12
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011 45 *) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP, KKP; Jl. KS. Tubun Petamburan VI, Slipi, Jakarta Pusat; E-mail: [email protected] **) Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada; Jl. Flora Bulaksumur Gedung A-4, Jogyakarta ***) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada; Sekip Utara, Jogyakarta PENAPISAN KAPANG LAUT PENGHASIL SENYAWA SITOTOKSIK DARI BEBERAPA PERAIRAN DI INDONESIA Muhammad Nursid *) , Ekowati Chasanah *) , Murwantoko **) , dan Subagus Wahyuono ***) ABSTRAK Kapang yang berasal dari laut merupakan sumber senyawa sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai bahan obat antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menapis kapang laut penghasil senyawa sitotoksik dari beberapa wilayah perairan di Indonesia, 2) mengidentifikasi kapang penghasil senyawa sitotoksik paling kuat dan 3) mengetahui nilai inhibition concentration 50 (IC 50 ) dari senyawa sitotoksik yang dihasilkan. Kapang diisolasi dari organisme laut yang diambil dari Taman Nasional Laut Wakatobi-Sulawesi Tenggara, Pantai Binuangeun-Banten, dan perairan sekitar kota Manado-Sulawesi Utara, dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Kultivasi cair dilakukan pada media Malt Extract Broth (MEB) dan Soluble Starch-Soytone (SW S) selama 4 minggu pada suhu 27–28 o C dalam kondisi statis. Identifikasi kapang secara molekular dilakukan secara PCR dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4. Aktivitas sitotoksik dari ekstrak yang dihasilkan diuji dengan metode MTT (3-(4,4-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl- tetrazolium bromide). Hasil uji MTT terhadap 46 strain kapang menunjukkan bahwa kapang MFW39 memiliki aktivitas sitotoksik yang paling kuat (35,4%) terhadap sel T47D. Hasil identifikasi secara molekular menunjukkan bahwa kapang tersebut memiliki similaritas sebesar 99% dengan kapang Emericella nidulans. Ekstrak miselium dan broth kapang MFW39 dapat menghambat pertumbuhan sel T47D dengan nilai IC 50 berturut-turut sebesar 21,9 dan 169,3 µg/mL. Riset selanjutnya akan difokuskan untuk meneliti kapang laut strain MFW39. ABSTRACT: Screening of marine fungi producing cytotoxic compound from Indonesian waters. By: Muhammad Nursid, Ekowati Chasanah, Murwantoko and Subagus Wahyuono Marine-derived fungi have proven to be a rich source of cytotoxic compounds for the development of new anti cancer drugs. The aims of this research were to: 1) screen cytotoxic activity of marine fungi from Indonesian waters, 2) indentify marine fungus that produced that produced the most active cytotoxic compound and 3) investigate inhibition concentration 50 (IC 50 ) value of cytotoxic compound. The fungi were isolated from marine organism collected from Wakatobi Marine National Park-South East Sulawesi, Binuangeun Beach-Banten, Manado waters- North Sulawesi and Kepulauan Seribu Marine National Park-Jakarta. Liquid cultures of the fungi were carried out in Malt Extract Broth and Soluble Starch Soytone medium for 4 weeks at 2728 o C without shaking. Molecular identification of fungus was conducted through PCR amplificatin using primers of ITS1 and ITS4 primer. Cytotoxic activity of the extract was tested by using MTT (3-(4.4- dimethylthiazol-2-yl)-2.5-diphenyl-tetrazolium bromide) method. The MTT test showed that MFW39 strain exhibited the strongest cytotoxic activity. Molecular identification revealed that MFW39 marine fungus was similar to Emericella nidulans with precent identity of 99%. Mycelium and broth extract of MFW39 fungus inhibited the growth of T47D cell with IC 50 values of 21.9 and 169.3 µg/mL, respectively. Further research will be focus on to the strain of MFW39 marine fungi. KEYWORDS: screening, cytotoxic activity, marine fungi, Emericella nidulans PENDAHULUAN Spesies kapang di dunia ini diperkirakan berjumlah sekitar 1,5 juta spesies tetapi yang sudah dideskripsikan baru sekitar 5–10%. Keanekaragaman kapang di daerah tropik diperkirakan lebih tinggi dibandingkan di daerah sub-tropik (Hawksworth, 2001; Hyde, 1998). Indonesia memiliki perairan laut yang sangat luas yaitu sekitar 2/3 dari luas wilayahnya. Keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu yang tertinggi di dunia termasuk keanekaragaman mikroba khususnya kapang. Menurut Gandjar et al . (2006), tingginya keanekaragaman kapang di Indonesia karena lingkungannya yang lembab dan suhu di daerah tropis yang mendukung pertumbuhan kapang. Menurut Rifai (1995), sekitar 200.000 spesies kapang diperkirakan terdapat di Indonesia.

Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kapang

Citation preview

Page 1: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

45

*) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Balitbang KP, KKP;Jl. KS. Tubun Petamburan VI, Slipi, Jakarta Pusat; E-mail: [email protected]

**) Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada; Jl. Flora Bulaksumur Gedung A-4, Jogyakarta***) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada; Sekip Utara, Jogyakarta

PENAPISAN KAPANG LAUT PENGHASIL SENYAWA SITOTOKSIKDARI BEBERAPA PERAIRAN DI INDONESIA

Muhammad Nursid*), Ekowati Chasanah*), Murwantoko**), dan Subagus Wahyuono***)

ABSTRAK

Kapang yang berasal dari laut merupakan sumber senyawa sitotoksik yang dapatdikembangkan sebagai bahan obat antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menapis kapanglaut penghasil senyawa sitotoksik dari beberapa wilayah perairan di Indonesia, 2) mengidentifikasikapang penghasil senyawa sitotoksik paling kuat dan 3) mengetahui nilai inhibition concentration50 (IC

50) dari senyawa sitotoksik yang dihasilkan. Kapang diisolasi dari organisme laut yang

diambil dari Taman Nasional Laut Wakatobi-Sulawesi Tenggara, Pantai Binuangeun-Banten,dan perairan sekitar kota Manado-Sulawesi Utara, dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.Kultivasi cair dilakukan pada media Malt Extract Broth (MEB) dan Soluble Starch-Soytone (SWS)selama 4 minggu pada suhu 27–28oC dalam kondisi statis. Identifikasi kapang secara molekulardilakukan secara PCR dengan menggunakan primer ITS1 dan ITS4. Aktivitas sitotoksik dariekstrak yang dihasilkan diuji dengan metode MTT (3-(4,4-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide). Hasil uji MTT terhadap 46 strain kapang menunjukkan bahwa kapangMFW39 memiliki aktivitas sitotoksik yang paling kuat (35,4%) terhadap sel T47D. Hasil identifikasisecara molekular menunjukkan bahwa kapang tersebut memiliki similaritas sebesar 99% dengankapang Emericella nidulans. Ekstrak miselium dan broth kapang MFW39 dapat menghambatpertumbuhan sel T47D dengan nilai IC

50 berturut-turut sebesar 21,9 dan 169,3 µg/mL. Riset

selanjutnya akan difokuskan untuk meneliti kapang laut strain MFW39.

