Asdak, 2010). Secara biogeofisik DAS bagian hulumerupakan daerah konservasi, kerapatan drainaselebih tinggi, kemiringan lebih besar (di atas 15 %),

-

-

.

et al

provide basic services of nature in critical situations

meet basic needs of local communities

High Conservation Value Forest

cluster

et al

Page 3: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

121

menyatakan perubahan tataguna lahan sangatmempengaruhi pola lanskap ( )khususnya berbagai proses ekologi, misalnyasuksesi tanaman, biodiversitas dan dinamikamakanan.

Upaya pengelolaan lanskap hutan yang lestariharus memperhatikan karakteristik ekologi, sosialdan ekonominya. Pada dasarnya ekologi, sosialmaupun ekonomi memiliki banyak unsur, tetapipenelitian ini hanya menganalisis beberapa unsuryang dianggap berkaitan erat dengan pengelolaanlanskap hutan. Unsur-unsur karakter sosialekonomi yang dianalisis adalah kepadatanpenduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatandan tingkat kesejahteraan. Sedangkan unsur-unsurkarakteristik ekologi yang dianalis adalah tutupanlahan, debit air, dan tingkat pencemaran sepertiyang terlihat pada Gambar 1.

landscape patternpada DAS kritis dan non kritis tersebut. Parameterkarakteristik lanskap hutan yang dianalisis meliputi,(1) kepadatan penduduk, (2) tingkat pendidikan, (3)tingkat pendapatan, (4) tingkat kesejahteraan, (5)tutupan lahan, (6) debit air, dan (7) tingkatpencemaran air

Karakter suatu lanskap dipengaruhi oleh prosespemasaran suatu produk ( ), kelem-bagaan manusia ( ), pengetahuanmanusia ( ), dan proses ekologi (

) (Lee . Naiman 1992). Begitupula karakteristik lanskap hutan. Turner (1989),Naiman and Decamps (1990) dalam Naiman (1992)

.

II. METODE PENELITIAN

A. Kerangka Analisis

market processhuman institutions

knowledge ecologicalprocess et al dalam

Lanskap hutan yang lestari

Karakter sosial ekonomi Karakter ekologi

Kepadatanpenduduk

Tingkat pendidikan

Tingkat pendapatan

Tingkat

kesejahteraan

Tutupan lahan

Debit air

Tingkat pencemaran

air

Gambar 1. Kerangka analisis penelitian.Figure 1. Analysis framework of study.

C. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian terdiri atas data primer dansekunder. Data primer diperoleh dengan teknikpengamatan langsung di lapangan serta denganmenggunakan metode wawancara terhadapkelompok tani, tokoh masyarakat danyang terlibat dalam pengelolaan DAS Cidanaudan Baturusa. Data sekunder diperoleh dariberbagai instansi pemerintah terkait. Penggalian

stakeholders

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di DAS Cidanau di ProvinsiBanten dan DAS Baturusa di Provinsi BangkaBelitung khususya di wilayah hulu pada bulan Aprilsampai dengan Desember 2011. Penentuan lokasiini didasarkan pada pertimbangan bahwa DASCidanau digolongkan sebagai DAS non-kritis,sedangkan DAS Baturusa merupakan DASprioritas 1 atau DAS kritis.

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 4: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

122

data dan informasi selain dilakukan melalui tatapmuka dengan responden secara langsung, satupersatu, juga dilakukan dengan cara melakukan

FGD. Jenis dan sumber data yang dikumpulkansebagaimana terinci pada tabel di bawah.

Tabel. 1. Jenis, sumber, dan teknik mengumpulkan dataTable 1. Types, sources, and technique of data collection

Jenis Data(Types of Data)

Sumber Data(Sources of Data)

Teknik Mengumpulkan(Technique of Data Collection)

Primer :1. Indikator tingkat kesejahteraan (Kondisi

lantai, dinding dan atap rumah)2. Kondisi topografi3. Kualitas air4. Proses perubahan tataguna hutan

Kondisi di lapangan,Masyarakat, FKDC*, BalaiPengelolaan Pengairan –Dinas PU, DinasKehutanan

Pengamatan langsungWawancara, FGD

Sekunder :1. Tutupan hutan2. Debit air3. Kualitas air4. Tingkat pendidikan5. Tingkat pendapatan6. Kepadatan penduduk7. Proses perubahan tataguna hutan

BP DAS, DinasKehutanan, Dinas PU,BPS, Bappeda

Pengumpulan data sekunder

Keterangan ( ) : * Forum Kelembagaan DAS Cidanau ( )Remarks Cidanau watershed Institution Form

antara kebutuhan manusia dengan kelestarianlingkungan. Dengan demikian sosial, ekonomi, danekologi merupakan sebuah interaksi yangkompleks dan saling mempengaruhi. Hal tersebutsesuai dengan kondisi lapangan baik pada DASCidanau maupun DAS Baturusa. Selainpermasalahan ekologi, dinamika permasalahansosial dan ekonomi juga sangat komplek padakedua DAS tersebut, sehingga diperlukan kriteriadan indikator untuk menilai suatu DAS. Hal iniberdasarkan bahwa sebagai satu kesatuan tata air,DAS sangat dipengaruhi oleh kondisi bagian hulukhususnya kondisi biofisik daerah tangkapan danresapan air yang seringkali rawan terhadapancaman gangguan manusia. Kondisi tersebutmencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukanoleh pola perilaku, keadaan sosial ekonomi dantingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannyadengan pengaturan kelembagaan.

Kriteria ekologi yang digunakan dalampenelitian ini adalah tutupan lahan, debit air dantingkat pencemaran air. Kriteria sosial danekonomi yang digunakan adalah kepadatanpenduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatandan kesejahteraan masyarakat.

D. Analisis Data

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik lanskap hutan dianalisis denganmenggunakan dua cara, yaitu : (i) analisa spasial(GIS) untuk mengidentifikasi elemen-elemenlanskap antara lain: luas tutupan lahan, perubahantutupan lahan, hubungan antara kepadatanpenduduk dan tutupan lahan, hubungan antaratingkat pendapatan dan tutupan lahan; serta (ii)analisa dekriptif kualitatif untuk menggambarkankondisi ekologi dan sosial ekonomi masyarakatDAS yang meliputi kepadatan penduduk, tingkatpendidikan, tingkat pendapatan, dan kesejahteraan.Analisis spasial digunakan juga untuk validasi kon-disi sosial ekonomi masyarakat hasil pengamatan dilokasi penelitian melalui teknik pemetaan. Datakedua lokasi kemudian dibandingkan untuk melihatbesarnya perbedaan antara karakteristik lanskaphutan di DAS kritis dan tidak kritis.

Lubchenco (1991) mengemukakan bahwatantangan besar dalam pengelolaan lingkunganadalah bagaimana dapat menjaga keseimbangan

et al.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

Page 5: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

123

daerah tangkapan air ( . Selain cagarbiosfer, daerah hulu DAS didominasi oleh hutancampuran milik masyarakat. Kondisi topografiyang bergunung-gunung menyebabkan aksesmasyarakat untuk mencapai areal hutan pun sulit.Kondisi tersebut juga menyebabkan areal hutansangat sulit untuk diolah menjadi areal penggunaanlain seperti pertanian atau pemukiman. Kondisi inidiindikasikan menjadi salah satu faktor penyebabmasih terjaganya areal hutan di DAS Cidanau.Wilayah DAS Cidanau ini mencakup KecamatanMandalawangi Kabupaten Pandeglang danKecamatan Ciomas, Padarincang serta sebagianKecamatan Mancak Kabupaten Serang sebagaiwilayah hulu. Wilayah tengah dan hilir meliputiKecamatan Pabuaran dan Kecamatan CinangkaKabupaten Serang.

