23
EKSTRAKSI KARAGINAN Oleh : Nama : Dely Utami NIM : B1J008066 Kelompok : 7 Rombongan: II Asisten : Nita Wahyu Suwardani

karaginan deluth

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: karaginan deluth

EKSTRAKSI KARAGINAN

Oleh :

Nama : Dely UtamiNIM : B1J008066Kelompok : 7Rombongan : IIAsisten : Nita Wahyu Suwardani

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2011

Page 2: karaginan deluth

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumput laut merupakan tumbuhan laut yang belum dapat dibedakan

antara akar, batang dan daunnya, olehkarena itu disebut thalophyta. Rumput laut

memiliki banyak manfaat bagi kehidupan dengan banyaknya produk-produk rumput

laut yang dapat di manfaatkan dalam bidang kesehatan, industry, pangan, kosmetik,

dan sebagainya. Beberapa produk rumput laut antara lain: Agar, karagenan, dan

furselaran diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae), sedangkan alginat

diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae). Secara alami terdapat tiga fraksi

karagenan yaitu kappa-karagenan, lamda-karagenan, dan iota-karagenan.

Disamping dari rumput laut, hidrokoloid hasil ekstraksi dapat juga diperoleh dari

ekstrak tanaman seperti pectin dan ekstrak hewan seperti gelatin

Mengingat  bahwa rumput laut banyak tersebar di wilayah perairan kita

serta merupakan sumber komoditi hasil laut, maka pihak pemerintah khususnya

pemerintah kabupaten yang bersentuhan langsung dengan masyarakat perlu

mengupayakan pengetahuan keterampilan para penduduk di wilayah pesisir (petani

atau nelayan) untuk mengolah rumput laut menjadi bahan olahan seperti karaginan

sehingga nantinya dapat meningkatkan sumber pendapatan masyarakat yang

secara langsung juga meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Sumberdaya laut dan pesisir memberi kesejahteraan masyarakat sekitar

60% rakyat Indonesia yang hidup di kawasan pesisir (Coastal Zona).  Penangkap

ikan tradisional (Tradicional Fisher) merupakan bagian  dari  penduduk miskin (poor

community) di Indonesia.  Faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat antara

lain, pertumbuhan populasi penduduk yang relatif cepat, menurunnya luasan lahan

pertanian yang tersedia, sifat perairan laut yang bisa digunakan oleh siapa saja

(common  property).  Sebagai akibatnya, jumlah Tradicional Fisherman  mengalami

peningkatan sekitar 50% dibandingkan satu dekade terakhir.  Sementara itu,

sumberdaya laut belum terkelolah secara optimal, bahkan sumberdaya tersebut

mengalami degradasi kualitas akibat  adanya kelebihan tangkap (over fishing);  dan

cara penangkapan yang bersifat dekstruktif; adanya fenomena pendangkalan dan

pencemaran yang berasal dari aktivitas manusia di kawasan hulu, seperti aktivitas

industri pertanian, kehutanan, perikanan budidaya dan pertambangan;

pembangunan fisik di wilayah pantai (Physical Developtment of Beach Zone).

Page 3: karaginan deluth

Perusakan sumberdaya alam dan masalah lingkungan di zona pesisir

telah mempengaruhi pola kehidupan masyarakat terutama nelayan tradisional.

Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan

bagi masyarakat daerah pesisir pantai. Wilayah Indonesia yang sebagian besar

terdiri atas perairan laut merupakan negara yang kaya akan komoditas rumput laut.

Karaginan  sampai saat ini belum diolah di Indonesia, walaupun bahan baku

yang digunakan (Eucheuma cottonii) untuk membuat karaginan banyak terdapat di

Indonesia. Karaginan adalah campuran yang kompleks dari beberapa polisakarida.

Ada tiga jenis karaginan, yaitu lamda, kappa, dan iota. Lamda dan kappa karaginan

dapat diekstrak dari rumput laut jenis Chondrus crispus dan beberapa spesies

Gigartina, sedangkan iota karaginan diekstrak dari Eucheuma spinosum. Karaginan

banyak dimanfaatkan pada industri farmasi, kosmetik, makanan dan minuman

seperti susu, keju, kecap, susu coklat, sirop, biscuit, dan es krim. Juga untuk pet

food dan keramik (Fikly, 2008).

Rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia tidak semuanya bermanfaat

bagi manusia. Rumput laut yang bernilai ekonomis penting kebanyakan dari jenis

Rhodophyta, khususnya Eucheuma sp. dan Gracillaria sp.. jenis rumput laut yang

paling banyak dimanfaatkan dan dibudidayakan serta merupakan suatu usaha yang

sangat bagus dalam dunia perdagangan adalah jenis rumput laut Eucheuma cotonii.

Jenis rumput laut ini banyak dimanfaatkan karena penggunaannya sangat luas

dalam bidang industri seperti industri makanan, kosmetik, obat-obatan bahkan

sebagai komoditas ekspor.

Selain jenis rumput laut penghasil agar-agar, terdapat juga jenis lain yang

cukup potensial dan banyak di perairan Indonesia yaitu Eucheuma sp. yang dapat

menghasilkan karaginan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai kegunanaan,

dimana karaginan tersebut bersifat hidrocolloid, terdiri dari dua senyawa utama,

senyawa pertama bersifat mampu membentuk gel dan senyawa kedua mampu

menyebabkan cairan menjadi kental. Pemakaian karaginan diperkirakan 80%

digunakan di bidang industri makanan, farmasi dan kosmetik. Pada industri

makanan sebagai stabilizer, thickener, gelling agent, additive atau komponen

tambahan dalam pembuatan coklat, milk, pudding, instant milk, makanan kaleng

dan bakery (Aslan, 1991) untuk industri non food antara lain pada industri farmasi

yaitu sebagai suspensi, emulsi, stabilizer dalam pembuatan pasta gigi, obat obatan,

mineral oil. Industri-industri lain misalnya pada industri keramik, cat dan lain-lain.

Page 4: karaginan deluth

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ekstraksi karaginan ini adalah:

1. Untuk mengetahui rendemen dari ekstraksi karaginan.

2. Untuk mengetahui proses karaginan dari rumput laut dari Euchema cotonii.

Page 5: karaginan deluth

II. Tinjauan Pustaka

Rumput laut merupakan golongan alga yaitu tumbuhan berklorofil yang

terdiri dari satu atau banyak sel dan berkoloni. Alga dapat dibedakan berdasarkan

pigmentasinya. Selain berklorofil, alga juga mengandung zat warna lainnya seperti

biru, keemasan, pirang, dan merah (Afrianto et al., 1993).

Dalam dunia ilmu pengetahuan, rumput laut dikenal sebagai alga. Alga

mempunyai bentuk yang bermacam-macam seperti benang atau tumbuhan tinggi.

Ciri utamanya tidak dapat dibedakan antara organ akar, batang, dan daun. Alga

bersifat autotrof yaitu dapat hidup sendiri tanpa tergantung kepada mahkluk lain.

Proses pertumbuhan rumput laut sangat bergantung kepada sinar matahari untuk

melakukan fotosintesis (Munaf, 2000).

Alga dapat dibedakan berdasarkan pigmentasinya. Selain berklorofil, alga

juga mengandung zat warna lainnya seperti biru, keemasan, pirang, dan merah

(Afrianto, et al., 1993). Rumput laut yang dikonsumsi sebagai bahan pangan

mempunyai beberapa nilai gizi tinggi didalamnya. Diantaranya mengandung

sejumlah protein, vitamin, dan beberapa mineral essensial yang dibutuhkan

manusia. Rumput laut mempunyai kandungan protein antara 4% sampai 25% dari

berat kering. Kandungan asam amino dalam protein bervariasi bergantung pada

faktor iklim, habitat, umur, bagian thalus, serta kondisi pertumbuhan seperti cahaya,

nutrien, dan salinitas (Insan dan Widyartini, 2001).

Karaginan merupakan suatu filakoid yang berupa polisakarida. Selain itu

juga merupakan sumber hidrokoloid penting sehingga hasil ekstraksinya dapat

digunakan sebagai penebal, pengemulsi, penstabil, pengental, dan pengikat

substansi pada industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, keramik, dan karet.