ABSTRACT: Screening of marine fungi producing cytotoxic compound from Indonesianwaters. By: Muhammad Nursid, Ekowati Chasanah, Murwantoko andSubagus Wahyuono

Marine-derived fungi have proven to be a rich source of cytotoxic compounds for thedevelopment of new anti cancer drugs. The aims of this research were to: 1) screen cytotoxicactivity of marine fungi from Indonesian waters, 2) indentify marine fungus that produced thatproduced the most active cytotoxic compound and 3) investigate inhibition concentration 50 (IC

50)

value of cytotoxic compound. The fungi were isolated from marine organism collected fromWakatobi Marine National Park-South East Sulawesi, Binuangeun Beach-Banten, Manado waters-North Sulawesi and Kepulauan Seribu Marine National Park-Jakarta. Liquid cultures of the fungiwere carried out in Malt Extract Broth and Soluble Starch Soytone medium for 4 weeks at 27–28oCwithout shaking. Molecular identification of fungus was conducted through PCR amplificatin usingprimers of ITS1 and ITS4 primer. Cytotoxic activity of the extract was tested by using MTT (3-(4.4-dimethylthiazol-2-yl)-2.5-diphenyl-tetrazolium bromide) method. The MTT test showed that MFW39strain exhibited the strongest cytotoxic activity. Molecular identification revealed that MFW39 marinefungus was similar to Emericella nidulans with precent identity of 99%. Mycelium and broth extractof MFW39 fungus inhibited the growth of T47D cell with IC

50 values of 21.9 and 169.3 µg/mL,

respectively. Further research will be focus on to the strain of MFW39 marine fungi.

KEYWORDS: screening, cytotoxic activity, marine fungi, Emericella nidulans

PENDAHULUAN

Spesies kapang di dunia ini diperkirakan berjumlahsekitar 1,5 juta spesies tetapi yang sudahdideskripsikan baru sekitar 5–10%. Keanekaragamankapang di daerah tropik diperkirakan lebih tinggidibandingkan di daerah sub-tropik (Hawksworth, 2001;Hyde, 1998). Indonesia memiliki perairan laut yangsangat luas yaitu sekitar 2/3 dari luas wilayahnya.

Keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnyamerupakan salah satu yang tertinggi di dunia termasukkeanekaragaman mikroba khususnya kapang.Menurut Gandjar et al. (2006), t ingginyakeanekaragaman kapang di Indonesia karenalingkungannya yang lembab dan suhu di daerah tropisyang mendukung pertumbuhan kapang. Menurut Rifai(1995), sekitar 200.000 spesies kapang diperkirakanterdapat di Indonesia.

Page 2: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

46

M. Nursid, E. Chasanah, Murwantoko, dan S. Wahyuono

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel.Figure 1. Sampling location.

Penelitian mengenai bioprospeksi kapang yangdiisolasi dari lingkungan laut di Indonesia bisadikatakan masih terbatas baik biodiversitas maupunkemodiversitasnya. Beberapa penelitian dalam bidangini misalnya dilakukan oleh Namikoshi et al. (2001);Proksch et al. (2003); Chasanah et al. (2009); danPratitis et al. (2009). Dengan mempertimbangkantingginya biodiversitas kapang yang ada di Indonesiaserta potensinya sebagai penghasil senyawa aktifmaka penelitian tentang senyawa metabolit sekunderdari kapang yang berasal dari perairan Indonesiapenting untuk dilakukan.

Di negara maju yang telah berhasil mengatasipenyakit infeksi, kanker menjadi penyebab kematiankedua setelah penyakit kardiovaskular. Kanker ialahsuatu penyakit sel dengan ciri gangguan ataukegagalan mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsihomeostasis lainnya pada organisme multiselular(Nafrialdi & Gan, 2007). Salah satu kanker yangbanyak menyerang kaum wanita adalah kankerpayudara. Kanker payudara merupakan jenis kankeryang memiliki keganasan tertinggi setelah kanker leherrahim. Jenis kanker ini di Indonesia cenderung terusmeningkat dari tahun ke tahun (Tjindarbumi &Mangunkusumo, 2002).

Berbagai upaya dilakukan untuk mencari bahanobat antikanker, salah satunya dengan memanfaatkansenyawa bahan alam. Senyawa bahan alam untukobat anti kanker secara umum ditapis berdasarkanaktivitas sitotoksik atau anti proliperatif yang dimilikidengan menggunakan sel lestari kanker (cancer celllines). Penggunaan sel lestari kanker dalambiodiscovery obat antikanker memiliki beberapakeuntungan diantaranya mudah cara penanganannya,memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas,homogen, bersifat repeatable (dapat diulang), sertasecara in vitro dapat diketahui mekanisme molekularsuatu senyawa antikanker yang sedang dipelajari(Burdal et al., 2003; Felth, 2011). Salah satu sel yang

banyak digunakan dalam penapisan senyawa yangmemiliki aktivitas antikanker adalah sel T47D (humanductal breast epithelial tumor cell line). Sel T47Dpertama kali diisolasi dari jaringan tumor duktalpayudara seorang wanita berusia 54 tahun (Abcam,2007). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitianini bertujuan untuk :

1. Menapis kapang laut penghasil senyawa sitotoksikterhadap sel T47D dari beberapa wilayah perairandi Indonesia.

2. Mengidentifikasi jenis kapang yang memilikiaktivitas sitotoksik paling kuat.

3. Mengetahui nilai inhibition concentration 50 (IC50

)dari senyawa aktif yang dihasilkan.

BAHAN DAN METODE

Sampling Hospes

Sampel hospes (host) diambil dari Taman NasionalLaut Wakatobi-Sulawesi Tenggara, perairan TamanNasional Laut Kepulauan Seribu-Jakarta, perairansekitar kota Manado-Sulawesi Utara dan pantaiBinuangeun-Banten (Gambar 1). Sampel hospes yangdiambil berasal dari golongan spons, ascidian, karanglunak, dan rumput laut. Sampel hospes yang diperolehdibersihkan dengan air laut steri l kemudiandimasukkan ke dalam kantong plastik steril, diberilabel dan segera dipreservasi pada suhu dingin denganmenggunakan es batu. Setiap spesimen sampel yangdiperoleh difoto baik ketika masih berada di dalam airmaupun ketika sudah berada di permukaan.Identifikasi dan perkiraan taksonomik setiap hospesdilakukan berdasarkan Colin & Arneson (1995).