Berbeda dengan kondisi DAS Cidanau, kondisitopografi wilayah sekitar DAS Baturusa secaraumum adalah dataran rendah yang berawa-rawadan sebagian kecil merupakan bukit-bukit kecilyang ketinggiannya berkisar antara 0 - 40 mdpl,khususnya di bagian utara sungai tersebut (Gambar3). Pada bagian hulu terdapat hutan dan belukar.Selain itu, di wilayah hulu DAS terdapat jugawilayah pemukiman penduduk. Pada bagian tengahsampai hilir dicirikan dengan hutan air payauberupa mangrove (terdapat sekitar 40 persenbakau, 50 persen Nipah, selebihnya sekitar 10persen api-api dan sejenisnya). DAS Baturusameliputi Kabupaten Bangka pada bagian hulu(Kecamatan Bakam dan Kecamatan Merawang),Kabuaten Bangka Tengah di bagian tengah, sertaKabupaten Pangkal Pinang pada bagian hilir.

catchment area)A. Karakteristik Ekologis

1. Tutupan Hutan

Berdasarkan analisis GIS, pada tahun 2009 DASCidanau memiliki tutupan hutan seluas 7.587,71 haatau 32,83% dari luas DAS yang mencapai22.455,604 ha (Gambar 2). Sementara itu, luastutupan hutan di DAS Cibarusa pada tahun yangsama hanya sekitar 2.165,83 ha atau 3,18% dari totalluas DAS 67.993,76 ha. Tutupan hutan DASCidanau terdiri dari hutan lahan kering sekunder(1567,50 ha), hutan tanaman (4281,03 ha), sertaperkebunan (1522,75 ha). Perkebunan di DASCidanau pada umumnya merupakan kebuncampuran antara tanaman hutan yang bersifat cepattumbuh ( dan tanaman serba gunaseperti rambutan, durian dan melinjo yangdicampur dengan tanaman semusim seperti pisang,jahe dan umbi-umbian sebagai tanaman bawahnya.Dengan kondisi seperti itu, maka tutupanperkebunan dimasukan kedalam tutupan hutan.Luasan tutupan hutan DAS Cidanau sedikit lebihbesar (32,83%) dibandingkan luas tutupan hutanyang diwajibkan dalam UU 41/1999 tentangkehutanan yang hanya mewajibkan 30% dari luasanDAS/ wilayah. Namun demikian dengan luasantersebut, DAS Cidanau memiliki tutupan hutansepuluh kali lipat dibandingkan DAS Cibarusa

Berdasarkan kondisi topografinya, DASCidanau memiliki topografi yang didominasi olehpegunungan di sebelah Utara - Barat dan dataranrendah di belahan Selatan dan Timur. Bagian huluDAS Cidanau merupakan kawasan cagar biosferRawa Danau seluas 20.120 ha yang merupakan

fast growing)

.

Gambar 2. Kondisi tutupan lahan DAS Cidanau tahun 2009.Figure 2. Forest Cover at Cidanau Watershed in 2009.

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 6: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

124

Gambar 3. Tutupan lahan DAS Baturusa tahun 2009Figure 3. Forest Cover at Baturusa Watershed in 2009

payment for environtmental services

-

Selain kondisi topografi, faktor yangberpengaruh sehingga luas tutupan hutan di DASCidanau terjaga adalah telah dibangun dandikembangkannya model hubungan hulu-hilirdengan mekanisme transaksi jasa lingkungan( ). Prosesimplementasi konsep hubungan hulu-hilir denganmekanisme transaksi jasa lingkungan di DASCidanau difasilitasi oleh Forum Komunikasi DASCidanau (FKDC). Forum ini dibangun dan dikembangkan oleh para pihak yang terlibat dalampengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau.Tujuan dibentuknya forum ini adalah untukmenjaga kuantitas, kualitas dan keberlanjutanketersediaan air baku di Sungai Cidanau. SungaiCidanau berfungsi untuk memenuhi kebutuhan airbersih masyarakat dan industri yang berada di kotaCilegon dan sekitarnya, sekaligus untukmendukung keberlanjutan proses pembangunan diwilayah barat Provinsi Banten.

Sungai Cidanau merupakan satu-satunya sungaibesar yang dapat digunakan untuk memenuhikebutuhan air bersih bagi industri dan domestik diwilayah hilir khususnya Kota Cilegon. Air SungaiCidanau dimanfaatkan oleh PT KTI (KrakatauTirta Industri) yang merupakan anak perusahaanKrakatau Steel yang berperan sebagai penyedia airbersih untuk Kota Cilegon dan sekitarnya. Padatahun 2007, PT KTI telah memanfaatkan aliransungai Cidanau hingga 1200 lt/detik. Kondisi iniselaras dengan pandangan Bennet (1976) yangmenyatakan bahwa sebagai organisme yangkompleks dengan kemampuan budaya untuk

memodifikasi lingkungan yang tinggi, manusia baiklangsung maupun tidak langsung, dapatmempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratanmaupun perairan. Sebaliknya proses ekologi suatuekosistem dapat mempengaruhi kondisi sosialekonomi manusia, seperti kemampuan produksibarang dan jasa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan FKDC,telah terjalin kesepakatan antara pihak KTI sebagaipengguna dengan masyarakat wilayah hulu DASCidanau sebagai pengelola hutan, dan difasilitasioleh FKDC, pada tahun 2005 masyarakatmembuat kesepakatan dengan PT KTI untukmelestarikan hutan di hulu DAS Cidanau. PT KTImemberikan insentif sebesar Rp 1,2 juta/ha/thdengan syarat masyarakat harus mengkonservasihutan seluas 25 ha selama periode lima tahun.Tanaman yang ditanam adalah tanaman hutanserbaguna yang dicampur dengan tanamansemusim. Tanaman hutan tidak boleh ditebangselama lima tahun, tetapi dapat dimanfaatkan buahatau rantingnya. Nilai kontrak meningkat menjadiRp 1,7 juta/ha/th pada kontrak kedua dengan arealhutan yang dikonservasi seluas 50 ha.

Dengan adanya insentif untuk masyarakat dihulu DAS dari pengguna air di wilayah hilir,memacu masyarakat untuk terus menjagakelestarian hutannya. Mereka pada umumnyamerasa senang mendapatkan tambahanpenghasilan dari lahan hutannya selain mereka jugadapat menikmati penghasilan dari hasil tanamanhutannya seperti durian, petai, melinjo dan pisang.Hal ini selaras dengan pandangan Lee . dalamet al

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

Page 7: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

125

Naiman (1992) yang menyatakan bahwakarakteristik suatu lanskap dipengaruhi oleh prosespemasaran suatu produk, kelembagaan manusia,pengetahuan manusia dan proses ekologi.

Sementara itu, pada DAS Cibarusa belumterdapat mekanisme insentif jasa lingkunganterutama terkait dengan pemanfaatan air danpengelolaan hutan. Kondisi alam KepulauanBangka Belitung secara umum dilimpahikandungan timah yang melimpah. Sekitar 40 - 50%timah yang beredar di pasar dunia berasal dari pulauini. Pertambangan timah di Kabupaten Bangkabanyak terdapat di areal hutan. Luas pertambangandi areal hutan mencapai 100.544 ha yang sebagianbesar (79,83%) berada di hutan produksi, dan20,61% berada di kawasan lindung. Sedangkan arealbekas tambang di Kabupaten Pangkalpinang telahdikonversi menjadi perkantoran, perumahan hutankota, serta masih dalam kondisi areal terbuka(BPDAS Baturusa Cerucuk, 2010).