Karaginan dipasaran merupakan tepung berwarna kekuning-kuningan. Karaginan

mudah larut dalam air membentuk larutan kental atau jel yang tergantung dari

proporsi fraksi kappa atau iota (Setyowati et al., 1998). Rumput laut penghasil

karaginan yaitu Eucheuma cottonii, E. isiforme, E. spinosum, Gigartina, dan

Gymnogongrus sp. (Poncomulyo et.al., 2006).

Menurut Food Chemical Codex (1974), yang disebut karaginan minimal

harus mengandung sulfat 18% dari berat kering, sedangkan agar-agar hanya

mengandung sulfat 3–4%. Karaginan sampai saat ini belum diolah di Indonesia

walaupun bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat karaginan banyak

terdapat di Indonesia antara lain Eucheuma spinosum. Seperti halnya agar-agar

dan karaginan yang dapat dihasilkan dari ganggang merah (Rhodophyceae), alginat

Page 6: karaginan deluth

yang dapat dihasilkan dari ganggang coklat jenis Sargassum banyak pula

digunakan. Sampai saat ini jumlah rumput laut jenis ini sangat sedikit di Indonesia.

Rumput laut penghasil karaginan (Carragenophyte), yaitu Eucheuma

spinosum, Eucheuma cottonii, Eucheuma striatum, sudah dibudidayakan di

Indonesia. Pembudidayaan dilakukan di tempat-tempat yang kondisi arusnya relatif

tenang, sehingga produktivitasnya dapat ditingkatkan. Wilayah Indonesia yang 70

persen berupa laut dan terdapat 17.500 pulau, merupakan negara yang kaya akan

rumput laut. Rumput laut segar tidak dapat disimpan lama pada suhu ruang. Oleh

karena itu, harus diolah menjadi bentuk rumput laut kering, tepung agar, tepung

alginat, atau tepung karaginan (Soegiarto, et.al. 1999)

E. cottonii dan E. spinosum merupakan rumput laut yang secara luas

diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di dalam negeri maupun

untuk ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali

diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Hypnea biasanya

dimanfaatkan oleh industri agar. Sebaliknya E. cottonii dan E. spinosum

dibudidayakan oleh masyarakat. Dari kedua jenis tersebut E. cottonii yang paling

banyak dibudidayakan karena permintaan pasarnya sangat besar. Jenis lainnya

Chondrus spp., Gigartina spp., dan Iridaea spp tidak ada di Indonesia (Whistler,

et.al., 1973).

Pengolahan karaginan masih jarang dilakukan. Padahal prosesnya hampir

sama dengan pengolahan agar-agar. Kalau pada waktu ekstrasi untuk

mendapatkan agar-agar memakai asam, maka untuk mendapatkan karagenan

memakai basa. Bila penanganan pascapanen telah sempurna, proses selanjutnya

dapat dilakukan secara sederhana untuk skala rumah tangga dan dapat juga

dilakukan untuk skala industri. Indonesia belum mempunyai standar mutu

karaginan. Standar mutu yang dikenal adalah EEC Stabilizer Directive dan

FAO/WHO Specification. Tepung karaginan mempunyai standar 99 % lolos

saringan 60 mesh, tepung yang terendap alcohol 0,7 dan kadar air 15 % pada RH

50 dan 25 % pada RH 70.

Karaginan dipasaran merupakan tepung berwarna kekunung-kuningan.

Karaginan mudah larut dalam air membentuk larutan kental atau gel yang

tergantung dari proporsi fraksi kappa atau iota. Karaginan dalam dunia peridustrian

berbentuk garam apabila bereaksi dengan sodium, natrium, kalsium dan potassium

(Setyowati, 1998).

Page 7: karaginan deluth

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan yaitu thermometer, timbangan analitik, kertas pH,

pompa vacuum, pengaduk dan alat penjepit cawan, kain saring 40-100 mesh,

blender, alat pemanas, oven, gelas ukur 50, 100, 500 ml, cawan, pipet, dan

erlenmeyer.

Bahan utama yang digunakan untuk proses pembuatan karaginan yaitu

rumput laut Eucheuma cottonii, KOH 10%, alkohol 96%, NaCI 0,05%, kaporit dan

akuades.