Isolasi Kapang

Isolasi kapang dari hospes dilakukan denganmenggunakan Minimum Fungi Medium (terdiri dari

Page 3: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

47

0,02% ekstrak khamir, 0,1% soluble starch, 2% agar),Malt Extract Agar medium (terdiri dari 0,3% ekstrakmalt, 0,3% ekstrak khamir, 0,5% pepton, 1,5% agar),dan Glucose Peptone Yeast medium (0,1% glukosa,0,05% pepton soya, 0,01% ekstrak khamir, 1,5%agar). Penggunaan ketiga jenis media tersebutdimaksudkan untuk memperbesar peluangmemperoleh isolat kapang yang berbeda. Ketiga jenismedia tersebut dilarutkan dalam ASW (artificialseawater, NaCl 70 g; KCl 3,0 g; Na

2SO

4 1,1 g; MgCl

2

20,4 g; dan CaCl2 0,6 g, dilarutkan dalam akuades 4

L). Metode isolasi kapang dilakukan menurut Zhanget al. (2009) dan Kjer et al. (2010) dengan beberapamodifikasi. Sebelum dipotong, hospes disemprotdengan alkohol 70%, kemudian secara aseptis,sampel hospes dipotong dengan ukuran sekitar 2–4mm3 dan potongan ditempatkan ke dalam petri yangberisi media. Petri diinkubasi pada suhu ruang (27–29°C) selama 3–7 hari. Setiap kapang yang tumbuhpada cawan petri kemudian dipindah ke petri yangbaru berdasarkan bentuk dan warna hifa. Prosesisolasi dilakukan secara berulang hingga diperoleh 1jenis kapang tunggal (strain murni).

Kultivasi dan Penapisan Kapang

Strain murni hasil isolasi dikultivasi dalam mediaMalt Extract Broth/MEB (komposisi media MEB samadengan MEA namun tanpa menggunakan agar)selama 3 minggu pada suhu 27–29°C dalam kondisistatis. Ekstraksi metabolit yang terdapat dalam kulturdilakukan dengan menggunakan etil asetat. Setiapekstrak kasar yang diperoleh ditimbang beratnya laludiuji aktivitas sitotoksiknya terhadap sel T47D padadosis 30 µg/mL. Strain murni yang memiliki aktivitassitotoksik paling kuat selanjutnya diidentifikasi namajenisnya, dikultivasi dalam media cair 1 L, diekstraksidan diamati profil metabolitnya serta ditentukan nilaiIC

50-nya terhadap sel T47D.

Kultivasi Strain Aktif

Strain aktif adalah kapang yang memiliki aktivitassitotoksik paling baik hasil dari proses penapisan.Kultivasi strain aktif dilakukan di dalam media SWSyang mengandung 1% soluble starch; 0,1% soyapepton dan 1 L ASW. Kultivasi dilakukan selama 5minggu pada suhu 27–28oC dalam kondisi statis.Ekstrak yang dihasilkan dari kultivasi 1 L tersebutkemudian diuji aktivitas sitotoksiknya terhadap selT47D dalam berbagai variasi dosis.

Ekstraksi dan Profil Metabolit

Ekstraksi metabolit dari kapang yang terdapatdalam miselium dan broth dilakukan secara terpisah.Broth adalah bagian cairan yang terdapat dalam

culture cair, berisi campuran media dan hasil metabolityang disekresi oleh kapang, sedangkan miseliumadalah bagian dari tubuh kapang yang terbentuk darikumpulan hifa yang bercabang. Metabolit dalam brothdiekstraksi dengan etil asetat sedangkan metabolityang terdapat dalam miselium diekstraksi dengancampuran diklorometan (DCM) : metanol (MeOH) = 1: 1.

Profil metabolit yang terdapat pada ekstrakmiselium dan broth dilihat dengan kromatografi lapistipis (KLT) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).Analisis KLT dilakukan dengan plat alumunium yangmengandung matriks SiO

2. Sistem pengembang yang

digunakan adalah campuran DCM : MeOH = 10 : 1.Deteksi dilakukan di bawah UV 254 nm dan disemprotdengan phospomolybdic acid (PMA) kemudiandipanaskan pada suhu 100°C hingga bercak-bercakmuncul dengan jelas. Analisis KCKT dilakukan denganinstrumen LCMS (Shimadzu), kolom ODS 2,0 x 150mm, detektor photo diode array (PDA), sistem elusiH

2O 20%–asetonitril 100% (gradien).

Uji Sitotoksik

Uji sitotoksik dilakukan dengan metode MTT (3-(4,4-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl-tetrazoliumbromide) menggunakan sel lestari T47D. Sel tersebutdikultur dalam medium Roswell Park Memorial Institut1640 (RPMI) (Sigma), Fetal Bovine Serum (FBS) 10%(Gibco), fungizone 0,5% (Gibco) dan penisilin-streptomisin 2% (Gibco). Sel dipelihara dalaminkubator dengan aliran CO

2 sebesar 5 mL/menit pada

suhu 37°C. Jumlah sel yang digunakan dalam ujisebesar 20.000 sel/sumuran. Secara umum ujisitotoksik dilakukan menurut Freshney (2005). Dosisekstrak yang digunakan untuk penapisan adalahsebesar 30 µg/ml sedangkan dosis untuk mengetahuinilai IC

50 ekstrak yang paling aktif adalah 1, 5, 25,

125, dan 625 µg/mL. Dalam uji ini digunakandoxorubicin sebagai kontrol positif. Doxorubicinmerupakan salah satu obat kemoterapi yang tersediasecara komersial di pasaran. Persentase kematiansel tumor dihitung berdasarkan rumus [{(A-D) – (B-C)}/(A-D)] x 100% dimana A = absorbansi kontrol sel,B = absorbansi sampel, C = absorbansi kontrolsampel dan D = absorbansi kontrol media. Nilai IC

50

ditentukan dengan menggunakan analisis probitdengan bantuan program statistik MINITAB 14.0.

Identifikasi Kapang

Kapang di identif ikasi secara molekulerberdasarkan sekuens gen ITS1-5.8S-ITS2 rDNA.Amplifikasi sekuens gen tersebut dilakukan denganpolymerase chain reaction (PCR) denganmenggunakan primer Internal Transcribed Spacer 1(ITS1) dan Internal Transcribed Spacer 4 (ITS4)

Page 4: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

48

M. Nursid, E. Chasanah, Murwantoko, dan S. Wahyuono

masing-masing dengan urutan basa 5’- CTT GGT CATTTA GAG GAA GTAA-3’ dan 5’- TCC TCC GCT TATTGA TAT GC-3’. Isolasi DNA kapang dilakukan sesuaidengan petunjuk yang ada pada protokol FermentasiDNA Extraction Kit. PCR dilakukan dengan volumeakhir sebanyak 25 µL yang terdiri dari campuran 5–25 ng DNA, 0,4 mM primer, 0,2 mM dNTPs, 1,5 mMMgCl

2, 2,0 U Taq polymerase, dan 1,0x buffer. Produk

PCR kemudian dianalisis dengan elektroforesis,dipurifikasi dengan menggunakan Fermentas AgaroseGel DNA Purification Kit kemudian disekuens denganABI PRISMTM 3730XL sequencer. Sekuens gen ITS1dan ITS 2 yang diperoleh lalu dibandingkan dengansekuens gen ITS1-5.8S-ITS2 rDNA dari spesieskapang yang sudah diketahui di NCBI GenBank.Pensejajaran sekuens gen dan konstruksi pohonfilogenetik dilakukan dengan bantuan perangkat lunakMolecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA)versi 5.0. Hasil identifikasi kapang secara molekularselanjutnya diperkuat dengan identifikasi secaramorfologi menurut buku Gandjar (1989) dan Pitt &Hocking (2009).