Selain telah berdirinya dua perusahaan timahbesar yang legal yaitu PT Timah Tbk dan PT KobaTin, pada wilayah DAS ini juga terjadipenambangan illegal yang disebut PETI(penambangan tanpa ijin) oleh masyarakat. PETIini menjadi sumber mata pencaharian utama bagisebagian besar masyarakat. Pendapatan yangdiperoleh dari hasil menambang digunakan olehmasyarakat untuk mengelola kebun seperti karetdan lada sebagai sumber mata pencaharian yanglain. Tingginya pendapatan yang dihasilkan daritambang dan perkebunan merupakan daya tarikbagi masyarakat untuk terus menggelutinyawalaupun mereka tahu bahwa kegiatan PETImerusak kondisi hutan. Hal ini menjadi kendalasulitnya mekanisme jasa lingkungan di-implementasikan sehingga berdampak terhadapkondisi hutan yang semakin rusak.

Debit aliran adalah laju air (dalam bentuk volumeair) yang melewati suatu penampang melintangsungai per satuan waktu. Dalam satuan sisteminternasional (SI) debit dinyatakan dalam satuanmeter kubik per detik (m /dtk). Debit air dalamsuatu aliran DAS berasal dari air larian ( )serta aliran air bawah permukaan ( ).

Perbedaan debit air antara DAS Cidanau danDAS Baturusa sangat ekstrem. Hal ini berkaitanerat dengan kondisi tutupan lahannya. Dengantutupan hutan yang mencapai 32,83%, DAS

surface run offsubsurface flow

2. Debit Air

3

Cidanau memiliki debit air sebesar 7,08 m /dtk.Sedangkan DAS Baturusa dengan tutupan hutanyang hanya mencapai 3,18% memiliki debit airsebesar 0,182 ml/s. Keterkaitan luas tutupan hutandengan kondisi debit air juga ditunjukan denganpenurunan debit air di DAS Cidanau dari tahun2006 yang mencapai 7,73 m /dtk menjadi 7,08m /dtk pada tahun 2009 akibat konversi hutanmenjadi lahan pertanian seluas 179,665 ha. Hal iniselaras dengan pandangan Turner (1989), Naimandan Decamps (1990) yang menyatakan bahwaperubahan tataguna lahan sangat mempengaruhipola lanskap ( ) khususnya hidrologidan berbagai proses ekologi, seperti suksesitanaman, biodiversitas, dan dinamika makanan.

Perubahan debit air dalam suatu aliran DASdipengaruhi secara langsung oleh perubahanlanskap hutan khususnya perubahan tutupan lahanmaupun jenis vegetasinya. Luas dan jenis vegetasitutupan lahan berperan : (1) sebagai pengurangatau pembuang cadangan air di bumi melaluiproses evapotranspirasi dan pemakaian airkonsumtif untuk pembentukan jaringan tubuhvegetasi; (2) menambah titik-titik air di atmosfer;(3) sebagai penghalang untuk sampainya air dibumi melalui proses intersepsi; serta (4) sebagaipengurang atau peredam energi kinetik aliran airmelalui tahanan permukaan dari bagian batang dipermukaan, dan melalui tahanan aliran airpermukaan karena adanya serasah di permukaan.Selain itu hutan juga berperan untuk meningkatkaninfiltrasi air. Dengan kata lain hutan melakukanfungsi hidrologis sebagai penyerap, penyimpan,penghasil dan pendistribusi air (Asdak, 2010).

Tingkat pencemaran khususnya air merupakanindikator penting dalam kelestarian pengelolaanlanskap hutan di suatu DAS. Perubahan danpemanfaatan tataguna lahan di luar sektorkehutanan seperti untuk pertanian, pertambangan,industri atau perumahan akan berpengaruhterhadap kualitas air. Davis dan Cornwell (1991)dalam Hefni (2003) mengemukakan beberapa jenispencemar dan sumbernya seperti yang terlihatpada Tabel 2 berikut ini.

Banyaknya industri, daerah pertambangan danpertanian yang menggunakan bahan kimia, selainmenurunkan daya dukung lahan, juga memicupenurunan kualitas air. Hal ini mengakibatkankualitas air tersebut tidak memenuhi kriteria untuk

3

3

3

lanscape pattern

3. Tingkat Pencemaran Air

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 8: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

126

dimanfaatkan, meskipun secara kuantitas keter-sediaan air mencukupi untuk memenuhi ke-butuhan. Hammer dan Mac Kichan, 1981 dalamAsdak (2010) menetapkan standar kualitas airpermukaan sebagaimana Tabel 3.

Kualitas air sebagai salah satu indikatorkeberhasilan pengelolaan DAS didasarkan padaPeraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 ten-tang Pengelolaan Kualitas Air dan PengendalianPencemaran. Pengelolaan DAS harus dapat men-jamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiah-nya dan sesuai dengan baku mutu air. Baku mutu airadalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan

atau unsur pencemar yang ditoleransi keberada-annya di dalam air (PP No 82 tahun 2011 pasal 1 ayat19). Jika merujuk pada peraturan tersebut khusus-nya pasal 14, maka kualitas air sungai DAS Cidanauyang masih layak minum termasuk kategorimemenuhi baku mutu air dan telah dimanfaatkanoleh PDAM Serang untuk memenuhi kebutuhanair minum Kabupaten Serang serta oleh PT KTIuntuk memenuhi kebutuhan industri KrakatauSteel (Bappeda, 2008). Sementara itu, kualitas airsungai DAS Baturusa yang sudah tercemar ter-masuk kategori tidak memenuhi baku mutu airpencemaran air di daerah hulu hingga hilir DASakibat aktivitas pertambangan.

Jenis Pencemar(Types of Polution)

Sumber Tertentu(Point Source)

Sumber Tak Tentu(Non Point Source)

LimbahDomestik

(Domestic waste)

LimbahIndustri

(Industry waste)

LimpasanDaerah

Pertanian(Farm Runoff)

LimpasanDaerah

Perkotaan(Urban Runoff)

1. Limbah yang dapat menurunkankadar oksigen

2. Nutrien3. Patogen4. Sedimen5. Garam-garam6. Logam yang toksin7. Bahan organik yang toksin8. Pencemaran panas

X

XXX----

X

XXXXXXX

X

XXXX-X-

X

XXXXX--

Tabel 2. Jenis dan sumber pencemaran airTable 2. Types and Sources of Water Polution

Pemanfaatan Air(Use of Water)

O2 terlarut minimum/O2Minimum Dissolved Besarnya partikel yang

diperbolehkan (TheNumber of particles

allowed)

Besarnya coliform maksimum yangdiperbolehkan (per 100 ml)

(The Maximum Numberof Coliform Allowed)

Terlarut(Dissolved)

(mg/ltr)

Lainnya(Others)(mg/ltr)

Konsumsimanusia

4,0 500 - 750 Tidak ada partikelmelayang atauterdeposit

2000 fecal

Rekreasi air 4 – 5 Tidak ada Sda 200 fecal dengan jumlah sampel (,10)tidak melebihi 400 fecal

Budidayaperikanan

4-6 Tidak ada Sda Rata-rata 1000 fecal

Industri 3-5 750 - 1500 Sda Umumnya tidak dirinciPertanian 3 – 5 a 750 – 1500

tergantungpada iklim

Sda Sda

Tabel 3. Standar kualitas air permukaanTable 3. Quality Standar of Surface Water

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

Page 9: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

127

B. Karakteristik Sosial

1. Kepadatan Penduduk

Wagner (2005) menyatakan bahwa untukmenyusun perencanaan pengelolaan DAS yangefektif, tidak hanya didasarkan pada kondisi fisikDAS tersebut, tetapi juga harus berdasarkaninformasi kondisi sosial masyarakat. Hal iniditujukan agar sistem pengelolaan DAS tersebutsesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatlokal.

