19
1 1. MATERI METODE 1.1. Alat & Bahan Alat-alat yang digunakan untuk mengekstraksi karagenan antara lain yaitu blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate, gelas beker, thermometer, oven, pH meter, kain saring dan timbangan digital. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil alkohol (IPA), larutan NaOH 0,1 N, NaCl 10%, HCl 0,1 N, serta akuades. 1.2. Metode Langkah kerja dalam mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma cottonii pada praktikum ini adalah sebagai berikut. Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit hingga rumput laut tenggelam. Setelah itu dituang ke panci. Ambil air sebanyak 800 ml

Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum teknologi hasil laut bab Karagnenan. Asisten dosen yang bertanggung jawab adalah Ignatius Dicky.

Citation preview

Page 1: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat & Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk mengekstraksi karagenan antara lain yaitu

blender, panci, kompor, pengaduk, hot plate, gelas beker, thermometer, oven,

pH meter, kain saring dan timbangan digital. Bahan-bahan yang digunakan

dalam praktikum ini yaitu rumput laut (Eucheuma cottonii), isopropil alkohol

(IPA), larutan NaOH 0,1 N, NaCl 10%, HCl 0,1 N, serta akuades.

1.2. Metode

Langkah kerja dalam mengekstrak karagenan dari seaweed Eucheuma cottonii

pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air

sedikit hingga rumput laut tenggelam. Setelah itu dituang ke panci.

Ambil air sebanyak 800 ml

Page 2: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

2

Rumput laut direbus dalam 800ml air selama 1 jam dengan

suhu 80-90oC

pH diukur hingga netral yaitu pH 8 dengan ditambahkan

larutan HCL 0,1 N atau NaOH 0,1 N.

Volume larutan diukur dengan menggunakan gelas ukur.

Page 3: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

3

Ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume larutan.

Direbus hingga suhu mencapai 60oC

Hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring

bersih dan cairan filtrat ditampung dalam wadah.

Filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA (2x volume

filtrat). Dan diaduk dan diendapkan selama 10-15 menit

Endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam cairan

IPA hingga jadi kaku

Page 4: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

4

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam

wadah

Dimasukan dalam oven dengan suhu 50-60oC

Serat karagenan kering ditimbang. Setelah itu diblender

hingga jadi tepung karagenan

Page 5: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan karagenan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan karagenan

Kelompok Berat basah (g) Berat kering (g) % Rendemen

A1 40 3,17 7,93

A2 40 4,13 10,33

A3 40 4,45 11,13

A4 40 2,79 6,98

A5 40 2,50 6,25

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa dengan berat basah karagenan yang sama

yaitu 40 gram, dihasilkan rendemen yang berbeda-beda untuk setiap kelompok.

Rendemen kelompok A1 yaitu 7,93% dengan berat kering sebesar 3,17 gram.

Rendemen kelompok A2 yaitu 10,33% dengan berat kering sebesar 4,13 gram.

Kelompok A3 memperoleh rendemen terbesar sebanyak 11,13%, dimana berat kering

yang dihasilkan yaitu 4,45 gram. Pada kelompok A4 diperoleh rendemen sebanyak

6,98% dengan berat kering sebesar 2,79 gram. Namun pada kelompok A5, diperoleh

rendemen terendah yaitu 6,25%, dimana berat kering yang dihasilkan yaitu sebesar 2,50

gram.

Page 6: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Menurut Rumajar, H (1997), rumput laut atau seaweed dikenal dengan istilah alga. Alga

banyak digunakan manusia sebagai makanan, karena merupakan satu-satunya bahan

yang dapat menghasilkan alginat, agaros, karagenan, dan agar. Alga dibedakan menjadi

3 macam berdasarkan pigmen dominan yang terdapat pada alga, yaitu alga hijau

(Chlorophyceae), alga coklat (Phaeophyceae), dan alga merah (Rhodophyceae).