HASIL DAN BAHASAN

Skrining Kapang Penghasil SenyawaSitotoksik

Keseluruhan isolat kapang yang diskrining aktivitassitotoksiknya berjumlah 46 isolat, dengan rincian 10isolat berasal dari pantai Binuangeun, KabupatenLebak, Banten, 8 isolat berasal dari perairan sekitarKota Manado, Sulawesi Utara, 9 isolat berasal dariperairan sekitar pulau Pramuka kawasan TamanNasional Laut Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan 18isolat berasal dari taman Nasional Laut Wakatobi,Sulawesi Tenggara (Tabel 1). Hospes kapang sebagianbesar berasal dari spons (porifera) lalu diikuti karanglunak (coelenterata), ascidia, dan rumput laut merah.Menurut Bugni & Ireland (2004), spons merupakansumber host atau substrat yang paling banyakdieksplorasi dalam penelitian senyawa bahan alamdari kapang laut. Jumlah senyawa baru dari kapanglaut yang berasosiasi dengan spons merupakan yangtertinggi dibandingkan dengan kapang yangberasosiasi dengan host lain misalnya rumput laut,moluska, ekinodermata, dan lain-lain.

Rendemen (yield) ekstrak yang dihasilkan daristrain kapang tersebut berkisar antara 1,2–89,4 mgdengan rata-rata sebesar 11,3 mg per 100 mL volumekultur. Rendemen yang dihasilkan tergantung dari jenisstrain kapang yang dikultivasi. Beberapa kapangmemiliki biomassa yang tinggi sedangkan yanglainnya rendah. Ekstrak yang dihasilkan masih berupaekstrak kasar (crude extract) yang terdiri dari banyak

campuran senyawa ditambah dengan pengotor sepertigaram-garam dan protein dari media.

Hasil uji sitotoksik memperlihatkan bahwa nilaiinhibisi ekstrak terhadap proliferasi sel T47D dengandosis 30 µg/mL berkisar antara 0–35,5% (rata-ratapenghambatan sebesar 10,7%). Ekstrak yangmemiliki aktivitas sitotoksik paling kuat terhadap selT47D adalah ekstrak yang diperoleh dari kapangdengan kode isolat MFW39 (Tabel 1) dengan jumlahekstrak yang dihasilkan sebesar 13,1 mg.

Kapang MFW39 disolasi dari permukaan ascidiaW-02-08 dengan menggunakan media MEA. AscidiaW-02-08 diambil dari perairan sekitar pulau Wangi-Wangi yang termasuk dalam kawasan Taman NasionalLaut Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Berdasarkankenampakan morfologi, ascidia ini diperkirakantermasuk dalam genus Aplidium. Perkiraan inidiperkuat oleh hasil identifikasi yang dilakukan olehPusat Penelitian Oseanologi LIPI yang menyatakanbahwa ascidia ini termasuk dalam jenis Aplidiumlongithorax. Hasil uji sitotoksik terhadap 46 ekstrakkapang disajikan dalam Tabel 1, doxorubicin dengandosis 5 µg/mL digunakan sebagai kontrol positif.

Inhibisi ekstrak MFW39 terhadap peroliferasi selT47D adalah sebesar 35,4 % sedangkan doxorubicin(sebagai kontrol positif) memiliki nilai inhibisi sebesar70,5% pada dosis 5 µg/mL (Gambar 2). Nilaihambatan ekstrak MFW39 masih jauh lebih kecil daridoxorubicin kemungkinan besar karena ekstrak yangdiujikan masih sangat kasar. Pada saat panen(harvest), metabolit dari miselium dan broth masihbercampur sehingga kemungkinan besar kadarsenyawa sitotoksik yang terdapat di dalamnya masihsangat kecil. Pada tahap ini juga belum diketahuipada bagian mana senyawa sitotoksik terdapat padakapang MFW39, apakah pada ekstrak miselium atauekstrak broth. Meskipun nilai inhibisi ekstrak MFW39tidak sebesar nilai inhibisi doxorubicin, tetapi hasilpenelitian ini memberi petunjuk bahwa isolat kapangMFW39 mampu menghasilkan senyawa aktif yangmampu menghambat proliferasi sel T47D.

Morfologi sel T47D setelah diberi perlakuan ekstrakMFW39, doxorubicin dan tanpa perlakuan disajikanpada Gambar 2. Hasil pengamatan morfologimemperlihatkan bahwa pemberian ekstrak MFW39dapat menyebabkan perubahan morfologi pada selT47D dibandingkan dengan ekstrak yang lain.Berdasarkan pengamatan secara visual terhadap fotosel setelah diberi perlakuan ekstrak MFW39, morfologisel T47D tampak berubah menjadi bulat sedangkansel yang tidak diberi perlakuan (kontrol sel), bentuknyatetap pipih-lonjong (seperti bentuk daun) dan melekatkuat di dasar flask kultur. Ekstrak yang tidak aktif(tidak mengandung senyawa sitotoksik) tidak dapatmenyebabkan perubahan pada morfologi sel.

Page 5: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

49

Tabel 1. Isolat kapang dan bobot ekstrak kasar yang diperoleh dari 100 mL kultur cairTable 1. Fungal isolate and weight of crude extract obtained from 100 mL liquid culture

Keterangan/Note :*) Penghambatan pertumbuhan sel T47D (%) setelah diberi perlakuan ekstrak kapang selama 24 jam (dosis

ekstrak kapang = 30 µg/mL, doxorubicin = 5 µg/mL)/Growth inhibition of T47D cells (%) after being treated with

fungi extract for 24 hours (dose of fungal extract = 30 µg/mL, doxorubicin = 5 µg/mL).