Seperti halnya pada karakteristik ekonomi,pembagian DAS kritis dan non kritis di Indonesiabelum memperhatikan karakteristik sosial. Olehkarena itu, sampai saat ini belum disepakati kriteriadan indikator ekonomi dan sosial pada pengelolaanDAS. Permasalahan sosial yang dianalisis padapenelitian ini adalah semakin meningkatnyapertambahan penduduk dari waktu ke waktu.Kepadatan penduduk merupakan faktor yangpenting sebagai kriteria dan indikator sosial dalampengelolaan DAS. Hal ini sesuai dengan pernyataanPaimin . (2012) bahwa kepadatan pendudukberpengaruh terhadap kinerja dan kerentanan DASkarena jumlah dan aktivitas penduduk berpengaruhterhadap kelestarian lahan. Semakin tinggi jumlahpenduduk semakin besar pula tekanan pada lahan.Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggiperlu mendapat perhatian yang lebih tinggi karenaberesiko tinggi terjadi kerusakan lingkungan akibatpemanfaatan lahan dan air yang lebih besar. Kondisitersebut menyebabkan permasalahan dalampengelolaan lanskap hutan kerap kali muncul,karena perubahan dan kondisi penduduk setempatturut berpengaruh dalam perkembangan fisik,perekonomian dan sosial budaya lanskap hutan.Peningkatan jumlah penduduk menyebabkanaktivitas masyarakat banyak menggantungkanhidupnya pada lahan.

Tingkat ketergantungan penduduk terhadaplahan dapat dilihat berdasarkan perbandinganjumlah penduduk yang berdomisili di wilayahtersebut dengan luas wilayah dalam satuan jiwa/km(kepadatan penduduk).Berdasarkan data BPS, rata-rata jumlah pendudukdesapada kecamatan Ciomas,Padarincang dan Mandalawangi yang merupakanwilayah hulu DAS Cidanau pada tahun 2009 secaraberturut-turut adalah 3.724; 4.754; dan 2.811 jiwa.Adapun rata-rata luas wilayah desa pada kecamatan-kecamatan tersebut secara berturut-turut adalah

et al

2

3,33 km ; 7,41km ; dan 4,148 km . Dengandemikian, rata-rata tingkat ketergantunganpenduduk terhadap lahan pada wilayah hulu DASCidanau (Kecamatan Ciomas, Padarincang, danMandalawangi) secaraberturut-turut adalah 1118,3jiwa/km ; 641,6 jiwa/km ; dan 677,7 jiwa/km .Sedangkan rata-rata keseluruhan tingkatketergantungan penduduk terhadap lahan di huluDAS Cidanau adalah 812,5 jiwa/km .

Berdasarkan data tersebut, kepadatanpenduduk Kecamatan Ciomas dan Mandalawangisudah melampaui kepadatan penduduk tingkatKabupaten dimana tingkat kepadatan pendudukKabupaten Serang adalah 983 jiwa/km danKabupaten Pandeglang yaitu 418 jiwa/km .Kepadatan penduduk di hulu DAS Cidanautermasuk kategori padat. Hal ini berdasarkankriteria sosial dalam materi sidik cepat pengelolaanDAS yang mengelompokkan kepadatan pendudukkurang dari kepadatan rata-rata kabupaten makatergolong rendah, kepadatan penduduk samadengan kepadatan rata-rata kabupaten makatergolong sedang, dan kepadatan pendudukyang melebihi kepadatan penduduk rata-ratakabupaten maka tergolong tinggi/padat (Paimin,2010).

Semakin tinggi kepadatan penduduk suatuwilayah, menyebabkan kebutuhan lahan untukpemukiman juga semakin tinggi. Tingginyakebutuhan lahan untuk pemukiman, pertanian dansektor lainnya menyebabkan keberadaan hutansangat rentan terhadap konversi. Hal ini jugaterlihat dari hasil analisis GIS di wilayah hulu DASCidanau. Analisis GIS mengindikasikan bahwadesa dengan kepadatan penduduk yang cukuptinggi memiliki areal pemukiman yang tinggi pula.Adapun desa dengan kepadatan penduduk yangrendah umumnya memiliki luasan hutan,perkebunan dan pertanian yang cukup luas.

Kondisi sebaliknya terjadi di hulu DASBaturusa. Kepadatan penduduk di hulu DASBaturusa lebih rendah dibandingkan dengankondisi di hulu DAS Cidanau. Dua kecamatan diKabupaten Bangka yang merupakan wilayah huluDAS Baturusa adalah Kecamatan Bakam danMerawang. Kecamatan Bakam terdiri atas limadesa, sementara Kecamatan Merawang sembilandesa. Luas wilayah dan jumlah penduduk masing-masing desa pada kedua kecamatan tersebut dapatdilihat pada Tabel 4.

2 2 2

2 2 2

2

2

2

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 10: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

128

Gambar 4. Sebaran kepadatan penduduk (jiwa/km ) dalam DAS Cidanau.2

Figure 4 . Distribution of Population Density at Cidanau Watershed.

Tabel 4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di DAS BaturusaTable 4. Total Area, Population, and Population Density at Baturusa Watershed

Kecamatan/Desa(Sub-District / Village)

Luas Daerah (Total Area)(km 2)

Jumlah Penduduk(Population)

(orang)

Kepadatan PendududkPer km2 (Population

Density per km2

Kecamatan Bakam

1 Desa Dalil 66,35 2.920 44

2 Desa Mangka 26,20 878 34

3 Desa Bakam 24,57 1.547 63

4 Desa Mabat 100,10 1.341 13

5 Desa Bukit Layang 252,70 3.035 12

Total 166

rata-rata 33

Kecamatan Merawang

1 Desa Kimak 48,93 3.013 62

2 Desa Merawang 12,00 1.607 134

3 Desa Baturusa 10,80 4.012 371

4 Desa Jadha Bahrin 56,00 1.554 28

5 Desa Balun Ijuk 12,02 3.649 304

6 Desa Dwi Makmur 8,55 789 92

7 Desa Air Anyir 12,90 1.698 132

8 Desa Jurung 13,30 2.282 172

9 Desa Pagarawan 11,67 4.053 347

Total 1,641

Rata-rata 182

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

)

Page 11: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

129

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa kepadatanpenduduk secara rata-rata untuk desa-desa yang adadi Kecamatan Bakam dan Merawang secara ber-turut-turut adalah 33 jiwa/km dan 182 jiwa/ km .Sedangkan rata-rata kepadataan penduduk di huluDAS Baturusa secara keseluruhan adalah 107,5jiwa/km . Kepadatan penduduk tersebut berada dibawah tingkat kepadatan penduduk KabupatenBangka yang mencapai 193 jiwa/km . Angka ter-sebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan ke-padatan penduduk masyarakat desa di hulu DASCidanau dan masuk dalam kategori wilayahberpenduduk jarang/rendah.