Eucheuma merupakan rumput laut dari kelompok Rhodopyceae (alga merah) yamg

mampu menghasilkan karagenan. Eucheuma dapat dikelompokkan menjadi beberapa

spesies yaitu Eucheuma spinosum, Eucheuma cottoni, Eucheuma edule, Eucheuma

cupressoideum dan masih terdapat banyak spesies yang lain. Kelompok Eucheuma yang

dibudidayakan di Indonesia kebanyakan dari spesies Eucheuma cottoni dan Eucheuma

spinosum. Eucheuma cottoni menghasilkan kappa karagenan sedangkan Eucheuma

spinosum menghasilkan iota karagenan. Alga secara umum terdiri dari holdfast, blades,

stipes, dan float. Holdfast merupakan struktur yang menyerupai akar dari rumput laut

yang hanya berfungsi sebagai sarana penempelan alga pada habitatnya, bukan untuk

menyerap nutrient. Blades memiliki struktur seperti daun dan dapat melakukan

fotosintesis, namun blades bukan merupakan daun sejati. Floats adalah bagian yang

berisi udara, terkadang berisi CO2. Sedangkan stipe berstruktur seperti batang pada alga,

namun tidak semua alga memiliki stipe (Kaliaperumal et al, 2004).

Eucheuma cottoni merupakan salah satu alga penghasil karagenan. Ciri fisik Eucheuma

cottonii adalah mempunyai thallus silindris, cartilagenous, permukaan licin. Keadaan

warna tidak selalu tetap, namun kadang berwarna hijau, abuabu, merah, atau hijau

kuning. Perubahan dapat terjadi karena faktor lingkungan. Kejadian tersebut merupakan

suatu proses adaptasi kromatik yaitu suatu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan

kualitas pencahayaan. Rumput laut Eucheuma cottonii dapat tumbuh dan melekat pada

substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang pertama dan kedua tumbuh

berbentuk rumpun yang rimbun dengan pertumbuhan mengarah ke arah datangnya sinar

matahari (Angka & Suhartono, 2000). Kandungan karagenan pada Eucheuma cottonii

adalah sebesar 61.25%. Jenis Eucheuma cottonii ini menghasilkan kappa karaginan

Page 7: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

7

yang memiliki sifat khas yaitu dapat membentuk gel yang paling kuat dengan kehadiran

ion kalium (Aslan, 1998).

Menurut Winarno (1990) karagenan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester

natrium, magnesium, kalium sulfat dan kalium dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa

kopolimer. Dengan rumus molekul yaitu (C12H14O5(OH)4)n. Karagenan terdapat dalam

dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karagenan merupakan bagian

penyusun yang terbesar pada rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain.

Karagenan merupakan polisakarida linear yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan

3.6-angiodrogalaktosa dengan ikatan glikosidik alfa-1.3 dan beta 1.4 secara bergantian.

Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sullfa dengan ikatan ester.

Ada beberapa jenis karagenan, antara lain kapa, lambda, iota, nu dan theta. Perbedaan

dari jenis karagenan ialah sifatnya ditentukan dari strukturnya. Sifat karagenan kappa

yaitu rapuh, gampang atau mudah sekali rusak. Karagenan lambda memiliki sifat yaitu

tidak membentuk gel, sedangkan karagenan iota memiiki sifat elastis dan lenting

sehingga paling banyak diaplikasian pada produk-produk daging. Karagenan ”mu”

merupakan prekursor karagenan ”kappa”, sedangkan karagenan ”nu” adalah prekursor

karagenan ”iota”. Semua karagenan larut di dalam air panas. Karagenan memiliki sifat

”thermoreversible”, yaitu apabila didinginkan dapat memadat dan membentuk gel,

namun jika dipanaskan akan kembali ke bentuk semula (Angka & Suhartono, 2000).