Isolat

Kapang/

Fungal

Isolate

Hospes dan Perkiraan Taksonomis/

Host and Taxonomic PredictionGolongan/Group

Lokasi

Sampling/

Sampling

Location

Yield

(mg)

Penghambatan

Sel/Cells

Inhibition (%) *)

MFB01 B-05-09 (rumput laut Halymania durvillae ) Rumput laut/Seaweed 21.9 5.5

MFB02 B-05-09 (rumput laut Halymania durvillae ) Rumput laut/Seaweed 22.4 13.6

MFB03 B-05-09 (rumput laut Halymania durvillae ) Rumput laut/Seaweed 89.4 10.5

MFB04 B-05-09 (rumput laut Halymania durvillae ) Rumput laut/Seaweed 16.5 13.3

MFB06 B-01-09 (karang lunak Sarcophyton sp.) Spons/Sponge 9.9 19.2

MFB07 B-10-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 24.5 10.6

MFB09 B-10-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 9.2 0.0

MFB10 B-10-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 24.5 0.0

MFB11 B-05-09 (rumput laut Halymania durvillae ) Rumput laut/Seaweed 2.6 18.9

MFB13 B-12-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 13.4 19.2

MFM03 M-15-19 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 17.5 15.3

MFM04 M-08-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 13.4 29.4

MFM08 M-14-09 (spons tidak teridentifkasi) Spons/Sponge 9.4 0.0

MFM09 M-18-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 13.2 3.5

MFM10 M-08-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 7.9 0.0

MFM13 M-11-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 7.2 26.9

MFM14 M-11-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 7.7 0.0

MFM15 M-14-09 (spons tidak teridentifkasi) Spons/Sponge 11.0 2.8

MFP03 PS-17-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 16.0 7.2

MFP06 PS-17-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 15.3 2.8

MFP09 PS-63-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 8.9 2.1

MFP10 PS-64-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 17.8 0.0

MFP11 PS-18-09 (spons tidak teridentifkasi) Spons/Sponge 16.7 0.6

MFP13 PS-17-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 5.7 0.6

MFP15 PS-17-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 11.9 2.8

MFP17 PS-17-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 3.8 3.1

MFP23 PS-17-09 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 3.4 0.0

MFW01 W-02-08 (ascidia Aplidium longitorax ) Ascidia 5.1 13.0

MFW05 W-02-08 (ascidia Aplidium longitorax ) Ascidia 5.8 14.1

MFW06 W-02-08 (ascidia Aplidium longitorax ) Ascidia 2.8 23.9

MFW07 W-02-08 (ascidia Aplidium longitorax ) Ascidia 4.0 4.5

MFW20 W-14-08 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 4.3 4.7

MFW23 W-14-08 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 4.9 2.3

MFW26 W-14-08 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 3.9 16.3

MFW28 W-14-08 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 5.1 28.7

MFW29 W-14-08 (spons tidak teridentifikasi) Spons/Sponge 9.2 17.7

MFW39 W-02-08 (ascidia Aplidium longitorax) Ascadia 13.1 35.4

MFW40 W-01-08 (karang lunak Sinularia sp.) Karang lunak/Soft coral 1.2 18.7

MFW41 W-01-08 (karang lunak Sinularia sp.) Karang lunak/Soft coral 5.9 15.2

MFW42 W-01-08 (karang lunak Sinularia sp.) Karang lunak/Soft coral 5.2 26.1

MFW50 W-08-08 (spons Ircinia sp.) Spons/Sponge 2.2 8.9

MFW52 W-24-08 (spons Aaptos sp.) Spons/Sponge 2.8 15.7

MFW61 W-25-08 (spons tidak teridentifkasi) Spons/Sponge 1.6 4.1

MFW62 W-47-08 (karang lunak Lobophytum sp.) Karang lunak/Soft coral 13.7 15.5

MFW70 W-08-08 (spons Ircinia sp.) Spons/Sponge 6.4 8.2

70.5Doxorubicin

Perairan

Sekitar

Kepulauan

Seribu

Taman

Nasional

Laut

Wakatobi,

Sulawesi

Tenggara

Binuangeun,

Banten

Perairan

Sekitar

Manado

Page 6: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

50

M. Nursid, E. Chasanah, Murwantoko, dan S. Wahyuono

Gambar 2. Morfologi sel T47D setelah diberi perlakuan ekstrak kapang MFW39 dan kristal formazan yangterbentuk (tanda panah) setelah 3 jam pemberian MTT (perbesaran 100 x).

Figure 2. Morphology of T47D cells after being treated with MFW39 fungal extract and formazan crystalformed (arrows) after 3 hours exposing with MTT (100 x magnification).

Sebelum diberi MTT/Before MTT treatment

MWF-39-08 Doxorubicin Kontrol Sel/Cell Control

MWF-39-08 Doxorubicin Kontrol Sel/Cell Control

Setelah diberi MTT/After MTT treatment

Aktivitas sitotoksik yang terdapat pada ekstrakkapang MFW39 juga dapat dideteksi berdasarkankristal formazan yang terbentuk di dalam mikroplatsetelah 3-4 jam pemberian MTT. Kristal formazan yangterbentuk setelah pemberian ekstrak MF-39-08 relatifpaling sedikit dibandingkan dengan kristal formazanyang terbentuk akibat perlakuan ekstrak kapanglainnya (Gambar 2). Dalam uji sitotoksik metode MTT,jumlah kristal formazan sebanding dengan jumlah selyang hidup. Reaksi MTT merupakan reaksi reduksiseluler yang didasarkan pada pemecahan garamtetrazolium MTT yang berwarna kuning menjadi kristalformazan yang berwarna biru keunguan. Enzimsuksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidupmampu memecah MTT menjadi kristal formazan(Zachary, 2003). Reaksi tersebut melibatkan piridinnukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanyadikatalis oleh sel hidup, sehingga jumlah formazanyang terbentuk proporsional dengan jumlah sel yanghidup. Semakin banyak sel yang hidup, semakinbanyak kristal formazan yang terbentuk, semakintinggi ni lai absorbansi yang diperoleh danmengindikasikan mortalitas yang rendah.

Profil Metabolit Kapang MFW39

Rendemen metabolit dari kultivasi kapang MFW39dalam media cair SWS pada skala 1 L sebesar 360,8mg untuk ekstrak miselium dan ekstrak broth sebesar

57,4 mg. Ekstraksi metabolit dari miselium kapangdilakukan dengan campuran diklorometan : metanol= 1 : 1. Campuran kedua pelarut ini dipilih karenadiklorometan bersifat non polar sedangkan metanolbersifat polar sehingga campuran keduanyadiharapkan dapat menarik atau melarutkan semuametabolit sekunder yang terdapat pada miselium.Proses ekstraksi metabolit dari miselium dilakukandengan sonikasi selama 2 jam untuk memecahdinding sel dari miselium sehingga proses ekstraksiberjalan dengan lebih sempurna.

Ekstraksi metabolit dari broth dilakukan denganetil asetat karena pelarut ini bersifat semipolarsehingga diharapkan dapat menarik senyawa metabolitsekunder hasil metabolisme kapang yang terdapatdari broth dalam kisaran polaritas yang lebar mulaiyang bersifat non polar sampai polar. Selain itu, etilasetat memisah dengan baik dengan broth ketikadidiamkan dalam corong pisah setelah dilakukanpengocokan sehingga mudah memisahkan antarkeduanya.

Ekstraksi terhadap miselium dan broth dilakukansecara terpisah karena ada kemungkinan metabolitsekunder yang terdapat pada miselium dan brothmemiliki perbedaan. Ada metabolit tertentu yang hanyaterdapat dalam miselium dan ada pula metabolittertentu yang hanya terdapat pada broth. Alasanlainnya adalah jika senyawa sitotoksik yang dihasilkan

Page 7: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

51

oleh kapang hanya terdapat pada miselium atau brothsaja, maka untuk penelitian selanjutnya dapatdifokuskan pada miselium atau broth saja.