Jika dibandingkan antara kepadatan pendudukdengan luas tutupan lahan di kedua DAS tersebut,terlihat bahwa dengan kepadatan penduduk yanglebih tinggi, hulu DAS Cidanau memiliki tutupanhutan yang lebih luas dibandingkan hulu DASBaturusa. Hal tersebut menunjukkan bahwamekanisme jasa lingkungan hulu-hilir di DASCidanau telah memberikan manfaat penting dalammenjaga kelestarian hutan. Di sisi lain, kasus padaDAS Baturusa nilai ekonomi tambang dan hasilperkebunan memiliki kontribusi lebih tinggidibandingkan hutan, sehingga penduduk lebihtertarik memanfaatkan lahannya untuk per-tambangan dan perkebunan dibandingkan untukkehutanan.

Selain berpengaruh terhadap kondisi tutupanlahan, tingginya tingkat ketergantungan pendudukterhadap lahan juga berpengaruh terhadap kualitasair dalam sebuah areal DAS. Wagner (2005)menyatakan bahwa DAS dengan lahan pertanianyang luas akan meningkatkan polusi pada sumberair minum.

Tingkat pendidikan dianalisis sebagai salah satukarakteristik sosial lanskap hutan denganpertimbangan bahwa tingkat pendidikan memilikikorelasi dengan perilaku konservasi dalampengelolaan lanskap hutan. Asumsi yang

-

2 2

2

2

2. Pendidikan

digunakanadalah bahwa masyarakat dengan pendidikanyang lebih baik akan memiliki kecenderunganperilaku yang menunjukaan kepedulian terhadappentingnya manfaat konservasi lanskap hutandalam suatu DAS. Tingkat pendidikan yang baikakan memudahkan dalam pembentukan kesepahaman terhadap masalah pengelolaan DASantara masyarakat lokal dengan Pemerintah.

Burroughs (1999) menyatakan bahwa masyarakatyang tidak memahami apa yang disampaikanperencana pengelolaan DAS akan mengakibatkanketidakpedulian dan ketidakaktifan terhadappengelolaan DAS.

Tingkat pendidikan masyarakat juga sangatberhubungan dengan penerapan inovasi barukarena masyarakat lebih mudah menyerapteknologi baru. Jenjang pendidikan yang dimilikimasyarakat akan meningkatkan keahliannya danakan berpengaruh terhadap produktivitas sumberdaya manusia itu sendiri. Selain itu, Pendidikanjuga memiliki hubungan yang terkait dengankemiskinan, karena menurut data BPS pendidikansangat berperan dalam mempengaruhi angkakemiskinan. Orang yang berpendidikan lebihbaik akan mempunyai peluang yang lebih rendahuntuk menjadi miskin.

Menurut data BPS, tercatat di KecamatanCiomas jumlah lulusan SD pada tahun 2009 adalah78,3%, SLTP 12,5%, dan SLTA 8,6%. Sementaradi kecamatan Padarincang jumlah lulusan SD77,6%, SLTP 17,8% dan SLTA hanya 3,3%. Lainhalnya dengan 5 desa yang masuk dalam wilayahhulu

asyarakat dihulu DAS Cidanau lebih banyak tersentuh kegiatansosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnyamanfaat keberadaan hutan yang dilakukan olehFKDC secara intensif. Hal ini sesuai dengan hasilpenelitian Rhoads . (1999) yang menyatakanbahwa pengelolaan DAS akan efektif jika

et al

DAS di Kecamatan Mandalawangi, merekahanya terdiri atas 90,3% lulusan SD, dan 9,7%lulusan SLTP, sementara lulusan SLTA adalah nol.

Kondisi pendidikan masyarakat DAS Baturusatidak jauh berbeda dengan masyarakat DASCidanau. Sebanyak hampir 80% masyarakat DASBaturusa berpendidikan SD, sekitar 15% SMP, dankurang dari 10% SD. Berdasar tingkatpendidikannya, di Kecamatan Bakam, jumlahpenduduk yang memiliki tingkat pendidikan SDadalah 78%, SLTP 19,6% dan SLTA 2,3%,sementara itu di Kecamatan Merawang pendudukdengan latar belakang pendidikan SD adalah78,3%, SLTP 11,27% dan SLTA 10,43%.

Walaupun tingkat pendidikan masyarakat DASCidanau dan DAS Baturusa cenderung sama, yaitutingkat SD, namun berdasarkan pengamatan dilapangan masyarakat DAS Cidanau memilikikesadaran konservasi lebih tinggi dibandingkanmasyarakat di hulu DAS Baturusa. M

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 12: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

130

perencana dalam hal ini Pemerintah meng-komunikasikan sistem pengelolaan tersebut kepadamasyakarakat lokal, dan masyarakat lokal dilibatkansecara aktif.

Selain itu, adanya mekanisme jasa lingkunganhulu-hilir juga memacu masyarakat di hulu DASCidanau untuk terus menjaga kelestarian hutan.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Napier andForster (1982) yang menyatakan bahwa insentifekonomi merupakan salah satu faktor penting yangmempengaruhi masyarakat dalam pengelolaanDAS. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakatmemiliki kepedulian yang tinggi terhadapkonservasi hutan semenjak sering terjadinya banjirdan longsor di daerah hulu DAS Cidanau di masalalu serta sulitnya mengolah areal hutannya menjadipenggunaan lain seperti areal pertanian ataupemukiman.

Suparmoko (2008) menyatakan bahwa terdapathubungan yang positif antara kuantitas barangsumber daya dan pertumbuhan ekonomi, tetapisebaliknya terdapat hubungan negatif antarapertumbuhan ekonomi dengan cadangan sumber-daya alam yang ada di dalam bumi. Peningkatanpertumbuhan ekonomi suatu daerah biasanya di-ikuti dengan penurunan kualitas kondisi ekologis-nya. Hal ini terlihat dari kondisi ekologi danekonomi DAS Cidanau dan DAS Baturusa. Tidakseperti karakteristik ekologi DAS Cidanau yanglebih baik dibandingkan DAS Baturusa, sebaliknyakarakteristik ekonomi di DAS Baturusa menunjuk-kan keadaan yang lebih baik dibandingkan DAS

C. Karakteristik Ekonomi

Cidanau. Karakteristik ekonomi diukur melaluiindikator tingkat pendapatan per kapita sertatingkat kesejahteraan.

Tingkat pendapatan masyarakat DAS Cidanausangat berkaitan dengan mata pencaharian ataukegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalamkehidupan sehari-hari. Mata pencaharian utamamasyarakat DAS Cidanau didominasi oleh sektorpertanian dan selainnya adalah pedagang, PNS,pertukangan dan lain-lain. Kegiatan pertanian yangmerupakan mata pencaharian utama yang ada diwilayah hulu ini adalah meliputi padi, palawija,hortikultura, perkebunan rakyat, dan hutan rakyat.Sedangkan hewan ternak yang dikembangkan diwilayah hulu DAS Cidanau antara lain kerbau,kambing, domba dan unggas. Pendapatan rata-rata per kapita dan per desa masyarakat hulu DASCidanau dapat dilihat pada Tabel 5.

Tingkat pendapatan per kapita rata-ratamasyarakat di hulu DAS Cidanau mencapai Rp625.250/bulan. Masyarakat DAS Cidanau seharus-nya dapat memperoleh tingkat pendapatan yanglebih besar dari nilai tersebut, jika mekanismeinsentif hulu-hilir yang berjalan sudah sesuaidengan hasil perhitungan nilai jasa lingkungan yangsesungguhnya. Hal ini didasarkan dengan asumsibahwa wilayah hulu DAS Cidanau memiliki nilaimanfaat yang jauh lebih besar dibandingan denganmekanisme insentif yang telah diberlakukan saatini. Namun demikian, hingga saat ini belum adahasil penelitian yang terkait berapa seharusnya nilaimanfaat hulu DAS Cidanau yang harus dibayaroleh para pengguna di hilir.