Kappa- carageenan membentuk gel yang kuat. Iota- carageenan membentuk gel yang

elastis, sedangkan lambda-carageenan tidak membentuk gel. Hal ini disebabkan oleh

struktur kappa dan iota- carageenan yang memungkinkan segmen-segmen dari dua

molekul membentuk double helix yang mengikat rantai molekul menjadi jaringan tiga

dimensi, gel. Struktur lambda- carageenan tidak memungkinkan untuk membentuk

double helix. Carageenan, khususnya kappa, bereaksi dengan fraksi protein susu,

kasein, sehingga membentuk jaringan gel tiga dimensi dengan air dan garam, serta

mampu menyaring partikel yang ada di dalamnya, karena merupakan galaktosa yang

mengandung sulfida, maka carageenan bermuatan negatif dan tidak tergantung oleh pH

medium. Pada pH kurang dari 4,4 kappa dan kasein yang bermuatan berlawanan akan

Page 8: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

8

mengendap. Pada pH lebih tinggi dari 4,4 keduanya bermuatan negatif tetapi tidak

saling menolak. Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu

D glukosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa.

Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti

halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat

ester yang menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan

dengan pemberian alkali. Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan,

karena memiliki sebuah residu disulphated α (14) D galaktosa. Tidak seperti halnya

pada kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. Posisi dari

sulfat terkait dapat dengan mudah ditentukan dengan infrared spectrophotometer. Unit

monomer karagenan dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan daya kestabilan karagenan

terhadap pH dapat dilihat pada Tabel 3. (Winarno, 1990).

Tabel 2. Unit-unit Monomer Karagenan

Fraksi Karagenan Monomer

Kappa D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa

Iotta D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat

Lambda D-galaktosa 2-sulfat D-galaktosa 2,6-disulfat

Tabel 3. Daya Kestabilan Carageenan Terhadap pH

Stabilitas Kappa Iota Lambda

Pada keadaan pH

netral dan alkali

- Stabil

- Terhidrolisa bila

dipanaskan

- Stabil dalam keadaan gel

- Stabil

- Terhidrolisa

- Stabil dalam bentuk

gel

- Stabil

- Terhidrolisa

Karagenan dapat diekstraksi dengan air atau larutan alkali. Karagenan dapat berfungsi

untuk pensuspensi, pengental, pengemulsi, dan faktor penstabil. Karagenan juga dipakai

dalam pada industri pangan untuk memperbaiki penampilan produk sosis, kopi, bir,

salad, coklat, es krim, susu kental, jeli. Industri farmasi memakai karagenan untuk

pembuatan obat, pasta gigi, sirup, tablet, dan sampo. Industri kosmetik

menggunakannya sebagai binding agent (pengikat) atau gelling agent (pembentuk gel).

Sedangkan industri non pangan seperti penyegar udara, pelapisan keramik, cat air,

tekstil, kertas, transportasi minyak mentah, kertas printer atau mesin pencetak serta

karpet dan lain sebagainya (Winarno, 1990).

Page 9: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

9

Menurut Angka & Suhartono (2000), beberapa hal yang dapat mempengaruhi sifat

karagenan diantaranya kemampuannya membentuk gel, kelarutan, stabilitas pH dan

viskositas. Kelarutannya dalam air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

pH, tipe karagenan, temperatur, kehadiran jenis ion yang menghambat serta terlarut

lainnya. Karagenan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 di dalam sebuah larutan

dan akan terhidrolisis jika pHnya dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih larutan karagenan

dapat mempertahankan kondisi proses produksi karagenan. Dimana dalam praktikum ini

kaginan dektraksi dengan menggunakan air dan kemudian dibuat pHnya menjadi bassa

yaitu sekitar pH 8.

Kegunaan karaginan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai penstabil,

bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi (Sediadi & Budiharjo, 2000).

Karagenan banyak digunakan untuk bahan makanan, untuk membentuk gel dalam selai,

sirup, saus, makanan bayi, produk susu, daging ikan, bumbu dan sebagainya.

Pembentukan gel karagenan diperkirakan terjadi karena terbentuknya sulur ganda.

Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan

menurunnya pH, karena adanya ion H+ membantu ion H

+ proses hidrolisis ikatan

glikosidik pada molekul karagenan (Angka & Suhartono, 2000). Sifat dari karagenan

juga bergantung dari adanya kation dan anion. Apabila karagenan mengandung kation

potasium, maka karagenan ini akan memiliki sifat dapat membentuk gel yang keras,

tetapi apabila karagenan berikatan dengan anion sodium, maka karagenan ini akan

bersifat larut dalam air dingin dan tidak memiliki kemampuan membentuk gel

(Fennema, 1976). Rumus bangun dari karaginan menurut Istini (1985), sebagai berikut.