Untuk melihat profil metabolit dari ekstrak miseliumdan broth di lakukan dengan KLT dan KCKT.Berdasarkan kromatogram KLT (Gambar 3) terlihatbahwa profil metabolit dari miselium (M) berbedadengan metabolit yang terdapat dalam broth (B).Miselium terlihat memiliki keragaman metabolit yanglebih kecil dibanding dengan broth terutama pada Rf

Gambar 3. KLT ekstrak miselium (M) dan broth (B) dibawah UV 254 nm (A), dan divisualisasikan denganPMA (B).

Figure 3. TLC of mycelium (M) and broth (B) extract under 254 nm UV (A) and visualized with PMA (B).

antara 0,1–0,5. Ekstrak miselium maupun brothmemiliki serapan yang kuat di bawah UV 254 nm.Hal ini memberi petunjuk bahwa senyawa-senyawadalam kedua ekstrak tersebut mempunyai ikatanrangkap ataupun merupakan suatu senyawa aromatik(Gritter et al., 1991).

Kromatogram KCKT juga memperlihatkan bahwabroth memiliki kandungan metabolit yang lebihberagam (Gambar 4). Ekstrak broth memiliki lebihbanyak puncak dengan waktu retensi yang lebih

Gambar 4. Kromatogram KCKT ekstrak miselium (A) dan broth (B).Figure 4. HPLC chromatogram of mycelium (A) and broth (B) extracts.

5 . 0 7. 5 10 .0 1 2. 5 1 5. 0 1 7 .5 20 .0 22 .5 25 .0 2 7.5 3 0.0 3 2. 5 35 .0 37 .5 4 0. 0 42 .5 4 5.0 47.5 mi n

0

25 0

50 0

75 0

1 00 0

1 25 0

1 50 0

1 75 0

m A bs MaxP lot (1. 00 )

4

5 6

7 8 9

101

112

13

14

15

16 17 18 19

20

212

22

324 25

26

27

28

293

0 31 32 33

34

35 36

37

3839

40

41

42

4344

45

46

47

48

49

50

51

52

53

7 .5 1 0 .0 1 2 .5 15 . 0 17 . 5 20 . 0 2 2 . 5 2 5 .0 2 7 . 5 3 0 .0 32 .5 35 . 0 3 7 . 5 4 0 . 0 4 2 .5 4 5 .0 4 7 .5 m in

0

25 0

50 0

75 0

1 00 0

1 25 0

1 50 0

1 75 0

m A bs M a xP lo t ( 1 . 0 0 )

3 4

5 6

78

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18 19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

303

13

23

3

34

35

36 37

38

39 4

0

41

42 4

3

44

45

46

47

48

A

B

A B

Rf 0,8

M B

Rf 0,5

Rf 0,1

Rf 0,8

Rf 0,5

Rf 0,1

A B

Page 8: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

52

M. Nursid, E. Chasanah, Murwantoko, dan S. Wahyuono

Gambar 5. Hasil PCR daerah ITS1-5.8S-ITS2 kapang MFW39.Figure 5. PCR result of ITS1-5.8S-ITS2 region of MFW39 fungal.

berdekatan dibanding ekstrak miselium. Meskipundemikian, ekstrak miselium dan broth memilikibeberapa persamaan puncak misalnya puncak nomor27 dari ekstrak miselium kemungkinan besar samadengan puncak nomor 31 dari ekstrak broth.

Kapang dikenal sebagai mikroba yang mampumenghasilkan berbagai macam senyawa metabolitsekunder dari golongan alkaloid, poliketida, terpen,steroid, dan peptida. Senyawa metabolit sekunderdari kapang memiliki kisaran bioaktivitas yang luas.Menurut Bugni & Ireland (2004), senyawa metabolitsekunder dari kapang kebanyakan diteliti aktivitasnyasebagai antibiotik dan antikanker.

Identifikasi Kapang

Identif ikasi jenis kapang secara molekulardilakukan dengan mengisolasi genom DNA kapangMFW39. DNA yang diperoleh selanjutnya di-PCRuntuk mengamplif ikasi daerah ITS1-5.8S-ITS2(berukuran sekitar 450-550 pasang basa). Hasilpur if ikasi produk PCR div isualisasi denganelektroforesis gel (Gambar 5). Amplifikasi daerah ITS1-5.8S-ITS2 berhasil dilakukan, hal ini terlihat denganadanya pita DNA di daerah sekitar 500 bp (Gambar5). Hasil sekuensing produk PCR memperlihatkanbahwa kapang MFW39 memiliki tingkat similaritassebesar 99% dengan Emericella nidulans. Pohonfilogenetik strain MFW39 disajikan pada Gambar 6.

Secara morfologi kapang MFW39 pada media MEAmemiliki koloni yang berwarna hijau kekuningandengan zona pertumbuhan yang berwarna putih.Sebalik koloni berwarna kuning kecoklatan dan sedikitabu-abu. Diameter koloni yang berumur 5 harimencapai 5–6 cm. Konidiofor tidak bersekat,berdinding halus dan memiliki warna coklat. Vesikulaberbentuk lonjong agak bulat. Konidia berbentuk bulatdengan jumlah sangat banyak (dominan) dan memilikidinding yang agak kasar. Karakteristik morfologi

tersebut memiliki kesamaan dengan kapangEmericella nidulans seperti yang dideskripsikan olehGandjar (1989) serta Pitt & Hocking (2009).

Nama umum dari kapang Emericella nidulansadalah Aspergillus nidulans. Nama Emericellanidulans diperoleh setelah siklus reproduksinyadiketahui secara lengkap. Emericella nidulansmerupakan kapang fi lamentus yang bersifatkosmopolitan dan secara khusus terdapat di dalamtanah. Kapang ini telah diisolasi dari berbagai substratyang ada di lingkungan terestrial (Gandjar, 1989;Gandjar et al., 2006). Meskipun spesies ini berasaldari lingkungan terestrial namun Kralj et al. (2006)berhasil mengisolasi kapang ini dari lingkungan lauttepatnya dari permukaan alga hijau. Jenis lain darigenus Emericella yang berhasil diperoleh darilingkungan laut misalnya Emericella variecolor yangdiisolasi dari spons Haliclona valliculata (Bringmannet al., 2003). Kapang ini berada dalam lingkungan lautkemungkinan besar terbawa oleh aliran air hujan daridaratan dan masuk ke dalam laut kemudian sporatersebut menempel atau terhisap oleh invertebrata lautyang bersifat filter feeder.