B. Metode

Euchema cotonii

Direndam dengan air kaporit

(sampai berubah warna)

Dicuci dengan akuades

Direndam dengan air

Direbus sebanyak 300 gram Euchema cotonii

Selama 15 menit

Diblender

Direbus kembali selama 3 jam

Diberi larutan KOH 10 % selama 2 jam

(pH 8-9)

Disaring

Diberi larutan NaCl 0,05 % sebanyak 50 ml

Selama 30 menit

Dimasukkan alkohol 96 % sebanyak 400 ml

Page 8: karaginan deluth

Sampai mengendap

Diaduk dan dibiarkan sampai mengendap

Serat basahnya disaring

Direndam kembali dalam alkohol 96 %

Selama 30 menit

Serat basah karaginan yang kaku disaring

Dikeringkan dengan oven suhu 600C

Selama 15-20 jam

Nilai rendemen karaginan dihitung

I.

Page 9: karaginan deluth

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Rendemen karaginan = Produk akhir (g) x 100%

Berat bahan baku (g)

=

= 22,23 %

B. Pembahasan

Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut

merah jenis Eucheuma cottonii. Karaginan dapat digunakan untuk meningkatkan

kestabilan bahan pangan baik yang berbentuk suspensi (dispersi padatan dalam

cairan), emulsi (dispersi gas dalam cairan). Selain itu dapat digunakan sebagai

bahan penstabil karena mengandung gugus sulfat yang bermuatan negatif

disepanjang rantai polimernya dan bersifat hidrofilik yang dapat mengikat air atau

gugus hidroksil lainnya (Suryaningrum, 2000). Karena sifatnya yang hidrofilik maka

penambahan karaginan dalam produk emulsi akan meningkatkan viskositas fase

kontinyu sehingga emulsi menjadi stabil. Karaginan dapat berfungsi dalam industri

makanan sebagai bahan pengental, pengemulsi dan stabilisator suhu. Karaginan

digunakan dalam industri makanan, kosmetik dan tekstil (Kadi, 1990).

Karaginan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah

dari jenis Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora.

Polisakarida ini merupakan galaktan yang mengandung ester asam sulfat antara 20

-30% dan saling berikatan dengan ikatan (1,3): B (1,4) D glikosidik secara berselang

seling. Karaginan juga merupakan suatu campuran yang kompleks dari beberapa

polisacharida. Lambda dan Kappa karaginan secara bersama-sama dapat diekstrak

dari rumput laut jenis Chondrus crispus dan beberapa species dari Gigartina,

sedangkan lota karaginan diekstrak dari Eucheuma cottinii (Aslan, 1991).

Karaginan adalah polisakarida sulfat galaktopyranose yang banyak

digunakan dalam kedua produk non-makanan, makanan, dan sebagai pengental

dan stabilisator. Termasuk ke dalam keluarga polisakarida galaktan yang juga

termasuk agar, dan diproduksi oleh alga merah (Rhodophyta). Karaginan adalah

galaktan sulfat linier dengan beta 3-terkait- D-galactopyranosyl residu dan 4-linked

3,6-anhydroalpha- D galactopyranosyl residu. Ada sekitar 15 jenis Karaginan yang

berbeda dalam hal jumlah dan posisi kelompok sulfat dan adanya jembatan 3,6-

Page 10: karaginan deluth

anhydro substruktur. Karaginan telah heterogen strukturnya, yang dapat bervariasi

sesuai dengan jenis alga, tahap dalam siklus hidup, dan prosedur pengolahan

(Henares, 2010).

Menurut Committee on Food Chemicals Codex (1996), untuk dapat

diklasifikasikan sebagai karaginan, polisakarida pada rumput laut harus

mengandung 18- 40% asam sulfat berdasarkan berat kering dan terbagi atas tiga

kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan. Kappa karaginan

tersusun dari 1,3-D-galaktosa-4-sulfat dan (1,4) 3,6-anhydro-D-galaktosa.

Standar mutu karaginan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60

mess dan memiliki tepung densitas adalah 0,7 dengan kadar air 15%. Suhu gelasi

dari karaginan berbanding lurus dengan konsentrasi kation yang terdapat dalam

sistem. Standar karaginan yang kini banyak dikenal adalah EEC Stabilizer Directive

dan FAO atau WHO Specification (Winarno, 1996).