Page 10: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

10

Pada praktikum yang berjudul “karagenan” ini, praktikan menggunakan bahan dasar

yaitu rumput laut. Rumput laut yang praktikan gunakan pada praktikum ini adalah

rumput laut dari kelas Eucheuma cottonii. Metode yang praktikan lakukan yaitu alga

ditimbang 40 gr kemudian dipotong kecil-kecil dan diblender dengan diberi air sedikit

hingga rumput laut tenggelam. Kemudian direbus (diekstraksi) dengan air sebanyak

800ml selama 1 jam pada suhu 80-90oc. Pemotongan rumput laut bertujuan untuk

memperluas permukaan rumput laut tersebut sehingga kontak antara rumput laut dengan

air akan semakin besar sehingga proses ekstraksi rumput laut akan berjalan dengan

maksimal (Winarno, 1990). Penggunaan suhu 80-90oC karena pada suhu tinggi

karagenan dapat mudah terekstrak. Menurut Rasyid (2003) suhu ekstraksi karagenan

yang maksimum adalah 85-95 oC. Tujuan pemasakan untuk memaksimalkan ekstraksi

polisakarida dalam rumput laut yang belum sempurna serta membentuk struktur polimer

dalam rumput laut supaya membentuk suatu gulungan acak agar nantinya lebih mudah

membentuk gel. Menurut Setyowati (2000), waktu (lamanya) proses ekstraksi dapat

mempengaruhi sifat karagenan yang dihasilkan untuk jenis Eucheuma cottonii lamanya

waktu ekstraksi yang paling optimal adalah 2 jam.

Setelah diektraksi, pH diatur menjadi pH 8 dengan menambahkan HCl 0,1 N ataupun

NaOH 0,1 N. Menurut Rumajar dkk (1997) kelarutan karagenan dalam air dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pH, tipe karagenan, temperatur,

keberadaan jenis ion penghambat serta zat- zat terlarut lainnya. pH dapat berpengaruh

pada pembuatan karagenan dimana ekstrak maksimal hendaknya dilakukan dalam

suasana basa (pH 8-9). Jika pHnya dibawah pH 6 maka akan menyebabkan terjadinya

hidrolisis ikatan glikosidik yang akan mengakibatkan kehilangan viskositas. Viskositas

suatu hidrokoloid dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis karagenan,

konsentrasi karagenan, temperatur, berat molekul serta adanya molekul-molekul lain

yang menghambat. Jika konsentrasi dari karagenan meningkat maka viskositasnyapun

akan meningkat.

Setelah itu, volume larutan diukur menggunakan gelas ukur. Cairan filtrat kemudian

ditambah NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat, kemudian dipanskan pada suhu

60oC. Menurut Rumajar dkk (1997) penambahan NaCl bertujuan sebagai bahan

Page 11: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

11

pengikat. Penambahan bahan pengikat pada saat ekstraksi karagenan dapat berpengaruh

terhadap struktur tiga dimensi kappa karagenan. NaCl merupakan garam yang tidak

beracun sehingga banyak digunakan dalam industri pangan untuk membantu proses

pembentukan gel karagenan. Penambahan garam NaCl akan dapat meningkatkan

kekuatan gel kappa-karagenan, namun pemakaiannya harus dibatasi karena dapat

menimbulkan rasa pahit. Kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu 60oC karena

kappa karagenan larut pada air diatas 60 ˚C. Setelah dilakukan pemanasan, cairan

disaring dengan kertas saring dan cairannya ditampung dalam wadah. Tujuan

penyaringan ini adalah untuk menjernihkan cairan dengan cara membuang sejumlah

partikel padat dan juga untuk memisahkan cairan dari bagian padat bahan pangan

dengan menggunakan saringan serta memisahkan partikel- partikel yang melayang di

dalam suatu bahan cair.