Menurut Hooler et al. (2000), isolasi kapang dariorganisme laut tidak menunjukkan bahwa kapangtersebut tumbuh dan berkembang dalam tubuhorganisme tersebut. Dalam kasus kapang yangdiisolasi dari spons, bisa saja spora kapang tersebutberasal dari spora kapang terestrial karena sponsbersifat filter feeder. Menurut Kohlmeyer & Kohlmeyer(1979), banyak penelit i yang belum berhasilmenunjukkan bahwa kapang yang diisolasi darilingkungan laut dapat tumbuh di habitat laut. Kapangtersebut kemungkinan dalam keadaan dorman dalambentuk spora atau fraksi hifa dimana spora ini akantumbuh serta bersporulasi apabila lingkunganmenguntungkan. Menurut Konig et al. (2006), kapangdari lingkungan terestrial dapat tumbuh dengan baik

Page 9: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

53

Gambar 6. Pohon filogenetik kapang MFW39.Figure 6. Phylogentic tree of MFW39 fungal.

Pe nic il l iu m wa k sm a nii

Pe nic il l iu m c itr inum

Pe nic il l iu m v irg at um

As pe rg illu s c la va tu s

As pe rg illu s fu m iga tu s

As pe rg illu s pa ra sit icus

As pe rg illu s us tu s

MF W 3 9

Em e ric ella nid ula ns

Gym na sc ella da nk a liens is

Hyp ocrea v iren s

F us ar iu m in ca rn at um

F us ar iu m o xyspo ru m

G ib b erella m o nil ifo rm is

Alt erna ria a lt erna ta

Ca nd ida t ro pica lis

Ca nd ida alb ic an s

Sa cc ha ro m yc es c erevis ia e

Rh izo pus s to lon ife r

0 .000 .0 50 .1 00 .1 50 .2 00 .250.3 0

Gambar 7. Koloni dalam media MEA (A) dan gambaran mikroskopis kapang MFW39 (B) (perbesaran 2000x).Figure 7. Colony of MFW39 fungal on MEA medium (A) and microscopic features of MFW39 fungal (B)

(2000x magnification).

A

B

Keterangan/Note: a : konidiofor/conidiophore; b : vesikula/vesicle; c : konidia/conidia

dalam media yang mengandung air laut karenamemiliki daya toleransi dan adaptasi yang baik dalamhabitat yang berkadar kadar garam tinggi.

Aktivitas Sitotoksik

Hasil uji aktivitas sitotoksik ekstrak miselium danbroth terhadap sel T47D (sel kanker payudara)

memperlihatkan adanya perubahan yang jelasterhadap morfologi sel setelah diberi perlakuan ekstrakMFW39. Ekstrak miselium terlihat memiliki efeksitotoksik yang lebih kuat dibanding ekstrak brothkarena pada dosis 1 µg/mL menyebabkan perubahanmorfologi sel sedangkan perubahan morfologi sel akibatpemberian ekstrak broth terjadi pada dosis yang lebihtinggi yaitu 5 µg/mL (Gambar 8). Demikian juga halnya

Page 10: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

54

M. Nursid, E. Chasanah, Murwantoko, dan S. Wahyuono

dengan jumlah kristal formazan yang terbentuk.Kristal formazan yang terbentuk pada sel yang diberiperlakuan ekstrak miselium pada dosis 1 µg/mLsangat sedikit bila dibandingkan dengan kristalformazan yang terbentuk pada sel yang diberi ekstrakbroth pada dosis yang sama (Gambar 8).

Profil penghambatan pertumbuhan sel T47D akibatpemberian ekstrak miselium dan broth disajikan pada

Gambar 9. Ekstrak miselium pada dosis 1 µg/mLmampu menghambat pertumbuhan sel T47D,sedangkan ekstrak broth t idak menunjukkanpenghambatan terhadap sel T47D pada dosis 1, 5,dan 25 µg/mL (Gambar 9).

Hasil perhitungan nilai IC50

dengan programMINITAB 14.0 memperlihatkan bahwa ekstrakmiselium memiliki aktivitas sitotoksik yang lebih kuat

Gambar 9. Penghambatan sel T47D setelah diberi ekstrak miselium dan broth inkubasi 24 jam.Figure 9. Inhibition of T47D cells treated with mycelium and broth extract of 24 hour incubation.

Sebelum perlakuan MTT/Before MTT treatment

1 g/mL 5 g/mL 25 g/mL 125 g/mL 625 g/mL

1 g/mL

Setelah perlakuan MTT/After MTT treatment

5 g/mL 25 g/mL 125 g/mL 625 g/mL

1 g/mL

Sebelum perlakuan MTT/Before MTT treatment

5 g/mL 25 g/mL 125 g/mL 625 g/mL

1 g/mL

Setelah perlakuan MTT/After MTT treatment

5 g/mL 25 g/mL 125 g/mL 625 g/mL

Ekstrak miselium/Mycelium extract

Ekstrak broth/Broth extract

Gambar 8. Morfologi sel T47D setelah diberi perlakuan ekstrak miselium dan broth selama 24 jam.Figure 8. Morphology of T47D cells after being treated with mycelium and broth extract for 24 hours.

0102030405060708090

100110120

1 5 25 125 625

Pe

ng

ha

mb

ata

nS

el/

Cells

inh

ibiti

on

(%

)

Dosis Ekstrak/Extract Dose (µg/mL)

Miselium/MyceliumBroth

0102030405060708090

100110120

1 5 25 125 625

Pe

ng

ha

mb

ata

nS

el/

Cells

inh

ibiti

on

(%

)

Dosis Ekstrak/Extract Dose (µg/mL)

Miselium/MyceliumBroth

Page 11: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 6 No. 1, Juni 2011

55

(IC50

21,9 µg/mL) dibanding dengan ekstrak broth (IC50

169,3 µg/mL). Ekstrak miselium memiliki aktivitasyang lebih kuat kemungkinan disebabkan olehsenyawa aktif yang terdapat pada kapang MFW39tidak dilepas keluar dari sel tetapi tetap dipertahankanberada di dalam miselium. Jika senyawa aktif tersebutdilepas dari sel-sel miselium dan masuk ke dalammedia kultur (broth) maka ekstrak broth juga memilikiefek sitotoksik yang kuat. Keberadaan senyawa aktifdalam miselium ada hubungannya dengan mekanismepertahanan diri terutama untuk melindungi strukturreproduksi seperti halnya miselium. Senyawametabolit sekunder pada kapang pada umumnyaberhubungan dengan proses sporulasi dan pigmentasi.Selain itu metabolit toksik yang dihasilkan olehkapang berfungi untuk melindungi koloni yang sedangtumbuh (Calvo et al., 2002).

KESIMPULAN

Hasil penapisan terhadap 46 strain kapangpenghasil senyawa sitotoksik memperlihatkan bahwastrain kapang MFW39 memiliki nilai inhibisi terbaik(35,4%) terhadap pertumbuhan sel T47D padakonsentrasi ekstrak sebesar 30 µg/mL. Berdasarkanhasil identifikasi secara molekular dan morfologi,kapang MFW39 termasuk dalam jenis Emericellanidulans. Hasil uji sitotoksik terhadap sel T47Dmenunjukkan bahwa ekstrak miselium memilikiaktivitas sitotoksik yang lebih kuat (IC

50 = 21,9 µg/

mL) dibanding dengan ekstrak broth (IC50

= 169,3 µg/mL). Penelitian selanjutnya akan difokuskan untukmengisolasi dan mengidentifikasi senyawa sitotoksikyang terdapat dalam ekstrak miselium kapangMFW39.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapkan terima kasih kepada GintungPatantis, S.Kel atas bantuannya dalam identifikasikapang MFW39 secara molekular dan Asri Pratitis,S.Pi atas bantuannya dalam isolasi kapang laut darisampel hospes yang berasal dari Taman Nasional LautWakatobi.