Standar mutu karaginan mengacu pada Committee on Food Chemicals

Codex (1996), karena di Indonesia belum mempunyai standar mutu karaginan.

Spesifikasi karaginan menurut CFCC :

Spesifikasi CFCC

Zat volakl maksimal 12%

Asam sulfat 18-40 %

Abu 15-40%

Viskositas (1,5% lart, 75C) min. 5cps

Logam berat Pb (ppm) maks.10

Hasil berat kering karaginan yang didapat yaitu sebesar 6,67 gram.

Sedangkan berat rumput laut kering yang digunakan yaitu 20 gram. Sehingga dapat

diperoleh rendemen karaginan yaitu sebesar 22,23%. Suwandi et al., (1998),

menjelaskan bahwa karaginan adalah suatu polisakarida dengan berat molekul

besar, mengandung unit D-galaktosa yang berulang yaitu 3,6-anhydro-D-galaktosa

(3,6-AG) dan D-galaktosa sulfat. Pengikatan D-galaktosa terjadi melalui rantai

(1,3) dan ikatan (1,4) galaktosa.

Ekstraksi karaginan dari rumput laut Eucheuma pada prinsipnya merebus

rumput laut dalam larutan alkali kemudian disaring, dijendalkan, dipres dan

dikeringkan kembali. Ekstraksi dipengaruhi beberapa faktor antara lain lama dan

suhu ekstraksi. Proses ekstraksi dengan alkali mempunyai fungsi untuk membantu

ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna sehingga dapat meningkatkan

kekuatan gel. Waktu ekstraksi mempengaruhi kekentalan larutan karaginan

(Suryaningrum, 2000).

Page 11: karaginan deluth

Tahapan proses ekstraksi karaginan tersebut memiliki beberapa tujuan yaitu

pada proses Perebusan dengan air memiliki tujuan untuk melunakkan rumput laut.

Proses penghancuran dengan diblender bertujuan untuk menghaluskan rumput laut,

sedangkan pada proses Ekstraksi ditambahkan KOH 10 % yang berfungsi untuk

menstabilkan pH agar tetap 8-9.Proses pemucatan ditambah dengan kaporit

0,025% yang berfungsi untuk memucatkan, dan fungsi larutan yang lain yaitu

Natrium Hidroksida (NaOH) untuk mengatur pH, filter (Celite atau tanah diatomae)

untuk membantu proses penyaringan. Alkohol untuk mengendapkan karaginan dan

Natrium Clorida (NaCl) untuk membantu pengendapan karaginan (Istini et.al.,

2006).

Perlakuan alkali membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna, juga

mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi

berlangsung. Karaginan mempunyai jenis yang sensitif terhadap ion kalium dan ion

kalsium. Rendemen karaginan juga dipengaruhi lama dan suhu ekstraksi. Semakin

lama proses ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan

rendemen karaginan. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak

dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak

karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan

semakin tinggi. Rendemen dipengaruhi oleh jenis, iklim, metode ekstraksi, waktu

pemanenan dan lokasi budidaya. Selain itu rendemen juga dipengaruhi oleh skala

produksi, dimana skala produksi yang besar akan menghasilkan rendemen yang

besar pula (Suryaningrum, 2002).

Eucheuma merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelas Rhodophyceae

(alga merah). Eucheuma memiliki thalli (kerangka tubuh tahanan) bulat silindris atau

gepeng, berwarna merah, merah-coklat, hijau-kuning, memiliki percabangan

berselang tidak beratur (dikhotomus atau trikhotomous) memiliki benjolan-benjolan

(glant nodule) dan duri-duri atau spines. Eucheuma memiliki thalli yang ‘gelatinus’

dan atau ‘kartilagenous’ (lunak seperti tulang rawan) (Aslan, 1991).

Mutu karaginan ditentukan oleh jenis rumput laut, daerah budidaya, cara

ekstraksi (suhu ekstraksi, pH ekstraksi, lama ekstraksi) dan metode pemisahan

karaginan (Setyowati et al., 1998). Bahan rumput laut yang digunakan dalam

praktikum ini yaitu Eucheuma cottonii. Termasuk rumput laut merah dengan

klasifikasi menurut Alexopoulus (1996), adalah :

Divisi : Rhodophyta

Class : Rhodophyceae

Ordo : Eucheumales

Family : Eucheumaceae

Page 12: karaginan deluth

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk

silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan

lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan.

Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina

Eucheuma cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya.

Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah.

Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks (Kadi,

1990).

Eucheuma sp. Memiliki komposisi zat organik kadar air 27,5%, protein

5,40%, abu 22,25%, lemak 8,62% dan serat kasar 3,01% (Soegiarto et al., 1978).

Eucheuma cotonii dapat menghasilkan karaginan melalui ekstraksi. Karaginan

dapat berfungsi industri makanan sebagai bahan pengental, pengemulsi, dan

stabilisator pada suhu, coklat, es krim, keju, jelly, dan makanan ternak, pada industri

kosmetik dan pada bidang farmasi (Setyowati et al., 1998).

Proses pembuatan tepung karaginan dari rumput laut secara hidrasi menurut

Setyowati et al., (1998), melalui tahapan seperti ekstraksi, pengendapan,

pengeringan, dan penepungan. Sebelum ekstraksi, rumput laut dibersihkan dari

kotoran berupa karang, kapur, batu-batuan, pasir, lumpur dan garam mineral.

Kotoran ini dipisahkan dengan pencucian dan dilanjutkan dengan pengeringan.

Afrianto dan Liviawati (1993), menjelaskan bahwa sebelum diekstraksi, rumput laut

yang telah dikeringkan dapat direndam dalam larutan kaporit 0,25% atau kapur

tohor 0,5% kemudian diaduk selama tiga hari hingga rumput laut menjadi pucat

(proses pemucatan).

Prosedur isolasi karaginan dari berbagai rumput laut telah banyak

dikembangkan. Umumnya prosedur ini terdiri atas tiga tahapan kerja yaitu ekstraksi,

penyaringan, dan pengendapan. Tahapan ekstraksi, kecepatan dan daya larut

karaginan dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan waktu proses bergabungnya

seluruh fraksi karaginan dari rumput laut dengan fraksi air yang digunakan sebagai

media pelarut. Di samping itu, stabilitas karaginan sangat ditentukan oleh pH larutan

(Bawa et al., 2007).

Proses pembuatan karaginan meliputi :

1. Persiapan

Rumput laut yang digunakan adalah Eucheuma cottonii yang kering ditimbang

seberat 30 g.

2. Perebusan

Page 13: karaginan deluth

Rumput laut direbus dengan air selama 15 menit dengan perbandingan 1:15,

kemudian dihaluskandengan blender.

3. Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan merebus rumput laut selama 6 jam dengan

perbandingan 1:30. Nilai pH air ekstraksi diatur dengan menambahkan larutan

KOH 10% sehingga pHnya menjadi 8-9 (basa). Fungsi KOH disini adalah untuk

mengatur pH.

4. Penyaringan

Hasil yang didapat kemudian disaring dengan kain kasa dalam keadaan panas

untuk menghindari pembentukan gel.

5. Pemucatan

Larutan hasil penyaringan kemudian dipucatkan (bleaching) dengan kaporit

0,25% (20 menit) lalu ditambah dengan NaCl 0,05% untuk memudahkan

pengendapan.

6. Pengendapan

Tahap ini dilakukan dengan menambahkan alkohol 96% dengan perbandingan

1:2 sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk selama 15 menit sampai terbentuk

serat-serat karaginan.

7. Perendaman

Serat basah karaginan yang didapat kemudian direndam kembali dengan

alkohol 96% selama 30 menit sehingga didapat serat karaginan yang lebih

kaku, kemudian diperas lagi.

8. Pengeringan

Hasil endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 600C hingga kering

selama 15-20 menit

9. Analisis hasil

Karaginan yang didapat kemudian dihitung rendemen. Adapun kandungan

rendemen karaginan dapat dihitung dengan menggunakan metode yang

digunakan dengan rumus:

Rendemen agar (%) = Produk a k hir x 100%

Bobot bahan baku

Menurut Atmadja et al,. (1998), karaginan dengan kualitas yang baik

mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Pemerian

Karaginan tidak berbau, berbentuk serbuk kasar, berwarna krem sampai coklat

terang.