Filtrat kemudian dituang ke wadah berisi IPA sebanyak 2x volume filtrat ml untuk

diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga terbentuk endapan

karagenan. Menurut Setyowati (2000) Penambahan Isopropyl Alkohol (IPA) berguna

sebagai zat pengendap yang dapat menyebabkan serat- serat karagenan membentuk gel,

sehingga kadar air dalam karagenan menjadi berkurang. Kemudian endapan kagenan

ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai serat karagenan yang lebih kaku. Lalu, serat

karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakan dalam wadah. Serat karagenan dikeringkan

dalam oven pada suhu 50-60oC. Pengeringan di oven bertujuan untuk mengurangi kadar

air. Serat karagenan ditimbang dan diblender hingga menjadi tepung kagenan. Setelah

itu dihitung % rendemen. Rendemen berguna untuk mengetahui pengaruh perlakuan

serta pengolahan terhadap hasil akhir suatu produk (Suryaningrum, T.D. 1988).

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, dengan berat basah yang sama yaitu

40 gram dan dengan perlakuan yang sama, tetapi diperoleh berat kering yang berbeda-

beda sehingga rendemen yang dihasilkan juga berbeda-beda. Rendemen terbesar

dihasilkan dari kelompok A3 dengan rendemen 11,13%, sedangkan rendemen terkecil

didapatkan dari kelompok A5 yaitu 6,25%. Rendemen atau yield merupakan rasio berat

karagenan kering berdasarkan berat rumput laut kering (Distantina et al, 2006).

Rendemen yang berbeda-beda pada setiap kelompok kemungkinan disebabkan karena

Page 12: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

12

pemotongan rumput laut yang kurang maksimal pada setiap kelompok untuk mencapai

ukuran yang sangat kecil, sehingga luas permukaan rumput laut yang kontak dengan

pelarut, menjadi sedikit dan menyebabkan karagenan yang terekstrak menjadi sedikit

(Winarno, 1990). Suryaningrum, T.D. (1988), menambahkan bahwa tinggi rendahnya

rendemen dapat dipengaruhi oleh penanganan pada saat penggilingan. Jika terjadi

kesalahan pada proses ini dapat menyebabkan banyak tepung yang terbuang karena

ukurannya yang kecil dan halus sehingga mudah keluar melalui tiupan udara serta

melalui celah yang terdapat disepanjang aliran tepung.

Menurut Maria L. S. (2013) rumput laut dapat digunakan sebagai makanan, pakan

ternak, pupuk dan sebagai sumber obat. Selain itu, seaweed juga dapat digunakan

sebagai bahan baku untuk produksi bagi banyak industri seperti agar, algin dan

carrageenan. Jenis rumput laut yang biasa untuk dibudidayakan adalah jenis

Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma denticulatum dikenal sebagai "cottoni" dan

"spinosum". K. alvarezii, merupakan varietas yang paling populer dari Kappaphycus,

ditandai dengan talus panjang dan silindris dan cabang jarang dengan lancip tajam. K.

alvarezii merupakan sumber penting dari kappa karagenan, sebuah hidrokoloid yang

telah banyak digunakan dalam industri sebagai pembentuk gel dan zat pengental.

Terdapat beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan konten

karagenan seperti suhu, intensitas cahaya dan nutrisi.

Menurut Bernadette M. Henares (2010) karagenan sulfat polisakarida galactopyranose

banyak digunakan dalam produk makanan dan non-makanan sebagai pengental dan

stabilisator. Karagenan ini termasuk kelompok polisakarida galactan yang juga

termasuk agars, dan diproduksi oleh alga merah (Rhodophyta). Ada sekitar 15 jenis

karagenan yang berbeda dalam hal jumlah dan posisi dari kelompok sulfat dan adanya

jembatan substruktur 3,6-anhydro. Karagenan memiliki struktur heterogen, yang dapat

bervariasi sesuai dengan spesies alga, tahap dalam siklus hidup, dan prosedur

pengolahannya. Kedua jembatan 3,6-anhydro dan kelompok sulfat penting dalam

menentukan sifat fisik dari karagenan. Sifat gelasi dari hidrokoloid ini tergantung pada

kelompok sulfat. Misalya karagenan jenis kappa memiliki gel kaku dan rapuh, iota-

karagenan memiliki gel sangat lembut dan elastis, dan lambda karagenan tidak

Page 13: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

13

membentuk gel sama sekali. Dalam bentuk asli, karagenan memiliki berat molekul lebih

dari 100kDa. Mereka dipecah menjadi fragmen yang lebih kecil oleh panas, hidrolisis

kimia, dan enzim tertentu. Karagenan oligosakarida dapat berperan sebagai aktivitas

immunomodulation, diet pada makanan dan anti-tumor.