1. Tingkat Pendapatan Per Kapita

Tabel 5. Pendapatan rata-rata masyarakat hulu DAS Cidanau pada tahun 2009Table 5. Avarage Income of Community at Upper Cidanau Watershed in 2009

Kecamatan (Sub District)Kabupaten

(Regency)

Pendapatanrata-rata per kapita/th

(Average incomepercapita/year) (Rp)

Pendapatan rata-rata perdesa/th (Average income

village/year) (Rp)

Ciomas Serang 11.212.541 41.751.766.075

Padarincang Serang 6.644.570 31.585.728.681

Mandalawangi Pandeglang 4.651.968 13.078.543,401

Sumber ( ): Data BPS diolah ( )Source BPS calc

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

Page 13: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

131

Berdasarkan pendapatan perkapita, pada tigakecamatan wilayah hulu DAS Cidanau tersebutmasih berada di atas angka garis kemiskinan tingkatProvinsi Banten. Menurut BPS, garis kemiskinanatau kemiskinan secara absolut, adalah standarkehidupan minimum yang dibutuhkan untukmemenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan baikmakanan maupun non makanan. Garis kemiskinanini adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkanseseorang dalam sebulan agar dapat memenuhikebutuhan dasar asupan kalori sebesar 2.100kkal/hari per kapita (garis kemiskinan makanan)ditambah kebutuhan minimum non makanan yangmerupakan kebutuhan dasar seseorang, yaitupapan, sandang, sekolah, transportasi sertakebutuhan individu dan rumah tangga dasar lainnya(garis kemiskinan non makanan). Berdasarkan hasilperhitungan BPS tahun 2009, garis kemiskinanProvinsi Banten adalah urutan ke-18 dari 33provinsi yang ada di Indonesia yaitu Rp 198.750/kapita/bulan.

Berdasarkan distribusinya, rata-rata pendapatanmasyarakat di hulu DAS Cidanau yang dihitungdengan koefisien gini dengan persentasekumulatif penduduk dan total pendapatan yangditerima oleh masing-masing prosentase penduduktersebut menunjukkan bahwa pendapatanmasyarakat tersebut terdistribusi cukup merata atautidak terjadi ketimpangan pendapatan yang berarti.Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien ginisebesar 0,2 atau mendekati 0 yang berarti distribusipendapatan cukup merata. Koefisien gini adalahsalah satu ukuran yang paling sering digunakanuntuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatansecara menyeluruh. Distribusi pendapatan inimerupakan salah satu aspek kemiskinan yang perludiperhatikan karena pada dasarnya merupakanukuran kemiskinan relatif, yaitu kemiskinan yangstandar penilaiannya merupakan standar kehidupanyang ditentukan dan ditetapkan secara subyektifoleh masyarakat setempat dan bersifat lokal.

Berdasarkan Tabel 5, masyarakat KecamatanCiomas memiliki rata-rata pendapat lebih tinggidibandingkan masyarakat Kecamatan Padarincang.Hal ini diperkirakan karena adanya tambahaninsentif jasa lingkungan sebesar Rp 1,2 juta/ha/tahun dengan luasan minimal 5 ha per kelompokyang sudah berjalan dengan baik dan telah me-masuki periode kedua. Selain itu, kedua kecamatanini memiliki struktur penggunaan lahan yang ber-

beda dimana Kecamatan Ciomas sekitar 58% lahanpertaniannya didominasi oleh tegalan atau kebun.Kebun ini umumnya ditanami antara lain jenisbuah-buahan seperti durian, mangga, pisang, sawo,dan pepaya. Pisang dan durian merupakankomoditi unggulan dengan produksi rata-ratasecara berturut-turut 1.360,60 ton dan 740,40 tonper ha/tahun. Sementara itu, di KecamatanPadarincang karena populasi yang lebih padat,lahan kebun/tegalan hanya sekitar 15% danlainnya didominasi oleh sawah (40%) dengankomoditi pertanian padi dan palawija, danperkebunan (44,7%). Perkebunan di wilayah inidibedakan atas Perkebunan Besar Negara,Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Rakyat.Perkebunan Besar Swasta hanya terdapat satuperusahaan dengan luas hak guna usaha 506,57 hauntuk budidaya tanaman karet, sementaraperkebunan rakyat meliputi areal yang cukup luasyaitu 30.602,50 ha dengan komoditi utama kelapa,kopi, cengkeh dan melinjo. Di Desa CitasukKecamatan Padarincang, komoditi unggulanutama dari perkebunan rakyat adalah kelapadengan luas penanaman 1.584,68 ha dengan totalproduksi 70,45 ton/tahun. Sementara di DesaKadubeureum komoditi unggulannya adalah kopidengan luas penanaman 492,14 ha dan produksirata-rata 0,25 ton/ha dengan total produksi 237,65ton/tahun. Masih dalam Kecamatan Padarincang,Desa Padarincang memiliki komoditi unggulaancengkeh dengan produksi rata-rata 0,20 ton/hadengan total produksi 80,15 ton/ha pada arealseluas 463,14 ha.

Distribusi sebaran rata-rata pendapatan desaDAS Cidanau dianalisis melalui GIS untukmengetahui hubungan antara tingkat pendapatandesa dan tutupan lahan serta fungsi kawasan hutanyang ada di DAS Cidanau seperti yang terlihat padaGambar 5.

Hasil analisis GIS mengindikasikan bahwa desadi DAS Cidanau dengan rata-rata pendapatantinggi pada umumnya memiliki areal persawahan,pertanian lahan kering dan hutan tanaman yangluas. Adapun desa-desa yang didominasi olehhutan sekunder, hutan tanaman dan pertanianlahan kering yang sempit memiliki rata-ratapendapatan yang rendah. Hal tersebut meng-indikasikan bahwa lahan pertanian dan kebun/hutan yang mereka miliki memberikan tambahanpendapatan yang cukup signifikan.

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 14: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

132

Gambar 5. Hubungan antara rata-rata pendapatan dengan tipe tutupan lahan di DAS Cidanau.Figure 5. Corelation of Avarage Income with Types of Forest Cover at Cidanau Watershed.

Tabel 6. Pendapatan rata-rata masyarakat hulu DAS Baturusa pada tahun 2009Table 6. Avarage Income of Community at Upper Baturusa Watershed in 2009

Kecamatan (Sub District)Pendapatan rata-rata per kapita/th(Average income percapita/year) (Rp)

Pendapatan rata-rata per desa/th(Average income per village/year (Rp)

BakamMerawang

43.299.594,2326.679.478,53

84.183.071.10067.164.105.006

Sumber ( ): Data BPS diolah ( )Source BPS calc

Kondisi sebaliknya terjadi di DAS Baturusa.Dengan tutupan hutan hanya mencapai 3,18%,tingkat pendapatan penduduk di hulu DASBaturusa mencapai Rp 2.915.800/bulan. Angka inijauh berada di atas garis kemiskinan ProvinsiBangka Belitung yang hanya Rp 266.843/kapita/bulan. Masyarakat di DAS Baturusa pada umumnyamemiliki pendapatan dari hasil kebun serta darimenambang timah. Komoditi perkebunan yangumum ditanam masyarakat DAS Baturusa adalahjenis tanaman perkebunan seperti lada, karet,coklat, kakao dan sawit.