2. Berat molekul

Page 14: karaginan deluth

Berat molekul rata-rata karaginan bentuk kappa adalah 2 x 107, iota adalah 1,5

x 106, sedangkan lambda tidak diketahui.

3. Kelarutan

Semua karaginan larut dalam air panas (lebih dari 75C). Kappa dan iota tidak

larut dalam air suling yang bersuhu 20 C sedangkan lambda larut. Winarno

(1985), menambahkan bahwa tingkat kelarutan karaginan akan semakin besar

pada suhu yang lebih tinggi dan waktu proses yang lama.

4. Pembentukan gel

Larutan panas (lebih dari 75C) kappa dan iota karaginan akan membentuk gel

pada waktu pendinginan. Lambda tidak dapat membentuk gel baik dalam

larutan panas maupun dingin. Gel dari kappa dan iota dapat mencair kembali

pada saat larutan dipanaskan.

5. Kekentalan

Dalam keadaan dingin, karaginan akan mengalami kenaikan kekentalan yang

nyata jika dicapai suhu gelnya. Setyowati et al., (1998), menambahkan bahwa

karaginan dapat terlepas dari dinding sel dan larut jika kontak dengan panas.

Suasana basa akan memprcepat ekstraksi ataupun bisa menyebabkan

degradasi yaitu berubahnya atau putusnya susunan rantai molekul dan

menurunnya jumlah ester sulfat. Perubahan ini akan menghasilkan karaginan

dengan viskositas rendah.

Karaginan dipasaran merupakan tepung berwarna kekunung-kuningan.

Karaginan mudah larut dalam air membentuk larutan kental atau gel yang

tergantung dari proporsi fraksi kappa atau iota. Karaginan dalam dunia perindustrian

berbentuk garam apabila bereaksi dengan sodium, natrium, kalsium dan potassium

(Setyowati, 1998).

Karaginan adalah komponen dinding sel yang tersusun atas perulangan unit

galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,3 dan 1,4

glikosidik secara bergantian. Peningkatan permintaan karaginan di pasar global

setiap tahun mencapai 5 % dari prediksi total produksi karaginan per tahun yakni ±

58. 930 ton, dan dimanfaatkan untuk dairy product 33 %, food grade 25 %, produk

daging, dan ayam 15 %, water gel 15 %, pasta gigi 6 % dan lain-lain (Jamal, 2009).

Karaginan secara luas digunakan dalam makanan untuk tujuan gelasi,

pengentalan, stabiliser dan emulsi, suspensi dan buih dan untuk mengendalikan

pertumbuhan kristal. Hal ini karena sifat karaginan yang dapat berfungsi sebagai

gelling agent, thickhe agent, stabilizer dan emulsifrer (Winarno, 1985). Lebih lanjut

menambahkan fungsi karaginan pada berbagai industri seperti farmasi dan

Page 15: karaginan deluth

kosmetika adalah sebagai bodying agent dan pensuspensi dalam industri cat,

pertanian dan keramik.

Fungsi karaginan dalam sistem susu sudah dikenal dan dipelajari selama

bertahun-tahun. Berinteraksi sinergis dengan protein susu, terutama kasein, untuk

menghasilkan peningkatan viskositas dan gelasi . Salah satu aspek dari ini

'reaktivitas susu' dari  karaginan dalam sistem non-gel adalah kemampuannya untuk

menghambat  visual fase pemisahan antara kasein dan polisakarida yang terjadi

mudah karena ketidakcocokan biopolimer  stabilisator polisakarida perlu untuk

ditambahkan ke produk susu untuk peningkatan produk fungsionalitas (Spagnuolo,

2005).

Kegunaan karaginan yang lain yaitu sebagai pengatur keseimbangan,

pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan banyak digunakan dalam

industri makanan untuk pembuatan kue, roti, makroni, jam, jelly, sari buah, bir, es

krim, dan gel pelapis produk daging. Dalam industri farmasi banyak dimanfaatkan

untuk pasta gigi dan obat-obatan. Selain itu juga dapat dimanfaatkan dalam industri

tekstil.