Menurut Poreda A. et al. (2015), karagenan dapat digunakan untuk mengurangi dosis

tanah diatom untuk penyaringan dalam penjernihan bir. Tanah diatomik atau diatomic

earth merupakan tanah yang digunakan untuk menyaring, dan berfungsi sebagai

filtering agent. Tanah ini memiliki bentuk pori-pori yang sangat presisi dan berukuran

nano. Selain untuk menyaring, dapat pula untuk mensterilkan karena bakteri tidak dapat

masuk melalui pori-pori tersebut. Meskipun tanah diatom sangat efektif dalam

menjernihkan bir, tanah ini dapat menyebabkan beberapa masalah pada kesehatan dan

lingkungan. Paparan debu dari tanah diatom dapat menyebabkan kanker paru-paru dan

juga penyakit pernapasan, sehingga untuk mengurangi dampak tersebut penggunaan

tanah diatom harus dikurangi. Salah satu yang dapat menjadi pilihan untuk memulai

stabilisasi koloid pada tahap awal produksi bir yaitu pada saat pendidihan wort. Pada

tahap ini, karagenan ditambahkan untuk menghilangkan komponen uap sebelum wort

ditransfer ke peralatan fermentasi, lalu diikuti dengan proses penyaringan. Karagenan

adalah kelompok polisakarida linear, yang terdiri unit berulang dari disakarida (1,3)

terkait β-d galaktosa-4-sulfat dan (1,4) terkait 3,6 anhydro-α-d-galaktosa (Dale et al.

1995). Karagenan didistribusikan dan dilarutkan dalam wort selama proses pemasakan /

pendidihan, untuk meningkatkan pengendapan selama pendinginan berikutnya, dan

membuat penghilangan komponen uap dengan mudah. Saat ini penerapan karagenan

dalam industri pembuatan bir telah difokuskan terutama pada aspek teknologi, optimasi

proses dan kualitas wort. Dari penelitian, didapatkan bahwa penjernihan dengan

penggunaan awal wort dengan karagenan memiliki efek untuk penurunan penggunakan

tanah diatom dengan tetap menjaga kejernihan bir yang tinggi.

Menurut S. Iglauer et al. (2011), karagenan kelompok polimer yang dapat diperbaharui

(renewable), ekologis (ecological) dan substrat hijau yang tidak memiliki efek toksik

atau racun. Karagenan atau carrageenans biasa digunakan dalam industri pangan,

kosmetik, pasta gigi, farmasi dan industri minuman dalam skala besar. Karagenan ini

Page 14: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

14

dapat diperoleh atau diekstraksi dari spesies alga merah (red seaweed) dari kelas

Rhodopita atau Rhodophyceae. Karagenan dibentuk dari α-1,3 and β-1,4 yang

dihubungkan oleh unit-unit galaktan untuk membentuk anionic sulfated polysaccharides

linier. Jenis karagenan yang sering digunakan yaitu ι-, κ-, λ- dan μ-Carrageenans. κ- dan

ι- karagenan memiliki polimer gel yang bersifat thermoreversibel pada konsentrasi

larutan yang rendah (1 wt.%). Mekanisme pembentukan gel dari κ- and ι- karagenan

yaitu adanya asosiasi dari molekul polimer menjadi jaringan dengan bentuk 3-dimensi

yang dihubungkan oleh ikatan double helix. Karagenan dapat terhidrolisis pada pH >

3.5, sehingga karagenan karus dikondisikan pada pH yang lebih tinggi.