Rata-rata luas kepemilikan lahan yang terkecil diDAS Baturusa ini adalah 2 ha per kepala keluarga.Namun tidak sedikit masyarakat yang memilikipuluhan bahkan belasan hektar lahan. Sementara itupenghasilan dari penambangan timah dapat men-capai Rp 2 sampai dengan 3 juta atau rata-ratasebesar Rp 2,5 juta per bulan (asumsi harga timahRp 100.000/kg). Masyarakat pada umumnya mela-kukan penambangan pada pagi hari, sedangkansiang hingga sore hari aktivitas lebih banyakdilakukan di ladang kebun.

Berdasarkan tabel 6, masyarakat KabupatenBakam memiliki tingkat pendapatan yang lebihtinggi dibandingkan masyarakat KabupatenMerawang. Hal ini dipengaruhi oleh arelperkebunan karet yang merupakan komoditiunggulan di Kabupaten Bakam lebih luasdibandingkan Kabupaten Merawang. Berdasarkandata BPS, luas perkebunan karet di KabupatenBakam mencapai 1.452 ha dengan produksigetah karet sebesar 1830,68 ton. Sedangkan luasperkebunan karet di Kabupaten Merawanghanya mencapai 217 ha dengan produksi sebesar273,42.

Sedangkan hubungan antara rata-rata pen-dapatan desa DAS Baturusa dengan kondisitutupan lahan dan fungsi kawasan dianalisisdengan GIS dengan hasil seperti pada gambar 6.Hasil analisis GIS menunjukkan bahwa desadengan rata-rata pendapatan yang tinggi padaumumnya didominasi oleh tutupan lahan berupapertanian lahan kering campur, pertanian lahankering dan perkebunan dengan status fungsi lahanberupa areal penggunaan lain.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

Page 15: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

133

Gambar 6. Hubungan rata-rata pendapatan dengan tutupan lahan dan kawasan hutan di DAS Baturusa..Figure 6 Corelation of Avarage Income with Forest Cover at Baturusa Watershed.

2. Tingkat Kesejahteraan

Menurut Segel dan Bruzy (1998), kesejahteraansosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakatyang meliputi kesehatan, keadaan ekonomi,kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. BPSmenggolongkan indikator kesejahteraan menjadi 2,yaitu indikator tunggal dan indikator komposit/jamak. Indikator tunggal meliputi pendidikan,kesehatan, ekonomi, angkatan kerja, perumahan,dan sanitasi. Sedangkan indikator jamak meliputiindeks pembangunan manusia, indeks kemiskinanmanusia dan indeks mutu hidup. Indikatorperumahan meliputi persentase kepemilikanrumah, persentase rumah berkualitas baik, sertapersentase rumah tangga mempunyai sumberpenerangan listrik.

Karena lokasi penelitian berada pada wilayahpedesaan di hulu DAS Cidanau dan DAS Baturusamaka tingkat kesejahteraan pada penelitian inidiukur melalui indikator tunggal perumahandengan melihat secara langsung kondisi perumahanrata-rata penduduk yang berada di wilayah huluDAS. Pada umumnya kondisi rumah masyarakatyang berada di hulu DAS Baturusa lebih baikdibandingkan masyarakat di DAS Cidanau.Kondisi rumah masyarakat di DAS Baturusa padaumumya bersifat permanen, berlantai keramik danberatap genteng atau asbes. Sedangkan kondisirumah masyarakat di DAS Cidanau pada umumnyabersifat semi permanen, dengan lantai semen danatap genteng. Kondisi tersebut menunjukkanbahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di huluDAS Baturusa lebih baik dibandingkan masyarakatdi hulu DAS Cidanau.

Jika dihubungkan dengan tingkat pendapatan,maka pada masyarakat DAS Baturusa yangmemiliki tingkat pendapatan lebih tinggidibandingkan masyarakat DAS Cidanau dapatdikatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggiakan meningkatkan tingkat kesejahteraan. Hal inidisebabkan masyarakat dengan pendapatan yanglebih tinggi dapat menggunakan uangnya untukmembangun rumah yang sehat dan nyaman.Sementara untuk masyarakat dengan tingkatpendapatan rendah, mereka tidak mampumembiayai pembangunan rumah yang sehat dannyaman.

Dengan demikian, perbedaan karakteristikekologi, sosial dan ekonomi DAS Cidanau danBaturusa dapat dilihat seperti pada Tabel 7.Berdasarkan Tabel 7, DAS Cidanau memilikikondisi ekologis yang relatif lebih baik dibanding-kan DAS Baturusa. Hal tersebut dapat dilihatberdasarkan tutupan hutan yang lebih luas, debit airyang lebih tinggi dan kualitas air yang relatif lebihbaik. Sebaliknya, kondisi ekonomi masyarakat diwilayah DAS Baturusa lebih baik dibandingkanDAS Cidanau yang ditunjukkan dengan rata-ratatingkat pendapatan yang lima kali lebih besar dankondisi tempat tinggal yang lebih baik. Namundemikian, tingkat pendapatan yang jauh lebihtinggi pada masyarakat DAS Baturusa, padahakikatnya belum mencerminkan tingkatkesejahteraan yang sesungguhnya bagi masyarakatsekitar DAS tersebut Hal tersebut disebabkantingginya pendapatan masyarakat tersebutbersumber dari hasil timah yang seiring denganwaktu produksinya akan berkurang. Di sisi lain,

Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 16: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

akibat penambangan tersebut kondisi lahan akansemakin rusak yang mengakibatkan sumbermakanan dan minuman sulit didapat karena kondisilahan yang tidak subur dan kuantitas serta kualitasair minum yang semakin rendah. Kondisi tersebutdapat diartikan bahwa tanpa sumber daya alamtambang, tingkat kesejahteraan masyarakat DASBaturusa tidak lebih baik dibandingkan dengantingkat kesejahteraan masyarakat DAS Cidanau.Kondisi tersebut dapat dilihat dari keadaan sosial

dimana tingkat pendidikan masyarakat pada keduaDAS ini yang relatif sama. Padahal seharusnyadengan pendapatan yang jauh lebih tinggi, tingkatpendidikan masyarakat DAS Cibarusa jauh lebihbaik. Dengan demikian, mengingat timah me-rupakan jenis sumber daya alam yang tidak dapatdiperbaharui maka diperlukan alternatif sumberpenghasilan lain untuk keberlangsungankehidupan masyarakat DAS Cidanau Baturusapada masa yang akan datang.

Tabel 7.Karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial DAS Cidanau dan DAS Baturusa pada tahun 2009Table 7. Characteristics of ecology, economy, and social at Cidanau and Baturusa watershed in 2009

Karakteristik DAS(Watershed Characteristics)

DAS Cidanau(Cidanau Watershed)

DAS Baturusa(Baturusa Watershed)

A) Ekologi /Ecologya. Tutupan Lahan (Ha) 7.371,28 (32,83%) 2.165,83 (3,18%)b. Debit Air (m3/s)** 7,08 0,182c. Tingkat Pencemaran air Kualitas baik Ringan - Sedang

B) Sosial /Sociala. Kepadatan Penduduk*(jiwa/km2)

812,5 107,5

b. Tingkat Pendidikan*- SD (jiwa) 5.393 (79,94%) 2075 (78,30%)- SMP (jiwa) 1.043 (15,46%) 373 (14,07%)- SMA (jiwa) 310 (4,59%) 202 (7,62%)

C) Ekonomi /Economy*a. Tingkat Pendapatan/

Perkapita (Rp/ bln)625.250 2.915.800

(2,5 juta dari tambang)b. Tingkat Kesejahteraan Kondisi lantai rumah semen Kondisi lantai rumah keramik

Kondisi dinding umumnya semipermanen

Kondisi dinding umumnya permanen

Kondisi atap rumah genteng Kondisi atap rumah genteng atau asbes

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Selain indikator tingkat pendidikan yang relatifsama, antara DAS Ciliwung dan DAS Baturusamemiliki parameter karakteristik yang jauh berbedabaik pada aspek ekologi (tutupan lahan, debit air,dan tingkat pencemaran), sosial (kepadatanpenduduk) maupun ekonomi (tingkat kesejahteraandan pendapatan). Perbedaan karakteristik tersebutselain disebabkan oleh faktor alam juga disebabkanoleh adanya stimulus ekonomi yang menjadi daya

tarik bagi masyarakat dan sekaligus menentukankondisi wilayah kedepannya.