Page 16: karaginan deluth

III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa:

1. Kandungan karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii sebesar

22,23%.

2. Proses pembuatan karaginan meliputi, persiapan, perebusan, ekstraksi,

penyaringan, pemucatan, pengendapan, perendaman, pengeringan, dan

analisis hasil.

3. Karaginan digunakan sebagai penebal, pengemulsi, penstabil, pengental,

dan pengikat substansi pada industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil,

keramik, dan karet.

Page 17: karaginan deluth

DAFTAR REFERENSI

Afrianto, E. dan Evi Liviawati. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Bathara. Jakarta.

Aslan, L.M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.

Bawa I G. A. G., A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila. 2007. Penentuan pH Optimum Isolasi Karaginan dari Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Jurnal Kimia. 1(1). 15-20.

Fikly, I. 2008. Kajian Terap Teknologi Pengolahan Rumput Laut Skala Rumah Tangga Di Kabupaten Selayar. Diakses Minggu, 18 Mei 2008 03:57.

Food Chemical Codex. 1974. Seaweeds and their uses in Japan, Tokai University Press, Tokyo. CHAPMAN, V.J. 1970, Seaweeds and their uses, Methuen & Co. LTD, London. DAVIDSON, R.L., 1980 Handbook of Water-Soluble Gums and Resins, Mc. Graw-Hill, Inc, New York.

Henares. B. M. Erwin P.E. Fabian M. D. and Nina R. L. Rojas. 2010. Iota-Carrageenan Hydrolysis by Pseudoalteromonas Carrageenovora IFO12985. Department of Chemistry, School of Science and Engineering, Ateneo de Manila University, Loyola Heights, Quezon City, Philippines Philippine Journal of Science 139 (2): 131-138, December 2010 ISSN 0031 - 7683

Insan, A. L. dan D. S. Widyartini. 2001. Makroalgae. Fakultas Biologi. Universitas

jenderal Soedirman, Purwokerto.

Istini, S., A. Zatnika dan Suhaimi. 2006. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. http://www.fao.org/docrep/field/003/AB882E/AB882E14.htm.

Jamal, Endang. 2009. Pengaruh Warna Cahaya Berbeda Terhadap Kandungan Karaginan Kappaphycus alvarezii Varian Merah. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Jurnal Triton Volume 5, No 2, Oktober 2009. Hal 26-30.

Kadi, A. 1990. Inventarisasi Rumput Laut di Teluk Tering dalam Perairan Pulau Bangka, (ed) Anonimous. LIPI. Jakarta. hal : 45 - 50.

Munaf, R. D. 2000. Rumput Laut : Proyek Sistem Informasi ilmu Pengetahuan Nasional Guna Menunjang pembangunan. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI, Jakarta.

Setyowati, B., B. Sasmita dan H. Nursyam. 1998. Pengaruh Jenis Rumput Laut dan Lama ekstraksi terhadap Peningkatan Kualitas karaginan. UNIBRAW. Malang.

Setyowati, D. 1998. Pengaruh Jenis rumput Laut dan Lama Ekstraksi Terhadap Peningkatan Kualitas Karaginan dan Hubungan Dengan Fungsi Karaginan Sebagai Stabilisator Susu Kedelai. Laporan Penelitian Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.

Spagnuolo. P.A. D.G. Dalgleish, H.D. Goff, E.R. Morris. 2005. Kappa-Carrageenan Interactions In Systems Containing Casein Micelles accccnd Polysaccharide

Page 18: karaginan deluth

Stabilizers. Department of Food Science, University of Guelph, Gordon Street Guelph, Ont., Canada. Food Hydrocolloids 19 (2005) 371–377

Soegiarto, A. H. Mubarak, S. dan W. S. Atmaja. 1978. Rumput Laut (Algae), Manfaat dan Budidaya. LON. LIPI, Jakarta.

Suryaningrum., D., Murdinah., Arifin M. 2000. Penggunaan kappa-karaginan sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthyinnus pelamys. L). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol: 8/6.

Whistler, R.L., dan BE Miller, J.N., 1973, Industrial Gums, Academic Press, New York.

Winarno, F.G. 1985. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Anggota IKAPI, Jakarta.