Menurut Jasaswini T. et al. (2009), pada era ini, banyak perhatian diberikan pada

modifikasi dari polimer alami karena sifatnya yaitu bidegradable, renewable,

biocompatible, non-toksik, dan ketersediaannya yang sangat banyak. Salah satu polimer

alami yaitu karagenan. Oligomer karagenan memiliki aktivitas anti-HIV (Human

Immuno deficiency Virus). Dalam beberapa tahun terakhir, karagenan diketahui

memiliki peran penting dalam aktivitas antioksidan dan dieksporasi sebagai eksipien

dalam pelepasan kontrol sistem peredaran obat. Namun, karagenan seperti biopolymer

yang lainnya, memiliki kelemahan seperti rentan dan mudah terserang oleh

mikroorganisme.

Page 15: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

15

4. KESIMPULAN

Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas magnesium ester

kalium, natrium, dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa

kopolimer.

Karagenan merupakan biopolimer yang dapat disintesis dari Rhodophyta.

Struktur karagenan digolongkan menjadi 3 bagian berdasarkan unit penyusunnya

yaitu iota, kappa dan lambda karagenan.

Sifat karagenan kappa rapuh, gampang atau mudah sekali rusak, karagenan lambda

memiliki sifat membentuk gel, sedangkan karagenan iota memiiki sifat elastis dan

lenting sehingga paling banyak diaplikasian pada produk-produk daging.

Eucheuma cottoni dapat menghasilkan kappa karagenan.

Kappa karagenan paling sering digunakan dalam industri makanan karena memiliki

sifat gel yang kuat, karena sturkturnya dapat membentuk double helix yang

mengikat rantai molekul menjadi jaringan tiga dimensi (gel).

Kegunaan karagenan dalam bidang pangan antara lain sebagai penstabil, bahan

pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi.

Penambahan garam NaCl sampai batas tertentu dapat meningkatkan kekuatan gel

kappa-karagenan.

Suhu ekstraksi karagenan maksimum adalah 85-95 oC.

Faktor yang mempengaruhi ekstraksi karagenan yaitu pH, kehadiran jenis ion

penghambat, tipe karagenan, temperatur, dan zat- zat terlarut lainnya.

Faktor yang mempengaruhi sifat karagenan adalah kemampuannya membentuk gel,

kelarutan, stabilitas pH dan viskositas.

Jika konsentrasi dari karagenan meningkat maka viskositas meningkat.

Lamanya waktu ekstraksi karagenan dari Eucheuma cottonii yang paling optimal

adalah 2 jam.

Ekstrak maksimal dilakukan dalam suasana basa pada pH 8-9.

Jika pHnya dibawah pH 6 maka akan menyebabkan terjadinya hidrolisis ikatan

glikosidik yang akan mengakibatkan kehilangan viskositas.

Page 16: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

16

Penambahan Isopropyl Alkohol (IPA) berguna sebagai zat pengendap yang dapat

mengakibatkan serat- serat karagenan lebih banyak terbentuk kemudian membentuk

gel, sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar air dalam karagenan.

Rendemen atau yield merupakan rasio berat karagenan kering berdasarkan berat

rumput laut kering.

Rendemen berguna untuk mengetahui pengaruh perlakuan maupun pengolahan

terhadap hasil akhir suatu produk.

Rendemen yang berbeda-beda disebabkan karena pemotongan rumput laut yang

kurang maksimal, dan penanganan pada saat penggilingan akibat banyak tepung

yang terbuang karena ukurannya yang kecil dan halus.

Karagenan berfungsi sebagai zat pengental, pengemulsi, penstabil dan pensuspensi

dalam berbagai industri.

Pemotongan rumput laut bertujuan untuk memperluas permukaan rumput laut.

Perebusan bertujuan untuk memaksimalkan ekstraksi polisakarida dalam rumput

laut yang belum sempurna, dan membentuk struktur polimer dalam rumput laut agar

lebih mudah membentuk gel.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air hingga konsentrasi tertentu.

Semarang, 21 September 2015 Asisten Dosen,

- Ignatius Dicky A. W.

Elsa Olivia

13.70.0088

Page 17: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

17

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka, S.L; Maggy T. Suhartono. 2000. “Bioteknologi Hasil Laut”. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.

Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Bernadette M. Henares (2010). Iota-carrageenan hydrolysis by Pseudoalteromonas

carrageenovora IFO12985. Philippine Journal of Science 139 (2): 131-138,

December 2010.

Distantina, S; Rusman. O; dan Hartati. S. (2006). Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat

pada Perendaman Terhadap Kecepatan Ekstraksi Agar-agar.

http://ebookbrowse.com/pengaruh-konsentrasi-asam-asetat-pada-perendaman-

terhadap-kecepatan-ekstraksi-agar-agar-pdf-d210970876.

Fennema. (1976). Principle of Food Science I. Food Chemistry. Marckel Dekker Inc.

New York.

Istini, Sri; A.Zatnika dan Suhaimi. (1985). Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut.

Seafarming Workshop Report Bandar Lampung 28 October - 1 November 1985

Part II.

Jasaswini Tripathy, Dinesh Kumar Mishra, Mithilesh Yadav, Arpit Sand, Kunj Behari.

(2009). Modification of j-Carrageenan by Graft Copolymerization of Methacrylic

Acid: Synthesis and Applications. Journal ofAppliedPolymer Science,Vol. 114,

3896–3905 (2009). Wiley Periodicals, Inc.

Kaliaperumal. N; S. Kalimuthu; dan J.R. Ramalingam. (2004). Present Scenario of Alga

exploitation and industry in India. Alga Res. Utiln., 26 (1&2) : 47 – 53. Regional

Centre of Central Marine Fisheries Research Institute. India.

Maria L. S. (2013). Growth rate and carrageenan yield of Kappaphycus alvarezii

(Rhodophyta, Gigartinales) cultivated in Kolambugan, Lanao del Norte,

Mindanao, Philippines. Advances in Agriculture & Botanics-International Journal

of the Bioflux Society. AAB Bioflux, 2013, Volume 5, Issue 3.

Poreda A., Zdaniewicz M., Sterczyńska M., Jakubowski M., Puchalski C. (2015):

Effects of wort clarifying by using carrageenan on diatomaceous earth dosage for

beer filtration. Czech J. Food Sci., 33: 392–397.

Page 18: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

18

Rasyid, Abdullah, Rachmaniar Rachmat, dan Tutik Murniasih. (1999). Karakterisasi

Polisakarida Agar dari Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Prosidings Pra Kipnas VII

Komunikasi 1 Ikatan Fikologi Indonesia (IFI). Puspitek, 8 September 1999 :57-62.

Rumajar, H ; Fetty Indriaty ; Judith H. Mandei; Frans J. Rompas; Olly V. Wowor;

Kembuan Eddy F. 1997. “Penelitian Pemanfaatan Rumput Laut untuk Pembuatan

Karaginan”. BPPI. Sulawesi Utara.

Sediadi, A. & U. Budihardjo. (2000). Rumput Laut Komoditas Unggulan. Grasindo.

Jakarta.

Setyowati, D; B.B. Sasmita; H. Nursyam. 2000. “Pengaruh Jenis Rumput Laut dan

Lama Ekstraksi tehadap Peningkatan Kualitas Karaginan”. Penelitian, fakultas

Perikanan Bogor.

Stefan Iglauer, Yongfu Wu, Patrick Shuler, Yongchun Tang, William A. Goddard.

(2011). Dilute iota- and kappa-Carrageenan solutions with high viscosities in high

salinity brines. Journal of Petroleum Science and Engineering 75 (2011) 304–311.

Suryaningrum, T.D. 1988. “Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya

Jenis Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum”. Fakultas Pasca sarjana IPB.

Bogor.

Winarno F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Yolanda Freile-Pelegrín & Daniel Robledo. (2007). Carrageenan of Eucheuma isiforme

(Solieriaceae, Rhodophyta) from Nicaragua. Springer Science + Business Media

B.V. 2007.

Page 19: Karagenan_Elsa Olivia_13.70.0088_A5_UNIKA SOEGIJA PRANATA

19

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus

Kelompok A1

Kelompok A2

Kelompok A3

Kelompok A4

Kelompok A5

6.2. Laporan sementara

6.3. Diagram alir

6.4. Abstrak Jurnal

6.5. Viper