DAFTAR PUSTAKA

Abcam. 2007. T47D (Human ductal breast epithelialtumor cell line) whole cell lysate (ab14899) datasheet.http://www.abcam.com/index .html?datasheet=14899. Diakses pada tanggal 11 Mei 2011.

Bringmann, G., Lang, G., Steffens, S., Gunther, E., andSchaumann. 2003. Evariquinone, isoemericellin andstromemycin from a sponge derived strain of thefungus Emericella variecolor. Phytochemistry. 63:437–443.

Bugni, T.S. and Ireland, C.M. 2004. Marine-derived fungi:a chemically and biologically diverse group ofmicroorganisms. Nat. Prod. Rep. 21: 143–163.

Burdall, S.E., Hanby, A.M., Lansdown, M.R.J., and Speirs,V. 2003. Breast cancer cell lines: friend or foe? BreastCancer Res. 5: 89–95.

Calvo, A.M., Wilson, R.A., Bok, J.W., and Keller, N.P. 2002.Relationship between secondary metabolism andfungal development. Microbiology and MolecularBiology Reviews. p. 447–438.

Colin, P.L. and Arneson, C. 1995. Tropical PacificInvertebrates. A Field guide to the MarineInvertebrates Occuring on Tropical Pacific CoralReefs, Seagrass Beds and Mangrove. Coral ReefPress, California. 296 pp.

Chasanah, E., Januar, H.I., Irianto, H.E., Bourne, D.,Liptrot, C., and Wright, A. Screening of anticanceractivity of fungi derived from Indonesia marinesponges. 2009. Journal of marine and fisheriespostharvest and biotechnology, special edition inconjuction with World Ocean Conference 2009. p. 1–8.

Felth, J. 2011. Studies of Cytotoxic Compounds of NaturalOrigin and Their Mechanism of Action. Dissertations.University of Uppsala. 58 pp.

Freshney, R.I. 2005. Culture of Animal Cells. A Manual ofBasic Technique, Fifth Edition. John Wiley and Son,Inc., Hoboken, New Jersey.

Gandjar, I. 1989. Pengenalan Kapang Umum Tropik.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Gandjar, I., Sjamsuridjal, W., dan Oetari, A. 2006. MikologiDasar dan Terapan . Yayasan Obor Indonesia,Jakarta. 238 pp.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., and Schwarting, A.E. 1991.Pengantar kromatografi. Diterjemahkan olehPadmawinata, K. Penerbit ITB, Bandung. 266 pp.

Holler, U., Wrigth, A.T., Matthee, G.F., Konig, G.M., Draeger,S., Aust, H.J., and Schulz, B. 2000. Fungi from marinesponges : diversity, biological activity and secondarymetabolites. Mycol. Res. 104(11): 1354–1365.

Hyde, K.D., Gareth, Jones, E.B.G., Leano, E., Pointing,S.B., Poonyth, A.D., and Vrijmoed, L.P. 1998. Role offungi in marine ecosystems. Biodiversity andConservation. 7: 1147–1161.

Hawksworth, D.L. 2001. The magnitude of fungaldiversity : the 1.5 million species estimate revisited.Mycol. Res. 105(12): 1422–1433.

Konig, G., Kehraus, S., Seibert, S.F., Abdel-Latif, A., andMuller, D. 2006. Natural products from marineorganism and their associated microbes. Chem. Bio.Chem. 7: 229–238.

Kohlmeyer, J. and Kohlmeyer, E. 1979. Marine Mycology:the Higher Fungi. Academic Press, New York. 690 pp

Kralj, A., Kehraus, S., Krick, A., Eguereva, A., Kelter, G.,Maurer, M., Wortmann, A., Fiebig, H.H., and Konig, M.2006. Arugosin G and H : prenylated polyketodes frommarine-derived fungi Emericella nidulans var.acristata. J. Nat. Prod. 69: 995–2000.

Kjer, J., Debbab, A., Aly, H., and Proksch, P. 2010. Methodsfor isolation of marine-derived endophytic fungi and

Page 12: Kapang Laut Penghasil Sitotoksik

56

M. Nursid, E. Chasanah, Murwantoko, dan S. Wahyuono

their bioactive secondary products. Nature Protocols.5(3): 479–490.

Nafrialdi dan Gan, S. 2007. Antikanker. In. Gunawan, S.G.,Setiabudi, R., Nafrialdi, dan Elysabeth (eds.).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5 . DepartemenFarmakologi dan Terapeutik, FK UI, Jakarta. 926 pp.

Namikoshi, M., Akano, K., Kobayashi, H., Koike, Y.,Kitazawa, A., Rondonuwu, A.B., and Pratasik, S.B.2002. Distribution of marine filamentous fungiassociated with marine sponges in coral reefs ofPalau and Bunaken Island, Indonesia. Journal ofTokyo University of Fisheries. 88: 15–20.

Pratitis, A., Chasanah, E., and Nursid, M. 2009. Skriningaktivitas sitotoksik dan peredaman radikal bebasDPPH ektrak marine fungi yang diisolasi dari sponsasal perairan Wakatobi. Prosiding Seminar NasionalPascapanen dan Bioteknologi Kelautan danPerikanan, Jakarta.

Pitt, J.I. and Hocking, A.D. 2009. Fungi and FoodSpoilage. Spinger, New York. 519 pp.

Proksch, P., Ebel, R., Edrada, R.S., Schupp, P., Lin W.H.,Sudarsono., Wray, V., and Steube, K. 2003. Detectionof pharmacologically active natural products usingecology, selected examples from Indopacific marineinvertebrates and sponge-derived fungi. Pure Appl.Chem. 75: 343–352.

Rifai. M.A. 1995. The Biodiversity of Indonesian MicrobialDiversity. Regional warkshop on culture collection ofmicroorganism in Southeast Asia. Gadjah MadaUniversity, Yogyakarta.

Tjindarbumi, D. and Mangunkusumo, R. 2002. Cancerin Indonesia, present and future, Jpn. J Clin. Oncol.32(supplement 1): 17–21.

Zhang, Y., Mu, J., Feng, Y., Kang, Y., Zhang, J., Gu, P.J.,Wang, Y., Ma, L.F., and Zhu, Y.H. 2009. Broad-spectrum antimicrobial epiphytic and endophyticfungi from marine organisms: Isolation, bioassay andtaxonomy. Marine Drugs. 7: 97–112.

Zachary, I. 2003. Determination of cell number. InHughes, D. and Mehmet, H. (eds.). Cell Proliferationand Apoptosis. BIOS Scientific Publisher Limited.