Pada DAS Cidanau stimulus ekonomibersumber dari mekanisme jasa lingkungan yangmembawa ke arah perbaikan kondisi lanskap hutanyang dikoordinir oleh FKDC sehingga tutupanlahannya mencapai 32,83%. Mekanisme jasalingkungan ini sebaiknya dikelola dengan proporsipembayaran yang sesuai dengan nilai riillingkungan sesungguhnya.

Pada DAS Baturusa stimulus ekonomibersumber dari sektor pertambangan baik dan

yang justru membuat kondisi lanskap hutanlegal

illegal

134JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

Sumber ( ): data BPS diolah ( ) *source BPS Calc. ;* * data BBWS diolah ( )BBWS Calc.

Page 17: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

menjadi semakin rusak. Kondisi tersebut menuntutperhatian untuk segera dilakukan perbaikan antaralain yaitu melalui penegakan hukum yang mengaturlokasi-lokasi tertentu yang boleh dijadikan arealpenambangan dan lokasi yang lain sebagai daerahkonservasi yang harus direhabilitasi dan dijagakelestariannya.

Secara umum tingkat kesejahteraan masyarakatdi DAS Cidanau lebih baik dibandingkan dengankehidupan masyarakat di DAS Baturusa terutamaberkaitan dengan pendapatan dari kegiatan usahaberbasis lahan karena 86 % pendapatan masyarakatdi DAS Baturusa berasal dari hasil kerja dipertambangan timah.

Kegiatan sosialisasi, komunikasi, dan pembinaantentang pentingnya fungsi hutan kepada masyarakatberpengaruh secara signifikan dalam meningkatkankesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutanyang pada gilirannya dapat mempengaruhikelestarian pengelolaan lanskap hutan dalam suatuwilayah DAS.

Untuk mewujudkan upaya pengelolaan lanskaphutan secara lestari perlu memperhatikankarakteristik lanskap hutan sebagai dasarpengambilan kebijakan. Idealnya, pengelolaanlanskap hutan harus memberikan dampak positifterhadap karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial.

Salah satu mekanisme yang dapat memberikandampak positif terhadap karakteristik ekologi,ekonomi dan sosial lanskap hutan adalahmekanisme jasa lingkungan hulu hilir.

Perlu dilakukan suatu kajian ilmiah untukmenghitung besaran insentif dalam mekanismehulu-hilir di DAS Cidanau sehingga diperolehbesaran yang ideal berdasarkan nilai jasa lingkunganyang sebenarnya dan dapat meningkatkankesejahteraan masyarakat hulu DAS secarasignifikan.

Asdak, C. (2010).Gajah Mada University Press.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bakam. (2010).. Banten: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Bakam.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Hidrologi dan pengelolaan daerahaliran sungai.

Bakam Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. (2010).. Banten: Badan Pusat

Statistik Provinsi Banten.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,Provinsi Banten. (2008).

. Banten: Badan PerencanaanPembangunan Daerah, Provinsi Banten.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. (2010).. Banten: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Serang.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang.(2010). . Banten:Badan Pusat Stat i s t ik KabupatenPandeglang.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Merawang.(2010). . Banten: BadanPusat Statistik Kabupaten Merawang.

Balai Pengelolaan DAS Baturusa Cerucuk. (2010).

. Pangkal Pinang: Balai PengelolaanDAS Baturusa Cerucuk.

Bennet, J.W. (1976).. New York.

Pergamon Press.

Burroughhs, R. (1999). When stakeholders choose:Process, knowledge, and motivation in waterquality decisions.53(12), 797-809.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. (2010).. Banten: Badan Pusat

Statistik Kabupaten Serang.

Forman, R.T.T. & Godron, M. (1986).. New York. USA: John Wiley and

Sons.

Hefni, E. (2003).. Jakarta

Kanisius.

Jennings, S., R. Nussbaum, Judd N., & Synnott, T.(2002).

. Oxford, UK: ProForest.

Lubchenco, J., Olson, A.M., Bruber, S.R.,Carpenter, M.M., Holland, S.P., Hubbell,S.A., Real, P.J. (2009). The sustainable

Banten dalam angka

Laporan finalpenyusunan rencana strategis pengelolaan DASCidanau

Padarincang dalam angka

Mandalawangi dalam angka

Merawang dalam angka

Statistik Balai Pengelolaan DAS BaturusaCerucuk

The ecological transition : culturalanthropology and human adaptation

Society and Natural Resources

Ciomas dalam angka

Landscapeecology

Telaah kualitas air bagi pengelolaansumber daya dan lingkungan perairan :

Identifying high conservation values at anational level

135Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... Mimi Salminah( )et al.

Page 18: KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP …

biosphere initiative : an ecological researchagenda. , 371 - 412.

Maryani R. dan F. Nurfatriani. (2010). Review statusriset manajemen lanskap hutan.

. Bogor: Puslitbang Perubahan Iklimdan Kebijakan.

Naiman R. J. (1992).. Springer.

Naiman, R.J. & Decamps, H. (1990)..

Carnforth, United Kingdom. UNESCO.Paris, and Parthenon Publishing Group.

Napier, T.L. & Forster, D.L. (1982). Farmerattitudes and behaviour associated with soilerosion control. Pp. 137-150.

Paimin, Sukresno & Purwanto, (2010).. Bogor: Pusat

Penelitian dan Pengembangan Konservasidan Rehabilitasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001tentang Pengelolaan Kualitas Air danPengendalian Pencemaran.

Ecology 72

Laporan HasilPenelitian

Watershed management. balancingsustainability and environmental Change

The ecology andmanagement of aquatic terrestrial ecotones

Sidik cepatdegradasi sub daerah aliran sungai

Purwanto, Pramono, I.B., & Indrawati, D.R.(2002). Monitoring dan evalusi pengelolaanD A S . D i u n d u h d a r i

. (25 Maret2011).

Rhoads, B., Wilson, D., Urban, M., & Herricks, E.,(1999). Interaction between scientists andnonscientist in community-based watershedmanagement; emergence of the concept ofstream naturalization.

24, 297-308.

Suparmoko. (2008).. Yogyakarta: BPFE.

Turner, M.G. (1989). Landscape ecology : Theeffect of pattern on process.

: 171 - 197.

Wagner, M.M. (2005). Watershed-scale socialassessment.

, 60, 4: Proquest ResearchLibrary page 177.

h t t p : / /bebasbanjir2025. wordpress. com

EnvironmentalManagement

Ekonomi sumberdaya alam danlingkungan

Annual Reviewof Ecology and Systematics 20

Journal of Soil and WaterConservation

136JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136